You are on page 1of 10

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)

APPENDICITIS

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Appendicitis adalah Peradangan pada appendiks vermiIornis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

2. ManiIestasi Klinis
Sakit di sekitar umbilicus dan epigastrium disertai anoreksia,
nausea dan vomiting. Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut di
kanan bawah dengan diser atai kenaikan suhu tubuh yang ringan.
Pada bayi dan anak anak (balita) tidak menunjukkan letak sakit
tapi dirasakan menyentuh. Dalam 2 12 jam nyeri akan beralih kekwadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperbilat bila berjalan atau batuk.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap, namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progresiI, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing positiI akan semakin
meyakinkan diagnose klinis appendicitis.

3. Pemeriksaan Diagnostik
Hitung sel daarah putih meningkat 10.000 16.000 mm3 dengan
pergeseran ke kiri (75 neutroIil).
X ray perut menunjukkan Iecalith pada kuadran kanan bawah
atau daerah ileus untuk membedakan appendicitis dengan ulser perIorasi
(udara bebas di bawah diaIragma indikasi perIorasi).
Urnalisis tidak ada atau sedikit leukositosis dan sel darah merah,
digunakan untuk membedakan appendicitis dengan penyakit saluran
kemih.

4. Penatalaksanaan Medis
1) Observasi
Dalam 8 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendicitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan di
puasakan. LaksatiI tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
appendicitis ataupun bentuk perinitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rekal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodic.
Foto Abdomen dan thorax tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain, pada kebanyakan kasus didiagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri di daerah kanan bawah 12 jam setelah
timbulnya keluhan. Status puasa cairan dan elektrolit perlu, persiapan
untuk pembedahan (inIormed consent, pendidikan preoperasi).
Terapi obat anibiotik seperti metronidasole atau coIamandole
biasanya dosis tunggal sebelum pembedahan, dilanjutkan setelah
pembedahan bila perIorasi dengan kontaminasi peritoneal diberikan
setelah pembedahan.
2) Pembedahan dengan appendictomy.
Pasca operasi dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan didalam shock, hiperternia, atau
ganguan pernapasan.
Pasien dikatakan baik bila 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perIorasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
Iungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml per
jam selama 4 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml per jam dan
setelahnya berikan makanan saring dan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30
menit dan hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari
ketujuh angkat jahitan.

B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pre operasi
Pengkajian pada pasien pre op didapatkan data subyektiI: pasien
mengeluh nyeri pada perut kuadran kanan bawah, mengeluh mual dan
muntah, perasaan enek, naIsu makan menurun, demam dan pasien
mengatakan cemas dengan keadaannya. Sedangkan data objektiInya
meliputi: pasien tampak meringis, terdapat nyeri tekan atau nyeri lepas,
demam, muntah, anoreksia, takikardi, konstipasi dan pasien tampak cemas,
terdapat skibala pada perut kuadran kiri bawah, adanya penurunan bising
usus dan distensi abdomen.
Post Op
Pengkajian pada pasien post op, didapatkan data subyektiI : pasien
mengatakan nyeri pada area post operasi, mengatakan mual dan muntah,
mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan post operasi. Sedangkan
dari data obyektiI : pasien tampak meringis, muntah, nadi meningkat,
terdapat luka post op pada perut kuadran kanan bawah, luka masih basah,
pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien tampak lemas, turgor kulit
kurang elastis, mukosa bibir kering, dan pasien tampak lemah.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inIlamasi.
b) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap proses inIlamasi.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah.
d) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder
terhadap inIeksi.
e) Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan yang akan
dilakukan.
Post Op
a) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pasca operasi.
b) Risiko terhadap inIeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme
sekunder terhadap pembedahan.
c) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap pembedahan
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang inIormasi.

