You are on page 1of 95

PROYEK AKHIR

PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS


DELAY KANAL RADIO PROPAGASI DALAM
RUANG DENGAN UKURAN RUANG BERBEDA

Fathir Firmansa
NRP. 7203 030 013

Dosen Pembimbing :

Ir. Nur Adi Siswandari, MT


NIP. 132 093 220

Hani’ah Mahmudah, ST
NIP. 132 297 803

JURUSAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI


POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
S U R A B A Y A 2006
PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS
DELAY KANAL RADIO PROPAGASI DALAM
RUANG DENGAN UKURAN RUANG BERBEDA
Oleh:
FATHIR FIRMANSA
7203.030.013

Proyek Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.)
di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Disetujui oleh
Tim Penguji Proyek Akhir: Dosen Pembimbing:

1. Ir. Budi Aswoyo, MT. 1. Ir. Nur Adi Siswandari, MT.


NIP. 131.843.379 NIP. 132.093.220

2. Ir. Yoedy Moegiharto, MT. 2. Hani’ah Mahmudah, ST.


NIP. 131.651.259 NIP. 132.297.803

3. I Gede Puja Astawa, ST, MT.


NIP. 132.102.837

Mengetahui
Ketua Jurusan Telekomunikasi

Drs. Miftahul Huda, MT.


NIP. 132.055.257

ii
ABSTRAK
Propagasi gelombang radio adalah salah satu fenomena besar dalam
proses perancangan sebuah sistem komunikasi nirkabel karena propagasi
pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu komunikasi. Pengukuran akan dilakukan di dalam
ruang dengan ukuran luas ruang yang berbeda. Peralatan yang digunakan
adalah Network Analyzer (NA), 2 buah antena disconical dan kabel
koaksial RG-58. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pengukuran
adalah kalibrasi dan inisialisasi pada Network Analyzer, kemudian baru
dilakukan pengukuran.
Data dari hasil pengukuran berupa fungsi transfer dalam domain
frekuensi yang kemudian diolah dengan menggunakan proses Invers Fast
Fourier Transform (IFFT) untuk mendapatkan fungsi transfer dalam
domain waku berupa tanggapan impuls. Sehingga dari tanggapan impuls
yang diperoleh dapat diketahui excess delay kanal. Hasil yang diperoleh
dari proyek akhir ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh
ukuran luas ruang yang berbeda terhadap excess delay kanal berupa
distribusi excess delay.

Kata Kunci : excess delay, propagasi.

iii
ABSTRACT
Radio wave Propagation is one of the big phenomenon in scheme
processing of wireless communications system, because the propagation
itself is the main part having an effect on to efficacy a communications.
The measurement will be conducted indoor with different of room size.
The used equipments are receiver and transmitter which in one system
called Network Analyzer (NA), 2 disconical antennas, and coaxial cable
RG-58. The procedures in this measurement are calibration and
initialization to Network Analyzer, then doing measurement.
Data of measurement result in the form of transfer function in
frequency domain, then it is processed using Inverse Fast Fourier
Transform (IFFT) process to get transfer function in time domain in the
form of response impulse. So from obtained response impulse can be
known the canal of excess delay. Result of this final project can give
information about influence a different room size to canal delay excess in
the form of distribution of excess delay.

Key word : excess delay, propagation

iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR.Wb.

Alhamdulillah! Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT


atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proyek
akhir ini yang berjudul judul :
PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS DELAY
KANAL RADIO PROPAGASI DALAM RUANG
DENGAN UKURAN RUANG BERBEDA
Proyek Akhir ini kami susun guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.) di Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
Dalam menyelesaikan proyek akhir ini, kami melaksanakan
berdasarkan teori-teori yang telah kami peroleh dalam perkuliahan,
literature dan bimbingan dari dosen pembimbing serta pihak pihak lain
yang telah memberi semangat dan bantuan.
Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan
dalam penyusunan dan pembuatan buku laporan Proyek Akhir ini. Seperti
halnya pepatah yang berbunyi “Tiada Gading yang Tak Retak” . Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Kami juga
mengharapkan semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya pada umumnya dan
dapat memberikan nilai lebih untuk para pembaca pada khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surabaya, Agustus 2006

Penulis

v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini. Semua pihak tersebut
antara lain :
1. Allah SWT, Alhamdulillahirrabbilalamin atas segala berkah,
rahmat, karunia dan pertolongan-Nya yang tiada henti yang
diberikan kepada semua hamba-Nya, dan semua petunjuk-Nya
yang kadang tak sanggup dilihat.
2. Shalawat serta salam tercurah selalu kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan
kebenaran-kebenaran hakiki.
3. Ibu, dan kakak-kakakku tercinta, terima kasih atas semua cinta,
kasih sayang, doa dan dukungan yang terus-menerus mengalir
serta bapakku yang sudah tiada. Semoga saya selalu menjadi
anak yang shaleh dan berbakti.
4. Dr. Titon Dutono, M.Eng, selaku direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya - Institut Teknologi sepuluh
Nopember.
5. Bapak Drs. Miftahul Huda, MT, selaku ketua jurusan Teknik
Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Terima kasih telah membimbing kami dengan penuh kesabaran
dan atas semua yang bapak berikan kepada kami.
6. Ibu Ir. Nur Adi Siswandari, MT dan ibu Hani’ah Mahmudah, ST
selaku dosen pengajar dan pebimbing Proyek Akhir. Terima
kasih atas waktu yang telah Ibu sediakan dan ilmu serta
bimbingan yang telah Bapak berikan.
7. Semua dosen yang ada di Lab.EMC, seperti Bu Okki, Bu Wahyu,
Bu Ari, Mas Moga, dan Mas Wito atas waktu dan perijinan
penggunaan lab.
8. Semua dosen dan staf Politeknik Elektronika Nageri Surabaya -
ITS, bidang keahlian Telekomunikasi atas didikannya dan
dukungan selama ini. Insya Allah ilmu akan selalu diterapkan.
9. Seluruh warga jurusan Teknik Telekomunikasi PENS – ITS.
Terima Kasih atas seluruh dukungannya.
10. Teman-teman Lab Tepoz Room dan Lab. Propagasi yang telah
memberi bantuan, semangat, dukungan, dan do’annya dalam
penyelesaian PA ini.

vi
11. Terima kasih buat Devi yang selalu membantuku dalam
penyelesaian buku PA ini.
12. Teman-teman seperjuangan untuk proyek akhir atas bantuan,
dukungan, kekompakan, dan do’anya selama proses pembuatan
Proyek Akhir ini.
13. Serta semua pihak yang ikut membantu kelangsungan tugas
akhir ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
yang diberikan dengan yang lebih baik lagi

Wassalamu’alaikum WR.Wb.

Surabaya, Agustus 2006

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................... iii
ABSTRACT ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG ............................................. 2
1.2 PERUMUSAN MASALAH .................................... 2
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT ................................... 2
1.4 BATASAN MASALAH ......................................... 2
1.5 METODOLOGI ....................................................... 2
1.6 SISTEMATIKA DAN PEMBAHASAN ................. 3

BAB 2 DASAR TEORI ............................................................. 5


2.1 PENDAHULUAN ................................................... 5
2.2 PROPAGASI ............................................................. 5
2.3 LINTASAN JAMAK (MULTIPATH) ..................... 6
2.4 RESPON IMPULS .................................................. 8
2.5 PARAMETER LINTASAN JAMAK ........................ 8
2.6 RUGI-RUGI LINTASAN........................................... 9
2.7 ANTENA ................................................................... 9
2.7.1 Antena Disconne.............................................. 9
2.7.2 Polarisasi Antena ............................................ 10
2.7.3 Pola Radiasi Antena ....................................... 10
2.7.4 Gain Antena .................................................... 11

BAB 3 PENGUKURAN DAN DAN DATA HASIL


PENGUKURAN............................................................. 13
3.1 PENDAHULUAN...................................................... 13
3.2 SET-UP PENGUKURAN.......................................... 15
3.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN ...................... 16
3.3.1 Network Analyzer ........................................... 16

viii
3.3.2 Antena Pemancar dan Penerima...................... 17
3.3.3 Kabel Penghubung .......................................... 17
3.4 PROSES PENGUKURAN......................................... 18
3.4.1 Kalibrasi.......................................................... 19
3.4.2 Inisialisasi ....................................................... 19
3.4.3 Pelaksanaan Pengukuran................................. 20
3.5 DATA HASIL PENGUKURAN................................ 21

BAB 4 ANALISA DATA HASIL PENGUKURAN .................. 23


4.1 TANGGAPAN IMPULS ........................................... 23
4.2 PROSES IFFT ............................................................ 26
4.3 PROSES BINNING ................................................... 29
4.4 MAXIMUM EXCESS DELAY ................................. 32
4.5 DISTRIBUSI MAXIMUM EXCESS DELAY .......... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN....................................... 43


5.1 KESIMPULAN .......................................................... 43
5.2 SARAN ...................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 45


LAMPIRAN................................................................................ 47

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Refleksi.......................................................................6


Gambar 2.2 Difraksi.......................................................................6
Gambar 2.3 Ilustrasi terjadinya Multipath......................................7
Gambar 3.1 (a). Ruang 1 ................................................................10
Gambar 3.1 (b). Ruang 2................................................................11
Gambar 3.1 (c). Ruang 3 ................................................................12
Gambar 3.2 Set-Up Pengukuran dengan Network Analyzer...........13
Gambar 3.3 Network Analyzer Agilent HP 8753 ES......................14
Gambar 3.4 Antena Disc-cone .......................................................15
Gambar 3.5 Kabel Koaksial RG - 58..............................................15
Gambar 3.6 Peralatan Pengukuran .................................................16
Gambar 3.7 Tampilan Software Interface pada Komputer.............17
Gambar 3.8 Besar Amplitudo dan Phase, Fungsi Transfer
Kanal Domain Frekuensi ............................................19
Gambar 4.1 (a). Window Hamming dalam Domain Frekuensi .....21
Gambar 4.1 (b). Hasil IFFT dalam Kawasan Waktu ......................21
Gambar 4.2 Fungsi Transfer H(f) Linier ........................................22
Gambar 4.3 Hasil Perkalian H(f) Linier dengan W(f).....................22
Gambar 4.4 (a). Response Impulse domain waktu sebelum
kalibrasi delay.............................................................23
Gambar 4.4 (b). Response Impulse domain waktu sesudah
kalibrasi delay.............................................................25
Gambar 4.5 Response Impulse domain waktu yang sudah
dikalibrasi sebanyak 50 sampel data untuk
ruang 1 (13,8x9,2)m ...................................................25
Gambar 4.6 Response Impulse domain waktu yang sudah
dikalibrasi sebanyak 40 sampel data untuk
ruang 2 (9,2x3,7)m .....................................................26
Gambar 4.7 Response Impulse domain waktu yang sudah
dikalibrasi sebanyak 20 sampel data untuk
ruang 3 (4,5x3,6)m .....................................................26
Gambar 4.8 Proses binning tanggapan impuls domain waktu........27
Gambar 4.9 Proses binning tanggapan impuls domain waktu........28
Gambar 4.10 Hasil binning tanggapan impuls domain waktu..........28
Gambar 4.11 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk
ruang 1 (13,8x9,2)m ...................................................29

x
Gambar 4.12 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk
ruang 2 (9,2x3,7)m .....................................................30
Gambar 4.13 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk
ruang 3 (4,5x3,6)m .....................................................30
Gambar 4.14 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 1 ..................................................35
Gambar 4.15 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 2 ..................................................36
Gambar 4.16 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 3 ..................................................36

