Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
oleh
PRIYONO SANTOSA
NRP: 2000110193
ABSTRAK
Ide untuk mengangkat tema penelitian ini datang pada suatu siang di Stasiun
KRL Tebet bulan Juni tahun 2005. Ketika itu penulis tengah asyik membaca liputan
utama Majalah Tempo yang penulis beli di lapak majalah bekas dalam stasiun
tersebut. Namun yang saat itu penulis perhatikan justru bukan pada isi liputan berikut
hilangnya jumlah rupiah yang kemudian dipersoalkan, tetapi lebih pada penyajian
“Ibarat membaca sebuah cerita pendek,” gumam penulis dalam hati siang itu.
Terlebih lagi dengan bertaburnya kata, frase, dan kalimat yang terkesan
memerhatikan kemerduan bunyi dan cukup puitis, praktik jurnalisme Tempo penulis
pandang cukup khas dan berbeda dengan kebanyakan media lain di Indonesia.
Penulis yang saat itu juga tengah aktif di gerakan sastra mahasiswa, mulai bertanya
pada diri sendiri: Bukankah jurnalisme dengan sastra merupakan dua hal berbeda
yang hidup di dua dunia yang berbeda pula? Yang satu menawarkan informasi
berguna bagi masyarakat, yang satu lagi menawarkan keindahan tekstual bagi
pembacanya? Adakah hal ini berhubungan dengan motto Majalah Tempo sendiri
Tempo? Adakah ini sebuah anomali dalam praktik jurnalisme kita? Atau ini sekadar
tanya penulis lebih lanjut. Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul bak cendawan di
v
vi
musim hujan, hingga penulis mulai memberanikan diri untuk mengangkat temuan
penulis terhadap praktik jurnalisme Tempo tadi menjadi tema skripsi penulis,
tersebut tidak penulis anggap berdiri sendiri. Ia mesti disertakan juga dengan isi
liputannya. Maka sejak Juni 2005 itulah penulis mulai mengumpulkan bahan dan
Setelah hampir tiap minggu selama 2 tahun memelototi halaman demi halaman
Tema yang kemudian penulis pilih untuk dikaji lebih dalam adalah Jurnalisme
Sastra Majalah Tempo pada pemberitaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan
pejabat negara. Pasalnya tema ini cukup mewakili keingintahuan penulis, menarik
dan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti, serta diharapkan beguna
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tanpa sadar pula,
begitu banyak pihak baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam
proses penyelesaian penelitian ini. Maka di kesempatan ini pula penulis hendak
mengucapkan kata terima kasih atas bantuan dan dukungan serta bimbingan dari
sejumlah nama di bawah ini yang telah memberikan sumbangan, pikiran, tenaga,
1. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Sri Marheini dan Agus Santosa,
Pagi, SMP 117, dan SMU 71 Jakarta Timur yang telah membimbing penulis
3. Terima kasih kepada Rektor IISIP Jakarta, Ir. Maslina W. Hutasuhut, M.M
4. Terima kasih kepada mantan Rektor Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
5. Terima kasih kepada Dra Hj. Mulharnetti Syas, M.S selaku Ketua Jurusan
Jurnalistik.
6. Terima kasih kepada Drs. Moeryanto Ginting Munthe, M.S selaku dosen
7. Terima kasih kepada dosen Kampus Tercinta, yakni Drs. Nurcahyadi Pelu, Drs.
Patar Nababan, Drs. Dadan Iskandar, M.S, Dra. Sri Dewiningsih, M.Si, Dra.
Widyastuti, M.S, Drs. Guntoro, M.S, Drs. Intantri Kusmawarni, M.Si, Norman
Meoko, Drs. Teguh Tjatur Pramono, M.M yang sempat meluangkan waktunya
8. Terima kasih kepada Putri selaku Bagian PSDM MBM Tempo yang
9. Terima kasih kepada Sapto Nugroho selaku Redaktur Bahasa, dan Wenseslaus
10. Terima kasih kepada Sosa dan Wulan Oktaviani yang selalu mengingatkan agar
penulis tak lupa pulang ke rumah, serta atas kasih, cinta, dan pengertiannya
selama ini.
11. Terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada Vin Vulaize Kumbang yang
menyumbangkan ide awal penelitian ini, dan Nosa Normanda di Sastra Inggris
UI. Tanpa kau kawan, penelitian ini mungkin tak akan pernah ada.
12. Terima kasih kepada Dayi, Danin, dan Dako atas segala sesuatunya yang hanya
Komunitas Kertas, UKM IISIP Teater Kinasih, UKM IISIP Kampung Seg@rt,
14. Terima kasih kepada rekan-rekan pers mahasiswa IISIP, yakni Bulettin ISSUE,
15. Terakhir, terima kasih kepada QP untuk segala yang tak bisa lagi terucapkan
kata. Sengaja pula kutaruh namamu di daftar terakhir, karena kuharap kaulah
Akhir kata, penulis berharap agar penelitian sripsi ini selain bermanfaat, juga
fenomena baru dalam praktik jurnalisme di Indonesia. Penulis sadar bahwa penelitian
ini pun tak lepas dari kekurangan dan keretakan tekstual yang diidapnya. Tapi tak
apa. Sebab selain dijalankan untuk memenuhi syarat akhir menempuh gelar sarjana,
penelitian ini bak sebuah karya yang baru menawarkan sebutir pengetahuan tentang
Penulis,
Priyono Santosa
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Permasalahan Pokok .................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 21
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 22
E. Sistematika Penelitian .................................................................. 22
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 250
B. Saran ............................................................................................ 257
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
DAFTAR BAGAN
Bagan
DAFTAR TABEL
Tabel
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring laju globalisasi dunia yang tak terelakkan dewasa ini, kita tengah
masyarakat abad ini telah menjadi suatu keniscayaan. Tak heran bila perkembangan
teknologi komunikasi massa terus dilakukan seiring maraknya industri media massa.
informasi kepada khalayak luas. Masing-masing media massa berlomba menjadi yang
tercepat dan terdepan dalam hal menyiarkan hasil liputannya. Hampir setiap jam
masyarakat disuguhi sajian breaking news berisi peristiwa aktual yang disiarkan
berbagai media massa elektronik seperti radio, televisi, dan internet. Tentu saja dalam
justru membuat hasil informasi liputannya menjadi selintas dan tidak mendalam.
sajian jurnalisme yang tak lagi sekedar informatif, aktual, cepat dan selintas.
