You are on page 1of 23

Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk tahun

2009 adalah sebagi berikut : Rp15.840.000,- untuk diri Wajib Pajak Rp1.320.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp15.840.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung Rp1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota kelauarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenugnya, maksimal tiga orang untuk tiap keluarga

Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Karyawan

Nampaknya masih banyak pegawai atau karyawan yang masih bingung tentang bagaimana cara menghitung pajak atas gaji karyawan. Nah, untuk itu saya coba memberikan contoh sederhana tentang cara menghitung pajak karyawan yang dalam bahasa teknis perpajakan disebut pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk pegawai tetap. Untuk memudahkan, di sini saya ambilkan contoh perhitungan PPh Pasal 21 yang sudah ada dalam petunjuk pemotongan PPh Pasal 21 (Peraturan Dirjen Nomor PER-15/PJ/2006). Untuk memudahkan saya coba menggunakan contoh yang paling sederhana. Misal, Tukul Arwana pegawai pada perusahaan PT Empat Mata, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 2.000.000,00. PT Empat Mata mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Empat Mata menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Once Dewo membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Empat Mata juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Empat Mata membayar iuran pensiun untuk Tukul Arwana ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 70.000,00, sedangkan Tukul Arwana membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00. Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang harus dipotong PT Empat Mata untuk satu bulannya. Gaji sebulan Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Premi Jaminan Kematian 2.000.000 10.000 6.000

Jumlah Penghasilan Bruto

2.016.000

Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 2. Iuran Pensiun 3. Iuran Jaminan Hari Tua Jumlah Pengurangan Penghasilan Neto Sebulan Penghasilan Neto Setahun PTKP - Diri WP Sendiri - Status Kawin Jumlah PTKP Penghasilan Kena Pajak Setahun Pembulatan PPh Pasal 21 Setahun PPh Pasal 21 Sebulan 13.200.000 1.200.000 14.400.000 7.502.400 7.502.000 375.100 31.258 100.800 50.000 40.000 190.800 1.825.200 21.902.400

Langkah pertama kita menjumlahkan penghasilan bruto. Penghasilan bruto ini adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai secara teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam penghasilan bruto ini misalnya adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang lembur dan premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk dalam penghasilan bruto adalah imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Dalam contoh di atas penghasilan bruto yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah gaji, premi jaminan kecelakaan

kerja (5% dari gaji) dan premi jaminan kematian (0,3% dari gaji) yang dibayar atau ditanggung perusahaan. Langkah berikutnya kita hitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada dasarnya ada dua macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk iuran jaminan hari tua). Biaya jabatan sendiri besarnya 5% dari penghasilan bruto 5% x Rp2.016.000,00 atau sama dengan Rp100.000,00. Jumlah ini masih di bawah maksimum yang diperkenankan yaitu sebesar Rp108.000,00 per bulan. Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT yang masing-masing Rp50.000,00 dan Rp40.000,00 (2% dari gaji) per bulan. Iuran pensiun dan iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan. Dengan demikian, jumlah seluruh pengurang adalah Rp190.800,00. Penghasilan bruto Rp2.016.000,00 dikurangi pengurang Rp190.000 sama dengan Rp1.825.200,00. Jumlah inilah yang dimaksud dengan penghasilan neto sebulan. Selanjutnya penghasilan neto sebulan ini kita buat setahunkan dengan cara penghasilan neto sebulan dikali 12 bulan atau Rp1.825.200 x 12 = Rp21.902.400,00. Setelah itu barulah kita kurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dalam hal ini jumlahnya adalah Rp14.400.000,00. Selisihnya (Rp21.902.400 Rp14.400.000,00 = Rp7.502.400) inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak. O, ya. Perlu diketahui juga, sebelum dikalikan tarif pajak, Penghasilan Kena Pajak tersebut harus dibulatkan dulu ribuan penuh ke bawah. Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak. Karena Penghasilan Kena Pajak ini masih di bawah Rp25.000.000,- maka tarif yang dikenakan adalah 5% sehingga PPh Pasal 21 nya adalah 5% x Rp7.502.000,00 = Rp375.100,00. Nah, karena kita menghitung PPh Pasal 21 untuk satu bulan, maka PPh Pasal 21 terutang di atas tinggal dibagi 12 sehingga pajak yang dipotong oleh PT Empat Mata atas penghasilannya Tukul Arwana adalah Rp375.100 : 12 = Rp31.258,00. Update 2009 : Mulai tahun 2009 ini beberapa bagian perhitungan di atas sdah mengalami perubahan seiring dengan berlakunya dasar hukum yang baru tentang pemotongan PPh Pasal 21 yaitu : UU Nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Menkeu Nomor 252/PMK.03/2008 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Beberapa perubahan penting yang harus dikoreksi dari perhitungan di atas adalah :

