Professional Documents
Culture Documents
HIZBIYAH
oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Atsari
KATA PENGANTAR
"Quyud Hizbiyah", itulah judul asal dari tulisan dibawah ini, yang kemudian
diterjemahkan menjadi "Belengu-Belengu Hizbiyah". Dinukil dan
diterjemahkan dari sebuah kitab, yang nilai ilmiahnya sangat berbobot,
berjudul : "Ad-Da'wah Ilallah Baina At-Tajammu' Al-Hizbi wa At-Ta'awun As-
Syar'i" di susun oleh seorang ulama muda terkemuka (murid dari Syaikh
Muhaddits zaman ini, Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah)
bernama Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari.
Diterjemahkan oleh A.Faiz (dari sub judul Quyud Hizbiyah), agar hendaknya
wawasan pembaca tentang da'wah Islamiyah menjadi lebih terbuka, dan
dimuatnya tulisan ini di ML assunnah karena berhubungan dengan ilmu
dan tentunya dengan ijin dari penerjemah.
BELENGU-BELENGU HIZBIYAH
Imam As-Suyuthi rahimahullah (di dalam kitab Al-Hawiy Lil Fatwa (1/253)
pernah di tanya tentang seorang sufi yang telah berba'iat kepada seorang
syaikh, tetapi kemudian ia memilih syaikh lain untuk diba'iatnya : "Adakah
kewajiban yang mengikat itu, bai'at yang pertama atau yang kedua..?.
Maka beliau -rahimahullah- menjawab : "Tidak ada yang mengikatnya, baik
bai'at yang pertama maupun bai'at yang kedua (di dalam kitab Al-Minhah Al-
Muhammadiyah Fi Bayan Al-Aqaid As-Salafiyyah Lis Syuqairi, terdapat
penjelasan panjang lebar tentang penetapan-penetapan bid'ah dan bathilnya
bai'at-bai'at semacam ini). dan yang demikian itu tidak ada asal-usulnya.(jadi
pernyataan sebagian tentang apa yang menjadikan mereka terhimpun dalam
sebuah tandzim hizbi bahwa sesungguhnya itu adalah : "Ikrar atau bai'at
khusus dan lain-lain adalah hal-hal yang tidak ada asal-usulnya dan tidak
ada benarnya sama sekali).
Ilmu adalah sesuatu, sedangkan kalam adalah sesuatu yang lain. As-
Salafushalih adalah ahli ilmu yang bermanfa'at, sedangkan "Al-Khalaf"
adalah ahli kalam yang kalamnya berhamburan.
Ilmu salaf sedikit bilangannya, tapi berkah dan pekat, sedangkan ilmu
kaum "khalaf", banyak jumlah kata-katanya tetapi sedikit faedahnya.
Umat Islam adalah umat ilmu dan amal, maka ilmunya adalah dalil,
petunjuk dan akar. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Dan katakanlah : "Wahai Rabbku, tambahkanlah padaku ilmu" (Thaha :
114)
"Dan tidaklah memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu" (Al-
Ankabut : 43)
"Katakanlah : "Apakah sama orang yang berilmu dengan orang-orang yang
tidak berilmu". (Az-Zummar : 9).
"Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat". (Al-Mujadalah : 11).
Anda tidak bisa mengingkari adanya orang yang meremehkan persoalan
mencari ilmu, dengan alasan : yang penting memahami realitas, da'wah
ilallah (da'wah kepada Allah) dan bergerak menerjuni medan ..... tapi ingat,
dengan apakah ia memahi realitas.... untuk maksud apakah ia berda'wah
...? dan dengan apakah ia bergerak...?
Ibnul Jauzi dalam "Talbisu Iblis" (dalam Al-Muntaqa An-Nafis Min Tablis Iblis,
ada komentar sebagai berikut : Betapa persisnya hari ini dan hari kemarin,
ternyata banyak dikalangan aktifis hizbiyah dewasa ini yang melakukan
tindakan yang lebih fatal dari tindakan ini (kaum sufi) -naudzubillah-.
sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah melakukan suatu
kebaikan).Telah meriwayatkan tentang perkataan Abu Abdillah bin Khafif
sebagai berikut :
"Bersibuk dirilah kamu mempelajari ilmu dan jangan terperdaya oleh
omongan orang-orang sufi. Sesungguhnya aku dulu pernah
menyembunyikan tintaku di saku bajuku, dan pernah menyembunyikan
kertas dilipatan celanaku. Dulu aku pernah secara sembunyi-sembunyi
pergi menuju ahlul ilmi, tetapi jika mereka (kaum sufi -pen) memergokiku,
mereka akan menentangku, seraya berkata : "Kamu tidak akan beruntung".
