BAGI PENELITIAN KUANTITATIF DAN PENELITIAN KUALITATIF
Oleh: Suyadi, Alimul Muniroh dan Susilowati
A. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian merupakan sekumpulan asumsi, konsep atau proposisi yang berhubungan secara logis yang mengarahkan pemikiran dan penelitian. (Bogdan & Biklen, 1998). Paradigma menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap Iakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Sebagai kerangka berpikir, paradigma amat beragam dan dikonstruksi sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Hal ini didasarkan pada pandangan dan pemikiran IilsaIat yang dianut oleh masing-masing ilmuwan berbeda-beda, yang masing-masing aliran IilsaIat tersebut memiliki cara pandang sendiri tentang hakikat sesuatu serta memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang kebenaran. Perbedaan aliran IilsaIat yang dijadikan dasar berpikir oleh para ilmuwan tersebut, kemudian berakibat pada perbedaan paradigma yang dianut, baik menyangkut tentang hakikat apa yang harus dipelajari, obyek yang diamati, atau metode yang digunakan. Perbedaan paradigma yang dianut para ilmuan ternyata tidak hanya berakibat pada perbedaan skema konseptual penelitian, melainkan juga pada pendekatan yang melandasi semua proses dan kegiatan penelitian. Dalam praktek penelitian ilmiah, setidaknya terdapat dua pendekatan untuk menjawab permasalahan penelitian yang timbul sebagai suatu Ienomena yang harus dicari jawabannya, yaitu: penelitian kuantitatiI dan penelitian kualitatiI (Sontani & Muhidin, 2010).
B. Aspek Filsafat Dalam Penelitian Kuantitatif Penelitian menggunakan pendekatan kuatitatiI dimulai sejak pengetahuan modern dimulai. Roger Bacon (1214-1294) mengatakan bahwa pengalaman menjadi dasar bagi semua ilmu pengetahuan, dan matematika merupakan satu-satunya untuk mengolah semua ilmu pengetahuan. Pernyataan ini mendapat dukungan dari kelompok empirisme seperti John Locke (1632-1704) dan George Barkeley (1685-1753), yang menyatakan bahwa pengalaman emiprik (baik lahiriah maupun batiniah) merupakan dasar pengetahuan. Kemudian disusul aliran positivistik dengan tokoh August Comte yang memperkuat pernyataan-pernyataan tokoh diatas namun menolak pengalaman batiniah dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Dalam dunia psikologi, pengaruh positivisme Nampak menonjol setelah Wilhelm Wundt (1832-1920), yang dikukuhkan sebagai Bapak Psikologi pada tahun 1897 mendirikan laboratorium psikologi di Universitas Leipzig, Jerman yang menggunakan eksperimen dalam meneliti Ienomena psikologis. Hal ini pula kemudian diikuti oleh kelompok Iungsionalis seperti Sir Francis Galton (1822-1911), James McKeen Cattell (8160-1944), dan AlIred Binnet (1857-1959) yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh berdasar penelitian empirik dengan menggunakan eksperimen yang datanya bersiIat kuantitatiI. Kelompok Iungsionalis ini selanjutnya mempengaruhi kelompok behavioris seperti John B. Watson (1878-1959), Edward L. Thorndike (8174-1949), dan Burrhus Frederic Skinner yang mendeIinisikan bahwa psikologi adalah mempelajari perilaku yang nampak (overt behavior), apa yang nampak adalah reprentasi dari perilaku yang tidak tampak. Oleh karena itu maka asumsi yang dipakai adalah bahwa manusia itu merupakan makhluk yang pasiI, yang perilakunya tunduk pada hukum sebab akibat. Seperti halnya atom dan molekul dalam Iisika, yang dapat diprediksi hukum dan aksiomanya, begitu juga individu manusia. Maka dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatiI bertujuan untuk menemukan hukum-hukum dan membuat generalisasi dari hasil penelitian yang diperoleh (Alsa, 2007). Istilah pendekatan kuantitatiI seringkali juga disebut sebagai metode ilmiah, empiric, behavioristik, positivistic, Iungsionalis, deduktiI, makro, klasik, tradisional, reduksionis, atomistic, dan masih banyak lagi. Walaupun demikian metode yang digunakan dalam ilmu alam tidaklah sinonim dengan ststistika inIerensial, karena ia meliputi proses induksi analitik. Dalam induksi analitik penelitik bergerak dari suatu data menuju Iormulasi hipotesis untuk menguji dan memveriIikasinya (Znanieki & Lindesmith, dalam Brannen, 1992, dalam Alsa, 2007). Pendekatan ini menyingkirkan 'campur tangan manusia dalam melakukan penelitian dan menekankan kepada cara berpikir yang lebih positivistik yang bertitik tolak dari Iakta sosial yang ditarik dari realitas obyektiI. Ia bekerja dengan angka, yang datanya berujud bilangan, yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang siIatnya spesiIik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi yang lain (Creswell, 2011). Dari keterangan tersebut bisa digambarkan melalui bagan berikut: Bagan1: Landasan IilsaIat penelitian KuantitatiI
Bagan di atas menunjukkan bahwa penelitian kuantitatiI merupakan hasil dari paradigma positivisme, sedangkan paradigma positivisme dibangun berdasarkan pemikiran- pemikiran IilsaIat rasionalisme dan IilsaIat empirisme.
