You are on page 1of 15

UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM

NAMA NIM GOL / KELOMPOK ANGGOTA:

: PRATAMA PUBRIYANTO P : 081510501006 : 2/4 1. WILIS CAHYA P 2. HIDRYILA A 3. ARIF AL FARISIH 4. IBNU DANUR S (081510501002) (081510501023) (081510501059) (081510501104) TELAH MENGALAMI

ACARA

: PENGARUH PERLAKUAN PRIMING PADA BENIH YANG KEMUNDURAN

TANGGAL PRAKTIKUM

: 08 APRIL 2011

TANGGAL PENYERAHAN : 22 APRIL 2011 ASISTEN : 1. ARIFIN ZAID 2. SYAIFUL AMIN 3. ANJAR RAHMADANI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemunduran benih atau turunnya mutu benih yang diakibatkan oleh kondisi penyimpanan dan kesalahan dalam penanganan benih, merupakan masalah yang cukup utama dalam pengembangan tanaman khususnya tanaman juwawut. Kemunduran benih merupakan proses mundurnya mutu fisiologis benih yang menimbulkan perubahan menyeluruh dalam benih baik secara fisik, fisiologis, maupun biokimia yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih. Kadar air benih merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi benih dalam penyimpanan. Kadar air benih yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas benih, begitu juga sebaliknya, kadar air benih terlalu rendah 3%5% dapat menyebabkan penurunan laju perkecambahan benih, benih menjadi keras, sehingga pada waktu dikecambahkan benih tidak dapat berimbibisi dan dapat menyebabkan kematian embrio. Untuk mengatasi permasalahan kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun oleh faktor kesalahan dalam penanganan benih, perlu dilakukan dengan metode priming. Priming merupakan metode mempercepat dan menyeragamkan perkecambahan, melalui pengontrolan penyerapan air sehingga perkecambahan dapat terjadi. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan. Selama priming keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi. Jenis priming yang sangat umum adalah osmoconditioning dalam hal ini benih direndam dalam larutan dengan tekanan osmosis tinggi biasanya Polyethylene Glycol (PEG). Hal ini karena PEG merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan yang mampu mengikat air. Dalam hal uji daya kemunduran ini di gunakan metode metode yang dapat mengukur usaha untuk merangsang perkecambahan benih yang telah mengalami kemunduran yang dapat dilakukan dengan priming. Priming adalah perlakuan benih melalui pengendalian masuknya air ke dalam benih dengan menempatkan benih dalam udara lembab, media lembab atau larutan yang bertekanan osmotik tinggi.

Metode ini mengasumsikan bahwa benih yang diberi perlakuan ini agar mampu mendorong proses metabolisme benih sehingga benih lebih cepat dan serempak dalam berkecambah. Praktikum ini mengkaji tentang pengaruh perlakuan priming pada benih yang telah mengalami kemunduran yang merupakan permasalahan dalam proses budidaya tanaman. Perlakuan ini memungkinkan peningkatan perkecambahan dengan perlakuan priming disertai dengan permulaan reaksi biokimia selama proses imbibisi benih yang dapat meningkat dengan aktivitas aktivitas enzim yang terdapat di dalam benih. Hingga saat ini perlakuan ini mempunyai peranan yang besar bagi para produsen benih untuk meningkatkan perkecambahan benih yang telah mengalmi kemunduran sehingga perubahan senyawa senywa cadangan makanan yang berfungsi sebagai bahan sumber energi utama dalam metabolisme benih. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlakuan ini priming ini dapat berguna sebgai salah satu pendorong agar benih tidak mengalmi kemunduran yang dapat berdampak pada kualitas dan kuantitas mutu benih. Selain itu mutu ini sangat dipengerahui oleh cara penanganan dan penyimpanan benih tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Pada umumnya kemunduran benih merupakan turunnya mutu benih dari tingkat tinggi ke tingkat lebih rendah, kemunduran ini dapat ditunjukkan melalui perubahan fisik, fisiologis, dan biokimia yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya viabilitas dan vigor benih. Di sisi lain pemulia tanaman menciptakan benih yang dapat bersifat unggul dan tahan terhadap serangan OPT dan belum juga dapat dipastikan kemampuan dari benih yang diciptakan tersebut. Namun faktor ini tidak ditunjang dengan sarana dan prasaran yang memadai sehingga dapat berdampak pada para petani yang tidak paham betul apakah benih yang digunakan tersebut tidak mengalmi kemunduran. Oleh karena itu praktikum kali ini dilakukan untuk menguji benih dengan memberikan perlakuan priming pada benih yang mengalami kemunduran dengan cara mengecambahkan dengan metode secara langsung yaitu uji kertas di gulung didirikan dalam plastik ( UKDdp ).

