Professional Documents
Culture Documents
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Strata Satu Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG 2010
PERMODELAN ALAT PENYIRAMAN TANAMAN SECARA OTOMATIS BERBASIS PROGRAMMABLE LOGIC CONTROL (PLC) OMRON TIPE CPM2A
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG 2010
Barang siapa menghendaki dunia, Maka dia harus mencapainya dengan ilmu. Barang siapa menghendaki akhirat, Maka dia harus mencapainya dengan ilmu. Dan barang siapa menghendaki keduanya, Maka dia harus mencapainya dengan ilmu. (Sabda Rasulullah S.A.W) Ya Allah Perkayalah kami ini dengan keilmuan Hiasi hati kami dengan kesabaran Muliakan wajah kami dengan ketaqwaan Perindalah fisik kami dengan kesehatan Serta terimalah amal ibadah kami dengan kelipat gandaan Karena hanya Engkau Dzat penguasa sekalian alam Aamiin.......
Laporan tugas akhir ini ku persembahkan untuk keluargaku tercinta, Mohammed Dioda Noer,OneChu, dan Mami Chino Bonita-ku.
ABSTRAK Pada saat ini perkembangan teknologi modern (IPTEK) semakin meningkat dengan pesat, salah satunya adalah sistem otomatisasi dengan memanfaatkan teknologi komputer yang dapat kita temukan di berbagai bidang, mulai dari dunia industri, rumah tangga bahkan bidang pertanian. Yang menjadi salah satu alasan utama banyaknya penggunaan dan pemanfaatan sistem otomatisasi teknologi komputer adalah karena komputer mampu melakukan pekerjaan yang berulang secara terus-menerus, tanpa mengenal waktu, hal ini dapat dimanfaatkan untuk membantu manusia mengerjakan pekerjaan yang rutinitas. Sistem penyiraman secara otomatis ini berbasiskan PLC Omron tipe CPM2A, dirancang dengan tujuan untuk menggantikan peran manusia dalam penyiraman tanaman, sehingga kebutuhan air pada tanaman tidak terganggu dan efisiensi waktu dapat tercapai. Alat ini terdiri dari 2 buah solenoid valve yang akan bekerja selama satu jam secara bergantian, sebanyak dua kali dalam sehari dengan waktu kerja penyiraman pagi (pukul 06:00-07:00) dan penyiraman sore (pukul 17:00-18:00), secara kontinyu tanpa terpengaruh oleh keadaan suhu atau cuaca yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam merancang alat ini dibutuhkan pendekatan sistematis dengan prosedur: perancangan sistem kendali, penentuan input/output, perancangan dan pembuatan alat, pemrograman (programing), dan menjalankan sistem (run the system). Karena setiap tanaman mempunyai kebutuhan kadar air yang berbeda-beda, maka lamanya waktu penyiraman harus lebih disesuaikan dengan kebutuhan air dari tanaman itu sendiri, hal ini bisa dilakukan dengan cara mengatur lamanya waktu penyiraman pada TIMER yang ada pada program (ladder diagram). Pada saat melakukan simulasi penyiraman, lamanya waktu yang digunakan adalah: SVO_A (15 detik), SVO_B (15 detik), POMPA ATAS (30 detik), JEDA 1 (30 detik) dan JEDA 2 (30 detik). Setelah dilakukan pengujian alat, hasilnya menunjukkan bahwa sistem dapat bekerja sesuai dengan rancangan. Permodelan alat penyiraman tanaman secara otomatis ini direkomendasikan untuk jenis tanaman yang membutuhkan banyak air dan rutinitas.
Kata kunci: penyiraman otomatis, PLC Omron, solenoid valve, pompa, SV Inlet, SV Outlet, penyiraman pagi, penyiraman sore.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kekhadirat Allah SWT yang akhirnya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Ahir ini. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Strata Satu di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Bandung. Kami mengambil judul PERMODELAN ALAT PENYIRAMAN TANAMAN SECARA OTOMATIS BERBASIS PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC) OMRON TIPE CPM2A. Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT, atas semua nikmat dan karunia-Nya beserta panutan kita Muhammad Rasulullah SAW. 2. Kedua orang tua, Ayahanda Bapak H. Isya (Alm.) beserta Ibunda Hj. Nurhayati dan keluarga besar di Argentina - Cianjur. 3. Kakanda Lusi Susianti, ST. beserta Ade Tatang Rusmana, ST. dan Riza Luthfi Rusmana (Izzo), serta keluarga besar tercinta di Balikpapan. 4. Bapak Nasrun Harianto, MT., selaku dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan membantu merefisi laporan tugas akhir ini. 5. Ibu Siti Saodah, MT., selaku Pembimbing II laporan tugas akhir ini. 6. Bapak Drs. Iyan Sukhyar, Pak Encep, Cepi dan Disa di Bengkel Listrik STMN 1 Karawang yang telah banyak membantu dalam merancang dan merealisasikan alat tugas akhir ini. 7. Bapak Syahrial, MT. dan Bapak Teguh Arfiyanto, ST., sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan refisinya.
ii
8. Seluruh dosen beserta staf di Jurusan Teknik Elektro yang telah banyak membantu. 9. Puspitasari C.I.P.I.T.Z Putri yang tak henti-hentinya memberikan doa dan semangat 2 JUTA-nya (te amo mi Mami CHINO Bonita). 10. Andrian dan Raynaldi yang telah mengenalkan PLC-nya. 11. OneChu Familia (BadDoeYz, Double O, BlackPoppa), DHC Family, Los Chinos, CULOvers, Selly CHEY Saniati Lestari, Sandra Febriani, Daddy Yankee dan Reggaeton Artist lainnya yang lagulagunya selalu setia menemani pada saat penyusunan laporan. 12. Teman-teman seperjuangan TA (Hendrawan DJ Ukoen, Jeremia Purbanta, Ekky Fizi, Badrul, Angger, Gilang, Bang Natsir, Igoy, Ashdos, Dian, Irul, Rangga,Vina, Dayat, Aris, Fadlin, Chaliq, Dudi). 13. Keluarga besar MXPRXSQUADZ03 (terutama Arie DP, Bayu Adhi, Ewink, Nurdin, MasterMadz), Glen Setengah, HME Itenas, serta semua pihak yang tidak dapa disebutkan satu-persatu.
Dalam laporan tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR......................................................................................... ii DAFTAR ISI........................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR........................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................. I-1 1.2 Tujuan dan Manfaat ........................................................................................ I-5 1.3 Pembatasan Masalah ....................................................................................... I-6 1.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................................. I-7 1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................... I-7
BAB II PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLERS (PLC) 2.1 Pendahuluan ....................................................................................................II-1 2.1.1 Sejarah PLC ................................................................................... II-2 2.1.2 Pengertian PLC .............................................................................. II-4 2.2 Komponen-komponen PLC ............................................................................ II-9 2.2.1 Central Processing Unit (CPU) .................................................... II-10 2.2.2 Memori........................................................................................... II-11 2.2.3 Pemrograman ................................................................................. II-11 2.2.4 Catu Daya....................................................................................... II-12
iv
2.2.5 Masukan (Input)............................................................................. II-13 2.2.6 Pengaturan/Antarmuka Masukan................................................... II-16 2.2.7 Keluaran (Output) .......................................................................... II-16 2.2.8 Pengaturan/Antarmuka Keluaran................................................... II-18 2.2.9 Jalur Ekstensi/Tambahan ............................................................... II-18 2.3 Operasional PLC ............................................................................................. II-18 2.4 Contoh Gerbang Logika.................................................................................. II-20 2.4.1 AND dan NAND............................................................................ II-20 2.4.2 OR dan NOR.................................................................................. II-21 2.5 Aplikasi PLC...................................................................................................II-22
BAB III KOMPONEN YANG DIGUNAKAN 3.1 PLC Omron ..................................................................................................... III-1 3.1.1 Umum ............................................................................................ III-1 3.1.2 PLC Omron Tipe CPM2A ............................................................. III-1 3.1.3 Struktur Unit CPU.......................................................................... III-4 3.1.4 Mode Kerja .................................................................................... III-5 3.1.5 Struktur Memori PLC Omron Tipe CPM2A .................................III-6 3.1.6 Keuntungan dan Kerugian PLC ..................................................... III-10 3.2 Solenoid Valve (SV)......................................................................................... III-13 3.2.1 Pendahuluan................................................................................... III-13 3.2.2 Prinsip Kerja .................................................................................. III-15 3.3 Relay................................................................................................................ III-17 3.3.1 Pendahuluan................................................................................... III-17 3.3.2 Prinsip Kerja .................................................................................. III-18 3.3.3 Relay Sebagai Pengendali .............................................................. III-19
3.4 Motor Induksi..................................................................................................III-20 3.4.1 Pendahuluan................................................................................... III-20 3.4.2 Prinsip Kerja .................................................................................. III-22 3.5 Sensor Air ....................................................................................................... III-25 3.5.1 Pendahuluan................................................................................... III-25 3.5.2 Prinsip Kerja .................................................................................. III-26
BAB
IV
PERANCANGAN
DAN
SIMULASI
ALAT
PENYIRAMAN
TANAMAN OTOMATIS BERBASIS PLC OMRON TIPE CPM2A 4.1 Rancangan Sistem Kendali ............................................................................. IV-2 4.2 Penentuan I/O..................................................................................................IV-3 4.3 Perancangan dan Pembuatan Alat...................................................................IV-4 4.3.1 Peralatan yang dibutuhkan ............................................................. IV-4 4.3.2 Kebutuhan Bahan........................................................................... IV-5 4.3.3 Perlengkapan Safety Kerja ............................................................. IV-6 4.3.4 Pelaksanaan Kerja.......................................................................... IV-6 4.4 Pemrograman (Programming) ........................................................................ IV-7 4.4.1 Identifikasi Input, Output, dan Kondisi ......................................... IV-9 4.4.2 Pemrograman Menggunakan Syswin 3.4 ....................................... IV-10 4.4.3 Pembuatan Program Ladder Diagram ........................................... IV-12 4.5 Menjalankan Sistem (Run the System)............................................................ IV-21 4.5.1 Download Program Ladder Diagram ke Omron CPM2A ........... IV-21 4.5.2 Cara Kerja ...................................................................................... IV-23 4.5.3 Pengujian dan Analisa....................................................................IV-28 4.6 Simulasi Alat...................................................................................................IV-30
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... V-1 5.2 Saran................................................................................................................ V-2
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan PLC dengan CNC ........................................................... II-6 Gambar 2.2 Relay tunggal dan sistem relay pada mesin CNC ............................ II-7 Gambar 2.3 Contoh PLC Training Unit ............................................................... II-8 Gambar 2.4 Elemen-elemen dasar PLC ............................................................... II-9 Gambar 2.5 Diagram Blok PLC ........................................................................... II-10 Gambar 2.6 Contoh simbol device masukan ........................................................ II-14 Gambar 2.7 Slot modul masukan atau keluaran PLC .......................................... II-14 Gambar 2.8 Desktop ............................................................................................. II-15 Gambar 2.9 Handled Programmer (Omron) ....................................................... II-15 Gambar 2.10 Contoh device keluaran dan simbolnya ......................................... II-17 Gambar 2.11 Proses scanning program PLC ....................................................... II-18 Gambar 2.12 Rangkaian Elektrik AND ............................................................... II-20 Gambar 2.13 Ladder diagram AND ....................................................................II-20 Gambar 2.14 Rangkaian Elektrik OR .................................................................II-21 Gambar 2.15 Ladder diagram OR ....................................................................... II-21
Gambar 3.1 Bentuk fisik PLC Omron tipe CPM2A ............................................ III-2 Gambar 3.2 PLC Omron tipe CPM2A .................................................................III-2 Gambar 3.3 Struktur Internal Unit CPU PLC ...................................................... III-4 Gambar 3.4 Kumparan ......................................................................................... III-13 Gambar 3.5 Bentuk Solenoid Valve ..................................................................... III-14 Gambar 3.6 Bagian-bagian Solenoid Valve ......................................................... III-15 Gambar 3.7 Kondisi SV ....................................................................................... III-16 Gambar 3.8 Skema relay elektromekanik ............................................................ III-17 Gambar 3.9 Sistem kontrol berbasis relai ............................................................ III-19
viii
Gambar 3.10 Relay Omron tipe MK2P-I ............................................................. III-20 Gambar 3.11 Stator dan Rotor ............................................................................. III-21 Gambar 3.12 Rangkaian Motor Induksi ............................................................... III-22 Gambar 3.13 Rangkaian Rotor ............................................................................. III-23 Gambar 3.14 WLC Radar tipe ST-70AB ............................................................. III-25 Gambar 3.15 Prinsip kerja pelampung .................................................................III-26
Gambar 4.1 Flowchart perancangan ....................................................................IV-1 Gambar 4.2 Schematic Diagram .......................................................................... IV-2 Gambar 4.3 Input/Output ..................................................................................... IV-3 Gambar 4.4 Flowchart sistem .............................................................................. IV-8 Gambar 4.5 Tampilan ladder diagram Syswin 3.4 .............................................. IV-11 Gambar 4.6 Tampilan New Project Setup ............................................................ IV-11 Gambar 4.7 Tampilan tombol fungsi atau kondisi ladder diagram ..................... IV-12 Gambar 4.8 Tampilan alamat fungsi ....................................................................IV-12 Gambar 4.9 Contoh ladder diagram sementara ................................................... IV-13 Gambar 4.10 Menu untuk menambah atau menyisipkan network ....................... IV-13 Gambar 4.11 Kotak dialog Insert Network .......................................................... IV-14 Gambar 4.12 Tampilan setelah menambah network baru ....................................IV-14 Gambar 4.13 Tampilan contoh hasil akhir ladder diagram .................................IV-15 Gambar 4.14 Ladder diagram Sistem ..................................................................IV-16 Gambar 4.15 Rung 1 ............................................................................................ IV-17 Gambar 2.16 Rung 2 ............................................................................................ IV-17 Gambar 2.17 Rung 3 ............................................................................................ IV-18 Gambar 4.18 Rung 4 ............................................................................................ IV-18 Gambar 4.19 Rung 5 ............................................................................................ IV-19
ix
Gambar 4.20 Rung 6 ............................................................................................ IV-19 Gambar 4.21 Rung 7 ............................................................................................ IV-20 Gambar 4.22 Tampilan Serial Communication Setting ....................................... IV-21 Gambar 4.23 Tampilan tombol utilitas komunikasi PLC dan komputer ............. IV-21 Gambar 4.24 Kotak dialog Change PLC Mode ................................................... IV-22 Gambar 4.25 Contoh tampilan saat pengamatan kerja PLC ................................ IV-22 Gambar 4.26 Gerbang logika SV Inlet .................................................................IV-23 Gambar 4.27 Gerbang logika Pompa Bawah ....................................................... IV-24 Gambar 4.28 Alat penyiraman otomatis .............................................................. IV-25 Gambar 4.29 Waktu kerja .................................................................................... IV-28 Gambar 4.30 Kondisi kosong ............................................................................... IV-30 Gambar 4.31 Pengisisan tangki bawah ................................................................ IV-31 Gambar 4.32 Pengisisan tangki atas ..................................................................... IV-31 Gambar 4.33 Penyiraman Pagi/Sore (SV_A) ...................................................... IV-32 Gambar 4.34 Penyiraman Pagi/Sore (SV_B) ....................................................... IV-32
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Arti lampu indikator status CPU PLC Omron CPM1A/CPM2A ......... III-3 Tabel 3.2 Pembagian Area IR pada CPM2A ....................................................... III-7 Tabel 3.3 Pembagian Area DM pada CPM2A ..................................................... III-10
Tabel 4.1 Waktu penyiraman ............................................................................... IV-2 Tabel 4.2 Peralatan yang dibutuhkan ....................................................................IV-4 Tabel 4.3 Bahan yang di butuhkan........................................................................ IV-5 Tabel 4.4 Perlengkapan Safety Kerja ...................................................................IV-6 Tabel 4.5 Konfigurasi Input/Output Sistem ......................................................... IV-9 Tabel 4.6 Tabel Kebenaran SV Inlet ....................................................................IV-23 Tabel 4.7 Tabel Kebenaran Pompa Bawah ........................................................... IV-24 Tabel 4.8 Waktu Kerja ......................................................................................... IV-27 Tabel 4.9 Data pengujian waktu simulasi alat ...................................................... IV-29
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E PLC Omron Solenoid Valve Relay Omron Pompa (Atman At-105) Sensor Air (WLC Radar ST-70AB)
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan teknologi modern (IPTEK) semakin
meningkat dengan pesat, salah satunya adalah sistem otomatisasi dengan memanfaatkan teknologi komputer yang dapat kita temukan di berbagai bidang, mulai dari dunia industri, rumah tangga bahkan bidang pertanian. Yang menjadi salah satu alasan utama banyaknya penggunaan dan pemanfaatan sistem otomatisasi teknologi komputer adalah karena komputer mampu melakukan pekerjaan yang berulang secara terus-menerus, tanpa mengenal waktu, hal ini dapat dimanfaatkan untuk membantu manusia mengerjakan pekerjaan yang rutinitas. Tanaman sangat membutuhkan air, tanpa air yang cukup tanaman akan kering dan mati. Karena tanaman menyerap sari-sari makanan yang terkandung di dalam air dan tanah. Berdasarkan fenomena tersebut kebutuhan tanaman terhadap air harus selalu dikontrol secara baik dan teratur. Untuk mengontrol kebutuhan air tersebut diperlukan alat penyiram tanaman yang efektif dan efisien. Dengan adanya alat tersebut diharapkan kebutuhan tanaman terhadap air dapat terkontrol dan terpenuhi dengan baik. Selain itu, kita juga dapat menghemat biaya operasional dan masih dapat melakukan kegiatan lain di luar itu. Banyak pertanyaan yang mendasar seputar bagaimana menyiram tanaman yang baik. Untuk menjawab itu, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan kebutuhan air pada saat penyiraman, yaitu:
I-1
1. Jenis, bentuk dan umur tanaman Berdasarkan kebutuhan air, umumnya ada tiga jenis tanaman, yaitu: a. Jenis suka air, memerlukan air yang cukup banyak untuk dapat hidup dengan baik, contohnya jenis Adiantum, Begonia, Calathea, Dracaena, Dieffenbachia, Monstera, Peperomia serta jenis pakis-pakisan. b. Jenis menyukai air dalam jumlah sedang, memerlukan air yang cukup tapi tidak berlebihan untuk tumbuh dalam kondisi yang sehat, contohnya adalah Aglaonema, Anthurium, Philodendron, dan lainnya. c. Jenis menyukai sedikit air, merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dalam keadaan sedikit air, contohnya berbagai jenis tanaman sukulen, kaktus, Sansiviera, Chryptanthus dan lainnya.
Bentuk daun juga harus diperhatikan, jika daunnya besar dan tipis, berarti tanaman tidak kuat kondisi kering dan membutuhkan relatif lebih banyak air dalam penyiraman. Jika daun ada lapisan lilinnya berarti sedikit tahan akan kondisi kering. Daun kecil akan menghindari penguapan air saat siang hari. Akan tetapi penting pula diketahui jenis tanamannya, apakah tanaman tersebut menyukai air atau tidak. 2. Lokasi dan kondisi sekitar tanaman Lokasi juga mempunyai andil dalam menentukan banyaknya air untuk penyiraman. Tanaman dalam pot yang diletakkan di bawah naungan dengan yang langsung di bawah sinar matahari akan mempunyai perbedaan kebutuhan air. Umumnya tanaman yang berada di daerah naungan membutuhkan jumlah air yang relatif lebih sedikit dari pada tanaman yang terkena sinar matahari langsung. Peletakan tanaman pada sumber air membutuhkan air yang berbeda dengan yang diletakkan di tengah lapangan terbuka. Peletakan di dekat sumber air merupakan jenis tanaman yang menyukai kondisi air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Jenisnya pun berbeda dengan tanaman yang tahan akan sinar matahari.
I-2
3. Jenis media tanam Media merupakan material yang bersentuhan langsung dengan akar, bagian tanaman yang sangat penting untuk penyerapan air dan unsur hara lainnya. Media tanaman yang umum digunakan adalah tanah, humus, sekam, cocopeat, pasir malang, dan akar pakis. Masing-masing mempunyai daya ikat air yang berbeda. Humus mengandung banyak sisa-sisa bagian tanaman yang membusuk. Biasanya bersifat menahan air. Tetapi jika diletakkan di area terbuka, humus mudah kering dan berbentuk serpihan2/butiran2 halus. Sekam yang umumnya digunakan adalah jenis sekam biasa dan sekam bakar. Bentuknya yang berupa butiran-butiran sekam kasar membantu tanah dalam memperbaiki struktur tanah hingga menjadi remah-remah tidak padat sehingga air dapat mengalir dengan lancar. Untuk itu media tanam sekam murni relatif cocok untuk tanaman hias pada pot, atau campuran media tanam pada musim hujan agar air tidak merusak akar yang akan mengakibatkan busuk akar. Cocopeat relatif dapat menyimpan air hingga penggunaan media dengan campuran bahan ini sangat tepat saat musim kering, tetapi jangan biarkan media ini terlampau kering. Beda dengan pasir malang yang lebih bersifat tidak menahan air. Sangat cocok digunakan sebagai campuran media tanam pada musim hujan.Tak jarang untuk penanaman sering kali media tersebut dicampur dengan jumlah tertentu. 4. Musim Dua musim utama di Indonesia, musim kering dan musim hujan, akan mempengaruhi penyiraman terhadap tanaman. Musim kering tanaman harus diperiksa apakah memerlukan penyiraman satu-dua hari sekali sedangkan musim hujan apakah harus disiram setiap hari atau tidak. 5. Besar-kecilnya pot Terkait dengan tingkat kelembaban media dalam pot. Pot kecil akan mempunyai tingkat kelembaban yang lebih kecil jika dibandingkan dengan media pada pot yang besar. Tepai pot besar mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan akar tanaman. Banyaknya ruang yang tersedia dapat memberikan ruang yang cukup untuk bernafasnya akar.
I-3
Untuk mengetahui apakah tanaman cukup air atau tidak, dapat melihat gejala-gejala yang ditampakkan oleh tanaman, diantaranya adalah: a. Pengecekan media tanam, seperti: Jika media terasa remah lepas, berarti media sedikit mengandung air. Periksa dengan membuat lubang sebesar ibu jari dengan kedalaman 1,5-3 cm. Jika kering maka kelembaban tanaman rendah dan tanaman perlu disiram. b. Gejala fisiologis tanaman, seperti: Tanaman layu dan daun tua coklat dan mengering, dicurigai tanaman kekurangan air. Periksa media dan gejala lain apakah disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman lainnya. Pinggiran daun berwarna coklat dan kering untuk tanaman kekurangan air. Jika berbunga dan kurang air, maka bunga akan gugur dengan cepat. Jika daun ujungnya coklat, kemungkinan besar kelebihan air. Dalam media yang terlalu lembab, akar akan membusuk. Untuk mengetahui kapan tanaman cukup air, saat menyiram, periksalah apakah air telah keluar dari lubang dasar pot. Jangan memberikannya berlebihan karena akan menutup pori-pori makro media dan mengganggu pernafasan akar tanaman. Hal-hal penting yang harus diperhatikan pada saat penyiraman adalah: 1. Gunakan air tanah atau air tadah hujan. Suhu air juga tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Juga tidak disarankan menyiram dengan air yang telah diberi pewangi atau zat kimia (selain pupuk/hormon tanaman) lainnya. 2. Hindari menyiram tanaman melalui puncak tanaman karena akan merubah kelembaban tanaman secara cepat dan dapat menyebabkan busuk pucuk tanaman. 3. Hindari membasahi tanaman pada daun yang sensitif seperti tanaman african violet atau umumnya daun yang berbulu. 4. Jika menyiram dari atas permukaan media tanam, pastikan air mengalir keluar dari lubang pot ke piring dasar pot. Biarkan 30 menit lalu buang air hingga piring pot kosong.
I-4
5. Jika menyiram dari dasar pot, perhatikan lamanya perendaman pot pada piring yang berisi air. Periksa media apakah sudah cukup basah atau belum. 6. Lebih aman untuk menyiram langsung pada media tanam, jika ingin membasahi daun, gunakan spray halus dan semprotkan pada permukaan bawah tanaman.
Penyiraman tanaman dapat dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan perkembangan dan kemajuan teknologi komputer yang sudah sangat maju, salah satunya adalah dengan memanfaatkan PLC
(Programmable Logic Controller). PLC merupakan sistem pengendali yang dapat diprogram dalam mengontrol dan mengatur proses penyiraman tanaman yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan air. Bedasarkan fenomena tersebut peneliti mempunyai ide untuk membuat alat penyiram tanaman secara otomatis. Alat ini menggunakan kontrol Programmable Logic Controller (PLC) Omron tipe CPM2A yang mudah didapat dipasaran dan cara pemrogramannya relatif mudah dipahami, yang penyusun tuangkan dalam tugas akhir dengan judul Permodelan Alat Penyiraman Tanaman Secara Otomatis Berbasis Programmable Logic Controller (PLC) Omron tipe CPM2A.
