You are on page 1of 29

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GOEGRAFI


MODUL V
ANALISIS SPASIAL KERAWANAN TSUNAMI

Disusun OIeh :




ZAENAB LISTIARANI PUTRI
K2E 009 008
SHIFT 1




PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
LEMBAR PENILAIAN


NO. KETERANGAN NLA
1. PENDAHULUAN

2. TNJAUAN PUSTAKA

3. MATER DAN METODE

4. HASL DAN PEMBAHASAN

5. KESMPULAN

6. DAFTAR PUSTAKA

TOTAL



Mengetahui,
Koordinator Praktikum Praktikan,


Gersanandi Zaenab Listiarani P
K2E 006 021 K2E 009 008


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar BeIakang
Data spasial adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian
(georeference di mana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit
spasial. Sekarang ini data spasial menjadi media penting untuk perencanaan
pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan pada
cakupan wilayah nasional, regional maupun lokal. Pemanfaatan data spasial
semakin meningkat setelah adanya teknologi pemetaan digital dan
pemanfaatannya pada Sistem nformasi Geografis (SG.
Arc GS merupakan sebuah software pengolah data spasial yang memiliki
berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data
spasial. Termasuk dalam hal ini ArcGIS dapat digunakan untuk berbagai aplikasi
kajian daerah pesisir dan laut. Aplikasi dan analisa SG yang dapat dilakukan
oleh ArcGIS antara lain pemetaan, analisa geografi, editing, manajeman data,
kompilasi, visualisasi data, dan geoprocessing.


1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mengerti, memahami serta dapat mengetahui manfaat
dari pengolahan data spasial menggunakan software ArcGIS.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui daerah yang berpotensi tsunami
menggunakan citra satelit dan menggunakan ArcGIS.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AnaIisis SpasiaI
Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay
beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis untuk menghasilkan unit
pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit
analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yang tak lain adalah
data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular. Hasil analisis
tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk menghasilkan data
spasial lahan kritis. Untuk analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat yang
digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM. Sistem koordinat dari
UTM adalah meter sehingga memungkinan analisa yang membutuhkan informasi
dimensi-dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi tersebut lazim
digunakan dalam pemetaan topografi sehingga sesuai juga digunakan dalam
pemetaan tematik seperti halnya pemetaan Lahan Kritis. Metode yang digunakan
dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap parameter penentu
kekritisan lahan diberi skor tertentu seperti telah dijelaskan pada bagian dari
petunjuk teknis ini. Pada unit analisis hasil tumpangsusun data spasial, skor
tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya
diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan.
Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis
dengan bantuan perangkat lunak SG ArcView dapat dilakukan dengan bantuan
ekstensi geoprocessing. Tahapan atau langkah-langkah dalam analisis spasial
akan diuraikan berikut ini dengan menggunakan contoh. Data spasial yang
digunakan dalam contoh ini adalah data spasial dalam format ArcView Shapefile
(*.shp, dengan nama file sebagai berikut:

O Vegetasi.shp (data spasial kondisi penutupan lahan
O Lereng.shp (data spasial kelerengan
O Erosi.shp (data spasial tingkat erosi
O Manajemen.shp (data spasial kondisi pengelolaan

Batas wilayah pemetaan dari data spasial pada contoh yang digunakan
adalah DAS / Sub DAS Lancar. Sungai Lancar adalah sungai yang bermuara di
Waduk Wadaslintang. Meskipun sungai dan sistem sungai yang digunakan
dalam contoh ini adalah riil namun data dan informasi untuk setiap kriteria/
parameter telah disesuaikan dengan maksud hanya sebagai contoh untuk
mempermudah dalam menjelaskan tahapan teknis penyusunan data spasial
lahan kritis. Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan
data spasial lahan kritis terdiri dari 4 tahap yaitu :
O Tumpang susun data spasial
O Editing data atribut
O Analisis tabular, dan
O Presentasi grafis (spasial hasil analisis.