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Komponen Multipath pada Ruang 1....................31


Tabel 4.2 Tabel Komponen Multipath pada Ruang 2....................33
Tabel 4.3 Tabel Komponen Multipath pada Ruang 3....................34

xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi telekomunikasi, terutama komunikasi
nirkabel pada dewasa ini berkembang semakin pesat sehingga semakin
banyak sistem komunikasi di dalam ruang yang dapat berfungsi sebagai
penerima maupun pemancar gelombang radio (RF) dan salah satu
contohnya adalah wireless LAN. Pada sistem tersebut tidak jarang
menggunakan antena pemancar dan penerima lebih dari satu secara
bersama-sama. Jika ditinjau dari jenisnya, propagasi gelombang radio
dibedakan menjadi 2 yaitu propagasi luar ruang ”Outdoor Propagation”
dan propagasi dalam ruang ”Indoor Propagation”. Namun dalam
kenyataannya sistem komunikasi wireless masih memiliki permasalahan
yang harus dihadapi diantaranya adanya lintasan jamak (multipath) yang
dikarenakan adanya refraksi, refleksi, defraksi, scattering dan transmisi
beserta model rugi-rugi lintasan (path loss) saat sinyal informasi
ditransmisikan melalui udara.
Maka dengan adanya lintasan jamak (multipath) tersebut maka sinyal
informasi yang ditransmisikan dari Transceiver (Tx) ke Receiver (Rx)
akan diterima berulang dengan level daya yang berbeda dan delay waktu
yang beda pula. Untuk propagasi dalam ruang, efek multipath sangat
tergantung dari ukuran ruang (luas ruang) sehingga ruangan dengan luas
yang sempit akan memiliki multipath yang berbeda dengan ruangan
yang lebih luas.
Sinyal informasi yang diterima di sisi receiver akan memiliki
perbedaan (delay) waktu sehingga mengakibatkan terjadinya Inter
Symbol Interference (ISI) yang nantinya akan menyebabkan kesalahan
pada penerjemahan bit dari sinyal informasi yang diterima di sisi
receiver. Maka dengan itulah diperlukan analisa kanal untuk
mendapatkan data tentang maximum excess delay.
Data hasil pengukuran berupa fungsi transfer kanal nirkabel dalam
domain frekuensi. Untuk mendapatkan tanggapan impuls diperlukan
proses pengolahan data dengan menggunakan Invers Fast Fourier
Transform (IFFT). Melalui tanggapan impuls yang diperoleh maka dapat
diketahui maximum excess delay kanal. Sedangkan hasil proyek akhir ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kondisi ruang
terhadap excess delay kanal berupa distribusi excess delay.

1
2

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Masalah yang ditangani dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa suatu kanal wireless propagasi indoor dengan ukuran luas
suatu ruang yang bervariasi pada tiap-tiap ruang yang digunakan untuk
mendapatkan parameter delay statistik antara lain maximum excess delay
dan distribusi excess delay.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan dari proyek akhir ini adalah untuk mengetahui distribusi
excess delay kanal radio propagasi dalam ruang dengan fungsi ukuran
ruang berbeda. Sehingga dari ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang pengaruh suatu ukuran ruang yang berbeda terhadap
excess delay kanal berupa distribusi excess delay.
Hasil data dari proyek akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mendesain suatu kanal komunikasi wireless pada suatu ruangan untuk
mendapatkan transfer data yang maksimum.

1.4 BATASAN MASALAH


♦ Melakukan pengukuran dari tiap ruangan dengan ukuran
(volume) ruangan yang berbeda untuk mendapatkan data excess
delay yang diperoleh dari fungsi transfer kanal H(f) kemudian
diolah menjadi Response Impulse Time invariant.
♦ Membuat software pengolah data dari fungsi transfer kanal H(f)
menjadi Response Impulse Time Invariant.
♦ Menganalisa kanal sistem komunikasi wireless indoor dari data
pengukuran dan membandingkan dengan beberapa data dari
ruang yang lain dan membuat kesimpulan.

1.5 METODOLOGI
Untuk menyelesaikan proyek akhir ini, maka dilakukan langkah-
langkah yang meliputi : pendalaman dan pemahaman literatur,
pengukuran (pengambilan data), metode pengolahan data, mengolah
data, melakukan analisa dan memberikan kesimpulan. Tahapan-tahapan
yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :
ƒ Pendalaman Literatur
Pada tahap pertama akan dilakukan pendalaman tentang teori
propagasi dalam ruang, lintasan jamak (multipath) melalui
beberapa referensi berupa buku, paper.
3

ƒ Pengukuran (Pengambilan Data)


Dalam tahapan ini akan dilakukan pengukuran dengan
menggunakan Network Analyzer dalam domain frekuensi
dengan scattering parameter (S21). Sedangkan network
analyzer digunakan untuk pengambilan sample data transfer
function kanal radio dalam ruang yaitu H(f). Pengukuran
dilakukan dengan cara menghubungkan antena pemancar pada
port 1 dan antena penerima pada port 2 dengan menggunakan
kabel koaksial (RG-58). Pada pengukuran ini antena akan
diletakkan diatas lantai/ground dan dikontrol dengan komputer
melalui GPIB Card.
ƒ Metode Pengolahan Data
Tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan
bantuan menggunakan program yaitu Matlab 6.5, dimana perlu
diingat data yang harus diolah sangat banyak dan masing-
masing merupakan besaran vektor.
ƒ Pengolahan Data
Dalam tahapan ini, yang pertama perlu dilakukan adalah
membuat program untuk pengolahan data, dimana data hasil
pengukuran yang diperoleh adalah fungsi transfer kanal dalam
kawasan frekuensi yaitu H(f) kemudian data diolah menjadi
fungsi transfer kanal dalam kawasan waktu dengan
menggunakan metode IFFT.
ƒ Manganalisa dan Memberikan Kesimpulan
Pada tahapan akhir ini adalah menganalisa hasil dari proyek
akhir ini antara lain : maximum excess delay, distribusi excess
delay. Setelah itu baru dibuat kesimpulan dengan hasil dari
analisa tersebut.

1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN


Buku laporan proyek akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana
masing-masing bab mempunyai kaitan satu sama lain, yaitu:
BAB 1: memberikan latar belakang tentang permasalahan, tujuan
masalah dan batasan masalah serta metodologi yang
dibahas dalam proyek akhir ini.
BAB 2: memberikan dasar teori untuk menunjang penyelesaian
masalah dalam proyek akhir ini. Teori dasar yang
diberikan yaitu: tentang mekanisme propagasi dalam ruang
yang meliputi propagasi free space, refraksi, refleksi,
defraksi, scattering dan teori tentang lintasan jamak
4

meliputi perhitungan maximum excess delay, respon


impulse.
BAB 3: berisi tentang seluk-beluk pengukuran yang meliputi : set-
up pengukuran, jenis alat ukurnya dan spesifikisinya,
prosedur pengukuran, pengumpulan data pengukuran dan
penampilan hasil dari pengukuran.
BAB 4: berisi tentang analisa hasil pengolahan data seperti
tanggapan impuls kanal, proses binning, parameter delay
statistik (maximum excess delay).
BAB 5: memberi kesimpulan dari hasil analisa dan memberikan
saran pada proyek akhir ini.
BAB 2
TEORI DASAR
2.1 PENDAHULUAN
Untuk menyelesaikan proyek akhir ini dibutuhkan beberapa teori
penunjang yang digunakan untuk mengukur, mengolah dan menganalisa
data sehingga diperoleh hasil sesuai dengan tujuan. Teori tersebut antara
lain : teori tentang mekanisme propagasi dalam ruang, teori tentang
lintasan jamak (multipath). Teori tentang mekanisme propagasi dalam
ruang meliputi refleksi, refraksi, difraksi dan scattering. Untuk teori
tentang lintasan jamak (multipath) meliputi perhitungan maximum
excess delay.

2.2 PROPAGASI
Dalam sistim propagasi gelombang dapat dikatakan ideal apabila
suatu gelombang radio yang dipancarkan dari pemancar, dapat diterima
secara langsung oleh penerima tanpa ada komponen sinyal lain yang
mengikuti, yang biasa diakibatkan karena sinyal dari pemancar yang
terpantulkan. Hal ini dapat tercapai bila dilakukan pada suatu tempat
yang sangat luas tanpa ada media yang memantulkan sinyal yang
dipancarkan, sehingga sinyal yang diterima hanya melalui single path
atau direct path.
Seluruh pemodelan dasar pada propagasi radio disebut sebagai
model propagasi ruang bebas (free space). Model propagasi ruang bebas
(free space) terjadi bila diantara transmitter dan receiver tidak ada
halangan apapun. Dalam kenyataannya propagasi dalam ruang
dipengaruhi oleh layout dalam ruang khususnya penggunaan bahan
bangunan yang berbeda. Selain itu dengan adanya refleksi, refraksi,
difraksi dan scattering gelombang elektromagnet oleh suatu obyek
seperti dinding, pintu, jendela, lemari dan peralatan lain yang ada
didalam suatu ruangan itu yang dapat menyebabkan adanya propagasi.
Pada propagasi gelombang radio terdapat 3 mekanisme dasar yaitu
refleksi, difraksi dan scattering (pengahamburan).
Refleksi terjadi saat pancaran gelombang elektromagnetik
berbenturan dengan suatu obyek yang memiliki dimensi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang dari penyebaran
gelombang yang dikirimkan. Refleksi terjadi pada permukaan bumi,
gedung dan dinding seperti yang ditunjukkan gambar 2.1 :

5
6

Gambar 2.1 Refleksi


Difraksi terjadi bila jalur gelombang radio antara transmitter dan
receiver terhalang oleh sesuatu yang memiliki permukaan yang tajam,
tidak teratur atau tepi dari suatu dari permukaan seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.2. Dalam frekuensi tinggi pun, difraksi
terkadang tampak seperti refleksi tergantung dari geometri obyek seperti
amplitudo, phase dan polarisasi yang dimiliki gelombang elektromagnet.

Gambar 2.2 Difraksi


Scattering terjadi karena sinyal menumbuk suatu benda yang
mempunyai panjang gelombang yang sama antara panjang gelombang
sinyal dengan panjang gelombang benda atau lebih kecil dari panjang
gelombang sinyal.