1.2
Tujuan dan Manfaat Merancang dan membuat permodelan suatu alat penyiraman
tanaman secara otomatis yang berbasis PLC Omron tipe CPM2A untuk menggantikan peran manusia dalam penyiraman tanaman, sehingga kebutuhan air pada tanaman tidak terganggu dan efisiensi waktu dapat tercapai. Alat ini terdiri dari 2 buah solenoid valve yang akan bekerja selama satu jam secara bergantian, sebanyak dua kali dalam sehari dengan waktu kerja penyiraman pagi (pukul 06:00-07:00) dan penyiraman sore (pukul 17:0018:00), secara kontinyu tanpa terpengaruh oleh keadaan suhu atau cuaca yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
I-5
Adapun manfaatnya adalah: 1. Memanfaatkan teknologi dalam dunia pertanian. 2. Efisiensi waktu penyiraman. 3. Mengurangi faktor kelalaian dari manusia, sehingga tanaman
1.3
Pembatasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari topik yang
dipilih, maka dalam penyusunan laporan tugas akhir ini permasalahannya dibatasi pada: 1. Pembuatan permodelan suatu alat penyiraman tanaman otomatis yang berbasis PLC Omron tipe CPM2A dan Syswin 3.4 sebagai software pemrogramannya. 2. Pompa yang digunakan adalah pompa aquarium merk Atman tipe At-105, 50 Watt. 3. Solenoid valve yang digunakan adalah 220 V(AC), 50 Hz, 6 Watt. 4. Sensor air yang digunakan adalah jenis Water Level Control (WLC) merk Radar tipe ST-70AB. 5. Tidak adanya detektor suhu/cuaca maupun sensor hujan yang peka terhadap lingkungan sekitar. 6. Mekanikal-elektrikal tidak diperhitungkan. 7. Alat penyiraman ini cocok untuk jenis tanaman suka air, yaitu tanaman yang memerlukan cukup banyak air untuk dapat hidup dengan baik.
Proses yang akan dibahas terdiri dari pengaturan kerja SV Inlet, pompa pengisi tangki penampungan, pengaturan level air pada tangki penampungan, hingga pengaturan kerja SV Outlet untuk penyiraman tanamannya itu sendiri.
I-6
1.4
Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan tugas akhir ini diperlukan beberapa metoda
pengumpulan data. Metoda yang digunakan dilakukan dengan cara : 1. Studi Literatur, yaitu mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang penulisan laporan yang didapat dari buku-buku, website, ataupun manual handbook yang berkaitan. 2. 3. Mengembangkan bahan-bahan yang telah didapat. Berkonsultasi dengan dosen, pembimbing lapangan, dan rekan lainnya.
1.5
Sistematika Penyusunan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penyusunan.
BAB II PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC) Bab ini menjelaskan kajian teori tentang PLC secara umum, yaitu sejarah PLC, pengertian PLC, komponen-komponen PLC,
operasional PLC, contoh gerbang logika dan contoh aplikasi PLC yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III KOMPONEN YANG DIGUNAKAN Bab ini menjelaskan tentang pengertian dan prinsip kerja dari komponen-komponen yang digunakan, yaitu PLC Omron, solenoid valve, relay, motor induksi dan sensor air.
I-7
BABIV PERANCANGAN DAN SIMULASI ALAT PENYIRAMAN TANAMAN OTOMATIS BERBASIS PLC OMRON TIPE CPM2A Bab ini menjelaskan tentang rancangan sistem kendali,
penentuan I/O, perancangan dan pembuatan alat, pemrograman (programing), menjalankan sistem (run the system), pengujian alat dan analisanya, serta simulasinya.
BAB V KESIMPULAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari laporan tugas akhir dan saran yang akan penyusun berikan.
I-8
2.1
kumpulan dari banyak relay yang pada proses sekuensial dirasakan tidak fleksibel dan berbiaya tinggi dalam proses otomatisai dalam suatu industri. Pada saat itu PLC penggunaannya masih terbatas pada fungsi-fungsi kontrol relai saja. Namun dalam perkembangannya PLC merupakan sistem yang dapat dikendalikan secara terprogram. Selanjutnya hasil rancangan PLC mulai berbasis pada bentuk komponen solid state yang memiliki fleksibelitas tinggi. Kerja tersebut dilakukan karena adanya prosesor pada PLC yang memproses program sistem yang dinginkan. Sebuah PLC merupakan alat yang digunakan untuk menggantikan rangkaian sederetan relai yang dijumpai pada sistem kontrol proses konvensional. PLC bekerja dengan cara mengamati masukan (melalui sensor-sensor terkait), kemudian melakukan proses dan melakukan tindakan sesuai yang dibutuhkan, yang berupa menghidupkan atau mematikan keluarannya (logika 0 atau 1, hidup atau mati). Pengguna membuat program yang umumnya dinamakan diagram tangga (ladder diagram) yang kemudian harus dijalankan oleh PLC yang bersangkutan. Dengan kata lain, PLC menentukan aksi apa yang harus dilakukan pada instrumen keluaran berkaitan dengan status suatu ukuran atau besaran yang diamati. Penggunaan kontroler PLC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem kontrol konvesional, antara lain: 1. Dibandingkan dengan sistem kontrol proses konvensional, jumlah kabel yang dibutuhkan bisa berkurang hingga 80 %; 2. PLC mengkonsumsi daya lebih rendah dibandingkan dengan sistem kontrol proses konvensional (berbasis relay);
II-1
3. Fungsi
diagnostik
pada
sebuah
kontroler
PLC
membolehkan
pendeteksian kesalahan yang mudah dan cepat; 4. Perubahan pada aurutan operasional atau proses atau aplikasi dapat dilakukan dengan mudah, hanya dengan melakukan perubahan atau penggantian program, baik melalui terminal konsol maupun komputer; 5. Tidak membutuhkan spare part yang banyak; 6. Lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional, khususnya dalam kasus penggunaan instrumen I/O yang cukup banyak dan fungsi operasional prosesnya cukup kompleks; 7. Ketahanan PLC jauh lebih baik dibandingkan dengan relay automekanik. Sejarah PLC [2] PLC pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. Alasan utama perancangan PLC adalah untuk menghilangkan beban ongkos perawatan dan penggantian sistem kontrol mesin berbasis relay. Bedford Associate (Bedford, MA) mengajukan usulan yang diberi nama MODICON (kepanjangan Modular Digital Controller) untuk perusahaan-perusahaan mobil di Amerika. Sedangkan perusahaan lain mengajukan sistem berbasis komputer (PDP-8). MODICON 084 merupakan PLC pertama didunia yang digunakan pada produk komersil. Saat kebutuhan produksi berubah maka demikian pula dengan sistem kontrolnya. Hal ini menjadi sangat mahal jika perubahannya terlalu sering. Karena relai merupakan alat mekanik, maka tentu saja memiliki umur hidup atau masa penggunaan yang terbatas, yang akhirnya membutuhkan jadwal perawatan yang ketat. Pelacakan kerusakan atau kesalahan menjadi cukup membosankan jika banyak relai yang digunakan. Bayangkan saja sebuah panel kontrol yang dilengkapi dengan monitor ratusan hingga ribuan relai yang terkandung pada sistem kontrol tersebut. Bagaimana kompleksnya melakukan pengkabelan pada relai-relai tersebut. Dengan demikian "pengontrol baru" (the new controller) ini harus memudahkan para teknisi perawatan dan teknisi lapangan melakukan pemrograman. Umur alat harus menjadi lebih panjang dan program proses dapat
2.1.1
II-2
dimodifikasi atau dirubah dengan lebih mudah. Serta harus mampu bertahan dalam lingkungan industri yang keras. Jawabannya? Penggunaan teknik pemrograman yang sudah banyak digunakan (masalah kebiasaan dan pada dasarnya bahwa 'people do not like to change') dan mengganti bagian-bagian mekanik dengan teknologi solid-state (IC atau mikroelektronika atau sejenisnya). Pada pertengahan tahun 1970-an, teknologi PLC yang dominan adalah sekuenser mesin-kondisi dan CPU berbasis bit-slice. Prosesor AMD 2901 dan 2903 cukup populer digunakan dalam MODICON dan PLC A-B. Mikroprosesor konvensional kekurangan daya dalam menyelesaikan secara cepat logika PLC untuk semua PLC, kecuali PLC kecil. Setelah mikroprosesor konvensional mengalami perbaikan dan pengembangan, PLC yang besar-besar mulai banyak menggunakannya. Bagaimanapun juga, hingga saat ini ada yang masih berbasis pada AMD 2903. Kemampuan komunikasi pada PLC mulai muncul pada awal-awal tahun 1973. Sistem yang pertama adalah Modbus-nya MODICON. Dengan demikian PLC bisa berkomunikasi dengan PLC lain dan bisa ditempatkan lebih jauh dari lokasi mesin sesungguhnya yang dikontrol. Sekarang kemampuan komunikasi ini dapat digunakan untuk mengirimkan dan menerima berbagai macam tegangan untuk membolehkan dunia analog ikut terlibat. Sayangnya, kurangnya standarisasi mengakibatkan komunikasi PLC menjadi mimpi buruk untuk protokol-protokol dan jaringan-jaringan yang tidak kompatibel. Tetapi bagaimanapun juga, saat itu merupakan tahun yang hebat untuk PLC. Pada tahun 1980-an dilakukan usaha untuk menstandarisasi komunikasi dengan protokol otomasi pabrik milik General Motor (General Motor's Manufacturring Automation Protocol (MAP)). Juga merupakan waktu untuk memperkecil ukuran PLC dan pembuatan perangkat lunak pemrograman melalui pemgromaman simbolik dengan komputer PC daripada terminal pemrogram atau penggunaan pemrogram genggam (handled programmer).
II-3
Tahun 1990-an dilakukan reduksi protokol baru dan modernisasi lapisan fisik dari protokol-protokol populer yang bertahan pada tahun 1980-an. Standar terakhir (IEC 1131-3), berusaha untuk menggabungkan bahasa pemrograman PLC dibawah satu standar internasional. Sekarang bisa dijumpai PLC-PLC yang diprogram dalam diagram fungsi blok, daftar instruksi, C dan teks terstruktur pada saat bersamaan. Pengertian PLC [2, 4] Programmable Logic Controllers (PLC) adalah komputer elektronik yang mudah digunakan (user friendly) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam. Definisi Programmable Logic Controller menurut Capiel (1982) adalah: sistem elektronik yang beroperasi secara digital dan didisain untuk pemakaian di lingkungan industri, dimana sistem ini menggunakan memori yang dapat diprogram untuk penyimpanan secara internal instruksi-instruksi yang mengimplementasikan fungsi-fungsi spesifik seperti logika, urutan, perwaktuan, pencacahan dan operasi aritmatik untuk mengontrol mesin atau proses melalui modul-modul I/O digital maupun analog. Menurut Putra Afgianto E. (2004:1), PLC (Programmable Logic Control) adalah sebuah alat yang digunakan untuk menggantikan rangkaian sederetan relai yang dijumpai pada sistem kontrol proses konvensional. PLC bekerja dengan cara mengamati masukan (melalui sensor-sensor yang terkait), kemudian melakukan proses dan melakukan tindakan sesuai yang dibutuhkan, yang berupa menghidupkan atau mematikan keluarannya (logik, 0 atau 1, hidup atau mati). Program yang dibuat umumnya dinamakan diagram tangga atau ladder diagram yang kemudian harus dijalankan oleh PLC yang bersangkutan. Dengan kata lain, PLC menentukan aksi apa yang harus dilakukan pada instrumen keluaran berkaitan dengan status suatu ukuran atau besaran yang diamati. Menurut Suryono dan Tugino (2005:1), PLC (Programmable Logic Control) dapat dibayangkan seperti sebuah personal komputer konvensional (konfigurasi internal pada PLC mirip sekali dengan konfigurasi internal pada personal komputer). Akan tetapi dalam hal ini PLC dirancang untuk pembuatan
2.1.2
II-4
panel listrik (untuk arus kuat). Jadi bisa dianggap PLC adalah komputernya panel listrik. Ada juga yang menyebutnya dengan PC (Programmable Controller ). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa PLC adalah sebuah peralatan kontrol otomatis yang mempunyai memori untuk menyimpan program masukan guna mengontrol peralatan atau proses melalui modul masukan dan keluaran baik digital maupun analog.
Berdasarkan namanya konsep PLC adalah sebagai berikut: A. Programmable Menunjukkan kemampuan dalam hal memori untuk menyimpan program yang telah dibuat yang dengan mudah diubah-ubah fungsi atau kegunaannya. B. Logic Menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara aritmatik dan logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan, menjumlahkan, mengalikan, membagi, mengurangi, negasi, AND, OR, dan lain sebagainya. C. Controller Menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan mengatur proses sehingga menghasilkan output yang diinginkan.
Selain dapat diprogram, alat ini juga dapat dikendalikan, dan dioperasikan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan di bidang pengoperasian komputer secara khusus. PLC ini memiliki bahasa pemrograman yang mudah dipahami dan dapat dioperasikan bila program yang telah dibuat dengan menggunakan software yang sesuai dengan jenis PLC yang digunakan sudah dimasukkan. Alat ini bekerja berdasarkan input-input yang ada dan tergantung dari keadaan pada suatu waktu tertentu yang kemudian akan menghidupkan (ON) atau mematikan (OFF) input/output. 1 menunjukkan bahwa keadaan yang diharapkan terpenuhi sedangkan 0 berarti keadaan yang diharapkan tidak terpenuhi. PLC juga dapat diterapkan untuk pengendalian sistem yang memiliki output banyak.
II-5
Fungsi dan kegunaan PLC sangat luas. Dalam prakteknya PLC dapat dibagi secara umum dan secara khusus. Secara umum fungsi PLC adalah sebagai berikut: (1) Sekuensial Control PLC memproses input sinyal biner menjadi output yang digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sekuensial), disini PLC menjaga agar semua step atau langkah dalam proses sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat. (2) Monitoring Plant PLC secara terus menerus memonitor status suatu sistem (misalnya temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut pada operator. Sedangkan fungsi PLC secara khusus adalah dapat memberikan input ke CNC (Computerized Numerical Control). Beberapa PLC dapat memberikan input ke CNC untuk kepentingan pemrosesan lebih lanjut. CNC bila dibandingkan dengan PLC mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lebih mahal harganya. CNC biasanya dipakai untuk proses finishing, membentuk benda kerja, moulding dan sebagainya.
Gambar 2.2 Relai tunggal dan sistem relai pada mesin CNC Prinsip kerja sebuah PLC adalah menerima sinyal masukan proses yang dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu menghasilkan sinyal keluaran untuk mengendalikan aktuator atau peralatan lainnya. Saat ini PLC telah mengalami perkembangan yang luar biasa, baik dari segi ukuran, kepadatan komponen serta dari segi fungsinya seiring perkembangan teknologi solid state. Beberapa perkembangan perangkat keras maupun perangkat lunak PLC antara lain: 1. Ukuran semakin kecil dan kompak, 2. Jenis instruksi/fungsi semakin banyak dan lengkap, 3. Memiliki kemampuan komunikasi dan sistem dokumentasi yang semakin baik, 4. Jumlah input/output yang semakin banyak dan padat, 5. Waktu eksekusi program yang semakin cepat, 6. Pemrograman relatif semakin mudah. Hal ini terkait dengan perangkat lunak pemrograman yang semakin user friendly, 7. Beberapa jenis dan tipe PLC dilengkapi dengan modul-modul untuk tujuan kontrol kontinu, misalnya modul ADC/DAC, PID, modul Fuzzy dan lain-lain.
II-7
Perusahaan PLC saat ini sudah memulai memproduksi PLC dengan beberapa ukuran, seperti jumlah input/output, instruksi dan kemampuan lainya yang beragam. Perkembangan dewasa ini pada dasarnya dilakukan agar memenuhi dan memberikan solusi bagi kebutuhan pasar yang sangat luas. Sehingga mampu untuk menjawab permasalahan kebutuhan kontrol yang komplek dengan jumlah input/output yang mencapai ribuan. Pada dasarnya PLC merupakan sistem relai yang dikendalikan secara terprogram. Kerja tersebut dilakukan karena adanya prosesor pada PLC yang memproses program yang dinginkan. PLC dilengkapi dengan port masukan (input port) dan keluaran (output port). Adanya masukan dan keluaran PLC se secara modul akan lebih mempermudah proses pengawatan (wiring) sistem. Pada dasarnya PLC terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Adapun jenis hardware dapat berupa unit PLC berbagai merek, seperti Omron, Siemens, LG, dan lain-lain. Agar lebih mengenal fungsi dan cara kerja PLC pada umumnya, biasanya dibuat PLC Training Unit untuk keperluan pelatihan agar lebih mendalami dan memahaminya.
II-8
2.2
Komponen-komponen PLC [2, 4] Sistem PLC menggunakan prinsip permodulan yang memiliki
beberapa
keuntungan,
seperti
komponen-komponennya
dapat
ditambah,
dikurangi ataupun dirancang ulang untuk mendapatkan sistem yang lebih fleksibel. PLC sesungguhnya merupakan sistem mikrokontroler khusus untuk industri, artinya seperangkat perangkat lunak dan keras yang diadaptasi untuk keperluan aplikasi dalam dunia industri. Elemen-elemen dasar sebuah PLC ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.4 Elemen-elemen dasar PLC Sistem PLC memiliki tiga komponen utama yaitu unit prosesor, masukan/keluaran, dan device pemrograman. Diagram kerja tiga komponen utama ini akan dijelaskan lebih rinci dengan gambar diagram blok sistem PLC seperti terdapat pada gambar di bawah ini. Urutan kerja dari gambar diagram blok dibawah ini dimulai dari device masukan yang akan memberikan sinyal pada modul masukan. Sinyal tersebut diteruskan ke prosesor dan akan diolah sesuai dengan program yang dibuat. Sinyal dari prosesor kemudian diberikan ke modul keluaran untuk mengaktifkan device keluaran. Contoh alat input berupa tombol, saklar, sensor, dan lain-lain. Sedangkan beban outputnya berupa motor, lampu, selenoid, dan lain-lain.
II-9
2.2.1
Central Processing Unit (CPU ) Bagian ini merupakan otak atau jantung PLC, karena bagian ini
merupakan bagian yang melakukan operasi/pemrosesan program yang tersimpan dalam PLC. Disamping itu CPU juga melakukan pengawasan atas semua operasional kerja PLC, transfer informasi melalui internal bus antara PLC, memori dan unit I/O. CPU itu sendiri biasanya merupakan sebuah mikrokontroler. Pada awalnya merupakan mikrokontroler 8 bit seperti 8051, namun saat ini bisa merupakan mikrokontroler 16 atau 32 bit. Biasanya untuk produk PLC buatan Jepang, mikrokontrolernya adalah Hitachi dan Fujitsu, sedangkan untuk produk Eropa banyak menggunakan Siemens dan Motorola untuk produk Amerika. CPU ini juga menangani komunikasi dengan piranti eksternal,
interkonektivitas antar bagian-bagian internal PLC, eksekusi program, manajemen memori, mengawasi atau mengamati masukan dan memberikan sinyal ke keluaran (sesuai dengan proses atau program yang dijalankan). Kontroler PLC memiliki suatu rutin kompleks yang digunakan untuk memeriksa agar dapat dipastikan memori PLC tidak rusak, hal ini dilakukan karena alasan keamanan. Hal ini bisa dijumpai dengan adanya indikator lampu pada badan PLC sebagai indikator terjadinya kesalahan atau kerusakan.
II-10
2.2.2
penggunaan teknologi flash digunakan oleh PLC untuk sistem kontrol proses. Selain berfungsi untuk menyimpan "sistem operasi", juga digunakan untuk menyimpan program yang harus dijalankan, dalam bentuk biner, hasil terjemahan diagram tangga yang dibuat oleh pengguna atau pemrogram. Isi dari memori flash tersebut dapat berubah (bahkan dapat juga dikosongkan atau dihapus) jika memang dikehendaki seperti itu. Tetapi yang jelas, dengan penggunaan teknologi flash, proses penghapusan dan pengisian kembali memori dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Pemrograman PLC, biasanya dilakukan melalui kanal serial komputer yang bersangkutan. Memori pengguna dibagi menjadi beberapa blok yang memiliki fungsi khusus. Beberapa bagian memori digunakan untuk menyimpan status masukan dan keluaran. Status yang sesungguhnya dari masukan maupun keluaran disimpan sebagai logika atau bilangan '0' dan '1' (dalam lokasi bit memori tertentu). Masing-masing masukan dan keluaran berkaitan dengan sebuah bit dalam memori. Sedangkan bagian lain dari memori digunakan untuk menyimpan isi variabel-variabel yang digunakan dalam program yang dituliskan. Misalnya, nilai pewaktu atau nilai pencacah bisa disimpan dalam bagian memori ini.
2.2.3
Pemrograman Kontroler PLC dapat diprogram melalui komputer, tetapi juga bisa
diprogram melalui program manual, yang biasa disebut dengan konsol (console). Untuk keperluan ini dibutuhkan perangkat lunak, yang biasanya juga tergantung pada produk PLC-nya. Dengan kata lain, masing-masing produk PLC membutuhkan perangkat sendiri-sendiri. Saat ini fasilitas PLC dengan komputer sangat penting dalam pemrograman ulang PLC dalam dunia industri. Sekali sistem diperbaiki, program yang benar dan sesuai harus disimpan ke dalam PLC lagi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan program PLC, apakah selama disimpan tidak terjadi perubahan atau sebaliknya, apakah program sudah berjalan dengan benar/tidak.
II-11
Hal ini membantu untuk menghindari situasi berbahaya dalam ruang produksi (pabrik), dalam hal ini beberapa pabrik PLC telah membuat fasilitas dalam PLCnya berupa dukungan terhadap jaringan komunikasi, yang mampu melakukan pemeriksaan program sekaligus pengawasan secara rutin apakah PLC bekerja dengan baik dan benar atau tidak. Hampir semua produk perangkat lunak untuk memprogram PLC memberikan kebebasan berbagai macam pilihan seperti: memaksa suatu saklar (masukan atau keluaran) bernilai ON atau OFF, melakukan pengawasan program (monitoring) secara real-time termasuk pembuatan dokumentasi diagram tangga yang bersangkutan. Dokumentasi diagram tangga ini diperlukan untuk memahami program sekaligus dapat digunakan untuk pelacakan kesalahan. Pemrogram dapat memberikan nama pada piranti masukan dan keluaran, komentar-komentar pada blok diagram dan lain sebagainya. Dengan pemberian dokumentasi maupun komentar pada program, maka akan mudah nantinya dilakukan pembenahan (perbaikan atau modifikasi) program dan pemahaman terhadap kerja program diagram tangga tersebut.
2.2.4
Catu Daya Catu daya listrik digunakan untuk memberikan pasokan catu daya ke
seluruh bagian PLC (termasuk CPU, memori dan lain-lain). Kebanyakan PLC bekerja pada catu daya 24 VDC atau 220 VAC. Beberapa PLC catu dayanya terpisah (sebagai modul tersendiri). Yang demikian biasanya merupakan PLC besar, sedangkan yang medium atau kecil, catu dayanya sudah menyatu. Pengguna harus menentukan berapa besar arus yang diambil dari modul keluaran/masukan untuk memastikan catu daya yang bersangkutan menyediakan sejumlah arus yang memang dibutuhkan. Catu daya listrik ini biasanya tidak digunakan untuk memberikan catu daya langsung ke masukan maupun kelauran, artinya masukan dan keluaran murni merupakan saklar (baik relai maupun opto isolator). Pengguna harus menyediakan sendiri catu daya terpisah untuk masukan dan keluaran PLC.