1. Besarnya maksimum biaya jabatan sudah berubah menjadi Rp6.000.000


setahun atau Rp500.000 sebulan

2. Besarnya PTKP sudah berubah mengikuti besaran PTKP dalam Pasal 7


Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

3. Besaran tarif dan lapisan penghasilan kena pajak juga berubah sesuai
dengan perubahan di Pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

Untuk itu, bagi pengunjung blog ini yang ingin mengetahui contoh perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap berdasarkan ketentuan baru tahun 2009 ini bisa klik postingan yang lebih update : Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap 2009 Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap 2009 Contoh berikut ini adalah lanjutan dari postingan saya sebelumnya tentang contoh perhitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan. Tulisan tersebut saya buat ketika belum berlaku UU Nomor 36 Tahun 2008 dan ketentuan tentang pemotongan PPh Pasal 21 tahun 2009. Nah, untuk itu contoh dalam postingan tersebut saya modifikasi menjadi contoh yang relevan untuk tahun 2009. Misal, Tukul Arwana pegawai pada perusahaan PT Empat Mata, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 4.000.000,00. PT Empat Mata mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Empat Mata menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tukul Arwana membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Empat Mata juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Empat Mata membayar iuran pensiun untuk Tukul Arwana ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan Tukul Arwana membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00. Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang harus dipotong PT Empat Mata untuk satu bulannya. Gaji sebulan Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Premi Jaminan Kematian Jumlah Penghasilan Bruto 4.000.000 20.000 12.000

4.032.000

Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 2. Iuran Pensiun 201.600 100.000

3. Iuran Jaminan Hari Tua Jumlah Pengurangan Penghasilan Neto Sebulan Penghasilan Neto Setahun PTKP - Diri WP Sendiri - Status Kawin Jumlah PTKP Penghasilan Kena Pajak Setahun Pembulatan PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp26.644.000 PPh Pasal 21 Sebulan Rp1.332.200 / 12

80.000 381.600 3.650.400 43.804.800

15.840.000 1.32.000 17.160.000 26.644.800 26.644.000

1.332.200

111.017

Langkah pertama kita menjumlahkan penghasilan bruto. Penghasilan bruto ini adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai secara teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam penghasilan bruto ini misalnya adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang lembur dan premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk dalam penghasilan bruto adalah imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Dalam contoh di atas penghasilan bruto yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah gaji, premi jaminan kecelakaan kerja (5% dari gaji) dan premi jaminan kematian (0,3% dari gaji) yang dibayar atau ditanggung perusahaan. Langkah berikutnya kita hitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada dasarnya ada dua macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk iuran jaminan hari tua). Biaya jabatan sendiri besarnya 5% dari penghasilan bruto 5% x Rp4.032.000,00 atau sama dengan Rp201.600,00. Jumlah ini masih di bawah maksimum yang diperkenankan yaitu sebesar Rp500.000,00 per bulan. Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT yang masing-masing Rp100.000,00 dan Rp80.000,00 (2% dari gaji) per bulan. Iuran pensiun dan

iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan. Dengan demikian, jumlah seluruh pengurang adalah Rp381.600,00. Penghasilan bruto Rp4.032.000,00 dikurangi pengurang Rp381.600 sama dengan Rp3.650.400,00. Jumlah inilah yang dimaksud dengan penghasilan neto sebulan. Selanjutnya penghasilan neto sebulan ini kita buat setahunkan dengan cara penghasilan neto sebulan dikali 12 bulan atau Rp3.650.400 x 12 = Rp43.804.800,00. Setelah itu barulah kita kurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dalam hal ini jumlahnya adalah Rp17.160.000,00. Selisihnya (Rp43.804.800 Rp17.160.000,00 = Rp26.644.800) inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak. O, ya. Perlu diketahui juga, sebelum dikalikan tarif pajak, Penghasilan Kena Pajak tersebut harus dibulatkan dulu ribuan penuh ke bawah. Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak. Karena Penghasilan Kena Pajak ini masih di bawah Rp50.000.000,- maka tarif yang dikenakan adalah 5% sehingga PPh Pasal 21 nya adalah 5% x Rp26.644.800,00 = Rp1.332.200,00. Nah, karena kita menghitung PPh Pasal 21 untuk satu bulan, maka PPh Pasal 21 terutang di atas tinggal dibagi 12 sehingga pajak yang dipotong oleh PT Empat Mata atas penghasilannya Tukul Arwana adalah Rp1.332.200 : 12 = Rp111.017,00. Baca juga : SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun 2009 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 486 /KMK.03/2003 TENTANG PAJAK PENGHASILAN YANG DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN PEKERJA DARI PEKERJAAN CONTOH CARA PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PEKERJAAN YANG TERUTANG OLEH PEKERJA, YANG DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH DAN YANG HARUS DIPOTONG OLEH PEMBERI KERJA 1. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 1.400.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang: Gaji dan tunjangan sebulan Rp 1.400.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan (5% x Rp 1.400.000,00) Rp 70.000,00 Iuran Pensiun Rp 25.000,00 Rp 95.000,00 Penghasilan Neto sebulan Rp 1.305.000,00 Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.305.000,00 Rp 15.660.000,00 PTKP setahun: - untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00

Rp 4.320.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 11.340.000,00 PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 11.340.000,00 Rp 567.000,00 PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 47.250,00 b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah: Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00 Iuran Pensiun Rp 25.000,00 Rp 75.000,00 Penghasilan Neto sebulan: Rp 925.000,00 PTKP sebulan: - untuk WP sendiri Rp 240.000,00 - tambahan WP kawin Rp 120.000,00 Rp 360.000,00 Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00 PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan: 5% x Rp 565.000,00 Rp 28.250,00 c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja = Rp 47.250,00 Rp 28.250 = Rp 19.000,00 2. Mariko Hutadjulu adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Mariko Hutadjulu menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang: 1) PPh atas Gaji dan THR Gaji setahun (12 X Rp.1.200.000,00) Rp 14.400.000,00 THR Rp 600.000,00 Total Penghasilan setahun Rp 15.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan (5% x Rp 15.000.000,00) Rp 750.000,00 Iuran Pensiun (12 X Rp.25.000,00) Rp 300.000,00 Rp 1.050.000,00 Penghasilan Neto Rp 13.950.000,00 PTKP setahun: - untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00 Rp 4.320.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.630.000,00 PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 9.630.000,00 Rp 481.500,00 PPh Pasal 21 terutang sebulan atas Gaji dan THR Rp 40.125,00 2) PPh Pasal 21 atas Gaji Gaji Rp 1.200.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan (5% x Rp 1.200.000,00) Rp 60.000,00 Iuran Pensiun Rp 25.000,00 Rp 85.000,00 Penghasilan Neto sebulan Rp 1.115.000,00 Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.115.000,00 Rp 13.380.000,00 PTKP setahun: - untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00

