You are on page 1of 61

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Corporate governance merupakan sistem yang mengarahkan dan mengawasi perusahaan bisnis. Struktur Corporate governance mendistribusikan hak dan tanggung jawab antara pihak-pihak yang berbeda, seperti, komisaris, manajer, pemegang saham, dan pihak yang berkepentingan lain, dan menjelaskan peraturan dan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Konsep corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor, sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar. Selain itu, corporate governance menjadi aspek kritikal dalam menciptakan daya saing perusahaan. Corporate governance belum benar-benar diterapkan di Indonesia, masih banyak perusahaan yang menerapkan corporate governance hanya sebagai alat pendongkrak citra perusahaan (Poeradisastra, 2005). Pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 tercatat telah terjadi banyak skandal keuangan di perusahaan-perusahaan publik yang melibatkan persoalan laporan keuangan yang pernah diterbitkannya (Boediono, 2005). Fenomena tersebut mengindikasikan kegagalan laporan keuangan dalam memenuhi kebutuhan informasi para penggunanya, dimana laporan keuangan

gagal menyajikan fakta riil mengenai kondisi ekonomis perusahaan yang sesungguhnya. Padahal, laporan keuangan merupakan sarana untuk

mempertanggungjawabkan apa yang dikakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Dalam laporan keuangan, salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba (Assih dan Gudono, 2000). Seringkali perhatian investor yang hanya terfokus pada laba, membuatnya tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Beattie et al, 2004). Ketergantungan investor terhadap informasi laba yang terdapat dalam informasi keuangan turut mendorong manajemen melakukan manipulasi terhadap laba untuk kepentingannya sendiri. Akibat dari manipulasi laba tersebut, laba yang diharapkan dapat memberikan informasi guna mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya mengenai kondisi ekonomi perusahaan akan menyebabkan kualitas labanya diragukan, karena menyebabkan interpretasi yang keliru (Pudjiastuti dan Mardiyah, 2006). Kualitas laba yang dihasilkan perusahaan akan sangat mempengaruhi reaksi pasar terhadap informasi laba yang dilaporkan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba menunjukkan semakin berkualitasnya laba yang dilaporkan. Banyak penelitian mengenai corporate governance menunjukkan bahwa corporate governance merupakan elemen penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Petra (2008) menguji pengaruh corporate governance terhadap informasi

laba, dan hasilnya menunjukkan bahwa proporsi direktur independen berpengaruh signifikan positif terhadap informasi laba. Anderson et al. (2003) menguji pengaruh komite audit dan dewan komisaris independen terhadap informasi laba, mereka menemukan jumlah komite audit dan proporsi direktur independen merupakan faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya informasi laba. Selain dua penelitian tersebut, penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin tingginya corporate governance maka kualitas informasi laba juga semakin tinggi (Petra, 2006; Hussaney, 2008; Gul et al., 2002; Balsam et al., 2001; Anderson et al., 2001; Teoh dan Wong, 1990). Di Indonesia, Boediono (2005) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance (dengan proksi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris) dan manajemen laba terhadap kualitas laba, dengan menggunakan sampel industri manufaktur. Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh komponen corporate governance terhadap manajemen laba lemah. Sedangkan, pengaruh corporate governace dan manajemen laba terhadap kualitas laba menunjukkan pengaruh yang cukup kuat. Sebelumnya, Midiastuty dan Mahfoedz (2003) melakukan penelitian sejenis, tetapi komponen dewan direksi dilihat melalui variabel ukuran. Hasilnya komponen corporate governance berpengaruh terhadap earnings response coefficient. Adanya perbedaan hasil penelitian terdahulu (lampiran 2) menyebabkan penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas

informasi laba masih penting dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas informasi laba akuntansi di Indonesia. Secara khusus, penelitian ini menguji pengaruh struktur dewan komisaris, komite audit, dan struktur kepemilikan terhadap kualitas informasi laba akuntansi yang diproksikan dengan earnings response coefficient.

B. PERUMUSAN MASALAH Penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara-negara maju mengindikasikan bahwa corporate governance dapat meningkatkan kualitas laba. Namun, hasil tersebut mungkin berbeda bila penelitian tersebut dilakukan di Indonesia, hal ini terjadi karena perbedaan sampel negara yang digunakan yang berarti berbeda pula tata kelola perusahaannya. La Porta dan Silanes (1999) menunjukkan bahwa kepemilikan saham di Amerika Serikat tidak terkonsentrasi, hal ini berbeda dengan perusahaan di Indonesia yang kepemilikan sahamnya cenderung terkonsentrasi (wong T.J dan Yoseph, 2001). Selain itu, Wong T.J juga menunjukkan bahwa transparansi dan kualitas pengungkapan laporan keuangan di Asia (termasuk Indonesia) masih sangat rendah. Adanya perbedaan tata kelola perusahaan, dan perbedaan hasil penelitian terdahulu (lampiran 2) menyebabkan penelitian tentang pengaruh Corporate Governance yang diproksikan dengan struktur dewan komiaris, komite audit dan struktur kepemilikan; dan kualitas laba yang diproksikan dengan

ERC penting dilakukan di Indonesia, oleh karena itu, hubungan antara corporate governance dan kualitas laba masih menjadi suatu pertanyaan empiris di Indonesia.

C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai :
1.

Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

2.

Pengaruh background pendidikan dewan komisaris terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

3.

Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

4.

Pengaruh ukuran komite audit terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

5.

Pengaruh background pendidikan komite audit terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

6.

Pengaruh proporsi komite audit independen terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

7.

Pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi:


1.

Pengembangan

literature

mengenai

pengaruh

mekanisme

corporate

governance terhadap kualitas laba di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan perbedaan hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
2.

Pengembangan penelitian-penelitian sebelumnya dengan menggunakan variable yang lebih lengkap, antara lain ukuran dewan komisaris, background pendidikan dewan komisaris, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, background pendidikan komite audit, proporsi komite audit independen, dan struktur kepemilikan saham. Struktur kepemilikan saham dalam penelitian ini diproksikan melalui konsentrasi kepemilikan, sedangkan penelitianpenelitian terdahulu di Indonesia banyak menggunakan kepemilikan

institusional maupun manajerial sebagai proksi dari struktur kepemilikan saham.

