You are on page 1of 28

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA



PERCOBAAN IX

PENENTUAN PERSAMAAN LA1U (KINETIKA KIMIA)




NAMA : MURNIYATI MUIS
NIM : H31108007
KELOMPOK / REGU : I (SATU)
HARI / TGL PERCOBAAN : KAMIS/ 14 OKTOBER 2010
ASISTEN : TIUR MAULI






















LABORATORIUM KIMIA FISIKA
1URUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari ada yang
berlangsung secara cepat, ada juga yang berlangsung secara lambat. Proses
pencokelatan buah apel merupakan reaksi yang berlangsung cepat sedangkan
proses perkaratan besi merupakan reaksi kimia yang berlangsung lambat. Hal ini
tentu saja dipengaruhi oleh Iaktor-Iaktor baik dari dalam maupun dari luar
(lingkungan).
Kinetika kimia menjelaskan bagaimana reaksi terjadi dengan mengkaji
laju dan mekanismenya. Kinetika kimia menjelaskan bagaimana kecepatan reaksi
kimia yang berbeda-beda, dari ledakan yang cepat sampai lambatnya
pembentukan lapisan es serta bagaimana reaksi yang lambat dapat dipercepat
dengan memasukkan atau menambahkan material yang disebut katalis. Konsep
penting dalam kinetika kimia adalah menghubungkan laju reaksi dengan jumlah
reaktan yang ada.
Reaksi antara aseton dan iod dalam air adalah sebuah contoh reaksi yang
berjalan lambat. Dengan penambahan katalis bersuasana asam, reaksi ini dapat
berlangsung cepat dan hukum laju reaksinya dapat ditentukan. Bila pada reaksi
dan suhu yang sama digunakan aseton dan asam dalam jumlah berlebih, maka
orde reaksinya dapat ditentukan, yaitu orde reaksi terhadap iod dengan
menentukan konsentrasi I
2
sebagai Iungsi waktu.

Berdasarkan tinjauan di atas, maka perlu untuk melakukan percobaan ini
untuk mengetahui metode kinetika dalam menentukan hukum laju suatu reaksi
kimia.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
metode penentuan hukum kecepatan reaksi dan metode kimia serta mengetahui
Iaktor-Iaktor yang mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan hukum kecepatan dan
persamaan kecepatan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalisis
dengan asam serta menentukan Iaktor-Iaktor yang mempengaruhi kecepatan
reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalisis dengan asam.

1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah menitrasi larutan iod dalam asam dengan
Na
2
S
2
O
3
dengan indikator amilum sampai larutan berubah warna dari biru
menjadi tidak berwarna dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tetentu
sehingga dapat ditentukan berapa jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang
akan bereaksi dengan Na
2
S
2
O
3
, kemudian menentukan konsentrasi zat penyusun
cuplikan berdasarkan volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk menentukan
konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi.


BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia Iisika yang mempelajari tentang
kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi tersebut. Tidak semua
reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat
cepat seperti ion atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti
pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik (Sukardjo, 1989).
Tujuan utama kinetika kimia adalah menjelaskan bagaimana laju
bergantung pada konsentrasi reaktan. Kinetika kimia juga digunakan untuk
mengetahui mekanisme suatu reaksi berdasarkan pengetahuan tentang laju reaksi
yang diperoleh dari eksperimen ( Oxtoby, 2001).
Reaksi kimia adalah perubahan kimia dimana zat-zat yang bereaksi
(reaktan) berubah menjadi zat-zat hasil reaksi (produk). Reaktan dan produk
adalah zat yang berbeda. Pada umumnya, reaksi kimia terjadi dengan kecepatan
yang berbeda-beda. Agar suatu reaksi dapat berlangsung, maka partikel dari zat
yang bereaksi harus bertumbukkan satu sama lain. Akan tetapi partikel itu tidak
eIektiI menghasilkan produk jika kedua partikel memiliki energi kinetik, maka
elektron saling menembus dan mengakibatkan pertambahan ikatan yang putus.
Energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau harus diberikan kepada partikel
agar tumbukkan menghasilkan reaksi disebut energi aktivasi. Makin rendah harga
energi aktivasi, maka makin cepat reaksi itu berlangsung (Achmad, 1992).
Laju reaksi dideIenisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu.
Satuan yang umum digunakan adalah mol dm
-3
. Umumnya laju reaksi meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi. Konstanta laju dideIenisikan sebagai laju
reaksi bila konsentrasi dari masing-masing jenis adalah 1. Satuannya tergantung
pada orde reaksi. Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematik
dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung
secara eksperimen, dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi
diketahui keseluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari
eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan harga eksponen untuk
masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu (Dogra
dan Dogra, 1990).
Hukum laju mempunyai dua penerapan utama. Penerapan praktisnya
adalah setelah kita mengetahui hukum laju dan konstanta laju, kita dapat
meramalkan laju reaksi dari komposisi campuran. Penerapan teoritis hukum laju
ini adalah hukum laju merupakan pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap
mekanisme yang diajukan, harus konsisten dengan hukum laju yang diamati
(Atkins, 1997).
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentarsi suatu
pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Karena reaksi
berlangsung kearah pembentukan hasil, maka laju reaksi tidak lain dari
pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu, atau pertambahan jumlah hasil
reaksi per satuan waktu. Laju untuk beberapa reaksi dapat dirumuskan secara
matematik. Rumusan laju dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju. Untuk
reaksi sederhana berikut, dimana besaran a, b,. merupakan koeIisien reaksi
aA bB cC dD ..
Maka laju reaksi V, dinyatakan dalam persamaan matematik sebagai berikut :
V k |A|
m
|B|
n

|A| dan |B| masing-masing adalah konsentrasi molar pereaksi A dan B.
Sedangkan pangkat m dan n adalah bilangan bulat kecil yang menunjukkan orde
reaksi (Tim Dosen Kimia, 2008).
Laju reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan siIat
selama titrasi dan terjadi reaksi. Dengan menganalisa campuran reaksi selama
dalam selang waktu tertentu, maka konsentrasi pereaksi dan produk reaksi dapat
dihitung (Achmad, 1992).
Faktor Iaktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu (Achmad, 1992) :
1. Keadaan pereaksi dan luas permukaan. Dalam sistem heterogen yaitu
dengan pereaksi yang berbeda wujudnya, luas permukaan sentuhan antar
pereaksi sangat menentukan laju reaksi. Dalam sistem homogen luas
permukaan tidak mempengaruhi laju reaksi.
2. Konsentrasi. Makin besar konsentrasi makin cepat laju meskipun tidak selalu
demikian, pereaksi yang berbeda konsentrasinya dapat mempengaruhi laju
reaksi tertentu dengan cara yang berbeda.
3. Suhu. Pada umumnya, jika suhu dinaikkan maka laju reaksi bertambah.
4. Katalis. Katalis dapat mempengaruhi laju reaksi. Biasanya, katalis
mempercepat laju reaksi. Namun ada katalis yang dapat memperlambat laju
reaksi. Katalis sangat berperan dalam proses biologi dan industri.
5. Cahaya. Fotosintesis dan IotograIi sangat berkaitan dengan reaksi yang peka
terhadap cahaya.
Reaction occurs at the colliding oI molecules oI reacting substances. Its
rate is determined by quantity oI collisions and by probability that this process
bring about the conversion. The number oI collisions is determined by
concentrations oI reacting substances, but probability oI reactions is determined
by energy oI collide (Whittaker, 2000).
Reaksi terjadi pada molekul yang saling beradu dari setiap substani reaksi.
Kecepatan reaksinya ditentukan melalui jumlah benturan dan kemungkinan
membawa proses konversi dari setiap komponen reaksi. Nilai benturan molekul
ditentukan melalui konsentrasi substansi reaksi, namun kemungkinan reaksi
ditentukan melalui energi benturan (Whittaker, 2000).
Reaksi antara aseton dan iod dalam larutan air :
CH
3
COCH
3
I
2
CH
3
COCH
2
I
Berjalan lambat tanpa katalis. Dalam suasana asam reaksi ini berlangsung dengan
cepat dan hukum laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai :
-
u|I

