Kebanyakan kasus ascites disebabkan oleh kerusakan hati yang berat ataupun sirosis. Kurang lebih 80 dari kasus ascites dikarenakan oleh sirosis. Meskipun mekanisme yang jelas dari perkembangan ascites belum sepenuhnya dipahami, kebanyakan teori mengarah kepada hipertensi portal sebagai penyebab utama. Peningkatan tekanan darah portal dan penurunan albumin dapat juga menyebabkan penurunan gradient dan menghasilkan ascites abdominal. Faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya ascites adalah garam dan retensi cairan. (Nabili, 2011) Penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya ascites adalah CHF (congestive heart Iailure) Penyebab ascites dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 1. Penyebab Ascites Sirosis Hepatitis alkoholik TransIormasi nodular parsial Karsinoma hepatoseluler Penyakit Jantung CHF Pericarditis konstriktiI Cardiomiopati Keganasan Gangguan Vaskuler Obstruksi vena hepatik (Sindrom Budd-Chiarl)/ Sindrom obstruksi sinusoid Oklusi vena porta Peritonitis Tuberkulosis Sindrom NeIrotik Penyakit Ovarium (Sindrom Meigs, Struma ovarii) Ascites Pankreatik Rupture pseudosit Kebocoran duktus pankreas Ascites Biliar Ruptur vesika Ielea Kebocoran duktus karena trauma Chylous ascites Ruptur limIatik abdomen Obstruksi limIatik Kasus yang Jarang Myxedema Whipples disease Sarcoidosis (Appenrodt, 2011)
4. Etiologi Anemia Normositik normokromik Anemia normositik normokromik dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah 1. Kehilangan darah akut, 2. Hemolisis, 3. Penyakit kronik termasuk inIeksi, 4. Gangguan endokrin, 5. Gangguan ginjal, 6. Kegagalan sumsum tulang, 7. Penyakit-penyakit inIiltrative metastatic pada sumsum tulang (Baldy, 1995) . Etiologi Sirosis Hepatis: 1. Virus hepatitis (B,C,dan D) 2. Alkohol 3. Kelainan metabolik : a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) c. DeIisiensi Alphal-antitripsin d. Glikonosis type-IV e. Galaktosemia I. Tirosinemia 4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak berIungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadisebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatica a. Sindroma Budd-Chiari b. Payah jantung 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis (Sutadi, 2003)
. Pemeriksaan untuk mendiagnosis sirosis 1. Gambaran Laboratoris Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesiIik. Tes Iungsi hati meliputi aminotransIerase, alkali IosIatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. a. Aspartat aminotransIerase (AST) dan alanin aminotransIerase (ALT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis b. Alkali IosIatase, meningkat kurang dari 2-3x batas normal atas. c. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) , konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alcohol bisa menginduksi GGT mikrosomal hepatic dan juga menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. d. Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata tapi bisa meningkat pada sirosi yang lanjut. e. Albumin konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis 2. Pemeriksaan radiologis a. -arium meal dapat melihtat varises untuk konIirmasi adanya hipertensi porta. b. &SG rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasiI dan mudah digunakan, namun sensitiIitasnya kurang. Pemeriksaan yang bisa dinilai dengan &SG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis yang lanjut hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. 3. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi. (Nurdjanah, 2006)
. Kriteria Prediabetes Kriteria prediabetes adalah mereka yang tergolong impaired Iasting glucose ( IFG ) atau Gula Darah Puasa Terganggu ( GDPT ), dan impaired glucose tolerance ( IGT ) atau Toleransi Glukosa Terganggu ( TGT ). Pada sebagian dari mereka ini telah pula didapatkan kelainan seperti yang ditemukan pada diabetes melitus yakni kelainan mikrovaskular. Pada keadaan normal, kadar glukosa darah puasa adalah 100 mg/dL, dan 2 jam setelah beban 140 mg/dL. Sedangkan untuk diabetes, kadar glukosa puasa adalah _ 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban _ 200 mg/dL. &ntuk diagnosis TGT jika setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL. Sedangkan untuk diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL. Berdasarkan penelitian, risiko TGT intuk menjadi diabetes lebih besar dibanding GDPT. Diagnosis prediabetes dapat ditegakkan apabila ada salah satu kriteria berikut: a. GDPT ( menghitung kadar glukosa darah puasa dengan teknik TTGO ) b. TGT ( menghitung kadar glukosa darah postprandial dengan teknik TTGO ) c. Sindroma Metabolik berdasarkan kriteria NCEP ( prediabetes equivalent )
8. OAD incretin EIek incretin terutama karena 2 peptida utama, yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan Glucagonlike peptide 1(GLP-1). GLP-1 merupakan hormon incretin yang berasal dari usus yang menstimulasi insulin dan menekan sekresi dari glukagon, menghambat pengosongan lambung, dan mengurangi naIsu makan dan jumlah makanan yang masuk. Pendekatan terapi untuk mencapai aksi dari incretin ialah dengan incretin mimetic dan inhibisi dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) (incretin inhancer). Percobaan secara klinik terhadap incretin mimetic exenatide ( 2 injeksi setiap hari atau long -acting release dalam satu minggu) dan liraglutide (satu injeksi setiap hari) menunjukkan penurunan gula darah puasa dan postprandial dan HbA 1c (1-2) dan dihubungkan dengan kehilangan berat badan (2-5 kg). (Drucker, 2006) Preparat GLP-1 agonis misalnya byeta dan bydureon. Sedangkan untuk preparat DPP4 inhibitor misalnya sitagliptin. Mekanisme kerja sitaglipin (contoh obat: januvia)
