You are on page 1of 33

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Awal Sejarah Sabun dan Detergen Asal dari kebersihan pribadi adalah kembali ke zaman pra sejarah. Sejak air menjadi bagian yang penting untuk kehidupan, orang pertama hidup dekat air dan mengetahui properti kebersihan, sedikitnya bagaimana membilas lumpur ke tangan mereka. Benda mirip sabun ditemukan berbentuk tabung saat penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta tentang pembuatan sabun diketahui pada tahun 2800 SM. Sabun yang berbentuk tabung tersebut berasal dari lemak yang direbus dengan abu, dimana itu merupakan metoda pembuatan sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan sabun itu. Kemudian akhir-akhir ini digunakan untuk penggaya rambut. Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno biasa mandi. Papirus Eber, dokumen kesehatan dari sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk menyembuhkan penyakit dan membersihkan kulit. Di waktu yang sama, Musa memberikan orang Israel peraturan pemerintah kebersihan pribadi. Dia juga menghubungkan kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama. Laporan Injil mengusulkan bahwa orang Israel mengetahui bahwa campuran abu dan produk minyak adalah jenis dari gel rambut. Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan estetika dan rupanya tidak menggunakan sabun. Bahkan, mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir, batu apung dan abu, juga meminyaki tubuh dengan minyak, menggesek minyak dan kotoran pada peralatan metal yang disebut strigil. Mereka juga menggunakan minyak dengan abu. Baju dicuci tanpa sabun di sungai. Nama sabun berasal dari legenda Romawi Kuno, dari Gunung Sapo, dimana binatang dikorbankan. Hujan membersihkan campuran dari lemak hewani cair atau lemak dan abu kayu menjadi lilin di sepanjang Sungai Tiber. Para wanita

berusaha menemukan campuran lilin sebagai pembersih. Orang Jerman Kuno dan Modern juga memjelajahi sabun yang terbuat dari lemak dan abu, dan digunakan untuk mewarnai rambut mereka menjadi merah. Ketika peradaban Romawi maju, dan mereka menjadi selalu mandi. Tempat mandi Romawi yang pertama terkenal yang terdapat saluran air, dibangun sekitar tahun 312 SM. Pada saat itu, mandi sangatlah mewah, dan mandi menjadi populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani (Galen) menganjurkan sabun dijadikan untuk pengobatan dan pembersih. Setelah musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun. Kesehatan publik berganti-berganti di lakan Eropa memberikan pengaruh yang kuat. Menurunnya kebersihan pribadi, berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi sehingga menambah berat dan menjadi wabah besar di Abad Pertengahan, dan khususnya kematian hitam di abad ke-14. Namun, pada abad ke-17 kebersihan dan mandi mulai kembali lagi menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Masih ada tempat dimana kebersihan pribadi tersisa penting di belahan dunia. Mandi harian adalah adat yang biasa di Jepang saat Abad Pertengahan. Dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah tempat perkumpulan populer pada Sabtu sore. Sejarah Pembuatan Sabun dan Detergen pada Pertengahan Abad Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di Eropa pada abad ke-17. Serikat pekerja pembuat sabun terlindungi dalam perdagangan rahasia. Minyak nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi disediakan untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan mencuci. Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun yang siap menyediakan bahan mentah seperti minyak pohon zaitun. Orang Inggris mulai membuat sabun pada saat abad ke-12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622, Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun yaitu $100.000 pertahun. Pada abad ke-19, sabun mempunyai pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan meningkat.

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan mendatangkan beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Akan tetapi, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya adalah pekerjaan rumah tangga yang pada akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa mengumpulkan lemak dari rumah tangga, yang diubah menjadi beberapa sabun. Langkah utama pembuatan sabun komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc menetapkan proses untuk membuat abu soda atau sodium karbonat dari garam biasa. Abu soda adalah alkali yang terdapat dari abu dikombinasikan dengan lemak menjadi bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas dari kualitas baik dari abu soda murah. Ilmu pembuatan sabun modern lahir 20 tahun yang lalu, kemudian dengan penjelajahan Michel Eugene Chevreul dan kimiawan Perancis lainnya, sabun terbuat dari kimia alam dan lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri adalah dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun. Kemajuan teknologi sabun pada pertengahan 1800-an ditemukan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dengan proses ammonia di mana menggunakan garam meja biasa, atau sodium klorida untuk membuat abu soda. Proses Solvay lebih lanjut alkali, dan menambah kualitas dan kuantitas abu soda yang tersedia untuk manufaktur sabun. Penjelajahan ini bersamaan dengan pembangunan kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, sehingga pembuatan sabun mengalami pertunbuhan yang cepat dalam industri Amerika pada tahun 1850. Di waktu yang sama, ketersediaan sabun yang banyak mengubah sabun dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari. Penggunaan yang tersebar luas ini menjadikan sabun berkembang menjadi sabun yang lebih lembut untuk mandi dan sabun digunakan juga di dalam mesin cuci itu yang disediakan untuk konsumen seiring dengan pergantian abad.