E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : Pendahuluan Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka dan hipotesis penelitian yang disertai review penelitian terdahulu yang relevan dan mendukung penelitian, dilanjutkan dengan kerangka pemikiran. BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data. BAB IV : Analisis Data Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis; dan pembahasan hasil analisis. BAB V : Penutup Bab ini membahas kesimpulan obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisis data, dan menjelaskan mengenai keterbatasan penelitian, serta memberikan saran bagi pihak yang terkait. Daftar Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Signalling Theory Teori Sinyal menjelaskan alasan perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2000). 2. Agency Theory Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan
8

agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan, masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan

tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi

10

perusahaan. Penelitian Richardson (1998) menunjukkan adanya hubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para

investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). 3. Corporate governance Corporate governance merupakan sistem yang mengarahkan dan mengawasi perusahaan bisnis. Struktur Corporate governance mendistribusikan hak dan tanggung jawab antara pihak-pihak yang berbeda, seperti, komisaris, manajer, pemegang saham, dan pihak yang berkepentingan lain, dan menjelaskan peraturan dan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Dengan melakukan ini, corporate governance juga menyediakan struktur untuk menentukan objektivitas perusahaan, dan bertujuan untuk mencapai objektivitas dan efektivitas pengawasan

11

kinerja. Forum Corporate governance Indonesia (FCGI, 2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mendefinisikan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pemegang kepentingan lainnya dengan menghormati hak dan tanggung jawab mereka. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah kepada para pemegang kepentingan. Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang

dikemukakan oleh Shleifer dan Vishny (1997) yang menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar dkk. (1999) menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu

corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer (atau insider) agar bertindak yang terbaik untuk kepentingan investor luar (kreditur atau shareholder) (Prowson, 1998). Sistem corporate governance yang dijalankan di Indonesia memiliki beberapa poin penting yang harus diterapkan dalam operasional perusahaan. Poin tersebut tertuang dalam Code for Good Corporate governance (2001) yang mengatur tentang pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan, stakeholder, pengungkapan, confidentially, insider information, etika

12

bisnis dan korupsi, donasi, kepatuhan terhadap peraturan perlindungan kesehatan, keselamatan lingkungan, serta kesempatan kerja yang sama. Prinsip-prinsip corporate governance di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip corporate governance internasional. 4. Earnings Response Coefficient Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon yang bervariasi, yang menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap laba (Cho dan Jung, 1991). Reaksi yang ditunjukkan tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Laba yang berkualitas dan kredibel akan direspon lebih kuat ( Anderson et al., 2003). Dalam penelitian ini kualitas laba diproksikan dengan Earnings Response Coefficient (ERC), semakin tinggi ERC menunjukkan laba yang dilaporkan semakin berkualitas, rendahnya ERC menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau bahkan tidak berkualitas. Penelitian-penelitian yang berusaha mengidentifikasi dan menjelaskan

perbedaan respon pasar terhadap informasi laba dikenal dengan penelitian earnings response coefficient (ERC). ERC merupakan koefisien yang mengukur respon abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings perusahaanperusahaan yang menerbitkan sekuritas. Scott (2000) mendefinisikan earnings response coefficient (ERC) sebagai berikut:

13

An earnings response coefficient measures the extent of a securitys abnormal market return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm issuing that security. (Scott, 2000, p. 152). Investor akan menilai laba sekarang untuk memprediksi laba dan return di masa yang akan datang. Jika future return tersebut semakin berisiko, maka reaksi investor terhadap unexpected earnings perusahaan juga semakin rendah. 5. Dewan Komisaris Keberadaan komisaris yang independen (sesuai Peraturan BEJ No. Kep339./BEJ/07-2001), memiliki keahlian dan pemahaman yang baik tentang perusahaan dan bisnis memegang peranan yang penting terhadap perlindungan stakeholders

perusahaan. Komisaris independen dengan bantuan komite audit bisa mengawasi dan mencegah tindakan manajemen yang bisa membuat laporan keuangan berkurang reliabilitasnya, seperti praktek manajemen laba yang oportunistik. Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam

menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada

14

berkurangnya

kepercayaan

investor.

Untuk

mengatasinya

dewan

komisaris

diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Penelitian mengenai Corporate governance, terutama mengenai karakteristik dewan komisaris telah banyak dilakukan. Hal tersebut karena Dewan Komisaris dipercaya memainkan peranan penting dalam corporate governance, khususnya dalam memonitor manajemen tingkat atas (Dichev and Skinner, 2002). 6. Komite Audit Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengeluarkan peraturan tanggal 1 Juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan dewan komisaris independen dan komite audit. Peraturan

mewajibkan perusahaan tercatat memiliki komite audit. Komite audit harus beranggotakan minimal tiga orang independen, salah satunya memiliki keahlian dalam bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus berasal dari komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Kalbers & Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi anggota komite audit (Effendi, 2005). Selain itu, Effendi juga menambahkan masalah komunikasi

15

dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite audit. Komite Audit memiliki peran yang penting bagi perusahaan. Komite audit berperan sebagai jembatan yang menghubungkan dewan komisaris dengan internal audit, serta eksternal audit (Syakhroza, 2002). Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan peran komite audit lebih bisa berjalan sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik. 7. Struktur Kepemilikan Kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Organisasi memiliki kemampuan untuk bertahan apabila terdapat pemisahan antara pemilik dan pengendalinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Fama dan Jensen(1983) yang menganalisis bahwa organisasi yang mampu bertahan tidak mendasarkan

pengambilan keputusan pada pemegang saham yang terbesar, tetapi terdapat pemisahan antara pemilik dengan pengendali (Fama dan Jensen, 1983). Struktur kepemilikan saham dalam suatu perusahaan terdiri atas kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi dan kepemilikan saham oleh manajerial. Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor

16

individual. Institusi sebagai investor yang

sophisticated karena mempunyai

kemampuan dalam memproses informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian, akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angkaangka dalam laporan keuangan. Wedari (2004) yang mengutip pendapat Shiller dan Pound (1989) menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan analisis investasi dan memiliki akses informasi yang mahal dibandingkan dengan investor individual. Oleh karenanya, investor institusional memiliki kemampuan mengawasi tindakan manajemen yang lebih baik dibandingkan dengan investor individual. Dari beberapa teori tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen melakukan manipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba.

B. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis


1.

Dewan Komisaris, Komite Audit dan Kualitas Informasi Laba Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan,

memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.

17

Komite audit

diharapkan

dapat

membantu

dewan

komisaris

dalam

pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba

perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan (Teoh dan Wong 1993) sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laba

perusahaan. Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan. Di dalam pelaksanaan tugasnya komite menyediakan komunikasi formal antara dewan, manajemen, auditor eksternal dan auditor internal (Bradbury et al. 2004). Adanya komunikasi formal antara komite audit, auditor internal, dan auditor eksternal akan menjamin proses audit internal dan eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan

eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan kemudian meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al. 2003).

a.

Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit Hubungan antara jumlah anggota dewan dengan nilai perusahaan didukung oleh

perspektif fungsi servis dan kontrol yang dapat diberikan oleh dewan. Fungsi

18

servis menyatakan bahwa dewan komisaris dapat memberikan konsultasi dan nasehat kepada manajemen. Penelitian Lorsch dan MacIver (1989) yang berbasis wawancara menemukan bahwa peranan pemberian saran mendominasi aktivitas

anggota dewan (Young et al., 2001). Dengan menekankan pada fungsi ini, Dalton dan Daily (1999) menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling yang diberikan oleh anggota dewan tersebut merupakan suatu jasa yang berkualitas bagi manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu juga dapat memberikan nasehat yang bernilai dalam penyusunan strategi dan

penyelenggaraan perusahaan (Fama dan Jensen, 1983). Fungsi kontrol yang dilakukan oleh dewan (komisaris) diambil dari teori agensi. Dari perspektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan

kepentingan pemegang saham dan manajer (Jensen, 1993). Dari kedua fungsi dewan tersebut, terlihat bahwa jumlah komisaris berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian Fama dan Jensen (1983), hasil penelitian Song dan Windram (2000) melaporkan bahwa ukuran dewan komisaris yang lebih besar cenderung meningkatkan terjadinya masalah dalam pelaporan keuangan. Hal itu karena semakin besar dewan komisaris, biaya marginal dalam pengawasan manajemen semakin meningkat, selain itu semakin panjang pula prosedur dalam hal pembuatan keputusan dan komunikasi sehingga pengawasan menjadi kurang efektif.

19

Goodstein et al. (1994) berpendapat bahwa ukuran dewan komisaris yang kecil antara empat sampai enam orang akan lebih efektif karena mereka dapat membuat keputusan strategis dengan tepat waktu. Efektivitas pengawasan dan efektivitas pembuatan keputusan dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran Dewan Komisaris. Apabila jumlah Dewan komisaris sesuai dengan standar yang ditetapkan maka pengawasan dan pembuatan keputusan akan lebih efektif, kedua hal ini dapat meningkatkan kualitas informasi laba. Sedangkan ukuran komite audit yang efektif yaitu 3-5 karena jumlah ini merupakan jumlah yang efektif untuk meningkatkan kinerja komite audit, apabila kinerja komite audit meningkat maka akan meningkatkan kualitas laporan keuangan dan meningkatkan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan (Pedoman pembentukan komite audit yang efektif, 2002). Apabila Jumlah komite audit terlalu banyak atau terlalu sedikit maka dapat mengurangi keefektifan kinerja komite audit. H1a : Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba. H1b : Ukuran komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba b. Proporsi Dewan komisaris independen dapat memonitor manajemen dengan baik, sehingga dapat mengurangi kecenderungan manajemen untuk melakukan penipuan

20

pelaporan keuangan. sehingga dapat meningkatkan informasi laba (Beasley et al., 1999). Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Banyak penelititan yang telah dilakukan untuk menguji pengaruh proporsi komisaris independen terhadap kualitas laba akuntansi. Vafeas (2000) dan Anderson et al. (2003) memberikan simpulan bahwa komposisi dewan komisaris di perusahaan dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Song dan Windram (2000) mengevaluasi pelaksanaan corporate governance di Inggris, mereka menemukan bahwa masuknya dewan komisaris non eksekutif (komisaris independen) dalam institusi dewan berhubungan secara signifikan dengan efektivitas pengawasan pelaporan keuangan. Chtourou et al. (2001) dan Wedari (2004) menemukan bahwa dewan komisaris yang independen akan membatasi aktivitas pengelolaan laba. Tetapi, Parulian (2004) menemukan bahwa komisaris independen

perusahaan-perusahan di BEJ tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi pengelolaan laba perusahaan. Struktur dewan yang independen terhadap CEO, efektif dalam memonitor proses pelaporan akuntansi perusahaan. Komite Audit berfungsi sebagai penengah kedua belah pihak untuk menimbang dan sebagai penghubung pandangan yang

21

berbeda antara auditor dan manajemen untuk mencapai keseimbangan akhir sehingga laporan keuangan lebih akurat (Klien, 2002). Sebaliknya anggota yang memiliki pengalaman sebagai dewan komisaris dan manajemen senior cenderung

mendukung manajemen. Hasil penelitian Song dan Windram (2000), Bradbury et al. (2004), Sugiarta (2004) dan Suryana (2004) menunjukkan bahwa proporsi komite audit independen berhubungan signifikan dengan ERC (kualitas laba). McMullen dan Raghunandan (1996) melaporkan variasi yang diobservasi antara perusahaan yang mempunyai masalah pelaporan keuangan dan yang tidak. Masalah lebih kecil ditemukan

pada perushaan yang memiliki komite audit yang seluruh anggotanya independen, paling tidak satu anggotanya bersertifikasi akuntan publik atau memiliki

pengetahuan akuntansi dan keuangan, dan melakukan pertemuan tiga kali atau lebih dalam setahun. Carcello dan Neal (2000) menemukan pada perusahaan yang proporsi anggotanya sebagian besar adalah komisaris afiliasi dalam keadaaan perusahaan tertekan, cenderung tidak mendukung auditor untuk mengeluarkan

pendapat going-concern. H2a : Proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba. H2b : Proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba.
c.

Background Pendidikan

22

Semakin banyak dewan komisaris yang berlatar belakang pendidikan keuangan dan ekonomi dapat meningkatkan corporate governance, karena mereka lebih mengerti akuntansi sehingga akan mendukung opini auditor bila dibandingkan dengan manajemen (DeZoort dan Salterio, 2001). Hal ini dapat menghambat manajemen malakukan manajemen laba, sehingga laporan keuangan akan tersaji secara wajar dan kualitas informasi laba pun meningkat. Anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu juga dapat memberikan nasehat yang bernilai dalam penyusunan strategi dan penyelenggaraan perusahaan (Fama dan Jensen, 1983). Selain itu, Xie et al. (2001) menemukan bahwa latar belakang anggota dewan dan komite audit, juga frekuensi pertemuan mereka mempengaruhi besaran akrual diskresioner lancar. Raghunandan et al. (2001) meneliti hubungan antara komposisi komite dan interaksi komite terhadap auditor internal. Hasil penelitian adalah komite yang beranggotakan komisaris independen dan salah satu memiliki latar belakang

keuangan dan akuntansi cenderung untuk (1) lebih sering bertemu dengan auditor internal, (2) mempunyai akses pribadi dengan auditor internal, (3) mereview proposal internal audit dan hasil dari internal audit. H3a : Background pendidikan anggota dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba. H3b : Background pendidikan anggota komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba.