Patogenesis, manifestasi klinis dan terapi Malaria I. Patogenesis Malaria Demam Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrogag, monosit atau limIosti yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor nekrosis Iactor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. 1alciparum memerlukan waktu 36-48 jam , P. vivax/ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. 1alciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/ ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. (Kandun, 2008) Anemia Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinIeksi maupun yang tidak terinIeksi. Plasmodium 1alciparum menginIeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada inIeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginIeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginIeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1 dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. (Kandun, 2008) Splenomegali Limpa merupakan organ retikuloendoteliat, dimana Plasmodium dihancurkan oleh se-sel makroIag dan limIosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar. (Kandun, 2008) Malaria berat akibat Plasmodium 1alciparum mempunyai pathogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinIeksi P. 1alciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinIeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium 1alciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi,knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadniya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya 'rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. (Kandun, 2008) Pada proses sitoaderensi ini diguga juga terjadi proses imunologik yaitu terberntuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin) dimana mediator tersebut mempunya peranan dalam gangguan Iungsi pada jaringan tertentu. (Kandun, 2008)
II. Manifestasi Klinis Malaria sebagai penyebab inIeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemia dan splenomegali. (Harijanto, 2006) ManiIestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. 1alciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya inIeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara inIeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transIusi darah yang mengandung stadium aseksual). 2. Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelumterjadinya demam, berupa:malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang- kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. 1alciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. 3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan: (Harijanto, 2006) a. Periode dingin (15-60 menit) Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. b. Periode panas Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat danpanas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 0 C atau lebih, penderita membukaselimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari Iase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Periode berkeringat Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dandapat melakukan pekerjaan biasa. Trias malaria lebih sering pada inIeksi P. vivax, pada P. 1alciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. 1alciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P. malariae. (Harijanto, 2006) Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada inIeksi malaria, dan lebihsering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto, 2006) Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. 1alciparum. Pada inIeksi P. 1alciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO dideIinisikan sebagai inIeksi P. 1alciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: 1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. 2. Anemia berat (Hb5 gr atau hematokrit 15) pada keadaan hitung parasit ~10.000/l. 3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasaatau 12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kelainan kreatinin ~3mg. 4. Edema paru. 5. Hipoglikemia: gula darah 40 mg. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik 70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa ~1 0 C. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidemia (Ph7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat 15mmol/L). 10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena inIeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak. (Harijanto, 2006)
III. TERAPI A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi 1. Malaria alciparum: a. Lini Pertama: Artesunat Amodiakuin Primakuin b. Lini Kedua: Kina Doksisilin / tetrasiklin Primakuin c. Malaria Mix: Artesunat Amodiakuin Primakuin 2. Malaria 'ivax, Ovale, Malariae a. Lini Pertama: Klorokuin Primakuin b. 2.2. Lini Kedua: Kina Primakuin c. 2.3. Malaria Vivaks relaps Klorokuin Primakuin Pemeriksaan Follow &p untuk setiap penderita dgn konIirmasi laboratorium positiI: Penderita di Iollow up untuk diperiksa ulang Sediaan Darahnya pada H3, 7, 14, 28 dan Pv dilanjutkan sp akhir bulan 3. 3. Catatan: d. Sudah ada sarana diagnostik malaria, dan blm ada obat ACT: P 1alciparum: sulIadoksin pirimetamin (3 tab dosis tunggal) Primakuin 2 3 tab, bila tidak eIektiI:Kina doksisiklin/tetrasilin Primakuin e. Belum ada sarana diagnostik malaria: Penderita gejala klinik malaria: Klorokuin Primakuin
B. Pengobatan Malaria dengan Komplikasi: 1. Pilihan &tama: Derivat artemisin parenteral (Artesunat intravena atau intramuskuler; Artemeter intramuskuler) 2. Obat AlternatiI: Kina dihidroklorida parenteral
Sifat/Cara Kerja Obat 1. Klorokuin : Sizontosid darah anti gametosid, P.vivax dan P.malarie 2. SP : Sizontosid darah Sporontosidal 3. Kina : Sizontosid darah Anti gametosid, P.vivax dan P.malarie 4. Primaquin : Anti gametosid Anti hipnosoit, 5. Artesunat : Sizontosid darah, 6. Amodiakuin : Struktur dan aktivitas sama dgn klorokuin 7. Tetracyclin : Sizontosid darah
Pengobatan Lini I Malaria P.falciparum dengan ACT Hari 1enis obat 1umlah tablet per hari menurut kelompok umur 1 - 4 th - 9 th 10 - 14 th > 1 th H1 *Artesunate 1 2 3 4 **Amodiaquine 1 2 3 4 Primaquin / 1 2 2 3 H2 *Artesunate 1 2 3 4 **Amodiaquine 1 2 3 4 H3 *Artesunate 1 2 3 4 **Amodiaquine 1 2 3 4 *) Artesunate: 4 mg/KgBB per hari **) Amodiaquine : 10 mg/KgBB per hari EIektiI: sampai dengan hari ke 28, ditemukan keadaan klinis sembuh, (sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stad aseksual sejak hari ke 7 Tidak eIektiI: gejala klinik memburuk dan parasit aseksual positip, atau gejala klinik tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi), diberikan obat lini 2
Pengobatan Lini Kedua Malaria P. falciparum dosis Dewasa (BB > 0 Kg BB)
AIternatif Obat I II III IV V VI VII 2 Kina 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 Tetracycline 250 g 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 Primakuin 3 - - - - - - 2 Kina 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 Doxycycline 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 Primakuin 3 - - - - - - Hari *) Bumil dan anak 8 tahun tak diberikan tetrasiklin/doxysiklin.