. Aspek Filsafat dalam Penelitian Kualitatif Seorang IilsuI Neopolitan, Giambattista Vico (1668-1744) telah menyangkal bahwa hanya metode yang dipakai dalam ilmu-ilmu alam (sains) saja yang dikatakan valid sebagai metode penelitian ilmiah. Menurutnya, dalam meneliti sejarah tentu metode tidak akan sama dengan metode yang dipakai dalam penelitian Iisika. Peristiwa-peristiwa alam (Iisika) harus diobservasi dari luar karena alam tidak mengobservasi dirinya sendiri, sedangkan peristiwa- peristiwa yang terjadi pada diri manusia dapat diobservasi dari dalam, di dalam pengalaman sadar manusia. Para psikolog yang melakukan penelitian lintas budaya juga berpendapat bahwa kecenderungan menggunakan metode kuantitatiI dan asumsi-asumsi universalnya sebenarnya mengorbankan pendekatan lain yang disituasikan secara historik dan kontekstual untuk menghasilkan pemahaman yang komprehensiI mengenai Ienomena yang diteliti, bahkan Aliran Rasionalisme Aliran Empirisme Paradigma Positivisme Penelitian KuantitatiI dominasi metode kuantitatiI selama ini dalam penelitian-penelitian psikologi sebenarnya mengingkari akarnya yang kualitatiI (Gergen & Miller, 2002 dalam Alsa, 2007). Penelitian kualitatiI berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktiI, memiliki kebebasan kehendak dimana perilakunya hanya bisa dipahami dalam konteks budayanya dan bukan dihasilkan dari hukum sebab-akibat. Dengan demikian pendekatan kualitatiI bertujuan untuk memahami obyeknya, tidak untuk menemukan hukum-hukum, tidak untuk melakukan generalisasi, melainkan membuat ekstrapolasi (Brannen, 1992, Suryabrata, 2002 dalam Alsa, 2007). Strauss dan Corbin (1998) menjelaskan bahwa penelitian kualitatiI merupakan penelitian yang hasil penelitiannya tidak menggunakan prosedur statistik atau prosedur kuantitatiI lainnya. Penelitian ini mengacu pada penelitian tentang kehidupan seseorang, pengalaman, perilaku, emosi dan perasaan seseorang termasuk Iungsi organisasi, perubahan sosial, Ienomena kebudayaan, dan interaksi antar manusia, pada seting alamiah, berusaha memahami Ienomena-Ienomena yang bermakna bagi manusia (Denzin dan Lincoln, 2005). Dari deIinisi diatas, disimpulkan bahwa penelitian kualitatiI adalah penelitian yang menekankan pada deskripsi dan berusaha menemukan dan memahami Ienomena-Ienomena yang bermakna bagi manusia dengan menggunakan seting alamiah, yang dalam analisis datanya tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantitatiI. Pendekatan ini memandang bahwa realitas sosial yang tampak sebagai suatu Ienomena dianggap sesuatu yang ganda (jamak). Artinya realitas yang tampak memiliki makna ganda, yang menyebabkan terjadinya realitas tadi. McMillan dan Schumacher (2001) dalam Alsa (2007) menyebut realitas sosial dalam penelitian kualitatiI ini sebagai: '.reality as multilayer, interactive, and a shared social experience interpreted by indviduals. Dengan demikian dalam penelitian kualitatiI, realitas sosial yang terjadi atau tampak, jawabannya tidak cukup dicari sampai pada apa yang menyebabkan realitas tadi, tetapi dicari sampai kepada makna dibalik terjadinya realitas sosial yang tampak. Oleh karena itu, untuk dapat memperoleh makna dari realitas sosial yang terjadi, pada tahap pengumpulan data perlu dilakukan secara tatap muka langsung dengan individu atau kelompok yang dipilih sebagai responden atau inIorman yang dianggap mengetahui atau memahami tentang entitas tertentu seperti: kejadian, orang, proses, atau objek, berdasarkan cara pandang, persepsi, dan sistem keyakinan yang mereka miliki (Sontani & Muhidin, 2010). Penelitian kualitatiI dibangun berlandaskan perspektiI Ienomenologis (Bogdan dan Biklen, 1998). Para peneliti dalam kualitatiI berusaha menemukan Ienomena-Ienomena untuk memahami makna dari kejadian dan interaksi terhadap seseorang dalam situasi tertentu. PerspektiI Ienomenologi dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dari Edmund Husserl (1859-1926) dan AlIred Schutz. PerspektiI ini juga bisa dijumpai dalam tradisi