You are on page 1of 41

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Penuaan merupakan kejadian yang alamiah, adalah proses degenerasi yang berlangsung pada setiap orang. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti terjadi perubahan struktur anatomik dan fungsi sel maupun jaringan disebabkan oleh penyimpangan didalam sel/jaringan dan bukan oleh faktor luar (penyakit). Menghambat penuaan berarti mempertahankan struktur anatomi pada suatu tahapan kehidupan tertentu sepanjang mungkin maka untuk ini diperlukan penguasaan ilmu anatomi. Terjadinya perubahan anatomik pada sel maupun jaringan tiap saat dalam tahapan kehidupan menunjukan bahwa anatomi adalah ilmu yang dinamis. Banyak sekali keluhan-keluhan yang dialami oleh para manula yang mengalami degenerasi. Diantaranya masalah musculoskeletal (misalnya osteoporosis), pada wanita periode haid yang tidak teratur, sensasi semburan panas (Hot Flashes), masalah seksual, rasa lesu dan gangguan tidur, perubahan perasaan, perubahan bentuk tubuh, dan keluhan lain seperti nyeri kepala, gangguan daya ingat (pelupa), nyeri persendian dan kaku otot, serta gangguan konsentrasi dalam berpikir. Untuk lebih jelasnya mengenai degenerasi dan mengetahui mengenai penyebab, tanda-tanda, pemeriksaan, dll, dibahas secara lengkap pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana klasifikasi dan HPA dari degenerasi ? 1.2.2 Bagaimana etiologi, patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan radologis, klinis, dan HPA dari : a. b. c. d. tulang TMJ gigi (pulpa) salivary gland e. f. g. lidah mukosa Jaringan periodontal

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Mengetahui klasifikasi dan HPA dari degenerasi 1.3.2 Mengetahui etiologi, patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan radologis, klinis, dan HPA dari : a. b. tulang TMJ e. f. lidah mukosa

c. d.

gigi (pulpa) salivary gland

g.

Jaringan periodontal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Degenerasi Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan sel dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolism lemak seperti sel hepatosit dan sel miokard. (Janti Sudiono, 2003 : 13) 1. Degenerasi Hidrofik Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin. Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya intensitas rangsangan patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik lebih lama. Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat daripada normal dsan juga nampak lebih pucat. Nampak juga vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma

2. Degenerasi Lemak Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change) menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim. Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama dalam metabolism lemak selain organ jantung, otot dan ginjal. Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses metabolism lemak, akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang menyebabkan nekrosis. 3. Degenerasi Hyalin Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyaline merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogeny, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Kedaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik. 4. Degenerasi Zenker Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma. 5. Degenerasi Mukoid Mucus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.

Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dinamakan Signet Ring Cell. Musin di jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interselular dan memisahkan sel-sel Stelata (Stellate Cell/ Star Cell). (Janti Sudiono, 2003 : 14-20) 2.2 DEGENRASI PADA JARINGAN KERAS 1. Degenerasi pada tulang (Osteoporosis) Osteoporosis merupakan penipisan tulang yang abnormal, mungkin idiopatik atau sekunder terhadap penyakit lain. Yang ditandai oleh berkurangnya massa dan mineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah. Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism, dimana tubuh tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secara normal, seperti zat kapur = Kalsium, phospat, dan bahan-bahan lainnya. Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa/ jaringan tulang dibandingkan dengan keadaan normal. Atau dengan bahasa awam, tulang lebih ringan dan lebih rapuh. Meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pemebentuk tulang di dalam darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan. 2. Degenerasi pada TMJ Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif, artritis degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah

kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit). 3. Degenerasi pada gigi (Pulpa) Degenerasi pulpa merupakan kemunduran jaringan pulpa yang bukan diakibatkan karena suatu keradangan. Degenerasi umumnya dijumpai pada gigi orang tua, degenerasi juga dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten pada gigi orang muda, seperti pada degenerasi kalsifik pulpa. Degenerasi tidak berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasnya tidak menyebabkan gejala klinis nyata. Gigi tidak berubah warna , dan pulpa bereaksi secara normal terhadap tes listrik dan tes termal. Bila degenerasi pulpa berkembang gigi mungkin berubah warna dan pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi.

2.3

DEGENERASI PADA JARINGAN LUNAK 1. Degenerasi pada kelenjar saliva (Xerostomia)

Xerostomia : mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang. Gangguan produksi kelenjar ludah tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan / penyakit pada pusat ludah, syaraf pembawa rangsang ludah ataupun oleh perubahan komposisi faali elektrolit ludah. Gangguan tersebut diatas dapat terjadi oleh karena rasa takut / cemas, depresi, tumor otak, obat-obatan tertentu, penyakit kencing manis, penyakit ginjal dan penyakit radang selaput otak.Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya. Mulut kering juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain. 2. Degenerasi pada lidah (Taste Disorder) Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf nyeri, juga berperan pada pengecap. Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa, perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat makan (Papas AS et al., 1991). 3. Degenerasi pada mukosa

Secara klinis terlihat atrofi mukosa dan warna yang lebih pucat pada lapisan
epitel, kemampuan mitosis berkurang disertai pergantian epitel yang lambat

Proses keratinisasi berlangsung lambat dan lapisan epitel terlihat tipis pada
lamina propria dan submukosa terjadi perubahan yang mirip dengan lapisan dermis

