You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menabung merupakan aktiIitas yang dilakukan oleh manusia sebagai upaya untuk
menyimpan uangnya agar aman. Zaman dahulu manusia menabung di bawah
bantal, di bawah kasur, ataupun diletakkan di salah satu sudut bagian rumah.
Perkembangan peradaban manusia membawa jalan pikiran manusia untuk
membuat aktivitas menabung berpindah tempat tidak lagi hanya di lingkungan
rumah, namun telah berpindah ke sebuah lembaga yang di anggap berpotensi untuk
menjaga uangnya agar aman. Lembaga tersebut biasa dikenal oleh masyarakat
sekarang ini dengan sebutan BANK.
Awalnya bank hanya berperan sebagai tempat menyimpan uang agar aman dari
pencurian ataupun terjadinya musibah baik alam maupun karena ulah tangan
manusia yang tidak dapat diprediksa kehadirannya.
Sebagai tempat menabung. Bank juga berIungsi sebagai tempat meminjam untuk
modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan konsumtiI manusia seperti
rumah dan kendaraan bermotor. Bank juga berperan sebagai tempat investasi masa
depan bagi nasabahnya.
Sejak lama masyarakat mengenal bank hanya sebagai sebuah institusi yang dapat
memberikan keuntungan lebih ketika mereka menyimpan uang di bank, yaitu
berupa bunga (interst). Sejak lama masyrakat mengganggap bahwa bunga bank
yang mereka peroleh adalah hal yang wajar dan patut mereka peroleh manakala
mereka menyimpan uangnya di bank. Bahkan, tak jarang lomba banjir hadiah yang
diiming-imingkan kepada nasabah dimaksudkan sebagai slah satu cara untuk
menarik minat masyarakat menjadi nasabah di bank tersebut.
Sayangnya, tanpa pernah di sadari sebenarnya bunga (interest) bank ini termasuk
praktek kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan oleh para rentenir yang selanjutnya
dipraktekkan oleh dunia perbankan dengan lebih proIesional.
Memperoleh imbalan bunga dengan menyimpankan uangnya di bank sama saja
dengan menggandakan uang tanpa disertai dengan usaha produktiI yang dilkukan
dengan jelas dan transparan, padahal sebenarnya dagangan. Uang dalam tinjauan
ajaran islam hanya berIungsi sebagai alat tukar terhadap aktivitas transaksi yang
dilakukan oleh masyrakat. Dalam hal ini masyarakat tidak lagi harus pusing
mimikirkan barang apa yang mereka butuhkan. Dahulu cara seperti ini biasa
dikenal dengan sistim barter.
Saat ini, ada cara lain yang membuat masyarakat tetap bisa merasa aman
menyimpan uangnya dibank, yaitu dengan menikmati bagi hasil dari uang yang
mereka simpan di bank. Bagi hasil tidak sama dengan bunga.
Menabung pada dasarnya membrikan kesempatan pada bank sebagai lembaga
keuangan keungan untuk mengelola uang nasabah dengan baik pada sektor
sektor usaha yang benar dan jelas. Artinya, nasabah dalam hal ini berperan sebagai
pihak pemilik uang. Sedang bank sebagai pihak peminjam.
Bila diterapkan bunga, maka sejak awal perjanjian, pihak pemilik uang telah
menetapkan seberapa besar pihak peminjam harus mengembalikan uangnya
dengan nilai yang tentu saja menjadi lebih tinggi dari jumlah uang yang ia
pinjamkan. Disinilah letak kdazaliman yang dari jumlah yang ia pinjam, ataupun
sebaliknya bisa terjadi ketimpangan pembagian keuntungan yang tidak merata
antara pihak pemilik dan dengan pihak peminjam.
Berbeda denga sistem bagi hasil yang diterapkan perbankan syariah, antara pihak
pemlik dana (nasabah) dengan pihak yang akan mengelola uangnya (bank) terdapat
adanya kesepakatan berapa bagi hasil yang dijalankan dan memperoleh
keuntungan. Disini, semua pihak yang melakuakan kerja sama bagi hasil akan
memperoleh haknya untuk mendaptkan baginya masing masing sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.






