You are on page 1of 22

MALARIA

Disusun Oleh:
Dr. Erlida Hanum
NIP: 19620716 1988 032 002




INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK
MEDAN
2011








ii

KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam karya tulis ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanIaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2011

Penulis






















iii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3Tujuan Penelitian ....................................................................... 2
1.4Manfaat Penelitian ..................................................................... 2

BAB 2 TIN1AUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 Definisi ........................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi .............................................................................. 3
2.3 Etiologi ....................................................................................... 4
2.4 Faktor Risiko ............................................................................. 4
2.5 Patofisiologi ................................................................................ 4
2.6 Manifestasi Klinis ...................................................................... 7
2.7 Diagnosis .................................................................................... 8
2.8 Diagnosis banding ...................................................................... 10
2.8 Pengobatan ................................................................................. 10
2.9 Komplikasi ................................................................................. 14
2.10 Prognosis .................................................................................. 17

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21











1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Malaria adalah salah satu penyakit parasit yang paling penting pada manusia, dan
komplikasi neurologisnya yaitu malaria cerebral bisa dikatakan enseIalopati paling
umum di dunia. Malaria mengenai sekitar 5 penduduk dunia setiap waktunya, dan
telah menyebabkan kematian antara 500 ribu hingga 2,5 juta orang setiap tahunnya.
Plasmodium Ialciparum menyebabkan hamper seluruh kematian dan komplikasi
neurologis. Malaria berat biasanya timbul pada orang-orang yang tidak mempunyai
latar belakang imunitas seperti pelancong yang berasal dari daerah yang bukan daerah
endemik malaria. ManiIestasi klinis malaria berbeda-beda tergantung usia. Pada anak-
anak umumnya gejalanya adalah anemia berat, sedangkan pada usia yang lebih
dewasa gagal ginjal akut, edema paru akut, disIungsi hati, dan malaria cerebral lebih
sering terjadi.
Studi terbaru telah dapat menjelaskan pathogenesis malaria dan meningkatkan
kemungkinan untuk melakukan intervensi. Obat-obat anti malaria walaupun masih
merupakan intervensi utama, namun namun peningkatan resistensinya sangat
mengkhawatirkan. Derivat artemisin masih menunjukkan dampak yang jelas dalam
penatalaksanaannya, namun obat-obat yang lain masih mungkin diperlukan. Dengan
obat anti malaria yang adekuat, prognosis malaria menjadi tergantung pada terapi
terhadap komplikasinya. Komplikasi neurologis semakin sering ditemukan, namun
penelitian terhadap pathogenesis koma dan kerusakan neurologisnya masih perlu
dilakukan untuk mengembangkan terapi tambahannya
1
.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah 'Bagaimana
gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang menderita
malaria cerebral?





2



1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai penyakit malaria cerebral.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus penyakit malaria
cerebral pada pasien secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit malaria cerebral.

1.4.Manfaat
Beberapa manIaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai penyakit malaria cerebral.
Sebagai bahan inIormasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut topik-topik
yang berkaitan dengan penyakit malaria cerebral.
3

BAB 2
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensial Iatal yang disebabkan oleh inIeksi
parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles sp. betina yang telah terinIeksi dengan parasit tersebut (Parmet S. et al,
2007). Sedangkan, Finch, R.G. et al (2005) mengatakan bahwa malaria merupakan
suatu inIeksi yang menyerang pada sistem darah manusia. Malaria serebral adalah
malaria dengan penurunan kesadaran (dengan GCS 9 pada dewasa dan Blantyre
coma score 3 pada anak), atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang
yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Malaria serebral adalah salah satu
komplikasi yang amat serius dari inIeksi P.falcifarum yang gejalanya melibatkan
sistem saraI pusat, dapat dijumpai enseIalopati diIus dengan penurunan kesadaran
yang berhubungan dengan sequestrasi mikrovaskuler serebral
2
.