1.3 Tujuan Tujuan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh beberapa perlakuan priming terhadap viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran dengan cara pengusangan. Pengusangan ini dilakukan dengan memperlakukan benih melalui pengendalian masuknya air kedalam benih dengan media yang lembab dan bertekanan osmotik tinggi.

1.4 Manfaat Hasil praktikum ini nantinya dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perlakuan priming terhadap benih yang telah mengalami kemunduran ketahanan benih dimana pada benih yang mengalami kemunduran senyawa senyawa cadangan makanan sehingga kekurangan energi karena terjadinya perombakan senyawa makro seperti lemak, karbohidrat, dan gula yang nantinya dapat berpengaruh pada mutu dari benih itu sendiri.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Priming Kadar air benih merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi benih dalam penyimpanan. Kadar air benih yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas benih, begitu juga sebaliknya, kadar air benih terlalu rendah 3%5% dapat menyebabkan penurunan laju perkecambahan benih, benih menjadi keras, sehingga pada waktu dikecambahkan benih tidak dapat berimbibisi dan dapat menyebabkan kematian embrio. Untuk mengatasi permasalahan kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun oleh faktor kesalahan dalam penanganan benih, perlu dilakukan dengan metode priming. ( Kuswanto,1996 ) Priming merupakan metode mempercepat dan menyeragamkan perkecambahan, melalui pengontrolan penyerapan air sehingga perkecambahan dapat terjadi. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan. Selama priming keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi. Jenis priming yang sangat umum adalah osmoconditioning dalam hal ini benih direndam dalam larutan dengan tekanan osmosis tinggi biasanya Polyethylene Glycol (PEG). Hal ini karena PEG merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan yang mampu mengikat air.( Zanzibar, 2010 ) Conditioning merupakan perbaikan fisiologis dan biokimia dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh potensial osmotik rendah, yang bertujuan mempercepat perkecambahan, menyerempakkan perkecambahan, memperbaiki presentase perkecambahan dan penampakan di lapang. Perlakuan benih melalui osmoconditioning atau priming ternyata meningkatkan kemampuan benih, penampilan, keseragaman, dan hasil tanaman. Polyethylene Glycol (PEG) adalah salah satu senyawa yang digunakan dalam priming dimana PEG mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi dan hidrasi benih. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa priming dengan air dan PEG mampu meningkatkan daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih mutu sedang dan mutu rendah, mempercepat fase pertumbuhan

vegetatif dan generatif, serta mampu meningkatkan komponen hasil, dan mutu benih yang dihasilkan. ( Kamil, 1979 ) 2.2 Viabilitas Benih (true seed) adalah bagian dari tanaman yang berasal dari peleburan inti sel gamet jantan dengan sel gamet betina. Benih ini jika digunakan bukan untuk perbanyakan, maka disebut sebagai biji. Jadi pengertian benih secara fungsional adalah bagian dari tanaman yang digunakan untuk perbanyakan, sedangkan secara struktural benih diartikan sebagai bagian dari tanaman yang berasal dari peleburan inti sel gamet jantan dengan sel gamet betina (pembuahan). Meskipun benih adalah salah satu bagian kecil dari tanaman, tetapi sangat bernilai tinggi bila dilihat dari sisi fungsinya. Tanpa benih, keberlangsungan suatu tanaman/tumbuhan tidak akan ada, sehingga mutu dan kualitas benih benar-benar perlu diperhatikan. Mutu benih adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh benih, yang menunjukkan kemampuan untuk memenuhi standar yang ditentukan. mutu benih adalah sejumlah atribut dan kerakter benih yang ditunjukkan secara individual atau kelompok.( Syahrir. 2000 ) Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan oleh proses pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya. Penurunan viabilitas sebenarnya merupakan perubahan fisik, fisiologis, dan biokimia yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya viabilitas benih. Salah satu gejala biokimia pada benih selama mengalami penurunan viabilitas adalah terjadinya perubahan kandungan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai bahan sumber energi utama. Dalam keadaan ini benih mempunyai persediaan sumber energi karena terjadi perombakan senyawa makro seperti lemak dan karbohidrat menjadi senyawa metabolik lainnya. (Lakitan, 1993). 2.3 Larutan sebagai osmoconditioner Larutan mengandung senyawa senyawa yang dapat meningkatkan aktivitas enzim contohnya saja PEG. Polyethylene Glycol (PEG) merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polimer dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran bobot molekul yang luas. Polyethylene glycol juga merupakan salah satu jenis osmotikum