2.3 LINTASAN JAMAK (MULTIPATH)


Pada propagasi terdapat 3 mekanisme dasar yaitu refleksi, difraksi
dan scattering yang nantinya akan menyebabkan terjadinya lintasan
jamak (multipath) pada propagasi gelombang radio dalam ruang.
Pancaran gelombang elektromagnetik dari antena pemancar (Tx) ke
antena penerima (Rx) akan mengalami bermacam-macam perlakuan
yang disebabkan oleh media perambatannya. Selain ada energi yang
langsung dipancarkan dari Tx ke Rx, ada juga sebagian energi yang
mengalami refleksi,difraksi dan scattering yang dipengaruhi oleh benda
yang ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga setiap perubahan posisi Tx
7

maupun Rx akan berpengaruh terhadap perubahan total penjumlahan


sinyal terima.
Multipath merupakan hal yang seharusnya dihindari dalam sistem
komunikasi wireless, hal ini dikarenakan dapat memberikan kerugian
dalam sistem transmisi. Fenomena multipath dapat kita amati dalam
kehidupan sehari-hari misal pada alat telepon seluler kita.

Gambar 2.3 Ilustrasi terjadinya multipath


Dari gambar diatas dapat kita amati bahwa dengan adanya lintasan
jamak tersebut akan mengakibatkan sinyal informasi yang dikirim dari
Transmitter (Tx) ke Receiver (Rx) akan diterima berulang kali dengan
level daya yang berbeda dan dengan jeda waktu yang berbeda pula.
Dengan adanya multipath, maka komponen sinyal yang diterima
pada sisi Receiver (Rx) dapat berupa sinyal yang datangnya secara
direct path yaitu sinyal yang dalam perambatannya langsung ke arah
penerima dan ada yang berupa sinyal indirect path yaitu sinyal yang
datang ke penerima tidak secara langsung melainkan melewati pantulan,
pembiasan, ataupun scattering seperti pada gambar 2.3. Sinyal yang
direct path datang pada sisi penerima paling awal daripada komponen
sinyal indirect path dengan level daya paling besar karena path loss nya
paling rendah sebab melewati lintasan terpendek. Hal ini berbeda
dengan sinyal Indirect path yang datangnya terdapat jeda dan level daya
berkurang karena rugi-rugi lintasan (path loss), sinyal indirect path akan
tiba ke penerima dengan waktu yang bervariasi.
Untuk propagasi dalam ruang, efek multipath ini sangat tergantung
dari ukuran luas suatu ruangan dan kondisi suatu ruangan. Ruangan
dengan luas yang sempit akan menghasilkan efek multipath yang
berbeda dengan ruangan yang luas. Begitu juga dengan ruangan yang
didalamnya terdapat perabot yang kebanyakan terbuat dari kayu akan
8

menghasilkan efek multipath yang berbeda pula dengan ruangan yang


didalamnya terdapat perabot yang kebanyakan terbuat dari logam atau
metal.
Efek multipath ini merupakan suatu hal yang merugikan dalam
sistem komunikasi wireless terutama dalam sistem propagasi indoor.
Salah satu dari efek negatif dari multipath adalah terjadinya pelemahan
sinyal yang diterima pada sisi receiver yang diakibatkan karena adanya
perbedaan phase sinyal, hal ini dimungkinkan karena sinyal yang
mangalami refleksi akan mengalamai pergeseran phase yang besar.

2.4 RESPON IMPULS


Respon impuls ini diperoleh dari fungsi transfer kanal H(f) hasil
pengukuran yang diproses menggunakan teori inverse fast fourier
transform (IFFT), mengingat pengukuran dilakukan pada sistem yang
tetap (fixed) maka respon impuls dimodelkan sebagai Response Impulse
Time Invariant. Dan dapat dituliskan secara matematis seperti
persamaan (2-1) dibawah ini :

N
(
h(τ ) = ∑ a k e k δ τ − τ k
k =1
) (2-1)

Dimana : h(τ ) = fungsi transfer kanal domain waktu, a k = magnitude,


θ = phase, τ = excess delay dan δ (.) = fungsi delta.

2.5 PARAMETER LINTASAN JAMAK (MULTIPATH)


Dalam mendisain dan mengembangkan suatu kanal lintasan jamak
(multipath), maka perlu diketahui beberapa parameter yang
mempengaruhinya. Beberapa parameter tersebut antara lain maximum
excess delay, mean excess delay dan rms delay spread.
Pengertian dari delay yang dimaksud adalah delay dari sinyal pantul
yang disebabkan oleh adanya lintasan jamak (multipath). Kegunaan dari
delay tersebut sangat berperan dalam mendisain equalizer dan untuk
estimasi bit rate. Dalam proyek akhir ini hanya menjelaskan sebatas
maximum excess delay saja, karena data yang diperoleh akan
ditampilkan berupa distribusi excess delay.
• Maximum Excess Delay
Maximum excess delay adalah rentang delay, waktu mulai
munculnya komponen multipath pertama sampai komponen multipath
terakhir. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan (2-2).
9

Maximum excess delay = τ max − τ 1 (2-2)

2.6 RUGI-RUGI LINTASAN


Bila dibedakan menurut jenis lintasannya, propagasi gelombang
radio dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu lintasan Line of Sight (LOS)
dan lintasan Non-Line of Sight (NLOS). Pada kedua jenis lintasan
tersebut terdapat rugi-rugi daya karena besar sinyal yang diterima oleh
antena Rx (receiver) adalah penjumlah vektor dari masing-masing sinyal
pada komponen lintasan jamak (multipath) yang berbeda.
Sehingga besar sinyal tergantung pada vektor sinyal yang saling
menguatkan atau sinyal yang saling melemahkan. Pada propagasi dalam
ruang, rugi-rugi lintasan dapat terjadi karena adanya pantulan serta
redaman dari dinding, perabot, lantai dan langit-langit (atap). Sehingga
total path loss dapat dirumuskan seperti pada persamaan (2-3) :
PL(dB ) = Pt (dB ) − Pr (dB ) + Gt (dB ) + G r (dB ) (2-3)

2.7 ANTENA
2.7.1 Antena Discone
Antena discone dibentuk oleh sebuah cone (kerucut) dan disc
(lempeng datar). Disc terikat pada tengah (ujung) konduktor yang
terhubung dengan jalur kabel koaxial, dan tegak lurus pada
sumbunya. Cone pada sumbunya terhubung dengan kabel koaxial.
Gambar dari antena discone dapat dilihat pada gambar 2.2
Antena discone termasuk antena dipole, yang memiliki
persamaan yang sama mengenai panjang gelombang yakni sebesar
l > λ . Antena ini memiliki pola radiasi omnidirectional dan
polarisasi vertikal. [5]
Pada umumnya impedansi dan variasi dari ukuran antena
discone dipengaruhi oleh nilai frekuensi dari gelombang.
Berdasarkan rumus λ = c , akan didapatkan panjang
f
gelombangnya yang akan menentukan ukuran dari antena
discone.[5]
10

λ/4

0.35λ

0,4λ

Gambar 2.2 Antena Discone


2.7.2 Polarisasi Antena
Penamaan polarisasi antena ditentukan oleh arah medan listrik
(E) gelombang yang dipancarkan oleh antena terhadap bidang
permukaan bumi/ tanah. Bila suatu gelombang elektromagnet yang
dipancarkan suatu antena mempunyai medan listrik yang sejajar
dengan permukaan bumi maka antena tersebut dikatakan
berpolarisasi horizontal, sebaliknya bila suatu gelombang
elektromagnet yang dipancarkan suatu antena mempunyai medan
listrik yang tegak lurus dengan permukaan bumi maka antena
tersebut dikatakan berpolarisasi horizontal

2.7.3 Pola Radiasi Antena


Pola radiasi antena adalah pernyataan secara grafis, yang
menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai
fungsi arah. Berdasarkan pola radiasi dari suatu antena, maka dapat
diperoleh parameter – parameter yang lain yaitu :
1. Side Lobe Level (SLL) adalah perbandingan (rasio) antara
harga peak dari side lobe terbesar dengan harga maksimum dari
main lobenya.
2. Half Power Beam Width adalah lebar sudut yang memisahkan
dua titik pada main beam dari suatu pola radiasi, di mana daya
pada kedua titik tersebut adalah sama dengan setengah dari
harga maksimumnya.
3. Front to Back Ratio (F/B Ratio), adalah perbandingan daya
pada arah maksimum dari main beam dengan daya dari side
11

lobe yang arahnya berlawanan (180o) dari arah main beam-


nya[8].

2.7.4 Gain Antena


Penguatan (Gain) adalah penguatan daya radiasi yang diberikan
oleh antena (riil) pada arah tertentu dibanding dengan antena
isotropis. Cara hitung gain antena seperti persamaan 2.4.[9]
ƒ Dalam decibel
G ( dB ) = Pt ( dBm) − Ps ( dBm) + G ( dB ) (2-4)
ƒ Dalam linier
Pt
Gt = × Gs (2-5)
Ps
12

--------------------------halaman ini sengaja dikosongkan-------------


BAB 3
PENGUKURAN DAN DATA HASIL PENGUKURAN

3.1 PENDAHULUAN
Dalam pengukuran kali ini, lokasi pengukuran dilakukan pada 3
ruang yaitu laboratorium Microwave (ruang 1), laboratorium EMC
(ruang 2) dan ruang dosen GG-310 lantai 3 (ruang 3). Skema ruang
pengukuran dapat dilihat pada gambar 3.1, masing-masing ruangan
berdinding tembok, jendela terbuat dari kaca, pintu terbuat dari kayu,
serta didalam ruang terdapat peralatan praktikum, lemari yang terbuat
dari besi dan kayu, meja kayu, kursi kayu.

(a)

13
14

(b)

(c)

Gambar 3.1 (a). Ruang 1 (Laboratorium Microwave)


(b). Ruang 2 (Laboratorium EMC)
(c). Ruang 3 (GG-310)
15

Kedua ruangan (ruang 1 dan ruang 2) itu letaknya bersebelahan


serta dibatasi oleh dinding yang terbuat dari fiberglass setinggi 1 meter
dari lantai dan diatasnya terbuat dari kaca. Ukuran ruang 1 sebesar 13,8
m x 9,2 m, ruang 2 sebesar 9,2 m x 3,7 m dan ruang 3 sebesar 4,5 m x
3,6 m. Tujuan dilakukan pengukuran pada ketiga ruang adalah untuk
membedakan pengaruh dimensi ruang terhadap maximum excess delay.

3.2 SET-UP PENGUKURAN


Set-up pengukuran pada gambar 3.2, pengukuran dilakukan dengan
menggunakan bantuan Network Analyzer yang dihubungkan dengan
komputer (Personal Computer/PC) melalui GPIB Card. Dalam
pengukuran ini digunakan frekuensi kerja yaitu 1,7 GHz dengan
bandwidth 200 MHz. Network Analyzer digunakan untuk mengambil
sampel data transfer function kanal radio dalam ruang.
Pengukuran dilakukan dengan cara menghubungkan antena
pemancar pada port 1 dan antena penerima pada port 2 pada Network
Analyzer dengan menggunakan kabel koaksial (RG-58). Pada
pengukuran ini, antena diletakkan + 1 meter diatas tanah dengan link
propagasi (jarak antena pemancar dengan antena peneima) minimal
10λ .

Gambar 3.2 Set-Up Pengukuran dengan Network Analyzer.