Rp 4.320.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.060.000,00 PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 9.060.000,00 Rp 453.000,00 PPh Pasal 21 terutang sebulan atas gaji Rp 37.750,00 3) PPh atas THR (Rp.40.125,00 Rp. 37.750,00) Rp. 2.375,00 b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah: Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00 Iuran Pensiun Rp 25.000,00 Rp 75.000,00 Penghasilan Neto sebulan: Rp 925.000,00 PTKP sebulan: - untuk WP sendiri Rp 240.000,00 - tambahan WP kawin Rp 120.000,00 Rp 360.000,00 Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00 PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan: 5% x Rp 565.000,00 Rp 28.250,00 c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja = Rp 40.125,00 Rp 28.250 = Rp 11.875,00 3. Sudir Gunanto adalah pegawai tetap di PT Jawa Sumatera Cemerlang. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, serta menerima bonus sebulan gaji, yaitu sebesar Rp. 1.200.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Sudir Gunanto belum menikah. Karena Penghasilan Sudir Gunanto dalam Bulan Desember totalnya melebihi Rp. 2.000.000,00 (gaji Rp. 1.200.000,00 dan bonus Rp. 1.200.000,00 sehingga total penghasilan Rp. 2.400.000,00) maka seluruh penghasilan Sudir Gunanto pada bulan Desember terutang PPh Pasal 21 dan harus dipotong, disetor dan dilaporkan oleh Pemberi Kerja. Dengan demikian pada Desember tersebut tidak ada Pajak Penghasilan yang Ditanggung Pemerintah. 4. Sokhid adalah juga pegawai tetap PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar 900.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 12.500,00 sebulan. Sokhid menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Karena penghasilan Sokhid sebulan kurang dari Rp 1.000.000,00 sebulan, maka seluruh PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tersebut ditanggung oleh Pemerintah. 5. Anuri adalah pegawai tetap PT Dinda Dimana. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 2.050.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,00 sebulan. Anuri belum menikah (status TK/0). Karena penghasilan Anuri sebulan lebih dari Rp 2.000.000,00 maka seluruh PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tersebut harus dipotong oleh Pemberi Kerja. 6. Rini bulan Agustus 2003 bekerja sebagai buruh harian pada PT Yana Putri Merayu. Ia bekerja selama 6 hari dan menerima upah sehari sebesar Rp 100.000,00. Misalkan Upah Minimum yang berlaku di wilayah Propinsi DKI Jakarta sebesar Rp 631.554,00 sebulan. Rini belum menikah (status TK/0). a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:

Upah sehari Rp 100.000,00 Dikurangi: 1/10 x UMP = 1/10x Rp 631.554,00 Rp 63.154,00 Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 36.846,00 PPh Pasal 21 terutang sehari 5% x Rp 36.000,00 Rp 1.800,00 Jumlah PPh Pasal 21 terutang selama 6 hari; adalah 6 hari x Rp 1.800,00 = Rp 10.800,00 b. Karena jumlah upah yang diterima oleh Rini dalam bulan Agustus 2003 belum melebihi jumlah penghasilan bruto sebesar Rp. 1.000.000,00 sebulan, maka seluruh PPh Pasal 21 yang terutang atas upah tersebut ditanggung oleh Pemerintah. 7. Eko pada bulan Agustus 2003 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. Ia bekerja selama 15 hari dan menerima upah sehari sebesar Rp 100.000,00. Misalkan ketentuan Upah Minimum yang berlaku di wilayah Propinsi DKI Jakarta sebesar Rp 631.554,00 sebulan. Eko belum menikah (status TK/0). a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang: Upah sehari Rp 100.000,00 Dikurangi: PTKP sehari =1/360 x Rp 2.880.000,00 Rp 8.000,00 Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 92.000,00 PPh Pasal 21 terutang sehari 5% x Rp 92.000,00 Rp 4.600,00 b. Penghitungan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah: Batas upah sehari yang PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah= 1/26 x Rp. 1.000.000,00 Rp 38.462,00 Dikurangi: PTKP sehari = 1/360 x Rp 2.880.000 Rp 8.000,00 Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 30.462,00 PPh Pasal 21 DTP sehari 5% x Rp 30.000,00 Rp 1.500,00 c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja: (Rp 4.600,00 Rp 1.500,00) x 15 hari = Rp 46.500,00

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd,BOEDIONO

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: o Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 1.296.000,- setahun atau Rp 108.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pension (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 432.000,setahun atau Rp 36.000,- sebulan); dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP. Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.

o o

2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto. 3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15% dari perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari penghasilan bruto. 4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp. 110.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.100.000,-dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 110.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp. 1.100.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360. 5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: o o o 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000. 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000. 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d. Rp. 200.000.000.