BAB II
MASALAH


Kita sudah mendengar mengenai sistem baru dunia perbankan selain dari
perbankan konvensional yakni perbankan syariah. Perbankan syariah adalah
perbankan yang berdasarkan pada syariat-syariat islam. Perbankan ini sudah sangat
berkembang di Indonesia dan perbankan di dunia.
Oleh sebab itu penulis dalam makalah ini ingin lebih mengupas mengenai sistem
yang berlaku diperbankan syariah yang disebut sistem bagi hasil, lalu seperti apa
sistem bagi hasil tersebut ?
Penulis juga ingin sedikit menjelaskan mengenai perbedaan dari beberapa sistem
ekonomi dunia yakni sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis, dan sistem
ekonomi syariah.
Dalam makalah ini pula penulis ingin lebih mendalami mengenai produk-produk
apa saja yang dihasilkan dari perbankan syariah.
Kemudian penulis juga ingin menjelaskan sedikit gambaran mengenai
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.










BAB III
LANDASAN TEORI dan
SISTEM EKONOMI SYARIAH

II.a Landasan Teori
Landasan teori perbankan syariah adalah Al-Qur`an dan Hadist:
4 JUAL BELI (Perdagangan)

'Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
(QS. Al Baqarah |2| : 275)
'Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil
(QS. Al.An`am |6| : 165)
'Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan
neraca yang benar, itulah yang lebih utama dan lebih Baik akibatnya
(QS. Al-Isra` |17| : 35)

4 AS SALAM (Membeli Tapi Menerima Barang Kemudian)

'Aku bersaksi bahwa As SalaI (As Salam) yang dipinjam untuk jangka waktu
tertentu benar benar telah dihalalkan oleh Allah dalam kitabullah dan beriman,
apabila kamu berutang untuk waktu yang ditentukan, hendaknya menuliskan
dengan benar
(QS. Al Baqarah |2| : 282)
'Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu
(HR. Ahmad dan Muslim)

4 RIBA

'Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu, kamu tidak
berbuat zalim dan tidak pula dizalimi
(QS. Al Baqarah |2| : 279)
'Allah melaknat pemakai riba, yang memberinya, para saksinya , dan pencatatnya
(HR. Bukhari dan Muslim)
'Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertawakallah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi
(QS. Ali Imran |3| : 130)

4 QIRADH (Pinjaman)

'Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan
waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui)
(QS. Al-Baqarah |2| : 280)

4 RAHN (GADAI)

'Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis. Hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang mengutangkan). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercyai itu menunaikan amanat
(utang)nya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan Tuhannya`
(QS. Al Baqarah |2| : 238)

4 QIRADH (PINJAMAN)

'Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan
waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagai atau semua
utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
(QS. Al Baqarah |2| : 280)

4 RAHN (GADAI)

'Janganlah pemegang harta gadai menghalangi hak atas barang gadai tersebut dari
peminjam yang menggadaikan. Peminjam berhak memperoleh bagiannya dan bila
di berkewajiban membayar dendanya
(HR.SyaIi`i,Atsram, dan Daruquthni)

4 IJARAH (SEWA BARANG DAN KOMPENSASI JASA)

'Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlangsung suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu
'QS.An-Nisa` |4| : 29)

4 ARIYAH (PINJAMAN)

'Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan takwa dan janganlah
kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan
(QS. Al-Maaidah |5| : 2)