3. Perencanaan Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inIlamasi.
Tujuan : nyeri terkontrol dan berkurang.
Kriteria evaluasi : menyatakan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks,
mampu tidur atau istirahat dengan tenang, skala
nyeri 1 dari 0-10 skala yang diberikan, nadi : 60-
80x/menit.
Intervensi :
a) Beri lingkungan yang tenang (rasional : menurunkan reaksi
terhadap stimulasi dari luar).
b) Beri posisi semi Iowler (rasional : menghilangkan ketegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang).
c) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi (rasional : memIokuskan
kembali perhatian pasien, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan keterampilan koping).
d) Observasi vital sign tiap 6 jam (rasional : nadi dan tekanan darah
yang meningkat menunjukkan adanya rasa nyeri).
e) Kaji dan catat lokasi, karakteristik, dan skala (0-10). (rasional :
berguna dalam pengawasan keeIektiIan obat, kemajuan
penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri akan
menunjukkan terjadinya peritonitis).
I) Kolaborasi dalam pemberian analgetik (rasional: analgetik
dibutuhkan untuk menghilangkan rasa nyeri).
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap proses inIlamasi.
Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal (36
o
C-37
o
C).
Kriteria evaluasi : menunjukan suhu dalam batas normal.
Intervensi :
a) Pantau suhu tubuh pasien (rasional : suhu 38,9
o
C - 41,1C
menunjukkan proses penyakit inIeksi akut).
b) Beri kompres air hangat (rasional : dapat membantu mengurangi
demam).
c) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (rasional : antipiretik yang
bekerja dalam tubuh menuju pusat panas tubuh (hipotalamus)
sehingga menurunkan suhu tubuh).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, dan muntah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria evaluasi : meningkatnya pemasukan makanan per oral,
keluhan mual, muntah hilang dan naIsu makan
meningkat, makan habis 1 porsi tiap kali makan.
Intervensi :
a) Kaji Iaktor penyebab timbulnya penurunan naIsu makan (rasional:
mengidentiIikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih
intervensi yang tepat).
b) Anjurkan untuk memelihara kebersihan mulut dengan baik
(rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan).
c) Timbang berat badan tiap hari (rasional : memberi inIormasi
tentang kebutuhan diet).
d) Sarankan makan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan
hidangkan dalam keadaan hangat (rasional : dilatasi gaster dapat
terjadi bila pemberian makan terlalu cepat).
e) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik (rasional : untuk
mengurangi rasa mual).
Post Operasi
1. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi.
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan
oleh membran mukosa yang lembab, turgor kulit
elastis, tanda-tanda vital normal (TD110/70-
120/80 mmHg), Intake dan output seimbang.

Intervensi :
a) Observasi tekanan darah dan nadi setiap 6 jam (rasional : tanda-
tanda vital dapat membantu untuk mengidentiIikasi Iluktuasi
volume intravaskuler).
b) Observasi membran mukosa, turgor kulit (rasional : indikator
keadekuatan sirkulasi periIer dan hidrasi seluler).
c) Atur atau observasi tetesan inIus (rasional : menjaga keseimbangan
masukan cairan).
d) Pantau masukan dan haluaran catat warna, karakter urine (rasional:
memberikan inIormasi tentang keadekuatan volumen cairan).
e) Pantau keseimbangan cairan ( intake dan output) setiap 24 jam
(rasional: memberikan inIormasi asupan cairan pasien dan
keadekuatan cairan).
I) DelegatiI dalam pamberian cairan cairan parenteral (rasional: cairan
parenteral dapat membantu dalam pemenuhan cairan).
2. Risiko terhadap inIeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme
sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : inIeksi tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, dan
tanda-tanda inIeksi tidak ada (rubor, dolor, tumor,
kalor, Iungsiolaesa), suhu 36 -37
o
c, WBC dalam
batas normal (4,6 10,2 K/ul).
Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda inIeksi (rubor, dolor,
tumor ,kalor, dan Iunctiolaesa), (rasional : dugaan adanya
inIeksi/terjadinya sepsis, abses, dan peritonitis).
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik (rasional : untuk
menurunkan risiko penyebaran bakteri).
c) Observasi balutan luka setiap hari (rasional : memberikan deteksi
dini terjadinya proses inIeksi, pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya).
d) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik. (rasional : menurunkan
jumlah organisme atau untuk menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya pada rongga abdomen).
e) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium terutama WBC
(rasional: dengan mengobservasi WBC dapat mengetahui tanda-
tanda inIeksi, seperti: kalor, rubor, dolor, tumor, dan Iungsiolaesa).
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : nyeri terkontrol dan berkurang.
Kriteria evaluasi : melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks,
mampu tidur/istirahat dengan tepat skala nyeri 1
dari 0-10 skala yang diberikan, nadi : 60-80x/
menit.
Intervensi :
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
(rasional : berguna dalam pengawasan keeIektiIan obat, kemajuan
penyembuhan).
b) Beri posisi semi Iowler (rasional : gravitasi melokalisasi eksudat
inIlamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang).
c) Berikan lingkungan yang tenang (batasi pengunjung), (rasional :
menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar).
d) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi (rasional : memIokuskan
perhatian pasien kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping).
e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik (rasional : untuk
menghilangkan nyeri/mempermudah kerja sama dengan intervensi
terapi lain).
I) Observasi vital sign tiap 6 jam (nadi dan tekanan darah) (rasional :
peningkatan nadi, tekanan darah menunjukkan peningkatan rasa
nyeri).

You might also like