16

Bila frekuensi kerja (f) yaitu 1,7 GHz, maka.:


8
c 3 × 10
λ= = = 0,17 m
9
f 1,7 × 10
Jika λ = 0,17 m maka jarak antara antena pemancar dengan
antena penerima minimal 1,7 meter. Namun dalam pengukuran ini, jarak
yang digunakan antara antena pemancar dengan antena penerima adalah
sejauh 3 meter.

3.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Pada gambar set-up pengukuran, seperti ilustrasi yang ditunjukkan
pada gambar 3.2, terdapat beberapa peralatan yang digunakan antara lain
Network Analyzer (NA), 2 buah antena dan kabel penghubung dari NA
ke antena dan komputer yang berfungsi sebagai pengontrol start dan
stop pada saat melakukan pengukuran.
3.3.1 Network Analyzer
Network analyzer adalah suatu peralatan yang terdiri dari
beberapa sistem yang terintegrasi satu sama lain, sehingga peralatan
ini dapat digunakan untuk pengukuran sistem yang komplek. NA
yang digunakan pada saat melakukan pengukuran adalah NA
dengan tipe HP 8753 ES, yang memiliki sumber gelombang dengan
frekuensi antara 0,3.– 6000.MHz.
Selama melakukan pengukuran, peralatan dikontrol dengan
komputer melalui GPIB Card yang dipasang pada komputer. Fungsi
dari NA sendiri yaitu digunakan untuk mengukur suatu sistem yang
belum diketahui karakteristiknya, oleh karena itu ada beberapa
parameter pada NA yang dapat digunakan antara lain parameter H,
Y, Z dan S. Untuk pengukuran dengan frekuensi tinggi digunakan
parameter S. Foto Network Analyzer yang digunakan dalam
pengukuran seperti ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Network Analyzer Agilent HP 8753 ES


17

3.3.2 Antena Pemancar dan Penerima


Pada saat melakukan pengukuran digunakan 2 buah antena,
dimana masing-masing berfungsi sebagai pemancar dan penerima.
Pemilihan antena didasarkan pada frekuensi gelombang radio yang
digunakan pada saat pengukuran. Dalam penelitian ini digunakan
antena disc-cone yang memiliki frekuensi kerja 1,7 GHz dengan
lebar bandwith 200 MHz maka range frekuensi yang digunakan
adalah 1600.MHz sampai dengan 1800 MHz. Antena ini memiliki
pola radiasi omnidirectional. Foto antena yang digunakan dalam
pengukuran ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Antena Disc-cone

3.3.3 Kabel Penghubung


Agar antena dapat digunakan, maka harus dihubungkan
dengan NA. Untuk menghubungkan masing-masing antena ini
digunakan kabel koaksial tipe RG-58, dengan panjang masing-
masing kabel 10 meter. Dimana kabel ini memiliki redaman sebesar
17 dB/100 feet pada frekuensi 1 GHz dengan impedansi 50 Ohm.
Foto kabel yang digunakan dalam pengukuran seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.5.
18

Gambar 3.5 Kabel Koaksial RG-58

Sehingga foto dari ketiga peralatan diatas dapat


diintegrasikan seperti yang ditunjukkan pada gambar.3.6 :

Gambar 3.6 Peralatan Pengukuran

3.4 PROSES PENGUKURAN


Dalam melakukan suatu pengukuran dengan menggunakan Network
Analyzer, terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan yaitu
kalibrasi, inisialisasi dan pemilihan parameter yang akan digunakan.
Sebab dengan parameter inilah dapat diketahui beberapa besaran apa
yang terukur pada sisi penerima dari network analyzer tersebut.
19

3.4.1 Kalibrasi
Dalam proses kalibrasi merupakan hal yang sangat penting
harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai untuk melakukan
suatu pengukuran.
Hal ini dilakukan supaya dapat mengurangi akibat dari
redaman kabel, penentuan jenis parameter yang digunakan serta
pemilihan jumlah sampling pengukuran dan lain-lainnya pada saat
melakukan pengukuran. Prosedur kalibrasi adalah sebagai berikut :
1. Tekan preset untuk all memory clear.
2. Tekan tombol Meas (S-Parameter).
3. Tekan tombol start (pilih mulai dengan menekan angka
pada blok entry).
4. Tekan tombol stop (pilih mulai dengan menekan angka
pada blok entry).
5. Tekan AVG Æ IF BW Æ 30Hz (IF Bandwidth 30Hz).
6. Tekan tombol power Æ 10 dBm (test port power).
7. Tekan tombol sweep set up Æ number of point 401.
8. Tekan tombol call Æ calibrates menu Æ respon Æ thru.
9. Tekan tombol state atau recall.
10. Tekan tombol save state Æ recall state.

3.4.2 Inisialisasi
Inisialisasi dapat dilakukan melalui software interface pada
komputer dengan alasan agar software dapat sesuai dengan
kalibrasi alat yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan inisialisasi
adalah :
• Frekuensi Start : 1600 MHz
• Frekuensi Stop : 1800 MHz
• Number of Point : 401
• Jenis Scattering : S21

Dibawah ini adalah gambar tampilan software interface yang


tampak pada layar monitor, seperti yang terlihat pada gambar
3.7.
20

Gambar 3.7 Tampilan Software Interface pada Komputer

3.4.3 Pelaksanaan Pengukuran


Setelah dilakukan proses kalibrasi dan inisialisasi maka dapat
dilakukan pengukuran. Pada penelitian ini akan dilakukan
pengukuran pada 3 tempat yaitu ruang Lab. Microwave, ruang
dosen (Lab. Microwave), ruang dosen (GG-310) dengan
kondisi apa adanya. Setelah melakukan berbagai tahapan diatas
maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran.
Antena diletakkan pada ketinggian + 1 meter diatas tanah
dengan jarak link propagasi (jarak antena Tx dan antena Rx)
minimal 10 λ , namun pada pengukuran ini jarak yang
digunakan adalah sejauh 3 meter. Kontrol pada peralatan ini
dilakukan dengan software interface pada komputer yang
terhubung melalui GPIB Card. Pemilihan letak pengambilan
sampel data pada pengukuran ini dibedakan menjadi 3 posisi
yaitu untuk posisi pertama, antena Tx dan Rx diletakkan sejajar
dengan dinding, posisi kedua antena Tx dan Rx diletakkan
tegak lurus dinding dan untuk posisi yang ketiga antena Tx dan
Rx diletakkan di tengah ruang.
Jumlah pengambilan sampel data tergantung pada luas
ruangan. Pengambilan sampel data pada ruang 1 dilakukan
sebanyak 25 sampel, untuk ruang 2 sebanyak 24 sampel dan
21

untuk ruang 3 sebanyak 10 sampel dengan berbagai macam


posisi secara random (acak) yang selanjutnya akan disebut
sebagai sampel ruang. Data dari hasil pengukuran akan diambil
dan disimpan pada komputer berupa nama file dengan type
TXT dan juga perlu diketahui bahwa penamaan file akan
selalu disertai dengan jenis scattering parameter. Aturan nama
file yang dibuat mempunyai ketentuan sebagai berikut :
Nama file=ABC
Dimana :
A=posisi antena pemancar dan antena penerima (A s/d
Y).
B=letak titik antena (1 s/d 2).
C=jenis scattering parameter dan tipe file (S21.txt).
Jadi jumlah data dari hasil pengukuran pada 3 ukuran ruang
yang berbeda adalah sebanyak 59 sampel data, dimana pada
masing-masing data terdapat 401 sampel data dan pada masing-
masing data terdiri atas 3 parameter antara lain frekuensi,
magnitudo H(f) dan phase H(f).

3.5 DATA HASIL PENGUKURAN


Berdasarkan data hasil pengukuran akan diperoleh fungsi
transfer dari tanggapan impuls kanal radio dalam domain frekuensi yaitu
H ch ( f ) . H ch ( f ) adalah besaran vektor yang terdiri dari magnitudo
dan phase lalu dalam bentuk komplek dapat dituliskan seperti pada
persamaan (3-1).

H ch ( f ) = H ( f ) ⋅ e (3-1)
Dimana H ( f ) adalah magnitudo (dB) dan ϑ adalah phase (derajat).
Gambar fungsi transfer kanal H ch ( f ) dan phase fungsi fekuensi dapat
dilihat pada gambar 3.8. Selain berupa gambar, data hasil pengukuran
juga dapat disimpan berupa nilai angka dalam file.txt. Dan salah satu
contohnya dapat dilihat pada lampiran A.
22

Transfer Function H(f)


-45
Level Amplitudo (dB)

-50

-55

-60
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)
200
Phase (derajat)

100

-100

-200
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)

Gambar 3.8 Besar Amplitudo dan Phase, Fungsi Transfer Kanal


Domain Frekuensi
BAB 4
ANALISA HASIL PENGUKURAN
4.1 TANGGAPAN IMPULS
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran berupa fungsi transfer
dalam domain frekuensi H(f) yang diolah dengan menggunakan teori
IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) akan diperoleh fungsi transfer
dalam domain waktu yang berbentuk tanggapan impuls. Sebelum proses
IFFT dilakukan terlebih dahulu fungsi transfer H(f) dikalikan dengan
window Hamming W(f). Proses IFFT dilakukan saat data sudah dalam
bentuk linier atau H(f) linier. Lalu dalam proses berikutnya, data yang
didapat dari hasil pengukuran seperti pada gambar 3.8 akan diambil anti-
log agar didapatkan H(f) linier seperti pada gambar 4.2 kemudian
dikalikan dengan window Hamming W(f). Perkalian antara data dengan
window dimaksudkan untuk menghilangkan efek kontinyu pada saat
proses IFFT berlangsung. Hasil perkalian antara H(f) linier dengan
window Hamming W(f) merupakan fungsi transfer estimasi
H estimasi ( f ) . Secara matematis dapat dituliskan seperti pada
persamaan (4-1).

H estimasi ( f ) = H ch ( f ) • W ( f ) (4-1)

Dimana , W(f) adalah window Hamming.


Dalam proses ini dipilih jenis window Hamming karena pada
window Hamming tersebut memiliki main lobe dengan amplitudo yang
besar dan lebar pita frekuensi yang lebar yaitu -43 dB sehingga time
resolusinya kecil. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena mengingat
pada proyek akhir ini menggunakan teknik pengukuran wideband (pita
lebar). Hasil dari plot window Hamming ditunjukkan pada gambar 4.1.
Secara matematis window Hamming dapat didefinisikan seperti pada
persamaan (4-2).

⎧0.54 − 0.46 cos( 2πf ), f1 ≤ f ≤ f 2 (4-2)


W Ham ( f ) = ⎨
⎩ 0 f lainnya

23
24

Window Hamming W(f)


1

0.9

0.8

0.7
Amplitudo Normalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)

(a)

(b)

Gambar 4.1 (a) Window Hamming dalam domain frekuensi


(b) Hasil IFFT dalam Kawasan Waktu (Time Resolution Window).
25

-3
x 10
4.5

3.5

2.5

1.5

0.5

0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800

Gambar 4.2 Fungsi Transfer H(f) Linier

Berikut ini adalah grafik hasil perkalian antara H(f) Linier dengan
W(f).