10

25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000. Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.

6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan


imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lI d kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah. 7. PTKP adalah setahun untuk diri pegawai tambahan untuk pegawai yang kawin tambahan untuk setiap anggota *) keluarga paling banyak 3 (tiga) orang sebulan

Rp. 13.200.000 Rp.1. 100.000 Rp 1.200.000 Rp 100.000 Rp 100.000

Rp 1.200.000

8. *) anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya. 9. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d. Rp. 25.000.000 Diatas Rp. 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000 Diatas Rp. 100.000.000 s.d. Rp. 200.000.000 Diatas Rp. 200.000.000 Tarif 5% 10% 15% 25% 35%

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21 1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan Contoh: Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2004. la memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp. 1.400.000,dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21 Penghitungan PPh Ps. 21 terutang : Gaji Sebulan Pengh. bruto Pengurangan = = 1.400.000 1.400.000

11

Biaya Jabatan 5%x 1.400.000 Iuran pensiun Total Pengurangan Pengh. netto sebulan Pengh. Netto setahun 12 x 1.305.000 PTKP setahun: WP sendiri Tambahan WP kawin Total PTKP PKP setahun PPh Ps. 21 = 5 % x 1.260.000 PPh Ps. 21 sebulan

= = = = = = 70.000 25.000 95.000 1.305.000 15.660.000

= = = = =

13.200.000 1.200.000 14.400.000 1.260.000 63.000

= 5.250 2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan Contoh: Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pension tahun 2005. Tahun 2006 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-+ Penghitungan PPh Ps. 21 Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000 Pengurangan = Rp. 100.000 Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 Maksimum diperkenankan = Rp. 36.000 Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.964.000 Penghasilan Netto setahun = Rp. 23.568.000 PTKP(K/1) = Rp. 15.600.000 PKP = Rp. 7.968.000 PPh Ps. 21 setahun = Rp. 398.400 5% x 7.968.000 PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 33.200 (Rp. 398.400: 12) 3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun. Contoh : Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerimaTHR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0) PPh Pasal 21 atas gaji dan THR Penghasilan Bruto setahun 12x1.200.000 THR Jumlah Penghasilan Bruto Pengurangan: Biaya Jabatan: 5%x 27.000.000 Iuran pensiun 12x25.000 = = = Rp 26.400.000 Rp 600.000 Rp 27.000.000

= =

1.296.000 300.000

12

Total Pengurangan = Rp 1.596.000 Penghasilan netto setahun = Rp 25.404.000 PTKP (K/0) setahun = Rp 14.400.000 PKP setahun = Rp 11.004.000 PPh Ps. 21 terutang : = Rp 550.200 5% x11.404.000 PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun 12x1.200.000 = Rp 26.400.000 Pengurangan : Biaya Jabatan : 5%x 26.400.000 = 1.296.000 Iuran pensiun = 300.000 12x25.000 Total Pengurangan = Rp 1.596.000 Penghasilan netto setahun = Rp 24.804.000 PTKP (K/0) setahun = Rp 14.400.000 PKP setahun = Rp 10.404.000 PPh Ps. 21 terutang : = Rp 520.200 5% x 10.404.000 PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji : = Rp. 550.200 - Rp. 520.200,00 = Rp. 30.000,00 4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain. Contoh : Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00 5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi. Contoh: Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2006 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00 6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan. Contoh: Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00 PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah : PPh Pasal 21 5% x Rp. 25.000.000,- Rp. 1.250.000,10% x Rp. 5.000.000,- Rp. 500.000,Rp. .750.000,7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. Contoh : Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2006 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari PT Abang sebagai imbalan atas jasa teknik. Penghitungan PPh Pasal 21 :