2.2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO (2000), penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni
antara garis bujur 60 di utara dan 40 di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara
yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria
berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41 dari penduduk dunia. Sementara, prevalensi
penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300 - 500 juta penduduk setiap
tahun. Dari 300 - 500 juta kasus klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 juta kasus
malaria berat (malaria komplikasi) dan kematian akibat malaria.2) Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di Indonesia setiap tahun terdapat sekitar 15
juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia.3)
Kelima-lima parasit Plasmodium yang bisa menginIeksi manusia terdistribusi di
tempat geograIis yang berbeda. Plasmodium falciparum paling sering ditemui di
AIrika Sub-Sahara dan Melanesia; Plasmodium vivax pula ditemui di Amerika
Sentral, Amerika Selatan, AIrika Utara, Timur Tengah, dan subkontinen India;
Plasmodium ovale ditemui hampir secara eksklusiI di AIrika Barat; Plasmodium
malariae bisa ditemui di seluruh dunia walaupun terkonsentrasi di AIrika dan
Plasmodium knowlesi yang sejak kebelakangan ini didokumentasikan di beberapa
kepulauan Bornea serta di beberapa daerah Asia Tenggara
2
.
4


2.3. Etiologi
Berdasarkan Chew S.K. (1992), terdapat empat spesies plasmodium yang bisa
menginIeksi manusia yaitu, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium falciparum. Walaupun begitu, studi terbaru telah
menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang dapat juga menginIeksi manusia.
Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi (Marano
& Freedman, 2009). Dari semua spesies Plasmodium tersebut, yang biasanya
menyebabkan malaria serebral adalah Plasmodium falciparum
3
.

2.4. Faktor Resiko
Peningkatan penularan malaria sangat terkait sangat terkait dengan iklim baik musim
hujan maupun musim kemarau dan pengaruhnya bersiIat lokal spesiIik. Pergantian
musim akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap vektor
pembawa penyakit. Pergantian global iklim yang terdiri dari temperatur, kelembaban,
curah hujan, cahaya dan pola tiupan angin mempunyai dampak langsung pada
reproduksi vektor, perkembangannya, longevity dan perkembangan parasit dalam
tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian vegetasi dan pola
tanam pertanian yang dapat mempengaruhi kepadatan populasi vektor. Di daerah
mana saja yang terdapat suhu yang sesuai, yaitu melebihi isotherm 16C, serta
terdapat koeksistensi manusia dan nyamuk Anopheles sp, maka terdapat Iaktor risiko
untuk penularan malaria
2
.

2.5. Patofisiologi
Penyakit malaria dapat disebabkan oleh parasit Plasmodium Ialciparum, P. ovale, P.
vivax dan P. malariae. Nyamuk betina Anopheles merupakan vector yang
menyuntikkan bentuk sporozoite parasit ketika menggigit untuk makan darah. Setelah
inokulasi parasit bereplikasi di hati dalam rata-rata 5,5 hari ada P. Ialciparum dan
melepaskan 105 sampai 106 merozoit ke dalam aliran darah. Pada malaria yang
disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale, beberapa parasit tetap tinggal di hati berupa
hypnozoites yang dapat menyebabkan penyakit ini akan kambuh kembali walaupun
terinIeksi dalam waktu yang lama. Merozoit cepat menyerang eritrosit yang beredar,
dimana siklus eritrositik parasit dimulai. Parasit matang dari bentuk cincin kecil ke
pigmen yang mengandung troIozoit, dan diberi nama skhizon setelah pembelahan inti.
5

