You are on page 1of 3

Nama : Ervin Jumiatin

NIM : 0910913018

Alergi dan Hipersensitif
Reaksi alergi terjadi karena suatu produksi antibodi spesiIik IgE, yang disebabkan oleh
adanya antigen tertentu. Munculnya IgE tersebut merupakan suatu tanggapan tubuh oleh adanya
alergen, yaitu antigen kecil yang mampu menstimuli sel B spesiIik untuk mensekresi IgE. Alergen
umumnya memasuki tubuh dalam jumlah yang sangat kecil dan berdiIusi melalui permukaan
mukosa sehingga memicu reaksi TH2. DiIerensiasi sel T naive menjadi TH2 dibantu oleh IL-4 dan
IL-13. TH2 yang spesiIik untuk suatu alergen memproduksi IL-4 dan IL-13 yang berIungsi untuk
memacu sel B spesiIik untuk memproduksi IgE. IgE spesiIik yang diproduksi sebagai respon
terhadap alergen akan berikatan dengan aIinitas tinggi dengan reseptornya yang terletak pada sel
mast, basoIil, dan juga terikat pada eosinoIil yang teraktivasi. Ketiga sel yang disebutkan terakhir
ini dapat memacu produksi IgE karena sel-sel tersebut apabila telah teraktivasi akan mensekresi IL-
4 dan ligan CD40. Kecenderungan produksi yang berlebihan dapat disebabkan karena Iaktor
genetik dan lingkungan. Sekali saja IgE terbentuk karena adanya reaksi terhadap alergen, maka jika
alergen yang sama masuk kembali pada waktu yang lain akan menimbulkan terjadinya reaksi alergi.
Mekanisme regulasi imunologi mutlak diperlukan untuk mengontrol penyakit alergi. Keikutsertaan
sel T regulator merupakan salah satu mekanisme aktiI yang dimiliki tubuh khususnya mamalia
untuk mengontrol penyakit alergi maupun autoimun.
Respon alergi terhadap antigen yang memapar suatu individu merupakan konsekuensi
adanya sistem imun yang sesungguhnya diperlukan untuk melindungi tubuh dari inIeksi parasit.
Reaksi tersebut dipicu oleh antigen yang melakukan ikatan dengan antibodi IgE yang berada pada
reseptornya terutama yang terletak pada sel mast yang berupa protein FccRI. Sel mast tersebar di
bawah permukaan tubuh yang mempunyai lapisan mukosa dan juga tersebar pada jaringan ikat.
Antigen berikatan silang menghubungkan IgE satu sama lain pada permukaan sel mast akan
memicusel mast melepaskan sejumlah besar molekul yang memediasi terjadinya inIlamasi.
InIlamasi dapat dibagi menjadi respon cepat, yang ditandai dengan mediator yang mempunyai
periode aktiI sangat singkat misalnya histamin, dan respon lambat yang melibatkan leukotrin,
sitokin, dan kemokin, yang selanjutnya terjadi perekrutan dan pengaktiIan eosinoIil dan basoIil.
Respon lambat ini dapat berkembang menjadi inIlamasi kronik yang ditandai dengan kehadiran sel
T eIektor dan eosinoIil yang terlihat jelas pada alergi asma yang kronik.
Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas tipe I, yaitu timbulnya
respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen, sehingga terjadi
pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada orang normal reaksi ini tidak
terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat berlebihan, dapat timbul syok anaIilaktik.
Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai eIek. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga
menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat
penekanan ujung-ujung serabut saraI bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang
terjadi akibat proses inIlamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri
akibat perubahan Iungsi. EIek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi
asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.
O ekanisme Alergi - Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah
antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anaIilaksis sistemik
(misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik
seperti demam ,) (Brooks et.al, 2005). Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:
1. ase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesiIik (Fcc-R) pada permukaan sel mast dan basoIil.
2. ase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesiIik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. ase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anaIilaksis) sebagai eIek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas Iarmakologik (Baratawidjaja,
2006).
Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang
berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut
Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang
terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan
Coombs menjadi tipe IVa dan IVb. Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi
anaIilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I,
alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit
alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG
atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga
reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh
darah atau jaringan dan mengaktiIkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam
DTH (Del,ed T5e H5ersensitivit) yang terjadi melalui sel CD4

dan T cell Mediated Cytolysis


yang terjadi melalui sel CD8

.
Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara
imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk
mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan
secara selektiI yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukann toleransi
oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesiIik terhadap epitop yang terdapat pada
alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basoIil dan sel mast, juga
berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makroIag, monosit, limIosit, eosinoIil, dan trombosit.
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut,
akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai
mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus,
kontraksi otot polos, dan inIluks sel inIlamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel
mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe
lambat (Rengganis dan Yunihastuti, 2007).

#EE#ENSI
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. 2:nologi D,s,r Edisi Ke T::. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. EIIendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria dan Angiodema
dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.
:: A,r l2: Pen,it D,l,2 Jilid Edisi '. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. irobiologi Kedoter,n Edisi 21. Jakarta:
Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. 2:nologi . Di,gnosis d,n Prosed:r L,bor,tori:2. Jakarta: FKUI
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Evy. 2007. Alergi Makanan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. :: A,r l2: Pen,it D,l,2 Jilid
Edisi '. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tanjung, Azhar. Yunihastuti, Evy. 2007. Prosedur Diagnostik Penyakit Alergi dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. :: A,r l2:
Pen,it D,l,2 Jilid Edisi '. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Wahab, A Samik. Julia, Madarina. 2002. $iste2 2:n, 2:nis,si, & Pen,it 2:n. Jakarta: Widya
Medika.

You might also like