You are on page 1of 17

3.

Differential Diagnosis Ascites


Kebanyakan kasus ascites disebabkan oleh kerusakan hati yang berat
ataupun sirosis. Kurang lebih 80 dari kasus ascites dikarenakan oleh sirosis.
Meskipun mekanisme yang jelas dari perkembangan ascites belum sepenuhnya
dipahami, kebanyakan teori mengarah kepada hipertensi portal sebagai penyebab
utama. Peningkatan tekanan darah portal dan penurunan albumin dapat juga
menyebabkan penurunan gradient dan menghasilkan ascites abdominal. Faktor
lain yang berkontribusi terhadap terjadinya ascites adalah garam dan retensi
cairan. (Nabili, 2011)
Penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya ascites adalah CHF
(congestive heart Iailure) Penyebab ascites dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1. Penyebab Ascites
Sirosis
Hepatitis alkoholik
TransIormasi nodular parsial
Karsinoma hepatoseluler
Penyakit Jantung
CHF
Pericarditis konstriktiI
Cardiomiopati
Keganasan
Gangguan Vaskuler
Obstruksi vena hepatik (Sindrom Budd-Chiarl)/ Sindrom obstruksi sinusoid
Oklusi vena porta
Peritonitis Tuberkulosis
Sindrom NeIrotik
Penyakit Ovarium (Sindrom Meigs, Struma ovarii)
Ascites Pankreatik
Rupture pseudosit
Kebocoran duktus pankreas
Ascites Biliar
Ruptur vesika Ielea
Kebocoran duktus karena trauma
Chylous ascites
Ruptur limIatik abdomen
Obstruksi limIatik
Kasus yang Jarang
Myxedema
Whipples disease
Sarcoidosis
(Appenrodt, 2011)

4. Etiologi Anemia Normositik normokromik
Anemia normositik normokromik dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah
normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan
MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab
anemia jenis ini adalah
1. Kehilangan darah akut,
2. Hemolisis,
3. Penyakit kronik termasuk inIeksi,
4. Gangguan endokrin,
5. Gangguan ginjal,
6. Kegagalan sumsum tulang,
7. Penyakit-penyakit inIiltrative metastatic pada sumsum tulang
(Baldy, 1995)
. Etiologi Sirosis Hepatis:
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolik :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. DeIisiensi Alphal-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
I. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary
atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu
tidak berIungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning
(kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan
hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary
Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis
dapat terjadisebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
a. Sindroma Budd-Chiari
b. Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
(Sutadi, 2003)


. Pemeriksaan untuk mendiagnosis sirosis
1. Gambaran Laboratoris
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan
laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau
waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesiIik. Tes Iungsi hati meliputi
aminotransIerase, alkali IosIatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.
a. Aspartat aminotransIerase (AST) dan alanin aminotransIerase (ALT)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada
ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
adanya sirosis
b. Alkali IosIatase, meningkat kurang dari 2-3x batas normal atas.
c. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) , konsentrasinya tinggi pada
penyakit hati alkoholik kronik, karena alcohol bisa menginduksi GGT
mikrosomal hepatic dan juga menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
d. Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata tapi bisa
meningkat pada sirosi yang lanjut.
e. Albumin konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis
2. Pemeriksaan radiologis
a. -arium meal dapat melihtat varises untuk konIirmasi adanya hipertensi
porta.
b. &SG rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasiI dan mudah
digunakan, namun sensitiIitasnya kurang. Pemeriksaan yang bisa
dinilai dengan &SG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis yang lanjut hati mengecil
dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas
parenkim hati.
3. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik
jaringan hati yang di dapat dari biopsi. (Nurdjanah, 2006)