]
ut
= k|aseton]
a
|I

]
b
|B
+
]
c

dengan menggunakan aseton dalam asam dalam jumlah berlebih, persamaan
diatas dapat diubah menjadi :
b
I k
dt
I d
| | '
2
2
dengan k` k |aseton|
a
|H

|
C

Reaksi ini dapat dimonitor dengan cara menentukan konsentrasi I
2
sebagai Iungsi
waktu. Dari data ini ditentukan nilai b, yaitu orde reaksi terhadap iod. Orde reaksi
terhadap aseton dan terhadap asam dapat ditentukan dengan cara mengubah
konsentrasi awal kedua zat tersebut (Taba, dkk., 2010).
Penentuan orde reaksi secara praktek dapat dilakukan dengan metode
(Bird, 1993):
a. Metode Integrasi
Salah satu cara untuk menentukan orde reaksi adalah dengan jalan
mencocokkan persamaan laju reaksi. Masalah utama yang terdapat dalam metode
ini adalah reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan. Tetapi cara ini merupakan cara penentuan orde reaksi yang paling
tepat.
b. Metode Laju Reaksi Awal
Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan yang
dapat mempengaruhi hasil percobaan, dapat ditiadakan. Pada metode ini, prosedur
yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi awal dengan konsentrasi awal
reaktan yang berbeda-beda.
c. Metode Waktu Paruh
Secara umum, untuk suatu reaksi yang berorde n, waktu paruh reaksi
sebanding dengan 1/c
0
n-1
, dimana c
0
adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data
hasil percobaan dimasukkan ke dalam persamaan diatas, kemudian dibuat kurva
yang berbentuk garis lurus dengan cara yang sama seperti pada metode integrasi,
adanya reaksi samping mempengaruhi ketepatan metode ini.










BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton, larutan
iod 0,1 M, larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 M, larutan H
2
SO
4
1 M, larutan CH
3
COONa 10,
larutan indikator amilum, aquadest, aluminium Ioil dan tissue roll.

3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer 100 mL
dan 300 mL, labu ukur 250 mL, gelas kimia 250 mL, buret 50 mL, stopwatch,
botol semprot, bulb, stirrer magnet bar, statiI, pipet volume 5 mL, pipet volume
10 mL, pipet volume 25 mL dan pipet tetes.