Sel-sel mengalami perubahan terutama sel fibroblas Serat elastin dan kolagen bertambah tebal dan memadat
Patogenesis : Penurunan proloferasi epitel , menyebabkan penipisan mukosa, pengasaran serabut kolagen Pemeriksaan HPA : Pada lamina Propria dan lapisan submukosa trjadi perubahan yang mirip dengan lapisan dermis. 4. Degenerasi jaringan periodontal Selama proses me-nua, kelenjar lemak meningkat dan permukaan mukosa tampak halus serta pembuluh darah lingual menonjol; ini mungkin ber-hubungan dengan menipisnya epitel mukosa karena menurunnya proliferasi sel. Selain itu, mukosa mengalami pengasaran serabut kolagen dan kemunduran elastisitas. Mukosa menjadi peka akibat penurunan drastis produksi saliva (hiposaliva).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi degenerasi Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan metabolisme sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit. Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan sel dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel timbul jika sel tidak dapat mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolisme lemak seperti sel hepatosit dan selmiokard. Macam-macam degenerasi: 1. Degenerasi lemak Ialah timbunan lemak yang abnormal dalam sel yang sakit, dapat terjadi pada hepar, jantung, ginjal, dan pulpa. Etiologi : Anoxia Infeksi Intoksikasi zat kimia (chlour, phospor, bishmath, arsen) Mal nutrisi Diabetes melitus

Infiltrasi lemak/jaringan lemak ialah timbunan lemak diantara jaringan ikat (jantung, pankreas), pada obesitas, tidak menyebabkan gangguan fungsi. 2. Degenerasi lendir Bahan lendir tubuh : Diproduksi oleh jaringan ikat oleh fibroblast mucopoliy sacharida/myxoid Myxoid adalah zat perekat antar sel jaringan ikat yang berfungsi sebagai shock absorber dan sebagai pertahanan jaringan ikat (menstion serangan kuman). Degenerasi lendir dibagi dua, yaitu : Degenerasi mukoid Musin dapat dijumpai pada sel dan mendesak inti ke tepi seperti pada adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas selsel gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dan damakan signet ring sel. Degenerasi miksomatik Pada degenerasi miksomatik, musin tertimbun di jaringan ikat. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interseluler dan memisahkan sel-sel stelata. 3. Degenerasi hyaline Umumnya perubahan hialin merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstraselular yang memberikan gambaran homogen, cerah, dan berwarna merah muda dengan pewarnaan HE. Keadaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik. 4. Degenerasi hidrofik Degenerasi hidropik merupakan jejas yang reversible dengan penimbuna intraselular yang lebih parah jika dibandingkan degenerasi albumin. Etiologinya

dianggap sama dengan pembengkakan sel, hanya intensitas rangsang patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik tersebut lebih lama. Krakteristik dengan penumpukan air lanjut dalam sel. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan mitokondria yang nyata, terhentinya produksi ATP dan kegagalan dari pompa natrium, yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic dalam sel. Perubahan dalam permeabilitas membran sel terhadap zat lain dapat ditimbulkan oleh bahan-bahantoksik. Selain itu dapat disebkan oleh gangguan air dan elektrolit yang berat, khususnya kehilangan kalium. Bahan-bahan fisiko-kimiawi, contohnya luka baker, terseduh, kloroform dan karbon tetraklorida. Keadaaan efektif dan setelah cloudy swelling,jika berlangsung lama. Degenerasi hidropik ini biasanya terdapat pada sel hepar dan tubulus kontortus ginjal. Gambaran makroskopis organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat daripada normal dan juga tampak lebih pucat. Gambaran mikroskopik menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-kapiler organ seperti kapiler pada sinusoid hati. Bila pada penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas terhadap sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasmik. Sehingga nampak vakuola-vakuola kecil sampai besar pada sitoplasma. 5. Degenerasi zenker Degenerasi zenker dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rectus abdominis dan diafragma. Degenerasi ini ditemukan pada pneunomia dan tifus abdominalis stadium terminal. 6. Degenerasi Amiloid Degenerasi amiloid ini memiliki kesamaan dengan degenerasi hyaline. Degenerasi amiloid memiliki sifat diantaranya memberikan reaksi khusus pada

pengecatan, selektif dalam deposisinta (ada dua bagian tubuh yang terpilih/ tidak seluruhnya/selektif), ada hubungan dengan penyakit tertentu, dan ditemukan pada organ-organ yang termasuk RES. Macam Amilodosis : a. Amilodosis primer Ini tidak diketahui penyebabnya yang jelas (idiopatik). Organ yang terkena antaralain jaringan otot, tract digostricus, jantung dan lidah. Komplikasinya yaitu pada otot, serat-serat otot diganti / ditimbun bahan amiloid. b. Amilodosis sekunder Terjadi secara sekunder, sebagai komplikasi penyakit lain (didahului oleh penyakit lain). Misal oleh penyakit tuberkolusa, osteo myelitis khronis supurativa, lepra, tumor ganas. Organ yang terkena antara lain limpa, ginjal dan anak ginjal, hati, dan sel getah bening.
c.

Amilodosis pada Multiple Myeloma (tumor pada myeloma) Multiple myeloma adalah tumor ganas yang HPA mengandung banyak sel plasma. Dasar etiologinya adalah reaksi imunologi. Pada umumnya 30% kasus multiple myeloma disertai amilodosis primer.

d.

Amilodosis Lokal Amilodosis local terjadi pada tempat-tempat tertentu. Patogenesis :


Merupakan permulaan dari amilodosis primer yang umum (menyeluruh) Pada penderita dengan penyakit lain misalnya diabetes militus (pada lympha / kelopak mata) Penderita yang lanjut usia (pada pancreas)

Penyakit trachoma (timbul bintil-bintil pada kelopak mata amiloid tumor)

3.2

Penyakit Degenerasi 1. Degenerasi pada Tulang

Klasifikasi a. Osteoporosis primer Osteoporosis primer sering menyerang wanitapaska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui. b. Osteoporosis sekunder Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan : Cushing's disease Hyperthyroidism Hyperparathyroidism Hypogonadism Kelainan hepar Kegagalan ginjal kronis Kurang gerak Kebiasaan minum alkohol Pemakai obat-obatan/corticosteroid Kelebihan kafein Merokok Etiologi :

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obatobatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Gejala Klinis Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang

sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan. Patogenesis Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik konstan remodeling tulang; hingga 10% dari seluruh massa tulang mungkin mengalami remodeling pada saat titik waktu tertentu. Proses pengambilan tempat dalam satuan-satuan multiseluler tulang (bone multicellular units (BMUs)) pertama kali dijelaskan oleh Frost tahun 1963.[1] Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas. Osteoporosis adalah suatu penyakit kelainan pada tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga tulang mudah patah.

Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yaitu suatu penyakit yang berhubungan dengan usia. Tapi Osteoporosis bisa dihindari atau dicegah agar jangan terjadi akibat yang lebih fatal yaitu patah tulang. Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut remodelling tulang, yaitu suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk diganti dengan tulang yang baru. Hal ini sudah terjadi pada saat pembentukan tulang mulai berlangsung sampai selama kita hidup. Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang manusia. Proses remodeling ini dimulai dengan terjadinya resorpsi atau penyerapan atau penarikan tulang oleh sel tulang yaitu osteoklas, kemudian tulang yang sudah diserap itu tadi akan diisi oleh tulang yang baru dengan bantuan sel tulang yang bernama osteoblas. Kejadian ini adalah suatu keadaan yang normal, dimana pada saat proses pembentukan tulang sampai umur 30 35 tahun, jumlah tulang yang diserap atau diresorpsi sama dengan jumlah tulang baru yang mengisi atau menggantikan sehingga terbentuk puncak massa tulang, tapi setelah berumur 35 tahun keadaan ini tidak berjalan dengan seimbang lagi dimana jumlah tulang yang diserap lebih besar dari jumlah tulang baru yang menggantikan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis. Macam degenerasi pada tulang : a. Mandibula Rahang bawah dibentuk oleh tulang mandibula yang merupakan struktur tulang paling kokoh pada wajah. Tulang mandibula adalah tulang yang unik, membentuk lengkung atau arkus dari kri ke kanan yang bila ditilik dari garis tengah memiliki struktur simetris di bagian kiri dan kanan. b. Penuaan pada mandibula Penuaan pada mandibula terjadi karena adanya resobsi alveolar sampai setinggi 1cm, terutama pada rahang tanpa gigi atau setelah pencabutan.
c.

Tulang alveolar :

Terjadi resobsi pada processus alveolaris, terutama setelah pencabutan gigi, sehingga : tinggi wajah berkurang, pipi dan labium oris tidak terdukung, serta wajah menjadi keriput. Resobsi tulang alveolar menyebabkan pengurangan jumlah tulang akibat kerusakan tulang karena adanya peningkatan osteoklas, sehingga terjadi proses osteolisis dan peningkatan vaskularisasi. Akibat penuaan mengakibatkan kontraksi otot bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini menyebabkan kerja sendi lebih kompleks. Terjadi resobsi pada caput mandibula, membatasi ruang gerak dan menutup mandibula. Penuaaan mengakibatkan kehilangan kontak oklusal sehingga mengacaukan fungsi kunyah. Unsur-unsur tulang mandibula berubah secara signifikan dengan bertambahnya usia untuk kedua jenis kelamin dan bahwa perubahan ini, ditambah dengan perubahan jaringan lunak menyebabkan tampilan pada usia yang lebih rendah sepertiga dari wajahnya. Baik panjang maupun tinggi mandibula berkurang secara signifikan untuk kedua jenis kelamin. Perubahan tulang ini dapat menghasikan suatu tampilan yaitu berkurangnya proyeksi dan tinggi wajah bagian bawah yang ditemukan seiring bertambahnya umur. Sudut rahang meningkat dengan usia, yang mengakibatkan batas bawah wajah menjadi kurang jelas. Hilangnya keseluruhan volume mandibula mungkin juga berkontribusi terhadap penuruna dari lapisan lemak bukal. Hilangnya volume mandibula juga mempengaruhi penuaan leher yang berkontribusi memberikan kelenturan plathysma dan jaringan lunak leher. Hasil ini menunjukkan bahwa mandibula berubah secara dramatis dengan bertambahnya usia.
2. Degenerasi pada TMJ

Osteoartritis adalah proses degenerasi atau penuaan sendi. Pada proses penuaan ini lapisan tulang rawan sendi yang terdapat pada rongga sendi menipis, sehingga jarak antara dua tulang saling bedekatan. Hal ini terjadi dalam waktu yang lama

membuat rasa ngilu pada sendi bila digerakan. Reaksi lain yang timbul akibat dari beradunya dua tulang tersebut membuat jaringan tulang manjadi kasar dan timbul berduri (spur). Osteoarthritis adalah tipe dari arthritis yang disebabkan oleh kerusakan atau penguraian dan akhirnya kehilangan tulang muda (cartilage) dari satu atau lebih sendi-sendi. Cartilage adalah senyawa protein yang melayani sebagai "bantal" antara tulang-tulang dari sendi-sendi. Osteoarthritis juga dikenal sebagai degenerative

arthritis.