2.2 DEM (DIGITAL ELEVATION MODEL)

2.1.1 Pengertian DEM

DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk
permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat
hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan
permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991. DEM
merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan,
prosessing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang
mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial di wakili
oleh nilai sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakili oleh
ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991. DEM
khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan. Gambaran model
relief rupabumi tiga dimensi (3 dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di
dunia nyata (real world divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer
grafis dan teknologi virtual reality (Mogal, 1993



2.2.1 Data DEM
a. Sumber Data DEM
FU stereo
Citra satelit stereo
Data pengukuran lapangan : GPS, Theodolith, EDM, Total Station,
Echosounder
Peta topografi
Linier array image

b. Struktur Data DEM
Grid
Grid atau Lattice menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat,
atau bujursangkar atau bentuk siku yang teratur grid. Perbedaan resolusi grid
dapat digunakan, pemilihannya biasanya berhubungan dengan ukuran daerah
penelitian dan kemampuan fasilitas komputer. Data dapat disimpan dengan
berbagai cara, biasanya metode yang digunakan adalah koordinat Z
berhubungan dengan rangkaian titik-titik sepanjang profil dengan titik awal dan
spasi grid tertentu (Moore et al., 1991.


TN
TN adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih pada ruang tak
beraturan dengan koordinat x, y, dan nilai z yang menyajikan data elevasi. Model
TN disimpan dalam topologi berhubungan antara segitiga dengan segitiga
didekatnya, tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang
dikenal sebagai facet. Titik tak teratur pada TN biasanya merupakan hasil
sampel permukaan titik khusus, seperti lembah, igir, dan perubahan lereng (Mark
1975.
Kontur
Kontur dibuat dari digitasi garis kontur yang disimpan dalam format seperti
DLGs (igital Line Graphs koordinat (x, y sepanjang tiap garis kontur yang
menunjukkan elevasi khusus. Kontur paling banyak digunakan untuk menyajikan
permukaan bumi dengan simbol garis.

2.3.1 InterpoIasi
nterpolasi adalah proses penentuan dari nilai pendekatan dari variabel f(P
pada titik antara P, bila f(P merupakan variabel yang mungkin skalar atau vektor
yang dibentuk oleh harga f(P1 pada suatu titik P1 dalam ruang yang berdimensi
r (Tempfli, 1977. Penentuan nilai suatu besaran berdasarkan besaran lain yang
sudah diketahui nilainya, dimana letak dari besaran yang akan ditentukan
tersebut di antara besaran yang sudah diketahui. Besaran yang sudah diketahui
tersebut disebut sebagai acuan, sedangkan besaran yang ditentukan disebut
sebagi besaran antara (intermediate value. Dalam interpolasi hubungan antara
titik-titik acuan tersebut didekati dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi
interpolasi.

2.4.1 Turunan DEM

1. Tampilan 3 Dimensi
Perspektif 3 Dimensi - (-ird's eye view
Tampilan 3-D juga dapat menghasilkan penyajian permukaan dan
informasi terrain. Pada -ird's eye view, azimuth dan attitude (tinggi pengamat
yang berkaitan dengan permukaan dapat ditentukan. Pada gambar 3-D di
permukaan, lokasi pengamat dan titik target biasanya ditentukan.

2. Kontur
Kontur (isoline adalah garis yang menggambarkan satu elevasi konstan
pada suatu permukaan. Biasanya kontur digunakan untuk memvisualisasikan
elevasi pada peta 2-Dimensi.

3. Kelas Elevasi
Hampir sama dengan kontur, tetapi data yang digunakan berupa polygon
dengan tampilan gradasi warna untuk perbedaan tinggi

4. .Profil
Profil adalah irisan penampang 2-Dimensi dari suatu permukaan.
Berdasarkan profil dapat dipergunakaan untuk analisa morfologi permukaan
seperti: kecekungan permukaan, perubahan permukaan, kecembungan
permukaan, dan ketinggian maksimum permukaan lokal.

5. Garis penglihatan (line of sight
Garis antara 2 titik yang menunjukkan bagian-bagian dari permukaan
sepanjang garis yang tampak (visi-le atau tidak tampak (hidden dari pengamat.