II-12
2.2.5
Masukan (Input) Masukan atau biasa disebut input merupakan bagian yang menerima sinyal
elektrik dari sensor atau komponen lain dan sinyal itu dialirkan ke PLC untuk diproses. Ada banyak jenis modul input yang dapat dipilih dan jenisnya tergantung dari input yang akan digunakan. Jika input adalah limit switches dan pushbutton dapat dipilih kartu input DC. Modul input analog adalah kartu input khusus yang menggunakan ADC (Analog to Digital Conversion) dimana kartu ini digunakan untuk input yang berupa variable seperti temperatur, kecepatan, tekanan dan posisi. Pada umumnya ada 8-32 input poin setiap modul inputnya. Setiap point akan ditandai sebagai alamat yang unik oleh prosesor. Kecerdasan sebuah sistem terotomasi sangat tergantung pada kemampuan sebuah PLC untuk membaca sinyal dari berbagai macam jenis sensor dan pirantipiranti masukan lainnya. Untuk mendeteksi proses atau kondisi atau status suatu keadaan atau proses yang sedang terjadi, misalnya, berapa cacah barang yang sudah diproduksi, ketinggian permukaan air, tekanan udara dan lain sebagainya, maka dibutuhkan sensor-sensor yang tepat untuk masing-masing kondisi atau keadaan yang akan dideteksi tersebut. Dengan kata lain, sinyal-sinyal masukan tersebut dapat berupa logik (ON atau OFF) maupun analog. PLC kecil biasanya hanya memiliki jalur masukan digital saja, sedangkan yang besar mampu menerima masukan analog melalui unit khusus yang terpadu dengan PLC-nya. Salah satu sinyal analog yang sering dijumpai adalah sinyal arus 4 hingga 20 mA (atau mV) yang diperoleh dari berbagai macam sensor. Lebih canggih lagi, peralatan lain dapat dijadikan masukan untuk PLC, seperti citra dari kamera dan robot. Misalnya, robot bisa mengirimkan sinyal ke PLC sebagai suatu informasi bahwa robot tersebut telah selesai memindahkan suatu objek dan lain sebagainya. Device masukan merupakan perangkat keras yang digunakan untuk memberikan sinyal kepada modul masukan. Sistem PLC memiliki jumlah device masukan sesuai dengan sistem yang diinginkan. Fungsi dari device masukan untuk memberikan perintah khusus sesuai dengan kinerja device masukan yang digunakan, misalnya untuk menjalankan atau menghentikan motor. Dalam hal tersebut seperti misalnya device masukan yang digunakan adalah push button yang
II-13
bekerja secara Normally Open (NO) ataupun Normally Close (NC). Ada bermacammacam device masukan yang dapat digunakan dalam pembentukan suatu sistem kendali seperti misalnya: selector switch, foot switch, flow switch, level switch, proximity sensors dan lain-lain. Gambar ini memperlihatkan macam-macam simbol masukan:
Gambar 2.6 Contoh simbol device masukan Modul masukan adalah bagian dari sistem PLC yang berfungsi memproses sinyal dari device masukan kemudian memberikan sinyal tersebut ke prosesor. Sistem PLC dapat memiliki beberapa modul masukan. Masingmasing modul mempunyai jumlah terminal tertentu, yang berarti modul tersebut dapat melayani beberapa device masukan. Pada umumnya modul masukan ditempatkan pada sebuah rak. Pada jenis PLC tertentu terdapat modul masukan yang ditempatkan langsung satu unit dengan prosesor ataupun catu daya dan tidak ditempatkan dengan sistem rak. Gambar ini memperlihatkan modul masukan atau keluaran dari PLC.
II-14
Device masukan program berfungsi sebagai sarana untuk memasukkan atau mengisikan program ke dalam prosesor PLC yang disebut dengan pengisi program (program loader). Program Loader sering disebut sebagai device programmer yaitu alat yang digunakan untuk melakukan pengisian program ke CPU. Device programmer membuat program PLC menjadi lebih fleksibel. Device Programmer memperbolehkan pemakai untuk melakukan pengubahan program kendali baru (modifikasi) atau memeriksa benar atau tidaknya program yang telah diisikan ke dalam memori. Hal ini sangat membantu untuk keperluan perawatan ketika timbul masalah terhadap sistem. Jenis-jenis device programmer yang sering digunakan adalah desktop, handled programmer dan device programmer yang memang khusus dibuat oleh pembuat PLC. Gambar ini memperlihatkan contoh gambar device programmer.
II-15
2.2.6
Pengaturan/Antarmuka Masukan Antarmuka masukan berada di antara jalur masukan yang sesungguhnya
dengan unit CPU. Tujuannya adalah melindungi CPU dari sinyal-sinyal yang tidak dikehendaki yang bisa merusak CPU itu sendiri. Modul antar masukan ini berfungsi untuk mengkonversi atau mengubah sinyal-sinyal masukan dari luar ke sinyal-sinyal yang sesuai dengan tegangan kerja CPU yang bersangkutan, misalnya masukan dari sensor dengan tegangan kerja 24 VDC harus dikonversikan menjaid tegangan 5 VDC agar sesuai dengan tegangan kerja CPU.
2.2.7
Keluaran (Output) Output adalah bagian PLC yang menyalurkan sinyal elektrik hasil
pemrosesan PLC ke peralatan output. Besaran informasi/sinyal elektrik itu dinyatakan dengan tegangan listrik antara 5-15 Volt DC dengan informasi diluar sistem tegangan yang bervariasi antara 24-240 volt DC mapun AC. Kartu output biasanya mempunyai 6-32 output point dalam sebuah single module. Kartu output analog adalah tipe khusus dari modul output yang menggunakan DAC (Digital to Analog Conversion). Modul output analog dapat mengambil nilai dalam 12 bit dan mengubahnya ke dalam signal analog. Biasanya signal ini memiliki nilai sebesar 0-10 volts DC atau 4-20 mA. Signal analog biasanya digunakan pada peralatan seperti motor yang mengoperasikan katup dan pneumatic position control devices. Bila dibutuhkan, suatu sistem elektronik dapat ditambahkan untuk menghubungkan modul ini ke tempat yang jauh. Proses operasi sebenarnya di bawah kendali PLC mungkin saja jaraknya jauh, dapat saja ribuan meter. Sistem otomatis tidaklah lengkap jika tidak ada fasilitas keluaran atau fasilitas untuk menghubungkan dengan alat-alat eksternal (yang dikendalikan). Beberapa alat atau piranti yang banyak digunakan adalah motor, solenoida, relai, lampu indikator, speaker dan lain sebagainya. Keluaran ini dapat berupa analog maupun digital. Keluaran digital bertingkah seperti sebuah saklar,
menghubungkan dan memutuskan jalur. Keluaran analog digunakan untuk menghasilkan sinyal analog (misalnya, perubahan tegangan untuk pengendalian motor secara regulasi linear sehingga diperoleh kecepatan putar tertentu).
II-16
Device keluaran adalah komponen-komponen yang memerlukan sinyal untuk mengaktifkan komponen tersebut. Sistem PLC mempunyai beberapa device keluaran seperti motor listrik, lampu indikator, sirine. Gambar di bawah ini memperlihatkan contoh simbol dari device keluaran yang sering digunakan.
(c). Solenoid valve Gambar 2.10 Contoh device keluaran dan simbolnya PLC dapat mempunyai beberapa modul keluaran tergantung dari ukuran dan aplikasi sistem kendali. Device keluaran disambungkan ke modul keluaran dan akan aktif pada saat sinyal diterima oleh modul keluaran dari prosesor sesuai dengan program sistem kendali yang telah diisikan ke memorinya. Catu daya yang digunakan untuk mengaktifkan device keluaran tidak langsung dari modul keluaran tetapi berasal dari catu daya dari luar, sehingga modul keluaran sebagai sakelar yang menyalurkan catu daya dari catu daya luar ke device keluaran.
II-17
2.2.8
antarmuka yang sama yang digunakan untuk memberikan perlindungan CPU dengan peralatan eksternal.
2.2.9
Jalur Ekstensi/Tambahan Setiap PLC biasanya memiliki jumlah masukan dan keluaran yang
terbatas. Jika diinginkan, jumlah ini dapat ditambahkan menggunakan sebuah modul keluaran dan masukan tambahan (I/O expansion atau I/O extension module). Operasional PLC [2] Sebuah PLC bekerja secara kontinyu dengna cara men-scan program. Ibaratnya kita bisa mengilustrasikan satu siklus scan ini menjadi 3 langkah atau 3 tahap. Umumnya lebih dari 3 tetapi secara garis besarnya ada 3 tahap tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
2.3
Gambar 2.11 Proses scanning program PLC Keterangan : 1. Periksa status masukan, pertama PLC akan melihat masing-masing status keluaran apakah kondisinya sedang ON atau OFF. Dengan kata lain, apakah sensor yang terhubungkan dengan masukan pertama ON ? Bagaimana dengan yang terhubungkan pada masukan kedua? Demikian seterusnya, hasilnya disimpan ke dalam memori yang terkait dan akan digunakan pada langkah berikutnya; II-18
2.
Eksekusi Program, berikutnya PLC akan mengerjakan atau mengeksekusi program Anda (diagram tangga) per instruksi. Mungkin program Anda mengatakan bahwa masukan pertama statusnya ON maka keluaran pertama akan di-ON-kan. Karena PLC sudah tahu masukan yang mana saja yang ON dan OFF, dari langkah pertama dapat ditentukan apakah memang keluaran pertama harus di-ON-kan atau tidak (berdasarkan status masukan pertama). Kemudian akan menyimpan hasil eksekusi untuk digunakan kemudian;
3.
Perbaharui status keluaran, akhirnya PLC akan memperbaharui atau mengupdate status keluaran. Pembaharuan keluaran ini bergantung pada masukan mana yang ON selama langkah 1 dan hasil dari eksekusi program di langkah 2. Jika masukan pertama statusnya ON, maka dari langkah 2, eksekusi program akan menghasilkan keluaran pertama ON, sehingga pada langkah 3 ini keluaran pertama akan diperbaharui menjadi ON.
Setelah langkah 3, PLC akan menghalangi lagi scanning programnya dari langkah 1, demikian seterusnya. Waktu scan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan 3 langkah tersebut. Masing-masing langkah bisa memiliki waktu tanggap (response time) yang berbeda-beda, waktu total tanggap atau total response time adalah jumlah semua waktu tanggap masing-masing langkah:
waktu tanggap masukan + waktu eksekusi program + waktu tanggap keluaran = waktu tanggap total
II-19
2.4
2.4.1 AND dan NAND Logika pensaklaran AND seperti sakelar NO dan NAND seperti saklar NC. Simbol ladder diagram dari AND dan NAND seperti gambar di bawah ini:
II-20
2.4.2 OR dan NOR Logika pensaklaran OR seperti saklar NO dan logika pensaklaran NOR seperti saklar NC. Simbol ladder diagram dari OR dan OR NOT seperti gambar di bawah ini:
II-21
2.5 Aplikasi PLC Pengendalian atau kontrol dengan menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) membuat sistim menjadi lebih sederhana, secara fisik menjadi lebih kecil dan kompak, karena kontak-kontak relay magnet dapat digantikan dengan kontak-kontak digital yang tersedia dalam jumlah banyak pada PLC. Berikut ini adalah beberapa aplikasi PLC yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah: sortir produk, pengepakan barang ke dalam boks, pengisian dan pengurasan tangki air, kontrol pintu gerbang/garasi otomatis, kontrol parkir mobil, palang pintu parkir otomatis, konveyor, traffic light, lift, car wash, robot, pemrosesan makanan, eskalator otomatis, sistem perakitan peralatan elektronik, sistem pengamanan gedung, sistem pembangkitan tenaga listrik, pengendali mesin-mesin industri, kontrol cahaya, kontrol suhu, dan lain-lain.
II-22
3.1.2
PLC Omron Tipe CPM2A Tiap-tiap PLC pada dasarnya merupakan sebuah mikrokontroler (CPU-nya
PLC bisa berupa mikrokontroler maupun mikroprosesor) yang dilengkapi dengan peripheral yang dapat berupa masukan digital, keluaran digital atau relay. Perangkat lunak programnya sama sekali berbeda dengan bahasa komputer seperti Pascal, Basic, C dan lain-lain. Pemrogramannya biasa dinamakan diagram tangga (ladder diagram). CMP2A merupakan produk dari Omron, perbedaan yang mendasar antara CPM1A dan CMP2A adalah fungsi dan jumlah terminal masukan dan keluarannya (I/O). Untuk CMP1A memiliki 6 input (D0-D5) dan 4 output (O0O3) yang total jumlah input-outputnya sebanyak 10 jalur. Sedangkan untuk tipe CMP2A memiliki jumlah input-output yang lebih banyak, yaitu 12 input dan 8 output yang totalnya sebanyak 20 jalur. Selanjutnya pada penyusunan tugas akhir ini penyusun menggunakan Omron tipe CPM2A.
III-1
Sebagaimana terlihat pada gambar diatas, selain adanya indikator inputoutput, terdapat juga 5macam lampu indikator, yaitu: 1. Power (PWR) 2. Running (RUN) 3. Communication (COM) 4. Error (ERR) 5. Alarm (ALM)
III-2
Arti masing-masing lampu indikator tersebut ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Arti lampu indikator status CPU PLC Omron CPM1A/CPM2A Indikator PWR (hijau) RUN (hijau) OFF Status ON OFF ON Keterangan Catu daya disalurkan ke PLC Catu daya tidak disalurkan ke PLC PLC dalam kondisi mode kerja RUN atau MONITOR. PLC dalam kondisi mode PROGRAM atau kesalahan fatal terjadi. COMM (oranye) OFF ON Data sedang di transfer lewat terminal peripheral atau RS-232C Data tidak sedang di transfer lewat terminal peripheral atau RS-232C. ERR/ALM (merah) Flashing ON Kesalahan fatal terjadi (PLC berhenti bekerja) Kesalahan yang tidak fatal terjadi
(PLC meneruskan operasi). OFF Mengindikasikan operasi normal. Sumber (Putra Afgianto Eko, 2004:20) Selain 5 buah lampu indikator, juga bisa ditemukan adanya fasilitas untuk melakukan hubungan komunikasi dengan komputer, melalui RS-232C atau yang lebih dikenal dengan sebutan port serial yang dapat dilihat pada gambar di atas.
III-3
3.1.3
Struktur Unit CPU Pada gambar di bawah ini kita dapat melihat struktur internal dari unit
CPU yang terdiri atas beberapa bagian, seperti memori I/O, program, rangkaian masukkan, rangkaian keluaran, dan lain-lain. (1) Memori I/O Program akan membaca dan menulis pada data area memori ini selama eksekusi. Beberapa bagian dari memori merupakan bit yang mewakili status masukkan dan keluaran PLC. Beberapa bagian dari memori I/O akan dihapus pada saat PLC dihidupkan dan beberapa bagian lainnya tidak akan berubah karena ada dukungan baterai ke memori.
(2) Program PLC Omron tipe CPM1A dan CPM2A menjalankan program secara siklus. Program itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian program utama yang dijalankan secara siklus dan bagian program interupsi yang akan dijalankan saat terjadi interupsi yang bersangkutan.
III-4
(3) Setup PC Setup PC mengandung berbagai macam parameter awalan (star up) dan operasional. Parameter-parameter tersebut hanya dapat diubah melalui piranti program saja (programing device), tidak dapat diubah melalui program. Beberapa program dapat diakses hanya pada saat PLC dihidupkan, sedangkan bebrapa parameter yang lainnya dapat diakses secara rutin walaupun PLC dimatikan. Penting kiranya PLC dimatikan kemudian dihiduokan kembali untuk
mengaktifkan pengaturan yang baru jika parameter hanya bisa diakses saat PLC dihidupkan.
(4) Saklar Komunikasi Saklar komunikasi berfungsi untuk menentukan apakah port periperal dan RS-232C yang bekerja dengan pengaturan komunikasi standar atau pengaturan komunikasi yang ada di dalam Setup PC.
3.1.4
Mode Kerja Unit PLC Omron tipe CPM2A dapat bekerja dalam tiga mode, yaitu:
PROGRAM, MONITOR, dan RUN. Hanya satu mode saja yang bekerja atau yang aktif pada saat yang bersamaan.
(1) Mode PROGRAM Program atau diagram tangga tidak akan berjalan atau bekerja dalam Mode PROGRAM. Mode ini digunakan untuk melakukan beberapa operasi dalam persiapan eksekusi program, diantaranya: 1. Mengubah parameter-parameter inisial atau operasi sebagaimana terdapat di dalam Setup PC; 2. Menulis, menyalin atau memeriksa program; 3. Memeriksa hubungan pengkabelan dengan cara memaksa bit-bit I/O ke kondisi set atau reset.
III-5
(2) Mode MONITOR Program atau diagram tangga berjalan dalam Mode MONITOR ini dan beberapa operasi dapat dijalankan melalui sebuah piranti program. Secara umum, Mode MONITOR ini digunakan untuk melacak kesalahan (debug atau trouble shooting), operasi pengujian dan melakukan penyesuaian (adjustment), yaitu: 1. Peng-editan on-line (langsung); 2. Mengawasi memori I/O selama PLC beroperasi; 3. Memaksa set atau reset bit-bit I/O, dan mengubah nilai-nilai selama PLC beroperasi.
(3) Mode RUN Program atau diagram tangga dijalankan dengan kecepatan normal pada Mode RUN ini. Operasi-operasi seperti peng-editan on-line (langsung), memaksa set atau reset bit-bit I/O dan mengubah nilai-nilai tidak dapat dilakukan dalam mode ini, tetapi status dari bit I/O dapat diawasi.
3.1.5
Struktur Memori PLC Omron Tipe CPM2A Beberapa bagian dalam memori PLC Omron tipe CPM2A memiliki
fungsi-fungsi khusus. Masing-masing lokasi memori memiliki ukuran 16 bit atau 1 word. Beberapa word membentuk region (daerah) dan masing-masing region inilah yang memiliki fungsi-fungsi khusus. PLC tidak halnya seperti mikrokontroler yang hanya mendefinisikan sebagian fungsi-fungsi memorinya. Pada PLC, semua bagian memori
didefinisikan fngsinya secara khusus. Selain itu, dalam PLC semua lokasi memori dapat di beri alamat per-bit, atau dengan kata lain dapat diakses per-bit (bitaddresable).cukup dengan menuliskannya, misalnya 102.2=0, yang artinya lokasi memori 102 bit 2 diisi 0.
III-6
Aturan dasar penulisan memori PLC adalah : a. Word atau channel yang terdiri dari 16 bit, ditulis XXX b. Bit atau contact yang terdiri dari 1 bit, ditulis XXXXXX, dua angka yang paling belakang menunjukkan nomor contact dan sisa angka yang depan menunjukkan nomer channel.
(1) Daerah IR (Internal Relay) Bagian memori ini digunakan untuk menyimpan status masukan dan keluaran PLC. Beberapa bit berhubungan langsung dengan terminal masukkan dan keluaran PLC (terminal sekrup). Untuk CPM1A atau CPM2A masing-masing bit IR000 berhubungan langsung dengan terminal masukkan, misalnua IR000.00 atau 000.00 saja berhubungan langsung dengan terminal masukkan ke-I, sedangkan terminal masukkan ke-IV berhubungan langsung dengan bit IR.000.05 9 atau 000.05 saja. Daerah memori IR terbagi atas tiga macam area, yaitu: 1. Area masukan (input area) 2. Area keluaran (output area) 3. Area kerja (work area) Kita bisa mengakses memori ini cukup dengan angkanya saja. 000 untuk masukkan, 010 untuk keluaran, dan 200 untuk memori kerja. Untuk keterangan lebih lengkapnya kita dapat melihatnya pada tabel dibawah ini.
Area IR
Area keluaran
Area kerja
III-7
(2) Daerah SR (Special Relay) Daerah ini merupakan bagian khusus dari lokasi memori yang digunakan sebagai bit-bit kontrol dengan status (flag), digunakan paling sering untuk pencacahan dan interupsi. Misalnya: 1. SR250 memiliki bit nomor 00 hingga 15, digunakan sebagai pengaturan kontrol analog 0. Dalam hal ini SR 250 digunakan untuk menyimpan BCD 4-digit (0000-0200) dari pengaturan kontrol analog 0. 2. SR 251 digunakan untuk pengaturan kontrol analog 1. 3. SR253.13 sebagai always ON flag (bernilai ON selama PLC hidup). 4. SR253.14 sebagai always OFF flag (bernilai OFF selama PLC hidup). 5. SR255.04 digunakan sebagai flag CARRY (CY). 6. SR255.05 digunakan sebagai Greather than (lebih besar dari). 7. SR255.06 digunakan sebagai Equal (sama dengan). 8. SR255.07 digunakan sebagai Less than (lebih keci dari).
(3) Daerah TR (Temporary Relay) Pada saat pindah ke sub-program selama eksekusi program, maka semua data yang terkait hingga batasan RETURN sub-program akan disimpan dalam daerah TR ini. Untuk CPM2A hanya terdapat 8 bit, yaitu TR0-TR7.
(4) Daerah HR (Holding Relay) Bit-bit yang terdapat pada daerah HR ini akan digunakan untuk menyimpan data dan tidak akan hilang walaupun PLC sudah tidak mendapat catu daya (PLC dalam keadaan mati), karena menggunakan baterai. Untuk CPM1A dan CPM2A, daerah HR ini terdiri dari 20 word, HR00-HR19 (320 bit), HR00HR19.15. Bit-bit HR ini digunakan bebas di dalam program sebagaimana bit-bit kerja (work bit).
III-8
(5) Derah AR (Auxiliary Relay) Daerah AR ini merupakan daerah lain yang juga digunakan untuk menyimpan bit-bit kontrol dan status, seperti status PLC, kesalahan, waktu sistem, dan sejenisnya. Seperti daerah HR, daerah AR juga dilengkapi dengan baterai, hingga data-data kontrol maupun statusnya tetap akan tersimpan dengan aman walaupun PLC sudah dimatikan. Untuk CPM2A daerah AR ini terdiri dari 24 word (AR00-AR23 atau 384, AR00.00-AR23.15). Misalnya, AR08 bit 00-03 digunakan untuk menyimpan kode kesalahan port RS-232C, dengan ketentuan tiap bit sebagai berikut: 1. 00 - Normal, 2. 01 - Kesalahan Paritas, 3. 02 - Kesalahan Frame, 4. 03 - Kesalahan Over run.
(6) Daerah LR (Link Relay) Daerah LR ini digunakan sebagai pertukaran data pada saat dilakukan koneksi atau hubungan dengan PLC yang lain. Untuk CPM1A dan CPM2A, daerah LR ini terdiri dari 16 word, LR00-LR15 (256 bit), LR00.00-LR15.15.
(7) Daerah Pewaktu/Pencacah (Timer/Counter) T/C Area Daerah ini digunakan untuk menyimpan nilai-nilai pewaktu/pencacah. Untuk tipe CPM1A terdapat 128 lokasi (TC00-TC127), dan untuk tipe CPM2A terdapat 226 lokasi (TC000-TC225).
(8) Derah DM (Data Memory) Daerah DM ini berisikan data-data yang terkait dengan pengaturan komunikasi dengan komputer dan data pada saat ada kesalahan. Penjelasannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
III-9
PC Setup
3.1.6
Keuntungan dan Kerugian PLC Dalam industri-industri yang ada sekarang ini, kehadiran PLC sangat
dibutuhkan terutama untuk menggantikan sistem wiring atau pengkabelan yang sebelumnya masih digunakan dalam mengendalikan suatu sistem. Dengan menggunakan PLC akan diperoleh banyak keuntungan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Fleksibel Pada masa lalu, tiap perangkat elektronik yang berbeda dikendalikan dengan pengendalinya masing-masing. Misal sepuluh mesin membutuhkan sepuluh pengendali, tetapi kini hanya dengan satu PLC kesepuluh mesin tersebut dapat dijalankan dengan programnya masing-masing. 2. Perubahan dan pengkoreksian kesalahan sistem lebih mudah Bila salah satu sistem akan diubah atau dikoreksi maka pengubahannya hanya dilakukan pada program yang terdapat di komputer, dalam waktu yang relatif singkat, setelah itu didownload ke PLC-nya. Apabila tidak menggunakan PLC, misalnya relay maka perubahannya dilakukan dengan cara mengubah pengkabelannya. Cara ini tentunya memakan waktu yang lama. 3. Jumlah kontak yang banyak Jumlah kontak yang dimiliki oleh PLC pada masing-masing coil lebih banyak daripada kontak yang dimiliki oleh sebuah relay. III-10
4. Harganya lebih murah PLC mampu menyederhanakan banyak pengkabelan dibandingkan dengan sebuah relay. Maka harga dari sebuah PLC lebih murah dibandingkan dengan harga beberapa buah relay yang mampu melakukan pengkabelan dengan jumlah yang sama dengan sebuah PLC. PLC mencakup relay, timers, counters, sequencers, dan berbagai fungsi lainnya. 5. Observasi visual Selama program dijalankan, operasi pada PLC dapat dilihat pada layar CRT. Kesalahan dari operasinya pun dapat diamati bila terjadi. 6. Pilot running PLC yang terprogram dapat dijalankan dan dievaluasi terlebih dahulu di kantor atau laboratorium. Programnya dapat ditulis, diuji, diobserbvasi dan dimodifikasi bila memang dibutuhkan dan hal ini menghemat waktu bila dibandingkan dengan sistem relay konvensional yang diuji dengan hasil terbaik di pabrik. 7. Kecepatan operasi Kecepatan operasi PLC lebih cepat dibandingkan dengan relay. Kecepatan PLC ditentukan dengan waktu scan-nya dalam satuan millisecond. 8. Metode Pemrograman Ladder atau Boolean Pemrograman PLC dapat dinyatakan dengan pemrograman ladder bagi teknisi, atau aljabar Boolean bagi programmer yang bekerja di sistem kontrol digital atau Boolean. 9. Sifatnya tahan uji Solid state device lebih tahan uji dibandingkan dengan relay dan timers mekanik atau elektrik. PLC merupakan solid state device sehingga bersifat lebih tahan uji. 10. Menyederhanakan komponen-komponen sistem kontrol Dalam PLC juga terdapat counter, relay dan komponen-komponen lainnya, sehingga tidak membutuhkan komponen-komponen tersebut sebagai tambahan. Penggunaan relay membutuhkan counter, timer ataupun komponenkomponen lainnya sebagai peralatan tambahan.