-3
x 10
3.5

2.5

1.5

0.5

0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800

Gambar 4.3 Hasil perkalian H(f) Linier dengan W(f)


26

4.2 PROSES IFFT


Setelah mendapatkan data H estimasi ( f ) maka proses IFFT dapat
dilakukan untuk memperoleh respon impuls estimasi seperti pada
persamaan (4-3).
∞ j 2πf
hestimate (τ ) = ∫ H ch ( f ) ⋅ W ( f ) ⋅ e df (4-3)
−∞
f2 j 2πf
= ∫ H ( f )ch ⋅ W ( f ) ⋅ e df
f1
= hch (τ ) ⋅ w(τ )

Setelah proses transformasi data dari domain frekuensi ke domain


waktu dengan menggunakan teorema IFFT maka akan didapatkan
tanggapan impulse seperti yang terlihat pada gambar 4.4a :

Response Impulse domain waktu


1

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Excess Delay (ns)

Gambar 4.4a Response Impulse domain waktu


sebelum kalibrasi delay

Dari gambar 4.4a diatas, dapat diamati bahwa pada puncak dari
tanggapan impuls domain waktu tidak berada tepat pada titik 0 ns. Hal
ini dikarenakan adanya delay pada lintasan kabel saat pengukuran.
Delay kabel yang dihasilkan tergantung dari jenis kabel koaksial yang
digunakan saat pengukuran.
27

Untuk mengetahui besar delay kabel yang dihasilkan maka harus


mencari λ nya terlebih dahulu yaitu :
Frekuensi kerja = f = 1,7 GHz
Kecepatan propagasi pada ruang bebas =
8 −1
c = 3 × 10 meter sec
8
c 3 × 10
λ= = = 0,1765m
f 9
1,7 × 10
Setelah didapatkan nilai λ = 0,1765 m , maka nilai delay kabel dapat
dicari sesuai pada persamaan (4-4).
⎛ l +l ⎞ ⎛d +λ⎞
Δτ 1 = ⎜⎜ 1 2 ⎟⎟ + ⎜ ⎟ (4-4)
⎝ ⎠ ⎝
0.66 × c c ⎠
Dimana :
Δτ 1 = total delay kedatangan komponen pertama.
l1 = panjang kabel port 1 - Tx =10 meter.
l2 = panjang kabel port 2 – Rx = 10 meter.
d = link propagasi (jarak antena Tx dengan Rx)
= 3 meter.
λ = panjang gelombang = 0,1765 meter.

Untuk nilai 0,66 dalam perhitungan diatas merupakan nilai velocity


factor dari kabel koaksial yang digunakan yaitu 66%. Jadi total delay
( )
kedatangan komponen pertama Δτ 1 yang disebabkan oleh kabel dan
panjang lintasan langsung (propagasi) adalah :
⎛ ⎞ ⎛ ⎞
Δτ 1 =
⎜ 10 + 10 ⎟ + ⎜ 3 + 0.1765 ⎟
⎜⎜ 8 ⎟⎟ ⎜⎜ 8 ⎟⎟
⎝ 0.66 × 3 ⋅ 10 ⎠ ⎝ 3 ⋅ 10 ⎠
= 111.598 ns
Setelah mendapatkan nilai delay kabel maka komponen pertama
dari tanggapan impuls dapat diset pada τ 0 yaitu dengan cara
mengurangi nilai delay data dengan delay kabel yang sudah dicari. Jadi
28

komponen pertama dari tanggapan impuls dapat terletak pada nilai τ 0


seperti pada gambar 4.4b :

Response Impulse domain waktu


1

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Excess Delay (ns)

Gambar 4.4b Response Impulse domain waktu


sesudah kalibrasi delay

Dalam tugas akhir ini, dilakukan pengukuran pada 3 ukuran ruang


yang berbeda. Data yang dihasilkan pada ketiga ruang tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.5 Response Impulse domain waktu yang sudah


dikalibrasi sebanyak 50 sampel data untuk ruang 1 (13,8 m x 9,2 m)
29

Gambar 4.6 Response Impulse domain waktu yang sudah


dikalibrasi sebanyak 40 sampel data untuk ruang 2 (9,2 m x 3,7 m)

Gambar 4.7 Response Impulse domain waktu yang sudah


dikalibrasi sebanyak 20 sampel data untuk ruang 3 (4,5 m x 3,6 m)

4.3 PROSES BINNING


Proses selanjutnya adalah proses binning. Pengertian dari proses
binning adalah suatu proses ”dekonvolusi” dari tanggapan impuls
estimasi seperti pada persamaan (4-3). Perlu dilakukan proses binning
dengan maksud untuk menghilangkan pengaruh perkalian window yang
telah dilakukan sebelum proses IFFT. Data tanggapan impuls dalam
domain waktu yang sudah dikalibrasi dan yang akan di-binning adalah
data yang hanya berada pada level diatas -40 dB dengan cara men-
30

treshold data pada level -40 dB sedangkan data yang berada dibawah -
40dB akan dihilangkan. Treshold sebesar -40 dB ini dipilih karena
berdasarkan pemilihan window yang dipakai pada awal proses
(windowing). Karena pada window hamming sendiri mempunyai
amplitudo maksimum dari window side lobe sebesar -43 dB maka
pemilihan treshold (batasan ambang) ditentukan sebesar -40 dB.
Dalam proses binning, excess delay tanggapan impuls dibagi
dengan resolusi window dan tiap satu resolusi window mengandung satu
komponen lintasan jamak sehingga resolusi delay pada masing-masing
komponen lintasan jamak besarnya akan sama dengan resolusi window.
Dan besarnya resolusi window tampak pada gambar 4.1 yaitu sebesar 5
ns yang akan digunakan dalam menentukan resolusi proses binning.
Proses secara matematis dapat ditunjukkan pada persamaan (4-5) :

1 N
h(τ ) = ∑ hn (τ ) (4-5)
N n =1

Dimana, N adalah jumlah komponen lintasan jamak dalam satu


resolusi waktu dari window hamming. Tresholding dilakukan pada
tanggapan impuls dalam skala logaritma sedangakan pada proses
binning dalam skala linier. Ilustrasi dari proses binning dapat
digambarkan pada gambar 4.9 sebagai berikut :

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)

Gambar 4.8 Proses binning tanggapan impuls domain waktu


31

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)

Gambar 4.9 Proses binning tanggapan impuls domain waktu

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)

Gambar 4.10 Hasil binning tanggapan impuls domain waktu

4.4 MAXIMUM EXCESS DELAY


32

Pada proyek akhir ini dilakukan pengukuran pada 3 ukuran ruang.


Maximum excess delay ini dapat dihitung berdasarkan persamaan (2-2).
Seperti pada gambar 4.11 s/d 4.13, nilai maximum excess delay dapat
dihitung sebagai berikut :
• Ruang 1
( )
Komponen multipath pertama τ 1 berada pada 5nS dan
komponen multipath terakhir (τ 26 ) berada pada 130nS, maka :
Maximum Excess Delay = τ 26 − τ 1
= 130nS – 5nS = 125nS.
• Ruang 2
( )
Komponen multipath pertama τ 1 berada pada 5nS dan
komponen multipath terakhir (τ 28 ) berada pada 140nS, maka :
Maximum Excess Delay = τ 28 − τ 1
= 140nS – 5nS = 135nS.

• Ruang 3
Komponen multipath pertama (τ 1 ) berada pada 5nS dan
komponen multipath terakhir (τ 12 ) berada pada 60nS, maka :
Maximum Excess Delay = τ 12 − τ 1
= 60nS – 5nS = 55nS.
33

0.9

0.8

Amplitudo ternormalisasi 0.7

0.6 Maximum Excess Delay = 125 nS

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Excess Delay (ns)

Gambar 4.11 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk


ruang 1 (13,8x9,2)m

0.9

0.8

0.7
Amplitudo ternormalisasi

0.6 Maximum Excess Delay = 135 nS

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Excess Delay (ns)

Gambar 4.12 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk


ruang 2 (9,2x3,7)m

0.9

0.8

0.7
alisasi

0.6 Maximum Excess Delay = 55 nS


34

Gambar 4.13 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk


ruang 3 (4,5x3,6)m

Berikut ini hasil perhitungan ukuran dimensi ruang dari ketiga ruang :
• Ruang 1 = (13,8 x 9,2)m2 = 126,96 m2.
• Ruang 2 = (9,2 x 3,7)m2 = 34,04 m2.
• Ruang 3 = (4,5 x 3,6)m2 = 16,2 m2.
Maximum excess delay dapat digunakan sebagai informasi untuk
menyatakan kondisi kanal dalam ruang. Sedangkan maximum excess
delay merupakan salah satu parameter delay statistik yang dapat
dianalisa berdasarkan banyaknya komponen lintasan jamak (multipath)
dan jarak propagasi.
Untuk ruang yang terdapat banyak komponen lintasan jamak
(multipath) maka maximum excess delay dari respon impuls semakin
besar. Demikian juga untuk lintasan dengan jarak propagasi yang jauh,
akan menyebabkan terjadinya komponen lintasan jamak dengan
maximum excess delay yang besar.

4.5 DISTRIBUSI MAXIMUM EXCESS DELAY


Distribusi maximum excess delay dari beberapa sampel data yang
diambil saat pengukuran pada masing-masing lokasi pengukuran akan
ditampilkan pada gambar 4.14 s/d 4.16.

Tabel 4.1
35

Data Komponen Multipath pada Ruang 1


Ruang 1 (13,8 m x 9,2 m)
Maximum Excess Delay Jumlah
(nS) Sampel
100 4
105 1
120 2
125 1
130 5
135 1
140 3
145 3
150 4
155 1
160 1
165 3
170 2
180 1
185 1
190 1

Tabel 4.2
Data Komponen Multipath pada Ruang 2
Ruang 2 (9,2 m x 3,7 m)
Maximum Excess Delay Jumlah
(nS) Sampel
105 1
110 1
115 3
120 4
130 3
135 6
140 4
145 2

Tabel 4.3
36

Data Komponen Multipath pada Ruang 3


Ruang 3 (4,5 m x 3,6 m)
Maximum Excess Delay Jumlah
(nS) Sampel
45 3
50 2
55 3
60 2
70 1
75 1

Berikut Distribusi Maximum Excess Delay tanggapan impuls untuk


ketiga ruang :

Distribusi Maximum Excess Delay pada Ruang 1


6

4
Jumlah Sampel

0
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
Maximum Excess Delay (nS)

Gambar 4.14 Distribusi Maximum Excess Delay


Tanggapan Impuls pada Ruang 1

Distribusi Maximum Excess Delay pada Ruang 2


6

4
el
37

Gambar 4.15 Distribusi Maximum Excess Delay


Tanggapan Impuls pada Ruang 2

Distribusi Maximum Excess Delay pada Ruang 3


4

3.5

2.5
Jumlah Sampel

1.5

0.5

0
40 45 50 55 60 65 70 75 80
Maximum Excess Delay (nS)

Gambar 4.16 Distribusi Maximum Excess Delay


Tanggapan Impuls pada Ruang 3
38

Dari gambar 4.14 s/d 4.16 bahwa pada ruang 1 sampel data
terbanyak mempunyai excess delay sebesar 130 nS, pada ruang 2 sampel
data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 135 nS, dan pada ruang
3 sampel data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 55 nS. Pada
ruang 2, nilai maximum excess delay-nya paling besar, hal ini
dikarenakan pada saat pengukuran ukuran ruang yang digunakan
mengikuti panjang dari ukuran ruang tersebut.
Juga dapat dilihat bahwa semakin luas ukuran suatu ruang maka
maximum excess delay makin besar. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
ruangan yang berdimensi besar, jarak propagasi komponen lintasan
jamak semakin jauh sehingga akan didapatkan maximum excess delay
yang besar.