6. Efek bayangan (hillshading
Efek bayangan suatu permukaan berdasarkan harga reflektansi dari
features permukaan sekitarnya, sehingga merupakan suatu metode yang sangat
berguna untuk mempertajam visualisasi suatu permukaan. Efek bayangan
dihasilkan dari intensitas yang berkaitan dengan sumber cahaya yang diberikan.
Sumber pencahayaan yang dianggap pada jarak tak berhingga daripada
permukaan, dapat diposisikan pada azimuth dan altitude (ketinggian yang telah
ditentukan relatif terhadap permukaan.

7. Kemiringan lereng (slope
Kemiringan lereng adalah suatu permukaan yang mengacu pada
perubahan harga-harga z yang melewati suatu daerah permukaan. Dua metode
yang paling umum untuk menyatakan kemiringan lereng adalah dengan
pengukuran sudut dalam derajat atau dengan persentase. Contohnya, kenaikan
2 meter pada jarak 100 meter dapat dinyatakan sebagai kemiringan 1,15 derajat
atau 2 persen.

8. Aspek (aspect
Aspek permukaan adalah arah dari perubahan z yang maksimum ke arah
bawah. Aspek dinyatakan dalam derajat positif dari 0 hingga 360, diukur searah
jarum jam dari Utara.

9. Analisa volumetrik
volume menghitung luas dan ruang volumetrik antara permukaan dan
harga datum yang ditetapkan. Volume parsial dapat dihitung dengan mengatur
datum.

10. Analisa visibilitas
Visibility mengidentifikasi pencahayaan (exposure visual dan melakukan
analisa pandangan menyeluruh pada suatu permukaan. Titik-titik pengamatan
didefinisikan oleh feature titik dan garis dari satu coverage dan bisa menunjukkan
lokasi menara pengamatan di tempat-tempat yang menguntungkan. Visi-ility
mempunyai banyak pilihan atas kontrol parameter-parameter yang diamati: Spot,
offseta, offset-, azimuth1, azimuth2, vert1, vert2, radius1, dan radius2.
2.5.1 KuaIitas DEM
1. Ketelitian (accuracy
ditunjukkan dengan Nilai RMSE, rata-rata absolut, atau standart deviasi

2. Ketelitian dalam erekaman (fidelity
terkait dengan konsep generalisasi dan resolusi, ditentukan oleh :
perubahan medan yang tidak mendadak : ukuran grid atau C, spasi titik
dan akurasi planimetris
-reakpoint dan -reaklines perubahan minimum lereng, panjang
minimum garis

3. Tingkat kepercayaan (confidence
pengukuran untuk kualitas semantik data

4. Kelengkapan (completeness
tipe kenampakaan yang disajikan : igir, pola drainage, puncak, lubang,
permukaan air, dsb.

5. Validitas (validity
tanggal sumber data, verifikasi data seperti : cek lapangan, perubahan
bentuk di lapangan
6. Tampilan grafis (apperance of graphics
varisasi warna, simbol, dan anotasi

2.6.1 ApIikasi DEM

1. Analisis medan
Analisis medan meyangkut data ketinggian (topografi:
a. Geomorfologi
Geomorfologi secara quantitatif mengukur permukaan medan dan bentuk
lahan :
- Kemiringan lereng
- Aspek
- Kecembungan dan kecekungan lereng
- Panjang lereng
Hal tersebut penting untuk kerekayasaan yang menayangkut data tinggi :
- Penggalian : volume
- Manajemen lahan : site selection
- Proses geomorfologi : erosi, landslide, aliran salju (modelling dan
monitoring
b. Hidrologi
- Aliran runoff
- Estimasi volume reservoar
- Pemodelan banjir dan sedimentasi
- Batas DS
- Pola aliran : 90% DAS di New York ditentukan dengan DEM



c. Klasifikasi penggunaan lahan
DEM membantu klasifikasi penutup lahan dengan mengkaitkan data
kemiringan dan aspek yang dilakukan pada data LANDSAT MSS. Akurasi
pengenalan meningkat dari 46% menjadi 75% dengan kombinasi citra LNDSAT
MSS dan DEM.
Penentuan penutup lahan (jenis tanaman berdasarkan ketinggian, serta
membuat rekayasa pembuatan sawah terasering pada lahan yang berlereng
miring sampai curam