1
http://prys3107.blogspot.com 2
prys.3107@gmail.com
Dari sini tergambarlah tuntutan yang ditujukan kepada institusi media massa
waktu lebih panjang. Media cetak, seperti suratkabar dan majalah, menjadi lahan
yang tepat bagi praktik jurnalisme yang memungkinkan evaluasi, analisis, dan
intepretatif atas fakta peristiwa. Disinilah keunggulan media cetak bisa ditempatkan.
Tidak hanya memuat berita lempang, media cetak juga menerapkan ragam
penulisan berita mendalam dan berita selidik, serta penulisan feature dan ragam
produk jurnalisme lainnya. Ragam penulisan berita yang mendalam dan menyeluruh
dengan mengembangkan intepretasi wartawan atas kaitan antar fakta, menjadi sejalan
1
Nurudin, Komunikasi Massa, Cesper, Yogyakarta, 2003, hal.93
http://prys3107.blogspot.com 3
prys.3107@gmail.com
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang kian haus dan melek informasi.
Akhirnya timbul fenomena lain yang terjadi di kalangan pelaku media itu sendiri.
dengan mencermati kondisi pers di Amerika tahun 1960-an sebagai berikut: ”Muncul
kebosanan para wartawan senior di Amerika terhadap standar baku dalam melakukan
tugas peliputan dan penulisan berita. Kebosanan itu juga melanda terkait tata kerja
jurnalisme lama yang dianggap kaku dan membatasi ruang gerak wartawan, teknik
penulisan dan bentuk pemberitaan yang baku seakan tidak mampu lagi
menarik, dibutuhkan ruang gerak yang lebih luas lagi bagi kepekaan wartawan dalam
pengembangan gaya serta teknik penulisan jurnalisme yang berbeda dari yang sudah
ada.
masa itulah yang pertama kali mendobrak kaidah jurnalisme lama. “Mereka tidak lagi
hanya mencatat peristiwa sesuai fakta, lalu memuatnya di media massa. Mereka
2
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2005, hal.43
http://prys3107.blogspot.com 4
prys.3107@gmail.com
justru menjadi perintis dalam melakukan inovasi dalam bentuk tulisan, penyajian,
laporan jurnalisme dengan menggunakan elemen dan teknik penulisan karya sastra.
Upaya pengadopsian gaya sastra dalam realitas pers Amerika tahun 1960-an menjadi
para jurnalis, sastra dipilih sebagai bentuk awal penolakan mereka terhadap
jurnalisme lama.
mendekati sastra karena dipojokkan oleh dua hal. Pertama: bentuk dan gaya penulisan
novel yang tengah menjadi trendsetter di dunia penulisan. Kedua: keinginan untuk
mengungguli daya pikat media audio visual dan kecepatan siaran televisi.”4
Para mahasiswa jurnalistik saat itu tidak hanya bermimpi setelah lulus
menjadi wartawan dan terus-menerus mencari berita-berita gempar. Mimpi
mereka dibumbui dengan mimpi menjadi novelis, melalui dunia surat kabar
sebagai batu loncatan untuk menulis novel-novel bergengsi. Impian seperti itu
tidak hanya dimiliki mahasiswa macam mereka. Di luar kalangan mereka, jutaan
orang Amerika juga bermimpi sama: menulis novel.5
3
Septiawan Santana Kurnia, Jurnalisme Sastra, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002, hal.7
4
Ibid., hal.18
5
Ibid., hal.25
http://prys3107.blogspot.com 5
prys.3107@gmail.com
Amerika saat itu. Mencermati perkembangan kesusastraan dunia, sejak tahun 1950
telah ramai digelar lomba penulisan novel di berbagai negara, termasuk di Amerika
sastra.
novel bahkan melebihi gengsi seorang wartawan. Maka tak heran bila dalam kondisi
demikian, sastra menjadi hal yang berpengaruh pada perkembangan dunia jurnalisme,
Sejak saat itulah masyarakat mengenal apa yang kemudian disebut sebagai
Jurnalisme Sastra. Kalaupun unsur pemakaian gaya bahasa sastra memang sudah
lebih lanjut lewat gaya bahasa, elemen dan teknik penulisan karya sastra.
6
Ibid., hal.33
http://prys3107.blogspot.com 6
prys.3107@gmail.com
diungkapkan Vare adalah fakta. “Jurnalisme menyucikan fakta. Walau pakai kata
dasar ‘sastra’, tapi ia tetap jurnalisme. Setiap detail harus berupa fakta. Nama-nama
orang adalah nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian benar-benar
berkembang lebih luwes menjadi bahasa yang kaya sajian kreasi kata-kata yang
Sehingga fakta yang disajikannya seakan menjadi begitu hidup. Ditambah lagi,
penggunaan gaya bahasa sastra dapat memberikan penekanan tertentu terhadap suatu
disajikan.
bahasa puitis atau estetis. Lebih dari itu, Jurnalisme Sastra merupakan ruang di mana
Segenap dimensi estetik tersebut dapat dilihat dari wujudnya, yakni berupa
penggunaan gaya bahasa, elemen-elemen, dan teknik penulisan yang lazim dijumpai
dalam sebuah karya sastra semisal cerita pendek, novel, bahkan puisi. Tak pelak lagi,
menjadi karakter, What menjadi alur, Where menjadi latar (setting), When menjadi
7
Adreas Harsono & Budi Setiyono, Jurnalisme Sastrawi; Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat, Yayasan Pantau, Jakarta, Oktober, 2005, hal.xii-xiii
http://prys3107.blogspot.com 7
prys.3107@gmail.com
Harsono berpendapat bahwa Jurnalisme Sastra lebih dalam dari berita pendalaman;
“Jurnalisme Sastra bukan saja melaporkan seseorang melakukan apa, tapi ia masuk ke
dalam psikologi yang bersangkutan dan menerangkan mengapa ia melakukan hal itu.
Ada karakter, ada drama, ada babak, ada adegan, ada konflik.”8 Maka tak heran bila
Wolfe mengungkapkan unsur penting yang juga terdapat pada proses penyajiannya
ialah “waktu riset dan wawancara biasanya panjang sekali, bisa berbulan-bulan,
Mengacu pada berbagai uraian di atas, tak bisa dipungkiri bahwa Jurnalisme
Sastra merupakan salah satu bentuk praktik jurnalisme yang sejalan dengan tuntutan
zaman, agar institusi media cetak dapat menyajikan berita yang mendalam sekaligus
menarik. Jurnalisme Sastra juga dapat menjadi solusi bagi kemandegan yang dialami
media cetak, sehingga ia mampu bersaing dengan industri media dan perkembangan
media elektronik.