Setelah 48 jam eritrosit pecah dan 6 sampai 36 meroizoit dilepaskan, yang akan
menyerang eritrosit. Ini memberikan eksponensial perluasan inIeksi pada host
manusia, dengan Iaktor multiplikasi sekitar 10, namun kadang-kadang sampai 20.
Tiga belas hari setelah inokulasi jumlah parasit meningkat dari sekitar 10 sampai 1010
parasit, dan pasien mulai demam. Pada pasien yang tidak kebal
penyakit dengan cepat bisa beranjak ke stadium yang parah jika inIeksi tidak diobati
dan dengan peningkatan jumlah parasit dalam tubuh sampai dengan 10
12
sampai 10
13
.
ytoadherence.
Meskipun secara sporadis P. vivax mampu menyebabkan penyakit yang parah pada
manusia, termasuk edema paru, hemoglobinuria dan coma, namun sebagian besar dari
penyakit yang parah disebabkan oleh P. Ialciparum. Spesies ini juga satu-satunya
spesies yang menginduksi cytoadherence untuk endotelium vaskular eritrosit
mengandung bentuk dewasa parasit. Sebagai parasit yang mati, protein parasit
diangkut dan dimasukkan ke dalam membran eritrosit. Tingginya molekul
transmembran protein P. Ialciparum yaitu membran protein eritrosit 1 (PIEMP1)
adalah ligan yang paling penting untuk cytoadherence. Kondisi demam merupakan
ekspresi peningkatan mediasi PIEMP1 untuk sitoadheren. Hal dimulai sekitar 12 jam
setelah berkembangnya parasit, 50 dari eIek maksimum diperoleh pada 14-16 jam,
dan kepatuhan sangat eIektiI pada siklus kedua kehidupan parasit. Akibatnya tahap
akhir parasit hanya jarang terdeteksi dalam slide darah periIer, dan ketika mereka
tampil dalam jumlah yang signiIikan (~ 20 dari total parasit) ini adalah tanda
prognosis yang buruk. PIEMP1 dikodekan VAR sangat bervariasi pada setiap gen
keluarga, yang terdiri dari sekitar 60 gen. Peralihan yang tinggi antara gen ini
menimbulkan varian baru PI EMP1 di 2 dari parasit setiap siklus baru, dan ini
variasi antigenic klonal membantu parasit melarikan diri dari sistem. Protein
permukaan lain yang mungkin memainkan peran dalam cytoadherence adalah riIin10
dan sequestrin. Pada endotelium vaskular banyak reseptor yang dapat mengikat
PIEMP1, dengan distribusi yang berbeda dalam berbagai organ dan kontribusi yang
berbeda untuk perputaran, penarikan dan akhirnya stabil mengikat parasit di eritrosit.
Dari jumlah tersebut hanya CD36 yang secara konstitusional dinyatakan pada
kebanyakan vaskular tapi tidak ada di otak, dan chondroitin sulIat A (CSA) yang
merupakan reseptor utama dalam plasenta, yang dapat mendukung penurunan aliran
darah ke plasenta. Adhesi antar molekul 1 (ICAM-1) reseptor endotel yang paling
penting di otak, dan ekspresi oleh sitokin pro-inIlamasi TNF kekuatan elektrostatik
6

penting dalam meregulasi adhesi. Selain Iaktor sterik dalam mengikat PIEMP1
dengan reseptornya. Baru-baru ini telah mengemukakan bahwa trombosit, yang
mengekspresikan CD36, bisa berIungsi sebagai mediasi perlengketan antara eritrosit
yang terinIeksi dan endotelium, yang bisa sangat penting dalam pengaturan aliran
darah mikrovaskular otak berkurang. Cytoadherence menyebabkan penyerapan dari
parasit eritrosit dalam mikrosirkulasi, terutama kapiler dan venula pasca-kapiler.
Dalam penelitian menunjukkan penyerapan yang tidak didistribusikan secara merata
ke seluruh tubuh dan terbesar di otak, tapi juga menonjol alam jantung, mata, hati,
ginjal, usus, dan adiposa tissue. Penelitian dengan mikroskop cahaya dan mikroskop
electron telah menemukan bahwa parasit yang mati pada malaria serebral lebih
menonjol penyerapan di mikrovaskular otak dibandingkan dengan kasus berat non-
koma. Pengasingan parasit terutama di otak, otak kecil serta medula oblongata. Pada
penelitian, cytoadherence selain disebabkan oleh penyerapan eritrosit adalah
akumulasi trombosit intravaskuler.
DeIormabilitas sel darah merah, rosetting dan autoagglutination
Sekuestrasi eritrosit berparasit akan menyebabkan mikrovaskularisasi pada target
organ. Penurunan sinergis aliran lumen disebabkan oleh erythocytes yang kaku dan
mungkin mengurangi aliran darah di mikrosirkulasi organ-organ vital yang dapat
menyebabkan disIungsi organ dan kematian. Dalam pembentukan gumpalan eritrosit
melalui rosetting dan auto-aglutinasi dapat lebih lanjut pengurangan aliran
mikrosirkulasi. Rosetting adalah Ienomena pembentukan in vitro sel darah merah
yang tidak terinIeksi bergabung dengan eritrosit yang mengandung parasit dewasa.
Namun, tidak semuaa eritrosit yang mengandung parasit dewasa yang bersitoadheren
tidak semua terjadi rosetting. Sebuah penelitian menjelaskan sel darah merah yang
berparasit ber agregasi dimediasi melalui trombosit CD36. Umumnya kegagalan
hemodinamik tidak berkontribusio dalam kegagalan mikrosirkulasi. Tekanan darah
rendah bukan gejala umum malaria berat. Cerebral malaria tidak menurunkan aliran
darah ke otak.
Permeabilitas
Ada peningkatan umum ringan permeabilitas vaskular sistemik pada malaria berat,
tetapi lood rain arrier (BBB) pada orang dewasa dengan malaria serebral secara
Iungsional akan menurun Iungsinya secara intak. Studi pada anak AIrika dengan
malaria serebral menunjukkan peningkatan yang halus dalam permeabilitas BBB
dengan gangguan endotel. Peningkatan tekanan intrakranial akan disebabkan oleh
7