Weberian yang menekankan verstehen (pemahaman terhadap interaksi manusia). Fenomenologi tidak berasumsi bahwa mereka telah mengetahui apa yang dipikirkan oleh orang yang ditelilti, Ienomenologi berusaha untuk menemukan sesuatu yang diawali dengan silence (Douglas, 1976; Psathas, 1973; dalam Bogdan dan Biklen, 1998). Karakteristik lain Ienomenologis ini adalah: 1) Tidak berasumsi mengetahui hal-hal apa yang berarti bagi manusia, 2) Memulai penelitiannya dengan keheningan untuk menangkap apa yang sedang diteliti, 3) Menekankan pada aspek subyektiI perilaku manusia, dengan berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subyek agar dapat memahami bagaimana dan makna apa yang mereka konstruksi di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, 4) Mempercayai bahwa dalam kehidupan manusia banyak cara yang dipakai dalam menaIsirkan pengalaman dari masing-masing melalui interaksi kita dengan orang lain, 5) Melihat subyek adalah dengan melihat dari sudut pandang subyeknya sendiri (Alsa, 2007). Selain Ienomenologi, penelitian kualitatiI juga dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran postmodernism. Bila term yang mendukung dalam Ienomenologi adalah interaksi simbolik, maka pada postmodernism term yang terkait adalah teori feminist, cultural studies, textual dan discourse analysis (Bogdan dan Biklen, 1998; Fraenkel & Wallen, 2006). Dari keterangan diatas, dapat diketahui bahwa penelitian kualitatiI bersumber dari aliran Ienomenologi dan aliran postmodernism. Bila ditelusuri dari paradigmanya, bila kuantitatiI berasal dari paradigma positivism maka kualitatiI dapat dikatakan dari paradigm postpositivism. Dalam paradigma postpositivism, pengetahuan manusia didasarkan pada pemahaman manusia. Kebenaran bersiIat subjektiI, tergantung pada konteks, nilai, kultur, tradisi, kebiasaan dan keyakinan. Berikut ini adalah bagan dari landasan IilsaIat penelitian kualitatiI.
Bagan 2: Landasan IilsaIat penelitian kualitatiI
D. Asumsi Filosofis Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Perbedaan paradigma antara penelitian kuantitatiI dan kualitatiI menunjukkan adanya dasar keyakinan atau asumsi yang berbeda dalam pendekatannya. Asumsi tersebut berhubungan dengan pandangan yang mereka anut mengenai alam, hubungan peneliti terhadap yang diteliti, peranan nilai dalam penelitian dan proses penelitian. Secara khusus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel1: Perbedaan asumsi IilosoIis penelitian kuantitatiI dan kualitatiI Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif Terdapat sebuah realita 'di luar sana, yang independen dengan kita, yang menunggu untuk diketahui. Tugas ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan realita tersebut dan mengetahui bagaimana ia bekerja
Seseorang yang terlibat dalam situasi penelitian mengkonstruk realitas; oleh karenanya realitas berada dalam bentuk konstruksi mental. Penelitian secara potensial dapat menghasilkan statement yang akurat tentang realitas sesungguhnya.
Penelitian menghasilkan visi-visi alternatiI dari yang dipahami oleh realitas Sangat mungkin bagi peneliti untuk tidak melibatkan diri terhadap apa yang diteliti
Sangat mungkin bagi peneliti untuk terlibat pada seseorang yang ia teliti Fakta berdiri secara independent terhadap peneliti
Nilai merupakan bagian integral dari proses penelitian Fakta dan nilai berbeda antara satu dengan yang yang lain Fakta dan nilai merupakan sesuatu yang saling terkait Aliran Fenomenologi Aliran Post- Modernism Paradigma Postpositivism Penelitian KualitatiI
Desain umum penelitian membimbing pada kesimpulan akurat tentang kondisi realita
Desain awal penelitian mungkin tidak ada Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan dan memprediksi hubungan. Tujuan utama adalah pengembangan teori yang membuat prediksi menjadi mungkin
Tujuan penelitian adalah memahami makna sesuatu terhadap yang lain. Generalisasi teori tidakk dapat dilakukan. $umber. Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (2006).