8
Andreas Harsono & Budi Setiyono, Op.Cit., hal.vii
9
Jurnalisme Sastra, 1 September 2001, www.koranduta.com.
http://prys3107.blogspot.com 8
prys.3107@gmail.com
bentuk kreativitas jurnalisme yang berkembang saat itu. Adalah Fred Fedler, seorang
Jurnalisme Baru (The New Journalism). Oleh Fedler, Jurnalisme Baru tersebut dibagi
Fedler ini menjadi dasar pengembangan jurnalistik yang dilakukan masyarakat pers di
kemudian banyak diterapkan di berbagai media cetak Amerika, antara lain Majalah
Time, Majalah Newsweek, harian The New York Times, dan harian The Washington
Post.
oleh banyak pakar sebagai media yang menerapkan Jurnalisme Baru di Indonesia.
teknik penyajian laporan yang mirip majalah Time dan Newsweek, memberi
10
Septiawan Santa Kurnia, Op.Cit., hal.8
http://prys3107.blogspot.com 9
prys.3107@gmail.com
kesegaran dalam gaya penulisan yang di Indonesia boleh disebut sebagai bentuk
jurnalisme baru.”11
Seperti yang juga dikemukakan Umar Nur Zain, MBM Tempo adalah salah
satu media cetak di Indonesia yang menerapkan bentuk Jurnalisme Baru lewat sajian
feature berita di tiap edisi terbitannya. “Tempo sudah menemukan pola penyajian
khusus, yaitu news feature yang kemudian dicirikan sebagai new journalism…
Tempo adalah yang pertama menyoal gaya penyajian sastra dalam penulisan
jurnalisme. Pada tahun 1970-an, majalah ini tampil menyegarkan dunia jurnalistik di
Indonesia.”13
MBM Tempo, mengaku bahwa awalnya ia tertarik pada gaya penulisan Majalah
Dalam hati muncul pertanyaan, mengapa bahasa Indonesia tak menjadi seperti
bahasa Inggris di Majalah Time? Saya, misalnya, menyarankan, kalau mau bikin
majalah kenapa tak mencoba bentuk yang selama ini belum dicoba di Indonesia?
Mengapa tidak mencoba mingguan berita model Time dan Newsweek di Amerika
11
Ibid., hal.171
12
Umar Nur Zain, Penulisan Feature, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993,
hal.109
13
Septiawan Santa Kurnia, Op.Cit., hal.171
http://prys3107.blogspot.com 10
prys.3107@gmail.com
Serikat yang dipakai L’Expree di Perancis, Der Spiegel di Jerman Barat, atau
Elsevier di Belanda?14
Maka dari keterangan beberapa sumber di atas, tidaklah berlebihan bila secara
jurnalisme yang dipadukan dengan sastra di MBM Tempo. Teks pemberitaan MBM
Tempo kerap disajikan dengan kandungan dimensi estetik yang lazim dijumpai dalam
sebuah karya sastra, yaitu antara lain adalah penggunaan gaya bahasa puitis,
kuantitatif apakah Jurnalisme Sastra yang diterapkan MBM Tempo sesuai dengan
dengan kategori dan memenuhi prinsip-prinsip yang ada sebuah karya Jurnalisme
Sastra. Sebab bila mengacu pada prinsip-prinsip Jurnalisme Sastra yang berkembang
Tempo sendiri.
Sebagai sebuah majalah yang diawaki oleh beberapa sastrawan dan seniman
Indonesia semisal Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Bur Rusuanto, Syu’bah Asa,
MBM Tempo menjadi media yang tepat untuk mengembangkan perpaduan teknik
Soekarno di Indonesia, MBM Tempo edisi perdana terbit tahun 1971. Dengan
14
Coen Husain Pontoh, Konflik Nan Tak Kunjung Padam, dalam Andreas
Harsono & Budi Setiyono, Op.Cit. hal.117
http://prys3107.blogspot.com 11
prys.3107@gmail.com
Indonesia di Asian Games Bangkok, Thailand, judul berita tersebut Bunyi ‘Kraak’
Dalam Tragedi Minarni. Coen Husain Pontoh lalu berkomentar bahwa judul yang
digunakan MBM Tempo tak lazim saat itu. “Judul itu dianggap segar dan renyah
Tempo dan media lain di Indonesia muncul saat kebebasan pers tengah dikekang
rezim Orde Baru. Pemberlakuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) membuat
Karenanya, pemberitaan pers harus sejalan dengan garis politik yang ditetapkan
mengutip pernyataan Fikri Jufri selaku dewan redaksi MBM Tempo saat itu:
Bahwa untuk bisa selamat, maka gaya bahasa harus sopan dan tidak
menyinggung perasaan. Pers harus berani ambil risiko, tetapi harus
meghindarkan risiko yang sebenarnya tidak perlu. Bukan ukuran berapa kali kita
masuk bui; tetapi how to play, bagaimana bermain. Bagaimana menulis kritik
tanpa menyakiti hati orang, walaupun tetap mengemukakan fakta. Kalau tak bisa
fakta, minimal indikasi kuat. Jadi bagaimana kita menjahit dan menyuguhkan
hasil jahitan kita dengan baik.16
15
Ibid., hal.114
16
Rosihan Anwar, Menulis Dalam Air, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta,
1983, hal.260
http://prys3107.blogspot.com 12
prys.3107@gmail.com
untuk menghindari benturan dan tindakan langsung dari negara. Yakni dengan cara
”seluruh fakta dan informasi yang diperoleh Tempo dibungkus dengan kalimat yang
Di titik inilah penulis menemui bahwa dimensi estetik yang diadopsi MBM
Baru. Lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa sebagai lambang komunikasi dalam
media massa, Alex Sobur mengatakan bahwa ”bahasa bukan sekedar alat komunikasi
untuk menggambarkan realitas, namun juga menentukan gambaran atau citra tertentu
realitas sosial tersebut antara lain bisa diamati dalam wacana media (media
Media massa merupakan salah satu arena sosial tempat berbagai kelompok
sosial –masing-masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri–
berusaha menampilkan definisi situasi, atau definisi relitas versi mereka yang
17
Coen Husain Pontoh, Op.Cit., hal.131
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2001, hal.89
http://prys3107.blogspot.com 13
prys.3107@gmail.com
paling sahih. Itu antara lain dilakukan melalui politik bahasa yang dikembangkan
oleh masing-masing kelompok sosial yang terlibat.19
berlaku tak hanya sebagai inovasi penyajian berita lewat pengadopsian dimensi
estetik demi menarik minat pembaca, namun juga sebagai praktik penggunaan bahasa
dalam memandang suatu realitas tertentu. Ketika Jurnalisme Sastra ini diterapkan di
MBM Tempo saat itu, maka ia bisa dipandang sebagai praktik estetik dan politik
bahasa media yang digunakan untuk mensiasati represivitas kekuasaan rezim Orde
Baru.