Kemudian berkembanglah belengu semacam ini, hingga di zaman sekarang
bentuk yang ditonjolkan dan dibuahkan oleh kelompok-kelompok hizbiyah
menjadi beraneka ragam.
Peristilahan ini mirip sekali dengan peristilahan kaum sufi, yaitu ada 'ALIM
terhadap SYARI'AT dan ada 'ALIM TERHADAP HAKIKAT.
Maka para ulama harakah bangkit menerjuni medan amal Islami, tetapi
dengan menjauhkan para ULAMA SYARI'AH, seperti Al-'Alamah Abdul Aziz
bin Baz, Syaikh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dan
seluruh ulama syariah yang adil lainnya, dengan dalih bahwa para ulama
tersebut tidak mengerti REALITAS, dan alasan-alasan lain berupa syubhat
yang mereka tanamkan kepada benak para pemuda.
Oleh karena itu jika anda katakan kepada mereka (bahwa) Al-'Alamah Bin
Baz berkata : ........., maka mereka akan menjawab : "Dia tidak tahu
Realitas". Juga jika anda katakan (bahwa) As-Syaikh Al Muhaddist
Nashiruddin Al-Albani berkata : ......., mereka pun akan menjawab : "Dia
tidak tahu Politik".
Sampai akhirnya terjadi bahwa apa yang disebut ulama harakah dan aktifis
harakah itulah yang dinamakan tokoh-tokoh da'wah dan penanggung jawab
pelaksananya. Sedangakan para ulama syari'ah hanya berfungsi sebagai
pengikut yang tidak perlu didengar (kata-katanya).
Celakalah orang yang sampai berani menuntut dalil atau memberikan kritik
dengan ayat dan hadits, dalam upaya memulai hidup baru berdasarkan
pemahaman salaf....., tak pelak ia dihadapan teman-temannya akan
menjadi seperti seekor unta yang terserang borok.
Sungguh, kini manusia telah dipisahkan dari hubungan dengan ulama Al-
Kitab was Sunnah, telah dipisahkan dari pergaulannya bersama dhahirnya
syari'ah dengan cara-cara dan sarana-sarana bid'ah yang coraknya
bermacam-macam sesuai dengan perubahan zaman.
Oleh karena itu hendaklah anda berpegang kepada para ULAMA SYARI'AH
dan para pengkaji ILMU SYAR'I, yang menjadi pembela-pembela Al-Kitab
was Sunnah dari segenap bid'ah dan noda. Hendaknya anda duduk dan
mengitari mereka untuk mendengarkan perkataan mereka. Ingatlah akan
firman Allah Ta'ala.
"Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang telah diperingatkan
dengan ayat-ayat Rabb-Nya, kemudian dia berpaling daripadanya". (Al-Kahfi
: 57).
(At-Thali'ah Fi Bara'ati Ahlis Sunnah Lil'utaibi, hal : 30, 32 dengan sedikit
perubahan).
Demikianlah, bahwa hizbiyah mempunyai cara-cara dan sepak terjang
bid'ah yang tidak pernah dilakukan para SALAF. Hal demikian teranggap
sebagai penghambat ilmu dan sebab terbesar bagi terpecah belahnya
jama'ah. Karena betapa banyaknya tali persatuan Islam telah menjadi
berantakan, dan betapa banyaknya kaum muslimin menjadi lengah
karenanya. (Hailah Tholibi Ilmi, No. 65 Li As-Syaikh Bakar Abu Zaid).
Namun hal-hal serupa ini justru telah hilang di kalangan para ahzab
(golongan-golongan), orang-orang yang memecah belah agamanya menjadi
terserak di lembah-lembah dan di bukit-bukit.
Khabar di atas disebutkan pula oleh Ibnul Jauzi dalam Tablis Iblis.
Kemudian dalam Al-muntaqa An Nafis (hal.89), saya memberikan komentar
sebagai berikut. "Agama kita (segala puji bagi Allah) adalah jelas lagi nyata,
tiada yang tersembunyi, tersimpan, dan terrahasiakan. Maka sesungguhnya
apa yang dilakukan oleh kaum hizbiyun berupa hal demikian (sembunyi-
sembunyi/berahasia-rahasian -pen), adalah satu pintu kesesatan, wal-
iyadzubillah ta'ala.