4 WADIAH (BARANG TITIPAN)

'Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberikan amanah kepadamu...
'Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya
'QS. Al-Baqarah |2| : 283)
II.b Sistem Ekonomi Syariah
Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis dan
Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang
berkembang berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak ada diantara sistem
ekonomi yang ada secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian dibanyak
negara. Sistem ekonomi sosialis atau komando hancur dengan buabrnya Uni
Soviet. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal
tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem
ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat
negatiI dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan
negara kaya yang jumlahnya relatiI sedkit semakin kaya.
Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak
terutama di negara negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stilghtz
(2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme
ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada
disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau
kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing.
Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih
menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada kebaikan
itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang negara yang mayoritas
penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang
penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem
ekonomi yang didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.
II.b 1. Perbandingan Paradigma, Dasar dan FilosoIi sistem Ekonomi
Dari penjelasan yang telah diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang
ada, maka ada tiga sistem ekonomi yang utama saat ini, yang diterapkan oleh
negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem sosialis, sistem kapitalis dan sistem
ekonomi syariah. Ke tiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar
dan Iilosi yang berbeda dan bertolak belakang satu dengan yang lain. Perbedaan
yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan IilosoIi ke tiga sistem ekonomi
tersebut terlihat pada Gambar 1.1.
Dari bagan pada Gambar 1.1 terliahat bahwa, untuk sistem ekonomi sosialis,
paradigma yang digunakan adalah Marxis yaitu paradigama yang tidak mengakui
pemilikan secara individual. Semua kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya
ditentukan oleh negara dan didistribusikan secara merata menurut kepenting
negara. Dasar yang digunakan dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, semua anggota
masyarkat merupakan satu kesatuan yang mempunyai kesamaan hak, kesamaan
tanggung jawab dan kesamaan lainnya. Dalam sistem ekonomi sosialis ini, semua
orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang mempunyai paradigma
bahwa, kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar pemikiran yang
digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi yang
digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi yang berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dan akan terus berusaha
memenuhinya sekuat kemampuannya. Individuallisme merupakan IilosoIi yang
digunakan. Dalam hal ini, semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya
sebanyak-banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimiliknya secara penuh.
Faktor-Iaktor produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang
bersangkutan sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, sistem ekonomi syariah mempunyai paradigama bahwa, segala
sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus didasarkan pada Al-Qur`an
dan Hadist atau syariah islam.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali melandasi hukum-hukumnya.
Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya
dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran
agama. Etika agama islam tidak mengarah pada kapitalisme maupun sosialisme
maupun sosialisme. Jika Kapitalisme menonjolkan siIat individualisme dari
manusia, dan Sosialisme pada kolektivitasme, maka Islam menekankan empat siIat
sekaligus yaitu:
1. Kesatuan (unit)
2. Keseimbanga (equilibrium)
3. Kebebasan (Iree will)
4. Tanggung jawab (responsibilty)
Sistem ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun Negara
Kesejahteraan (WelIare State). Berbeda dari kapitalisme karena islam menantang
exsploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang
penumpukan kekayaan. 'kecelakaanlah bagi setiap ... yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitung (Al-Quran Al-Humazah,2). Orang miskin dalam islam
tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung atau
berinvestasi. Ajaran islam menjungjung tinggi upaya pemerataan untuk
mewujudkan keadilan sosial, 'jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan
orang-orang kaya saja diantara kamu (Al-qur`an, Al-Hasyr,7)
Disejajarkan dengan sosialisme, islam berbeda dalam hal kekuasaan negara, yang
dalam Sosialisme sangat kuat dan menentukan.kebebasan perorangan yang dinilai
tinggi dalam islam jelas bertentangan dengan ajaran sosialisme.
Akhirnya ajaran Ekonomi Kesejahteraan (WelIare State) yang berada ditengah-
tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme memang lebih dekat ke ajaran islam.
Bedanya hanyalah bahwa dalam islam etika benar-benar dijadikan pedoman
perilaku ekonomi sedangkan dalam WelIare State tidak demikian, karena etika
WelIare State adalah sekuler yang tidak mengarahkan pada 'integritasi vertikal
antara aspirasi materi dan spiritual (Naqvi,1951,h80)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam islam pemenuhan kebutuhan
materil dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh
negara, meskipun ada, tidak akan bersiIat otoriter.
Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan ekonomi, maka dalam berbisnis
juga menggunakan etika islam. Etika bisnis menurut ajaran islam juga dapat digali
langsung dari Al-Quran dan Hadist Nabi. Misalnya karena adanya larangan riba,
maka pemilik modal selalu terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap
jalannya perusahaan miliknya, bahkan terhadap buruh yang dipekerjakannya.
Perusahaan dalam sistem ekonomi syariah adalah perusahaan keluarga bukan
perseroan terbatas yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan
perusahaan begitu saja pada Direktur atau manager yang digaji. Memang dalam
sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di
dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang riba-tiba bangkrut atau
dibangkrutkan.
Etika Bisnis Islam menjungjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan
keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembang
semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islam gaji
karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan meningkat. Buruh muda yang
masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah
berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibanding rekan-rekan
yaang muda.

BAB IV
PEMBAHASAN

Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil kepada nasabah yang menabungkan
uangnya di bank. Artinya, nasabah tidak akan pernah dapat menghitung dengan
pasti berapa jumlah uangnya yang akan bertambah setiap bulan bila mereka telah
menabung dalam jumlah tertentu. Namun, nasabah dapat menghitung porsi atau
bagian yang menjadi hak mereka dan berapa porsi atau bagian yang menjadi hak
pihak bank syariah.
Perhitungan bagi hasil dihitung secara harian oleh pihak bank syariah, namun akan
diberikan langsung oleh pihak bank melalui rekening nasabah setiap akhir bulan.
Ada juga beberapa bank syariah yang memberikan bagi hasilnya secara langsung
melalui rekening nasabah pada pertengahan bulan.
Nilai bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah tidak akan pernah sama setiap saat
meskipun jumlah uang yang mereka miliki di bank tersebut sama. Mangapa?
Karena bagi hasil tergantung pada berapa jumlah uang seluruh nasabah yang
ditabung di bank tersebut dan berapa jumlah uang yang telah dikelola oleh bank
untuk sektor-sektor usaha rill sehingga memberikan keuntungan bagi pihak bank.
Keuntunga inilah yang kemudian dibagi kepada pihak bank sebagai pengelola
uang (mudharib) dan nasabah sebagai pemilik uang (shahibul mal) berdasarkan
porsi atau bagian yang telah disepakati bersama di muka.