yang biasa digunakan untuk menstimulasi kondisi kekeringan. Ciri-ciri PEG yaitu akan menjadi kental jika dilarutkan, tidak berwarna dan berbentuk putih. Sedangkan PEG mempunyai sifat-sifat diantaranya : 1) Larut dalam air, 2) Tidak larut dalam ethyleter, hexane, dan ethylene glycol, 3) Tidaklarut dalam air yang memiliki suhu tinggi, 4) Tidak beracun dan 5) Digunakan sebagai agen seleksi sifat ketahanan gen terutama gen toleran terhadap kekeringan. ( Michel, 1988 ) PEG jugadisebut sebagai Polyethyleneoxide (PEO), Polyoxyethylene (POE) dan Polyoxirane. Polyethylene Glycol bersifat larut dalam air dan menyebabkan penurunan potensial air. Besarnya penurunan air sangat bergantung pada konsentrasi penurunan berat molekul PEG. Keadaan seperti ini dimanfaatkan untuk simukasi penurunan potensial air. Potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michael dan Kauffmann 1973 dalam Sofinnoris, 2010). Beberapa kelebihan dari PEG yaitu mempunyai sifat dalam proses penyerapan air, sebagai selective agent diantaranya tidak toksik terhadap tanaman, larut dalam air, dan telah digunakan untuk mengetahui pengaruh kelembaban terhadap perkecambahan biji budidaya, bisa masuk ke dalam sel (intraseluler) dan juga dapat digunakan sebagai osmotikum pada jaringan, sel ataupun organ. Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah, senyawa PEG mampu mengikat air. Besarnya kemampuan larutan PEG dalam mengikat air bergantung pada berat molekul dan konsentrasinya. (Murray and Wilson, 1987)

BAB III. METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Teknologi Benih Tentang Pengaruh Perlakuan Priming Pada Benih Yang Telah Mengalami Kemunduran Dilaksanakan Pada Hari Jumat Tanggal 8 April 2011 Pukul 07.00 WIB Di Laboratorium Teknologi Benih Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan 1. Benih kedelai atau padi atau jagung 2. Urine kambing 3. GA 3 dan NAA 3.2.2 Alat 1. Substrat kertas merang 2. Pinset 3. Alat pengecambah 3.3 Cara Kerja 1. Menyiapkan benih kedelai atau jagung
2. Mengusangkan benih dalam incubator yang bisa diatur suhunya 40-42
0

kelembapan nisbi 90-100% selama 7 atau 14 hari 3. Menyiapkan urine kambing yang berasal dari kambing (goat) dengan diberi pakan khusus hijauan. Urine ini mengandung GA 938 ppm dan auxin 356 ppm, kemudian disimpan selama 1 minggu. Membuat larutan urine kambing dengan konsentrasi 300 ppm. 4. Urine kambing dapat diganti dengan membuat larutan GA3 dicampur NAA masing-masing dengan konsentrasi 100 ppm dan 50 ppm. 5. Melakukan perlakuan priming pada benih yang tanpa dan telah diusangkan dengan cara: a. b. Benih tanpa perlakuan priming (control) Benih direndam dalam air selama 3 jam

c.

Benih direndam dalam urine kambing 300 ppm selama 2 jam atau dengan GA3+NAA masing-masing 100 ppm dan 50 ppm selam 3 jam.