III-11
11. Dokumentasi Printout dari PLC dapat langsung diperoleh dan tidak perlu melihat blueprint circuit-nya. Tidak seperti relay yang printout sirkuitnya tidak dapat diperoleh. 12. Keamanan Pengubahan pada PLC tidak dapat dilakukan kecuali PLC tidak dikunci dan diprogram. Jadi tidak ada orang yang tidak berkepentingan dapat mengubah program PLC selama PLC tersebut dikunci. 13. Dapat melakukan pengubahan dengan pemrograman ulang Karena PLC dapat diprogram ulang secara cepat, proses produksi yang bercampur dapat diselesaikan. Misal bagian B akan dijalankan tetapi bagian A masih dalam proses, maka proses pada bagian B dapat diprogram ulang dalam satuan detik. 14. Penambahan rangkaian lebih cepat Pengguna dapat menambah rangkaian pengendali sewaktu-waktu dengan cepat, tanpa memerlukan tenaga dan biaya yang besar seperti pada pengendali konvensional.
Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas maka ada kerugian yang dimiliki oleh PLC, yaitu: 1. Teknologi yang masih baru Pengubahan sistem kontrol lama yang menggunakan ladder atau relay ke konsep komputer PLC merupakan hal yang sulit bagi sebagian orang. 2. Buruk untuk aplikasi program yang tetap Beberapa aplikasi merupakan aplikasi dengan satu fungsi. Sedangkan PLC dapat mencakup beberapa fungsi sekaligus. Pada aplikasi dengan satu fungsi jarang sekali dilakukan perubahan bahkan tidak sama sekali, sehingga penggunaan PLC pada aplikasi dengan satu fungsi akan memboroskan (biaya). 3. Pertimbangan lingkungan Dalam suatu pemrosesan, lingkungan mungkin mengalami pemanasan yang tinggi, vibrasi yang kontak langsung dengan alat-alat elektronik di dalam
III-12
PLC dan hal ini bila terjadi terus menerus, mengganggu kinerja PLC sehingga tidak berfungsi optimal. 4. Operasi dengan rangkaian yang tetap Jika rangkaian pada sebuah operasi tidak diubah maka penggunaan PLC lebih mahal dibanding dengan peralatan kontrol lainnya. PLC akan menjadi lebih efektif bila program pada proses tersebut di-upgrade secara periodik. Solenoid Valve (SV) [8] Pendahuluan Solenoid adalah salah satu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang yang dililitkan secara rapat dan dapat diasumsikan bahwa panjangnya jauh lebih besar daripada diameternya. Dalam kasus solenoid ideal, panjang kumparan adalah tak hingga dan dibangun dengan kabel yang saling berhimpit dalam lilitannya, dan medan magnet di dalamnya adalah seragam dan paralel terhadap sumbu solenoid. Kuat medan magnet untuk solenoid ideal adalah: = 0 . . ........................................................... [1]
3.2 3.2.1
di mana:
B adalah kuat medan magnet, 0 adalah permeabilitas ruang kosong, i adalah kuat arus yang mengalir, dan n adalah jumlah lilitan.
Jika terdapat batang besi dan ditempatkan sebagian panjangnya di dalam solenoid, batang tersebut akan bergerak masuk ke dalam solenoid saat arus dialirkan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan tuas, membuka pintu, atau mengoperasikan relai.
III-13
Solenoid Valve (SV) atau biasa disebut katup/kran solenoid adalah peralatan elektromekanik yang berfungsi untuk mengatur atau mengontrol aliran zat cair ataupun gas. Kerja dari solenoid valve diatur atau dikontrol oleh arus listrik, dengan menggunakan atau memanfaatkan prinsip koil. Ketika koil tersebut teraliri atau tersuplay listrik maka akan menyebabkan timbulnya medan magnet, yang akan menggerakan katup. Tergantung dari jenis atau desain dari solenoid itu sendiri apakah katup itu akan membuka ataupun menutup. Ketika arus listrik atau suply listrik hilang dari koil maka solenoid valve akan kembali ke keadaan semula.
Sebagian besar jenis solenoid valve terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian dalam (inlet port) dan bagian luar (outlet port). Namun untuk beberapa jenis solenoid valve terdiri dari tiga bagian. Beberapa dari jenis nya juga terdiri dari beberapa mulut atau lubang. Solenoid valve membuat pengaturan atau pengontrolan dari aliran zat cair atau zat gas menjadi lebih mudah. Solenoid valve yang modern dapat berfungsi dengan cepat, tahan uji, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama, dan dengan kontruksi yang baik. Gambar di bawah ini menunjukan komponen-komponen dari solenoid valve. Pada gambar di bawah ini solenoid valve dalam keadaan normal tertutup. Jenis dari solenoid di bawah ini adalah jenis yang paling simpel dan paling mudah dimengerti prinsip kerjanya.
III-14
Gambar 3.6 Bagian-bagian Solenoid Valve Keterangan: 1.Valve Body 3.Outlet Port 5.Coil Windings 7. Plunger 9. Orifice 2. Inlet Port 4. Coil/Solenoid 6. Lead Wires 8. Spring
Solenoid valve sebenarnya merupakan gabungan dari dua unit fungsional yaitu: a. Solenoid (elektromagnet) beserta inti dan plungernya. b. Badan kran yang berisi lubang mulut pada tempat piringan dan stop kontak untuk membuka dan menutup aliran cairan.
3.2.2 Prinsip Kerja Prinsip kerja solenoid valve sebenarnya tidak jauh berbeda dengan cara kerja sebuah relay. Jika pada relay medan magnet yang ditimbulkan dari aliran arus pada kumparan digunakan untuk menarik lidah kontaktor, namun pada solenoid valve medan magnet yang ditimbulkan digunakan untuk
menggerakkan katup/klep sehingga solenoid valve berfungsi sebagai kran dalam kondisi terbuka. Zat yang dikontrol oleh solenoid valve akan masuk ke inlet-port atau bagian dalam dari solenoid valve (2). Aliran zat tersebut akan masuk melalui orifice (9) sebelum melewati bagian outlet port (3). Bagian orifice (9) akan terbuka dan tertutup oleh plunger (7).
III-15
Gambar diatas adalah jenis solenoid valve normally-closed (tertutup dalam keadaan normal). Keadaan normally closed ini menggunakan spring (8) dimana spring tersebut menekan plunger kearah yang berlawanan dengan arah terbukanya orifice atau celah. Material penutup pada plunger menyebabkan media gas atau cairan yang dikontrol oleh solenoid valve tidak bisa memasuki celah tersebut, ketika plunger terangkat oleh medan elektromagnetik yang disebabkan oleh koil, maka media gas atau udara pun bisa melewatinya.
Kondisi 1 solenoid dalam keadaan normally-closed (NC), dimana tidak ada arus yang mengalir, sehingga tidak timbul medan magnet yang akan menggerakan plunger yang menutupi orifice atau celah dan air tidak akan bisa mengalir. Kondisi 2 saklar akan dihidupkan, sehingga arus akan mengalir. Kondisi 3 pada saat arus sudah mengalir, maka akan timbul medan magnet yang digunakan untuk melawan gaya pegas (spring), yang akan menggerakkan plunger ke atas sehingga orifice akan terbuka. Kodisi 4 orifice sudah dalam keadaan terbuka, sehingga air bisa mengalir dari inlet port menjuju outlet port. Kondisi 5 saklar dimatikan, sehingga tidak ada arus yang mengalir dan solenoid dalam keadaan normally-closed (NC) kembali. III-16
3.3
Relay [6]
3.3.1 Pendahuluan Dalam dunia elektronika, relay dikenal sebagai komponen yang dapat mengimplementasikan logika switching. Sebelum tahun 70-an, relai merupakan otak dari rangkaian pengendali. Baru setelah itu muncul PLC yang mulai menggantikan posisi relai. Relai yang paling sederhana ialah relay elektromekanis yang memberikan pergerakan mekanis saat mendapatkan energi listrik. Secara sederhana relai elektromekanis ini didefinisikan sebagai berikut : a. Alat yang menggunakan gaya elektromagnetik untuk menutup (atau membuka) kontak saklar. b. Saklar yang digerakkan (secara mekanis) oleh daya/energi listrik.
Relai bekerja karena adanya torsi yang timbul akibat dari perubahan sistem yang dilindungi sampai melebihi harga batas yang telah ditentukan. Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh suatu relai antara lain: 1. kecepatan bereaksi, 2. selektivitas, 3. kepekaan, 4. keandalan. Secara umum, relai digunakan untuk memenuhi fungsi-fungsi berikut : a. Remote control : dapat menyalakan atau mematikan alat dari jarak jauh. b. Penguatan daya: menguatkan arus atau tegangan, contohnya adalah starting relay pada mesin mobil. c. Pengatur logika kontrol suatu sistem.
III-17
3.3.2 Prinsip Kerja Relai pengendali elektromekanis adalah saklar magnetis. Relai ini menghubungkan rangkaian beban on dan off dengan pemberian energi elektromekanis yang membuka dan menutup pada rangkaiana. Relai biasanya mempunyai satu kumparan, tetapi relai dapat mempunyai beberapa kontak. Relai terdiri dari coil dan contact. Coil adalah gulungan kawat yang mendapat arus listrik, sedang contact adalah sejenis saklar yang pergerakannya tergantung dari ada tidaknya arus listrik di coil. Contact ada 2 jenis : Normally Open (kondisi awal sebelum diaktifkan open), dan Normally Closed (kondisi awal sebelum diaktifkan close). Secara sederhana berikut ini prinsip kerja dari relai: ketika Coil mendapat energi listrik (energized), akan timbul gaya elektromagnet yang akan menarik armature yang berpegas, dan contact akan menutup.
III-18
Selain berfungsi sebagai komponen elektronik, relai juga mempunyai fungsi sebagai pengendali sistem. Sehingga relai mempunyai 2 macam simbol yang digunakan pada : a. Rangkaian listrik (hardware) b. Program (software)
3.3.3 Relay Sebagai Pengendali Salah satu kegunaan utama relay dalam dunia industri ialah untuk implementasi logika kontrol dalam suatu sistem. Sebagai bahasa pemrograman digunakan konfigurasi yang disebut ladder diagram atau relay ladder logic. Berikut ini beberapa petunjuk tentang relay ladder logic (ladder diagram/LD): 1. Diagram wiring yang khusus digunakan sebagai bahasa
pemrograman untuk rangkaian kontrol relay dan switching. 2. LD tidak menunjukkan rangkaian hardware, tapi alur berpikir. 3. LD bekerja berdasar aliran logika, bukan aliran tegangan/arus.
Relay Ladder Logic terbagi menjadi 3 komponen : 1. Input - pemberi informasi 2. Logic - pengambil keputusan 3. Output - usaha yang dilakukan
Diagram
sederhana
dari
sistem
kontrol
berbasis
relai
yang
III-19
Dari gambar di atas nampak bahwa sistem kendali dengan relai ini mempunyai input device (misalnya: berbagai macam sensor, switch, push button) dan output device (misalnya: motor, pompa, lampu, solenoid valve). Dalam rangkaian logikanya, masing-masing input, output, dan semua komponen yang dipakai mengikuti standard khusus yang unik dan telah ditetapkan secara internasional. Relay yang digunakan dalam alat ini adalah Omron tipe MK2P-I.
3.4 3.4.1
Motor Induksi [3, 9] Pendahuluan Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (ac) yang paling luas
digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator. Motor induksi sangat banyak digunakan di dalam kehidupan sehari-hari baik di industri maupun di rumah tangga. Motor induksi yang umum dipakai adalah motor induksi 3-fasa dan motor induksi 1-fasa. Motor induksi 3-fasa dioperasikan pada sistem tenaga 3-fasa dan banyak digunakan di dalam berbagai bidang industri, sedangkan motor induksi 1fasa dioperasikan pada sistem tenaga 1-fasa yang banyak digunakan terutama pada penggunaan untuk peralatan rumah tangga seperti kipas angin, lemari es, pompa air, mesin cuci dan sebagainya karena motor induksi 1-fasa mempunyai daya keluaran yang rendah.
III-20
Konstruksi motor induksi terdiri atas dua komponen yaitu stator dan rotor. Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak dan dicatu dengan tegangan listrik bolak balik. Rotor adalah bagian yang bergerak yang bertumpu pada bantalan poros terhadap stator dan tidak dicatu. Motor induksi terdiri atas kumparan-kumparan stator dan rotor yang berfungsi membangkitkan gaya gerak listrik akibat dari adanya arus listrik bolak-balik yang melewati kumparankumparan tersebut sehingga terjadi suatu interaksi induksi medan magnet antara stator dan rotor. Pada motor induksi tiga fasa, ketika stator dicatu dengan tegangan ac 3fasa, maka pada kumparan-kumparan stator akan timbul suatu medan putar. Flux yang dihasilkan oleh medan putar ini akan memotong kumparan-kumparan pada rotor dan menimbulkan arus induksi pada rotor. Arus induksi yang mengalir ini akan mengakibatkan timbulnya medan pada rotor. Interaksi medan rotor dengan medan putar pada stator ini menimbulkan suatu torsi yang menyebabkan rotor berputar searah dengan arah medan putar stator. Pada motor induksi 1-fasa, hanya terdapat satu kumparan pada bagian statornya. Ketika stator dicatu dengan tegangan ac satu fasa maka pada stator tidak timbul suatu medan magnet putar, tetapi menimbulkan 2 medan putar yang sama tetapi memiliki arah yang berbeda. Hal ini tetap dapat menimbulkan arus induksi pada rotor, akan tetapi dengan adanya 2 medan putar yang sama dengan arah yang berlawanan, rotor tidak dapat berputar tetapi hanya bergetar.
III-21
Belitan stator yang dihubungkan dengan suatu sumber tegangan tiga fasa akan menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns = 120f/2p). Medan putar pada stator tersebut akan memotong konduktor-konduktor pada rotor, sehingga terinduksi oleh arus, dan sesuai dengan Hukum Lentz, rotorpun akan turut berputar mengikuti medan putar stator. Perbedaan putaran relatif antara stator dan rotor disebut slip. Bertambahnya beban, akan memperbesar kopel motor, yang oleh karenanya akan memperbesar pula arus induksi pada rotor, sehingga slip antara medan putar stator dan putaran rotor-pun akan bertambah besar. Jadi, apabila beban motor bertambah, maka putaran rotor cenderung menurun. Dikenal dua tipe motor induksi, yaitu motor induksi dengan rotor belitan dan rotor sangkar.
3.4.2 Prinsip Kerja Kerja motor induksi seperti kerja transformator, yaitu berdasarkan prinsip kerja induksi-elektromagnet. Motor induksi dapat dipandang sebagai
transformator, dimana stator berfungsi sebagai rangkaian primer dan rotor berfungsi sebagai rangkaian sekunder.
Gambar 3.12 Rangkaian Motor Induksi Daya masuk stator 1: = 1 . 1 . [] ............................................[2] Arus beban nol: 0 = + ...........................................................................[4]
dimana 2 = Arus masukan: 1 = 0 + 1 = 0 + 2 ..............................................................[3]
III-22
Slip: =
...................................................................................................[8]
2 2 )2 +( 2 )2 ( 2 2 2
2 2 [ ] ................................................[7] []
Arus rotor: 2 =
......................................................[9]
(1) Apabila sumber tegangan 3-fasa dipasang pada kumparan stator akan timbul medan putar dengan kecepatan: n s = 120f/p.......................................................................[12] (2) Medan putar stator tersebut akan terpotong batang konduktor pada rotor. (3) Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar: E 2s = 4,44 f 2 N 2 m (untuk 1).....................................[13] Dimana: E 2s adalah tegangan induksi pada saat rotor berputar. f 2 adalah fekuensi sumber. N 2 adalah jumlah lilitan pada rotor. (4) Karena kumparan rotor merupakan rangkaian yang tertutup, makan ggl (E) akan menghasilkan arus (I).
III-23
(5) Adanya arus (I) di dalam medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor. (6) Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya(F)pada rotor yang cukup besaruntuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. (7) Seperti telah dijelaskan pada poin (3) tegangan induksi timbul karena terpotongnya batang konduktor (rotor) oleh medan putar stator. Artinya, agar tetap tegangan terinduksi diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (n s ) dengan kecepatan berputar rotor (n r ). (8) Perbedaan kecepatan antara nr dan ns disebut Slip (S) dan dinyatakan dengan: S = (n s n r )/n s x 100%....................................................[14] (9) Bila n r = n s , tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan kopel. Kopel motor akan ditimbulkan apabila n r < n s . (10) Dilihat dari cara kerjanya, motor induksi tersebut juga sebagai motor tak serempak (asinkron).
III-24
3.5 3.5.1
Sensor Air [1] Pendahuluan Sensor air yang digunakan adalah jenis Water Lever Control (WLC)
Radar tipe ST-70AB. Rangkaian WLC atau rangkaian kontrol level air merupakan salah satu aplikasi dari rangkaian konvensional dalam bidang tenaga listrik yang diaplikasikan pada motor listrik khususnya motor induksi untuk pampa air. Fungsi dari rangkaian ini adalah untuk mengontrol level air dalam sebuah tangki penampungan yang banyak dijumpai di rumah-rumah atau bahkan disebuah industri di mana pada level tertentu motor listrik atau pompa air akan beroperasi dan pada level tertentu juga pompa air akan mati. Untuk mengontrol level air dalam tangki penampungan dapat menggunakan dua buah pelampung yang mana masing-masing dari pelampung tersebut menentukan batas atas dan batas dari level air. Jadi pada saat anda sedangkan menjalankan pompa air, dengan mengaplikasikan rangkaian WLC pada pompa air yang anda gunakan, anda tidak perlu menunggu hanya untuk mematikan pompa air pada saat tangki atau bak air penuh karena apabila air dalam tangki sudah penuh maka pompa akan padam dengan sendirinya tanpa harus menekan tombol stop. Demikian juga apa bila air dalam tangki atau bak mulai berkurang sesuai dengan batas yang telah ditentukan maka pompa akan jalan dengan sendirinya.
III-25
3.5.2
Prinsip Kerja
Pada kondisi (1) kita anggap bahwa untuk pertama beroperasi air di dalam tangki seperti yang terlihat pada gambar. Dengan keadaan yang demikian, maka otomatis pelampung 1 yang difungsikan sebagai batas atas air dan pelampung 2 yang difungsikan sebagai batas bawah akan menggantung pada sebuah tali pelampung sehingga menyebabkan kontak pelampung yang berada di antara B1 dan B2 akan menutup karena gaya berat dari kedua pelampung. Akibatnya, motor pompa air akan beroperasi. Ketika pompa air mulai mengisi tangki maka pelampung 2 akan terangkat ke atas (terapung) seperti yang terlihat dalam gambar pada kondisi (2). Meskipun pelampung 2 sudah terapung, kontak pelampung tetap pada posisi close, pabrik sudah merancang dengan sedemikian rupa sehingga hal demikian bisa terjadi, pelampung 1 masih mampu untuk menutup kontak pelampung sehingga pompa tetap beroperasi. Seiring dengan semakin bertambahnya air tangki maka pelampung 2 akan semakin bergerak ke atas sesuai dengan volume air dalam tangki tersebut. Apabila level air telah sampai pada pelampung 1 seperti terihat dalam gambar untuk kondisi (3) maka pelampung 1 akan terangkat ke atas atau terapung bersamasama dengan pelampung 2. Akibatnya, kontak pelampung antara B1 dan B2 akan membuka dan motor atau pompa air akan mati. Jadi, bukan pelampung 2 yang mendorong pelampung 1 sehingga kontak pelampung terbuka (open).
III-26
Apabila air di dalam tangki atau bak mulai berkurang atau lebih rendah dari pelampung 1, maka pelampung 1 akan menggantung pada kontak pelampung seperti lihat pada gambar untuk kondisi (4). Meskipun pelampung 1 sudah menggantung, akan tetapi kontak pelampung masih tetap pada kondisi open karena pelampung 1 belum cukup berat untuk menutup kontak tersebut. Jika air sudah benar-benar berkurang dalam tangki sesuai dengan batas bawah yang telah ditentukan maka pelampung 2 akan menggantung seperti pada kondisi (1) bersama-sama dengan pelampung 1. Kolaborasi kedua pelampung tersebut menghasil berat yang cukup untuk menutup kontak pelampung antara B1 dan B2 sehingga pompa air dapat berjalan atau beroperasi. Setelah itu ke kembali lagi ke kondisi (2), (3), (4), dan seterusnya.
III-27
BAB IV PERANCANGAN DAN SIMULASI ALAT PENYIRAMAN TANAMAN OTOMATIS BERBASIS PLC OMRON TIPE CPM2A
Dalam
merancang suatu
sistem
kendali
dibutuhkan
pendekatan-
IV-1
4.1
Rancangan Sistem Kendali Dalam tahapan ini perancang harus menentukan terlebih dahulu sistem apa
yang akan dikendalikan dan proses bagaimana yang akan ditempuh. Sistem yang dikendalikan dapat berupa peralatan mesin ataupun proses yang terintegrasi yang sering secara umum disebut dengan controlled system. Dalam laporan tugas akhir ini penyusun akan melakukan perancangan dan pembuatan suatu alat penyiraman otomatis yang secara elektrik dikendalikan oleh PLC Omron tipe CPM2A. Dimana alat ini terdiri dari 2 buah SV Outlet yang akan bekerja dalam satu jam secara bergantian, sebanyak 2 kali dalam sehari dengan waktu kerja: Tabel 4.1 Waktu penyiraman Penyiraman Pagi Penyiraman Sore SV Outle A SV Outle B SV Outle A SV Outle B 06:00 06:30 06:00 06:30 17:00 17:30 17:30 18:00 Pembuatan alat penyiraman otomatis ini dirancang untuk dapat bekerja sesuai dengan pengaturan dari PLC. Sebelum merealisasikan alat terlebih dahulu kita harus membuatan Schematic Diagram. Pembuatan schematic diagram ini akan memudahkan dalam pengerjaan alat penyiram otomatis. Dimana bentuknya akan seperti yang tertera dalam gambar di bawah ini:
IV-2
4.2 Penentuan I/O Pada tahap ini semua piranti masukan dan keluaran yang akan dihubungkan PLC harus ditentukan. Piranti masukan dapat berupa saklar, sensor, valve dan lain-lain sedangkan piranti keluaran dapat berupa solenoid valve elektromagnetik dan lain-lain. Yang akan digunakan sebagain inputannya adalah sensor air yang berupa Water Level Control (WLC) yang akan mendeteksi persediaan air yang terdapat pada tangki penampungan air. WLC ini terdapat 2 buah, satu di letakkan pada tangki penampungan air bawah dan satu lagi pada tangki penampungan air atas. Pada saat tangki penampungan air bawah kosong maka WLC bawah akan memberikan informasi kepada PLC untuk memerintah SV Inlet agar membuka, sehingga air dari sumber akan mengalir masuk ke dalam tangki penampungan bawah, dan pada saat tangki penampungan bawah penuh, maka WLC bawah akan memberikan informasi kepada PLC agar SV Inlet menutup, sehingga air dari sumber tidak akan mengalir lagi.