. Kriteria Prediabetes
Kriteria prediabetes adalah mereka yang tergolong impaired Iasting
glucose ( IFG ) atau Gula Darah Puasa Terganggu ( GDPT ), dan impaired
glucose tolerance ( IGT ) atau Toleransi Glukosa Terganggu ( TGT ). Pada
sebagian dari mereka ini telah pula didapatkan kelainan seperti yang ditemukan
pada diabetes melitus yakni kelainan mikrovaskular.
Pada keadaan normal, kadar glukosa darah puasa adalah 100 mg/dL, dan
2 jam setelah beban 140 mg/dL. Sedangkan untuk diabetes, kadar glukosa puasa
adalah _ 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban _ 200 mg/dL. &ntuk diagnosis TGT
jika setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban
antara 140-199 mg/dL. Sedangkan untuk diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL.
Berdasarkan penelitian, risiko TGT intuk menjadi diabetes lebih besar dibanding
GDPT.
Diagnosis prediabetes dapat ditegakkan apabila ada salah satu kriteria berikut:
a. GDPT ( menghitung kadar glukosa darah puasa dengan teknik TTGO )
b. TGT ( menghitung kadar glukosa darah postprandial dengan teknik TTGO )
c. Sindroma Metabolik berdasarkan kriteria NCEP ( prediabetes equivalent )

8. OAD incretin
EIek incretin terutama karena 2 peptida utama, yaitu glucose dependent
insulinotropic polypeptide (GIP) dan Glucagonlike peptide 1(GLP-1). GLP-1
merupakan hormon incretin yang berasal dari usus yang menstimulasi insulin dan
menekan sekresi dari glukagon, menghambat pengosongan lambung, dan
mengurangi naIsu makan dan jumlah makanan yang masuk. Pendekatan terapi
untuk mencapai aksi dari incretin ialah dengan incretin mimetic dan inhibisi
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) (incretin inhancer). Percobaan secara klinik
terhadap incretin mimetic exenatide ( 2 injeksi setiap hari atau long -acting
release dalam satu minggu) dan liraglutide (satu injeksi setiap hari) menunjukkan
penurunan gula darah puasa dan postprandial dan HbA
1c
(1-2) dan dihubungkan
dengan kehilangan berat badan (2-5 kg). (Drucker, 2006)
Preparat GLP-1 agonis misalnya byeta dan bydureon. Sedangkan untuk
preparat DPP4 inhibitor misalnya sitagliptin.
Mekanisme kerja sitaglipin (contoh obat: januvia)















Patogenesis, manifestasi klinis dan terapi Malaria
I. Patogenesis Malaria
Demam
Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrogag,
monosit atau limIosti yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain
TNF (Tumor nekrosis Iactor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada
ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. 1alciparum
memerlukan waktu 36-48 jam , P. vivax/ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam.
Demam pada P. 1alciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/ ovale selang waktu
satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. (Kandun, 2008)
Anemia
Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinIeksi maupun yang tidak
terinIeksi. Plasmodium 1alciparum menginIeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada inIeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan
P. ovale hanya menginIeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 dari
seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginIeksi sel
darah merah tua yang jumlahnya hanya 1 dari jumlah sel darah merah. Sehingga
anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi
pada keadaan kronis. (Kandun, 2008)
Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendoteliat, dimana Plasmodium dihancurkan oleh
se-sel makroIag dan limIosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan
limpa membesar. (Kandun, 2008)
Malaria berat akibat Plasmodium 1alciparum mempunyai pathogenesis
yang khusus. Eritrosit yang terinIeksi P. 1alciparum akan mengalami proses
sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh
kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinIeksi akan
membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium 1alciparum. Pada saat
terjadi proses sitoadherensi,knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel
endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam
pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadniya iskemia jaringan. Terjadinya
sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya 'rosette yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
(Kandun, 2008)
Pada proses sitoaderensi ini diguga juga terjadi proses imunologik yaitu
terberntuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin) dimana
mediator tersebut mempunya peranan dalam gangguan Iungsi pada jaringan
tertentu. (Kandun, 2008)






















II. Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab inIeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodik, anemia dan splenomegali. (Harijanto, 2006)
ManiIestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari
spesies parasit (terpendek untuk P. 1alciparum dan terpanjanga untuk P.
malariae), beratnya inIeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada
derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara inIeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transIusi darah
yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelumterjadinya
demam, berupa:malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri
pada tulang dan otot,anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-
kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan prodromal sering terjadi
pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. 1alciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria secara
berurutan: (Harijanto, 2006)
a. Periode dingin (15-60 menit)
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita
sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat danpanas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40
0
C atau lebih,
penderita membukaselimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari Iase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih,
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita
bangun akan merasa sehat dandapat melakukan pekerjaan biasa.
Trias malaria lebih sering pada inIeksi P. vivax, pada P. 1alciparum
menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas
berlangsung 12 jam pada P. 1alciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale,
60 jam pada P. malariae. (Harijanto, 2006)
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada inIeksi
malaria, dan lebihsering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada
limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan
membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto, 2006)
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
1alciparum. Pada inIeksi P. 1alciparum dapat meimbulkan malaria berat
dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO dideIinisikan sebagai inIeksi P. 1alciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb5 gr atau hematokrit 15) pada keadaan hitung
parasit ~10.000/l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang
dewasaatau 12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi,
disertai kelainan kreatinin ~3mg.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah 40 mg.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik 70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa ~1
0
C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
9. Asidemia (Ph7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat 15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena inIeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak. (Harijanto, 2006)