3.3 Prosedur Percobaan
A. Aseton 25 mL dan 10 mL larutan asam sulIat
Sebanyak 25 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulIat dimasukkan ke
dalam labu ukur 250 mL lalu diencerkan sampai tanda batas. Kemudian larutan
tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 25 mL
larutan iod ke dalam erlenmeyer tersebut. Segera setelah reaksi terjadi, stopwatch
dijalankan dan dipipet larutan sebanyak 25 mL (setelah dipipet, erlenmeyer
ditutup dengan aluminium Ioil) kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang
berisi 10 mL larutan CH
3
COONa 10 dan 1 mL amilum. Selanjutnya larutan
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 M yang sebelumnya
telah diisi pada buret, sampai larutan tidak berwarna (bening). Lalu volume
Na
2
S
2
O
3
yang telah digunakan dicatat. Selanjutnya cuplikan-cuplikan berikutnya
diambil dalam selang waktu 4 menit.
B. Aseton 10 mL dan 10 mL larutan asam sulIat
Sebanyak 10 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulIat dimasukkan ke
dalam labu ukur 250 mL lalu diencerkan sampai tanda batas. Kemudian larutan
tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL, dan ditambahkan 25 mL
larutan iod ke dalam erlenmeyer tersebut. Segera setelah reaksi terjadi, stopwatch
dijalankan dan dipipet larutan sebanyak 25 mL (setelah dipipet, erlenmeyer
ditutup dengan menggunakan aluminium Ioil) kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan CH
3
COONa 10 dan 1 mL amilum.
Selanjutnya larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 M
yang sebelumnya telah diisi pada biuret, sampai larutan tidak berwarna (bening).
Lalu volume Na
2
S
2
O
3
yang telah digunakan dicatat. Selanjutnya cuplikan-
cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 10 menit.
C. Aseton 25 mL dan 5 mL larutan asam sulIat
Sebanyak 25 mL aseton dan 5 mL larutan asam sulIat dimasukkan ke
dalam labuukur 250 mL lalu diencerkan sampai tanda batas. Kemudian larutan
tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer asa (bertutup) , kemudian ditambahkan
25 mL larutan iod ke dalam erlenmeyer tersebut. Segera setelah reaksi terjadi,
stopwatch dijalankan dan dipipet larutan sebanyak 25 mL (setelah dipipet,
erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium Ioil) kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan CH
3
COONa 10 dan 1 mL amilum.
Selanjutnya larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 M
yang sebelumnya telah diisi pada buret, sampai larutan tidak berwarna (bening).
Lalu volume Na
2
S
2
O
3
yang telah digunakan dicatat. Selanjutnya cuplikan-
cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 10 menit.












DAFTAR PUSTAKA
Achmad H., 1992, 0ktrokimia dan Kin0tika Kimia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Atkins P. W., 1997, Kimia Fisika Jiid 2, Erlangga, Jakarta.
Bird T., 1993, Kimia Fisika untuk Univ0rsitas, Gramedia, Jakarta.
Dogra S. K., dan Dogra, S., 1990, Kimia Fisika dan SoaSoa, UI-Press, Jakarta.
Oxtoby D. W., Gillis H. P., dan Nachtrieb, N. H., 2001, !rinsipprinsip Kimia
Mod0rn, Erlangga, Jakarta.
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina aksara, Jakarta.
Taba P., Zakir M., dan Fauziah St., 2007, !0nuntun !raktikum Kimia Fisika, Lab
Kimia Fisika Jurusan Kimia-UNHAS, Makassar.
Tim Dosen Kimia Dasar, 2008, Kimia Dasar I, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Whittaker, 2000, !isica C0mistry, University oI Edinburgh, Perancis.





















LEMBAR PENGESAHAN




































Makassar, 18 Oktober 2010



Asisten Praktikan



(Tiur Mauli) (Natalia Shintadevi)
BAGAN KER1A


O
O Diencerkan dengan air hingga volume menjadi 250 mL
O Dipindahkan kedalam labu erlemeyer 100 mL dan dibiarkan
sampai mencapai suhu kamar
O Ditambahkan 25 mL larutan Iod dan diguncang dengan kuat
sementara stopwatch dijalankan
O Diambil 25 mL larutan (Erlenmeyer ditutup menggunakan
aluminium Ioil
O Dimasukkan kedalam 10 mL larutan Na-asetat
O Dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
dan ditambahkan amilim
10 mL sebagai indikator
O Diambil cuplikan-cuplikan berikutnya dalam selang waktu
4 menit sampai campuran reaksi tidak berwarna

4 Diulangi prosedur di atas dengan 10 mL aseton dan cuplikan diambil
setiap 10 menit
4 Diulangi prosedur di atas dengan 5 mL asam sulIat dan cuplikan
diambil setiap 10 menit



25 mL aseton 10 mL asam sulIat
Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan
Percobaan Titrasi Waktu (s) Volume Na
2
SO
4
(mL)
A 1
2
3
4
5
0
240
480
720
960
23
17,7
16,4
8,1
4,4
B 1
2
3
4
5
0
600
1200
1800
2400
23
18,3
13,7
9,5
4,2
C 1
2
3
4
0
600
1200
1800
23,2
16,1
8,2
3,0