1. Etiologi.

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut denganosteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan umur. Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot otot yang bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi, remodeling tulang subchondral, dan pembentukan osteofit. 2. Patogenesis

tulang rawan

KONDROSIT mengalami degenerasi

tulang rawan tipis (matriks dan struktur)

retakan pada sendi

tulang rapuh

permukaan tulang rawan kasar dan berlubang

sendi tidak bisa bergerak dengan halus

semua komponen dalam sendi (tulang, kapsul sendi, jaringan sinovial, tendon dan tulang rawan)

kekakuan sendi Perubahan jaringan synovial cairan synovial akan berkurang mempengaruhi kelancaran akibat lebih lanjut terjadi krepitasi pada gerak sendi pada keadaan lebih parah dapat merobek atau merusak diskus

pergerakan dari diskus artikularis

artikularis Perubahan pada ligamentum sendi pengurangan ketebalan kapsula sendi pengurangan daya tahan regangan dari serat kolagen yang

membentuk ligamentum TMJ penurunan keleluasaan artikulasi sendi TMJ Sintesa kolagen juga akan menurun bila tjd kerusakan ligamentum, proses reparasi juga melambat

3. Degenerasi pada Gigi (pulpa) Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran. Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik, degenerasi fibrous. Perubahan pulpa volume ruangpulpa menyempit ok/dentin reparative jumlah sel berkurang, jumlah saraf bertambah secara histologis, jaringan pulpa terlihat lebih padat dapat

terjadi pengapuran yang tida teratur (pulp stones) tjd pengurangan jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh >reaktifitas berkurang Degenerasi kalsifik. Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaingan pulpa digantikan oleh bahan mengkapur; yaitu terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa ataupun saluran akar, tapi umumnya dijumpai pada kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawang, dan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa. Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar untuk memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila masa mengapur

tersebut dihilangkan. Pada jienis kalsifikasi lain, bahan mengapur terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu mungkin untuk membedakan satu jenis lain pada radiograf. Diduga bahwa dentikel dijumpai pada lebih dari 60% orang dewasa. Batu pulpa dianggap sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang, menyebar (referred pain) pada beberapa pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini pada pulpa. Degenerasi Atrofik Pada pasien degenerasi ini, yang diamati secara histologis pada pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat, dan cairan interseluler meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut Atrofi retikular adalah suatu artifak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa dan hendaknya tidak dikelirukan dengan degenerasi atrofik. Tidak terdapat diagnosis klinis. Degenerasi Fibrous Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen seluler oleh jaringan penghubung fibrous. Pada pengambilan dari saluran akar, pulpa demikian punya penampila khusus serabut keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosis klinis. Artifak Pulpa Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang disebabkan karena fiksasi jelek spesimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa, bersama-sama dengan atrofi

retikuler dan vakuolisasi, semuanya mungkin artifak dengan sebab sama, yaitu fiksasi yang tidak memuaskan. Metastasis sel-sel tumor Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi, kecuali mungkin pada tingkat akhir. Mekanisme terjadinya keterlibatan pulpa demikian pada kebanyakan kasus adalah perluasan local langsung dari rahang. Satu laporan mencatat keterlibatan pulpa gigi molar pada pasien berusia 11 tahun dengan kondromiksosarkoma rahang bawah. Dari 39 pasien yang diperiksa dengan tumor maligna di dalam mulut, hanya satu di mana ditemuka sel-sel tumor di dalam pulpa.

4. Degenerasi pada Kelenjar Ludah (Xerostomia)

Xerostomia merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering, sama seperti xeroptalmia yang digunakan untuk mata yang kering dan xerodermia untuk kulit yang kering. Bila mukosa pada beberapa daerah kering, seperti pada mata, mulut, hidung dan pharynx, maka sindrom Sicca sering digunakan untuk keadaan ini. Daerah-daerah mulut yang kering dapat disebut keratokonjungtivitis sicca, rhinitis sicca, paringitis sicca dan bahkan laryngitis sicca. Pada tiap keadaan tersebut terlihat mukosa yang kering, walaupun pada sebagian besar keadaan, kekeringan tersebut hanya bersifat subyektif. Pada mukosa mulut normalnya basah serta mengkilat. Bila dikeringkan dengan sepotong kasa akan terlihat butiran cairan dari kelenjar local, dalam beberapa menit saja. Kelenjar ini, mempunyai peranan penting, walaupun hanya menghasilkan sebagian kecil dari seluruh cairan pelumas mulut, sebagian besar diantaranya diproduksi oleh kelenjar ludah mayor. Dari kelenjar-kelenjar ludah tersebut, kelenjar parotid merupakan yang paling penting. Kedua kelenjar submandibula dapat dipotong tanpa kesulitan yang berarti setelah operasi, tetapi pemotongan salah satu kelenjar

parotis atau hilangnya sekresi dari kelenjar ini, dapat menyebabkan mulut terasa kering. Etiologi dan patogenesis Xerostomia 1. Fisiologi : Sensasi mulut kering yang subjektif terjadi setelah bicara yang berlebihan dan selama berolahraga. Pada keadaan ini ada dua faktor yang ikut berperan. Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olah raga, berbicara atau menyanyi, juga dapat member efek kering pada mulut. Selain itu, juga ada komponen emosional, yang merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran ludah dan mulut menjadi kering. Sebagian besar orang mengalami sensasi mulut kering sebelum melakukan Tanya jawab yang penting atau sebelum pidato. 2. Agenesis dari kelenjar ludah : Sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang pasien memang mempunyai keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialografi menunjukkan cacat yang besar dari kelenjar ludah. Selain itu, terdapat berbagai macam keadaan yang ikut berpengaruh disini. Gejala ringan yang timbul meliputi sulit mengunyah makanan yang kering, serta rasa kering pada mulut yang terus menerus. Pada keadaan lebih lanjut, mukosa terlihat kering, dengan lidah yang merah, meradang tapi kering. Kecepatan pembentukan karies sangat meningkat. Usaha mempertahankan gigigigi, berperan penting, karena pasien biasanya sukar menerima penggunaan gigi tiruan. 3. Karena penyumbatan hidung : Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal (adenoid). Pada orang dewasa terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan keadaan hidung, polip hidung atau hipertropi rhinitis. Semua keadaan tersebut menyebabkan pasien bernafas dari mulut, tanpa penyumbatan hidung. Atau mungkin juga berupa