23

2.

Struktur Kepemilikan Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dukungan empiris perihal faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain penelitian yang dilakukan oleh Husnan (2000), menemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen dibanding dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Penelitian oleh Demzetz dan Lehn (1985) dalam Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi kepemilikan dan tingkat laba

akuntansi untuk 511 perusahaan terbesar di US. Mc Connel dan Servaes (1990) menemukan bahwa Qtobin berhubungan positif dengan proksi kepemilikan saham oleh investor institusional. H4 : Struktur kepemilikan terkonsentrasi berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba. BAB III METODE PENELITIAN

24

Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data, pengukuran variabel, dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini.

A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitan jenis hipotesis (hypothesis testing study) karena bertujuan untuk menguji variabel yang berpengaruh terhadap variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance, diantaranya: ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit independen, background pendidikan dewan komisaris dan komite audit, dan strktur kepemilikan saham perusahaan terhadap kualitas laba. Kualitas laba dalam penelitian ini diproksikan dengan earnings response coefficient (ERC).

B. Populasi, Sampel, dan Metodologi Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang termasuk dalam industri manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008. Teknik pengambilan sampel
24

25

dilakukan secara purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan merupakan kelompok industri manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2008. 2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan periode yang berakhir 31 Desember 2008.

C. Jenis Data Penelitian ini menggunakan data sekunder, yakni data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dari sumber yang telah ada. Data yang digunakan bersumber dari data-data dan laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdapat di Indonesian Capital Market Directory (www.icmd.co.id), Jakarta Stock Exchange (www.jsx.co.id), pojok Bursa Efek UNS, situs resmi perusahaan dan berbagai sumber lainnya.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menguji sensitivitas antara Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan Unexpected Earnings (UE) pada Corporate Governance. Untuk melihat

26

pengaruh corporate governance terhadap ERC, maka variabel UE dan corporate governance akan diinteraksikan dalam persamaan regresi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel independen dan 1 variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi:
1.

Unexpected Earnings atau laba kejutan adalah selisih antara laba yang sesungguhnya dengan laba ekspektasian, dihitung dengan rumus: UEi,t = Ei,t Ei,t-1 Ei,t-1

Dimana:

UEi,t = laba kejutan perusahaan I pada tahun t Ei,t = laba akuntansi perusahaan I pada tahun t Ei,t-1 = laba akuntansi perusahaan I pada tahun t-1

Dalam penelitian ini unexpected earnings mempergunakan laba bersih, karena laba bersih dianggap lebih bisa menggambarkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2.

Ukuran Dewan Komisaris (UDK) jumlah seluruh dewan komisaris baik itu dependen maupun independen.

3.

Ukuran Komite Audit (UKA) jumlah seluruh komite audit baik itu dependen maupun independen.

4.

Proporsi Komisaris Independen(PDK) jumlah keanggotaan dewan komisaris independen, komisaris yang berasal dari luar perusahaan (outside directors) terhadap keseluruhan anggota dewan.

27

Indikatornya adalah persentase jumlah anggota dewan yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh anggota dewan komisaris.
5.

Proporsi Komite Audit Independen(PKA) jumlah keanggotaan komite audit independen, komite audit yang berasal dari luar perusahaan terhadap keseluruhan anggota dewan. Indikatornya adalah persentase jumlah anggota dewan yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh anggota dewan komisaris.

6.

Background Pendidikan Dewan Komisaris (BDK) diukur berdasarkan perbandingan jumlah anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pendidikan bidang keuangan terhadap jumlah total dewan komisaris yang ada.

7.

Background Pendidikan Komite Audit (BKA) diukur berdasarkan perbandingan jumlah anggota komite audit yang berlatar belakang pendidikan bidang keuangan terhadap jumlah total komite audit yang ada.

8.

Stuktur Kepemilikan (SKS)

28

dilihat dari besarnya kepemilikan saham oleh lima pemegang saham teratas perusahaan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu: Cummulative Abnormal return (CAR) Pengukuran abnormal return dalam pengukuran ini menggunakan market adjusted model yang mengasumsikan bahwa pengukuran expected return saham yang terbaik adalah indeks pasar (Pincuss, 1993). Berikut adalah rumus untuk menghitung abnormal return: Ri,t = Pt Pt-1 Pt-1 Dimana: Pt Pt-1 : harga saham pada akhir bulan : harga saham pada akhir bulan sebelumnya

Return bulanan pasar dihitung dengan menggunakan Indes Harga Saham Gabungan, dengan formula berikut: Rmt = IHSGt IHSGt-1 IHSGt-1 Dimana: IHSG t : indeks pasar pada perdagangan akhir bulan IHSGt-1:indeks pasar pada perdagangan akhir bulan sebelumnya Abnormal return adalah return aktual perusahaan dikurangi dengan return pasar. Model perhitungan abnormal return adalah sebagai berikut: ARi,t = Ri,t - Rmt Dimana: ARi,t = abnormal return sekuritas i pada bulan ke-t Ri,t = return aktual sekuritas i pada bulan ke-t

29

Rmt = return pasar pada bulan ke-t Selanjutnya dilakukan perhitungan CAR dengan menjumlahkan abnormal return bulanan selama tahun t. CAR = ARi,t Dimana: CARi,t: cumulative abnormal return sekuritas i pada tahun t. ARi,t : abnormal return sekuritas i pada bulan t.

E. 1.

Metode Analisis Data Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka terlebih dahulu melakukan uji

asumsi klasik yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang digunakan secara teori adalah tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2005). Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi: normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
2.

Statistik Deskriptif dan Univariat Descriptive statistic memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari penghitungan nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut (Ghozali, 2006). 3. Multivariat

30

Dari hipotesis yang diajukan, maka model penelitian dapat disusun sebagai berikut: CARi,t = 0 + 1UE + 2UDK + 3 BDK + PDK + 5UKA + 6BKA + 7PKA+ 8SKS + 9UK*UE + 10 BK*UE + 11PK*UE + 12UKA*UE + 13BKA*UE + 14PKA*UE + 15SKS*UE ERC = variabel interaksi antara variabel corporate governance dan UE (CG*UE) UDK PDK BDK UKA PKA BKA SKS = Kontanta = Koefisien Regresi = Ukuran Dewan Komisaris = Proporsi Komisaris Independen = Background Pendidikan Dewan Komisaris = Ukuran Komita Audit = Proporsi Komite Audit Independen = Background Pendidikan Komite Audit = Struktur Kepemilikan Saham

Setelah persamaan regresi terbebas dari asumsi dasar tersebut maka langkah selanjutnya dilakukan pengujian multivariat, meliputi: a) sama (Uji F) Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-

31

b)

Pengujian Ketepatan Perkiraan (Uji R 2 ) Bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan perkiraan dalam analisis regresi.