d. Pemetaan kontur
Pembuatan kontur dengan variasi C

e. Komunikasi
- Lokasi Pemancar telepon seluler
- Pemancar TV

f. Keteknikan sipil
- Rute perpipaan
- Transmisi kabel listrik
- Desain, konstruksi, dan pemeliharaan Jalan, jalan KA, airport, pelabuhan,
saluran air/kanal, DAM

g. Militer
- Sistem senjata pertahanan
- Pendaratan pasukan

h. Arsitektur
- Desain dan perencanaan Landscape kota
2. Koreksi data
DEM untuk koreksi citra satelit dan FU karena pengaruh topografi.
DEM untuk orthophoto FU
DEM untuk koreksi citra Radar karena pengaruh layover pada medan
perbukitan
DEM baik untuk koreksi aeromagnetik, grafitasi, pengaruh ketinggian pada
survei spektrometer
3. Visualisasi
Visualisasi yang baik untuk menggambaran medan dengan pandangan
perspektif dan blok diagram. Teknik dapat dengan mengkombinasikan data lain
(integrasi dan registrasi SG
Contoh : visualisasi peta Penutup Lahan dengan peta shadow, colordrape
peta-peta tematik.

2.3 ASPEK RISIKO BENCANA

2.3.1 Bencana
Bencana adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari sistem yang ada di
muka bumi, baik secara alamiah ataupun akibat ulah manusia. ndonesia
merupakan Negara yang memiliki banyak sekali potensi bencana karna
berdasarkan letaknya ndonesia terletak diantara pertemuan 3 lempeng besar
yaitu Lempeng Hindia - Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik.
Pertemuan 3 lempeng besar ini menjadikan Negara ndonesia memiliki fenomena
alam yang komplek mulai dari pegunungan, perbukitan dan dataran. Proses
geologi merupakan siklus di bumi dalam mencapai titik keseimbangan yang
sering menjadi fenomena ancaman seperti gempa bumi, tsunami, longsor,
banjir, angin putting beliung, dan sebagainya. Kondisi ini dapat diprediksi
berdasarkan parameter-parameter pemicunya meliputi kondisi geologis dan
geomorfologis, sehingga dapat dipetakan sebaran dan dampaknya terhadap
sistem yang ada di bawahnya dengan menggunakan analisis spasial dan analisis
database.