peningkatan volume darah intracranial sebagai konsekuensi dari penyerapan eritrosit
yang berparasit. Tidak ada bukti eIektiInya penggunaan manitol pada malaria
serebral.
Sitokin
Pada malaria berat, seperti pada inIeksi berat lainnya, konsentrasi darah proinIlamasi,
IL-1, IL-6 dan IL-18, sitokin seperti TNF alIa, serta Th2 sitokin anti-inIlammatory
(Il-4, Il-10)sangat meningkat. Stimulator yang menginduksi produksi sitokin pro
inIlamasi dan leukosit adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) dari P. Ialciparum.
GPI produksi mungkin juga merangsang limIokin yaitu TNF-'Lymphotoxin'. Kedua
sitokin tersebut di regulasi oleh ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1 pada sel endotelium,
dan dengan demikian bisa meningkatkan penyerapan eritrosit berparasit di otak, dan
berkontribusi terhadap kejadian koma. Pada pasien malaria Ialciparum dengan plasma
yangberkonsentrasi tinggi TNF berkorelasi dengan keparahan penyakit, termasuk
koma, hipoglikemia, hyperparasitaemia dan kematian. Namun, penelitian dengan
menggunakan antibodi monoklonal terhadap TNF tidak menunjukkan eIek
menguntungkan untuk mengurangi durasi koma. Gejala utama pada koma malaria
serebral adalah obstruksi homogen dari sirkulasi otak mikro oleh eritrosit yang
berparasit dan menyebabkan tidak adanya oksigen di otak tetapi tidak menyebabkan
inIark jaringan otak
4
.

2.6. Manifestasi Klinis
Malaria serebral merupakan sebuah penyakit yang mempengaruhi otak
(encephalopathy) dengan maniIestasi berupa demam febrile, delirium, dan/atau
kejang. Resistensi pasiI terhadap Ileksi leher juga sering terjadi (akan tetapi lebih
ringan daripada yang disebabkan oleh meningitis). Selain itu, oleh karena malaria
serebral umumnya diikuti oleh disIungsi multisistem, maniIestasi klinis lain yang
dapat mengikutinya adalah anemia, faundice, dan asidosis metabolik.
Gangguan neurologis pada encephalopathy masiI adalah koma yang tidak
dapat dibangunkan (dengan skala koma Glasgow 9). Pada anak-anak, koma tersebut
dapat terjadi secara cepat (beberapa jam dua hari) setelah onset demam dan
umumnya diikuti kejang generalisata. Namun, pada orang dewasa onset nya bersiIat
gradual, dengan demam selama lebih kurang lima hari lalu diikuti oleh penurunan
kesadaran.
8

Onset terjadinya gejala-gejala dapat terjadi secara bertahap atau gradual
setelah terjadinya kejang. Tingkat keparahannya bergantung kepada kombinasi antara
Iaktor-Iaktor seperti virulensi parasit, respon imun host, dan waktu antara onset gejala
dan dimulainya terapi.
Tanda-tanda terjadinya malaria serebral wajib diperhatikan oleh karena
progresivitasnya yang cepat untuk menjadi koma dan kematian. Jika tidak diobati,
malaria serebral bersiIat Iatal; sedangkan apabila diobati, mortalitas nya adalah 15-
20
5
.