4.2. Reaksi
1. Aseton asam
CH
3
COCH
3
I
2
CH
3
COCH
2
I HI



2. Iod Na
2
S
2
O
3

I
2
2e
-
2I
-

2 S
2
O
3
2-
S
4
O
6
2-
2e
-

I
2
2 S
2
O
3
2-
2I
-
S
4
O
6
2-

Reaksi lengkap: 2 Na
2
S
2
O
3
I
2
Na
2
S
4
O
6
2 NaI

4.3. Perhitungan
4.3.1 Perhitungan mol I
2

mmol I
2
- 2 mmol Na
2
S
2
O
3
mmol Na
2
S
2
O
3
volume Na
2
S
2
O
3
x M Na
2
S
2
O
3

mmol I
2

2
1
x mmol Na
2
S
2
O
3

O Untuk Percobaan A
1) mmol I
2

2
1
x 23 mL x 0,01 M 0,1150 mmol
2) mmol I
2

2
1
x 17,7 mL x 0,01 M 0,0885 mmol
3) mmol I
2

2
1
x 16,4 mL x 0,01 M 0,0820 mmol
4) mmol I
2

2
1
x 8,1 mL x 0,01 M 0,0405 mmol
5) mmol I
2

2
1
x 4,4 mL x 0,01 M 0,0220 mmol

O Untuk Percobaan B
1) mmol I
2

2
1
x 23 mL x 0,01 M 0,1150 mmol
2) mmol I
2

2
1
x 18,3 mL x 0,01 M 0,0915 mmol
3) mmol I
2

2
1
x 13,7 mL x 0,01 M 0,0685 mmol
4) mmol I
2

2
1
x 9,5 mL x 0,01 M 0,0475 mmol
5) mmol I
2

2
1
x 4,2 mL x 0,01 M 0,0210 mmol

O Untuk Percobaan C
1) mmol I
2

2
1
x 23,2 mL x 0,01 M 0,1160 mmol
2) mmol I
2

2
1
x 16,1 mL x 0,01 M 0,0805 mmol
3) mmol I
2

2
1
x 8,2 mL x 0,01 M 0,0410 mmol
4) mmol I
2

2
1
x 3 mL x 0,01 M 0,0150 mmol

4.3.2 Perhitungan Konsentrasi I
2

|I
2
|
(mL) total Volume
I mmol
2

Volume total volume CH
3
COONa volume amilum volume cuplikan
volume Na
2
S
2
O
3

Volume total 10 mL 1 mL 25 mL
Volume total 36 mL ..........mL Na
2
S
2
O
3



O Untuk Percobaan A
1) |I
2
|
1

mL) 23 mL (36
mmol 0,1150
1,9492 x 10
-3
M
2) |I
2
|
2

mL) 17,7 mL (36
mmol 0,0885
1,6480 x 10
-3
M
3) |I
2
|
3

mL) 16,4 mL (36
mmol 0,0820
1,5649 x 10
-3
M
4) |I
2
|
4

mL) 8,1 mL (36
mmol 0,0405
9,1837 x 10
-4
M
5) |I
2
|
5

mL) 4,4 mL (36
mmol 0,0220
5,4455 x 10
-4
M

O Untuk Percobaan B
1) |I
2
|
1

mL) 23 mL (36
mmol 0,1150
1,9492 x 10
-3
M
2) |I
2
|
2

mL) 18,3 mL (36
mmol 0,0915
1,6851 x 10
-3
M
3) |I
2
|
3

mL) 13,7 mL (36
mmol 0,0685
1,3783 x 10
-3
M
4) |I
2
|
4

mL) 9,5 mL (36
mmol 0,0475
1,0439 x 10
-3
M
5) |I
2
|
5

mL) 4,2 mL (36
mmol 0,0210
5,2239 x 10
-4
M

O Untuk Percobaan C
1) |I
2
|
1

mL) 23,2 mL (36
mmol 0,1160
1,9595 x 10
-3
M
2) |I
2
|
2

mL) 16,1 mL (36
mmol 0,0805
1,5451 x 10
-3
M
3) |I
2
|
3

mL) 8,2 mL (36
mmol 0,0410
9,2760 x 10
-4
M
4) |I
2
|
4

mL) 3 mL (36
mmol 0,0150
3,8462 x 10
-4
M

4.3.3 Penentuan Kecepatan Reaksi
V
)
t d
I d
2