Adapun hadits yang terakhir (Bila hadits itu bisa diterima keshahihannya,
maka di dalamnya masih mengandung unsur pertentangan, jadi
persoalannya masih perlu dikaji lebih lanjut), maka sebenarnya tidalah
tepat kalau ditempatkan sehubungan dengan permasalahan ini, sebab
didalamnya ada satu penggal hadits bagian akhir yang dihilangkan, dan
itulah justru yang menjadi tujuan sirriyyah (yang dimaksud oleh penggalan
hadits yang pertama) yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
"....Sesungguhnya setiap yang mendapatkan nikmat niscaya ada yang
dengki padanya".
Penggalan terakhir ini memberi penjelasan tentang sisi sebenarnya yang di-
istidlal-kan dengan hadits diatas, yaitu bahwa hadits tersebut dengan
menyembunyikan (merahasiakan) ni'mat dan tidak menceritakannya, sebab
dikhawatirkan akan dijahili oleh orang yang dengki, ini telah melahiran
sebuah jalan bagi terobek-robeknya umat dengan melalui dua sisi :
1. Sisi dari pihak penguasa yang menyeleweng yang memiliki aturan-
aturan sesat, yakni para oknum yang mengkhawatirkan kursi serta
kedudukannya. Pihak ini dengan tangan besinya tentu akan
membabat siapapun, bukan saja kepada orang-orang yang
memastikan dirinya berkecimpung dan menerjuni dunia sirriyyah,
tetapi juga kepada orang-orang yang pada sangkaan mereka punya
unsur sirriyah.
2. Bersama pihak kaum muslimin sendiri, akan terdapat jurang
pemisah yang dalam di antara mereka, sebab mereka akan (saling)
menyembunyikan apa-apa yang justru tidak boleh di sembunyikan,
mereka akan saling merahasiakan apa-apa yang sebenarnya tidak
boleh dirahasiakan ..."
Kedua sisi perkara di atas, (mestinya) wajib dijauhi oleh para da'i sebab :
'Da'wah sudah di kumandangkan, prinsip-prinsipnya bertebaran terdapat di
dalam kitab abadi yaitu : Al-Qur'an Al-karim, Sunnah Nabawiyah nan suci,
dan di dalam kitab-kitab serta berjilid-jilid buku yang isinya sarat dengan
ajaran Islam, kitab-kitab itu telah menjadi milik semua orang.
Berdasarkan ini, saya tidak melihat adanya alasan bagi harakah Islamiyah
untuk meredam da'wah terang-terangan dengan anggapan bahwasanya
masih dalam marhalah (tahapan) SIRRIYYAH periode pertama, bahkan
justru mungkin untuk dikatakan : Bahwa sesungguhnya MARHALAH
SIRRIYATUD DA'WAH (kerahasian da'wah) telah habis sama sekali, sampai
suatu ketika Allah membinasakan bumi ini beserta seluruh apa yang ada di
atasnya, sebab agama ini telah dikumandangkan dan telah sempurna,
habislah sudah menyembunyikan agama ini. (Al-Manhaj Al-Haraki lis-sirah
An-Nabawiyah (1/33) Li Al-Ghadban, bandingkan pula dengan kitab Atsarat
wa Saqathah ....hal : 33 Li Zuhair Salim).
Bagi pengamat sejarah masa lalu, apalagi sejarah masa kini, tentu ia akan
melihat bahwa kapan saja di situ ditemukan KETERTUTUPAN dan
KERAHASIAAN, maka di sana pasti akan merajalela penyelewengan-
penyelewengan syar'i.... Kapan saja ditemukan KETERSEMBUNYIAN dan
KITMAN (tersimpan), maka disana pasti akan dikuasai rasa takut dan rasa
aman pun akan lenyap.
Semestinya tidaklah boleh lepas dari benak kita apa yang bakal ada dalam
da'wah sirriyah berupa tipu daya, penyelewengan fikrah dan penyimpangan
aqidah.
(Hadits Hasan, telah saya takhrij dalam Arba'iy Ad-Da'wah wad Du'at, No 6
Nasyr Daar Ibnil Qayyim-Dammam)
Sumber Asli :
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/63
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/72