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ghozali (2006).

c)

Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara

parsial/bagian mempengaruhi variabel dependen dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Kriteria pengujian: a. Bila nilai signifikan > alpha (5% atau 1% atau 10%), berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.

Bila nilai signifikan < nilai alpha (5% atau 1% atau 10%), berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadadap variabel dependen.

32

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda menggunakan software SPSS release 16.0.

A.

Hasil Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008. Dari populasi tersebut diambil sampel sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Dengan kriteria tersebut maka dihasilkan sampel sebanyak 47 perusahaan. Data perusahaan sampel dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel IV.1 Hasil Pengumpulan Data Keterangan Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI Jumlah perusahaan non manufaktur Jumlah perusahaan manufaktur dengan data tidak lengkap Jumlah perusahaan yang menjadi sampel Sumber: Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2008 397 (248) (102) 47

33

B.

Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Asumsi Klasik dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran5.

Berdasarkan hasil pengujian, data dalam penelitian ini lolos dari uji asumsi klasik yang meliputi normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

C.

Statistik Deskriptif dan Univariat Statistik deskriptif dalam penelitian digunakan untuk mencari nilai rata-rata

(mean) dan standar deviasi, maksimum dan minimum dari variabel yang diuji dalam penelitian. Definisi atas variabel yang diuji terdapat pada table IV.2. Tabel IV.2 Definisi Variabel Variabel Cummulative abnormal return Ukuran dewan komisaris Background pendidikan dewan komisaris Proporsi dewan komisaris independen Ukuran komite audit Background pendidikan komite audit Proporsi komite audit Akronim CAR UDK BDK PDK UKA BKA PKA Definisi abnormal Return bulanan selama tahun t jumlah seluruh dewan komisaris baik itu dependen maupun independen dewan komisaris yang berlatarbelakang pendidikan keuangan jumlah keanggotaan dewan komisaris independen jumlah seluruh komite audit baik itu dependen maupun independen komite Audit yang berlatarbelakang pendidikan keuangan jumlah keanggotaan komite audit

34

independen Struktur kepemilikan saham SKS

independen jumlah 5 kepemilikan saham terbesar

Adapun hasil statistik deskriptif pada perusahaan manufaktur dapat terlihat pada tabel IV.3. Tabel IV.3 Statistik Deskritif 33 CAR Min Max Mean SD -0.780 2.430 0.270 0.708 UDK 2.000 10.00 4.766 2.045 BDK 0.000 1.000 0.507 0.273 PDK 0.300 0.920 0.409 0.134 SKS 0.000 0.980 0.696 0.673 UKA 0.000 5.000 3.064 0.346 BKA 0.00 0 1.00 0 0.63 5 0.29 9 PKA 0.000 1.000 0.491 0.217

Dari 47 perusahaan sampel, maka dapat dilihat bahwa rata-rata perusahaan memiliki 5 Dewan Komisaris(UDK) dan 3 Komite Audit(UKA) hal ini sesuai dengan pedoman pembentukan corporate governance di Indonesia, jumlah Dewan Komisaris paling sedikit 2 dan paling banyak 10, sedangkan dalam Komite Audit masih terdapat perusahaan yang tidak memiliki Komite Audit dan jumlah Komite Audit terbanyak sebesar 5 anggota. Rata-rata Dewan Komisaris yang berlatar belakang pendidikan keuangan(BDK) sebesar 51% dan Anggota Komite Audit yang berlatar belakang pendidikan keuangan (BKA) sebesar 64%. Ini berarti bahwa sebagian besar Anggota Dewan Komisaris dan Komite Audit berlatar belakang pendidikan dibidang keuangan. Rata-rata proporsi Dewan Komisaris Independen(PDK) sebesar 41% dan

35

proporsi Komite Audit Independen(PKA) sebesar 49%. Proporsi Dewan Komisaris independen tersebut telah sesuai dengan pedoman pembentukan corporate governance di Indonesia yang mewajibkan minimal 33% dari jumlah anggota dewan komisaris merupakan komisaris Independent. Rata-rata Struktur Kepemilikan Saham

36

Tabel IV.4 Pearson Correlation

*Signifikan pada level 5%, **Signifikan pada level 10% 1. CAR 2. UEE 3. UKD 4. BDK

1 2 3 4

1 2 1.000 0.189 1.000 -0.180 -0.089 -0.072 -0.001


5. PDK 6. UKA

37

7. BKA 8. PKA 9. SKS 10. UDK*UE

11. BDK*UE 12. PDK*UE 13. UKA*UE 14. BKA*UE

15. PKA*UE 16. SKS*UE

(SKS) perusahaan di Indonesia melebihi 50% yaitu 70%, sehingga dapat dikatakan struktur kepemilikan saham di Indonesia terkonsentrasi. Hasil pengujian pearson correlation terletak pada tabel IV.4. Tabel IV.4 menunjukkan bahwa korelasi antara semua variabel interaksi adalah positif. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh positif terhadap earnings response coefficient yang berarti bahwa semakin baik mekanisme corporate governance maka akan semakin tinggi ERCnya. Namun, dari keseluruhan variabel tersebut hanya background pendidikan komite audit yang berpengaruh signifikan terhadap CAR.

D.

Uji Hipotesis 1. Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Saham Tabel IV.5 menunjukkan hasil regresi antara cumulative abnormal return dan

dewan komisaris serta struktur kepemilikan saham. Nilai F pada masing-masing model regresi tidak signifikan, kecuali pada model regresi 6, nilai F signifikan pada level 10%. Selain itu, model 6 memiliki nilai adjusted R2 yang paling tinggi yaitu sebesar 12,2%. Variabel yang dimasukkan dalam model 6 meliputi Ukuran Dewan Komisaris(UDK) dan Proporsi Komisaris Independen(PDK). Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap ukuran dewan komisaris, menunjukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan

terhadap kualitas laba. Dengan demikian, H1a yang menyatakan bahwa Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba ditolak. Kondisi ini dapat disebabkan karena sulitnya koordinasi antara anggota dewan tersebut dan hal ini menghambat proses pengawasan yang seharusnya menjadi tanggung jawab dewan komisaris (Yermack 1996, Eisenberg, Sundgren, dan Wells 1998, dan Jensen 1993). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Xie et al.(2001) dan Vafeas (2000) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara ukuran dewan komisaris dengan kualitas laba. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Song dan Windram (2000) dan Choturou et al.(2001). Song dan Windram (2000) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba, sedangkan Choturou et al.(2001) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba. Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap proporsi dewan komisaris independen menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, kecuali pada model 6. Regresi model 6 menunjukkan adanya interaksi signifikan positif antara proporsi komisaris independen terhadap kualitas laba pada level 10%. Dengan demikian pada regresi 6 H2a yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba diterima. Hal ini karena dewan komisaris independen dipercaya dapat memonitor manajemen dengan baik, sehingga dapat mengurangi kecenderungan manajemen untuk melakukan penipuan pelaporan

keuangan (Petra, 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Petra (2006) dan Gillan et al.(2001) yang menyatakan bahwa semakin tinggi persentase komisaris independen maka akan semakin tinggi ERC yang berarti akan meningkatkan kualitas laba. Regresi 3,8,10,11,13,14 dan 15 menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian H2a yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Veronica dan Bachtiar (2004) yang tidak menemukan adanya hubungan antara proporsi komisaris independen dengan kualitas laba. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa semakin besar komposisi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan, kemungkinan dapat menyebabkan semakin menurunnya kemampuan dewan dalam melakukan pengawasan, karena timbulnya masalah dalam koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan. Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap background pendidikan dewan komisaris menunjukkan bahwa background pendidikan dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian, H3a ditolak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Xie et al.(2001) yang menyatakan bahwa dewan komisaris yang berlatar belakang pendidikan keuangan atau hukum tidak berhubungan dengan akrual kelolaan perusahaan.

Tabel IV.5 Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Saham

CON UEE

1 0 .5 27 0.3 2 .0 16 (1.5 0 .1 42 0.5 (1 .3 22) (0.9

a: Signifikan pada level 5%, b: Signifikan pada level 10%

2. Komite Audit dan Struktur Kepemilikan Saham Tabel 4.6 menunjukkan hasil regresi antara cumulative abnormal return dan komite audit serta struktur kepemilikan saham. Nilai F pada masing-masing model regresi tidak signifikan, kecuali pada model regresi 9 dan 15, nilai F signifikan pada level 10%. Sedangkan nilai R2 paling tinggi terdapat pada model regresi 15 yaitu sebesar 14.5%. variabel independen pada model 15 meliputi Ukuran Komite Audit (UKA), Proporsi Komite Audit Independen (PKA), Background Pendidikan Komite Audit (BKA), dan Struktur Kepemilikan Saham (SKS). Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap ukuran komite audit menunjukkan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian, H1b yang menyatakan bahwa Ukuran Komite Audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba ditolak. Hal ini seusai dengan penelitian Xie et al. (2001) yang tidak menemukan hubungan yang signifikan antara ukuran komite audit dengan kualitas laba. Tetapi berbeda dengan penelitian Lin et al. (2006) dan hasil penelitian Yang dan Krishnan (2005), yang menyatakan bahwa jumlah komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba. Pada regresi yang dilakukan terhadap proporsi komite audit independen, regresi 9, 11 dan 15 menunjukkan bahwa proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan positif pada level 10% terhadap kualitas laba. Dengan demikian, H2b yang menyatakan bahwa Proporsi Komite Audit Independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba diterima. Hal ini karena apabila persentase dewan komite audit

independen lebih banyak, maka akan meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan audit going concern, hal ini akan meningkatkan peran auditor independen dalam meningkatkan informasi laba (Petra, 2006). Hasil regresi 9, 11 dan 15 konsisten dengan hasil penelitian Klein (2000), Bradbury et al. (2004), Song dan Windram (2000), dan Veronica dan Bachtiar (2004) yang menunjukkan bahwa komite audit yang berasal dari luar jabatan direktur dapat mengurangi terjadinya masalah pelaporan keuangan. Regresi model 3,6,10,13, dan 14 menunjukkan bahwa proporsi komite audit independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian, H2b yang menyatakan bahwa Proporsi Komite Audit Independen berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba ditolak. Hal ini sesuai dengan penelitian Xie et al. (2001) dan Chtourou et al. (2001) yang menyatakan bahwa proporsi komite audit independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Pada regresi yang dilakukan terhadap background pendidikan komite audit, hasil regresi menunjukkan bahwa background pendidikan komite audit berpengaruh signifikan positif pada level 5%. Dengan demikian, H3b yang menyatakan bahwa Background Pendidikan Komite Audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Davidson, Xie, dan Xu (2004), De Zoort dan Salterio (2001), dan Carcello et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah komite audit yang berlatar belakang pendidikan di bidang keuangan maka akan meningkatkan kualitas laba yang

dilaporkan. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Lin et al. (2006) yang menyatakan bahwa background pendidikan komite audit tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap struktur kepemilikan saham menunjukkan bahwa struktur kepemilikan saham tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian H4 ditolak. Penjelasan yang dapat diberikan berdasarkan pada theory agency sangat mungkin terjadi conflict of interest antara manajemen perusahaan dengan stockholder. Stockholder menghendaki pola pengelolaan perusahaan untuk dapat memberi kontribusi yang besar bagi dana yang diinvestasikannya ke dalam perusahaan. Sedangkan disisi lain manajemen

berusaha untuk mengelola perusahaan

sebaik mungkin untuk memperoleh bonus

yang besar. Pengaruh dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemegang saham mayoritas menjadi kinerja tidak yang berarti akan bagi manajemen yang yang berusaha untuk besar untuk

menampilkan

menghasilkan

bonus

kepentingannya sendiri. Sehingga seringkali kebijakan dari pemegang saham mayoritas tidak dihiraukan dalam proses pengelolaan kinerja perusahan (Hastuti, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wedari (2004) dan Boediono (2005) yang menunjukkan bahwa secara individu/parsial, struktur kepemilikan saham 5 besar (terkonsentrasi) berpengaruh lemah, baik terhadap manajemen laba maupun kualitas laba. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Warfield et

al.(1995) dan Midiastuty dan Mahfoedz (2003) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan negative terhadap kualitas laba.