Namun setelah rezim Orde baru tumbang, situasi politik dan dunia pers di
Indonesia kini telah berubah. Pers tak lagi dikekang dan SIUPP tak lagi diberlakukan.
Sementara di sisi lain, kebebasan pers yang terjadi saat ini telah merangsang
hadirnya media baru yang beragam dan saling bersaing merebut pangsa pasar. Situasi
demikian ditanggapi Totok Djuroto yang mengatakan, ”itu sebabnya, akhir abad 20,
19
Dedy N. Hidayat, Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses
Legitimasi dan Delegitimasi Rejim Orde Baru, artikel dalam Sandra Kartika dan
M. Mahendra (Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana
Multikultural Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
(LSPP), Jakarta, 1999, hal.48-49
http://prys3107.blogspot.com 14
prys.3107@gmail.com
dunia pers nasional kita mengenal sebutan industrialisasi pers. Maksudnya, pers yang
Lewat penelitian inilah muncul minat penulis untuk meneliti lebih jauh
bagaimana praktik Jurnalisme Sastra versi Tempo –sebagai praktik estetik dan politik
bahasa media– diterapkan dalam situasi politik dan dunia pers Indonesia saat ini.
B. Permasalahan Pokok
Secara asumtif, praktik Jurnalisme Sastra sebagai praktik estetik dan politik
bahasa media tersebut penulis temui pada teks berita MBM Tempo. Teks pemberitaan
MBM Tempo kerap disajikan dengan kandungan dimensi estetik yang lazim dijumpai
dalam sebuah karya sastra, yaitu antara lain adalah penggunaan gaya bahasa puitis,
mengenai kasus dugaan korupsi –khususnya yang melibatkan pejabat negara– selalu
mendapat porsi strategis di MBM Tempo. Praktik wacana yang dibangun MBM
yang bergaung khususnya setelah rezim Orde Baru tumbang pada Mei 1998.
20
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hal.4
http://prys3107.blogspot.com 15
prys.3107@gmail.com
Yang membuat penelitian ini penting adalah, penulis menemukan bias dalam
berbagai pemberitaan tersebut. MBM Tempo cenderung berlaku tidak adil dan
memarjinalkan posisi pejabat yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Seakan-akan, pejabat tersebut tidak hanya terlibat secara kebetulan, tetapi juga
terindikasi kuat sebagai salah satu pelaku korupsi, meski kasus tersebut baru bersifat
dugaan.
Salah satu pemberitaan MBM Tempo yang penulis simak adalah kasus
dugaan korupsi pengadaan segel amplop kertas suara Pemilu Presiden 2004.
Pemberitaan ini menjadi menarik karena kasus tersebut melibatkan Menteri Hukum
dan HAM Hamid Awaluddin sebagai pihak yang diduga paling bertanggungjawab
atas kasus ini. Belakangan ini, muncul pula pemberitaan mengenai kasus dugaan
korupsi yang melibatkan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra terkait
dengan pengadaan alat pemindai sidik jari di Departemen Hukum dan HAM.
banyak pertanyaan akan kelanjutan dan bagaimana akhir dari kasus tersebut. MBM
Tempo sendiri tampaknya masih tetap memantau perkembangan terbaru dari kasus
ini.
MBM Tempo mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara,
masyarakat Indonesia di mana korupsi telah menjadi penyakit masyarakat. Tak heran
bila banyak dari kasus tersebut yang tidak mudah terselesaikan secara hukum dan
seakan menjadi borok yang kian meluas di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dan
yang menjadi alasan mengapa penelitian ini penting dilakukan, ialah karena wacana
kasus dugaan korupsi yang dilakukan pejabat atau mantan pejabat tengah menjadi
wacana aktual yang marak di pemberitaan media massa dalam negeri saat ini.
dikaji lebih mendalam lewat paradigma kritis. Artinya, teks berita yang diproduksi
wartawan tak bisa dilepaskan dari kepentingan ideologis dan komersial (bisnis) media
cetak tersebut. Dalam kata lain, untuk sampai kepada relasi kekuasaan dan ideologi
media lewat praktik politik bahasa, wartawan di sini mesti dipandang sebagai bagian
dari media yang tidak dengan sendirinya bebas mengkonstruksikan dan menafsirkan
realitas. Eriyanto mengungkapkan hal ini sebagai kajian analisis teks media dalam
paradigma kritis:
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKiS, 2001,
hal.54-55
http://prys3107.blogspot.com 17
prys.3107@gmail.com
MBM Tempo membuat penulis tertarik untuk mengkajinya lebih lanjut lewat kajian
studi analisis teks media dengan pendekatan kualitatif. Dengan mengacu pada
bahasa atau pemakaian bahasa.”22, untuk itu metode penelitian yang penulis gunakan
Pada umumnya, studi analisis wacana kritis memang kerap digunakan untuk
membedah isi media. Dalam pengertian ini, wacana dipandang sebagai suatu alat
yang tidak dominan dan teks berita adalah bentuk nyata dari dominasi tersebut. Tak
sebagainya.
multi disiplin. Dalam studi analisis teks yang berkaitan dengan sastra, Eriyanto
studies yang menyingkirkan estetika. Dalam kata lain, penelitian cultural studies
seperti dalam model analisis wacana kritis, lebih tertarik dengan perdebatan mengenai
22
Ibid., hal.4
http://prys3107.blogspot.com 18
prys.3107@gmail.com
dominan, ketimbang menggali dimensi estetika dalam sastra itu sendiri: Eriyanto
mengatakan:
tidak tertarik untuk mendapatkan jouissance, suatu kenikmatan tekstual yang muncul
karena kemelimpahan makna dan eksplorasi bentuk, juga ketakterdugaan metafor dan
imaji yang lazimnya disediakan oleh teks sastra. Karena pembacaan mereka terhadap
sastra selalu bersifat "politis", dalam artian hanya melihat karya sastra sebagai
representasi sosial.
Dalam representasi, selalu ada suara dominan dan suara tertekan. Agenda
politik disini berarti melucuti suara dominan dan memberdayakan suara tertekan.