4.6 HASIL YANG DICAPAI


Pada proyek akhir ini, perhitungan data serta pembuatan tampilan
grafis (Graphical User Interface) dengan menggunakan bantuan suatu
piranti lunak (software) MATLAB 6.5. Matlab adalah suatu pirant lunak
yang dibuat oleh The MathWorks, Inc yang ditujukan untuk bidang
teknik.
Dibawah ini dicantumkan beberapa contoh gambar tampilan GUI
yang mewakili dalam pembuatan proyek akhir ini :

Gambar 4.17 Tampilan splash screen.


39

Gambar 4.18 Tampilan utama

Gambar 4.19 Tampilan Popup Menu (Set-up Pengukuran)


40

Gambar 4.20 Tampilan foto Network Analyzer

Gambar 4.21 Tampilan Popup Menu dan CheckBox


41

Gambar 4.22 Tampilan grafik magnitudo terhadap frekuensi

Gambar 4.23 Tampilan grafik phase terhadap frekuensi


42

Gambar 4.24 Tampilan grafik Distribusi Maximum Exces Delay


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran, perhitungan dan analisa yang dilakukan
pada proyek akhir ini dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Bahwa pada ruang 1 sampel data terbanyak mempunyai excess
delay sebesar 130 nS, pada ruang 2 sampel data terbanyak
mempunyai excess delay sebesar 135 nS dan pada ruang 3 sampel
data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 55 nS.
2. Pada ruang 2 mempunyai nilai excess delay paling besar
dibandingkan dengan ruangan yang lain, hal ini dikarenakan pada
saat pengukuran ukuran ruang yang digunakan mengikuti panjang
dari ukuran ruang tersebut.
3. Bila ditinjau dari maximum excess delay pada masing-masing
tanggapan impuls maka dapat disimpulkan jika semakin besar
dimensi ruang, besar pula maximum excess delay-nya.

5.2 SARAN
Untuk mengembangkan proyek akhir ini lebih lanjut, ada beberapa
saran antara lain :
1. Dalam proyek akhir ini selanjutnya dapat dilakukan pada kondisi
NLOS (Non Light of Sight).
2. Untuk proyek akhir ini selanjutnya dapat dilakukan pengukuran
outdoor.

43
44

-------------------------------halaman ini sengaja dikosongkan----------------


DAFTAR PUSTAKA

[1] Nur Adi Siswandari, “Analisa Korelasi Spatial Popagasi Kanal


Radio 1,7 GHz Dalam Ruang Menggunakan Antena Array Planar
Sintesis”, IES 2003, EEPIS-ITS Surabaya, April 2003.
[2] Rappaport Theodore S., “Wireless Communications – Principles &
Practice”, IEEE Press,1996.
[3] Kuo-Hui Li, “Multipath”, http://users.ece.gatech.edu/, 2000.
[4] Spread Spectrum Scene, “An Introduction to Indoor Radio
Propagation”, http://www.ssm-mag.com/ , 1998.

45
46

-------------------------halaman ini sengaja dikosongkan----------------------


LAMPIRAN A
Tabel Data Pengukuran Besar Frekuensi, Magnitude dan Phase

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
1 1600 -53.215 -167.29
2 1600.5 -53.182 172.74
3 1601 -52.865 153.15
4 1601.5 -52.697 131.87
5 1602 -52.686 111.39
6 1602.5 -52.385 92.988
7 1603 -52.104 71.613
8 1603.5 -52.23 51.254
9 1604 -52.047 30.25
10 1604.5 -51.805 9.87
11 1605 -52.072 -10.422
12 1605.5 -51.721 -30.809
13 1606 -51.752 -50.232
14 1606.5 -51.752 -70.336
15 1607 -51.311 -90.539
16 1607.5 -51.004 -110.16
17 1608 -51.219 -130.16
18 1608.5 -50.604 -147.2
19 1609 -50.811 -170.3
20 1609.5 -50.416 168
21 1610 -50.318 147.59
22 1610.5 -50.164 126.7
23 1611 -49.975 108.43
24 1611.5 -50.029 84.352
25 1612 -49.986 64.273
26 1612.5 -50.041 43.57
27 1613 -49.906 20.338
28 1613.5 -50.113 2.19
29 1614 -50.049 -18.916
30 1614.5 -50.123 -39.988

47
48

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
31 1615 -50.012 -61.771
32 1615.5 -50.146 -81.398
33 1616 -50.234 -101.28
34 1616.5 -50.133 -122.1
35 1617 -50.211 -141.36
36 1617.5 -49.861 -161.52
37 1618 -50.154 177.49
38 1618.5 -49.865 158.25
39 1619 -50.012 136.79
40 1619.5 -50.031 118.86
41 1620 -49.85 97.602
42 1620.5 -49.598 78.422
43 1621 -49.66 55.916
44 1621.5 -49.732 37.111
45 1622 -49.285 17.112
46 1622.5 -49.264 -4.746
47 1623 -49.326 -25.898
48 1623.5 -49.178 -46.766
49 1624 -49.223 -66.812
50 1624.5 -49.275 -89.645
51 1625 -49.35 -111.46
52 1625.5 -49.305 -132.34
53 1626 -49.461 -152.65
54 1626.5 -49.822 -173.28
55 1627 -50.057 165.81
56 1627.5 -50.02 144.09
57 1628 -50.271 125.07
58 1628.5 -50.314 105.69
59 1629 -50.33 85.105
60 1629.5 -50.807 64.516
49

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
61 1630 -50.367 44.863
62 1630.5 -50.58 26.124
63 1631 -50.502 5.641
64 1631.5 -50.498 -14.832
65 1632 -50.383 -34.68
66 1632.5 -50.523 -55.992
67 1633 -50.338 -76.355
68 1633.5 -50.891 -98.289
69 1634 -50.568 -117.71
70 1634.5 -50.672 -138.64
71 1635 -50.74 -158.48
72 1635.5 -51.02 -179.84
73 1636 -50.943 163.88
74 1636.5 -51.291 138.91
75 1637 -51.557 118.05
76 1637.5 -51.727 98.918
77 1638 -51.709 79.477
78 1638.5 -52.191 59.326
79 1639 -52.523 40.723
80 1639.5 -52.846 21.667
81 1640 -52.934 4.206
82 1640.5 -52.799 -15.769
83 1641 -52.463 -31.93
84 1641.5 -52.412 -51.686
85 1642 -52.443 -71.43
86 1642.5 -52.447 -91.273
87 1643 -52.312 -111.34
88 1643.5 -52.707 -129.32
89 1644 -52.594 -150.65
90 1644.5 -52.33 -169.06
50

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
91 1645 -52.764 171.46
92 1645.5 -52.656 150.96
93 1646 -52.643 132.57
94 1646.5 -52.531 111.32
95 1647 -52.732 92.18
96 1647.5 -52.84 71.59
97 1648 -53.037 52.107
98 1648.5 -53.055 36.377
99 1649 -52.809 18.336
100 1649.5 -52.771 -0.868
101 1650 -52.574 -20.761
102 1650.5 -51.994 -38.283
103 1651 -51.754 -58.125
104 1651.5 -51.613 -77.223
105 1652 -51.084 -98.094
106 1652.5 -50.971 -119.92
107 1653 -50.705 -140.5
108 1653.5 -50.635 -160.93
109 1654 -50.76 176.19
110 1654.5 -50.318 155.55
111 1655 -50.512 136.79
112 1655.5 -50.391 115.64
113 1656 -50.24 95.613
114 1656.5 -50.168 72.105
115 1657 -50.389 51.604
116 1657.5 -50.287 34.016
117 1658 -50.348 10.696
118 1658.5 -50.463 -9.694
119 1659 -50.375 -31.674
120 1659.5 -50.688 -51.744
51

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
121 1660 -50.799 -71.832
122 1660.5 -50.604 -89.855
123 1661 -51.031 -111.32
124 1661.5 -50.977 -131.22
125 1662 -50.824 -151.63
126 1662.5 -50.928 -171.52
127 1663 -50.564 169.24
128 1663.5 -50.861 148.13
129 1664 -50.934 128.19
130 1664.5 -50.715 107.51
131 1665 -50.484 86.727
132 1665.5 -50.439 66.422
133 1666 -50.76 44.227
134 1666.5 -50.701 23.934
135 1667 -50.576 3.684
136 1667.5 -50.424 -16.432
137 1668 -50.381 -38.297
138 1668.5 -50.73 -59.686
139 1669 -50.615 -80.914
140 1669.5 -50.867 -101.73
141 1670 -50.975 -122.32
142 1670.5 -51.396 -143.16
143 1671 -51.605 -164.5
144 1671.5 -51.412 173.81
145 1672 -51.795 153.16
146 1672.5 -52.328 134.06
147 1673 -52.213 112.13
148 1673.5 -52.174 93.082
149 1674 -52.572 72.926
150 1674.5 -52.744 53.1
52

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
151 1675 -52.652 31.374
152 1675.5 -53.191 11.417
153 1676 -53.486 -6.207
154 1676.5 -53.598 -24.471
155 1677 -53.652 -47.947
156 1677.5 -54.055 -68.227
157 1678 -54.295 -86.477
158 1678.5 -54.578 -105.35
159 1679 -54.371 -122.68
160 1679.5 -55.289 -143.98
161 1680 -54.486 -163.79
162 1680.5 -54.404 177.07
163 1681 -55.057 157.13
164 1681.5 -55.295 139.61
165 1682 -55.703 120.2
166 1682.5 -55.617 101.28
167 1683 -55.986 82.793
168 1683.5 -55.75 62.91
169 1684 -56.217 46.045
170 1684.5 -56.357 27.103
171 1685 -56.166 9
172 1685.5 -55.486 -7.178
173 1686 -56.311 -31.446
174 1686.5 -54.283 -55.418
175 1687 -55.76 -70.555
176 1687.5 -55.469 -88.059
177 1688 -55.607 -108.86
178 1688.5 -55.959 -126.03
179 1689 -56.285 -145
180 1689.5 -55.65 -167.91
53