Gambar 4.3 Input/Output Begitu juga untuk WLC atas, pada saat tangki penampungan air atas kosong maka WLC atas akan memberikan informasi kepada PLC untuk menyalakan pompa bawah agar mengisi tangki penampungan atas. Pada saat tangki penampungan atas penuh, maka WLC atas akan memberikan informasi kepada PLC agar mematikan pompa bawah. Dengan catatan pompa bawah ini boleh bekerja hanya pada saat air cukup tersedia pada tangki penampungan bawah. Untuk outpunya sendiri berupa SV Inlet, pompa atas, pompa bawah, SV Outlet A dan SV Outlet B. IV-3
4.3
Perancangan dan Pembuatan Alat Dalam pembuatan alat permodelan alat penyiraman otomatis ini maka
dibutuhkan beberapa peralatan, bahan-bahan, serta hal-hal penunjang lainnya, diantaranya adalah: 4.3.1 Peralatan yang dibutuhkan Dalam pembuatan alat penyiram otomatis ini di butuhkan beberapa alat yang digunakan, seperti yang terdapat pada table di bawah ini:
Tabel 4.2 Peralatan yang dibutuhkan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Nama Alat Gergaji besi Gerinda potong Bor tangan Alat las Kunci pas Mata bor Gerinda penghalus Bor duduk Obeng plus Obeng minus Tang kombinasi Tang pemotong Tang lancip Tang jepit Cripping Palu Penggaris siku Penggaris besi Meteran Penitik baja Kikir Tespen Multimeter Spesifikasi Sword Fish Bosch GCO14-2 Bosch GBM 350 Nordika 2160 10 mm standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar standar
IV-4
4.3.2
Tabel 4.3 Bahan yang di butuhkan No. Nama Bahan 1. Solenoid valve 2. Pompa Aquarium 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Sensor Air (WLC) Relay Kabel Kabel Kabel Kabel Steker Stop kontak Terminal kabel Lampu indikator Pipa Neple lurus Pipa Elbow Pipa T Pipa sambungan Selang pneumatic Selang elastis Selang elastis Besi siku Roda Tangki penampungan air Tiner Dempul Cat Mur, baut, ring Elektroda las Spesifikasi 220 V(AC), 50 Hz, 6 W Atman tipe At-105 50 Watt Radar tipe ST-70AB Omron tipe MK2P-I 24 V (DC) NYAF 1x2,5 mm NYA 1x2,5 mm NYHH 2x1,5 mm NYHH 4x0,75 mm Broco Broco 6&12 pin 220 V (AC) 8 mm 8 mm 8 mm ke 5/8 Sachio 5x8 mm - Fusuda Falcon 5/8 3x3 cm standar Ember cat 25 kg Impala Sanpolac Warna orange kg 10 mm Familiarc RB-26 Jumlah 3 buah 2 buah 2 buah 3 buah 2 meter 2 meter 3 meter 3 meter 1 buah 2 buah 3 buah 5 buah 4 buah 2 buah 1 buah 1 buah 3 meter 3 meter 3 meter 3 buah 4 buah 2 buah 2 kaleng 2 kaleng 1 kaleng secukupnya secukupnya
IV-5
4.3.3
Perlengkapan Safety Kerja Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat penting, bahkan harus
menjadi prioritas dalam menjalankan suatu pekerjaan. Ini berlaku terutama pada siapapun yang punya pekerjaan berisiko tinggi. Oleh karena itu, pada pembuatan alat ini di butuhkan beberapa perlengkapan safety yang dibutuhkan, diantaranya adalah: Tabel 4.4 Perlengkapan Safety Kerja No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Helm Kaca mata Earphone Masker Sarung tangan Sepatu Spesifikasi standar standar standar standar standar standar
4.3.4 Pelaksanaan Kerja Setelah kita menentukan perancangan, mengetahui alat dan bahan yang diperlukan maka selanjutnya kita akan melakukan pekerjaan: A. Pembuatan Menara Air, terdiri dari: 1. Membuat gambar rancangan menara air. 2. Mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan. 3. Memotong, mengebor, menyambung dengan las dan baut. 4. Mendempul, menghaluskan dan mengecatnya.
B.
Pemasangan Bahan, terdiri dari: 1. Memasang 2 buah ember sebagai tangki penampung air. 2. Memasang WLC sebagai sensor untuk mengontrol kondisi air pada tangki penampungan air. 3. Memasang terminal kabel, relay, stop kontak. 4. Memasang pompa dan selangnya. 5. Memasang solenoid valve dan selang pneumatiknya. 6. Memasang instalasi kelistrikan AC maupun DC (wiring). 7. Menyambungnya pada PLC dan komputer.
IV-6
4.4
(Ladder Diagram). Untuk membuat diagram tangga dapat dilakukan dengan dua cara.Pertama menggunakan console, yaitu suatu alat penyuntingan diagram tangga yang langsung terhubungkan dengan PLC yang bersangkutan. Kedua
menggunakan program penyuntingan diagram tangga yang dijalankan melalui komputer dan komunikasi transfer programnya dilakukan melalui kanal serial/USB.Untuk menghubungkan PLC Omron dengan komputer dapat dilakukan dengan mudah. Biasanya setiap pembelian PLC sudah dilengkapi kabel serial/USB, hubungkan kabel tersebut dari PLC ke komputer. Sebelum membuat ladder diagram, terlebih dahulu diperlukan tahapantahapan berikut: (1) Memahami proses penyiraman secara fisik maupun logika
pengoperasian. (2) Mengidentifikasi input, output, keadaan dan kondisi logika transisi dari suatu proses ke proses yang lainnya. (3) Membuat ladder diagram. (4) Membuat program PLC dari ladder diagram dengan memilih perintah-perintah yang sesuai dan alamat-alamat untuk input dan output menggunakan Syswin 3.4.
IV-7
IV-8
4.4.1
Identifikasi Input, Output, dan Kondisi Pembuatan alat penyiraman otomatis ini memerlukan PLC sebagai sistem
kendalinya, dimana PLC yang digunakan adalah PLC Omron tipe CPM2A. Secara sederhana diagram kendali yang diperlukan dalam sistem ini adalah: a. Sensor air (WLC) yang digunakan untuk mendeteksi keadaan air dalam tangki penampungan air. b. Pompa aquarium sebagai pengisi tangki penampungan air dan pompa penyiraman. c. SV Inlet sebagai kran pengisi tangki penampungan air bawah. d. SV Outlet A dan B sebagai kran penyiraman.
PLC ini akan bekerja stelah menerima informasi input yang berasal dari sensor air (WLC). Kemudian PLC akan memproses data-data tersebut untuk kemudian akan memberikan perintah lanjut kepada outputnya yang berupa pompa SV Inlet, SV Outlet, pompa atas dan pompa bawah. Untuk konfigurasi I/O sistemnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini yang menjelaskan bagaimana I/O yang dihubungkan dengan PLC yang telah disesuaikan dengan program ladder logic.
Tabel 4.5 Konfigurasi Input/Output Sistem Alamat 000.00 000.01 000.02 000.03 000.04 Input Sistem Komponen Tombol START Tombol STOP Tombol EMERGENCY Sensor air (WLC) atas Sensor air (WLC) bawah Alamat 010.00 010.01 010.02 010.04 010.05 Output Sistem Komponen SV Inlet SV Outlet A SV Outlet B Pompa bawah Pompa atas
IV-9
Dalam proses penyiraman ini digunakan tombol (push button) dan sensor air sebagai inputan kontrolnya. Tombol terdiri dari tiga buah, yaitu START, STOP, dan EMERGENCY. Sedangkan untuk sensornya berupa kondisi air penuh/ada dan kosong yang terdapat pada tangki penampungan air yang terbaca oleh WLC. Untuk outpunya sendiri berupa SV Inlet, pompa atas, pompa bawah, SV Outlet A dan SV Outlet B.
4.4.2
Pemrograman Menggunakan Syswin 3.4 Programan PLC merk Omron menggunakan bahasa program dari Omron
juga yaitu Syswin. Beberapa perintah program yang penting dan perlu dipahami adalah sebagai berikut: 1. Connect, merupankan perintah program untuk penyambungan antara komputer dengan PLC. 2. Upload Program, merupakan perintah untuk melihat isi program dalam PLC. 3. Download Program, merupakan perintah untuk mentransfer program yang telah dibuat ke dalam PLC. 4. Run, merupakan perintah untuk menjalankan program yang telah di tranfer ke PLC. 5. Stop, merupakan perintah untuk menghentikan program yang sedang dijalankan di PLC. 6. Monitoring, merupakan perintah untuk melihat kondisi pada saat PLC bekerja.
IV-10
Jalankan Syswin 3.4 sehingga muncul jendela penyuntingan diagram tangga seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.5 Tampilan ladder diagram Syswin 3.4 Untuk membuat ladder logic yang baru, mulailah dengan langkah-langkah: 1. Buka menu File kemudian pilih New Project, sehingga muncul tampilan sebagai berikut:
Gambar 4.6 Tampilan New Project Setup 2. Kemudian klik OK, maka akan muncul kembali tampilan diagram tangga Syswin 3.4. dan mulailah menggambar ladder diagram.
IV-11
4.4.3
1. Dengan memilih fungsi atau kondisi yang akan dirancang di bagian kiri Tampilan ladder diagram seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 4.7 Tampilan tombol fungsi atau kondisi ladder diagram 2. Pilih tombol fungsi dan isikan alamatnya pada kotak yang muncul, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
3. Kemudian desainlah diagram ladder untuk sistem PLC, seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar berikut:
IV-12
Gambar 4.9 Contoh ladder diagram sementara 4. Untuk menambah atau menyisipkan network yang baru, gunakanlah fungsi Block Insert network, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 4.10 Menu untuk menambah atau menyisipkan network Jika mengklik Insert Network akan dimunculkan kotak dialog sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas. ABOVE Current Network digunakan untuk menyisipkan network diatas network yang sedang disorot pada saat itu, sedangkan BELOW Current Network digunakan untuk menyisipkan network dibawah network yang sedang disorot saat itu.
IV-13
5. Untuk mengakhiri diagram tangga,buatlah network baru kemudian pilih Function Basic Instruction Program Control Instruction fungsi END(01), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
IV-14
Setelah mengidentifiasi input, output dan kondisi yang diinginkan untuk perancangan sistem kontrol, selanjutnya dibuat ladder diagram seperti berikut ini:
IV-15
IV-16
Untuk lebih jelasnya kita pecah ladder diagram tersebut menjadi beberapa Rung seperti dibawah ini:
Pada kondisi awal tombol EMERGENCY dalam keadaan NC, tombol START dalam keadaan NO, tombol STOP dakam keadaan NC, kontak TIMER dalam keadaan NC. Ketika tombol START ditekan maka outputan 010.01 (SVO_A) akan bekerja dan akan mengaktifkan kontaknya, dengan waktu yang bersamaan maka TIM 000 akan ikut bekerja. Ketika tombol START dilepas maka rangkaian akan tetap bekerja, karena kontak 010.01 (SVO_A) menjadi NC untuk mengunci rangkaiannya sendiri.
TIMER akan terus bekerja sesuai dengan waktu setingannya (15 detik = 150 bcd). Setelah waktu tunggu selesai maka TIMER akan mengaktifkan kontakkontaknya pada kondisi normal kontaknya tertutup akan menjadi terbuka, begitu juga sebaliknya. Setelah waktu tunggu 15 detik habis maka rangkaian rung 1 akan terbuka dan outputan 010.01 (SVO_A) akan mati.
IV-17
Ketika outputan 010.01 aktif maka akan mengaktifkan rangkaian pada rung 2, dan juga mengaktifkan outputan 010.05 (POMPA_ATAS). Rangkaian pada rung 2 juga dapat diaktifkan oleh outputan 010.01 (SVO_A) yang bekerja secara bergantian dengan outputan 010.02 (SVO_B).
Gambar 4.17 Rung 3 Ketika TIM 000 aktif maka akan mengaktifkan rangkaian rung 3 yang akan mengaktifkan outputan 010.02 (SVO_B), kemudian rangkaian tersebut akan memberikan sinyal pada TIM 001 dan DIFU (13). Kontak dari outputan 010.02 (SVO_B) akan aktif dan mengunci rangkaian tersebut. TIMER akan menghitung waktu tunggu selama 15 detik (150 bcd). Setelah waktu tunggu 15 detik habis maka rangkaian rung 3 akan terbuka dan outputan 010.02 (SVO_B) akan mati.
Gambar 4.18 Rung 4 Pada saat outputan 010.02 (SVO_B) aktif maka akan memberikan sinyal inputan pada COUNTER, dan COUNTER akan menghitung 1 kali detakan sinyal.
IV-18
COUNTER tersebut akan menghitung sebanyak 2 kali detakan sinyal dari kontak outputan 010.02 (SVO_B) tadi, setelah COUNTER menghitung 2 kali maka akan mengaktifkan kontak-kontaknya. TIM 003 dan tombol EMERGENCY berfungsi sebagai RESET pada COUNTER.
Gambar 4.19 Rung 5 Ketika DIFU (13) mendapat sinyal maka akan mengaktifkan kontaknya (200.00) dan rangkaian pada rung 5 akan aktif dan mengaktifkan outputan IN-MEMORY_1 (010.10), kemudian rangkaian tersebut akan memberikan sinyal kepada TIM 002 dan DIFD (14). DIFD (14) akan mengaktifkan kontaknya (200.01) yang terletak pada rung 1. TIM 002 dan TIM 003 akan bekerja secara bergantian sesuai dari aktifasi COUNTER. Ketika salah satu TIM 002 dan TIM 003 aktif maka akan membuka rangkaian pada rung 5.
IV-19
Ketika WLC_ATAS (000.03) aktif dan WLC_BAWAH (000.04) aktif maka akan mengaktifkan POMPA_BAWAH (010.04), dan salah jika satu WLC_ATAS (000.03) dan WLC_BAWAH (000.04) tersebut tidak aktif maka POMPA_BAWAH (010.04) akan mati.
Ketika
WLC_BAWAH
(000.04)
aktif
maka
akan
mengaktifkan
SV_INLET (010.00), dan ketika WLC_BAWAH (000.04) tidak aktif maka akan mematikan SV_INLET (010.00). END Function pada ladder diagram merupakan akhiran dari program. Tombol STOP berfungsi untuk mematikan kerja dari proses penyiraman saja, sedangkan tombol EMERGENCY berfungsi untuk mematikan semua proses pada program.
IV-20
4.5 4.5.1
Menjalankan Sistem (Run the System) Download Program Ladder Diagram ke Omron CPM2A Untuk memasukkan dan menjalankan program diagram tangga kedalam
PLC dibutuhkan piranti komunikasi kabel serial. Setelah jalur komunikasi sudah terpasang maka dilakukan pengaturan melalui menu Project Communication seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 4.22 Tampilan Serial Communication Setting Untuk melakukan koneksi antara komputer dengan PLC gunakan menu Online Connect, sehingga akan mengaktifkan tombol-tombol yang ditunjukkan gambar berikut:
Keterangan: 1. Communication Connect: untuk melakukan koneksi dengan PLC yang bersangkutan, pada PLC lampu COMM akan berkedip-kedip; 2. PLC Mode: untuk memilih mode kerja dari PLC yang bersangkutan, jika diklik akan dimunculkan pilihan sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
IV-21
Gambar 4.24 Kotak dialog Change PLC Mode a. MONITOR: untuk melakukan pengamatan kerja PLC melalui komputer; contoh tampilannya ditunjukkan pada gambar di atas; b. RUN: Untuk menjalankan program yang sudah tersimpan didalam PLC; c. STOP/PRG: Untuk menghentikan jalannya program didalam PLC dan bisa digunakan untuk proses penyuntingan diagram tangga kemudian men-download-kannya dari computer ke PLC;
Gambar 4.25 Contoh tampilan saat pengamatan kerja PLC 3. Online-Edit: digunakan untuk penyuntingan diagram tangga secara online atau langsung.
IV-22
4.5.2
Cara Kerja Sistem yang digunakan dalam proses penyediaan air ini adalah sistem
tangki atap. Sistem ini lebih dahulu menampung air bersih dalam tangki bawah yang letaknya paling rendah. Selanjutnya dipompa oleh pompa bawah ke tangki atas yang dipasang di atas menara air. Selanjutnya air akan di pompa oleh pompa atas untuk didistribusikan melalui SV Outlet A dan B . Sistem tangki atap digunakan untuk sistem penyediaan air karena alasan tertentu seperti : 1. Selama air digunakan tidak terjadi perubahan tekanan yang berarti pada alat plambing. Sebagai penyebab adanya perubahan yang tak berarti karena hanyalah perubahan level air pada tangki, 2. Pada penyediaan air sistem tangki atap umumnya tangki dilengkapi dengan saklar otomatis sehingga tidak akan terjadi kesulitan adanya penurunan yang tajam pada permukaan/level air di tangki, 3. Perawatan sangat sederhana. 4. Perlu pompa cadangan untuk sistem yang lebih besar. Tabel 4.6 Tabel Kebenaran SV Inlet Tangki Bawah 0 0 1 1 Tangki Atas 0 1 0 1 SV Inlet 1 1 0 0
IV-23
Keterangan tabel 4.6: a. Pada saat tangki bawah kosong (0), tangki atas kosong (0), maka SV Inlet akan membuka (1). b. Pada saat tangki bawah kosong (0), tangki atas penuh (1), maka SV Inlet akan membuka (1). c. Pada saat tangki bawah penuh (1), tangki atas kosong (0), maka SV Inlet akan menutup (0). d. Pada saat tangki bawah penuh (1), tangki atas penuh (1), maka SV Inlet akan menutup (0). Tabel 4.7 Tabel Kebenaran Pompa Bawah Tangki Bawah 0 0 1 1 Tangki Atas 0 1 0 1 Pompa Bawah 0 0 1 0
Gambar 4.27 Gerbang logika Pompa Bawah Keterangan tabel 4.7: a. Pada saat tangki bawah kosong (0), tangki atas kosong (0), maka pompa bawah tidak boleh bekerja (0). b. Pada saat tangki bawah kosong (0), tangki atas penuh (1), maka pompa bawah tidak boleh bekerja (0). c. Pada saat tangki bawah penuh (1), tangki atas kosong (0), maka pompa bawah boleh bekerja (1). d. Pada saat tangki bawah penuh (1), tangki atas penuh (1), maka pompa bawah tidak boleh bekerja (0).
IV-24
IV-25
Cara kerja sistem: 1. Pada saat tombol START ditekan, maka SV Outlet A akan membuka bersamaan dengan kerja dari pompa atas yang akan memompa air dari tangki penampungan atas ke SV Outlet A. Dimana SV Outlet A ini akan melakukan penyiraman selama 30 menit. 2. Setelah 30 menit, maka SV Outlet A akan mati dan SV Outlet B akan membuka untuk melaksanakan penyiraman selama 30 menit dan pompa atas akan tetap bekerja. 3. Setelah 30 menit, SV Outlet B akan mati bersamaan dengan pompa atas. Ini berarti proses penyiraman pagi (pukul 06:00 07:00) telah selesai dilaksanakan. 4. Kemudian seluruh proses tersebut akan berhenti selama 10 jam (JEDA 1, pukul 07:00 17:00) untuk menunggu ke proses penyiraman sore. 5. Pada pukul 17:00, proses penyiraman (poin 1-3) akan terulang lagi. Sehingga pada pukul 18:00 proses penyiraman sore akan selelsai dilaksanakan. 6. Kemudian seluruh proses tersebut akan berhenti selama 12 jam (JEDA 2, pukul 18:00 06:00), dan proses penyiraman pagi akan kembali terjadi. 7. Proses ini akan terus terulang secara kontinyu dalam keadaan apapun tanpa terpengaruh oleh keadaan suhu atau cuaca disekitarnya.
IV-26
Catatan penting: 1. Pompa atas bekerja apabila keadaan air di tangki atas tersedia. Pompa ini bekerja bersamaan dengan kerja SV Outlet A dan SV Outlet B yang telah dikontrol oleh PLC. 2. Pompa bawah berfungsi untuk memompa air dari tangki bawah ke tangki atas. Pompa ini akan bekerja apabila tangki atas kosong dan tangki bawah penuh, pompa ini dikendalikan oleh sensor air (WLC) atas. 3. SV Inlet akan bekerja apabila tangki air bawah kosong. SV Inlet ini dikendalikan oleh sensor air (WLC) bawah. Dimana pada saat tangki bawah kosong maka secara otomatis SV Inlet akan membuka dan air akan mengalir mengisi tangki bawah sampai penuh. Setelah penuh maka SV Inlet akan menutup kembali. 4. Tombol START berfungsi untuk menghidupkan kerja dari pompa atas, SV Outlet A, dan SV Outlet B. 5. Tombol STOP berfungsi untuk mematikan kerja dari pompa atas, SV Outlet A, dan SV Outlet B. 6. Tombol EMERGENCY berfungsi untuk mematikan kerja seluruh proses, yaitu pompa bawah, pompa atas, SV Inlet, SV Outlet A, dan SV Outlet B.
Tabel 4.8 Waktu Kerja Waktu 06:00-06:30 06:30-07:00 07:00-17:00 17:00-17:30 17:30-18:00 18:00-06:00 Pompa Atas 1 1 0 1 1 0 SVO A 1 0 0 1 0 0 SVO B 0 1 0 0 1 0 Ket. P. Pagi Jeda 1 P. Sore Jeda 2
IV-27
4.5.3
Pengujian dan Analisa Dalam pengambilan data dari simulasi alat penyiraman tanaman otomatis
ini, pengaturan waktu yang digunakan adalah: a. b. c. d. e. SVO_A : 15 detik SVO_B : 15 detik POMPA ATAS : 30 detik JEDA 1 (pagi ke sore): 30 detik JEDA 2 (sore ke pagi): 30 detik
Kemudian dilakukan pencatatan waktu yang dituangkan dalam tabel data pengujian seperti dibawah ini:
IV-28
Tabel 4.9 Data pengujian waktu simulasi alat Tgl. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jml Rataan Pagi SVO_A SVO_B 15 16 15 15 16 15 15 16 15 15 15 15 16 15 15 16 15 15 15 15 16 16 15 15 15 15 15 15 16 14 15 15 15 15 15 16 16 16 15 15 15 15 15 16 16 16 15 15 15 15 15 15 16 15 15 15 15 14 15 15 472 474 15,22 15,29 Jeda 1 30 29 30 30 29 30 31 30 30 30 31 30 29 30 30 30 30 30 29 30 30 30 29 30 29 30 30 31 29 30 930 30 Sore SVO_A SVO_B 15 14 15 15 15 15 15 15 15 15 16 16 15 15 14 15 15 15 15 14 16 15 15 15 15 15 15 16 15 15 14 14 15 15 15 15 15 16 15 15 16 15 15 14 15 15 16 15 16 15 15 15 15 15 14 14 15 15 14 15 468 464 15,09 14,96 Jeda 2 29 30 30 29 30 29 30 31 30 30 29 30 30 30 29 30 31 30 30 30 30 29 29 30 29 30 30 31 30 30 922 29,74 Ket. ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok
IV-29
ANALISA Setelah dilakukan pengujian alat, secara umum alat ini dapat berjalan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Dimana pada saat tangki bawah dan atas kosong maka secara otomatis akan langsung terisi kembali sampai penuh. Penyiraman pagi dan sore dapat berkerja sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (di-setting dalam PLC) dan secara kontinyu tanpa terpengaruh oleh keadaan suhu atau cuaca disekitarnya. Pencatatan waktu JEDA 1 dan program, hal secara manual untuk waktu kerja SVO_A, SVO_B,
JEDA 2 tidak selalu sesuai waktu yang diset TIMER di dalam ini dikarenakan terjadinya kesalahan pada saat
perhitungan/pencatatan waktu stopwatch. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan, pernah mengalami error. Hal ini bukan disebabkan oleh PLCnya (karena PLC mempunyai sifat tahan uji), tetapi adanya hubung singkat yang terjadi pada rangkaian.
4.6
Simulasi Alat
IV-30
IV-31
IV-32
5.1
pengujian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Karena setiap tanaman mempunyai kebutuhan kadar air yang berbeda-beda, maka lamanya waktu penyiraman harus lebih disesuaikan dengan kebutuhan air dari tanaman itu sendiri, hal ini bisa dilakukan dengan cara mengatur lamanya waktu penyiraman pada TIMER yang ada pada program (ladder diagram). 2. Seluruh proses pada alat penyiraman tanaman otomatis ini telah berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan, seperti dalam proses pengisian tangki bawah dan atas, pada saat kondisi tangki kosong terbaca oleh sensor air (WLC) maka secara otomatis akan langsung terisi kembali. 3. Penyiraman SV Outlet (SVO_A dan SVO_B) akan bekerja selama satu jam secara bergantian, sebanyak dua kali dalam sehari dengan waktu kerja penyiraman pagi (pukul 06:00-07:00) dan penyiraman sore (pukul 17:0018:00), dan bekerja secara kontinyu tanpa terpengaruh oleh
keadaan/cuaca yang terjadi di lingkungan sekitarnya. 4. Permodelan alat penyiraman tanaman secara otomatis ini direkomendasikan untuk jenis tanaman yang membutuhkan banyak air dan rutinitas.
V-1
5.2
Saran Sistem yang telah dirancang dan direalisasikan ini hanyalah sebuah
permodelan
atau
miniatur,
sehingga
masih
membutuhkan
beberapa
pengembangan untuk menyempurnakannya. Seperti pemilihan ukuran tangki penampungan, solenoid valve, pipa (slang), pemilihan kapasitas/daya motor (pompa), perhitungan rugi mekanik dan elektrik, perhitungan head pompa, debit air, kebutuhan air, penambahan sensor suhu dan yang lainnya sehingga lebih disesuaikan dengan kebutuhan.
V-2
DAFTAR PUSTAKA
1. Adji, Triono Kresno. 2010. Teknik Pengendali: Water Level Control (WLC). http://www.listrik_smknesaba.org. 2. Eko Putra, Agfianto. 2007. PLC: Konsep, Pemrogram dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Gavamedia. 3. Shalihah, Nuruhli. 2010. Motor http://one.indoskripsi.com/node/9931. Induksi Satu Fasa.
4. Sumbodo, Wirawan. Sistem Pengendali PLC. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, 2008. 5. W. Bolton. 2006. Sistem Instrumentasi dan Sistem Kontrol. Jakarta: Penerbit Erlangga. 6. Wicaksono, Handy. 2010.Catatan Kuliah Automasi 1: Relay Prinsip dan Aplikasi. Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra. 7. Wikipedia Online. 2010. PLC Info: Konsep Dasar PLC (Programmable Logic Control). whttp://www.move2past.com. 8. Wikipedia Online. 2010. Solenoid Valve Info. http://www.solenoid-valveinfo.com/solenoid-valve-basics.html. 9. Zuhal. 1988. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya: Motor Induksi. Jakarta: PT: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN A
Upgraded Micro PLC Series The advanced CPM2A Series is complemented by the ultra-slim CPM2C Series.