2.7. Diagnosis
Anamnesis :
- Tentukan apakah pasien berasal dari daerah endemis atau tidak
- Tanyakan keluhan yang dialami pasien terkait dengan malaria. Pada pasien
yang menderita malaria serebral, ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, GCS 7 atau sama dengan keadaan klinis sopor, penurunan
kesadaran menetap untuk waktu ~30 menit. Sebagian penderita mengalami
gangguan kesadaran yang lebih ringan, seperti apatis, somnolen, delirium
dan perubahan tingkah laku.
- Tanyakan riwayat berpergian pasien ke daerah endemik malaria
- Tanyakan riwayat pengobatan kuratiI atau preventiI.

Pemeriksaan Fisik
- Demam tinggi
- Menggigil
- Berkeringat banyak
- Anemia
- Splenomegali (pada beberapa kasus)
- Kesadaran menurun
- Kejang
- Kaku kuduk
- Hemipareses



9

Pemeriksaan Lanjutan
1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan parasit malaria
sangat penting dilakukan. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative
tidak mengesampingkan diagnosa malaria, namun jika hasil
menunjukkan negative sampai tiga kali pemeriksaan, maka diagnose
malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat
dilakukan melalui :
- Sediaan Darah Tebal
Ini merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah lebih banyak dibandingkan sediaan darah tipis.
Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapangan
pandang dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan
parasit.
- Sediaan Darah Tipis
Digunakan untuk identiIikasi jenis plasmodium, bila dengan
preparat darah tebal sulit ditentukan. Bila jumlah parasit
~100.000/ul darah menandakan inIeksi yang berat.

2. Tes Antigen : P-F test
Digunakan untuk mendeteksi antigen dari P. Falciparum. Tes ini dikenal
sebagai #apid Test.

3. Tes Serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibody spesiIik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Namun, tes
ini kurang bermanIaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi
setelah beberapa hari parasitemia.

4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan ini diangga sangat peka dengan teknologi ampliIiasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesiIisitasnya
tinggi. Keunggulan tes ini walalupun jumalh parasitnya sangat sedikit
10

dapat meberikan hasil positiI. Tes ini baru dipakai sebagai sarana
penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan rutin
2
.

2.8 Diagnosis Banding
Demam merupakan gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir
semua penyakit inIeksi seperti inIeksi virus pada system respiratorius, inIluenza,
demam tiIoid, demam dengue, dan inIeksi bacterial lainnya seperti pneumonia, inIeksi
saluran kencing dan tuberculosis. Pada malaria berat diagnosis banding tergantung
maniIestasi malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus diagnosis banding ialah
demam tiIoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hatu dan leptospirosis. Hepatitis
pada saat timbul ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral
harus dibedakan dengan inIeksi pada otak lainnya seperti meningitis, enseIapilitis,
tiIoid enseIalopati, dan tripanosomiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi
pada gangguan metabolik (diabetes uremik), gangguan serebrovaskular (stroke),
epilepsy dan tumor otak
2
.