2.3.2 Konsep Peta Risiko
Risiko bencana dapat dinilai tingkatannya berdasarkan besar kecilnya
tingkat ancaman dan kerentanan pada suatu wilayah. Analisis risiko bencana
dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah metode
pemetaan berbasis Sistem nformasi Geografis (SG. Dewasa ini berbagai pihak
telah mencoba untuk menyusun peta risiko bencana, belum adanya standarisasi
dalam metode penyusunan peta risiko menyebabkan setiap lembaga atau
institusi memiliki metode yang berbeda dalam penyusunan peta risiko. Secara
mendasar pemahaman tentang konsep bencana menjadi dasar yang kuat dalam
melakukan pemetaan risiko bencana yang dapat diaplikasikan kedalam Sistem
nformasi Geografis (SG yang dapat ditampilkan secara spasial dan
menghasilkan peta ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko
bencana. Peta Ancaman adalah gambaran atau representasi suatu wilayah atau
lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu ancaman atau
bahaya tertentu. Misalnya : Peta KRB Gunungapi Kelud, Peta KRB Gunungapi
Merapi, Peta bahaya longsor, Peta kawasan Rawan Banjir
Peta Kerentanan adalah : gambaran atau representasi suatu wilayah atau
lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kerentanan tertentu
pada aset-aset penghidupan dan kehidupan yang dimiliki yang dapat
mengakibatkan risiko bencana. Contoh : Peta kerentanan penduduk, peta
kerentanan aset, peta kerentanan pendidikan, peta kerentanan lokasi
Peta Kapasitas adalah gambaran atau representasi suatu wilayah atau
lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kapasitas tertentu
yang dapat mengurangi risiko bencana. Contoh : peta sarana kesehatan, peta
alat peringatan dini, peta evakuasi, peta pengungsian, peta jumlah tenaga medis,
peta tingkat ekonomi masyarakat.
Peta Risiko Bencana adalah :gambaran atau representasi suatu wilayah
atau lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu
berdasarkan adanya parameter-parameter ancaman, kerentanan dan kapasitas
yang ada di suatu wilayah. Contoh : peta risiko bencana banjir, peta risiko
bencana longsor, peta risiko bencana gempa.
Dalam metode anlisis risiko dengan menggunakan GS untuk
menghasilkan peta risiko, yang paling utama adalah pemilihan parameter dan
indikator masing-masing anlisis risiko
1. Analisis ancaman gempa misalnya : sejarah kejadian gempa,
zonasi patahan, struktur geologi, janis batuan, geomorfologi wilayah, dll
2. Analisis ancaman banjir misalnya : peta rawan banjir, jumlah rata-
rata curah hujan, sejarah kejadian banjir, luasan wilayah yang terkena
dampak,jumlah curah hujan, jenis batuan, jenis tanah, morfologi, kemiringan
lereng, densitas sungai dalam suatu DAS, dll
3. parameter ancaman longsor misalnya sejarah kejadian longsor,
jenis batuan, kemiringan lereng, morfologi, jenis tanah, curah hujan, dll
4. parameter kerentanan misalnya : jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, kepadatan pemukiman, jumlah KK miskin, jumlah kelompok rentan,
jumlah rumah di kawasan rawan bencana, jumlah KK di kawasan rawan
bencana, jauh dekatnya pemukiman dari daerah rawan, jumlah penduduk tidak
bisa baca tulis, penggunaan lahan di kawasan rawan, tingkat mata
pencaharian,dll
5. parameter kapasitas misalnya : jumlah tenaga kesehatan, jumlah
sarana kesehatan, jumlah penduduk yang sekolah, jumlah sekolah, desa yang
punya kebijakan PB, desa yang pernah mendapat pelatihan PB, keberadaan
organisasi PB di masyarakat, keberadaan alat peringatan dini
Sifat Riskmap
1. Dinamis : analisis risiko bukan sesuatu yang mati tetapi suatu
anlisis yang dinamis dapat berubah setiap saat tergantung upaya-upaya yang
sudah dilakukan untuk PRB. Dalam hal ini konsultan menawarkan bagaimana
konsep update a-le analisis risiko dengan peta risiko bencana di daerah yang
dapat dilakukan setiap saat oleh isntansi yang berwenang di daerah, karna
dalam GS proses penyusunan database menjadi dasar yang kuat untuk analisis
spasial
2. Partisipatif : konsultan menawarkan bukan hanya sekedar hasil peta
risiko dan laporan semata, tapi lebih pada proses yang partisipatif dan
berkelanjutan
3. Akuntabel : hasil peta risiko dapat dipertanggungjawakan, data-data
yang diperoleh dari seluruh instansi di kabupaten harus melalui proses validasi
dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran, sehingga hasil analisis risiko bisa
berkelanjutan