23
Ibid., hal.353
http://prys3107.blogspot.com 19
prys.3107@gmail.com
Tidak aneh dalam menghadapi karya, mereka lebih tertarik pada pesan politiknya
ketimbang sastranya.24
Adapun kritik Sahal tersebut menjadi perhatian tersediri bagi penulis, sebab
penelitian ini pun terkait dengan kajian dimensi estetika sastra yang dimaksudkan
Sahal. Karenanya, dalam penelitian ini penulis coba menjawab kritik di atas dengan
media. Meski begitu harus diakui, penelitian ini pun tak mungkin lepas dari kajian
dimensi politis.
Maka jelas bahwa fokus penelitian di sini tidak hanya berkutat pada
menyimak hubungan antara teks berita yang mikro dengan konteks sosial yang makro
sebagai tingkat analisis, penulis juga menjembatani kedua variabel tersebut dengan
tingkat analisis meso, yaitu pada proses produksi dan konsumsi teks.
pada esensi praktik Jurnalisme Sastra itu sendiri sebagai perkembangan dari praktik
24
Ahmad Sahal, "Cultural Studies" dan Tersingkirnya Estetika, artikel
dalam Harian Kompas Jumat, 2 Juni 2000
http://prys3107.blogspot.com 20
prys.3107@gmail.com
jurnalisme kontemporer. Sebab meskipun penelitian tentang media massa dalam ilmu
komunikasi telah kian berkembang di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta,
Maka dari seluruh uraian latar belakang tersebut, timbul pertanyaan dalam diri
1. Bagaimana dimensi estetik dan politik bahasa dari teks pemberitaan MBM Tempo
Indonesia Bersatu?
Tempo mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet
Indonesia Bersatu?
3. Bagaimana Jurnalisme Sastra sebagai praktik estetik dan politik bahasa terjadi
kekuatan sosial lainnya– yang mengelilingi MBM Tempo terkait dengan praktik
tersebut?
5. Bagaimana Jurnalisme Sastra itu sendiri berkembang di MBM Tempo saat ini?
http://prys3107.blogspot.com 21
prys.3107@gmail.com
–sebagai praktik estetik dan politik bahasa media– pada pemberitaan kasus
C. Tujuan Penelitian
hubungan antara teks berita yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso,
dengan konteks sosial yang makro dalam praktik Jurnalisme Sastra MBM Tempo
sebagai praktik estetik dan politik bahasa media pada pemberitaan kasus dugaan
Penelitian ini juga dilakukan sebagai usaha praktis yang bertujuan menggali
D. Kegunaan Penelitian
analisis teks media yang berlandaskan pada teori wacana dan teori estetik lewat studi
cetak pada umumnya, dan MBM Tempo pada khususnya terhadap praktik Jurnalisme
Sastra yang mereka kembangkan agar mampu membawa wawasan khalayak pembaca
Indonesia.
penerapannya di kancah pers negeri ini masih berada pada fase awal. Serta
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, penjelasannya
sebagai berikut:
berisi alasan memilih media dan wacana pemberitaan, disertai uraian singkat
mengenai paradigma dan metode yang akan digunakan dalam penelitian; Tujuan
Penelitian dan Kegunaan Penelitian baik secara teoritis maupun praktis; dan
Sistematika Penulisan berisi penjelasan sistematis mengenai hal-hal apa saja yang
BAB II KERANGKA TEORI, terdiri dari Tinjauan Pustaka yang berisi uraian
konsep yang digunakan dalam penelitian ini seperti, serta penjelasan mengenai
wacana dalam teori dan metode analisisnya; Definisi Operasional berisi penjelasan
definisi yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian ini; dan Kerangka Pemikiran
berupa bagan penelitian sebagai penjelasan menyeluruh atas isi dari bab ini.
yakni paradigma kritis; Metode Penelitian yang bersifat kualitatif dengan model
penelitian Analisis Wacana Kritis; Bahan Penelitian yaitu teks berita yang akan
diteliti menggunakan metode analisis wacana kritis, dan Unit Analisis yang
disesuaikan dengan model penelitian yang dipakai; Populasi dan Sampel; Metode
dan observasi, serta studi kepustakaan sebaagi referensi; dan Metode Analisis Data
Penelitian yang berisi; Hasil Penelitian yang berisi hasil penelitian dari tiga tingkat
analisis mikro, meso, dan makro; dan Pembahasan yang berisi pembahasan dari hasil
penelitian.
http://prys3107.blogspot.com 24
prys.3107@gmail.com
penulis mengenai keseluruhan isi dari penelitian ini; dan Saran sebagai rekomendasi
kepada MBM Tempo terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis.
http://prys3107.blogspot.com
prys.3107@gmail.com
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka
maka bab ini akan mengurai konsep-konsep terkait dengan masalah pokok,
Secara etimologi, kata ‘media’ adalah bentuk jamak dari kata ‘medium’.
Media massa, dalam kaitan dengan proses komunikasi diungkapkan Onong Uchjana
Dari pendapat Effendy di atas, jelas artinya bahwa media massa yang
Communication, seperti yang dikutip Surya Fachrizal, mengatakan “The mass media
1
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, & Filsafat Komunikasi, Penerbit CV
Bandar Maju, Bandung, 1993, hal 397
25
http://prys3107.blogspot.com 26
prys.3107@gmail.com
Media massa berpartisipasi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam
masyarakatnya.
ekonomi, politik, dan budaya suatu masyarakat di mana media massa tersebut hidup.
Salah satu bentuk media massa cetak adalah majalah. Totok Djuroto
sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio, dijilid
dalam bentuk buku. Majalah biasanya terbit teratur, semingu sekali, dua minggu
2
Surya Fachrizal, Wacana Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SPL)
Pada Pemberitaan LKBN Antara dan Koran Tempo Mengenai Hukum Cambuk di
Aceh dan Fatwa MUI Tentang SPL dan Ahmadiyah (Skripsi), Institut Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Jakarta, 2006, hal.21
3
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, Pt Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hal.11
http://prys3107.blogspot.com 27
prys.3107@gmail.com
berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik
aktual yang patut diketahui konsumsi pembaca artikel, sastra dan sebagainya.”4
berikut:
sebagai salah satu media massa ialah terbitan pers berkala dengan kertas sampul,
dihiasi ilustrasi maupun foto dan tulisan yang berisi liputan jurnalistik tentang topik
aktual yang patut diketahui pembaca. Jenisnya adalah majalah umum, dan majalah
khusus.