Advanced Micro PLCs Ultra-slim Micro PLCs
Programmable Controllers
Programmable Controllers
Advanced Functions and High-performance in a Very Small Package. Improved Capabilities and Higher Added Value for the Food-packaging Industry, Conveyor Industry, and Compact Equipment Manufacturers
The CPM2A and CPM2C Provides a Wide Variety of Functions for More-advanced Systems.
High-speed counters easily measure high-speed workpieces. Synchronized pulse control provides easy timing adjustments. High-speed processing with a high-speed scan and highspeed interrupts. An OMRON Programmable Terminal is easily connected to provide visual confirmation of machine operation. Pulse outputs handle a variety of basic positioning applications. Achieve distributed control and analog control.
Programmable Controllers
Programmable Controllers
Contents
2
Applications CPM2A Line-up CPM2C Line-up CPM2A Communications CPM2C Communications Programming CPM2A Specifications
3 6 8 10 11 12 14
CPM2C Specifications CPM2A Dimensions CPM2C Dimensions Functions Instructions CPM2A Ordering Guide CPM2C Ordering Guide
21 27 30 31 36 39 41
Synchronized Control
Synchronized pulse control multiplies the frequency of a pulse input by a preset scaling factor and generates a synchronized pulse output at that frequency. The scaling factor can be changed from the ladder program, so packaging can continue while adjusting the feed rate of packaging film or the position of labels. (This function is supported only by the SSS.)
Inverter Encoder
High-speed Processing
High-speed processing include the 50- s quick-response inputs, improved scan time (up to 500 program steps in 1 ms), and interrupts. Improved processing can increase productivity; for example, the timing between detection of a label mark and detection of the product can be adjusted.
High-speed Counters
The CPM2A and CPM2C support one-axis high-speed counters (20 kHz single-phase or 5 kHz two-phase) and fouraxis high-speed counters (2 kHz single-phase only). The length of workpieces such as cardboard or string can be measured at high-speed.
Measuring string length.
Supports a one-axis pulse output (10 kHz) with trapezoidal acceleration and deceleration and two-axis simple pulse output.
Material output (fixed quantity output) Adds a fixed quantity of the product.
Material movement
Analog Control
Supports analog control, such as temperature control.
Built-in Clock
The internal clock and LONG TIMER instruction (with an SV of up to 99,990 seconds (27 hours, 46 minutes, and 30 seconds) provide more effective data management. (The LONG TIMER function is supported only by the SSS.)
Programming Console
Peripheral port
RS-232C port
Conveyor Industry
Conveyor Belt
Distributed Processing
Convert to distributed processing through a CompoBus/S I/O Link System to reduce line startup time and increase line speed.
Add a human-machine interface (HMI) and highly accurate measurements to compact equipment.
The CPM2A and CPM2C can provide an HMI and highly accurate measurements in small equipment other than food-processing and conveyance machinery. For example, an HMI can be added to a metal-processing machine just by connecting a Programmable Terminal. The high-speed counters are very effective in measuring wire length. With the CPM2A and CPM2C, it is easy to add advanced functions without using much space.
5
30
I/O Points
40
I/O Points
130mm
150mm
CPU Unit with Relay Outputs CPM2A-30CDR-A 18 input points 12 output points
CPU Unit with Relay Outputs CPM2A-40CDR-A 24 input points 16 output points
CPU Unit with Relay Outputs CPM2A-40CDR-D CPU Units with Transistor Outputs CPM2A-40CDT-D (Sinking) CPM2A-40CDT1-D (Sourcing) 24 input points 16 output points
CPU Unit with Relay Outputs CPM2A-60CDR-A 36 input points 24 output points
CPU Unit with Relay Outputs CPM2A-60CDR-D CPU Units with Transistor Outputs CPM2A-60CDT-D (Sinking) CPM2A-60CDT1-D (Sourcing) 36 input points 24 output points
60
I/O Points
90mm
195mm
Model Numbers
Name Model number CPM2A-30CDR-A CPM2A-30CDR-D CPU Units with Relay Outputs (Built-in RS-232C port) CPM2A-40CDR-A CPM2A-40CDR-D CPM2A-60CDR-A CPM2A-60CDR-D CPM2A-30CDT-D CPM2A-30CDT1-D CPU Units with Transistor Outputs (Built-in RS-232C port) CPM2A-40CDT-D CPM2A-40CDT1-D CPM2A-60CDT-D CPM2A-60CDT1-D CPM1A-8ED CPM1A-8ER CPM1A-8ET Expansion I/O Units CPM1A-8ET1 CPM1A-20EDR1 CPM1A-20EDT Specifications 30 I/O points, AC power supply 30 I/O points, DC power supply 40 I/O points, AC power supply 40 I/O points, DC power supply 60 I/O points, AC power supply 60 I/O points, DC power supply 30 I/O points (sinking outputs), DC power supply 30 I/O points (sourcing outputs), DC power supply 40 I/O points (sinking outputs), DC power supply 40 I/O points (sourcing outputs), DC power supply 60 I/O points (sinking outputs), DC power supply 60 I/O points (sourcing outputs), DC power supply 8 DC inputs 8 relay outputs 8 transistor outputs (sinking) 8 transistor outputs (sourcing) 12 DC inputs, 8 relay outputs 12 DC inputs 8 transistor outputs (sinking) 12 DC inputs 8 transistor outputs (sourcing) 8 input bits, 8 output bits
CPM1A-20EDT1
CPM1A-SRT21
CPM1A-MAD01
Despite its ultra-slim design, a CP M2C system can provide up to 140 I/O points!
A wide variety of models are available to provide very effective machine control in a surprisingly compact PLC. There are 10 models available with DC power supply and various combinations of relay/transistor outputs, terminal block/connector I/O connections, and optional clock function. The type of outputs and number of I/O points can be tailored to meet the requirements of specifi c applications. Expansion I/O Units (with 24 or 10 I/O points) can be connected to control up to 140 I/O points t otal.
10
I/O Points
CPM2C-10CDR-D CPU Unit (I/O terminal block)
10
I/O Points
CPM2C-10CDTC-D CPU Unit (I/O connector)
20
I/O Points
CPM2C-20CDTC-D CPU Unit (I/O connector)
90mm
33mm
8
33mm
33mm
PT Connection
Compatible with the OMRON Programmable Terminal's Programming Console functions. Maintenance is simplified with the on-screen programming operations.
CPM2A PT
RS-232C Port
Host Link
Host computer CPM2A
One-to-one Link
CPM2A CPM2A
Response Host computer 3G2A9-AL004-E Link Adapter Write LR 07 LR 08 Read Command LR 15 Link area LR 00 Write area
Read area
Response
No-protocol Communications
NT-AL001 RS-232C/422 Adapter CPM1-CIF11 RS-422 Adapter NT-AL001 RS-232C/422 Adapter
Standard serial devices, such as bar code readers, can be connected with no-protocol communications.
CPM2A
CPM2A
CPM2A
CPM2A
10
Programming Console
Peripheral port
PT Connection
An OMRON Programmable Terminal can be connected with direct access.
CPM2C PT
One-to-one Link
A 1:1 PLC Link connection can be established with another CPM2C, or a CQM1, CPM1, CPM1A, CPM2A, SRM1(-V2), C200HS, or C200HX/HG/HE PLC.
RS-232C cable
CPM2C
CPM2C
Host Link
Data in I/O memory can be accessed (read or written) and the operating mode can be changed from a host computer or OMRON Programmable Terminal.
Host computer CPM2C
No-protocol Communications
Standard serial devices, such as bar code readers, can be connected with no-protocol communications.
CPM2C
Command
Response Bar code reader One-to-N communications are also possible, as in the CPM2A.
11
Personal Computers
The SYSMAC-CPT Support Softwares superior operability and functions allow you to create and edit programs efficiently.
SYSMAC-CPT Support Software is a Programming Device that operates under Windows 3.1 or Windows 95; it supports both ladder and mnemonic programming.
Multi-windows Accessibility
SYSMAC-CPT
Controller Programming Tool
The earlier MS-DOS version of SYSMAC Support Software (SSS) can also be used.
RS-232C Adapters
CQM1-CIF01 (25-pin) CQM1-CIF02 (9-pin)
Programming Consoles
Precautions
Using the CPT
Set the PC model to "CQM1-CPU43." The SYNC (SYNCHRONIZED PULSE CONTROL), TIML (LONG TIMER), and TMHH (ONE-MS TIMER) instructions cannot be used.
12
C200H-PRO27-E
RS-232C port
13
CPM2A Specifications
CPM2A General Specifications
Item Supply voltage y g Operating voltage range g g g Power consumption Inrush current External power supply y (AC power supplies only) li l ) Insulation resistance Dielectric strength Noise immunity Vibration resistance AC power DC power AC power DC power AC power DC power AC power DC power Supply voltage Output capacity CPU Units with 30 I/O points CPU Units with 40 I/O points CPU Units with 60 I/O points
100 to 240 VAC, 50/60 Hz 24 VDC 85 to 264 VAC 20.4 to 26.4 VDC 60 VA max. 20 W max. 60 A max. 20 A max. 24 VDC 300 mA 20 M min. (at 500 VDC) between the external AC terminals and protective earth terminals 2,300 VAC 50/60 Hz for 1 min between the external AC and protective earth terminals, leakage current: 10 mA max. 1,500 Vp-p, pulse width: 0.1 to 1 s, rise time: 1 ns (via noise simulation) 10 to 57 Hz, 0.075-mm amplitude, 57 to 150 Hz, acceleration: 9.8 m/s2 in X, Y, and Z directions for 80 minutes each (Time coefficient; 8 minutes coefficient factor 10 = total time 80 minutes) 147 m/s2 three times each in X, Y, and Z directions Operating: 0 to 55C Storage: 20 to 75C 10% to 90% (with no condensation) Must be free from corrosive gas M3 AC power supply: 10 ms min. DC power supply: 2 ms min.
Shock resistance Ambient temperature Humidity Atmosphere Terminal screw size Power interrupt time CPU Unit weight g Expansion I/O Unit weight AC power DC power
700 g max. 800 g max. 600 g max. 700 g max. Units with 20 I/O points: 300 g max. Units with 8 output points: 250 g max. Units with 8 input points: 200 g max. Analog I/O Units: 150 g max. CompoBus/S I/O Link Units: 200 g max.
14
CPM2A Specifications
CPM2A Characteristics
Item Control method I/O control method Programming language Instruction length Instructions Execution time Program capacity I/O CPU Unit only capacity With Expansion i I/O Units Input bits Output bits Work bits Special bits (SR area) Temporary bits (TR area) Holding bits (HR area) Auxiliary bits (AR area) Link bits (LR area) Timers/Counters IR 00000 to IR 00915 (Words not used for input bits can be used for work bits.) IR 01000 to IR 01915 (Words not used for output bits can be used for work bits.) 928 bits: IR 02000 to IR 04915 (Words IR 020 to IR 049) and IR 20000 to IR 22715 (Words IR 200 to IR 227) 448 bits: SR 22800 to SR 25515 (Words IR 228 to IR 255) 8 bits (TR0 to TR7) 320 bits: HR 0000 to HR 1915 (Words HR 00 to HR 19) 384 bits: AR 0000 to AR 2315 (Words AR 00 to AR 23) 256 bits: LR 0000 to LR 1515 (Words LR 00 to LR 15) 256 timers/counters (TIM/CNT 000 to TIM/CNT 255) 1-ms timers: TMHH() 10-ms timers: TIMH(15) 100-ms timers: TIM 1-s/10-s timers: TIML() Decrementing counters: CNT Reversible counters: CNTR(12) Data memory Read/Write: 2,048 words (DM 0000 to DM 2047)* Read-only: 456 words (DM 6144 to DM 6599) PC Setup: 56 words (DM 6600 to DM 6655) *The Error Log is contained in DM 2000 to DM 2021.
Basic interrupts
Specification Stored program method Cyclic scan with direct output (Immediate refreshing can be performed with IORF(97).) Ladder diagram 1 step per instruction, 1 to 5 words per instruction Basic instructions: Special instructions: Basic instructions: Special instructions: 4,096 words 30 points 90 points max. 40 points 100 points max. 60 points 120 points max. 14 105 instructions, 185 variations 0.64 s (LD instruction) 7.8 s (MOV instruction)
External interrupts: 4 (Shared by the external interrupt inputs (counter mode) and the quick-response inputs.) 1 (Scheduled Interrupt Mode or Single Interrupt Mode) One high-speed counter: 20 kHz single-phase or 5 kHz two-phase (linear count method) Counter interrupt: 1 (set value comparison or set-value range comparison) Four inputs (Shared with external interrupt inputs (counter mode) and quick-response inputs.) Counter interrupts: 4 (Shared by the external interrupt inputs and quick-response inputs.) Two points with no acceleration/deceleration, 10 to 10 kHz each, and no direction control. One point with waveform acceleration/deceleration, 10 to 10 kHz, and direction control. Two points with variable duty-ratio outputs using PWM(). (Pulse outputs can be used with transistor outputs only, they cannot be used with relay outputs.) One point: A pulse output can be created by combining the high-speed counter with the pulse output and multiplying the frequency of the input pulses from the high-speed counter by a fixed factor. (This output is possible with transistor outputs only, it cannot be used with relay outputs.) Four points (Min. input pulse width: 50 s min.)
Highspeed counter
Pulse output
Quick-response inputs
15
CPM2A Specifications
Item Analog controls Input time constant Clock function Communications functions 2 controls, setting range: 0 to 200 Can be set for all input points. (1 ms, 2 ms, 3 ms, 5 ms, 10 ms, 20 ms, 40 ms, or 80 ms; default setting: 10 ms) Shows the year, month, day of the week, day, hour, minute, and second. (Battery backup) Built-in peripheral port: Supports host link, peripheral bus, no-protocol, or Programming Console connections. Built-in RS-232C port: Supports host link, no-protocol, 1:1 Slave Unit link, 1:1 Master Unit link, or 1:1 NT Link connections. Analog I/O Unit: Provides 2 analog inputs and 1 analog output. CompoBus/S I/O Link Unit: Provides 8 inputs and 8 outputs as a CompoBus/S Slave. HR area, AR area, program contents, read/write DM area contents, and counter values maintained during power interruptions. Flash memory: Program, read-only DM area, and PC Setup Battery backup: The read/write DM area, HR area, AR area, and counter values are backed up by a battery. (Battery life is approximately 5 years.) CPU Unit failure (watchdog timer), I/O bus error, and memory failure, battery error No END instruction and programming errors are checked at the start of operation. Specification
16
CPM2A Specifications
CPM2A I/O Specifications
1. CPU Unit Input Specifications
Item Input voltage Input impedance All IN00000 to IN00001 IN00002 to IN00006 IN00007 and up IN00000 to IN00001 IN00002 to IN00006 IN00007 and up IN00000 to IN00001 IN00002 and up All All All IN00000 to IN00001
10,000 pF Internal Circuits 2.7 k 680
Inputs 24 VDC
+10%/ 15%
Specification 2.7 k 3.9 k 4.7 k 8 mA typical 6 mA typical 5 mA typical 17 VDC min., 5 mA 14.4 VDC min., 3 mA 5.0 VDC max., 1 mA 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.) 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.)
Input LED
Input current
IN00002 to IN00006
750 3.9 k
IN00007 and up
Input LED
750 4.7 k
Internal Circuits
Note: The input time constant can be set to 1, 2, 3, 5, 10, 20, 40, or 80 ms in the PC Setup.
Z-phase pulse input/Hardware reset input (IN00002 can be used as a normal input when it is not used as a high-speed counter input.)
Interrupt Inputs
Inputs IN00003 through IN00006 can be used as interrupt inputs (interrupt input mode or counter mode) and quick-response inputs. The minimum pulse width for these inputs is 0.05 ms.
17
CPM2A Specifications
2. Expansion I/O Unit Input Specifications
Item Input voltage Input impedance Input current ON voltage OFF voltage ON delay OFF delay Circuit configuration 24 VDC 4.7 k 5 mA typical 14.4 VDC min. 5.0 VDC max. 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.) 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.)
Input LED 750 4.7 k Internal Circuits
+10%/ 15%
Specification
Note: The input time constant can be set to 1, 2, 3, 5, 10, 20, 40, or 80 ms in the PC Setup.
Specification
150,000 operations (30-VDC resistive load) 100,000 operations (240-VAC inductive load, cos = 4) 20,000,000 operations
Internal Circuits
18
CPM2A Specifications
2. Transistor Output (Sinking)
Item Max. switching capacity Specification 30CDT-D 40CDT-D 60CDT-D OUT01000, 01001: 4.5 to 30 VDC, 0.2 A/output OUT01002 and up: 4.5 to 30 VDC, 0.3 A/output 0.8 A/common 2.4 A/Unit Leakage current Residual voltage ON delay OFF delay 0.1 mA max. 1.5 V max. OUT01000 and OUT01001: OUT01002 and up: OUT01000 and OUT01001: OUT01002 and up: 1 fuse/output 20 s max. 0.1 ms max. 40 s max. (4.5 to 26.5 V, 10 to 100 mA) 0.1 ms max. (4.5 to 30 V, 10 to 300 mA) 1 ms max. (4.5 to 30 V, 10 to 300 mA) 0.1 ms max. 1 ms max.
(24VDC+10%/5%, 5 to 300 mA)
8ET
20EDT
24 VDC+10%/5%, 0.3 A/output
1 fuse/common
Output LED OUT
Internal Circuits
OUT
24 VDC
COM ()
8ET1
20DET1
24 VDC+10%/5%, 0.3 A/output
1 fuse/common
Output LED COM (+) Internal Circuits OUT 24 VDC
OUT
19
CPM2A Specifications
Analog I/O Unit
Up to 3 Expansion Units (including CPM1A-MAD01 Analog I/O Units) can be connected to a CPM2A CPU Unit.
Item Analog a og inputs i t Number of inputs Input signal range Maximum rated input External input impedance Resolution Overall precision Converted A/D data Analog a og output t t (See note 1.) Number of outputs Output signal range External output max. current External output allowed load resistance Resolution Overall precision Data setting Conversion time (See note 2.) Isolation method 2 0 to 10 V or 1 to 5 V 15 V 1 M min. 1/256 1.0% of full scale 8-bit binary 1 0 to 10 V or 10 to 10 V 5 mA --4 to 20 mA --350 4 to 20 mA 30 mA 250 rated Voltage I/O Current I/O
1/256 (1/512 when the output signal range is 10 to 10 V.) 1.0% of full scale 8-bit binary with sign bit 10 ms/Unit max. Photocoupler isolation between I/O terminals and PC (There is no isolation between the analog I/O signals.)
Note 1. The voltage output and current output can be used at the same time, but the total output current cannot exceed 21 mA. 2. The conversion time is the total time for 2 analog inputs and 1 analog output.
CS1j, C200Hj, CQM1, or SRM1 PC Special flat cable or VCTF cable Up to 16 Slaves can be connected. (Up to 8 Slaves with the CQM1-SRM21.)
Specifications
Item Model number Master/Slave Number of I/O bits Number of words occupied in CPM2A I/O memory Node number setting CPM1A-SRT21 CompoBus/S Slave 8 input bits, 8 output bits 1 input word, 1 output word (Allocated in the same way as other Expansion Units) Set using the DIP switch. Specification
Note: See the CompoBus/S Catalog (Q103) for more details on CompoBus/S communications.
20
CPM2C Specifications
CPM2C General Specifications
Item CPU Units with 10 I/O points Relay outputs Supply voltage Operating voltage range Power consumption Inrush current Insulation resistance Dielectric strength Noise immunity Vibration resistance Shock resistance Ambient temperature Humidity Atmosphere I/O interface Power interrupt time Weight 24 VDC 20.4 to 26.4 VDC 4W 21 A max. 20 M min. (at 500 VDC) between insulated circuits 2,300 VAC for 1 min (between insulated circuits) 1,500 Vp-p, pulse width: 0.1 to 1 s, rise time: 1-ns pulse (via noise simulator) 10 to 57 Hz, 0.075-mm amplitude, 57 to 150 Hz, acceleration: 9.8 m/s2 in X, Y, and Z directions for 80 minutes each (Time coefficient; 8 minutes coefficient factor 10 = total time 80 minutes) 147 m/s2 three times each in X, Y, and Z directions Operating: 0 to 55C Storage: 20 to 75C (except for the battery) 10% to 90% (with no condensation) Must be free from corrosive gas Terminal block 2 ms min. 200 g max. 200 g max. 300 g max. 200 g max. 300 g max. Connector Terminal block Connector 1W Transistor outputs CPU Units with 20 I/O points (Transistor outputs) Expansion I/O Units 10 I/O points (Relay outputs) 24 I/O points (Transistor outputs)
21
CPM2C Specifications
CPM2C Characteristics
Item 10 I/O points (Relay outputs) Control method I/O control method Programming language Instruction length Instructions Execution time Program capacity I/O CPU Unit only capacity With Expansion I/O i Units Input bits Output bits Work bits Special bits (SR area) Temporary bits (TR area) Holding bits (HR area) Auxiliary bits (AR area) Link bits (LR area) Timers/Counters IR 00000 to IR 00915 (Words not used for input bits can be used for work bits.) IR 01000 to IR 01915 (Words not used for output bits can be used for work bits.) 928 bits: IR 02000 to IR 04915 (Words IR 020 to IR 049) and IR 20000 to IR 22715 (Words IR 200 to IR 227) 448 bits: SR 22800 to SR 25515 8 bits (TR0 to TR7) 320 bits: HR 0000 to HR 1915 (Words HR 00 to HR 19) 384 bits: AR 0000 to AR 2315 (Words AR 00 to AR 23) 256 bits: LR 0000 to LR 1515 (Words LR 00 to LR 15) 256 timers/counters (TIM/CNT 000 to TIM/CNT 255) 1-ms timers: TMHH() 10-ms timers: TIMH(15) 100-ms timers: TIM 1-s/10-s timers: TIML() Decrementing counters: CNT Reversible counters: CNTR(12) Data memory Read/Write: 2,048 words (DM 0000 to DM 2047)* Read-only: 456 words (DM 6144 to DM 6599) PC Setup: 56 words (DM 6600 to DM 6655) *The Error Log is contained in DM 2000 to DM 2021.
Basic interrupts
CPU Unit Specification 10 I/O points (Transistor outputs) 20 I/O points (Transistor outputs)
Stored program method Cyclic scan with direct output (Immediate refreshing can be performed with IORF(97).) Ladder diagram 1 step per instruction, 1 to 5 words per instruction Basic instructions: Special instructions: Basic instructions: Special instructions: 4,096 words 10 points 130 points max. 20 points 140 points max. 14 105 instructions, 185 variations 0.64 s (LD instruction) 7.8 s (MOV instruction)
2 interrupts 2 interrupts 4 interrupts Shared by the external interrupt inputs (counter mode) and the quick-response inputs. 1 (Scheduled Interrupt Mode or Single Interrupt Mode) One high-speed counter: 20 kHz single-phase or 5 kHz two-phase (linear count method) Counter interrupt: 1 (set value comparison or set-value range comparison) 2 inputs 2 inputs 4 inputs Shared by the external interrupt inputs and the quick-response inputs. Count-up interrupts: Shared by the external interrupt inputs and the quick-response inputs. Two points with no acceleration/deceleration, 10 Hz to 10 kHz each, and no direction control. One point with trapezoid acceleration/deceleration, 10 Hz to 10 kHz, and direction control. Two points with variable duty-ratio outputs (using PWM()). (Pulse outputs can be used with transistor outputs only, they cannot be used with relay outputs.)
Highspeed counter
Pulse output
22
CPM2C Specifications
Item 10 I/O points (Relay outputs) Synchronized pulse control CPU Unit Specification 10 I/O points (Transistor outputs)
One point: A pulse output can be created by combining the high-speed counter with pulse outputs and multiplying the frequency of the input pulses from the high-speed counter by a fixed factor. (This output is possible with transistor outputs only, it cannot be used with relay outputs.) 2 inputs 2 inputs 4 inputs Shared by the external interrupt inputs and the interrupt inputs (counter mode). Min. input pulse width: 50 s max. Can be set for all input points. (1 ms, 2 ms, 3 ms, 5 ms, 10 ms, 20 ms, 40 ms, or 80 ms) Shows the year, month, day of the week, day, hour, minute, and second. (Battery backup) The following CPU Units have a built-in clock: CPM2C-10C1DR-D, CPM2C-10C1DTC-D, CPM2C-10C1DT1C-D, CPM2C-20C1DTC-D, and CPM2C-20C1DT1C-D. Peripheral port: Supports Host Link, peripheral bus, no-protocol, or Programming Console connections. RS-232C port: Supports Host Link, no-protocol, 1:1 Slave Unit Link, 1:1 Master Unit Link, or 1:1 NT Link connections. A CPM2C-CN111, CS1W-CN114, or CS1W-CN118 Connecting Cable is required to connect to the CPM2Cs communications port.