2.9. Pengobatan
Prinsip pengobatan malaria:
O Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria
berat/ dengan komplikasi. ' penderita dengan komplikasi/malaria berat
memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan oral.
O Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang eIektiI, tidak terjadi
kegagalan pengobatan dan mencegah terIjadinya trIansimis yaitu dengan
pengobatan ACT(Artemisin base ombination Therapy).
O Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan
malaria positiI dan dilakukan monitoring eIek/respon pengobatan
O Pengobatan malaria klinis/tanpa hasil pemeriksaan memakai obat non-ACT

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan maaria dengan memaka
obat ACT (Artemisin ase ombination Therapy). Golongan artemisin (ART) telah
dipilih sebagai obat utama karena eIektiI dalam mengatasi plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu artemisin juga bekerja membunuh plasmodium dalam
11

semua stgadium termasuk gametosit. Juga eIektiI terhadap semua spesies, P.
Falciparum, P.vivax maupun lainnya.
Tabel . Pengobatan Golongan Artemisin
Nama obat Kemasan/Tablet/Cap Dosis
Artesunat Oral: 50 mg/200 mg
Hari I: 2 mg/kgBB, 2x
sehari, hari II-V: dosis
tunggal
Injeksi i.m/i.v: 60 mg/amp
2,4 mg/kg hari I; 1,2
mg/kg/hari minimal 3
hari/ bisa minum oral

Suppositoria: 100/200
mg/sup
1600 mg/ 3 hari atau 5
mg/kg/12 jam
Artemeter Oral: 40 mg/50 mg
4 mg/kg dibagi 2 dosis
hari I; 2 mg/kg/hari untuk
6 hari
Injeksi: 80 mg/amp
3,2 mg/kgBB pada hari I;
1.6 mg/kg selama 3 hari/
bisa minum oral
Artemisin Oral 250 mg
20 mg/kg dibagi 2 dosis
hari I; 10 mg/kg untuk 6
hari

Suppositoria:
100/200/300/400/500
mg/supp
2800 mg/3 hari; yaitu 600
mg dan 400 mg hari I dan
2x 400 mg, 2 hari
Dihidroartemisin Oral: 20/60/80 mg
2 mg/kgBB/ dosis 2 x
sehari hari I dan 1 x
sehari 4 hari selanjutnya
Suppositoria: 80 mg/sup
Artheether Injeksi i.m: 150 mg/amp
artheether (artemotil):
4,8 dan 1,6 mg/kg 6 jam
kemudian dan hari I; 1,6
mg/kg 4 hari selanjutnya
Asam artelinik
12


Penggunaan golongan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terIjadinya
rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisin dengan
mengkombinasikan dengan obat anti-malaria yang lain. Kombinas obat ini dapat
menggunakan dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).
Contoh kombinasi dosis tetap yaitu:
O Co-Artem : kombinasi artemeter (20 mg) lumeIantrine (120 mg), 4 tablet
2x1 sehari selama 3 hari
O Artekin: Dihidroartemisin (40 mg) piperakuin (320 mg), dosis awal 2
tabslet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing-masing 2 tablet

Kombinasi ACT yang tidak tetap:
O Artesunat meIlokuin
O Artesunat amodiakuin
O Artesunat klorokuin
O Artesunat sulIadoksin-pirimetamin
O Artesunat pironaridin
O Artgesunat chlorproguanil-dapson (CDA/Lapdap plus)
O Dihidroartemisin piperakuin trimethoprim (Artecom)
O Artgecom primakuin (CV8)
O Dihidroartenmisin naptokuin

Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum
tersedianya obatgolongan artemisin, dapat menggunakan obat standar yang
dikombinasikan. Contoh:
O Kombinasi klorokuin sulIadoksin-pirimetamin
O Kombinasi SPkina
O Kombinasi klorokuin doksisiklin/tetrasiklin
O Kombinasi SPdoksisiklin/tetrasiklin
O Kina doksisiklin/tetrasiklin
O Kina klindamisin

13

Penanganan malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan dalam melakukan
diagnosa seawal mungkin. Sebaiknya penderita yang diduga malaria berat dirawat
pada bilik intensiI untuk dapat dilakukan pengawasan serta tindakan-tindakan yang
tepat. Prinsip penanganan malaria berat:
f Tindakan umum/tindakan perawatan
O Pertahankan Iungsi vital: sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan, dan nutrisi
O Hindarkan trauma
O Hati-hati komplikasi
O Monitoring
O Baringkan/posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
O Sirkulasi
O Cegah hiperpireksi
O Pemberian cairan: oral, sonde, inIus, maksimal 1500 ml
O Diet: porsi keci dan sering, cukup kalori, karbohidrat, dan garam
O Perhatikan kebersihan mulut
O Perhatikan diuresis dan deIekasi, aseptik lkateterisasi
O Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
O Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/gas lembab
O Perawatgan anak:
Hati-hati aspirasi, hisap lendir seseting mungkin. Letakkan posisi kepala
sedikit rendah. Posisi diubah cukup sering. Pemberian cairan dan obat harus
hati-hati.