Terbagi dalam majalah populer, majalah wanita, majalah pria, majalah berita,
majalah ringkasan, majalah remaja, majalah anak-anak, majalah mode, majalah
pertanian, dan majalah khusus. Dikenal beberapa kelompok penerbit majalah
4
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hal.545
5
Djujuk Djuyoto, Jurnalistik Praktis Sarana Penggerak Lapangan Kerja
Raksasa, Nurcahaya, Yogyakarta, 1985, hal.21-22.
http://prys3107.blogspot.com 28
prys.3107@gmail.com
Mengacu pada seluruh uraian yang penulis ungkapkan, jelas bahwa MBM
Tempo adalah institusi media massa cetak berjenis majalah berita yang terbit
mingguan. Diterbitkan oleh salah satu kelompok penerbit besar di Indonesia, yaitu
Kelompok Tempo, MBM Tempo juga bisa dipandang sebagai institusi media yang
Memandang media massa dalam paradigma kritis di sini, berarti seperti yang
diungkapkan Eriyanto tentang ide dan gagasan Marxis dan Mazhab Frankfurt yang
Masyarakat dilihat sebagai suatu sistem dominasi, dan media adalah salah
satu bagian dari sistem dominasi tersebut.
.................................................................
Media adalah alat kelompok dominan untuk memanipulasi dan mengukuhkan
kehadirannya sembari memarjinalkan kelompok yang tidak dominan.7
bukanlah sebagai entitas yang bebas nilai. Media merupakan alat kelompok dominan
untuk menguasai dan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan. Karena media
6
Kurniawan Junaedhie, Ensiklopedi Pers Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1991, hal.155
7
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4,
LKiS, Yogyakarta, 2005, hal.22
http://prys3107.blogspot.com 29
prys.3107@gmail.com
dikuasai oleh kelompok yang dominan, maka realitas yang sebenarnya telah
berbagai dimensi ilmu sosial di dunia, termasuk ilmu komunikasi. Salah satunya
seperti yang diungkapkan Stuart Hall dalam mengkaji studi tentang media massa.
Dengan tetap bersandar pada paradigma kritis, Hall justru mengkritik pandangan awal
yang melihat media sebagai alat kelompok dominan untuk menguasai kelompok yang
tidak dominan.
Di sini, media harusnya dilihat bukan sebagai ‘kekuatan jahat’ yang memang
didesain untuk memburukkan kelompok lain. Media menjalankan perannya
seperti itu, melakukan representasi kelompok lain melalui proses yang kompleks,
melalui proses pendefinisian dan penandaan, sehingga ketika ada kelompok yang
buruk dalam pemberitaan, itu dipresentasikan sebagai sesuatu yang wajar, terlihat
alamiah, memang demikianlah kenyataannya.”8
seperti apa adanya, yakni sesuai dengan konsensus yang terjadi di masyarakat.
Konsensus tersebut tidak timbul secara alamiah dan spontan tetapi terbentuk
lewat proses yang kompleks yang melibatkan konstruksi sosial dan legitimasi.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . media
tidaklah secara sederhana dipandang refleksi dari konsensus, tetapi media
mereproduksi dan memapankan definisi dari situasi yang mendukung dan
melegitimasi suatu struktur, mendukung suatu tindakan, dan mendelegitimasi
tindakan lain.9
8
Ibid., hal.27
9
Ibid., hal.28
http://prys3107.blogspot.com 30
prys.3107@gmail.com
memahami bahwa media turut memainkan peranan penting di sini. Maka dengan
menggunakan paradigma kritis yang diuraikan Stuart Hall, penulis memandang MBM
Tempo selaku media yang menjadi pihak sentral dalam mereproduksi dan
memapankan definisi dari situasi (status quo) dengan cara melegitimasi suatu
praktik yang dilakukan MBM Tempo dalam melegitimasi atau mendelegitimasi suatu
tindakan demi memapankan status quo, dilihat sebagai sesuatu yang wajar sesuai
pemberitahuan mengenai terjadinya peristiwa atau keadaan yang bersifat umum dan
baru saja terjadi (aktual) yang disampaikan oleh wartawan dalam media massa.”10
ide terhadap massa, yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang
10
Kurniawan Junaedhie, Op.Cit., hal.26
http://prys3107.blogspot.com 31
prys.3107@gmail.com
dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah pula karena ia
dalam sebuah naskah berita, yaitu benar, dan ada gunanya bagi masyarakat. Syarat
‘benar’ di sini mengacu pada fakta yang objektif. “Kalau berita peristiwa benar telah
sebagaimana yang diinginkan oleh reporter. Suka atau tidak, reporter wajib menyusun
Dari pendapat Soehoet mengenai definisi berita inilah, penulis melihat sebuah
kontradiksi. Karena di satu sisi berita harus dilaporkan sebagaimana adanya dan tidak
sebagaimana yang diinginkan oleh wartawan. Sementara di sisi lain, ada usaha untuk
11
Djafar H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek
Kewartawanan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.24
12
A.M. Hoeta Soehoet, Dasar Dasar Jurnalistik, Penerbit Yayasan Kampus
Tercinta–IISIP Jakarta, Jakarta, hal.23
13
Ibid., hal.130
http://prys3107.blogspot.com 32
prys.3107@gmail.com
pemberitaan yang objektif dan apa adanya mustahil tercapai. Ketika berita disusun
sejak proses wartawan dalam mencari, menyusun bahan berita, memilih dan
menempatkan berita oleh staff redaksi, maka secara otomatis sudah terjadi
pembentukan kembali realitas lewat praktik diskursif media atas suatu peristiwa yang
hendak diberitakan.
Ditambah lagi, tidak semua peristiwa dan isi pernyataan manusia yang
diperlukan masyarakat termuat di media cetak. Karena itu, staff redaksi menyajikan
dan memilih berita yang layak dimuat sesuai dengan nilai berita bagi pembaca,
sekaligus demi mewujudkan filsafat hidup (dalam kata lain, ideologi) media massa itu
sendiri. Ini menyebabkan berita itu sendiri menjadi tidak lagi objektif. Karenanya,
untuk menguraikan lebih lanjut mengenai berita, penulis akan memandangnya dalam
paradigma kritis.
Dengan bersandar pada paradigma kritis, maka klaim bahwa sebuah bahasa
Mengandaikan bahasa sebagai representasi dari realitas sosial adalah hal yang
mustahil.
.................................................................
karena begitu realitas hendak dibahasakan, selalu terkandung ideologi dan
penilaian.14
14
Eriyanto, Op.Cit., hal.45-46
http://prys3107.blogspot.com 33
prys.3107@gmail.com
berita adalah cermin dari realitas, sebab “menurut kaum kritis, berita adalah hasil dari
berita dapat ditempatkan, yakni “pembuatan berita di media pada dasarnya adalah
bermakna.”16
kerja jurnalisme tidak bisa dipahami semata-mata sebagai kerja profesional di mana
wartawan diatur dengan hukum dan aturan-aturan kerja profesional, tetapi ia harus
dipandang sebagai bagian dari praktik kelas di mana wartawan tersebut berada:
15
Ibid., 34
16
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa; Sebuah
Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-Berita Politik, Penerbit Granit,
Jakarta, 2004, hal.11.