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
181 1690 -53.559 173.34
182 1690.5 -56.281 154.59
183 1691 -56.412 134.61
184 1691.5 -56.641 114.66
185 1692 -56.703 97.52
186 1692.5 -56.688 79.609
187 1693 -56.893 60.656
188 1693.5 -56.689 45.145
189 1694 -56.775 26.442
190 1694.5 -56.553 7.42
191 1695 -56.459 -10.764
192 1695.5 -56.125 -26.16
193 1696 -56.381 -45.477
194 1696.5 -55.604 -66.344
195 1697 -55.15 -86.371
196 1697.5 -54.938 -108.11
197 1698 -54.711 -127.63
198 1698.5 -55.055 -148.29
199 1699 -54.832 -168.28
200 1699.5 -54.906 172.38
201 1700 -54.787 153.28
202 1700.5 -54.746 132.88
203 1701 -54.627 112.93
204 1701.5 -54.742 95.047
205 1702 -54.297 74.082
206 1702.5 -53.852 54.914
207 1703 -53.822 35.465
208 1703.5 -53.684 11.627
209 1704 -53.928 -8.528
210 1704.5 -53.352 -29.165
54

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
211 1705 -53.412 -51.369
212 1705.5 -53.678 -71.75
213 1706 -53.779 -91.422
214 1706.5 -53.932 -111.47
215 1707 -53.932 -131.48
216 1707.5 -53.797 -151.78
217 1708 -53.826 -170.29
218 1708.5 -54.059 171.81
219 1709 -53.99 150.3
220 1709.5 -54.039 128.93
221 1710 -54.213 109.78
222 1710.5 -53.916 91.547
223 1711 -54.084 73.039
224 1711.5 -54.357 53.26
225 1712 -54.164 34.498
226 1712.5 -54.258 13.722
227 1713 -54.174 -6.773
228 1713.5 -54.006 -27.354
229 1714 -53.596 -45.482
230 1714.5 -53.598 -65.75
231 1715 -53.701 -86.066
232 1715.5 -53.918 -105.37
233 1716 -53.756 -127.95
234 1716.5 -53.789 -146.99
235 1717 -53.529 -166.75
236 1717.5 -53.848 174.91
237 1718 -54.062 154.15
238 1718.5 -54.059 134.31
239 1719 -54.109 113.62
240 1719.5 -53.883 95.023
55

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
241 1720 -53.533 79.258
242 1720.5 -53.574 57.498
243 1721 -53.365 38.229
244 1721.5 -53 21.877
245 1722 -52.479 -0.834
246 1722.5 -52.686 -21.566
247 1723 -52.66 -41.451
248 1723.5 -52.375 -63.227
249 1724 -52.578 -86.281
250 1724.5 -52.574 -106.47
251 1725 -52.578 -128.63
252 1725.5 -52.92 -148.03
253 1726 -53.082 -169.81
254 1726.5 -53.172 170.96
255 1727 -53.305 151.27
256 1727.5 -53.029 133.79
257 1728 -53.125 114.55
258 1728.5 -53.027 93.73
259 1729 -52.885 72.848
260 1729.5 -52.74 51.994
261 1730 -52.447 31.135
262 1730.5 -52.594 9.458
263 1731 -52.68 -11.851
264 1731.5 -52.473 -31.446
265 1732 -52.803 -52.855
266 1732.5 -52.707 -75.359
267 1733 -52.9 -92.566
268 1733.5 -53.266 -113.34
269 1734 -53.273 -134.83
270 1734.5 -53.713 -154.62
56

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
271 1735 -53.883 -175.52
272 1735.5 -53.68 164.21
273 1736 -54.344 146.54
274 1736.5 -55.088 129.73
275 1737 -55.016 111.34
276 1737.5 -55.156 92.516
277 1738 -54.754 75.914
278 1738.5 -54.338 58.479
279 1739 -54.15 40.244
280 1739.5 -53.678 20.426
281 1740 -53.008 2.804
282 1740.5 -53.072 -20.516
283 1741 -52.547 -44.068
284 1741.5 -52.576 -64.617
285 1742 -52.52 -84.656
286 1742.5 -52.242 -106.71
287 1743 -52.66 -126.93
288 1743.5 -52.799 -149.14
289 1744 -52.604 -167.45
290 1744.5 -52.494 170.26
291 1745 -52.773 147.03
292 1745.5 -53.035 127.9
293 1746 -52.662 107.62
294 1746.5 -52.865 88.012
295 1747 -53.041 68.848
296 1747.5 -53.619 47.59
297 1748 -53.477 26.101
298 1748.5 -54.057 5.088
299 1749 -54.225 -13.641
300 1749.5 -54.443 -33.621
57

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
301 1750 -54.74 -52.748
302 1750.5 -54.951 -71.23
303 1751 -54.99 -90.945
304 1751.5 -55.055 -109.02
305 1752 -54.846 -127.35
306 1752.5 -55.01 -146.89
307 1753 -54.57 -162.72
308 1753.5 -54.533 176.14
309 1754 -54.229 159.38
310 1754.5 -53.889 138.52
311 1755 -53.635 118.36
312 1755.5 -53.246 95.852
313 1756 -53.279 74.23
314 1756.5 -53.43 55.891
315 1757 -53.109 34.322
316 1757.5 -53.682 12.74
317 1758 -53.352 -5.82
318 1758.5 -53.721 -28.194
319 1759 -53.658 -48.264
320 1759.5 -54.119 -68.84
321 1760 -54.123 -89.855
322 1760.5 -53.773 -109.92
323 1761 -54.08 -131.63
324 1761.5 -54.248 -154.19
325 1762 -54.25 -174.29
326 1762.5 -54.379 165.21
327 1763 -54.861 144.42
328 1763.5 -55.227 123.96
329 1764 -55.264 104.44
330 1764.5 -55.648 84.117
58

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
331 1765 -56.1 60.584
332 1765.5 -56.379 46.076
333 1766 -56.643 26.243
334 1766.5 -57.178 8.282
335 1767 -57.141 -12.586
336 1767.5 -57.646 -30.33
337 1768 -57.543 -43.412
338 1768.5 -57.453 -63.271
339 1769 -57.396 -79.941
340 1769.5 -57.646 -99.391
341 1770 -58.055 -116.47
342 1770.5 -57.955 -135.26
343 1771 -57.703 -151.77
344 1771.5 -57.678 -166.95
345 1772 -57.938 168.29
346 1772.5 -57.793 158.15
347 1773 -57.26 138.6
348 1773.5 -57.76 121.37
349 1774 -57.119 100.58
350 1774.5 -56.914 84.238
351 1775 -55.811 65.039
352 1775.5 -55.611 47.34
353 1776 -55.25 27.593
354 1776.5 -54.654 6.927
355 1777 -54.154 -14.052
356 1777.5 -54.256 -35.268
357 1778 -53.93 -57.936
358 1778.5 -53.389 -79.918
359 1779 -53.484 -100.96
360 1779.5 -53.861 -120.09
59

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
361 1780 -53.207 -142.94
362 1780.5 -53.381 -165.73
363 1781 -53.117 176.3
364 1781.5 -53.002 152.97
365 1782 -53.055 133.31
366 1782.5 -52.994 112.19
367 1783 -52.973 93.406
368 1783.5 -53.438 71.57
369 1784 -53.086 52.086
370 1784.5 -53.244 31.337
371 1785 -53.338 11.015
372 1785.5 -53.256 -10.557
373 1786 -53.498 -28.723
374 1786.5 -53.469 -49.557
375 1787 -52.645 -69.941
376 1787.5 -52.93 -90.551
377 1788 -53.055 -113.04
378 1788.5 -52.904 -133.84
379 1789 -52.881 -155.37
380 1789.5 -52.898 -176.63
381 1790 -53.057 157.59
60

Jumlah Frekuensi Magnitude Phase


Sampling (MHz) (dB) (derajat)
382 1790.5 -53.186 142.63
383 1791 -53.301 117.94
384 1791.5 -53.254 98.832
385 1792 -53.693 75.977
386 1792.5 -54.053 56.316
387 1793 -54.053 37.279
388 1793.5 -54.586 16.755
389 1794 -55.02 -4.554
390 1794.5 -55.172 -23.227
391 1795 -55.029 -44.326
392 1795.5 -55.639 -61.533
393 1796 -55.617 -82.609
394 1796.5 -55.678 -102.37
395 1797 -55.832 -117.42
396 1797.5 -56.225 -136.12
397 1798 -56.557 -157.82
398 1798.5 -56.018 -176.72
399 1799 -57.432 165.27
400 1799.5 -56.896 146.97
401 1800 -57.168 127.63
LAMPIRAN B
LISTING PROGRAM

ƒ Program untuk tampilan splash


function varargout = depan(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @depan_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @depan_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function depan_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject
guidata(hObject, handles);
gbr=imread('ITS.jpg','jpg');
axis off;
imshow(gbr);

function varargout = depan_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;
t = timer('StartDelay',5,'TimerFcn','close');
start(t)
wait(t)
mumeet1(handles)

61
62

ƒ Program Utama
function varargout = mumeet1(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @mumeet1_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @mumeet1_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function mumeet1_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);

function varargout = mumeet1_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;

function pumUkuran_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)


if ispc
set(hObject,'BackgroundColor','white');
else
set(hObject,'BackgroundColor',get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor
'));
end

function pumUkuran_Callback(hObject, eventdata, handles)

function cbSejajar_Callback(hObject, eventdata, handles)

function cbTegak_Callback(hObject, eventdata, handles)


63

function cbTengah_Callback(hObject, eventdata, handles)

function pumGrafik_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)


if ispc
set(hObject,'BackgroundColor','white');
else
set(hObject,'BackgroundColor',get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor
'));
end

function pumGrafik_Callback(hObject, eventdata, handles)


grafik=get(handles.pumGrafik,'Value');
if((grafik==4) || (grafik==8) || (grafik==11))
set([handles.cbSejajar,handles.cbTegak,handles.cbTengah],'Enable','
Off');
else
set([handles.cbSejajar,handles.cbTegak,handles.cbTengah],'Enable','
On');
end

function pbPlot_Callback(hObject, eventdata, handles)


ukurum=get(handles.pumUkuran,'Value');
switch ukurum
case 1
[data]=prosesq(1,handles);
case 2
[data]=prosesq(2,handles);
case 3
[data]=prosesq(3,handles);
end
grafik=get(handles.pumGrafik,'Value');
aktif=cb(handles);
if((grafik==4)||(grafik==8)||(grafik==11))
aktif=1;
end
if aktif==0
warndlg('Posisi Antena Harus Dipilih Minimal 1','Posisi Belum
Terpilih');
else
save 'semua.mat' 'data' 'aktif' 'grafik' 'ukurum';
64

grapik(handles);
end

function pbExit_Callback(hObject, eventdata, handles)


question_ans = questdlg('Apakah Anda Ingin Keluar.... ???',...
'Close Program Excess Delay','Yes','No','Yes')
if strcmp(question_ans,'No')
Keluar
end
delete(handles.figure1);

function pbClear_Callback(hObject, eventdata, handles)


set([handles.cbSejajar,handles.cbTegak,handles.cbTengah],'Value',0);
guidata(hObject, handles);

function pumGambarFoto_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)


if ispc
set(hObject,'BackgroundColor','white');
else
set(hObject,'BackgroundColor',get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor
'));
end

function pumGambarFoto_Callback(hObject, eventdata, handles)

function pbFoto_Callback(hObject, eventdata, handles)