Q Quick-response inputs
Input time constant (ON response time = OFF response time) Clock function
Communications functions
HR area, AR area, program contents, read/write DM area contents, and counter values are maintained during power interruptions. Flash memory: Program, read-only DM area, and PC Setup Memory backup: The read/write DM area, HR area, AR area, and counter values are backed up. When a battery is installed, its lifetime is approximately 2 years at 25C. When a battery is not installed, the internal capacitor will backup memory for 10 days at 25C. (See note.)
CPU Unit failure (watchdog timer), I/O bus error, battery error, and memory failure No END instruction, programming errors (checked when operation is started)
Note: A CPM2C-BAT01 Battery can be installed in CPU Units that are not equipped with a clock to backup the contents of the read/ write DM area, HR area, AR area, and counter values. Memory can be backed up for up to 2 years.
23
CPM2C Specifications
CPM2C I/O Specifications
1. CPU Unit Input Specifications
Item Input voltage Input im edance In ut impedance All IN00000 to IN00001 IN00002 to IN00006 IN00007 and up Input current In ut IN00000 to IN00001 IN00002 to IN00006 IN00007 and up ON voltage/current OFF voltage/current ON delay OFF delay Circuit configuration IN00000 to IN00001 IN00002 and up All All All IN00000 to IN00001
IN 2.7 k
Inputs 24 VDC +10%/15% 2.7 k 3.9 k 4.7 k 8 mA typical 6 mA typical 5 mA typical 17 VDC min., 5.0 mA 14.4 VDC min., 3.5 mA 5.0 VDC max., 1.1 mA 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.) 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.)
Specification
1 k
IN00002 to IN00006
IN 3.9 k
820
IN00007 to IN00011
IN 4.7 k Internal circuits Input LED
750
COM
Note:
The input time constant can be set to 1, 2, 3, 5, 10, 20, 40, or 80 ms in the PC Setup.
Z-phase pulse input or hardware reset input (IN00002 can be used as a normal input when it is not used as a high-speed counter input.)
Interrupt Inputs
CPM2C PCs have inputs that can be used as interrupt inputs (interrupt input mode or counter mode) and quick-response inputs. The minimum pulse width for these inputs is 50 s. In CPU Units with 10 I/O points, inputs IN00003 and IN00004 can be used as interrupt inputs. In CPU Units with 20 I/O points, inputs IN00003 through IN00006 can be used as interrupt inputs.
24
Internal circuits
Internal circuits
CPM2C Specifications
2. Expansion I/O Unit Input Specifications
Item Input voltage Input impedance Input current ON voltage OFF voltage ON delay OFF delay Circuit configuration
IN 4.7 k Internal circuits Input LED OUT COM OUT COM
Specification 24 VDC 4.7 k 5 mA typical 14.4 VDC min., 3.5 mA 5.0 VDC max., 1.1 mA 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.) 1 to 80 ms max. Default: 10 ms (See note.)
+10%/ 15%
750
COM
Note: The input time constant can be set to 1, 2, 3, 5, 10, 20, 40, or 80 ms in the PC Setup.
Specification
150,000 operations (30-VDC resistive load) 100,000 operations (240-VAC inductive load, cos = 0.4) 20,000,000 operations
Internal circuits
25
CPM2C Specifications
2. Transistor Output (Sinking or Sourcing)
Item Max. switching capacity Min. switching capacity Max. inrush current Leakage current Residual voltage ON delay OFF delay Specification 40 mA/4.5 VDC to 300 mA/20.4 VDC, 300 mA (20.4 VDC to 26.4 VDC), 0.3 A/output 0.5 mA 0.9 A for 10 ms (charging and discharging waveform) 0.1 mA max. 0.8 V max. OUT01000 and OUT01001: OUT01002 and up: OUT01000 and OUT01001: 20 s max. 0.1 ms max. 40 s max. for 4.5 to 26.5 V, 10 to 300 mA 0.1 ms max. for 4.5 to 30 V, 0.5 to 10 mA
OUT01002 and up: 1 ms max. 1 fuse for each 2 outputs (The fuse cannot be replaced by the user.)
Sinking Outputs Internal circuits
24 VDC OUT OUT
COM ()
Output LED
26
CPM2A Dimensions
CPM2A-30CDj-j CPU Units
CPU Units with DC Power CPU Units with AC Power
27
CPM2A Dimensions
CPM1A-20EDj Expansion I/O Units CPM1A-8jjj Expansion I/O Units
28
CPM2A Dimensions
CPM1-CIF01 RS-232C Adapter
Two, 4.8 dia.
CPU Unit
29
CPM2C Dimensions
CPU Units
CPU Units with Relay Outputs (CPM2C-10CDR-D, CPM2C-10C1DR-D) CPU Units with Transistor Outputs (CPM2C-10/20CDTC-D, CPM2C-10/20C1DTC-D, CPM2C-10/20CDT1C-D, CPM2C-10/20C1DT1C-D)
CPU Unit Expansion Expansion Expansion Expansion Expansion I/O Unit I/O Unit I/O Unit I/O Unit I/O Unit
30
Functions
The illustrations in this section show CPM2A PCs, but the same functions are available in CPM2C PCs unless otherwise stated.
Interrupts
The CPM2A and CPM2C provide the following kinds of interrupt processing.
Interrupt Inputs
Interrupt programs are executed when inputs to the CPU Units built-in input points (00003 to 00006) are turned from OFF to ON. Interrupt subroutine numbers 000 to 003 are allocated to input points 00003 to 00006.
Count-up Interrupts
Input signals to the CPU Units built-in input points (00003 to 00006) are counted at high speed (up to 2 kHz), and the normal program is stopped and an interrupt program is executed when the count reaches the SV. Interrupt subroutine numbers 000 to 003 are allocated to input points 00003 to 00006.
Interrupt program
Subroutine
Single-interrupt mode Interrupt is executed once when time has elapsed. 0.5 to 319,968 ms (Unit: 0.1 ms)
Interrupt response time 0.3 ms (from when time has elapsed until execution of interrupt program)
31
Functions
High-speed Counters
The CPM2A/CPM2C CPU Unit has a built-in high-speed counter that can count input pulses at up to 20 kHz. When combined with the interrupt function, the high-speed counter can be used for target-value comparison or range comparison control that is unaffected by the cycle time.
Counter inputs
Reset inputs (for differential phase inputs) Rotary encoder (such as E6C2-C)
Sensor
Input mode (count value) Differential phase input mode (-8,388,608 to 8,388,607) Pulse + direction input mode (-8,388,608 to 8,388,607) Up/down pulse input mode (-8,388,608 to 8,388,607) Increment mode (0 to 16,777,215)
Counter PV Storage
Control method
SR 248 and SR 249 Target value g comparison i interrupts Range comparison interrupts
Counter input
Input mode (count value) Incrementing counter ( g (0000 to FFFF) ) Decrementing counter (0000 to FFFF)
32
Functions
Pulse Outputs
The CPM2A/CPM2C has two pulse outputs. The PC Setup can be set to use these outputs as two single-phase outputs without acceleration and deceleration, two variable duty-ratio pulse outputs, or pulse outputs with trapezoidal acceleration/deceleration (one pulse + direction output and one up/down pulse output). The pulse outputs PV coordinate system can also be specified in the PC Setup as either relative or absolute.
Stepping motor
Single-phase pulse output without witho t accel/decel Controlling instruction(s) PULS(65) and SPED(64) Output number 01000 01001 Output frequency range Pitch Duty ratio Pulse output 0 (See note.) Pulse output 1 (See note.) 10 Hz to 10 kHz 10 Hz 50%
Item
Variable duty-ratio pulse output o tp t PWM() Pulse output 0 (See note.) Pulse output 1 (See note.) 0.1 Hz to 999.9 Hz 0.1 Hz 0 to 100%
Single-phase pulse output with trapezoidal acceleration/deceleration Pulse + direction output PULS(65) and ACC() Pulse output 0 Pulse output Direction output 10 Hz to 10 kHz 10 Hz 50% Pulse output 0 CW pulse output CCW pulse output 10 Hz to 10 kHz 10 Hz 50% Up/down pulse output
Note: With single-phase pulse outputs, pulse outputs 0 and 1 can each be output independently.
33
Functions
Synchronized Pulse Control
The CPM2A/CPM2Cs high-speed counter function can be combined with the pulse output function to generate an output pulse at a specified multiple of the input pulse frequency. (This function is supported only by the SSS.)
Pulse input 00000 or 00001 Counter input 20 kHz max.
Main motor
Rotary encoder
Item Phase differential input mode Input number Input method Input frequency range 00000 00001 A-phase input B-phase input Phase differential quadruple input
Input mode Pulse + direction input mode Count input Direction input Single-phase input Up/down pulse input mode CW input CCW input Single-phase input Increment mode Count input See note 1. Single-phase input
10 Hz to 500 Hz (accuracy 1 Hz) 20 Hz to 1 kHz (accuracy 1 Hz) 300 Hz to 20 kHz (accuracy 25 Hz) (See note 2.) 10 Hz to 10 kHz (accuracy 10 Hz) 1 % to 1,000% (Can be specified in units of 1%.) 10 ms
Output frequency range Frequency ratio (scaling factor) Synchronized control cycle
Note
1. Can be used as an ordinary input. 2. The accuracy is 10 Hz when the input frequency is 10 kHz or less.
Quick-response Inputs
The CPM2A CPU Units and CPM2C CPU Units with 20 I/O points have four inputs that can be used for quick-response inputs. The CPM2C CPU Units with 10 I/O points have two inputs that can be used for quick response inputs. These inputs are shared with interrupt inputs and 2-kHz high-speed counter inputs. Quick-response inputs are received into an internal buffer, so signals that change status within a cycle can be received.
Overseeing Program execution I/O refreshing Overseeing Program execution I/O refreshing
Inputs 00003 through 00006 can be used as interrupt inputs, 2-kHz high-speed counter inputs, or quick-response inputs. These inputs can be used as ordinary inputs if they are not used as interrupt inputs, 2-kHz high-speed counter inputs, or quick-response inputs. Inputs 00005 and 00006 cannot be used with the CPM2C CPU Unit with 10 I/O points.
34
Functions
Analog Controls (CPM2A Only)
The CPM2A CPU Unit has two analog controls that can be used for a wide range of timer and counter analog settings. As these controls are turned, values from 0 to 200 (BCD) are stored in the SR Area. Control Analog control 0 Analog control 1 Storage area SR 250 SR 251 Set value (BCD) 0000 to 0200 0000 to 0200
Clock Function
The CPM2A and some CPM2Cs have a built-in clock (accuracy: 1 minute/month) that allows the date and time to be read from the ladder program. The time can be overwritten from a Programming Console or other Programming Device, but the CPM2A is also equipped with a 30-second Compensation Bit. The time will be rounded off to the nearest minute when this bit is turned ON, so the time can be set very accurately by turning ON this bit when the time tone is heard on the radio. (The CPM2C CPU Units have models with the clock function and models without.)
AR17 AR18 AR19 AR20 AR21 15 8 7 0 Hour Minute Minute Second Date Hour Year Month Day of week
2 digits BCD each. (Only the last 2 digits of the year are displayed.) 00 to 06: Sunday to Saturday
AR2115 Clock Set Bit AR2114 Clock Stop Bit AR2113 30-second Adjustment Bit
NT Link
The CPM2A/CPM2C can be connected to an OMRON PT (Programmable Terminal) in NT Link mode (1:1). A communications program is not required in the CPM2A/CPM2C. The RS-232C port can be used for the NT Link.
CPM2A CPU Unit
RS-232C cable
OMRON PT
RS-232C port
35
Instructions
The CPM2A and CPM2C support 119 basic and special instructions. Ladder Diagram Instructions Data Movement Instructions
Name LOAD LOAD NOT AND AND NOT OR OR NOT AND LOAD OR LOAD Mnemonic LD LD NOT AND AND NOT OR OR NOT AND LD OR LD Variations ----------------MOVE MOVE NOT BLOCK TRANSFER BLOCK SET DATA EXCHANGE SINGLE WORD DISTRIBUTE DATA COLLECT MOVE BIT MOVE DIGIT Mnemonic OUT OUT NOT SET RSET KEEP(11) DIFU(13) DIFD(14) Variations --------------WORD SHIFT ARITHMETIC SHIFT LEFT ARITHMETIC SHIFT RIGHT ROTATE LEFT ROTATE RIGHT ONE DIGIT SHIFT LEFT ONE DIGIT SHIFT RIGHT Variations ------------INCREMENT DECREMENT REVERSIBLE SHIFT REGISTER ASYNCHRONOUS SHIFT REGISTER Name Mnemonic MOV(21) MVN(22) XFER(70) BSET(71) XCHG(73) DIST(80) COLL(81) MOVB(82) MOVD(83) Variations @ @ @ @ @ @ @ @ @
Shift Instructions
Name SHIFT REGISTER Mnemonic SFT(10) WSFT(16) ASL(25) ASR(26) ROL(27) ROR(28) SLD(74) SRD(75) SFTR(84) ASFT(17)1 Variations --@ @ @ @ @ @ @ @ @
Increment/Decrement Instructions
Name Mnemonic INC(38) DEC(39) Variations @ @
Calculation Instructions
Name BCD ADD BCD SUBTRACT BCD MULTIPLY BCD DIVIDE BINARY ADD BINARY SUBTRACT BINARY MULTIPLY BINARY DIVIDE Mnemonic ADD(30) SUB(31) MUL(32) DIV(33) ADB(50) SBB(51) MLB(52) DVB(53) ADDL(54) SUBL(55) MULL(56) DIVL(57) Variations @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @
Comparison Instructions
Name COMPARE TABLE COMPARE DOUBLE COMPARE BLOCK COMPARE AREA RANGE COMPARE DOUBLE AREA RANGE COMPARE Mnemonic CMP(20) TCMP(85) CMPL(60)1 BCMP(68)1 ZCP(1)2 ZCPL(1)2 Variations --@ --@ -----
DOUBLE BCD ADD DOUBLE BCD SUBTRACT DOUBLE BCD MULTIPLY DOUBLE BCD DIVIDE
Note 1. Expansion instructions with default function codes. 2. Instructions not supported by the CPM1A. 3. Supported only by the SSS.
36
Instructions
Conversion Instructions
Name BCD-TO-BINARY BINARY-TO-BCD DOUBLE BCD-TO-DOUBLE BINARY DOUBLE BINARY-TO-DOUBLE BCD DATA DECODER DATA ENCODER ASCII CONVERT ASCII-TO-HEXADECIMAL 2S COMPLEMENT HOURS-TO-SECONDS SECONDS-TO-HOURS Mnemonic BIN(23) BCD(24) BINL(58)2 BCDL(59)2 MLPX(76) DMPX(77) ASC(86) HEX(1)2 NEG(1)2 SEC(1)2 HMS(1)2 Variations @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ SET PULSES PULSE W/ VARIABLE DUTY RATIO ACCELERATION CONTROL SYNCHRONIZED PULSE CONTROL
Communications Instructions
Name Mnemonic RXD(47)1, 2 TXD(48)1, 2 STUP(1)2 Variations @ @ @ RECEIVE TRANSMIT CHANGE RS-232C SETUP
Step Instructions
Name Mnemonic STEP(08) SNXT(09) Variations -----
Logic Instructions
Name COMPLEMENT LOGICAL AND LOGICAL OR EXCLUSIVE OR EXCLUSIVE NOR
Display Instructions
Name Mnemonic MSG(46) Variations @ MESSAGE DISPLAY
Subroutine Instructions
Name SUBROUTINE CALL SUBROUTINE ENTRY SUBROUTINE RETURN MACRO Mnemonic SBS(91) SBN(92) RET(93) MCRO(99) Variations @ ----@
Note 1. Expansion instructions with default function codes. 2. Instructions not supported by the CPM1A. 3. Instructions improved in the CPM2A/CPM2C. 4. Supported only by the SSS.
37
ORDERING GUIDE
International Standards The products shown in the attached tables are those that conform to the UL, CSA, NK, Lloyds Register, and EC Directives as of the end of May 1999. (U: UL, C: CSA, N: NK, L: Lloyd, CE: EC Directives) Please contact OMRON representative for application conditions. EMC Directives OMRON devices that comply with EC Directives also conform to the related EMC standards so that they can be more easily built into other devices or the overall machine. The actual products have been checked for conformity to EMC standards (see the following note). Whether the products conform to the standards in the system used by the customer, however, must be confirmed by the customer.
EMC-related performance of the OMRON devices that comply with EC Directives will vary depending on the configuration, wiring, and other conditions of the equipment or control panel on which the OMRON devices are installed. The customer must, therefore, perform the final check to confirm that devices and the overall machine conform to EMC standards. Applicable EMC Standards EMS (Electromagnetic Susceptibility): EN61131-2 EMI (Electromagnetic Interference): EN50081-2 (Radiated emission: 10-m regulations) Low Voltage Directive OMRON Power Supply Units and I/O Units have been determined safe when operating at voltages of 50 to 1,000 VAC and 75 to 1,500 VDC according to the safety standards in EN61131-2.
38
Expansion Units
Max. number of Units Expansion I/O 3 Units Units U i max. (See note.) Expansion Unit Output type Inputs Outputs Model Standards
Relay Transistor (sinking) Transistor (sourcing) --Relay Transistor (sinking) Transistor (sourcing) Analog
12
8 ----2
--8 8 1
---
U, C, CE CPM1A-SRT21
Note: Only one Expansion Unit can be connected if an NT-AL001 Adapter is connected to the CPU Units RS-232C port.
39
Support Software
Product SYSMAC Support Software SYSMAC-CPT Support Software Functions 3.5, 2HD for IBM PC/AT compatible For IBM PC/AT or compatible computer (3.5 disks (2HD) and CD ROM) Model C500-ZL3AT1-E WS01-CPTB1-E ----Standards
RS-232C port
For a D-sub 9-pin port For a D-sub 25-pin port For a half-pitch 14-pin port
2m 5m 2m 5m 2 m +0.15 m 5 m +0.15 m
Adapters
Product RS-232C Adapter RS-422 Adapter Link Adapter RS-422A Adapter Function Peripheral port level conversion RS-232C to RS-422A conversion i For personal computer connection (Can also be connected to the CPM2A.) For CPM2A connection (Can also be connected to a personal computer, but requires an external 5-V power supply.) Model CPM1-CIF01 CPM1-CIF11 B500-AL004 NT-AL001 Standards U, C, N, L, CE U, C, N, L, CE -----
Battery
Product Backup Battery (See note.) Function Backs up memory in the CPM2A CPU Unit. Model CPM2A-BAT01 --Standards
40
I/O connector
U, C, CE
U, C, CE
41
RS-232C Cable
Product RS-232C Cable Computer port For a D-sub 9-pin port For a D-sub 25-pin port For a half-pitch 14-pin port Length 2m 5m 2m 5m 2 m +0.15 m 5 m +0.15 m Model XW2Z-200S-V XW2Z-500S-V XW2Z-200S XW2Z-500S XW2Z-200S XW2Z-S001 XW2Z-500S XW2Z-S001 Standards -----------------
Adapters
Product RS-232C Adapter RS-422 Adapter Link Adapter RS-422A Adapter Function Peripheral port level conversion RS-232C to RS-422A RS 422A conversion For personal computer connection (Can also be connected to the CPM2A.) For CPM2A connection (Can also be connected to a personal computer, but requires an external 5-V power supply.) Model CPM1-CIF01 CPM1-CIF11 B500-AL004 NT-AL001 Standards U, C, N, L, CE U, C, N, L, CE -----
Battery
Product Battery Function Backs up memory in the CPM2C CPU Unit. Model CPM2C-BAT01 --Standards
42
Standards -------------
8 outputs
NPN ( common) (+ )
Model
Standards -----------
DC Power Supplies
Product DC Power Supply (3 W) DC Power Supply (7.5 W) Output voltage/current 24 VDC, 0.13 A 24 VDC, 0.3 A Input voltage 85 VAC to 264 VAC 85 VAC to 264 VAC Model S82S-0324 S82S-0724 U, C U, C Standards
43
OMRON Corporation
Systems Components Division 66 Matsumoto Mishima-city,Shizuoka 411-8511 Japan Tel:(81)559-77-9633 Fax:(81)559-77-9097
Regional Headquarters
OMRON EUROPE B.V. Wegalaan 67-69, NL-2132 JD Hoofddorp The Netherlands Tel:(31)2356-81-300/Fax:(31)2356-81-388 OMRON ELECTRONICS, INC. 1 East Commerce Drive, Schaumburg, IL 60173 U.S.A. Tel:(1)847-843-7900/Fax: (1)847-843-8568 OMRON ASIA PACIFIC PTE. LTD. 83 Clemenceau Avenue, #11-01, UE Square, Singapore 239920 Tel:(65)835-3011/Fax : (65)835-2711
Authorized Distributor:
LAMPIRAN B
Solenoid Valve
6. Lead Wires
The media controlled by the solenoid valve enters the valve through the inlet port (Part 2 in the illustration above). The media must flow through the orifice (9) before continuing into the outlet port (3). The orifice is closed and opened by the plunger (7).
The valve pictured above is a normally-closed solenoid valve. Normally-closed valves use a spring (8) which presses the plunger tip against the opening of the orifice. The sealing material at the tip of the plunger keeps the media from entering the orifice, until the plunger is lifted up by an electromagnetic field created by the coil.
Selecting the correct sealing material for your solenoid valve requires an understanding of available sealing materials. Seals are usually the most limiting factor of a solenoid valve. The seal selection should take the following items into consideration:
The next sections describe the most common seal materials available for solenoid valves. Usually more than one seal material is available for each valve type. Solenoid-valve-info.com cannot be held responsible for any information provided below. If you need more detailed information on chemical compatibility, Cole-Parmer Instrument Company has an excellent, searchable chemical compatibility database on their website.
Nitrile Rubber (NBR / Buna-N)
The chemical name for Nitrile rubber is Butadiene Acrylonitrile. However, most commonly it is referred to as NBR or Buna-N. NBR is probably the most common solenoid valve seal material and it is considered the standard material for neutral fluids by many. NBR is also the standard material for O-rings. NBR can stand media temperatures to approximately 190 degrees Fahrenheit (90 degrees Celsius) on continuous basis, and higher temperatures intermittently. NBR resists aging caused by heat very well. However, NBR's resistance to sunlight is very poor. Abrasion and tear resistance of NBR is very good.
NBR seals are most commonly used with the following media:
Aliphatic hydrocarbons Petroleum Fuels Mineral Oil Vegetable Oil Hydraulic fluids Alcohol Many Acids Abrasion
Ozone Acetone Methyl Ethyl Ketone Chlorinated Hydrocarbons Ethers and Esters
In addition to solenoid valve seals, NBR rubber is often used for water pump, carburetor, transmission, hydraulic pump, and hydraulic actuator seals.
EPDM Rubber
EPDM stands for Ethylene Propylene Diene Monomer rubber. EPDM solenoid valve seals are well suited for use with hot water due to EPDM's excellent resistance to heat. The maximum service temperature of EPDM is approximately 250 degrees Fahrenheit (120 degrees Celsius). EPDM is unsuitable for use with most oils and fuels. EPDM seals are most commonly used with the following media:
Heat Ozone Oxidizing Chemicals Up to Medium Concentration Acids Alkalis Fireproof hydraulic fluids Many Ketones and Alcohols Sunlight Abrasion and Tearing
Most Oils and Fuels Hydrocarbons Aromatic and Aliphatic Hydrocarbons Halogenated Solvents Concentrated Acids
Viton (FKM)
Viton is a brand name for the fluoroelastomer manufactured by DuPont. It is well know for its excellent heat resistance, making service temperatures nearing 300 degrees Fahrenheit (150 degrees Celsius) possible. Viton seals are most commonly used with the following media:
Hydrocarbons Many Aggressive Chemicals Diluted Acids Weak Alkalis Mineral Oils Aliphatic and Aromatic Hydrocarbons Chlorinated Hydrocarbons
Sunlight Ozone
Ketones Acetone
PTFE - Polytetrafluoroethylene
PTFE is a polytetrafluoroethylene. The most well know trademark of PTFE is DuPont's Teflon. PTFE is practically resistant to all fluids. PTFE is non-elastic, limiting its use in certain applications. PTFE can be used with media reaching very high temperatures (up to 450 degrees Fahrenheit / 230 degrees Celsius). PTFE is well suited for ball valve applications.
The purpose of a solenoid valve coil is to convert electrical energy into linear motion. The coil consists of copper wire (or aluminum) wound around a hollow form. When electric current flows through the coil, a magnetic field is created. This is accomplished by placing a ferromagnetic core inside the coil. In a solenoid valve, the ferromagnetic core is called the valve plunger. When the current flows through the coil, the lines of magnetic flux turn the plunger into an electromagnet. The magnetic field causes the plunger to slide further up into the coil, opening the valve body orifice or pilot orifice.