Tabel IV.6 Komite Audit dan Struktur Kepemilikan Saham

CON U EE UKA

1 1.156 0.4 (2.004) (2.3 -0.331 0.0 (-0.476) (1.2 -0.280

a: Signifikan pada level 5%, b: Signifikan pada level 10%

3. Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Saham Tabel IV.7 menunjukkan hasil regresi antara cumulative abnormal return dengan semua variabel yaitu dewan komisaris, komite audit dan struktur kepemilikan saham. Nilai F pada masing-masing regresi tidak signifikan kecuali regresi 4,7 dan 11. Regresi 4 signifikan pada level 5%, sedangkan regresi 7 dan 11 signifikan pada level 10%. R2 tertinggi terdapat pada regresi 7 yaitu sebesar 23,4%. Tabel IV.7 Multivariat

CON UEE UDK


47

1 1.491 (2.214) -0.270 (0.383) -0.083 (-1.626)

48

a: Signifikan pada level 5%, b: Signifikan pada level 10% Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap proporsi komisaris independen, background pendidikan dewan komisaris, proporsi komite audit independen, dan struktur kepemilikan saham menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian maka H2a, H3a, H2b, dan H4 ditolak. Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap ukuran dewan komisaris menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, kecuali pada regresi 2. Regresi 2 menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Choturou et al.(2001) yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba. Kondisi ini dapat disebabkan karena sulitnya koordinasi antara anggota dewan tersebut dan hal ini menghambat proses pengawasan yang seharusnya menjadi tanggung jawab dewan komisaris (Yermack 1996, Eisenberg, Sundgren, dan Wells 1998, dan Jensen 1993). Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap ukuran komite audit menunjukkan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba kecuali pada regresi 1. Dengan demikian pada regresi 1 H1b diterima, sedangkan pada regresi 2,3,7,8,9, dan 11 H1b ditolak.

49

Pada setiap regresi yang dilakukan terhadap background pendidikan komite audit menunjukkan bahwa background pendidikan komite audit berpengaruh

signifikan positif terhadap kualitas laba. Dengan demikian H3b yang menyatakan bahwa background pendidikan komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba diterima. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan pengujian dan analisis data di Bab IV, maka di Bab V ini akan disajikan kesimpulan hasil penelitian, saran yang diberikan, keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian berikutnya.

A.

KESIMPULAN Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menguji apakah mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap kualitas laba yang diproksikan dengan ERC (earnings response coefficient). Hasil penelitian menunjukkan bahwa background pendidikan dewan komisaris dan struktur kepemilikan saham tidak berpengaruh signikan terhadap kualitas laba, hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan sehingga H3a dan H4 ditolak. Ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, namun

46

50

pada salah satu model ukuran dewan komisaris berpengaruh signfikan negatif terhadap kualitas laba, hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan sehingga H1a ditolak. Proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, dan proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan tetapi hanya pada beberapa model. Sedangkan background pendidikan dewan komisaris secara konsisten berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sehingga H3b diterima.

B.

KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan-keterbatasan dari penelitian antara lain:

1.

Dalam penelitian ini tidak semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menerbitkan annual report, sehingga sampel yang digunakan kurang dari jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar.

2.

Kelengkapan data sulit diperoleh. Tidak semua perusahaan manufaktur yang termasuk dalam sampel penelitian menerbitkan informasi-informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

3.

Ukuran yang digunakan untuk menghitung earnings response coefficient masih ambigu, sehingga terjadi multikolinearitas antara variabel independen.

C.

SARAN

51

Saran yang dapat disampaikan setelah melihat hasil dari penelitian ini antara lain:
1.

Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan corporate governance yang lebih luas dan lengkap pada setiap perusahaan di Indonesia yang go-public mengingat pengungkapan mengenai corporate governance semakin meningkat permintaannya baik oleh masyarakat, pemerintah, para investor, serta calon investor,

2.

Memperbanyak jumlah sampel dan menggunakan data laporan tahunan yang paling mutakhir untuk dapat menggambarkan kondisi yang terbaru. Selain itu periode penelitian diperpanjang menjadi beberapa periode.

3.

Menggunakan

ukuran

perhitungan

ERC

dengan

model

lain

untuk

menghilangkan multikolinieritas pada variabel independen.

52

DAFTAR PUSTAKA Alijoyo, F. Antonius. 2002. Komite audit yang efektif: belajar dari kasus enron. http:/www.fcgi.or.id. Anderson, Kirsten L., Daniel N. Deli dan Stuart L. Gillan. 2003. Boards of directors, audit committees, and the information content of earnings. WP 2003-4. Assih, Prihat dan M. Gudono. 2000. Hubungan tindakan perataan laba dan reaksi pasar atas pengumuman informasi laba perusahaan yang terdaftar di BEJ. Jurnal riset akuntansi Indonesia, 3(1); 35-53. Astri Dyah Kartikasari. 2008. Pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dengan manajemen laba sebagai variable intervening. Skripsi UNS. tidak dipublikasi. Balsam, Steven, Jagan Krishnan dan Joon S Yang. 2003. Auditor industry specialization and earnings quality. Auditing: A Journal of practice & Theory, 22(2): 71-97. Beasley, Mark S., 1996. An empirical analysis of the relation between the board of director composition and financial statement fraud. The Accounting Review Volume 71, No 4, Oktober: 443-465. Beattie, V., S. Brown., D. Ewer., B. John., S. Manson., D. Thomas., and M. Tuner. 1994. Extraordinary item and income smoothing, a positive accounting approach. Journal of Business Finance and Accounting, 21;791-811. Bradburry, M.E., Y.T. Mak, and S.M. Tan. 2004. Board characteristic, audit committee characteristics, and abnormal accrual. Available Online at www.ssrn.com.

53

Boediono, Gideon SB., 2005. Kualitas laba: studi pengaruh mekanisme corporate governance dan dampak manajemen laba dengan menggunakan analisis jalur. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. Carcello, Joseph V., Carl W. Hollingsworth, April Klein, and Terry L. Neal. 2006. Audit committee financial expertise, competing corporate governance mechanisms, and earnings management. Available on-line at www.ssrn.com. Cho, L.Y., and K. Jung. 1991. Earnings response coefficients: a synthesis of theory and empirical evidence. Journal of Accounting Literature, 10: 85-116. Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard and Lucie Courteau. 2001. Corporate governance and earnings management. Available on-line at www.ssrn.com. Davidson III, Wallace N., Biao Xie, and Weihong Xu. 2004. Market reaction to voluntary announcements of audit committee appointments: the effects of financial expertise. Journal of Accounting and Public Policy Volume 23 JuliAgustus: 279-293. Demzets, Harold and Kenneth Lehn. 1985. The structure of corporate ownership : causes and consequences. Journal Of Political Economy, 93(6); 1155-1177. DeZoort, F.T. and S.E. Salterio. 2001. The effects of corporate governance experience and financial reporting and audit knowledge on audit committee members judgements. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 20: 31 45. Dichev, Ilia D., and Douglas J. Skinner. 2002. Large-sample evidence on the debt covenant hypothesis. Journal of Accounting Research, 40,(4); 1091-1123. Effendi, Muh. Arief. 2005. Peranan komite audit dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Jurnal Akuntansi Pemerintah, 1(1); 51-57. Eisenberg, T., Sundgren, S., Wells, M.T., 1998. Larger board size and decreasing firm value in small firms. Journal of Financial Economics 48: 35-54. Fama, Eugene. F, dan Michael C. Jensen. 1983. Separation of ownership and control. Journal of Law and Economics, 16; 132.

