You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di RS di mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan apendektomi sangat besar sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya. Dari itulah penulis ingim membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post apendektomi. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Fungsi organ Apendiks tidak diketahui namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. B. Tujuan Penyusunan 1) Tujuan umum: Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penyusun makalah ini mengetahui dan mengerti tantang konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pre dan post apendektomi pada klien apendisitis 2) Tujuan khusus: Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar penyusun mampu: a) Medeskripsikan konsep dasar penyakit apendisitis b) Mendeskripsikan analisa data pada asuhan keperawatan klien dengan pre dan post apendektomi c) Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan klien dengan pre dan post apendektomi d) Mendeskripsikan rencana keperawatan yang dibuat pada asuhan keperawatan klien dengan pre dan post apendektomi e) Mendeskripsikan tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada asuhan keperawatan klien dengan pre dan post apendektomi f) Mendeskripsikan evaluasi dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada asuhan keperawatan klien dengan pre dan post apendektomi

BAB II KONSEP DASAR


1. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup leosekal. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosonga tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cendrung menjaadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis). (brunner & suddarth, 1997). Apendisitis adalah obstruksi dari usus buntu yang menyebabkan peradangan, ulserasi dan nekrosis. Jika nekrosis menyebabkan usus buntu rupture, maka isis usus akan mengalir keruangan peritoneal, selanjutnya menyebabkan peritonitis. Penyakit usus buntu sering ditemukan pada pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada usia lebih tua dari itu, maka kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves dkk. 2001) 2. Etiologi Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

3. Patofisiologi Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan, Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut appendiksitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.

Keterangan gambar:

4. Manifestasi klinis Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Bila apendiks terletak di rongga pelvis


Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). 5. Komplikasi Komplikasi utama apendisitis adalah perporasi apendiks, yang dapat dapat berkembng menjadi peritonotis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insident lebih tinggi pada anak kebil dan lansia. Perforas terjadi secara umum 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam 37,70 C atau lebih tinggi, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinue.

6. Penatalaksanaan Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah. Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotic dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan

Tindakan operatif ;
appendiktomi Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang

You might also like