maloklusi gigi-gigi seri, biasanya gigi seri yang protrusi (maloklusi Angle klas III divisi 1) atau bibir yang lemah serta kurang berfungsi. Kadua faktor tersebut dapat terlihat bersamaan. Apapun penyebabnya, akibatnya sama yaitu rasa kering yang bersifat subjektif pada mulut dan hyperplasia dari jaringan gingiva yang kering di sekitar gigi-gigi seri atas pada permukaan labial. Gingival dapat menjadi merah, mengkilat, dan sering mudah berdarah. 4. Faktor penuaan dan psikologi : normalnya, mulut menjadi kering dengan bertambahnya umur, terbukti bahwa banyak orang lanjut usia yang menemukan bahwa mulutnya bereaksi dengan cara yang sama. Keadaan mulut yang kering dapat terlihat berupa kesulitan mengunyah dan menelan, atau kesulitan dalam menggunakan gigi tiruan. Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi tiruan tidak menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis mucous untuk tempat gigi tiruan melayang pada permukaannya, dan dengan tegangan permukaan yang berkurang untuk retensi gigi tiruan dalam menahan tekanan kunyah. Bila daerah pendukung gigi tiruan telah terasa nyeri, trauma dapat berlangsung terus. Seringkali wanita menopause terserang xerostomia, tetapi pria pada kelompok umur yang sama juga tidak jarang terserang, yang mengeluh tentang berbagai sensasi pada mulutnya, salah satunya rasa kering pada mulut. Pada pemeriksaan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda mulut kering yang objektif. Sangat mengherankan bahwa banyak obat yang kurang bermanfaat untuk keadaan tersebut. Tipe pasien lain mempunyai tanda-tanda psikiatrik yang rumit dari depresi ringan maupun kecemasan. Perawatan untuk pasien ini dengan antidepresan atau obat penenang. 5. Xerostomia pada keadaan demam serta infeksi pernafasan : Kadang-kadang demam dapat menimbulkan keadaan mulut yang kering, biasanya keadaan tersebut kurang tidak begitu mengganggu pasien dan dapat diperingan dengan beberapa teguk air. Pada pasien yang tidak sehat, mulut kering

mudah terserang infeksi sekunder dengan candida albicans, serta kemungkinan terjadinya infeksi kelenjar parotis, yang menyebabkan terjadinya akut supuratif parotitis. Infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung menyebabkan pasien bernafas melalui mulut. Bronchitis, asma dan pneumonia dapat meningkatkan kecepatan pernafasan, dan karena usaha pasien untuk menghirup nafas sebesarbesarnya, ia menghirup udara dengan mulut. Terutama pada pasien asma, mulut menjadi sangat kering dengan deposit mucous di sekitar gigi-giginya. Kebrsihan mulut sanagt penting peranannya dalam mencegah infeksi sekunder. Kebersihan mulut dapat ditingkatkan dengan menjaga mulut selalu dalam keadaan basah. 6. Penyakit kelenjar ludah menimbulkan xerostomia : Selain syndrome Sjogren, penyakit-penyakit kelenjar ludah jarang menimbulkan xerostomia. Penyakit harus mengenai kedua kelenjar parotis secara bergantian untuk dapat menimbulkan kerusakan yang menyeluruh. Infeksi paroris juga dapat menimbulkan xerostomia. 7. Sindron Sicca (Sindron Sjogren) : Merupakan penyebab xerostomia yang paling penting dan tanda-tandanya telah dibahas sebelumnya. Biasanya penderita seorang wanita, dalam periode menopause serta menderita penyakit auto-imun, terutama rheumatoid artritis. Mukosa-mukosa selain mukosa mulut dapat terserang. Mukosa mulut terlihat keriput, atau mengkilat dengan lidah berlobus yang khas. 8. Setelah Radioterapi : Dengan teknik radioterapi yang baru dan lebih baik, bahkan untuk radiasi mulut, kelenjar ludah tetap dapat dilindungi untuk menghalangi terjadinya kerusakan. Radiasi parotis jarang diperlukan. Bahkan setelah dilakukan radiasi kelenjar parotis unilateral, akan terlihat adanya perubahan besar. Pada pasien

yang lebih muda, insiden karies gigi meningkat cepat. Biasanya karies tersebut terletak di servikal dan dapat mengenai semua gigi. 9. Keadaan-keadaan lain yang menimbulkan xerostomia : Diabetes mellitus yang sering tidak terkontrol serta berhubungan dengan polidipsia dan poliuria, dapat menyebabkan mulut kering. Diabetes inspidus karena sifat dehidrasi yang dimilikinya, dapat menyebabkan xerostomia. Dehidrasi medis atau operasi dari penyebab apapun dapat member efek serupa, keadaan-keadaan tersebut dapat bervariasi, dari perdarahan sampai hiperparatiroidism. Uremia tidak hanya menimbulkan mulut berbau tetapi juga menimbulkan xerostomia. Perokok juga mula-mula mengalami ptialism, yang setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi mulut yang kering. 10. Obat yang merangsang xerostomia : Ada sejumlah obat yang salah satu efek sampingnya, berupa xerostomia. Untuk menyebutkan semua obat yang menimbulkan rasa kering pada mulut, kita perlu menyebutkan hampir semua obat yang terdapat pada farmakope. Ada beberapa obat dari tiap kelompok, yang dibicarakan disini dalam hubungannya dengan xerostomia. a. Obat yang bekerja pada daerah otak yang tinggi. Semua obat yang menghalangi aktivitas pusat otak yang tinggi juga dapat menghalangi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Efek antisialogogik sama dengan berkurangnya aliran ludah selama pasien tidur. Yang termasuk kelompok tersebut adalah semua obat yang termasuk kategori obat penenang, hipnotik, narkotik, dan penghilang rasa sakit. b. Obat yang bekerja pada ganglia autonomic Aksi obat ini berjalan melalui ganglia parasimpatik, yang mempunyai pola perpindahan neurohumoral yang sama dengan ganglia simpatik. Nikotin dapat menyebabkan rangsang permulaan pada penggunaan dosis tinggi, diikuti dengan efek penyumbatan. Jadi secara teoritis dapat dikatakan bahwa