III. TERAPI
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
1. Malaria alciparum:
a. Lini Pertama:
Artesunat Amodiakuin Primakuin
b. Lini Kedua:
Kina Doksisilin / tetrasiklin Primakuin
c. Malaria Mix:
Artesunat Amodiakuin Primakuin
2. Malaria 'ivax, Ovale, Malariae
a. Lini Pertama:
Klorokuin Primakuin
b. 2.2. Lini Kedua:
Kina Primakuin
c. 2.3. Malaria Vivaks relaps
Klorokuin Primakuin
Pemeriksaan Follow &p untuk setiap penderita dgn konIirmasi
laboratorium positiI: Penderita di Iollow up untuk diperiksa ulang Sediaan
Darahnya pada H3, 7, 14, 28 dan Pv dilanjutkan sp akhir bulan 3.
3. Catatan:
d. Sudah ada sarana diagnostik malaria, dan blm ada obat ACT:
P 1alciparum: sulIadoksin pirimetamin (3 tab dosis tunggal)
Primakuin 2 3 tab, bila tidak eIektiI:Kina doksisiklin/tetrasilin
Primakuin
e. Belum ada sarana diagnostik malaria:
Penderita gejala klinik malaria: Klorokuin Primakuin

B. Pengobatan Malaria dengan Komplikasi:
1. Pilihan &tama:
Derivat artemisin parenteral (Artesunat intravena atau intramuskuler;
Artemeter intramuskuler)
2. Obat AlternatiI:
Kina dihidroklorida parenteral

Sifat/Cara Kerja Obat
1. Klorokuin : Sizontosid darah
anti gametosid, P.vivax dan P.malarie
2. SP : Sizontosid darah
Sporontosidal
3. Kina : Sizontosid darah
Anti gametosid, P.vivax dan P.malarie
4. Primaquin : Anti gametosid
Anti hipnosoit,
5. Artesunat : Sizontosid darah,
6. Amodiakuin : Struktur dan aktivitas sama dgn klorokuin
7. Tetracyclin : Sizontosid darah

Pengobatan Lini I Malaria P.falciparum dengan ACT
Hari 1enis obat
1umlah tablet per hari menurut kelompok umur
1 - 4 th - 9 th 10 - 14 th > 1 th
H1
*Artesunate 1 2 3 4
**Amodiaquine 1 2 3 4
Primaquin / 1 2 2 3
H2
*Artesunate 1 2 3 4
**Amodiaquine 1 2 3 4
H3
*Artesunate 1 2 3 4
**Amodiaquine 1 2 3 4
*) Artesunate: 4 mg/KgBB per hari
**) Amodiaquine : 10 mg/KgBB per hari
EIektiI: sampai dengan hari ke 28, ditemukan keadaan klinis sembuh,
(sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stad aseksual sejak hari ke 7
Tidak eIektiI: gejala klinik memburuk dan parasit aseksual positip, atau
gejala klinik tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang
(persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi), diberikan obat lini 2

Pengobatan Lini Kedua Malaria P. falciparum dosis Dewasa (BB > 0 Kg
BB)




AIternatif Obat
I II III IV V VI VII
2 Kina 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2
Tetracycline 250 g 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1 4 x 1
Primakuin 3 - - - - - -
2 Kina 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2 3 x 2
Doxycycline 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1
Primakuin 3 - - - - - -
Hari
*) Bumil dan anak 8 tahun tak diberikan tetrasiklin/doxysiklin.