Pada jaman Modern atau jaman sekarang

Bahan kimia dari manufaktur sabun pada dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman. Pada Perang Dunia I kekurangan lemak untuk membuat sabun. Diketahui sekarang dengan sederhana yaitu deterjen. Deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih yang menjadi satu yang diambil dari jenis bahan mentah. Penjelajahan deterjen juga dilator belakangi oleh kebutuhan untuk alat kebersihan. Tidak seperti sabun, tidak dikombinasikan antara garam mineral dengan air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan dan diketahui itu merupakan dadih sabun. Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar dijalankan sampai akhir Perang Dunia II. Ketika perang berhenti, persediaan lemak dan minyak dibutuhkan untuk alat kebersihan yang akan bekerja di air laut yang kaya mineral dan di air dingin. Lebih lanjut merangsang untuk meneliti deterjen. Deterjen pertama digunakan untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Perkembangan lebih lanjut, detergen digunakan untuk mencuci baju serba guna yang muncul pada tahun 1946. Ketika pembuatan deterjen (yang berisi surfaktan) dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen yang merupakan bahan pembersih dasar. Pembentukan tersebut membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembentuk pada detergen dan sangat bagus kinerjanya, sehinggan mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat sekalipun. Pada tahun 1953, penjualan deterjen di negara Amerika melebihi sabun. Kini, detergen dapat menggantikan produk dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (original atau berkombinasi dengan sabun) adalah juga ditemukan yang penggunaannya berbentuk batangan dan cair untuk pembersih pribadi. Sejak deterjen dan bahan kimia dibentuk, aktivitas lebih lanjut adalah focus memproduksi produk pembersih praktis yang mudah digunakan dan menyelamatkan konsumen untuk lingkungan. 1.2. RUMUSAN MASALAH

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah: Sabun Apa yang dimaksud dengan sabun? Apa macam-macam dari sabun? Apa bahan baku utama dan bahan baku pendukung untuk pembuatan sabun? Bagaimana karakteristik bahan baku yang dipilih dalam pembuatan sabun? Apa sifat-sifat dari sabun? Bagaimana metoda dalam pembuatan sabun? Apakah yang dimaksud reaksi saponifikasi? Bagaimana pembuatan sabun dalam industri?

Detergen Apa yang dimaksud dengan detergen?

Apa macam-macam dari detergen? Apa bahan baku untuk pembuatan detergen? Apa sifat fisis dan sifat kimia detergen? Bagaimana pembuatan detergen? Bagaimana mekanisme kerja detergen?

1.3. TUJUAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: Pengenalan sabun dan detergen Macam-macam sabun dan detergen Bahan baku untuk pembuatan sabun dan detergen Karakteristik bahan baku yang dipilih dalam pembuatan sabun Sifat-sifat sabun dan detergen Metoda-metoda pembuatan sabun

Reaksi saponifikasi dari sabun Pembuatan sabun dan detergen dalam industri Mekanisme kerja detergen