perokok berat selalu mengalami xerostomia. Anggapan tersebut memang selalu didukung bukti-klinis, tapi berapa besar c. Obat yang bekerja pada pertemuan parasimpatik neuro-efektor Sebagian besar obat yang menimbulkan xerostomia bekerja pada daerah ini dengan cara memblokir efek muskarinik dari asetilkolin. Atropine, suatu alkaloid beladona, bersama dengan substansi lain yang berhubungan dengannya, seperti hemotropin, hiosin dan produk-produk ammonium quartenari lainnya, juga dapat menyebabkan mulut terasa kering bila diberikan secara sistemis. Ada sejumlah obat yang digunakan sebagai spasmolitik, dan untuk mengurangi sekresi gastric, seperti propantelin (probanten) dan poldin (nakton), mempunyai efek sama. Semua antihistamin mempunyai efek samping kolinergiok serta dapat mengurangi aliran ludah. Derivate penotiasin juga mempunyai efek yang sama. Bahkan pada dasarnya, bebrapa antihistamin merupakan derivate penotiasin. Keadaan yang serupa berlaku juga untuk beberapa obat yang digunakan untuk perawatan Parkisonism, seperti benzhexol, benztropin, dan orphenadrin. Obat trisilik anti depresi seperti imipramin, amitriptylin, dan komponen yang berhubungan dengannya, dapat menyebabkan mulut terasa kering. Kerena depresi endogenus sendiri dapat menyebabkan xerostomia, sulit untuk menentukan apakah penyakit atau cara perawatannya yang menimbulkan mulut kering. d. Obat yang bekerja pada daerah pertemuan adrenergic neuro-efektor Ampetamin dan derivatnya yang digunakan sebagai obat perangsang atau obat penurun nafsu makan dapat mengurangi aliran ludah. Epedrin, yang masih sering digunakan untuk perawatan asma, bertujuan untuk mengurangi ketegangan bronkus, juga mempunyai efek serupa. Untungnya pembesaran bronkus terjadi dengan efek yang lebih khusus dan aksi yang lebih kecil terhadap kelenjar ludah.

Patogenesis Xerostomia a. Secara umum (Hubungan sekresi saliva dengan xerostomia) Pada lidah terdapat nervus-nervus penghantar yakni nervus glossofaringeus yang bercabang menuju traktus solitarius. Saat lidah menerima rangsangan taktil dan pengecapan, di lanjutkan oleh nervus glossofaringeus & nervus fasialis. Nervus glossofaringeus membawa rangsangan menuju traktus solitaries yang di dalamnya terdapat nervus solitarius superior dan inferior. Oleh nervus glossofaringeus yang bercabang pada ganglion otikum dan di lanjutkan menuju kelenjar parotis. Sedangkan nervus facialis bercabang pada traktus solitaries menbawa rangsangn tersebut ke ganglion submandibularis menuju ke kelenjar submandibularis. Jika lidah mengalami atrofi pada papillanya, maka lidah tidak mampu menghantarkan simpul-simpul rangsangannya, sehingga rangsangan tersebut tidak sampai pada glandula saliva yang berfungsi untuk memproduksi saliva sebagai respon atas rangsangan yang di hantarkan. Akibatnya, sekresi dari saliva menurun sehingga rongga mulut menjadi kering. b. Bertambahnya usia terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan Gambaran Klinis Xerostomia 1. Mukosa mulut kering, mudah teriritasi 2. Sukar berbicara 3. Sukar mengunyah dan menelan 4. Persoalan dengan protesa 5. Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar 6. Gangguan pengecapan

7. Perubahan jaringan lunak 8. Pergeseran dalam mikroflora mulut 9. Karies gigi meningkat 10. Radang periodonsium 11. Halitosis 12. Kepekaan terhadap rasa berkurang, 13. Kesukaran dalam memakai gigi palsu, 14. Mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya. Gambaran HPA Secara histologis,kelenjar liur major dan minor menunjukkan atropi dan infiltrasi oleh limfosit dan sel-sel plasma. Biasanya pada penderita stomatitis nikotina, pada mukosa palatal terdapat papula-papula merah, kecil, terdapat keratosis putih karena tembakau. Pemeriksaan Penting untuk membuktikan secara objektif jumlah saliva yang dihasilkan. Pembuktian ini dapat dilakukan tes curry. Mulut kering selanjutnya dapat dibedakan apakah sejati atau palsu. Tes Curry tersebut merupakan studi terhadap aliran parotis dan dapat menunjukkan jumlah produksi saliva yang normal. Ada beberapa alat untuk mengumpulkan saliva dan dapat membantu dalam menegakkan diagnose terhadap pasien xerostomia , diantaranya : Proflow sialometer, salivette, lashley cup, dan slurp collection cuip. Alat pengumpul saliva tersebut harus sesui dengan standard an dapat dipercaya. Selain dengan penggunaan alat tersebut , kondisi mulut pasien dapat dinilai dengan menggunakan kaca mulut yang ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel dapat di pastikan pasien menderita xerostomia. Saliva yang kental yang menempel pada kaca mulut jika ditarik juga menandakan keadaan xerostomia pada pasien. Cara lain untuk memeriksa yaitu pada penderita tampak bibir pecah-pecah atau kering, dan halitosis. Kesulitan bicara, sulit makan dan menelan. Bibir lekat pada

