You are on page 1of 6

Berdasarkan kepercayaan yang umum dipercaya oleh orang banyak, kesehatan mental

cenderung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hanya 6 dari orang-
orang lanjut usia di Amerika yang tercatat sering mengalami mental distress (Moore,
Moir & Patrick, 2004). Namun bagaimanapun juga, gangguan mental dan perilaku yang
terjadi pada orang-orang usia lanjut dapat menyebabkan kerusakan Iungsional dalam
aktivitas sehari-hari dan penurunan kemampuan kognitiI.

Psikopatologi pada usia lanjut telah dideIinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh para
lansia dimana sering munculnya perilaku-perilaku yang menyimpang seperti
menunjukkan stresnya, mengganggu orang lain, menurunnya kemampuan dan terlihat
adanya perubahan dari kondisi kejiwaannya di masa sebelumnya, terutama jika:
perubahan ini sangat kontras dan cepat; jika penyebab dari kondisi tersebut terlihat lebih
mengacu pada Iactor individual daripada Iactor lingkungan; jika kondisi tersebut terlihat
jelas sebagai gangguan maladaptive/perilaku maladaptive; dan ketika kondisi tersebut
dapat ditekan, dikurangi, atau dihambat oleh suatu treatment tertentu. DeIinisi ini
memudahkan kita untuk melihat karakteristik-karakteristik psikopatologi pada suatu
kontinum (Smyer & Quals, 1999).

Adaptasi dapat dideIinisikan sebagai sebuah proses pertemuan aspek-aspek dalam
individu yaitu: aspek biologis, psikologis, dan kebutuhan social, yang terjadi dalam suatu
lingkungan (environment) yang dinamis. Patologi adalah hasil dari gagalnya proses
adaptasi, dimana individu tidak dapat menyesuaikan atau gagal mempertemukan harapan
dari lingkungan dengan kebutuhan dasarnya sebagai individu. Kondisi ini disebut
perilaku maladaptive yang menyebabkan adanya penderitaan dan gangguan pada individu
atau lingkungan.

Kesehatan emosional pada usia lanjut seringkali melibatkan proses adaptasi dengan
sejumlah tugas-tugas sehari-hari (liIe tasks). Adaptasi yang paling utama adalah berkaitan
dengan kehilangan-kehilangan yang akan dialami pada masa tersebut, dapat berupa
kehilangan pasangan, kehilangan relasi social dan peran social, kehilangan pekerjaan dan
relasi-relasi kerja, penurunan pendapatan, mobilitas, kesehatan Iisik, ingatan, serta
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Kondisi
Iinansial, tempat tinggal, kesehatan dan keterlibatan secara social, semuanya berkaitan
dengan respon dan kapasitas emosional seseorang. Jika dibutuhkan, lansia mungkin dapat
diberi pengarahan dan pelatihan untuk dapat berbuat sesuatu yang berguna dengan
keterbatasan yang dimilikinya.

Banyak orang-orang lansia dan keluarganya yang salah mengartikan kondisi gangguan
mental dan perilaku pada usia lanjut dan menganggap bahwa hal itu tidak dapat diatasi,
padahal banyak kasus gangguan mental dan perilaku yang telah terbukti dapat
disembuhkan seperti penderita dementia. Dari 100 penderita, 15-nya telah sembuh
karena menjalani perawatan yang tepat. Kebanyakan kasus yang tidak tertangani adalah
karena keluarga malu untuk mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan atau terapi
dan tidak mengetahui bahwa symptom-simptom yang dialami penderita dapat
disembuhkan, hal ini terutama banyak terjadi pada penduduk daerah pedesaan atau
pinggiran. (Fellin & Powell, 1988; Roybal, 1988).
Para lansia dapat juga mengalami gangguan mental yang sama dengan gangguan mental
yang sering menyerang orang-orang yang lebih muda, kecuali schizophrenia jarang
terjadi (baru mulai diderita) pada usia tua. Gangguan-gangguan mental yang paing sering
terjadi adalah sebagai berikut:

1. Depresi
Depresi sering mengarah pada kejadian bunuh diri. Telah banyak kasus bunuh diri
bahkan pada orang-orang terkenal akibat menderita depresi. A Mafor Depresive
episode adalah bentuk depresi klinis yang paling sering terjadi, yang biasanya
berlangsung sekitar 2 minggu. Selama itu penderita akan menunjukkan kesedihan
dan kehilangan gairah hidup yang ekstrim, seiring dengan munculnya 4 symptom
yang lain: berubahnya berat badan dan selera makan; insomnia; agitasi; kelelahan
yang teramat sangat; perasaan tidak berguna atau perasaaan bersalah yang
berlebihan; ketidakmampuan berIikir, konsentrasi, atau membuat keputusan; dan
pikiran untuk mati atau bunuh diri.

Sekitar 15 sampai 17 persen orang Amerika, 2-3 nya wanita, pernah mengalami
beberapa bentuk depresi klinis. 50-65 persen penderita depresi tidak tertangani
akibat kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat yang menganggap bahwa
depresi adalah bentuk atau tanda kelemahan yang malu untuk diungkapkan dan
akan hilang dengan sendirinya. Padahal, 1 dari 5 kasus depresi mengarah pada
kasus bunuh diri ('Depression, 1995; 'Listening to Depression, 1995).

Diagnosing Depression in older adult

Para lansia penderita depresi menunjukkan gangguan mood yang lebih besar
dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Namun yang mengejutkan adalah,
para lansia lebih sulit untuk didiagnosis depresi karena symptom-simtom yang
kurang mendukung diagnose. Hanya 2-3 persen lansia yang memenuhi kriteria
diagnose depresi padahal8-15 persen menunjukkan simtom-simtom yang
mendukung. Para lansia yang tidak memenuhi kriteria diagnose depresi tersebut
mungkin mengalami minor depression atau subsyndromal depression, yang juga
dapat mengakibatkan kerusakan Iungsional dalam melakukan tugas-tugas sehari-
hari, sama dengan akibat dari major depression. (Hinrichsen & Dick-Sisken,
2000).

Penelitian menemukan ketidakkonsistenan dalam data yang didapat mengenai
depresi pada usia lanjut. Beberapa penelitian mendapatkan meningkatnya depresi
pada usia lanjut, beberapa penelitian yang lain mendapatkan data sebaliknya, dan
beberapa bahkan menemukan tidak adanya perubahan selama masa hidup
berkaitan dengan hal tersebut. Penjelasan lainnya adalah, mungkin pertambahan
usia hanya mempengaruhi berubahnya komponen psikologis dan somatic dalam
depresi, yang menyebabkan usia muda dan usia lanjut mengalami depresi yang
berbeda. Dan juga, para lansia mungkin juga akan lebih tidak mampu untuk
menyadari, mengingat dan melaporkan perubahan yang dialaminya selama
depresi (Snowdon, 2001).
Satu alas an mengapa susah untuk mendiagnosa depresi pada usia lanjut adalah
dokter mungkin mengatribusi simtom-simtom yang berkaitan dengan kesakitan
Iisik pada kondisi normal yang terjadi karena penuaan. Simtom-simtom depresi
ini terkadang tidak terdiagnosa karena tersamarkan oleh penurunan kondisi tubuh
yang normal pada masa tua. Diagnosis kriteria depresi yang standar mungkin
dapat gagal untuk mendiagnosa depresi pada usia lanjut. Mungkin penjelasan
yang paling simple, yang juga didukung oleh penelitian skala besar di Baltimore
dan Durham di Carolina utara, adalah bahwa para lansia lebih sulit untuk
menyadari bahwa mereka megalami depresi dibandingkan dengan orang yang
lebih muda (Gallo et al., 1994), dan simtom-simtom depresi yang dideritanya
biasanya diungkapkan sebagai keluhan Iisik atau kesehatan saja (NIMH, 2005).