IV.a Produk Perbankan syariah

Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk
Penyaluran Dana, (II) Penghimpunan Dana dan (III) Produk yang berkaitan dengan
jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.


I. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya yaitu:
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan
prinsip sewa.
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan
dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk
dalam kelompok ini adalah produk uang menggunakan prinsip jual beli seperti
murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu
ijiarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari
besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi
hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk
perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan
mudharabah.
1. Prinsip Jual Beli (Ba`i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transIer oI property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi
jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
a. Pembiayaan Murabahah
Murtabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah berasal dari kata
ribhu (keuntungan) yaitu transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan.kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayarannya.

b. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran
dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai
penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini
kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Ketentuan umum salam:
O Pembelian hasil produksi harus diketahui spesiIikasinya secara jelas seperti jenis,
macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
O Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka
nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain
mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai
dengan pesanan.
O Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai
persedian (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam
kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau
rekanan.ini disebut pasar Salam.

c. Istishna
Produk ini menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istihna dalam
bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manuIaktur dan konstruksi.

2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manIaat. Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada
ijiriah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijiarah muntahhiyah bittmlik
(sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga jual disepakati pada
awal perjanjian.

3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah musyarakah
dan mudharabah.
a. Musyrakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih
dimana mereka secara bersama-sama memadukkan seluruh bentuk sumber daya
(aset) baik yang berwujud maupun tidak berwujud (berupa dana, barang
perdagangan |trading asset|, kewiraswaataan |entrepreneurship|, kepandaian
|skill|, kepemilikan |property|, peralatan|equipment|, atau intangible asset |seperti
hak paten atau goodwill|, kepercayaan/reputasi |credit worthiness| dan barang-
barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukkan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah
Mudhrabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik
modal (shahibul maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya
kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu dalam
mudhrabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah
modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan Mudharabah dalam
literatul Iiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut
tingkat kejujuran yang tinggi dan menjungjung keadilan.


Ketentuan umum
O Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan dalam satuan
uang.
O Perhitungan dilakukan dengan pendapatan proyek (revenue sharing) dan
perhitungan dari keuntungan proyek (proIit sharing).
O Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan akad.
O Bank berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak
diperkenankan untuk mencapuri pekerjaan nasabah.
Mudharabah Muqqayadah
Karakteristik mudharabbah muqayadah pada dasarnya sama dengan spersyaratan
diatas. Perbedaannya adalah terletak pada dasarnya adalah terletak pada adanya
pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaanpemilik modal.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanyaa diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelngkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk
meminta pengganti biaya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar
timbul.

a. Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang.
b. Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada
bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan harus milik sendiri,
jelas ukuran,siIat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,dapat dikuasai
namun tidak boleh dimanIaatkan oleh bank.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
d. Wakalah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dan transIer uang.
e. KaIalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjaminpembayaran suatu
kewajiban pembayaran.

2. Produk Penghimpunan Bank
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabuangan dan deposito.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat
adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah.
Dalam wadiah dhamanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanIaatkan
oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal Wadiah dhamanah, pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanIaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadiah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disiIati
dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana
nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai
yang dipinjami.
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
O Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik
dana sebagai suatu insentiI untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh
diperjanjikan dimuka.
O Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin
penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank
dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
O Terhadap pembukuan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya
administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
O Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).
Dana tersebut digunakan seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha
ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank
menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank
bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi
sempurna (ada mudharib ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan,
ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip
mudharabah terbagi tiga yaitu:
a. Mudaharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga
terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Berdasrkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun.
b. Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet
Jenis mudharabbah ini merupakan simpanan khusus (restriced investment) dimana
pemilik dana dapat menetapkan syarat syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh
bank. Misalnya diisyarakatkan digunakan untuk bisnis tertentu atau diisyarkatkan
untuk nasabah tertentu. Perhitungan bagi hasil Mudharabah Muqqayyadah on
balance Sheet adalah seluruh nasabah kepada bank tanpa ada pembatasan tertentu
pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah
investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank syariah untuk
mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksana
usaha di seluruh sektor.
c. Mudharabah Muqqayyadah oII Balance Sheet
Jenis muddarabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langusung kepada
pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Dalam skema ini
bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank
syariah secara oII balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor
dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nsabah
investor dan pelaksana usaha bank hanya memperoleh arrengger Iee.