Terhadap parasitemianya yaitu dengan: 1). Pemberian obat antimalaria, 2).
xchange transfusion (transIusi ganti)
Pemberian obat antimalaria pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan parasitemianya. Oleh
karena itu dipilih obat secara parenteral yang bereIek langsung dalam peredaran
darah dan kurang terjadinya resistensi.
Pada malaria berat, tinakan transIusi berguna untuk: mengeluarkan eritrosit yang
berparasit, menurunkan toksin hasil parasit dan metabolismenya, dan memperbaiki
anemianya.
14



n Pemberian cairan/nutrisi
Ideal bila pemberian cairan dapat diperhitungkan secara lebih tepat, misalnya:
maintenance cairan diperhitungkan berdasarkan BB, misal untuk BB 50 kg
dibutuhkan cairan 1500 ml. Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan ditambah 10,
dehidrasi sedang ditambah 20, dan dehidrasi berat ditambah 30. Setiap
kenaikan suhu 10C ditambah 10 kebutuhan maintenance. Pemantaujan
pemberian cairan lebih akurat bila dilakukan pemasangan 'P line.

Penanganan terhadap gangguan Iungsi organ yang mengalami komplikasi
pada malaria serebral, kejang merupakan salah satu komplikasinya.
Penanganan/pencegahan kejang penting untuk menghindarkan aspirasi.
Penanganan kejang dapat dipilih dibawah ini:
O Diazepam: i.v 10 mg; atau intra-rektal 0,5-1,0 mg/kgBB
O Paradelhid: 0,1 mg/kgBB
O Klormetiazol (bila kejang berulang-ulang) dipakai 0,8 larutan inIus
sampai kejang hilang
O Fenitoin: 5 mg/kgBB i.v diberikan setiap 20 menit
O Fenobarbital
2,5


2.10. Komplikasi
Malaria Serebral
Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran
(apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara
perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering
disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS.
Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini
dapat terjadi karena beberapa proses patologis.
Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak.
Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi
dan sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada
15

perubahan cerebral blood Ilow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic
rate Ior oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.
Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu
~2.2 mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat
~6 mmol/L memiliki prognosa yang Iatal.
Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat ~3
komplikasi organ, maka prognosa kematian ~75 .
Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan Iungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (~50), dan hanya
5-10 disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan Iungsi ginjal ini oleh
karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan
sumbatan mikrovaskular akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin 1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut;
sedang urin yang pekat dengan BJ ~1.05, rasio urin:darah ~ 4:1, natrium urin 20
mmol/L menunjukkan dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa Iaktor risiko terjadinya GGA
ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada
hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit
sudah negatiI
Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Ikterus sering dijumpai pada inIeksi malaria Ialsiparum, mungkin disebabkan karena
sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik
karena hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. Ialsiparum sering
penderita dewasa hal ini karena hemolisis, kerusakan hepatosit. Terdapat pula
hepatomegali, hiperbilirubinemia, penurunan kadar serum albumin dan peningkatan
ringan serum transaminase dan 5 nukleotidase. Ganggguan Iungsi hati dapat
menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat, gangguan metabolisme obat.
Edema Paru sering disebut InsuIisiensi Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas
kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-u.
Penyebab lain gangguan pernaIasan respiratory distress). 1) Kompensasi pernaIasan
dalam keadaan asidosis metabolic; 2) EIek langsung dari parasit atau peningkatan
tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) InIeksi sekunder pada
16

paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital)
menekan pusat pernaIasan.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam
pengobatan quinine (setelah 3 jam inIus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1)
Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan
absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya
metabolisme glukosa di jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan
menggangu glukoneogenesis; 6) Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine.
Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang
akan memperburuk prognosis malaria berat
Haemoglobinuria (Black Water Fever)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis
intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada inIeksi P.
falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina
yang tidak adekuat dan yang bukan disebabkan oleh karena deIisiensi G6PD atau
kekurangan G6PD yang biasanya karena pemberian primakuin.
Malaria Algid
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik 70 mmHg, disertai gambaran
klinis keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa ~1 C, kulit tidak
elastis, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan
sistolik tak terukur dan nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada
kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena
vasodilatasi.
Asidosis
Asidosis (bikarbonat 15meq) atau asidemia (PH 7.25), pada malaria menunjukkan
prognosis buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) PerIusi jaringan yang buruk oleh
karena hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat
oleh parasit; 3) Terbentuknya laktat karena aktiIitas sitokin terutama TNF-u, pada Iase
respon akut; 4) Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan
laktat; 5) Gangguan Iungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam.
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernaIasan kussmaul, peningkatan asam
laktat, dan pH darah menurun (7,25) dan penurunan bikarbonat ( 15meq).
17

Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan
lain seperti hipokalsemia, hipoIosIatemia, dan hipoalbuminemia.
Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal
Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria IalsiIarum berupa keluhan tak
enak diperut, Ilatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat
berupa billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik,
dan gagal ginjal, malaria disentri, malaria kolera.
Hiponatremia
Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik
(SAHAD).
Gangguan Perdarahan
Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih
sering disebabkan oleh iseminata Intravaskular oagulasi (DIC)
2
.

2.11. Prognosis
Pada inIeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada
malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan
diagnosa, dan penanganan yang tepat. Namun, mortalitas penderita malaria di dunia
15-60 tergantung dari Iasilitas pemberi pelayanan
2
.














18

BAB 3
KESIMPULAN

4.1.Kesimpulan
1. Malaria adalah salah satu penyakit parasit yang paling penting pada manusia,
dan komplikasi neurologisnya yaitu malaria serebral bisa dikatakan
enseIalopati paling umum di dunia.
2. Gejala klinis dari malaria serebral yaitu pasien demam dan mengalami
penurunan kesadaran, serta pandangan mata menerawang. Gejala lainnya
adalah kekakuan Ileksor leher tetapi tidak sampai seperti meningism pada
meningitis Ruam-ruam dan limIadenopati biasanya tidak ada. Karena malaria
serebral sering disertai dengan disIungsi beberapa sistem, maka penilaian
tingkat anemia, jaundice, dan peernapasan Kusmaul sangat penting untuk
dilakukan. Hipoglikemi juga sering terjadi pada 8 penderita malaria serebral
dewasa, dan 20 penderita anak-anak. Perdarahan retina juga ditemukan pada
15 pasien.
3. Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan
menggunakan obat ACT (Artemisin ase ombination Therapy). Golongan artemisin
(ART) telah dipilih sebagai obat utama karena eIektiI dalam mengatasi plasmodium
yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisin juga bekerja membunuh
plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga eIektiI terhadap semua
spesies, P. Falciparum, P.vivax maupun lainnya.
4. Prognosis seringkali tergantung kepada penganganan komplikasinya. Prognosis
malaria serebral semakin memburuk dengan adanya gagal ginjal dan asidosis
metabolik.










19

DAFTAR PUSTAKA

1. Newton, C.R.J.C.,2000. Cerebral Malaria. Available Irom:
http://jnnp.bmj.com/content/69/4/433.Iull |Accessed May 19
th
2011|
2. Harijanto, Paul N. 2006. Malaria. Dalam : Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI
3. Sutanto, Inge dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
4. Dondorp, Arjen M. 2005. Pathophysiology, clinical presentation and treatment
oI cerebral malaria. Thailand. Neurology Asia. Available Irom:
www.neurology-asia.org/articles/20052067.pdI |Accessed May 19
th
2011|

5. Harijanto, Paul N. 1999. Management oI Cerebral Malaria. Medical Progress.
Available Irom:
www.asia.cmpmedica.com/cmpmedicamy/disppdI.cIm?InameJun99cerebr
al.pdI |Accessed May 19
th
2011|

You might also like