13

15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 8. Penghasilan atas Upah Marian. Contoh : Eko pada bulan Agustus 2006 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp.120.000,00 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari BatasUpah harian yang Tidak di potong PPh PKP Sehari PPh Pasal 21 Sehari (5%xRp. 10.000) 9. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan. Contoh : Eko bulan Maret 2006 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun X Rp. 75.000,000. Penghasilan Bruto Dikecualikan dari Pemotongan Penghasilan dikenakan pajak PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp. 25.000.000,00 10% x Rp. 25.000.000,00 Jumlah PPh Pasal 21 terutang Rp.75.000.000 Rp.25.000.000 Rp.50.000.000 Rp. 1.250.000,Rp. 2.500.000,Rp. 3.750.000,Rp. 120.000,00 Rp. 110.000,00 Rp. 10.000,00 Rp. 500,00

Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

Berikut ini akan dibahas mengenai tata cara, tarif dan contoh penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009. Dasar hukum:

14

Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK. 03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

Pengertian Pegawai Tidak Tetap Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. 2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. 3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan. 4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.

Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

a. Penghasilan Kena Pajak yang penghasilannya di bayar secara bulanan


atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri. b. Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp 150.000,00 sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.

Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.

15

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PTKP sebulan adalah PTKP dibagi 12 (dua belas). Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi: Wajib Pajak : Rp 15.840.000,- setahun Tambahan status kawin : Rp 1.320.000,Istri Bekerja : Rp 15.840.000,Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)

Bagian Penghasilan yang Tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21 Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan: Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebilhi Rp 1.320.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan. Ketentuan di atas tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari; b. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. Dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya. PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.

16

PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari. Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai tidak tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Tarif PPh Pasal 21 1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan 2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (5%) diterapkan atas: jumlah penghasilan bruto di atas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ; atau jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri. 3. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,00 ( enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan: 1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari; Upah/uang saku mingguan dibagi 6; Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. 2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong. 3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp. 150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar

17

upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00, dikalikan 5%. 4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengurangkan PTKP yang sebenarnya, yaitu sebanding dengan banyaknya hari, dari jumlah upah bruto yang bersangkutan.

Contoh PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan

DENGAN UPAH HARIAN

Contoh penghitungan : Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp Rp Rp 150.000,00 150.000,00 0

PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari :

Rp

Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Misalkan Arifin bekerja selama 9 hari, maka pada hari ke-9, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9) PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360)

Rp Rp

1.350.000 396.000

Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9 Rp 954.000 x 5%

Rp

954.000

Rp

47.700

18

PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke9 Rp

47.700

Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar : Rp 150.000,00 Rp 47.700 = Rp 102.300,00

Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut : Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10) PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360) Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10 Rp 1.060,00 x 5% PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9 Rp Rp 53.000,00 47.700,00 Rp Rp Rp 1.500.000 440.000 1.060.000

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke10 Rp

5.300,00

Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar : Rp 150.000,00 Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00

DENGAN UPAH SATUAN Contoh penghitungan :

Tono adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 25.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 960.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 :

Upah sehari adalah Rp 960.000,00 : 6 Rp 160.000

Upah diatas Rp 150.000,00 sehari

19

Rp 160.000,00 Rp 150.000,00

Rp

10.000

Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp 10.000,00 Rp 60.000

PPh Pasal 21 5% : Rp 60.000,00 = Rp 3.000,00 (Mingguan)

DENGAN UPAH BORONGAN Contoh Penghitungan :

Bayu mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 400.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari. Upah borongan sehari : Rp 400.000,00 : 2 = Upah harian diatas Rp 150.000,00 Rp 200.000

Rp 200.000,00 Rp 150.000,00 Upah borongan pajak 2 x Rp 50.000,00

Rp

50.000

Rp

100.000

PPh Pasal 21 5% x Rp 100.000,00 = Rp 5.000

Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan : PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Contoh:

20

Hidayat bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak.