Satu indikasi yang menunjukkan bahwa masih kurangnya diagnose depresi pada
para lansia adalah tingginya tingkat bunuh diri pada para lansia yang jauh di atas
orang-orang yang lebih muda. Para dokter seringkali gagal untuk mengidentiIikasi
atau melihat tanda-tanda adanya intensi untk bunuh diri dari pasien yang lanjut
usia, karena para lansia tersebut biasanya mengeluhkan kondisinya lebih pada
simtom-simtom Iisik daripada mental distress.

ause of depression

Penyebab depresi sangat bervariasi, yang mungkin juga rangkaian dari berbagai
kejadian. Beberapa orang mungkin mengalami mudah mengalami depresi karena
adanya ketidakseimbangan biochemical di otaknya. Kegagalan dalam mengatur
gaya hidup yang sehat dapat berkontribusi dalam kemungkinan terjadinya depresi,
dan kejadian-kejadian yang penuh tekanan (stresIull) atau kesepian dapat memicu
munculnya depresi.

Depresi juga dapat terjadi akibat eIek samping dari pengobatan-pengobatan
tertentu seperti tranquilizers, sedative, obat tidur, dan obat untuk tekanan darah
tinggi, terutama jika dibarengi dengan pengkonsumsian alcohol yang rutin.
(JeIIerson & Greist, 1993). Para lansia kemungkinan mengkonsumsi atau
menjalani pengobatan yang demikian lebih banyak daripada orang yang lebih
muda bahkan terkadang tanpa resep dari dokter karena Iactor penurunan kondisi
Iisik, sehingga memungkinkan untuk munculnya depresi akibat eIek samping dari
obat-obatan tersebut.

%reatments for Depression

Obat antidepressant dapat membantu mengembalikan ketidakseimbangan kimia
dalam otak sehingga dapat mengurangi depresi, namun pemakaian antidepressant
juga dapat menyebabkan eIek samping yang tidak diinginkan seperti
kemungkinan relaps yang lebih besar saat tidak mengkonsumsi obat tersebut.

Electroconvulsive therapy (ECT) yang disebut juga shock therapy, dapat
dikatakan penting untuk menangani depresi yang berat, karena terapi ini bekerja
lebih cepat dari obat antidepresan. Direkomendasikan untuk kasus yang tinggi
resiko bunuh dirinya. EIek samping dari terapi ini lebih sedikit dari obat
antidepresan namun dapat lebih parah, seperti kebingungan, resiko yang besar
untuk pingsan, dan permasalahan jantung dan pernaIasan. (Van der WuII, Stek,
Hoogendijk, & Beekmen, 2003).

Psikoterapi juga eIektiI dalam menangani depresi pada para lansia. terapi kognitiI
dan behavioral telah terbukti sangat eIektiI dalam menangani depresi secara
umum dan dengan sedikit modiIikasi dapat juga diterapkan pada kasus depresi
lansia. Terapi-terapi tersebut memiliki asumsi dasar bahwa pertambahan usia
bukan berarti hilangnya kemampuan untuk belajar dan berubah, sehingga peran
aktiI pasien dalam treatment ini sangat diharapkan.

Interpersonal therapy, yang menitikberatkan pada pencarian masalah interpersonal
yang mempengaruhi kesejahteraan seseorang. Treatmen berlangsung selama 16
minggu dan berIokus pada 1 dari 4 konIlik: kesedihan yang tidak terselesaikan,
perselisihan, transisi peran, atau miskin interpersonal. Terapi ini siap untuk
diterapkan pada lansia dan terbukti eIektiI.

BrieI dynamic therapy, berusaha menciptakan hubungan yang genuine, tidak
manipulative antara terapis dan pasien dan menekankan perbedaan antara orang
muda dan orang tua. Terapis harus peka dalam mengidentiIikasi kebutuhan pasien
dan menerapkan treatment yang tepat. Salah satu bentuk intervensi yang eIektiI
adalah terapi music, yang terbukti dapat menurunkan kadar stress.

You might also like