O Untuk Percobaan A
V
1

) )
s ) 0 240 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 x 6480 , 1 (
t t
I I
-3 -3
1 2
1 2 2 2

1,2550 10
-6

M/s

V
2

) )
s ) 0 480 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 5648 , 1 (
t t
I I
-3 -3
1 3
1 2 3 2

8,0063 10
-7

M/s
V
3

) )
s ) 0 720 (
M ) x10 1,9492 - 10 x 9,1837 (
t t
I I
-3 -4
1 4
1 2 4 2

1,4317 10
-6

M/s
V
4

) )
s ) 0 960 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 4455 , 5 (
t t
I I
-3 -4
1 5
1 2 5 2

1,4622 10
-6
M/s

O Untuk percobaan B
V
1

) )
s ) 0 600 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 x 6851 , 1 (
t t
I I
-3 -3
1 2
1 2 2 2

4,4017 10
-7

M/s
V
2

) )
s ) 0 1200 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 x 3783 , 1 (
t t
I I
-3 -3
1 3
1 2 3 2

4,7575 10
-7
M/s
V
3

) )
s ) 0 1800 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 x 0439 , 1 (
t t
I I
-3 -3
1 4
1 2 4 2

5,0294 10
-7

M/s
V
4

) )
s ) 0 2400 (
M ) 10 x 1,9492 - 10 x 5,2239 (
t t
I I
-3 -4
1 5
1 2 5 2

5,9450 10
-7

M/s
O Untuk Percobaan C
V
1

) )
s ) 0 600 (
M ) 10 x 1,9595 - 10 x 1,5451 (
t t
I I
-3 -3
1 2
1 2 2 2

6,9067 10
-7
M/s
V
2

) )
s ) 0 1200 (
M ) 10 x 1,9595 - 10 x 9,2760 (
t t
I I
-3 -4
1 3
1 2 3 2

8,5992 10
-7

M/s
V
3

) )
s ) 0 1800 (
M ) 10 x 1,9595 - 10 x 3,8462 (
t t
I I
-3 -4
1 4
1 2 4 2

8,7493 10
-7
M/s

4.3.4 Penentuan Hukum Kecepatan Reaksi
O Untuk Percobaan A
|I
2
| (M) Log |I
2
| V (M/s) Log V Log V regresi
1,6480 x 10
-3
-2,7830 1,254 x 10
-6
-5,9014 -5,9882
1,5648 x 10
-3
-2,8055 8,00 x 10
-7
-6,0966 -5,9799
9,1836 x 10
-4
-3,0370 1,431 x 10
-6
-5,8441 -5,8958
5,4455 x 10
-4
-3,2640 1,463 x 10
-6
-5,8350 -5,8132

a. GraIik hubungan log |

I
2
| vs log V



61300
61000
60300
60000
39300
39000
38300
38000
33000 32000 31000 30000 29000 28000 27000
L
o
g

V
Log I
2

b. GraIik Hubungan Log |I


2
| vs Log V regresi

y ax b
a slope
A
Ax

4-1
x4-x1

-5,8132-(-5,9882)
-3,2640-(-2,7830)
- 0,3638
b intercept
y ax b
b y ax -5,9882 (-0,3638)(-2,7830)
b -7,0006
y -0,3638x 7,0006
V k |I
2
|
b

Log V log K b log |I
2
|
maka :
log K -7,0006
K 9,9 x 10
-8

b -0,3638
Jadi, V 9,9 x 10
-8
|I
2
|
-0,3638

60000
39800
39600
39400
39200
39000
38800
38600
38400
38200
38000
33000 32000 31000 30000 29000 28000 27000
L
o
g