Penghitungan PPh Pasal 21

Upah Januari 2009= 20 x Rp 100.000,00 = Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 2.000.000,00 =

Rp 2.000.000 Rp 24.000.000

PTKP (K/-) adalah sebesar Untuk WP sendiri tambahan karena menikah Rp Rp 15.840.000,00 1.320.000,00 Rp Penghasilan Kena Pajak Rp 17.160.000 6.840.000

PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar : 5% x Rp 6.840.000,00 = Rp 342.000

PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar : Rp 342.000,00 : 12 Rp 28.500

Mohon bantuan Rekan-rekan untuk contoh kasus berikut ini : Upah diterima pegawai tidak tetap dibayarkan bulanan Contoh penghitungan : ( PTKP dalam contoh sesuai dengan tahun kejadian dan contoh dari ) LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ./2000 TANGGAL 29 Desember 2000

21

Abdullah bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2001 Abdullah hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 25.000,-. Abdullah menikah tetapi belum memiliki anak. Penghitungan PPh Pasal 21 Upah Januari 2001 = 20 x Rp 25.000,- = Rp 500.000,Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 500.000,- = Rp 6.000.000,PTKP (K/-) adalah sebesar Rp 4.320.000,Penghasilan Kena Pajak Rp 1.680.000,PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar : 5% x Rp 1.680.000,- = Rp 84.000,PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar : Rp 84.000,: 12 = Rp 7.000,Yang saya tanyakan ? 1. Apakah PKP dan atau PTKP tersebut di atas tidak keliru sebab 1 bulan kerja adalah 26 hari kerja ????????????????????????????????????????? Masalahnya Kep-545/PJ./2000, Tgl 29-12-2000 seperti di bawah ini menyebutkan pada Pasal 9 ayat 4 (DALAM HAL PENGHASILAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (1) DIBAYARKAN SECARA BULANAN, MAKA PTKP YANG DAPAT DIKURANGKAN ADALAH PTKP SEBENARNYA DARI PENERIMA PENGHASILAN YANG BERSANGKUTAN. 2. Apakah pengertian PTKP sebenarnya sama dengan PTKP setahun ???????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??? 3. Dalam sebulan hari kerja versi UU Pajak 26 hari kerja jadi sebagai dasar untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Sebulan apakah tidak disebulankan dulu yaitu seperti berikut ini : 26 x 25.000,- Rp 650.000 Penghasilan Neto setahun = 12 x Rp 650.000 = Rp 7.800.000,PTKP (K/-) adalah sebesar Rp 4.320.000,--------------- (-) Penghasilan Kena Pajak 3.480.000,PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar : 5% x Rp 3.480.000 = Rp 175.400,PPh Pasal 21 sebulan (26 Hari kerja) adalah sebesar : Rp 175.400 : 12 = Rp 14.500,PPh Pasal 21 sebulan (20 Hari kerja) adalah sebesar : (Rp 14.500,- : 26)

22

di kali 20 hari kerja = Rp 11.150,berdasarkan : Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000, Tgl. 29-12-2000 Pasal 9 (1) Penghasilan bruto yang diterima pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan pegawai tidak tetap lainnya berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari, tidak dipotong PPh Pasal 21 sepanjang jumlah penghasilan bruto tersebut dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) dan tidak dibayarkan secara bulanan. (2) pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 24.000,00 tersebut. (3) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360. (4) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan. NOTE : KALAU PTKP SEBENARNYA ARTINYA SAMA DENGAN PTKP SETAHUN DAN ATAU SEBULAN X 12 BERARTI YANG SAYA TANYAKAN TIDAK ADA MASALAH. MUDAH-MUDAHAN BERMANFAAT BAGI REKAN-REKAN YANG BEKERJA DIPERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI KARYAWAN TIDAK TETAP (HARIAN, MINGGUAN DAN SATUAN)

23

You might also like