Pengobatan lini 1 P. ;i;ax/o;ale
nar|
Ien|s
obat
IUm|ah tab|et per har| menurut ke|ompok umur
0 1
b|
2 11
b|
1 4
th
S 9
th
10 14
th
1S
th
P1
klorokuln x Z 1 2 3 3 4
rlmakuln x Z 1
P2
klorokuln x Z 1 2 3 3 4
rlmakuln x Z 1
P3
klorokuln 1/8 x Z 1 1 Z 2
rlmakuln x Z 1
P4 14 rlmakuln x Z 1

EIektiI: sampai hari ke 28 klinis sembuh (sejak hari ke 4) dan tidak
ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke 7
Tidak eIektiI: dalam 28 hari setelah pemberian obat
klinis memburuk, dan parasit aseksual positip,
klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten),
atau timbul kembali sebelum hari ke 4 (kemungkinan resisten),
atau klinik membaik tetapi parasit timbul kembali antara hari ke 15
sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau inIeksi baru)



Pengobatan lini 2 P. ;i;ax
Hari 1enis obat
1Umlah tablet per hari menurut kelompok umur
0 - 1
bl
2 - 11
bl
1 - 4
th
- 9
th
10 -
14 th
> 1
th
H1-7 Kina *) *) 3 x 3 x 1
3 x 1

3 x 2
H1-14 Primakuin - - / / 1
*) Dosis berdasarkan berat badan : - Kina 30 mg/KgBB/hari (dibagi 3 dosis)
- Primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal

Pengobatan Malaria Klinis
Pengobatan Lini Pertama Malaria Klinis
Hari
1enis
Obat
1umlah tablet per hari menurut kelompok umur
0 - 1
th
2 - 11
th
1 - 4
th
-
9
th
10 - 14
th
> 1
th
H1
Klorokuin / 1 2 3 3 4
Primakuin - - / 1 2 2 3
H2 Klorokuin / 1 2 3 3 4
H3 Klorokuin 1/8 / 1 1 2




Pengobatan Lini Kedua Malaria Klinis`)
Hari
1enis
Obat
1umlah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur
0 - 1
bln
2 - 11
bln
1 - 4
th
- 9
th
10 -
14 th
> 1
th
H1 7 Kina **) **) 3 x 3 x 1 3 x 1

3 x 2
H1 Primakuin - - / 1 2 2 - 3
*) Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam,
tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat), di daerah yang
sulit mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis
diulangi dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini
kedua)
**) Dosis untuk bayi (0 11 bln) berdasarkan BB :
- kina 30 mg/KgBB/hr (dibagi 3 dosis)
- primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal (tidak diberikan pd bumil dan bayi).

PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI
1. Lini 1:
Derivat Artesmisin parenteral (di RS atau Puskesmas perawatan):
Artesunat IV/IM; Artemeter IM
2. Lini 2:
Kina injeksi 10 mg/Kg BB/8 jam atau 30 mg/Kg BB/24 jam untuk anak.

Kemasan dan cara pemberian derivat artemisin parenteral
1. Artesunat:
Vial yg berisi 60 mg serbuk kering
Pelarut dalam ampul 0,6 ml natrium bikarbonat 5
Keduanya dicampur dan ditambah dext 5 3 5 ml
Loading dose: 2,4 mg/kgBB, IV, selama 2 menit, Diulang setelah 12 jam
Selanjutnya: 1 x perhari (dosis dan cara sama)
Diberikan sampai pdrt mampu minum obat oral, lini 1 P 1alciparum
2. Artemeter IM:
Ampul 40 mg dlm lar minyak
Loading dose: 3,2 mg/kg BB,IM
Selanjutnya: 1,6 mg/Kg BB, IM, 1x/hari, sampai pdrt mampu minum obat,
lini 1 P FalciIarum

Kemasan dan cara pemberian kina parenteral
Kemasan: ampul 2 ml berisi 500 mg
Dosis (dewasa termasuk bumil):
Loading dose: 20 mg/kg BB dilarutkan dlm 500 ml dext 5 atau NaCl 0,9
diberikan selama 4 jam pertama (40 gtt/mnt), selanjutnya 4 jam kedua
dext/NaCl kosong, selanjutnya 4 jam ketiga 10 mg/KgBB, dst atau: 10
mg/KgBB selama 8 jam, sampai pdrt sadar

You might also like