2.4 TEMPAT TSUNAMI
Penyebab tsunami :
1. Gempabumi tektonik
2. Gunung Api meletus
3. Landslide (Tanah Longsor
4. Benda langit yang jatuh (meteor
5. Ledakan Nuklir
6. Cuaca ekstrim (Tornado
Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di
ndonesia akibat interaksi lempeng tektonik dan letusan gunung berapi. nteraksi
lempeng tektonik banyak terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera yang
merupakan pertemuan lempeng Benua Asia dan Samudera Hindia; wilayah
selatan Pulau Jawa dan pulau pulau di Nusa Tenggara yang merupakan
pertemuan lempeng Benua Australia dan Asia; serta di kawasan Sulawesi dan
Maluku yang merupakan efek dari pertemuan lempeng Benua Asia dengan
Samudera Pasifik. Kondisi ini membentuk jalur gempa dengan ribuan titik pusat
gempa dan ratusan gunung berapi yang rawan bencana di ndonesia.
Gempa bumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan terjadinya tsunami
(gelombang laut, terutama pada gempa yang terjadi di laut dalam yang diikuti
deformasi bawah laut seperti yang pernah terjadi di pantai barat Sumatera dan di
pantai utara Papua. Sementara itu letusan gunung berapi juga dapat
menimbulkan gelombang pasang seperti yang terjadi pada letusan Gunung
Krakatau. Bencana gempa bumi dan tsunami umumnya menimbulkan kerugian
harta benda dan jiwa dalam skala besar dan butuh waktu yang lama untuk
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini cukup memprihatinkan karena
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang relatif cukup singkat dapat
menghancurkan bangunan dan infrastruktur yang merupakan hasil
pembangunan selama puluhan tahun. Tsunami yang menimbulkan kerusakan
terbesar dan terluas dalam sejarah dunia terjadi di kawasan Samudera Hindia
akibat gempa bumi 8,9 Skala Richter di sekitar Pulau Simeuleu Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD pada tanggal 26 Desember 2004. Tsunami
ini meluluhlantakkan Kota Banda Aceh, pantai Barat Provinsi NAD serta Pulau
Nias. Pengaruh dan kerusakan juga dialami negara-negara di Kawasan
Samudera Hindia seperti Thailand, Malaysia, Andaman dan Nicobar, Srilanka
bahkan sampai pantai Afrika Timur. Untuk Provinsi NAD dan Pulau Nias
(Sumatera Utara korban meninggal mencapai 165.862 (termasuk 37.066 orang
yang dinyatakan hilang. Total kerugian ditaksir mencapai 41 Trilyun Rupiah,
belum termasuk kerugian tidak langsung seperti gangguan pada proses produksi
dan perekonomian masyarakat.
Gempa Bumi besar melanda Pulau Nias hanya berselang sekitar 3 bulan
setelah dilanda tsunami yaitu pada tanggal 28 Maret 2005. Gempa berkekuatan
8,2 Skala Richter yang terjadi di laut sekitar Pulau Nias ini tidak menimbulkan
tsunami tetapi menyebabkan kerusakan yang luas di Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Simeulue
(Provinsi NAD. Korban jiwa di kedua provinsi tersebut tercatat 915 orang dan
sebagian besar dari Pulau Nias. Dampak lain gempa ini adalah terjadinya
penurunan tanah di Kota Singkil. Gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter di
D.. Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan pusat gempa di Selatan Kota
Yogyakarta/Kabupaten Bantul pada tangal 27 Mei 2006 telah mengakibatkan
korban meninggal lebih dari 5.749 jiwa dan korban luka-luka 38.568 orang dan
ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal (Data BAKORNAS PB per tanggal
15 Juni 2006. Kerugian total akibat bencana ini diperkirakan sekitar Rp. 29,2
Triliun (BAPPENAS, 2006

2.5 SISTEM SKORING PETA
Penyusunan peta risiko bencana dilandaskan pada formula yang disepakati
dalam yogo Framework yang memasukkan parameter ancaman, kerentanan
dan kapasitas dengan melakukan penyusunan database pada setiap komponen-
komponen dan memilah data berdasarkan parameter-parameter yang ditentukan
yang diformulasikan kedalam rumus :
Risiko Bencana = Ancaman x Kerentanan/Kapasitas
Penentuan parameter dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi masing-masing parameter yang dipilih. Setiap parameter akan
diskor berdasarkan pembagian nilai yang ditentukan oleh peneliti secara
kuantitatif dan dibagi dalam tiga tingkatan : tinggi (3, sedang (2 dan rendah(1.
Hasil skoring ini kemudian dibobot. Besar kecilnya pembobotan dilakukan
berdasarkan besar kecilnya faktor yang mempengaruhi risiko bencana, dimana
faktor terbesarnya adalah ancaman akan dibobot lebih tinggi dan faktor terkecil
adalah kerentanan dan kapasitas yang akan dibobot lebih kecil. Semua
parameter yang dipilih akan dihitung skor total dan skor bobot total dan
ditumpang susun dengan data spasial (peta geologi, peta geomorfologi, peta
KRB, peta tataguna lahan, peta kelerengan, dan peta administrasi. Dari analisa
spasial menghasilkan peta kerentanan, peta kapasitas, peta ancaman. Peta
risiko bencana didapat dari hasil penggabungan parameter ancaman, parameter
kerentanan, parameter kapasitas dan data spasial dari masing-masing objek
dalam aplikasi sistem informasi geografis.