Setelah itu benih dicuci dengan air dan dikering anginkan sampai kesap, kecuali control. 6. Menanam benih masing-masing sebanyak 25 butir dalam substrat kertas dengan metode pengujian UKDdp yang terlebih dahulu dibasahi dengan air. 7. Meletakkan substrat kertas tersebut dengan cara didirikan pada alat pengecambah dan menjaganya agar substrat tidak kering. 3.4 Rancangan Evaluasi Menganalisis hasil percobaan menggunkan Rancangan Acak Lengkap (RCL), dengan enam macam kombinasi perlakuan priming dalam tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi viabilitas potensial benih, vigor kekuatan berkecambah dan pertumbuhan kecambah yang masing-masing dengan tolak ukur daya berkecambah, keserempakan berkeambah, panjang akar dan batang kecambah. Penilaian keserempakan berkecambah dilakukan dengan menghitung presentase kecambah normal kuat pada hari ke-4 (4x24 jam), daya berkecambah dengan mwnghitung kecambah normal pada haari ke-5 (5x24 jam). Pertumbuhan kecambah diukur pada hari ke-5 diantaranya panjang akar mulai dari leher akar sampai ujung akar dan tinggi kecambah mulai dari leher akar sampai ujung kecambah. Membandingkan hasil evaluasi viabilitas benih pada masing-masing perlakuan, memberikan kesimpulan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Praktkum Dari praktikum kali ini di dapatkan hasil sebagai berikut : Perkecambahan (%) Hari ke-4 Perlakuan Tanpa diusang kan Kontrol Air Urine UL 1 1 1 1 1 1 Normal kuat 16% 20% 4% 48% 20% 8% Mati 82% 80% 96% 52% 80% 92% Normal 16% 20% 4% 40% 20% 8% Hari ke-5 Abnormal 8% 0% 4% 8% 0% 4% Mati 76% 80% 92% 52% 80% 88%

Pertumbuhan kecambah PA 1 cm 1 cm 1,5 cm 1 cm 1,5 cm 1,5 cm

Diusang Kontrol Air kan Urine

4.2 Pembahasan Dari tabel hasil di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan kecambah yang tanpa diusangkan dengan yang diusangkan. Pada hari ke 4 dengan beberapa perlakuan yakni kontrol, pemberian air, serta pemberian urin kambing. Pada kontrol tingkat perkecambahannya sangat baik yakni 16 % benih normal, dengan pemberian air yakni 20 % dengan benih normal, sedangkan dengan pemberian urin yakni 4 % dengan benih normal. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian air dimana pemberian ini dapat meningkatkan benih yang telah mengalami kemunduran karena pemberian air ini merangsang kerja enzim enzim yang terdapat pada benih untuk kembali beraktivitas melakukan metabolismenya. Sedangkan untuk yang urin kambing pada hari ke 4 hanya sedikit yang tumbuh, hal ini dapat berarti urin kambing dapat menciptakan tekanan osmotik yang tinggi sehingga benih hanya dapat berkecambah dengan presentase 4 % dibandingkan dengan yang air dengan presentase 20 %. Untuk yang di usangkan dapat dilihat pula bahwa pada kontrol tingkat perkecambahannya yakni 48 %, dengan pemberian air yakni 20 %, sedangkan dengan pemberian urin kambing yakni 8 %. Hal ini berarti bahwa pada saat benih di usangkan kadar air benih menurun sehingga pada saat di kecambahkan yang kontrollah yang dapat tumbuh baik, dibandingkan dengan pemberian air dan urin,

dimana pada pemberian urin ini seperti keterangan di atas dapat membuat benih tercekam sehingga proses metabolisme benih tidak berlangsung dengan baik. Dapat di tunjukkan dengan grafik sebagai berikut : Grafik 1.1 Perkecambahan Pada Hari ke 4

Kemudian dari tabel pada pengamatan hari ke 5 dengan perlakuan yang sama dapat diketahui bahwa pada perlakuan tanpa di usangkan yakni untuk perlakuan kontrol dapat dilihat bahwa benih normal yang tumbuh sekitar 16 % sedangkan yang abnormal 8 %, kemudian untuk perlakuan air dapat dilihat bahwa benih yang normal yakni sekitar 20 % sedangkan benih yang abnormal sekitar 0 %, sedangkan untuk yang pemberian urin benih yang normal 4 % dan ayang abnormal sekitar 4 %. Kemudian untuk perlakuan yang benih diusangkan yakni untuk perlakuan kontrol benih yang normal menurun menjadi 40 % dan abnormalnya 8 %. Kemudian untuk pemberian air dimana benih yang normal yaitu 20 % dan abnormalnya 0 %, sedangkan untuk yang pemberian urin dapat dilihat bahwa benih yang normal sekitar 8 % dan abnormalnya 4 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada pengamatan hari ke 5 tidak ada perubahan yang signifikan dimana perkecambahan benih yang normal pada masing masing perlakuan tingkat perkecambahannya tetap, namun pada perlakuan kontrol dengan yang diusangkan menurun dari 48 % menjadi 40 %. Menurut literatur

dimana Sehingga dapat diketahui bahwa faktor faktor lain dapat mempengaruhi misalnya masih menempelnya larutan priming pada benih sehingga tingkat perkecambahannya menurun atau media yang digunakan yakni dengan substrat kertas merang, dan lain lain. Dari hasil itu dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Grafik 1.2 Perkecambahan Pada Hari Ke 5