Solenoid Valve Coils (DC) and Electrical Polarity
A common question about solenoid valve coils is whether the electrical current polarity matters in a DC coil. Most coils with lead wires use the same color wire for both terminals and have no polarity markings. The answer is that polarity does not matter. You can connect the positive terminal to either of the two wires without affecting the operation of the valve. Please click here to read the full explanation about coil polarity.
Solenoid Valve Coil Voltages
Solenoid valve coils are available for both DC and AC electricity. Although a coil can be made to work with almost any imaginable voltage, the most common voltages available are:
he advantage of the low voltage coils is obviously electrical safety. Hobbyists and do-it-yourselfers often power the low voltage solenoid valves with wall transformers. Most smaller valves 12 VDC valves can be powered by a 12-Volt / 500 mA
power supply. However, always make sure your power supply does meet or exceed the power requirement of the solenoid. The 24 VAC solenoid valves appeal to hobbyists as well since they can be easily controlled by irrigation timers. Most industrial applications and heavy machinery use solenoids with 24 VDC coils.
Types of Coil Construction
Solenoid valve coil construction usually falls in one of the following two categories:
A tape wrapped coil is manufactured by looping conductor wire (also called magnet Tape Wrapped Coil wire) around a spool or bobbin. The magnet wire has a thin insulation layer around it. The completed winding is then protected by a insulation tape. Thus, the name tape wrapped coil. Encapsulated coils basically follow the same basic principle as the tape wrapped coil. However, instead of being protected by tape, the winding is encapsulated or molded over in suitable resin. Tape wrapped coils are used in applications Tape Wrapped Coil with relatively mild environments. Tape (Tape Removed ) wrapped coils allow for much smaller production runs. However, tape wrapped coils have a much lower resistance against moisture than encapsulated coils. In addition, encapsulated coils have much stronger lead wires (to protect against pull-out).
Coils with DIN Connectors
Valve manufacturers often offer a DIN connector option on their coils. Instead of Encapsulated (Molded) Coil lead wires, the coil will have prongs or pins to
accept a standard DIN connector. The coil is considered to have a male connection and the plug connecting to the coil is a female connector. Using a DIN connector provides many advantages: quick valve or coil exchange, excellent insulation properties, possible water tightness etc. The connector standard used for solenoid valves is DIN 43650 . The DIN 43650 series consists of five connectors, which have the following pin spacing:
DIN 43650 Form A - 18 mm Industrial Form B - 11 mm DIN 43650 Form B - 10 mm DIN 43650 Form C - 8 mm Micro-Mini - 9.4 mm
DIN connectors can be purchased as shells to be wired by the installer or they may be factory molded with a cable assembly. They have usually contain three or four terminals or pins. Some DIN connectors are available with LED indicators which indicate the power state of the coil for diagnostics purposes.
Can the same valve be used with different coils?
This depends on the specific brand of the valve. It is often possible to swap coils in order to use a different voltage with the solenoid valve.
Latching Solenoids
A latching solenoid valve does not require current to stay in its energized position. Electrical energy is only consumed to open and close the valve, not to keep it in either of those positions. Latching valves are often used in battery powered applications (e.g. automatic faucets) as they only need a pulse power to change open/closed state of the valve. The polarity of the pulses are reversed between the opening pulse and the closing pulse.
Hit and Drop
"Hit and drop" is technique used for reducing the power consumption of solenoids valve coils. A larger voltage (current flow) is required to energize a valve than is needed to keep the
valve in the energized position, making it possible to lower the power consumption of the coil. "Hit and Drop" is also known as 'Pulse and Hold', 'Spike and Hold', 'Hit and Hold', and 'Pick and Hold'.
Before we start discussing the most common solenoid valve threads, here is a link to the NPT, BSP, GHT specification tables below. And here is a link to the pipe thread acronyms.
Solenoid valves can come with either inside or outside threaded ports. In addition to threaded ports, valves are also available with barbed ports (usually only in sizes less than 5/8" ID (inside diameter) hose and plastic valve bodies). Below, you will find a table containing the most common acronyms used for solenoid valve threads. As you can see, multiple standards are used for solenoid valve threads. The next section will discuss the interchangeability issues between these standards.
Wouldn't it be too easy if there was only one pipe thread standard in the world! The tables below show the threads per inch (TPI) values for both the NPT and BSP standard threads. They also show the outside or major diameter for both standards. As you compare the two, you will notice that the outside diameters are very close. In fact, they are so close that in most cases the difference would go completely unoticable. However, the larger problem resides in the thread per inch values. After closer examination of the two tables, you may come to the conclusion that at least the 1/2" and 3/4" sizes are interchangable. The answer is yes and no. There are actually a lot more to to threads than the tables let you believe: The angle of the thread can also be different between different standards. The BSP thread uses a 55 degree thread angle while the NPT standard uses a 60 degree thread angle. Now you may ask, "is this the end of the line? Can't a BSP thread ever be used with an NPT counterpart?" The only time this is possible (from my experience) when you use a 1/2" or 3/4" straight male thread with the a straight thread fitting that uses a gasket or a cone seal. In this case, you are not trying to have the two threads (female and male) make the seal. Instead, the seal will be created by the gasket or cone seal. The 1/2" and 3/4" NPT and BSP are close enough, so they can certainly be used as fastening threads (i.e. to compress the soft sealing material against the end of the solenoid valve port).
Parallel (a.k.a. Straight) vs. Tapered Thread
Tapered pipe threads are self-sealing. For that reason they are called "joining threads." The best seal is accomplished by using a tapered external thread with a tapered internal thread. You can certainly use a tapered external thread with a parallel internal thread but the seal will not be as good since the tapered external thread will not screw as deep into the non-tapered internal thread.
The most common NPT thread is tapered (both internal and external). NPSC (American Standard Straight Coupling Pipe Thread) is an example of a non-tapered thread. Otherwise, the NPSC has the same thread form as the NPT. The BSP (British Standard Pipe Thread) threads are available in tapered and non-tapered forms. What ever threads you are using, you will need to remember the following when working with solenoid valve threads: Parallel internal and external threads are Fastening Threads and require the use of a gasket or cone seal. Tapered threads are Joining Threads and create a pressure tight seal when used with jointing compound or Teflon tape.
Pipe Thread Acronyms NPT FPT NPSC BSP BSPP BSPT GHT G Thread R Thread American Standard Pipe Taper Thread (aka National Pipe Thread) American Standard Female Pipe Taper Thread American Standard Straight Coupling Pipe Thread British Standard Pipe (can mean either BSPP or BSPT) Brittish Standard Pipe Parallel Brittish Standard Pipe Tapered Garden Hose Thread (US Standard) British Gas - Parallel (same as BSPP) British Tapered (same as BSPT)
GHT - Garden Hose Thread (US Standard) Nominal Pipe Size (inches) Threads per Inch (TPI) 11-1/2 Outside Diameter (inches) 1-1/16"
3/4"
NPT - National Pipe Thread (US Standard) Threads per Inch (TPI) 27 18 18 14 14 11-1/2 11-1/2 11-1/2 11-1/2 8 Outside Diameter (inches) 0.405" 0.540" 0.675" 0.840" 1.050" 1.315" 1.660" 1.900" 2.375" 2.875"
Nominal Pipe Size (inches) 1/8" 1/4" 3/8" 1/2" 3/4" 1" 1-1/4" 1-1/2" 2" 2-1/2"
BSP - British Straight and Tapered Threads per Inch (TPI) 28 19 19 14 14 11 11 11 11 11 Outside Diameter (inches) 0.402" 0.531" 0.677" 0.839" 1.059" 1.327" 1.669" 1.902" 2.374" 2.996"
Nominal Pipe Size (inches) 1/8" 1/4" 3/8" 1/2" 3/4" 1" 1-1/4" 1-1/2" 2" 2-1/2"
A
AC Alternating Current. Electrical current that reverses direction at a predetermined rate (typically 50 or 60 times per second). Household electrical system are alternating current.
B
Back Pressure Back pressure occurs if the pressure on the outlet port side exceeds the pressure on the inlet port side. Most solenoid valves are not designed to hold backpressure. A bi-directional valve allows fluid flow in both directions through the valve. If a valve is labeled as a 2-way valve, it does not mean that it is is also bi-directional. The maximum pressure which may be applied to a valve without causing external leakage. However, permanent damage may occur to internal component. The burst pressure is often multiple times the normal maximum pressure. (see also Proof Pressure) A sound (vibration) associated with AC valves when the plunger is not staying in contact with the stop. (see also Shading Ring)
Bi-Directional Valve
Burst Pressure
Buzz
C
Continuous Duty Coil Current Drain A coil that can be energized continuously without overheating will receive continuous duty rating. Expressed in amperes. Indicates the amount of current flowing through the solenoid valves coil when energized. The total life expectancy of a solenoid valve in terms of cycles. (one cycle is movement from closed to open to closed position, or viceversa for normally open solenoid valves).
Cycle Life
Cv Factor
Cv stands for Flow Coefficient. Some people refer to it as flow capacity. It is defined as the volume of water in US gallons per minute that flow through the valve with a pressure drop of 1 PSI.
D
DC De-Energized DIN Connector Direct Current. Current that only flows in one direction. Batteries produce direct current. The state of a valve where electrical current is not being applied to the coil. A connector standardized by Deutsches Institut fr Normung (DIN), the German national standards organization. (click Coil Info for more details). In a direct acting valve, the solenoid plunger (or core) directly opens and closes an orifice inside the valve. Direct acting valves do not require any differential pressure to operate (i.e. the valve will operate from 0 PSI to its rated maximum pressure). The ratio of active time to total time. (usually indicates how long the valve can be energized with off cycles of specified length without overheating).
Direct-Acting Valve
Duty Cycle
E
Encapsulated (Molded) Coil Energized The coil is encapsulated in epoxy or other suitable resin. A valve is energized when current is supplied to the coil.
F
Flux Plate A steel plate located at the bottom of the coil assembly. The flux plate helps carry magnetic flux. Often serves also as a supporting member for the coil assembly.
Flow Direction
Flow direction or path is the direction media must travel through the valve. The flow direction is usually indicated by an arrow pointing from the inlet port to the outlet port. (see BiDirectional Valve for more information). A measure of the volume of fluid moving past a given point in a given period of time. May be expressed in gallons-per-hour, gallons-perminute, liters-per-hour etc.
Flow Rate
H
Heat Rise The increase in the coils internal temperature caused by self-heating. The temperature difference is measured between de-energized and energized coil in constant ambient temperature. As the heat of the coil rises, a point will be reached where the heat dissipation rate equal the heat generation rate. A technique for reducing the power consumption of solenoids valves. A larger voltage (current flow) is required to energize a valve than is needed to keep the valve in the energized position.
I
Intermittent Coil Duty A coil that has a specified duty cycle. A continuous use of this coil would most likely result in overheating.
L
Latching Valve A latching solenoid valve does not require current to stay in its energized position. Electrical energy is only consumed to open and close the valve, not to keep it in either of those positions. Latching valves are often used in battery powered applications (e.g. automatic faucets) as they only need a pulse power to change open/closed state of the valve. An internal part of a valve leaking to the external part. The leakage across the sealing entity of the valve (i.e. unwanted flow between the inlet and outlet ports). Some valves designs accept a certain amount of leakage. This is usually reported as cubic centimeters per minute.
M
Manual Override Media A mechanical device that allows a opening/closing of the valve. manual
The substance that passes through the valve. Different media types include water, air, oil, gas etc. Metering devices allow manual adjustment of the amount of fluid flow through the valve. Pilot operated valves require a pressure differential to operate. These valves list a minimum operating pressure that is required between the inlet and outlet ports. The coil is encapsulated in epoxy or other suitable resin.
N
Normally-Closed Valve Normally-Open Valve The normal state of the valve is closed. The valve opens when the coil is energized and recloses once the power is removed from the coil. The normal state of the valve is open. Once the coil is energized, the valve closes. Removal of the electrical power causes the valve to open. National Pipe information) Thread (click here for more
NPT
O
Operator Operator is a solenoid valve (without the valve body) which is installed in a manifold. The manifold houses the the inlet and outlet ports and the orifice. An opening through which media passes when flowing through a valve. The orifice is opened and closed to control the flow of media through the valve.
Orifice
P
Pilot-Operated Valve Pilot-operated valves utilize line pressure for operation. The solenoid plunger (or core) opens the pilot orifice, allowing pressure to the outlet port side of the piston or diaphragm. This unbalanced pressure opens the valve. Pilot operated valves require a minimum pressure differential to operate and will not operate down to 0 PSI. A device used to pinch and unpinch flexible tubing for the purpose of controlling flow. The moving component of a linear solenoid which opens and closes the valve body orifice or pilot orifice for pilot operated valves. The seal or material at the end of the plunger. The media (fluid or gas) from the source enter the valve through the inlet port.
Pinch Valve Plunger (a.k.a. Solenoid Core) Plunger Seal Port, Inlet
Themedia (fluid or gas) from exits the valve through the outlet port. The electrical energy required over time that must be supplied to the coil to maintain its operation. Typically expressed as Watts. The force per unit area applied on a surface in a direction perpendicular to that surface. Usually expressed as pounds per square inch (PSI).
Pressure
Pressure drop is a term used to describe the change in pressure across a system.
Pressure Head
The height of the column of fluid which produces pressure. The height and the specific gravity are the only variables affecting the pressure caused by the fluid head. The shape and the volume of the fluid has no effect over the pressure. The level of pressure at which the valve will not yield during application of internal pressure. The internal parts will not be damaged at pressures at or below the proof pressure. Normally 1.5 times working pressure. (see also Burst Pressure) Pounds per square inch. The standard measurement for pressure in the United States. Normal atmospheric pressure at sea level is 14.7 PSI. PSI (absolute). Gauge pressure plus barometric or atmospheric pressure. PSI (gauge). Pressure referenced to ambient air pressure. A technique for reducing the power consumption of solenoids valves. A larger voltage (current flow) is required to energize a valve than is needed to keep the valve in the energized position.
Proof Pressure
PSI
R
Rated Pressure Rectifier Response Time The maximum allowable operating pressure. An electrical device for converting alternating current to direct current. The time it takes the valve's operating mechanism to move from closed to open or open to closed position.
S
SCFM The cubic feet of per minute of gas measured at standard conditions (70 F and 14.7 PSIG - Sea Level). The cubic feet of per hour of gas measured at standard conditions (70 F and 14.7 PSIG - Sea Level).
SCFH
Solenoid Valve
definition.
Spring Plunger Loaded Indicates that the valve has a plunger return spring. Usually a sign that the valve may be mounted in any position.
T
Tape Wrapped Coil Total Separation (Isolation) Solenoid Valve A coil where the windings are wrapped with electrical tape as the final insulation layer. A valve where the media is is in contact only with the valve body and the isolation lever or diaphragm.
V
VAC Vacuum Volts - Alternating Current (see AC for more details). A pressure less than atmospheric pressure. A high vacuum is a pressure that is approaching zero pressure. Volts - Direct Current (see DC for more details). The portion of the valve that contains the inlet and outlet ports. It can be made out of plastic, brass, steel, stainless steel etc. Single or multiple-turn winding of a conductor such as copper wire. The coil produces the magnetic field which in turn moves the valve plunger. (see also encapsulated (molded) coil and tape wrapped coil). The measure of resistance to flow or "stickiness" of a fluid. The higher the viscosity, the higher the flow resistance.
Valve Coil
Viscosity
W
Watt A unit of electrical power, equal to the power developed in a circuit by a current of one ampere flowing through a potential difference of one volt.
LAMPIRAN C
MK
Ordering Information
To Order: Select the part number and add the desired coil voltage rating (e.g., MK3P5-S). Part number Type Standard LED indicator LED indicator and diode LED indicator and varistor Diode Varistor DC AC DC AC Terminal Plug-in Coil AC/DC Contact form DPDT 3PDT DPDT 3PDT DPDT 3PDT DPDT 3PDT DPDT 3PDT DPDT 3PDT Mechanical indicator MK2P-I MK3P-5-I MK2PN-I MK3PN-5-I MK2PND-I MK3PND-5-I MK2PNV-I MK3PNV-5-I MK2PD-I MK3PD-5-I MK2PV-I MK3PV-5-I Mechanical indicator & push-to-test button MK2P-S MK3P-5-S MK2PN-S MK3PN-5-S MK2PND-S MK3PND-5-S MK2PNV-S MK3PNV-5-S MK2PD-S MK3PD-5-S MK2PV-S MK3PV-5-S
Note: 1. Reverse polarity versions available on DC coil types. Consult your OMRON representative for further information. 2. VDE approved versions are available. Consult your OMRON representative for further information.
Mounting track/end plate PFP-100N or PFP-50N and PFP-M (end plate) PFP-100N or PFP-50N and PFP-M (end plate)
MK
ACCESSORIES (continued)
Back connecting sockets Part number Relay type SPDT DPDT 3PDT Socket PL08 PLE08-0 PL08-Q PL11 PLE11-0 PL11-Q Relay hold-down clip PLC-E PLC-10 PLC-E PLC-E PLC-10 PLC-E
MK
Specifications
CONTACT DATA
Load Rated load Resistive load (p.f. = 1) 2 Pole 3 Pole 10 A at 250 VAC 10 A at 28 VDC Ag 10 A 250 VAC, 250 VDC 10 A 2,500 VA 280 W 10 mA at 1 VDC 2,500 VA/1,250 VA (NO/NC contacts) 280 W 1,750 VA 10 A at 120 VAC 10 A at 28 VDC 10 A at 250 VAC Inductive load (p.f. = 0.4) 7 A at 250 VAC
Contact material Carry current Max. operating voltage Max. operating current Max. switching capacity Min. permissible load
COIL DATA
AC Rated voltage (VAC) 6 12 24 50 110 120 220 240 DC Rated voltage (VDC) 6 12 24 48 110 Rated current (mA) (at 60 Hz) 255 126 56 29.5 15.1 Coil resistance ( ) 23.5 95 430 1630 7300 Coil inductance (Ref. value) (H) Armature OFF 0.206 0.963 4.915 16.685 80.2 Armature ON 0.106 0.449 2.478 10.487 42.6 Pick-up voltage 80% max. Approx. 2.7 VA Dropout voltage 15% min. Maximum voltage Power consumption (mW) Rated current (mA) (at 60 Hz) 360 180 88.0 39.0 21.0 18.0 11.0 9.2 Coil resistance ( ) 3.9 16.3 68.0 338 1240 1578 5090 6737 Coil inductance (Ref. value) (H) Armature OFF 0.0423 0.3270 0.6940 3.195 13.45 15.04 49.73 58.62 Armature ON 0.0201 0.1666 0.3760 1.530 7.32 7.19 27.02 32.07 Pick-up voltage 80% max. Approx. 2.7 VA Dropout voltage 30% min. (at 60 Hz) 25% min. (at 50 Hz) Maximum voltage Power consumption (mW)
% of rated voltage
110% max. Approx. 2.3 VA (at 60 Hz) Approx. 2.7 VA (at 50 Hz)
% of rated voltage
Note: 1. The rated current and coil resistance are measured at a coil temperature of 23 C (73 F) with a tolerance of 15% for DC rated current and +15%, -20% for AC rated current. 2. The rated current is reference value. 3. Performance characteristic data are measured at a coil temperature of 23 C (73 F). 4. For models with the LED indicator built-in, add an LED current of approximately 0 thru 5 mA to the rated current. 2
MK
CHARACTERISTICS
Contact resistance Operate time Release time Operating frequency Insulation resistance Dielectric strength Mechanical Electrical 50 m max. AC: 20 ms max. DC: 30 ms max. 20 ms max. 18,000 operations/hour 1,800 operations/hour (under rated load) 100 M min. (at 500 VDC) 2,500 VAC, 50/60 Hz for 1 minute between coil and contacts 1,000 VAC, 50/60 Hz for 1 minute between contacts of same poles, between terminals of the same polarity 2,500 VAC, 50/60 Hz for 1 minute between current-carrying parts, noncurrentcarrying parts, and terminals of opposite polarity Mechanical durability Malfunction durability Shock Ambient temperature Humidity Service Life Weight Note: Data shown are of initial value. Mechanical Electrical Mechanical durability Malfunction durability 10 to 55 Hz, 1.50 mm (0.06 in) double amplitude 10 to 55 Hz, 1.00 mm (0.04 in) double amplitude 1,000 m/s 2 (approx. 100 G) 100 m/s2 (approx. 10 G) Operation: -10 to 40 C (14 to 104 F) 35 to 85% RH 10 million operations min. (at operating frequency of 18,000 operations/hour)
MK
Vibration
100,000 operations at rated load (at operating frequency of 1,800 operations/hour) Approx. 0.85 g (3.0 oz)
CHARACTERISTIC DATA
Maximum switching capacity MK2P-S, MK3P5-S Electrical service life MK2P-S, MK3P5-S
MK
MK
Dimensions
Unit: mm (inch)
RELAYS
MK3PN-5-I, -S
MK3PD-5-I, -S
MK3PV-5-I, -S
MK
ACCESSORIES
Track mounted socket PF083A-E (conforming to DIN EN 50022) Terminal arrangement Mounting holes
MK
Terminal arrangement
Mounting holes
Back connecting socket MK2 sockets (8 pin) PL08 (UL File No. E87929) Solder terminals PL08-Q Wire wrap terminals
MK
Unit: mm (inch)
MK
ACCESSORIES (continued)
Back connecting socket MK3 sockets (11 pin) PL11 (UL File No. E87929) Solder terminals PL11-Q Wire wrap terminals Printed circuit board socket PLE11-0
Mounting tracks PFP-100N/PFP-50N (conforming to DIN EN 500022) PFP-100N2 (conforming to DIN EN 500022)
Note: 1. *This dimension applies to mounting track PFP-50N. 2. A total of twelve 25 x 4.50 mm (0.98 x 0.18 in) elliptic holes is provided with six holes cut from each rail end at a pitch of 10 mm (0.39 in) holes.
Note: Use of Type PFP-M end plate is recommended to secure the socket on the mounting track. Be sure that the engraved arrow mark on the surface of the end plate faces upward and then tighten the screw firmly with a screwdriver.
MK
APPROVALS
UL (File No. E41515)/CSA (File Nos. LR41408 and LR335535) Type MK2P-I, -S Contact form DPDT Coil ratings 6 to 250 VAC 6 to 110 VDC MK3P5-I, -S 3PDT 6 to 250 VAC 6 to 110 VDC Contact ratings 10 A, 250 VAC, Resistive 10 A, 28 VDC, Resistive 7 A, 250 VAC, Inductive 10 A, 120 VAC, Resistive 10 A, 28 VDC, Resistive 10 A, 250 VAC, Resistive 7 A, 250 VAC, Inductive SEV, DEMKO Type MK2P-I, -S Contact form DPDT Coil ratings 6 to 110 VDC Contact ratings 10 A, 250 VAC (NO) (cos = 1) 5 A, 250 VAC (NC) (cos = 1) MK3P5-I, -S 3PDT 6 to 240 VAC 10 A, 280 VDC (NO) 5 A, 280 VDC (NC) 7 A, 250 VAC (cos = 0.4) TUV (File No. R9051410) Type MK2P-I, -S Contact form DPDT Coil ratings 6, 12, 24, 48, 100, 110 VDC MK3P5-I, -S 3PDT 6, 12, 24, 50, 110, 115, 120, 200, 220, 230, 240 VAC Note: 1. The rated values approved by each of the safety standards (e.g., UL and CSA) may be different from the performance characteristics individually defined in this catalog. 2. VDE, Nemko and Semko versions are available. Please consult your OMRON representative for further information. 3. In the interest of product improvement, specifications are subject to change. Contact ratings 10 A, 250 VAC (NO) (cos = 1) 5 A, 250 VAC (NC) (cos = 1) 10 A, 280 VDC (NO) 5 A, 280 VDC (NC) 7 A, 250 VAC (cos = 0.4)
MK
1-800-55-OMRON
Cat. No. GC RLY7 01/00 Specifications subject to change without notice.
416-286-6465
Printed in the U.S.A. 7
LAMPIRAN D
LAMPIRAN E
Place of Origin: Fujian China (Mainland) Brand Name: RADAR Model Number: ST-70AB Media Type: Liquid Operating Temperature: 5-60 centigrade Water Level Control Switch Description: 1.Rated Voltage:220/ 110V AC 2.Rated Current:7.5/15A Description: 1. Application: The product is applicable to all kinds of water tank for mainta ining level automatically,can be used to control water inflow or outflow, by means of direct pump control or acting as a control switch of a magneti c or combination stater. 2. Rated Voltage:220/ 110V AC 3. Frequency:50/60Hz 4. Rated Current:7.5/15A 5. Contacts A and B 6. Mechanical Endurance:1 million times 7. Electrical Endurance:100 thousand times 8. Control Range: 0.2-5.0 Meters 9. Temperature Limits:5-60 Centigrade 10. Max. power:1 HP 11. Connection thread: 1" or 3/4"male 12. Fittings completed with Lbracket for easy mounting, two floats to assure steady control.