2.6 KERENTANAN (VULNERABILITY)
Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bahaya.
Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sabagai salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru
akan terjadi bila "bahaya" terjadi pada "kondisi yang rentan". seperti yang
dikemukakan Awotona (1997:1-2: " .... Natural disaster are the interaction
between natural hazard and vulnerable condition". Tingkat kerentanan dapat
ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur, sosial kependudukan, dan ekonomi.
Kerentanan fisik (infrastruktur menggambarkan suatu kondisi fisik
(infrastruktur yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard tertentu. Kondisi
kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut : persentase
kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi
darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan
PDAM; dan jalan KA. Wilayah permukiman di ndonesia dapat dikatakan berada
pada kondisi yang sangat rentan karena persentasi kawasan terbangun,
kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan sangat tinggi
sedangkan persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan
telekomunikasi, jaringan PDAM , jalan KA sangat rendah.

2.7 METODE PEMBOBOTAN

Analytical ierarchy Process (AP pertama kali dikembangkan oleh Saaty
(1994 seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat.
Pengertian AP adalah mengabstraksikan struktur suatu sistem untuk
mempelajari hubungan fungsional antara komponen dan akibatnya pada sistem
secara keseluruhan. Namun, pada dasarnya sistem ini dirancang untuk
menghimpun secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat
dengan permasalahan tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada suatu
skala preferensi di antara berbagai alternatif.
Analisis ini yang ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang
tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah
terukur (kuantitatif, masalah yang memerlukan pendapat (judgement maupun
situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi ketika data dan
informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali. Jadi sistem ini hanya
bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi (Saaty,
1994. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AP ada beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami, antara lain:
a. Dekomposisi. Setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, perlu
dilakukan dekomposisi, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-
unsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya.
b. Comparative Judgement. Prinsip ini membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya
dengan tingkatan di atasnya. Hasil penilaian ini lebih mudah disajikan dalam
bentuk matriks Pairwise Comparison.
c. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison, vektor
cirinya (eigen adalah untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mengetahui prioritas global
harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis
berbeda menurut bentuk hierarki.
d. Logical Consistency, yakni konsistensi yang memiliki dua makna.
Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai
keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-
obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.























BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Hari / Tanggal : Senin / 14 November 2011
Waktu : 15.00 selesai
Tempat : Laboratorium komputasi, Lantai 2, Gedung E, Fakultas
Perikanan dan lmu Kelautan

3.2 Materi
1. Buka software ArcGS, kemudian pilih add data, pilih file kabupaten.shp dan
kab line.shp , klik ok.

2. Lalu pada tool-ar Spatial analyst pilih option, hingga muncul dialog -ox pilih
general, lalu pada kolom Working directory, pilih folder tujuan penyimpanan,
pada kolom analysist mask pilih kabupaten.

3. lalu pilih bar Extent, pada kolom analysis extent pilih same as Layer
"kabupaten.

4. Kemudian pilih bar cell size, pilih all specified bellow pada kolom analysis
cell size. Pada kolom cell size isikan 30, maka number of row dan
columns akan mengikuti, kemudian pilih OK.

5. Klik spatial analyst, klik distance pilih straight line kemudian muncul kolom
dialog. Pada kolom distance to pilih kab line, isi kolom output cell size
dengan 30, lalu pilih folder penyimpanan pada kolom output raster. Beri
nama jarak dari garis pantai kemudian ubah file tipenya menjadi TFF.

6. Pada menu spatial analyst pilih menu reclassify, setelah muncul kotak
dialog masukkan nilai value yang baru yaitu 1 sampai 5, kemudian klik
classify, pilih 4 pada kolom classes, sedangkan pada classification
method pilih manual. Kemudian pada kolom break value ganti nilainya
menjadi 500, 1500, 2500, dan nilai terakhir tetap.

7. Lalu pilih ok, sehingga muncul pilihan penyimpanan, beri nama jarak
pantai. Dan ubah tipe filenya menjadi TFF. Sehingga menjdai seperti
dibawah.