Priming

merupakan

metode

mempercepat

dan

menyeragamkan

perkecambahan, melalui pengontrolan penyerapan air sehingga perkecambahan dapat terjadi. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan dan memperbaikan perkecambahan, fisiologis dan biokimia dalam benih selama penundaan presentase perkecambahan oleh potensial osmotik rendah, yang bertujuan mempercepat menyerempakkan perkecambahan, memperbaiki perkecambahan dan penampakan di lapang. Dari literatur tersebut berbeda dengan hasil yang di dapatkan karena perlakuan priming ini hanya dapat mengecambahkan sekitar 4 % untuk benih yang tanpa diusangkan dan 8 % untuk benih yang diusangkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pencucian benih sebelum benih di letakkan pada media usbstrat kertas merang atau media yang digunakan tidak baik

sehingga menyebabkan perubahan komposisi bahan kimia yang menyebabkan penurunan kinerja metabolisme dalam benih. Pada urin kambing mengandung giberelin dan auksin dimana hormon ini digunaka oleh tumbuh tumbuhan untuk melakukan proses metabolismenya yakni pemanjangan akar, perluasan lebar daun serta pembantu dalam hal mensistesis enzim enzim lain. Giberelin dan auksin ini merupakan zat pengatur tumbuh ( ZPT ) yang banyak digunakan dalam pembudidayaan tanaman karena hormon hormon inilah yang banyak dijumpai dan banyak terdapat pada makhluk hidup lain misalnya hewan. ZPT digunakan untuk merangsang pertumbuhan tanaman agar dapat berkembang dan tidak mengalami penurunan serta pada benih dapat mencegah benih untuk mengalami kemunduran oleh sebab itu perlunya ZPT untuk merangsang benih agar dapat berkecambah dengan baik, dan tumbuhnya serempak yang mana akan mempengaruhi mutu dari benih itu sendiri. Pada urin kambing yang sedang hamil dimana pada saat itu asupan makanan yang meraka makan dapat menhasilkan hormon hormon yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman misalnya Auksin, Giberelin, Nitrogen, Fosfor, serta Kalium yang berasal dari makanan yang mereka makan yaitu rumput rumputan. Sehingga pada urin kambing ini dapat digunakan sebagai Zat Pengatur Tumbuh pada tanaman karena kandungan senyawa senyawa di dalamnya dapat merangsang pertumbuhan tanaman secara cepat dan serempak seperti halnya dengan pemberian pupuk namun urin ini tidak mengandung senyawa anorganik yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena sifat urin ini adalah organik.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Perlakuan priming yang beik adalah pada pemberian air dari pada pada pemberian urin kambing 2. Perlakuan urin kambing seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan perkecambahan dibandingkan dengan pemberian air karena pada urin kambing mengandung senyawa senyawa organik.
3. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat

mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan dan memperbaikan fisiologis dan biokimia dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh potensial osmotik rendah, yang bertujuan mempercepat perkecambahan, menyerempakkan perkecambahan, memperbaiki presentase perkecambahan dan penampakan di lapang.
4. Pada urin kambing yang sedang hamil mengandung senyawa senyawa yang

dapat meningkatkan aktifitas enzim enzim sehingga dapat merangsang metabolisme pertumbuhan benih. 5.2 Saran Sebaiknya dalam melakukan praktikum kali ini pemberian perlakuan priming sebaiknya menggunakan larutan PEG sehingga dapat memberikan asumsi bahwa benar larutan tersebut dapat mendorog kegiatan metabolisme benih sehingga benih lebih cepat dan serempak dalam berkecambah.

DAFTAR PUSTAKA Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Padang : angkasa raya. Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi Produksi Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta.Penerbit andi. Lakitan, B. 1993. Dasar Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Michel, B. E,.1988. Evaluation of WaterPotentials of Polyethylene Glycol 8000 both in the Absence and Presence of other Solutes. Plant Physiol 72: 66-70 Murray, A.G. and D.O. Wilson Jr,.1987. Priming on Seed for Improved Vigor. Bull. Agric.Exp. Station. University of Idaho : 677 : 55-77 Syahrir. 2000. Pengaruh Lama Perendaman dan Lama Konsentrasi GA3 Terhadap Perkecambahan Biji Palem Raja. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UNIBRAW Malang. Zanzibar, M. 2010. Peningkatan mutu fisiologis benih suren Dengan cara priming. Peneliti Madya/IVc Bidang Silvikultur pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan - Bogor, Badan Litbang Kehutanan.

You might also like