V

r
e
g
r
e
s
|
Log I
2

O Untuk Percobaan B
|I
2
| (M) Log |I
2
| V (M/s) Log V Log V regresi
1,6850 x 10
-3
-2,7734 4,4 x 10
-7
-6,3565 -6,3507
1,3782 x 10
-3
-2,8607 4,75 x 10
-7
-6,3226 -6,3290
1,0439 x 10
-3
-2,9813 5,02 x 10
-7
-6,2985 -6,2991
5,2238 x 10
-4
-3,2820 5,94 x 10
-7
-6,2258 -6,2244

a. GraIik Hubungan Log |I
2
| dengan Log V


b. GraIik Hubungan Log |I
2
| dengan Log Vregresi

63800
63600
63400
63200
63000
62800
62600
62400
62200
62000
34000 33000 32000 31000 30000 29000 28000 27000
L
o
g

V
Log I
2

63600
63400
63200
63000
62800
62600
62400
62200
62000
34000 33000 32000 31000 30000 29000 28000 27000
L
o
g

V

r
e
g
r
e
s
|
Log I
2

y ax b
a slope
A
Ax

4-1
x4-x1

-6,2244-(-6,3507)
-3,2820-(-2,7734)
- 0,2483
b intercept
y ax b
b y ax -6,2244 (-0,2483)(-3,2820)
b -7,0393
y -0,2483x 7,0393
V k |I
2
|
b

Log V log K b log |I
2
|
maka :
log K -7,0393
K 9,1 x 10
-8

b -0,2483
Jadi, V 9,1 x 10
-8
|I
2
|
-0,2483

O Untuk Percobaan C
|I
2
| (M) Log |I
2
| V (M/s) Log V Log V regresi
1,5451 x 10
-3
-2,8110 6,9 x 10
-7
-6,1607 -6,1370
9,2760 x 10
-4
-3,0326 8,59 x 10
-7
-6,0655 -6,1030
3,8461 x 10
-4
-3,4150 8,74 x 10
-7
-6,0580 -6,0443




a. GraIik hubungan Log |I
2
| dengan Log V


b. GraIik hubungan Log |I
2
| dengan log V regresi


y ax b
a slope
A
Ax

3-1
x3-x1

-6,0443-(-6,1370)
-3,4150-(-2,8110)
- 0,1535
b intercept
y ax b
61800
61600
61400
61200
61000
60800
60600
60400
40000 33000 30000 23000 20000 13000 10000 03000 00000
L
o
g

V
Log I
2

61600
61400
61200
61000
60800
60600
60400
40000 33000 30000 23000 20000 13000 10000 03000 00000
L
o
g

V

r
e
g
r
e
s
|
Log I
2

b y ax -6,0443 (-0,1535)(-3,4150)
b -6,5685
y -0,1535x 6,5685
V k |I
2
|
b

Log V log K b log |I
2
|
maka :
log K -6,5685
K 2,7 x 10
-7

b -0,1535
Jadi, V 2,7 x 10
-7
|I
2
|
-0,1535

4.4 Pembahasan
Pada percobaan ini akan ditentukan orde reaksi pengurangan iod terhadap
suatu reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalisis oleh asam. Proses pada
percobaan ini dimulai dengan mencampurkan aseton dengan asam sulIat dan air.
Dalam hal ini larutan aseton yang Iungsinya adalah sebagai reaktan yang akan
ditentukan berapa kecepatan reaksinya terhadap larutan iod sedangkan asam sulIat
berIungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi dengan memberikan H