gigi (Lip Stick and Tongue Blade Signs) karena sel-sel epitelnya melekat pada email yang kering sehingga menyebabkan erosi dan karies pada permukaan akar dan ujung cusp. Pada kasus ini, karies akan terus meningkat meskipun OH baik. 5. Degenerasi pada Lidah (Taste Disorder) Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini akan mengalami proses menua. Pada manusia proses menua itu sebenarnya telah terjadi sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Proses menua dapat menimbulkan keluhan atau kelainan, baik itu pada jaringan keras ataupun jaringan lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua, dengan menurunnya nafsu makan, dapat dipahami bahwa golongan usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit dan cacat karena perubahan organobiologik tubuh akibat proses degeneratif alamiah. Menurunnya fungsi faali serta parameter metabolisme seiring dengan meningkatnya usia akan mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992; Murjiah dan Dinarto. 2002). Proses menua merupakan proses yang terjadi di dalam tubuh yang berjalan perlahan-lahan tapi pasti, pada proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh secara berangsur-angsur dan akhirnya menjadi manusia dengan usia lanjut (Wasjudi, 2000) Proses menua dapat menimbulkan keluhan atau kelainan, baik pada jaringan keras ataupun jaringan lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua, di tambah dengan menurunnya nafsu makan, maka dapat dipahami bahwa golongan usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit dan cacat karena terjadinya perubahan organobiologik tubuh akibat proses degeneratif alamiah. Menurunnya fungsi faali serta parameter metabolisme seiring dengan meningkatnya usia akan mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992; Murjiah dan Dinarto. 2002). Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa,

perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat makan (Papas AS et al., 1991). Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf nyeri, juga berperan pada pengecap. Indera pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi, beberapa di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap. Sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel disekitarnya, sehingga beberapa diantaranya adalah sel muda dan lainnya adalah sel matang yang terletakke arah bagian tengah indera dan akan segera terurai dan larut (Guyton, 1997). Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa (Lynch et al., 1994; Ganong, 1998; Budi, . 2004). Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor (Amerongen, 1991). Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi (Budi, . 2004; Boron , . 2005). Sel pengecap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. Proses ini bergantung dari pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong

maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Taste buds yang dilayani oleh serat saraf sensoris adalah taste buds pada 2/3 lidah bagian anterior (papilla filiformis dan sebagian papilla fungiformis) dilayani oleh chorda tympani cabang dari N. Facialis

(N.VII) (Ganong, 1998; Boron, 2005). Gambar Lidah dan Pembagian Papilla Keterangan papilla pada lidah: 1. 2. 3. Pp. fungiformis : 2/3 anterior lidah Pp. circumvalata : post.lidah, depan sulkus terminalis Pp. foliata : post-lateral lidah

Masing-masing papilla pengecap dipersarafi 50 serat saraf dan setiap serat saraf menerima masukan dari rata-rata 5 papilla pengecap. Papilla circumvalata yang lebih besar masing-masing mengandung sampai 100 papilla pengecap, biasanya terletak di sisi papilla, tetapi karena terbatasnya data maka disebutkan ada sekitar 200-250 taste buds per papilla circumvalata pada setiap individu dibawah usia 20 tahun, dan menurun hingga 200 taste buds atau kurang menjelang maturitas, dan kurang lebih 100 taste buds menjelang usia 75 tahun. Penelitian dengan mikroelektroda pada satu taste buds memperlihatkan bahwa setiap taste buds biasanya hanya merespon terhadap satu dari empat rangsang kecap primer, bila substansi pengecap berada dalam konsentrasi rendah. Pada konsentrasi tinggi, sebagian besar taste buds dapat dirangsang oleh dua, tiga atau bahkan empat rangsang pengecap primer dan juga oleh beberapa rangsang pengecap yang lain yang tidak termasuk dalam kategori primer (Diah Savitri,1997; Ganong, 1998). Pada orang usia lanjut, permukaan dorsal lidah cenderung menjadi lebih licin karena atrofi papilla lidah. Perubahan histopatologi pada lidah menunjukkan adanya atrofi papilla yang sering dimulai dari ujung lidah dan sisi lateral. Beberapa peneliti melaporkan jumlah taste buds yang terdapat pada papilla circumvalata berkurang yang menyebabkan menurunnya sensitivitas rasa (Sayuti, 1998). Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk mendeteksi gangguan pengecapan ialah: 1. The Drop Technique Digunakan 4 macam rasa manis (gula pasir), pahit (kinin), kecut/asam (lar. Asam cuka) dan asin (larutan garam). Penderita diminta utk mengidentifikasi rasa dari bahan tes yang diletakkan diatas lidah sambil menutup hidung. 2. Elektrogustometri Tes pengecapan secara kuantitatif. Mineral Zn

Salah satu perubahan yang terjadi pada air ludah penderita dengan gangguan pengecapan adalah berkurangnya kadar Zn di dalam air ludah. Kadar Zn pada air ludah orang dewasa berkisar 90-120 g/100 ml. Mineral Zn berperanan di dalam fungsi berbagai indera seperti melihat, mencium bau dan mengecap. Kadar Zn di dalam air ludah ditentukan oleh diet/ makanan yang dikonsumsi, misalnya makanan yang berasal dari protein hewani mengandung banyak mineral Zn, sedangkan sebaliknya makanan yang berasal dari protein tumbuh-tumbuhan mengandung sedikit Zn. Pada mereka yang menjadi vegetarian (mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan) dan padamereka yang tidak nafsu makan karena gangguan kejiwaan (anoreksia nervosa) dapat mengakibatkan kurangnya mineral Zn sehingga hal ini perlu mendapat perhatian jika mengalami gangguan pengecapan. 6. Degenerasi pada mukosa rongga mulut Pada mukosa rongga mulut terjadi atrofi, berkurangnya kelenturan dan berkurangnya tunika propia. Mukosa tampak seperti lilin atau satin, atau kelihatan sembab. Lapisan sel berkeratin yang biasanya melindungi mukosa tidak ada lagi sehingga lebih mudah terjadi cedera bila ada iritasi mekanis, kimiawi, atau iritasi kuman. Jaringan penyambung lebih sukar menutup bila terjadi luka. Aliran saliva biasanya sangat berkurang sehingga mukosa menjadi kering dan tidak lentur. Sering terdapat perasaan terbakar dan fungsi indera pengecap sangat menurun. 7. Degenerasi pada Jaringan Periodontal