poto=get(handles.pumGambarFoto,'value');
switch poto
case 1
gbr=imread('na.jpg','jpg');
txt='Network Analyzer Agilent HP-8753ES';
case 2
gbr=imread('komputer.jpg','jpg');
txt='Komputer';
case 3
gbr=imread('discone.jpg','jpg');
txt='Antena disconne';
case 4
gbr=imread('koaxial.jpg','jpg');
txt='Kabel koaksial RG-58';
65

case 5
gbr=imread('ruang3.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 1 (13,8 x 9,2) m';
case 6
gbr=imread('ruang2.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 2 (9,2 x 3,7) m';
case 7
gbr=imread('ruang1.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 3 (4,5 x 3,6) m';
end
save 'foto.mat' 'txt';
photo(handles);
axis off;
imshow(gbr);

function mnuFile_Callback(hObject, eventdata, handles)

function mnuOpen_Callback(hObject, eventdata, handles)


pathname=uigetdir('','Open Directory :');
if (pathname==0)
warndlg('Silahkan Pilih File Directory Dulu','Folder Belum
Terpilih');
else
set([handles.text7,handles.text2,handles.pumUkuran,handles.text3,hand
les.cbSejajar,handles.cbTegak,handles.cbTengah,handles.text4,handles.
pumGrafik,handles.pbPlot,handles.pbClear],'Enable','On');
end
handles.path=pathname;
guidata(hObject, handles);

function mnuExit_Callback(hObject, eventdata, handles)


close all;

function mnuHelp_Callback(hObject, eventdata, handles)

function mnuAbout_Callback(hObject, eventdata, handles)


about(handles);

function aktif=cb(handles)
if (get(handles.cbSejajar,'Value')==1)
66

an1=1;
else
an1=0;
end
if (get(handles.cbTegak,'Value')==1)
an2=1;
else
an2=0;
end
if (get(handles.cbTengah,'Value')==1)
an3=1;
else
an3=0;
end
aktifbin=[num2str(an3) num2str(an2) num2str(an1)];
aktif=bin2dec(aktifbin);

ƒ Program untuk meload data


function [data]=prosesq(m,handles)
c=3e+8;
l=c/1.7e+9;
fs=2e+8;
dly=(20/(0.66*c))+((4+l)/c);
pss=round(dly/5e-9);
co=1;
foldr=handles.path;
ext='S21.txt';
pathname=['\ruang' num2str(m) '\'];

switch m
case 1
n=24;
case 2
n=19;
case 3
n=9;
end

for h=0:n
ps='A'+h;
67

posisi=char(ps);
for n=1:2
index=num2str(n);
filename=[foldr pathname posisi index ext];
d=load(filename);
fr(:,1)=d(:,1);
mag(:,co)=d(:,2);
pha(:,co)=d(:,3);
[mlin(:,co),wind,hfw(:,co),htnorm(:,co),htnormlog(:,co),wtlog,httres(:,c
o),httres2(:,co)]=hitungq(d(:,1),d(:,2),d(:,3));
co=co+1;
end
end

htsrt=sortr(httres2);
maxidly=sort(maksimum(httres2));
maxin=maxidly*1e9;
[a1 a2]=size(maxin);
ite=1;
k=1;
for j=a1+1:a2,
te=maxin(j-1);
if maxin(j)==te
ite=ite+1;
else
temp(k,1)=te;
temp(k,2)=ite;
ite=1;
k=k+1;
end
end
rt=temp(:,1);
rw=temp(:,2);

ma=max(temp(:,2));
f3=find(temp(:,2)==ma);
f3=max(f3);
[a1 a2]=size(maxin);
for i=a1:(f3-1)
temp1(i,:)=temp(i,:);
68

end
tk1=temp1(:,1);
tk2=temp1(:,2);

data{1}=fr;
data{2}=mag;
data{3}=pha;
data{4}=mlin;
data{5}=wind;
data{6}=hfw;
data{7}=htnorm;
data{8}=htnormlog;
data{9}=wtlog;
data{10}=httres;
data{11}=httres2;
data{12}=rt;
data{13}=rw;
data{14}=maxin;
data{15}=tk1;
data{16}=tk2;
save('prosesq');

ƒ Proses untuk menghitung


function
[mlin,wind,hfw,htnorm,htnormlog,wtlog,httres,httres2]=hitung(frek,ma
gn,phas)

n=401;
wind=hamming(n);
f=frek;
m=magn;
p=phas;
mlin=10.^(m/20);
magrec=mlin.*(exp((i*(2*pi/360)*p)));
hf=magrec.*wind;
hfw=abs(hf);
ht=ifft2(hf,n,1);
maks=max(abs(ht));
htnorm=(abs(ht))./maks;
htlog=20*log10(abs(ht));
69

maksi=max(htlog);
htnormlog=htlog-maksi;
wind=hamming(401);
wt=ifft(wind,512);
wt2=ifftshift(wt);
wt3=20*log10(abs(wt2));
mwt=max(wt3);
wtlog=wt3-mwt;

hsl=htnormlog;
for k=1:401,
treshold -40dB
if (hsl(k) <= -40)
tres(k)=-40;
else
tres(k)=(hsl(k));
end
end

httres=tres';
httres1=10.^(httres/20);
httres2=zeros(401,1);
for a=1:401
if(httres1(a,1)==1)
for b=a:(401-a)
if(httres1(b,1)>0.01)
httres2(b,1)=httres1(b);
else
continue;
end
end
end
end
save('hitung');

ƒ Proses untuk menyortir data


function htexp=sortr(httres)
[m,n]=size(httres);
indx=1;
70

c=3e+8;
l=c/1.7e+9;
fs=2e+8;
dly=(20/(0.66*c))+((4+l)/c);
pss=round(dly/5e-9);

for i=1:n
if(httres(pss,i)==1)
if((httres(pss,i)~=0)&&(httres(pss+1,i)~=0)&&(httres(pss+2,i)~=0))
htexp(:,indx)=httres(:,i);
indx=indx+1;
end
else
continue;
end
end
save('sort');

ƒ Proses untuk mencari nilai maximum excess delay


function maxdly=maksimum(httres2)
[m,n]=size(httres2);
p=402;
for u=1:n
for t=1:401
if (httres2((p-t),u)~=0)
maxdly(u)=((p-t)-23)*5e-9;
break;
end
end
end

ƒ Program untuk menampilkan grafik hasil pengukuran


function varargout = grapik(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @grapik_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @grapik_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
71

if nargin & isstr(varargin{1})


gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function grapik_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);

function varargout = grapik_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;
load('semua.mat');
switch ukurum
case 1
co1=2; %data mulai 1-16 RUANG 1
co2=17; %data mulai 17-34
co3=41; %data mulai 35-50
case 2
co1=14; %data mulai 13-26 RUANG 2
co2=2; %data mulai 1-12
co3=30; %data mulai 27-40
case 3
co1=2; %data mulai 1-6 RUANG 3
co2=8; %data mulai 7-14
co3=20; %data mulai 15-20
end

c=3e+8;
wty=-256:1:255;
lamda=c/1.7e+9;
fs=2e+8;
dly=(20/(0.66*c))+((4+lamda)/c);
t=1:401;
tm=t./fs;
tdly=(tm-dly)*1e9;
72

th=(1/200e6)*1e9;
antn1=' -> Sejajar dinding';
antn2=' -> Tegak Lurus dinding';
antn3=' -> Di Tengah ruang';

if(grafik<=5)
horis=data{1};
else if(grafik==8)
horis=wty;
else
horis=tdly;
end
end

if((grafik==4) | (grafik==8) | (grafik==11))


aktif=1;
co1=1;
antn1='';
end

if(grafik==3)
data{grafik+1}(:,co1)=data{grafik+1}(:,co1).*(10^4);
data{grafik+1}(:,co2)=data{grafik+1}(:,co2).*(10^4);
data{grafik+1}(:,co3)=data{grafik+1}(:,co3).*(10^4);
end

switch grafik
case 1
judul='Magnitudo dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='dB';
case 2
judul='Phase dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Sudut {\theta}';
case 3
judul='Magnitudo dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Amplitudo Linier 10e-4';
73

case 4
judul='Window Hamming dengan panjang 401';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Amplitudo';
case 5
judul='{\itTransfer Function} estimasi';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Tegangan (v)';
case 6
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu';
sbx='Waktu(ns)';
sby='Amplitudo Linier';
case 7
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 8
judul='Window Hamming domain waktu';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 9
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu {\it(thresholded)}';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 10
judul='Binning dan {\itMaximum Excess Delay}';
sbx='Waktu (ns)';
sby='Amplitudo ternormalisasi';
case 11
judul='Distribusi Maximum Excess Delay';
sbx='Maximum Excess Delay (ns)';
sby='Jumlah Sampel';
end

if (grafik==11)
switch ukurum
case 1
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
74

bar(data{12},data{13});
axis([90 200 0 6]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
case 2
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
bar(data{15},data{16});
axis([100 150 0 6]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
case 3
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
bar(data{12},data{13});
axis([40 80 0 4]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
end
else

grfik=grafik+1;
switch aktif
case 1
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 100 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
75

else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
else if(grafik==8)
axis([-25 25 -60 0]);
end
end
end
case 2
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby)
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 3
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
76

axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 4
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby)
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 5
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
77

axis([-10 100 -40 0]);


end
end

axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 6
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end

axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
78

else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 7
set([handles.axes4,handles.axes5,handles.axes6],'visible','on');
axes(handles.axes4);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end

axes(handles.axes5);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end

axes(handles.axes6);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
79

axis([-10 150 0 1]);


text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
end
end

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


close;

function plotku(horis,sumbuy,judul,antn,sbx,sby)
plot(horis,sumbuy)
title([judul antn]);
xlabel(sbx);
ylabel(sby);
grid;

function stemku(horis,sumbuy,judul,antn,sbx,sby)
stem(horis,sumbuy)
title([judul antn]);
xlabel(sbx);
ylabel(sby);

ƒ Program untuk menampilkan hasil dari Set-Up Pengukuran


function varargout = photo(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @photo_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @photo_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
80

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function photo_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
load('foto.mat');
set(handles.text1,'string',txt);

function varargout = photo_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


close;

ƒ Program tentang data pribadi


function varargout = about(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @about_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @about_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function about_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
81

potoku=imread('photo.jpg','jpg');
axis off;
imshow(potoku);

function varargout = about_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;
82

------------------------------halaman ini sengaja dikosongkan----------------


RIWAYAT HIDUP

Penyusun lahir di Surabaya, pada tanggal 16 Maret


1985. Sebagai anak keempat dari 4 bersaudara dari
seorang ayah bernama (Alm) M. Said dan ibu bernama
Maimunatun. Saat ini bertempat tinggal di Bagong
Ginayan II/2, Surabaya.

Riwayat pendidikan formal yang pernah ditempuh:


• SD DAPENA Surabaya (1991-1997)
• SLTP Negeri 12 Surabaya (1997-2000)
• SMU Negeri 9 Surabaya (2000-2003)
• D3 Jurusan Telekomunikasi, Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya (ITS) (2003-2006)

Pada tanggal 1 Agustus 2006 mengikuti Seminar Proyek Akhir sebagai


salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya (A.Md.) di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya (ITS).

You might also like