dalam larutan sehingga akan terbentuk suatu elektroIil pada atom karbon, yang
nantinya akan digunakan untuk membentuk ikatan rangkap terhadap atom karbon
yang lainnya sehingga ikatan rangkap tersebut dapat diadisi oleh suatu iod
sehingga iod yang digunakan akan semakin berkurang. Larutan aseton yang telah
diencerkan kemudian ditambahkan dengan sejumlah iod, setelah semua iod
dimasukkan stopwacht dihidupkan. Setelah itu dengan segera sebagian larutan
diambil dan dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri dari campuran 10 mL
natrium asetat dan amilum. Adapun natrium asetat berIungsi untuk memastikan
reaksi berjalan sempurna, sedangkan amilum digunakan sebagai indikator untuk
menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan ini berwarna biru sebab terbentuk
kompleks iod dengan amilum. Selanjutnya larutan dititar dengan natrium tiosulIat
untuk mengetahui konsentrasi iod diawal reaksi.
Cuplikan-cuplikan selanjutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sejak
pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam
larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai
dengan berkurangnya volume natrium tiosulIat yang digunakan untuk menitar
cuplikan. Oleh karenanya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu
tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume natrium tiosulIat.
Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan
bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal
ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan diawal, konsentrasinya
semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses reaksi dengan aseton.
Dengan mengetahui volume natrium tiosulIat untuk titrasi, maka dapat
dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.
Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai Iungsi terhadap waktu digunakan untuk
menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi
yang dapat ditentukan.
Pada percobaan kinetika reaksi ini, laju reaksi dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi, siIat pereaksi, temperatur, dan adanya katalisator. Konsentrasi
mempengaruhi laju reaksi karena semakin besar konsentrasi, maka semakin
banyak molekul larutan yang saling bertumbukan, sehingga reaksi dapat
berlangsung cepat. Begitu pula dengan katalisator yang dapat mempercepat laju
reaksi karena dapat menurunkan energi aktiIasi yaitu energi minimum yang
diperlukan agar reaksi dapat berlangsung dengan cepat
Dalam percobaan ini ditentukan pula orde reaksi terhadap pengurangan
aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal ini dapat dilihat pada
percobaan B dan C. Pada percobaan B digunakan larutan aseton dengan volume
yang lebih kecil dari percobaan A, sedangkan pada percobaan C akan dilihat
pengaruh katalis asam terhadap suatu laju reaksi dimana volume katalis yang
digunakan lebih kecil dari percobaan A. Pada percobaan C terjadi kesalahan
karena laju yang diperoleh semakin bertambah, padahal volume katalis dikurangi.
Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k) 9,9 x 10
-8
dan b
sebagai kemiringan 0,365. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k)
9,1 10
-8
dan b sebesar -0,248. Percobaan C diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k)
sebesar 2,7 x 10
-7
dan b sebesar -0,153.
Adapun kemungkinan penyimpangan atau kesalahan yang mempengaruhi
hasil percobaan ini antara lain ; pengukuran yang tidak tepat misalnya pemipetan
larutan, penitaran, pengamatan stopwatch, perhitungan, dll.







BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Hukum kecepatan reaksi iodinasi aseton untuk percobaan A : V 9,9 x 10
-8

|I
2
|
-0,3658
, untuk percobaan B : V 9,1 x 10
-8
| I
2
|
-0,2483
, dan untuk percobaan
C : V 2,7 x 10
-7
| I
2
|
-0,1535

2. Faktor-Iaktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi iodinasi aseton dalam
larutan air yang terkatalisis dengan asam antara lain konsentrasi pereaksi dan
katalis. Kenaikan konsentrasi pereaksi akan meningkatkan laju reaksi.
Sedangkan katalis akan menurunkan energi aktiIasi sehingga laju reaksi
semakin cepat.

5.2 Saran
Untuk Laboratorium
Alat- alat yang digunakan sebaiknya yang masih baik, dan bahan-
bahannya juga diperbaharui agar tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran.
Untuk Praktikum
O Untuk percobaan berikutnya agar bahan yang digunakan disesuaikan
dengan prosedur
O Sebaiknya alat yang disediakan seperti erlenmeyer dan buret , diperbanyak
agar praktikum dapat berjalan dengan lancer.

You might also like