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

BAB II PEMBAHASAN
2.1. SABUN I.Pengenalan Sabun Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakn pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali dengan membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasaran seperti sabun mandi dan sabun cuci, baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat-zat tersebut dapat menimbulkan efek, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah: C12 sampai C18. Jika < C12 : Iritasi pada kulit dan jika > C20 : Kurang larut (digunakan sebagai campuran). Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impuriti lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat

mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak atau minyak. Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna. II.Macam Macam Sabun Macam-macam sabun, diantaranya: a. Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. b. Sabun Cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol. c. Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor karbanilida, irgassan Dp 300 dan sulfur. d. Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan atau menggiling, atau juga dengan menghancurkan sabun yang berbentuk batangan. e. Sabun Bubuk untuk mecuci, dapat diproduksi melalui drymixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

seperti sabun sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

Berdasarkan ion yang dikandungnya, sabun dibedakan atas: a. Cationic Sabun Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationik detergen. Sebagai tambahan, selain sebagai bahan pencuci yang bersih, itu juga mengandung sifat anti kuman yang membuat banyak digunakan pada rumah sakit. Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia. b. Anionic Sabun Sabun jenis ini merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif. c. Neutral atau Non Ionic Sabun Non ionic sabun banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena sabun jenis ini tidak memiliki gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Non ionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun. III.Bahan Baku Utama dan Pendukung Untuk Pembuatan Sabun Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan Baku Utama Bahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida dan membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun

yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan tersebut, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi. Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda atau natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamine merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamine dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun diantaranya : a. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. b. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. c. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur

dengan bahan lainnya. d. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. g. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. h. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. i. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. j. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

Bahan-Bahan Pendukung Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan

sabun hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. a. NaCl NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi didalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas daribesi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. b. Bahan aditif Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna dan parfum. Builders (Bahan Penguat) Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan-bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat

agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa-senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Fillers Inert (Bahan Pengisi) Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetrasodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. Pewarna Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. Parfum Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum= 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.

IV.Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain: Warna Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Angka Saponifikasi Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satugram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak. Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu. V.Sifat Sifat Sabun Sifat-sifat sabun diantaranya: a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Oleh karena itu, larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OHCH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air

mengendap. c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar: CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar) Polar: COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar) Proses penghilangan kotoran Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga air kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat ke permukaan kain. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih. VI.Metoda Metoda Pembuatan Sabun Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakan metode-metode, dimana metode-metode ini memiliki kelebihankelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adapun metode-metode tersebut adalah: a. Metode Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara didalamnya). b. Metoda Kontinu Metoda kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang. Lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. VII.Reaksi Saponifikasi Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin, sapon= sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17, di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Reaksi pembuatan sabun adalah sebagai berikut :

Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, yaitu molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 C). Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya inter molekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. VIII.Pembuatan Sabun dalam Industri a. Saponifikasi Lemak Netral Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + Gliserin NaOH= [SV x 0,000713] x 100/NaOH (%) [SV/1000] x [MV (NaOH)/MV(KOH)

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul. Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa-sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63% TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83% TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir. b. Pengeringan Sabun Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multisistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer system tunggal. c. Netralisasi Asam Lemak Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan

asam lemak dapat dihitung sebagai berikut : NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak. Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dahulu menuju turbo disperser dimana interaksi reaktan-reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan. d. Penyempurnaan Sabun Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir. 2.2. DETERGEN I.Pengenalan Detergen Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen adalah Surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Perhatikan reaksi dibawah ini:

Rantai hidrokarbon, R, di dalam molekul sabun di atas mungkin adalah rantai hidrokarbon yang lurus atau rantai hidrokarbon yang bercabang.

Bahan utaman detergen ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Detergen pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkyl hydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara

penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil hydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergen yang baik. Karena garamnya berasal dari asam kuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergen yang umum digunakan adalah alkil benzenasulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzenasulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad renik (biodegradable). Detergen ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun 1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danau-danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzenasulfonat yang tidak bercabang. Detergen jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.

II.Macam Macam Detergen

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

Penggolongan Detergen Berdasarkan Bentuk Fisiknya, yaitu:

a. Deterjen Cair Secara umum, deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Hal yang membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. b. Deterjen Krim Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan formula keduanya berbeda. b. Deterjen bubuk Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk padat atau masif. Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok deterjen tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam proses pembuatannya. Ditinjau dari efektivitasnya untuk mencuci, kedua bentuk deterjen tersebut dapat dikatakan sama, yaitu: Deterjen bubuk berongga Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Deterjen bubuk padat/masif Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan. Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion Yang Dikandungnya, detergen

dibedakan atas: a. Cationic detergents Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergen. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat anti kuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.

b. Anionic detergents Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.

c. Neutral atau Non-Ionic Detergents Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergent kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.