17
Eriyanto, Op.Cit., hal.42
http://prys3107.blogspot.com 34
prys.3107@gmail.com
Itu sebabnya penulis juga melihat bahwa sebuah teks berita ditulis oleh
Maka titik penelitian yang penulis lakukan pun harus diarahkan untuk mencari
ideologi wartawan atau MBM Tempo lewat analisis teks beritanya, dan bagaimana
ideologi itu dipraktikkan oleh MBM Tempo dalam memarjinalkan kelompok lain.
A.3. Korupsi
Secara etimologis kata ‘korupsi’ berasal dari bahasa Belanda, yaitu korruptie.
kesucian.”18
18
Soetrisno Bachir, Membangun Kemandirian Bangsa, Penerbit Belantika,
Jakarta, 2005, hal. 104.
19
Ibid., hal.105
20
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 35
prys.3107@gmail.com
pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dan kebanyakan dari kasus korupsi yang
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa
legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
21
Adnan Topan Husodo, Buruk Muka Tetap Dibela, artikel dalam Koran
Tempo, Edisi 11 Oktober 2006.
http://prys3107.blogspot.com 36
prys.3107@gmail.com
undangan yang berlaku.”22 Maka dalam konteks penelitian ini, pejabat negara yang
dimaksud adalah penjabat negara setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu.
Berbagai kasus korupsi tersebut sampai sekarang belum tersentuh oleh hukum sama
sekali. Bahkan korupsi juga terjadi di tengah pemerintahan Indonesia saat ini.
Jakarta atas kasus dugaan korupsi di lembaga penyelenggara pemilu (KPU) dan kasus
Dana Abadi Umat (DAU) yang menyeret mantan Menteri Agama sebagai pihak
Dua kasus di atas pula yang telah memberikan fakta bahwa korupsi telah
begitu kronis dan menyerupai misteri gunung es. Dan hal itu juga menunjukkan
birokrasi pemerintahan telah begitu bobrok. Dan yang paling tragis adalah
keterlibatan lembaga yang seharusnya menjadi pengawas, justru menjadi bagian
dari pelaku korupsi itu sendiri.23
Hal ini diakui oleh Presiden RI saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
bidang kelembagaan negara, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah belum
kokohnya lembaga-lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif yang bersih dan bebas
22
Tim Editorial, Undang-Undang Tentang Korupsi, Penerbit PROGRESIF
BOOKS, Jakarta, 2006, hal.56
23
Willy Pramudya dan A.A. Sudirman (Ed.), Laporan Hukum dan HAM
LBH Jakarta 2005, Penerbit Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, 2005, hal.68
http://prys3107.blogspot.com 37
prys.3107@gmail.com
dari KKN serta terciptanya kepastian dan penegakan hukum dan aturan secara
Pandangan demikian juga dinyatakan Henry Siahaan dan Ainul Ridha dalam
Pemberantasan Korupsi. Henry dan Ainul mengatakan bahwa pemerintah saat ini
Maka dari uraian di atas, penulis memahami bahwa Pemerintah Indonesia saat
ini hendak mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good
24
Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Yusuf Kalla, Membangun Indonesia
yang Aman, Adil, dan Sejahtera; Visi, Misi, dan Program, tanpa penerbit, Jakarta,
2004, hal.10-11
25
Ibid., hal.45
26
Henry Siahaan dan Ainul Ridha, “Desentralisasi Pemberantasan Korupsi”,
artikel dalam Koran Tempo, Edisi 17 oktober 2006.
http://prys3107.blogspot.com 38
prys.3107@gmail.com
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan
saran dan pendapat kepada penegak hukum dan atau Komisi mengenai perkara tindak
pidana korupsi.”27
korupsi dengan pemberitaannya di media. Peran media yang bebas dan independen
dalam mendorong good governance tentu tak bisa dilepaskan dari fungsi ideal media
itu sendiri, yaitu fungsi informatif, fungsi pendidikan, dan fungsi kontrol sosial.
Sebagai bagian dari institusi masyarakat sekaligus pelayan informasi publik, media
transparan.
yang berhubungan dengan korupsi dan pelayanan publik yang berkaitan erat dengan
27
Tim Editorial, Op.Cit., hal 208.
http://prys3107.blogspot.com 39
prys.3107@gmail.com
media mengenai isu kasus korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat negara.
kasus tindak korupsi melalui proses proses pendefinisian dan penandaan yang
tersebut terbentuk lewat proses kompleks melibatkan konstruksi sosial bahwa tindak
perundang-undangan.
konsensus tersebut, tetapi media mereproduksi dan memapankan status quo yang
mendukung dan melegitimasi struktur tersebut. Bahkan terlihat wajar bila media ikut
melegitimasi tindakan korupsi sebagai tindakan yang buruk dan perlu diberantas.
Sehingga ketika ada pejabat negara yang terlibat dalam kasus korupsi digambarkan
secara buruk dalam pemberitaan media, itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar
Dalam kerangka inilah penulis menempatkan MBM Tempo sebagai salah satu
pemberitaannya.
http://prys3107.blogspot.com 40
prys.3107@gmail.com
Karenanya, penulis merasa perlu menguraikan Jurnalisme Sastra secara lebih rinci.
sastra dalam pandangan lama adalah segala jenis karangan yang berisi dunia khayalan
Mencermati definisi di atas, bisa penulis pahami bahwa sastra pada awalnya
dianggap sebagai karangan yang tidak mengandung fakta, tetapi ia merupakan jenis
karangan yang mengandung realitas dunia khayalan (fiksi) sebagai hasil imajinasi
manusia. Konsekuensi pandangan ini membuat segenap unsur realitas yang terdapat
pada karya sastra merupakan hasil khayalan atau rekaan pengarang semata, sehingga
Maka jelas artinya, apa pun kandungan realitas yang terdapat dalam sebuah
karya sastra, mestilah kita anggap sebagai realitas fiktif yang hanya ada dalam dunia
khayal. Bisa dicontohkan bila ada pengarang menulis sebuah kisah fiksi yang
mengambil latar adegan kota Jakarta. Kalaupun kota Jakarta yang digambarkan si
pengarang ternyata berbeda dengan kota Jakarta yang ada dalam dunia nyata, ataupun
ia menyusun realitas kota Jakarta menurut hasil rekaannya sendiri, maka tidak
28
Sapardi Djoko Damono, Pengarang, Karya Sastra, dan Pembaca, artikel
dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat Penelitian Kemasyarakatan
dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, hal.9
http://prys3107.blogspot.com 41
prys.3107@gmail.com
menjadi persoalan karena realitas dunia khayal dalam karya sastra tersebut mesti
dengan kehadiran karya sastra yang ternyata benar-benar mengandung fakta. Atau
‘Surapati’ karya N. St. Iskandar sebagai “karya sastra yang banyak menggunakan
Contoh lain juga bisa kita jumpai pada novel tetralogi ‘Bumi Manusia’ karya
Pram mengakui bahwa karyanya itu perpaduan dari catatan sejarah dan
imajinasinya.