3. Akad Pelangkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana. Biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk
meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar
timbul.



Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
inkaso dan transIer uang.
III.C Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah
dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan
tersebut antara lain berupa:
a. SharI (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharI. Jual beli mata
uang yang tidak sejenis ini penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama
(spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

b. Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan buka tutup (saIe
deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat
imbalan sewa dari jasa tersebut.

VI.b Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

Adanya bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 90-an, tepatnya pada
tahun 91 yaitu dengan brdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah diikuti
oleh berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM). Fenomena perbankan syariah di
Indonesia merupakan jerih payah perjuangan para penggagas adanya kelembagaan
ekonomi keuangan dalam islam karena dengan adanya bank syariah, umat islam
Indonesia daapat tertolong dalam bertransksi yang sesuai dengan syar`i dan
memberikan rasa ketenangan dihati umat islam Indonesia.
Perkembangan industri perbankan syariah dalam tahun2004 masih dilandasi
dengan tingkat ekspansi yang tinggi yang menunjukkan adanya demand terhadap
jasa perbankan syariah yang tinggi yang telah di perkirakan dalam berbagai kajian
yang dilakukan.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi moneter dan kebijakan
perbankan yang kondusiI. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang signiIikan pada
sejumlah indikator seperti jumlah bank dan jaringan kantor dana pihak ketiga dan
pembiayaan yang diberikan.
Secara institusional , dalam tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi 3 bank umum syariah, 15
unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvesional (Bank Tugu) menjadi bank
Umum Syariah yaitu Bank Syariah Mega Indonesia dibukanya 7 UUS dari bank
umum konvensional khususnya bank-bank pembangunan daerah yaitu Bank DKI,
BPD Riau, Bank Niaga, BPD KALSEL, BPD Sumut, BPD Aceh dan Bank
Permata. Ijin operasional juga telah diberikan kepada 5 BPRS (satu konversi) yaitu
BPRS Situbondo, BPRS Tenggamus, BPRS Buana Mitra Perwira, BPRS Artha
Surya barokah dan BPRS Bhakti Sumekar. Meski demikan terhadap satu BPRS
yang dicabut ijin usahanya yaitu BPRS Dharma Amanah.
Disamping peningkatan jumlah bank syariah yang beroerasi, jaringan kantor bank
syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat signiIiakan. Selama periode
laporan jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas dan kantor cabang
pembantu) bertambah 96 kantor dari jumlah 337 kantor pada tahun2003 menjadi
443 kantor pada akhir tahun 2004 pertumbuhan jumlah dan jaringan kantor bank
syariah tersebut dismping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai
potensi penegembangan perbankan syariahtersebut disamping sejalan dengan hasil
penelitian bank Indonesia mengenai potensi perkembangan perbankan syariah
disejumlah daerah , juga tidak terlepas dari kebijjakan bank Indonesia yang
mendukung perluasan jaringan kantor bank syariah khusunya diluar wilayah ibu
kota Provinsi. Dengan demikian jaringan perbankan syariah kini telah hadir
dihampir sebagian besar provinsi.


V
PENUTUP

Setelah mempelajari lebih dalam mengenai sistem bagi hasil perbankan syariah
maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
O Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi.
O Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
O Bagi hasil yang diberikan tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian
bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan bank syariah
yang bersangkutan.
O Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
O Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
Kemudian ciri-ciri perbankan syariah adalah:
O Bisa menjadikan uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan.
O Bank syariah menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi Rill
bukan sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya
ditetapkan dimuka.
O Resiko usaha akan dihadapi bersama antara nasabah dengan bank syariah dan
tidak mengenal selisih negatiI (negative spread).
O Pada bank syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan operasional bank syariah
agar tidak menyimpang dan nilai-nilai syariah.
Prospek perkembangan perbankan syariah menerut penulis kedepan akan baik
sekali selama sistem bagi hasil dan syariat-syariat islam ditegakkan dengan benar,
adil, dan jujur karena sistem perbankan syariah yang memang tidak memberatkan
antara kedua pihak dan sistem bagi hasil ini memang lebih baik dari pada sistem
bunga.

You might also like