Selain pada asumsi IilosoIis, perbedaan antara penelitian kuantitatiI dan kualitatiI juga bisa dilihat dari aksioma. Seperti pada table berikut: Table 2: Perbedaan aksioma antara metode kualitatiI dan kuantitatiI Aksioma(pandangan dasar) Metode kuantitatif Metode Kualitatif SiIat Realitas Dapat diklasiIikasikan, konkrit, teramati, terukur Ganda, holistik, dinamis, hasil konstruksi dan pemahaman Hubungan peneliti dengan yang diteliti Independen, supaya terbangun obyektivitas InteraktiI dengan sumber data supaya memperoleh makna Hubungan variabel Sebab-akibat (kausal)
Timbal balik/interaktiI/
Kemungkinan generalisasi Cenderung membuat generalisasi TransIerability (hanya mungkin dalam ikatan konteks dan waktu) Peranan nilai Cenderung bebas nilai Terikat nilai-nilai yang dibawa peneliti dan sumber data $umber. $ugiono (2010)
Bila dilihat dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa metode penelitian kuantitatiI berlandaskan IilsaIat positivisme, sebaliknya penelitian kualitatiI berlandaskan IilsaIat postpositivisme atau paradigm interpretative (Sugiono, 2010). Oleh karenanya penelitian kualitatiI sangat erat hubungannya dengan pendekatan Ienomenologis, teori Ieminis, cultural studies, text and discourse analysis, yang dekat dengan postmodernisme (Bogdan dan Biklen, 1998). X Y X Y Z
E. Kesimpulan Dari tulisan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Pertama Paradigma penelitian sangat penting digunakan untuk memahami cara pandang penelitian terhadap suatu Iakta kehidupan sosial. Di samping itu, paradigma juga merupakan pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu. Paradigm penelitian dilahirkan dari aliran IilsaIat tertentu. Perbedaan dalam suatu aliran IilsaIat melahirkan paradigma yang berbeda, yang pada gilirannya menghasilkan perbedaan skema konseptual penelitian, Kedua, penelitian kuantitatiI dibangun di atas dasar paradigma positivisme yang dipelopori oleh August Comte. Paradigma positivism berasal dari aliran IilsaIat empirisme dan rasionalisme. Istilah pendekatan kuantitatiI seringkali juga disebut sebagai metode ilmiah, empiric, behavioristik, positivistic, Iungsionalis, deduktiI, makro, klasik, tradisional, reduksionis, atomistic. Penelitian kuantitatiI menekankan kepada cara berpikir yang lebih positivistik yang bertitik tolak dari Iakta sosial yang ditarik dari realitas obyektiI. Ketiga, penelitian kualitatiI. juga disebut metode penelitian naturalistik, etnographi dan metode kualitatiI. Penelitian kualitatiI dibangun berlandaskan aliran Ienomenologis dari Edmund Husserl dan AlIred Schutz, yaitu penelitian yang berusaha memahami makna dalam situasi tertentu. Di samping itu, penelitian kualitatiI banyak didukung oleh para pemikir postmodernism. Adapun penelitian kualitatiI terbentuk dari paradigma postpositivism, yang lebih menekankan pada pemahaman manusia.
Daftar Referensi:
Alsa, Asmadi. (2007). !endekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam !enelitian !sikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bogdan, R.C. & Biklen, S. K. (1998). Qualitative Research for Education. an Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon. Creswell, J.W. (2011). Educational Research. !lanning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. (4 th Ed). New York: Pearson. Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (2005). The $age Handbook of Qualitative Research. (6 th Ed) CaliIornia: SAGE Publications Inc. Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (2006). How to Design And Evaluate Research In Education. New York: McGraw-Hill. Sontani, Uep Tatang & Muhidin, Sambas Ali. (2010). Desain !enelitian Kuantitatif . Bandung: Penerbit Karya Adhika Utama diposting dalam http://globalstatistik.com/detailartikel.php?id138, 18/11/2011. Strauss, Anselm L. dan Corbin, Juliet M. (1998). Basics of Qualitative Research . Techniques and !rocedures for Developing Grounded Theory. London: SAGE Publication Sugiyono. (2010). Metode !enelitian !endidikan, !endekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Ed 11). Bandung: AlIabeta.