8. Lakukan add data, masukkan dem_cilacap.

9. Pilih menu reclassify pada spatial analyst, isikan new value yaitu 1
sampai 5 lalu pilih classify. Pilih manual pada classification method, lalu
pada classes pilih 5, kemudian rubah nilai break value menjadi masing-
masing 5, 10, 20, 40, dan biarkan nilai terakhir tetap. Lalu klik ok
sehingga melkukan penyimpanan, beri nama jarak tinggi dan rubah tipe
filenya menjadi TFF.

10. Lakukan add data pilih penghalang.shp lalu pada menu spatial analysist
pilih convert lalu pilih features to raster.

11. Setelah muncul kotak dialog pada kolom field pilih skor, pada output cell
size isikan 30, dan ada output raster pilih folder target tempat
disimpannya file penghalang. Kemudian beri nama file keIas penghaIang
dan rubah tipe filenya menjadi TFF.

12. Kemudian pada menu spatial analyst pilih reclassify pilih
kelas_penghalang.tiff sebagai input raster kemudian beri nilai baru
padanew values yaitu 1 dan 2. Kemudian simpan dengan nama
keIas_penghaIang_baru dengan tipe file TFF.

13. Pada menu spatial analyst pilih raster calculator, masukkan formula :
(keIas_jarak.tiff)*0.4+(keIas_penghaIang.tiff)*0.4+(keIas_tinggi.tiff)*0.
2

14. Lalu lakukan reclassify, masukkan calculation sebagai input raster.
Kemudian pilih classify, pilih manual sebagai classification method, pada
classes pilih 5, lalu klik ok. Pada kotak dialog recalssify berikan nilai baru
pada new value yaitu masing-masing 5 hingga 1 dan pada kolom terakhir
adalah no data. Klik ok.

15. Setelah itu pilih menu spatial analyst, kemudian pilih convert lalu pilih
raster to features.


16. Setelah selesai lakukan kartografi digital, dengan menambahkan
indonesia kab.shp, dan shapefile laut. Agar lebih mudah di baca sebagai
alat analisis.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasiI
O Hasil Kab.Line dan Kabupaten


O Hasil garis pantai


O Hasil kelas jarak


O Hasil kelas tinggi


O Hasil kelas penghalang


O Hasil akhir



4.2 Pembahasan
Data spasial merupakan data mengenai objek-objek atau unsur geografis
yang dapat diidentifikasi dan memiliki acuan lokasi berdasarkan sistem koordinat
tertentu atau dikatakan bergeoreferensi.
Untuk analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat yang digunakan
adalah Universal Transverse Mercator (UTM. Sistem koordinat dari UTM adalah
meter sehingga memungkinan analisa yang membutuhkan informasi dimensi-
dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi tersebut lazim digunakan
dalam pemetaan Topografi sehingga sesuai juga digunakan dalam pemetaan
tematik seperti halnya pemetaan lahan.
Dari hasil analisa kerawanan tsunami didapat bahwa daerah 5 (daerah
pesisir rawan tsunami, tetapi semakin mendekati daerah 1 (semakin menjauhi
pesisir daerah tersebut aman dari tsunami.


BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum kali ini didapat kesimpulan:
1. Dengan menggunakan software ArcGIS praktikan dapat mengatur komposisi
warna dari masing-masing analisis spasial.
2. Dengan menggunakan software ArcGIS dapat digunakan untuk analisa
spasial daerah rawan bencana tsunami.
3. Perbedaan metode klasifikasi data spasial
a Equal Interval : klasifikasi dilakukan secara otomatis oleh computer
dengan rentang atau interval yang sama dari kelas paling rendah hingga
kelas paling tinggi.
b Manual : klasifikasi data dilakukan secara manual, yaitu tidak secara
otomatis dengan nilai interval disesuaikan menurut keinginan orang yang
melakukan klasifikasi.






















DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Eko. 1992. Sistem Informasi Geografi Menggunakan ArcView GIS.
Penerbit AND. Yogyakarta.
Nuarsa, Wayan. 2005. Menganalisa ata Spasial dengan ArcView GIS 3.3
untuk Pemula. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
http://www.-akorsurtanal.go.id
http://www.cifor.cgiar.org
http://www.dephut.go.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Slope

You might also like