Prevalensi penyakit periodontal, kerusakan jaringan dan kehilangan gigi lebih banyak diakibatkan oleh bertambahnya usia. Beberapa jaringan mengalami perubahankarena penuaan dan hal itu mungkin karena efek dari penyakit periodontal. Sebagian besar penyakit periodontal bersifat inflamasi dengan penyebab utamanya adalah plak dan bakteri yang didukung oleh beberapa faktor lokal dan sistemik dan sangat sulit membedakan antara kerusakan patologi dengan kerusakan fisiologis suatu jaringan pada manula. Perubahan jaringan periodontal yang berhubungan dengan usia lanjut meliuti gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Beberapa perubahan jaringan periodontal pada manula yaitu a. Pada jaringan gingiva Terjadi resesi, atropi sel epitel, hilangnya retepeg, berkurangnya jaringan ikat, turunnya metabolisme dan oksidasi jaringan b. Pada ligamen periodontal Pada ligamen periodontal dapat timbul penambahan serat elastis. Penurunan vaskularisasi, penurunan mitosis, bertambahnya serat kolagen. c. Pada tulang alveolar kemampuan metabolisme serta kapasitas penyembuhan dan Pada tulang alveolar terjadi atropi, osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, menurunnya d. meningkatnya daya resorpsi. Pada sementum Pada sementum terjadi deposisi terus menerus sesuai dengan bertambahnya usia Tanda-tanda klinis yang berhubungan dengan jaringan periodontal pada manula adalah atrisi, resesi, gigi yang mengalami migrasi, kegoyangan gigi dan tanggalnya gigi.

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN 1. Pada skenario didapatka adanya 2 degenerasi yaitu degenerasi jaringan lunak dan degenerasi jaringan keras. Degenerasi jaringan lunak misalnya degenerasi pulpa Degenerasi jaringan keras misalnya degenerasi sendi

Faktor etiologi dari degeneras: usia, kapasitas kekuatan jaringan tersebut, penurunan kekuatan jaringan. Pada umumnya pathogenesis degenerasi lunak maupun keras merupakan akibat dari penurunan usia dan ini mengakibatkan penimbunan sel dan lipid sehingga terjadi secara bertahap. 2. Osteoporosis merupakan suatu penyakit dimana massa tulang menjadi rapuh dan berkurang (matriks penyusunnya). Etiologi : usia dan penyakit sistemik dll Pathogenesis terjadi osteoporosis ada 4 tahap : a. Kadar Ca dan P, serta laju endap darah masih dalam batas normal. b. Kadar alkalin phosphate darah masih normal kecuali bila sudah terjadi patah tulang c. Alkalin phosphate lebih tinggi dari kadar normal d. Kadar zat kapur (Ca) dan pospat, serta PTH (para thyroid hormone) dalam darah biasanya normal. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan rontgenologis maupun laboratorium Gejala klinis: sering capek dan daya tahan tubuh berkurang, dan nyeri pada tulang

Klasifikasi osteoporosis: a. Osteoporosis primer b. Osteoporosis sekunder c. Osteoporosis pada usia anak anak d. Osteoporosis pada usia muda 3. Xerostomia merupakan suatu penyakit dimana terdapat kekeringan saliva dalam rongga mulut. Etiologi xerostomia : usia, sinar radiasi (pada kepala dan leher), obat obatan, stress dll Pathogenesis dari xerostomia dijelaskan sesuai dengan etiologi xerostomia misalnya saja pada usia semakin tua usia seseorang maka daya tahan aliran saliva yang berasal dari kelenjar saliva dan duktusnya mengalami kemunduruan, obat obatan juga merangsang saraf otonom yang dapat menyebabkan aliran saliva berkurang. Gejala klinis : terdapat karies, ada sensasi terbakar, terdapat manifestasi oral candida, taste disosder dll. Pemerikasaannya bisa menggunakan sialograf dan pemeriksaan palpasi dan penentuan vsikositas komposisi dari saliva. 4. Taste disosder : Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. 5. Menopause disebut juga sebagai syndrom menghilangnya estrogen. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh oleh kelenjar gonadotropin pada wanita. Pada keadaan menopause produksi estrogen berkurang drastis dan pada akhirnya akan terhenti sama sekali.Pada dasarnya menopause juga terjadi pada laki-laki tetapi hanya berbeda istilah yang biasanya disebut

dengan andropause hanya saja datangnya lebih lambat dibandingkan dengan wanita. Kedua keadaan ini biasa disebut sebagai gonadopause.

DAFTAR PUSTAKA Fawcet, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed. 12. Alih bahasa; Jan Tambayong. Jakarta: EGC Gayford, J. J. 1990. Penyakit Mulut. Alih bahasa; Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Editor; Irawati Setiawan. Jakarta: EGC Herbert. 1982. Outlines of Patology. America: C.V. Mosby Company Junqueira, luiz. 1997, 2007. Histologi Dasar; Teks dan Atlas. Alih bahasa; Jan Tambayong, editor; Frans Dany. Jakarta: EGC Leeson, C Roland. 1996. Buku Teks Histologi. Ed 5. Alih bahasa; Jan Tambayong, dkk. Jakarta: EGC Pedersen, Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa; Purwanto Basoeseno, editor; Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Walton, Richard E. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Ed.2. Alih bahasa; Narland Sumawinata, editor; Narland Sumawinata. Jakarta: EGC W.H., Ny. Itjiningsih. 1991. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC Yatim, Faisal. 2000. Osteoporosis (Penyakit Kerapuhan Tulang) pada Manula. Ed. 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi. Ed. 4. Alih bahasa; Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Editor; Jonatan Oswari. Jakarta: EGC

You might also like