Pengobatan lini 1 P. ;i;ax/o;ale nar| Ien|s obat IUm|ah tab|et per har| menurut ke|ompok umur 0 1 b| 2 11 b| 1 4 th S 9 th 10 14 th 1S th P1 klorokuln x Z 1 2 3 3 4 rlmakuln x Z 1 P2 klorokuln x Z 1 2 3 3 4 rlmakuln x Z 1 P3 klorokuln 1/8 x Z 1 1 Z 2 rlmakuln x Z 1 P4 14 rlmakuln x Z 1
EIektiI: sampai hari ke 28 klinis sembuh (sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke 7 Tidak eIektiI: dalam 28 hari setelah pemberian obat klinis memburuk, dan parasit aseksual positip, klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten), atau timbul kembali sebelum hari ke 4 (kemungkinan resisten), atau klinik membaik tetapi parasit timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau inIeksi baru)
Pengobatan lini 2 P. ;i;ax Hari 1enis obat 1Umlah tablet per hari menurut kelompok umur 0 - 1 bl 2 - 11 bl 1 - 4 th - 9 th 10 - 14 th > 1 th H1-7 Kina *) *) 3 x 3 x 1 3 x 1
3 x 2 H1-14 Primakuin - - / / 1 *) Dosis berdasarkan berat badan : - Kina 30 mg/KgBB/hari (dibagi 3 dosis) - Primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal
Pengobatan Lini Kedua Malaria Klinis`) Hari 1enis Obat 1umlah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur 0 - 1 bln 2 - 11 bln 1 - 4 th - 9 th 10 - 14 th > 1 th H1 7 Kina **) **) 3 x 3 x 1 3 x 1
3 x 2 H1 Primakuin - - / 1 2 2 - 3 *) Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam, tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat), di daerah yang sulit mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis diulangi dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini kedua) **) Dosis untuk bayi (0 11 bln) berdasarkan BB : - kina 30 mg/KgBB/hr (dibagi 3 dosis) - primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal (tidak diberikan pd bumil dan bayi).
PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI 1. Lini 1: Derivat Artesmisin parenteral (di RS atau Puskesmas perawatan): Artesunat IV/IM; Artemeter IM 2. Lini 2: Kina injeksi 10 mg/Kg BB/8 jam atau 30 mg/Kg BB/24 jam untuk anak.
Kemasan dan cara pemberian derivat artemisin parenteral 1. Artesunat: Vial yg berisi 60 mg serbuk kering Pelarut dalam ampul 0,6 ml natrium bikarbonat 5 Keduanya dicampur dan ditambah dext 5 3 5 ml Loading dose: 2,4 mg/kgBB, IV, selama 2 menit, Diulang setelah 12 jam Selanjutnya: 1 x perhari (dosis dan cara sama) Diberikan sampai pdrt mampu minum obat oral, lini 1 P 1alciparum 2. Artemeter IM: Ampul 40 mg dlm lar minyak Loading dose: 3,2 mg/kg BB,IM Selanjutnya: 1,6 mg/Kg BB, IM, 1x/hari, sampai pdrt mampu minum obat, lini 1 P FalciIarum
Kemasan dan cara pemberian kina parenteral Kemasan: ampul 2 ml berisi 500 mg Dosis (dewasa termasuk bumil): Loading dose: 20 mg/kg BB dilarutkan dlm 500 ml dext 5 atau NaCl 0,9 diberikan selama 4 jam pertama (40 gtt/mnt), selanjutnya 4 jam kedua dext/NaCl kosong, selanjutnya 4 jam ketiga 10 mg/KgBB, dst atau: 10 mg/KgBB selama 8 jam, sampai pdrt sadar