54

Fan, J. P. H., Wong, T. J. 2002. Corporate ownership structure and the informativeness of accounting earnings in east Asia. Journal of Accounting&Economics, 33: 401425. FCGI. 2000. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Hussainey , Khaled. 2008. The impact of audit quality on earnings predictability . Managerial Auditing Journal, 24(4):340-351. Jensen, M.C., 1993. The modern industrial revolution, exit, and the failure of internal control systems. The Journal of Finance Vol. 48, No3, 831-880. , and William H Meckling. 1976. Theory of firm: managerial behavior, agency cost and ownership structure. Available Online at www.ssrn.com.com. Kalbers, L. P. 1992. An Examination of the relationship between audit committees and external auditors. The Ohio CPA Journal, 19-27 Klien, A. 2002. Audit committee, board of director characteristics and earnings management. Journal Accounting and Economics, 33: 375-400. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta. La Porta R,.F. and Lopez-De Silanez. 1999. Corporate ownership around the world. Journal of Finance, 54: 471-518. Lin, Yu-Chih., Huang, Shaio., Yan,. Chang, Ya-Fen Tseng,. dan Chien-Hao. 2007. The relationship between information transparency and the informativeness of accounting earnings. The Journal of Applied Business Research, 23(3): 23-32. McMullen, D. A. dan Raghunandan, K. 1996. Enhancing audit committee effectiveness, Journal of Accounting. Midiastuty, Pratana P., dan Masud Machfoedz. 2003. Analisis hubungan mekanisme corporate governance dan indikasi manajemen laba. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya. Niu, Flora F. 2006. Corporate governance and the quality of accounting earnings: a canadian perspective. International Journal of Managerial Finance. Vol. 2(4):4, 302-327.

55

Parulian, Safrida Rumondang. 2004. Analisis hubungan antara komite audit dan komisaris independen dengan praktek manajemen laba: studi empiris perusahaan di bej. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Manajemen FEUI. Peasnell, KV., PF Pope, and S Young. 1998. Outside director, board effectiveness, and earnings management. Working Papers from Lancaster University. Pedoman pembentukan komite audit yang efektif. 2002. Petra, Steven T. 2006. The effects of corporate governance on the informativeness of earnings. Economics of Governance, 8:129152. Poeradisastra, Teguh. 2005. 10 Peringkat perusahaan terpercaya 2005 (GCG). SWA No. 09/XXI/28, April. Pudjiastuti, Widanarni, dan Aida Ainul Mardiyah. 2006. The Influence of earnings management on earnings quality. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang. Raghunandan, K., Read, W.J., dan Rama, D. V. 2001. Audit committee composition, gray directors, and interaction with internal auditing, Accounting Horizons, 15(2); 105. Rahmawati dan Zaki Baridwan. 2006. Pengaruh asimetri informasi, regulasi perbankan, dan ukuran perusahaan pada manajemen laba dengan model akrual khusus perbankan. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 6(2): 139-150. Richardson, V.J. 1998. Information asymmetry and earnings management: some evidence. http:/www.ssrn.com. Risberg , Maria. 2005. Corporate governance and accounting quality Is bad news good news?. Department of Economics, University of Gteborg. Riyatno. 2007. Pengaruh ukuran kantor akuntan publik terhadap earnings response coefficients. Jurnal Keuangan dan Bisnis, 5(2); 148-162. Sayekti, Yosefa dan Ludovicus Sensi Wondabio. 2007. Pengaruh csr disclosure terhadap earning response coefficient. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar. Scott, William. R. 2003. Financial Accounting Theory. 3rd Edition. Ontario: PrenticeHall Canada Inc.

56

Sekar Mayangsari. 2004. Bukti empiris pengaruh spesialisasi industri auditor terhadap earnings response coefficient. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 7(2); 154-178. Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. Third Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Shleifer, A. dan R. Vishny. 1997. A survey of corporate governance. Journal of Finance, 52; 737-783. Song, Jihe, and Brian Windram. 2000. Brenchmarking audit committee in the UK. Working Paper From Napier Uniersity. Suaryana, Agung. 2005. Pengaruh komite audit terhadap kualitas laba. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. Syakhroza, Akhmad. 2002. Mekanisme pengendalian internal dalam melakukan assestment pelaksanaan good corporate governance. Manajemen Usahawan (8); 41-52. Teoh, Siew Hong., Wong, T J. 1993. Perceived auditor quality and the earnings response coefficient. The Accounting Review, 68(2); 346-366. Utama, Sidharta, dan F. Leonardo Z. 2006. Audit committee composition, control of majority shareholders and their impact on audit committee effectiveness: indonesia evidence. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,9(1): 21-34. Vafeas, Nikos. 2000. Board structure and informativeness of earnings. Journal of Accounting and Public Policy, 19: 139-160. Veronica dan Yanivi S Bachtiar. 2004. Good corporate governance information asymetry and earnings management. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi 7, Denpasar. , Sylvia, dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance terhadap pengelolaan laba (earnings management). Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi, 8 Solo. Wedari, Linda Kusumaning. 2004. Analisis pengaruh proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajamen laba. Paper Presented at Simposium Nasional Akuntansi, 7 Denpasar.

57

Wilopo. 2004. The analysis of relationship of independent board of directors, audit committee, corporate performance, and discretionary accruals. Ventura Volume 7 No. 1 April: 73-83. Xiaonian Xu dan Yang Wang, 1999. Ownership Structure,Corporate Governance: The Cases of Chinese Stock Company. Xie, Biao, Wallace N Davidson III, and Peter J. Dadalt. 2003. Earnings management and corporate governance: the role of the board and the audit committee. Journal of Corporate Finance Volume 9 Juni: 295-316 . Yermack, D., 1996. Higher market valuation of companies with small board of directors. Journal of Financial Economics 40: 185-211. Wolk, H.I., M.G. Tearney, J.L. Dodd. 2001. Accounting Theory. South Western College Publishing: Thomson Learning. Young, M. N., D. Ahlstrom, G. D. Bruton, dan E. S. Chan. 2001. The resource dependence, service and control functions of boards of directors in hong kong and taiwanese firms. Asia Pacific Journal of Management 18: 223244.

58

59

You might also like