III.Bahan Baku Untuk Pembuatan Detergen a. Bahan Aktif (Active Ingredient) Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan deterjen. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). b. Bahan Pengisi (Filler) Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. c. Bahan Penunjang Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di

tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu. d. Bahan Tambahan (Aditif) Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut antiredeposisi. Aditif organik dalam deterjen juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya cuci. Peningkatan daya cuci yang dimaksud dapat meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Menurunkan pengendapan kembali kotoran 2. Meningkatkan efek whiteness dan brightness 3. Meningkatkan kemudahan terlepasnya kotoran 4. Menurunkan atau menigkatkan pembusaan seperti yang diinginkan 5. Menaikkan tingkat kelarutan deterjen (Jika deterjen semakin larut, maka fungsi pencucian juga meningkat) 6. Menaikkan daya dorong terhadap logam-logam 7. Menurunkan injury (misalnya iritasi pada kulit manusia, barang atau kain, dan mesin) e. Bahan Pewangi (Parfum) Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuningkuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis,

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring flower. f. Antifoam Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,040,06%. IV.Sifat Fisis dan Kimia Detergen Fisis Kimia Dapat melarutkan lemak Tak dipengaruhi kesadahan air Ujung non polar : R O (hidrofob) Ujung polar : SO3Na (hidrofil)

V.Pembuatan Detergen Pembuatan Deterjen Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat). Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut : a. Detergen Anionik Alkil aril sulfonat Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena

mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel- Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.

Olefin sulfat dan sulfonat

Diproses dengan tiga cara, yaitu : Proses Oxo Olefin direaksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160C sampai 175C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen). Proses Alfol ( Proses Ziegar) Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida. Proses WI. Welsh Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol.

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

b. Detergen kationik larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+ClAmina asetat (RNH3)OOCCH3 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat

Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi : 1. R-NH2 + 3CH3Cl RN(CH2)2Cl + HCl 2. R2NH + 2CH2Cl R2N(CH2)2Cl + HCl c. Detergen nonionik Pembuatan detergen nonionik adalah : Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial. Amina oksida Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direaksikan dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak- -amino propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium. VI.Mekanisme Kerja Detergen Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam

air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyakair dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan Simpulan yang didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun ini adalah sebagai berikut : Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Bahan utama pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara lemak minyak dengan alkali (basa). Sedangkan bahan pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif (Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna dan parfum). Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak. Metoda metoda proses pembuatan sabun ini ada duia macam yaitu metoda batch dan metoda kontinu. Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun. Detergen adalah Surfaktan anionik atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+).
Berdasarkan Bentuk Fisiknya, detergen digolongkan menjadi detergen cair, detergen krim dan detergen bubuk. Sedangkan berdasarkan ion yang dikandungnya, digolongkan menjadi Cationic detergent, Anionic detergents

dan Neutral atau Non-Ionic Detergents Bahan baku utama detergen adalah surfaktan. Kemudian diberi bahan

pengisi, bahan penunjang, bahan aditif dan bahan pewangi. Sifat Fisis Detergen adalah Ujung non polar : R O (hidrofob) dan Ujung polar: SO3Na (hidrofil). Secara kimia, yaitu dapat melarutkan lemak dan tak dipengaruhi kesadahan air.
Surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air.

3.2. Saran Demikianlah makalah tentang industry pembuatan sabun dan detergen ini dibuat. Untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran-saran yang bersifat membangun sehingga makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna.

April , 2011 Industri Pembuatan Sabun & Detergen

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/sifat-fisis-dan kimia-detergen-pembuatan-dan-komposisi-detergen/ http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Kimia/0199%20K im%202-6b.htm http://toserbanagita.blogspot.com/2009/03/cara-membuat-deterjen-bubuk.html http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/definisi-detergen/ http://id.wikipedia.org/wiki/Deterjen http://matoa.org/cermati-sabun-dan-deterjen-yang-anda-gunakan/ http://www.hotfrog.co.id/Companies/Cara-Membuat-Sabun-Bubuk-Tristar Kursus-Home-Industri-Jual-Bahan-Kimia-untuk-Industry-Chemical-RawMaterial-For-Sale http://majarimagazine.com/2009/06/builder-dan-aditif-dalam-deterjen/ http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/bahan-tambahandalam-detergen-dan-kegunaannya/

You might also like