............................. ...................................
tokoh Minke dalam novel tersebut merupakan representasi dari Tirtho Adhi
Soerjo, seorang tokoh nasionalis angkatan pertama yang kurang mendapat
perhatian dalam penulisan sejarah nasional.30
Dunia sastra dan jurnalistik di Indonesia sendiri punya sejarah penting pada
merilis 12 cerita pendeknya dalam sebuah buku kumpulan cerpen berjudul ‘Saksi
Mata’, dimana di dalamnya secara tersirat mengisahkan pembantaian warga sipil oleh
tentara Indonesia di Santa Cruz, Dili, Timor Timor (sekarang Timor Leste). Meski
29
Ibid., hal.10
30
Nurdin Kalim dan Sunudyantoro, Memburu Sang Ilham di Wonokromo
artikel Selingan Iqra, Majalah Berita Mingguan Tempo, Edisi 14 Mei 2006
http://prys3107.blogspot.com 42
prys.3107@gmail.com
karya cerpennya fiktif, nama diganti, dan tempat tak disebutkan jelas, Seno mengaku
bahwa ia menulis cerpen tersebut berdasarkan fakta yang terdapat dalam kasus
Insiden Dili 12 November 1991. Ia sendiri memilih mengungkapkan fakta lewat cara
Saya melawannya, dengan cara membuat Insiden Dili yang ingin cepat-cepat
dilupakan itu menjadi abadi. Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara,
karena jika jurnalisme bersumber dari fakta, maka sastra bersumber dari
kebenaran. Ini membuat saya dengan sengaja mencari segala segi dari Insiden
Dili yang bisa menjadi cerpen–sebagai suatu cara untuk melawan.31
menjadi tidak relevan lagi. Karena karya sastra, meskipun merupakan hasil khayalan
pengarangnya, ternyata bisa begitu erat dengan dunia kenyataan. Di titik inilah
batasan antara fiksi dengan fakta menjadi kabur. Bahkan bisa dikatakan bahwa
eksistensi sastra berwajah ganda. Dikatakan demikian karena di satu sisi ia mesti
diposisikan sebagai realitas dunia khayal yang bernaung dalam unsur-unsur fiksi
pembentuknya. Sedangkan di sisi lain, ia bisa dianggap layaknya cermin dunia yang
31
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus
Bicara, Edisi Kedua, Penerbit Bentang, Yogyakarta, 2005, hal.40
http://prys3107.blogspot.com 43
prys.3107@gmail.com
menunjukkan bahwa “perbedaan di antara kategori ‘sastra’ dan ‘bukan sastra’ tidak
ditentukan oleh suatu kenyataan objektif apapun, misalnya ‘bahasa sastra’ dan
belaka.”33
Untuk itu, penulis menganggap bahwa tidak ada batasan yang pasti untuk
sastra. Apalagi kini sastra dianggap bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri,
tapi sastra merupakan bagian dari masyarakat yang melahirkan dan menikmatinya.
Terlepas dari perdebatan kandungan fakta atau fiksi, serta perdebatan tentang
definisi sastra, penulis merujuk pada M. Atar Semi yang mengungkapkan bahwa
meski kata ‘sastra’ atau ‘kesusastraan’ dapat ditemui dalam sejumlah pemakaian yang
berbeda-beda, pada dasarnya sastra merupakan “suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni
32
Ariel Heryanto, Masihkah Politik Jadi Panglima? Politik Kesusastraan
Indonesia Mutakhir, artikel dalam Majalah Prisma, Edisi Sastera dan Masyarakat
Orde Baru, No.8 Tahun XVII, Jakarta, 1988, hal.6
33
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 44
prys.3107@gmail.com
sastra dengan coba memandang sastra sebagai suatu bentuk penulisan. Pendapat ini
juga merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengungkapkan bentuk
sastra atau kesusastraan sebagai “karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan
dalam ungkapannya.”35
Secara spesifik Semi mencatat ada dua unsur atau struktur karya sastra, yakni
struktur luar atau ekstrinsik sebagai “segala macam unsur yang berada di luar suatu
karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut.”36 Struktur
ekstrinsik ini penulis pahami sebagai faktor sosial, ekonomi, budaya, politik,
Dan yang kedua adalah struktur dalam atau intrinsik, yakni “unsur-unsur yang
membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur
34
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, PT Angkasa Raya, Padang, tt, hal.8
35
Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat penelitian
dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, hal.786
36
M. Atar Semi, Op.Cit., hal 35
37
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 45
prys.3107@gmail.com
Keterangan di atas penulis pahami bahwa sebuah karya sastra dibangun lewat
unsur esktrinsik dan intrinsiknya. Dengan mengingat bahwa sastra merupakan suatu
bentuk karya tulis berisi realitas dunia khayalan dari imajinasi pengarangnya, yang
bisa dihubungkan dengan realitas dunia kenyataan, maka tak heran bila sastra
kemudian menyusup ke dalam ranah jurnalisme yang berisikan fakta realitas dunia
Hal ini terjadi karena unsur ekstrinsik yang dikandung sastra menekankan
bahwa bentuk dan isi dari sebuah karya sastra merupakan representasi dari berbagai
faktor realitas masyarakatnya. Kemudian dalam unsur intrinsik, karya sastra dikenali
lewat bentuk dan isi penulisannya. Jika dalam penulisan berita dapat dikenali lewat
bentuk teras, body, dan penutup berita yang jernih dan kaku, maka penulisan karya
sastra dapat dikenali lewat keaslian, keartistikan, dan keindahan instrinsik struktur
penulisan dan penggunaan bahasanya. Lewat unsur intrinsik inilah bentuk teks sastra
Dari seluruh uraian di atas, penulis berpandangan bahwa unsur ekstrinsik dan
intrinsik inilah yang terdapat dalam Jurnalisme Sastra. Penulis juga menyimpulkan
bahwa unsur intrinsik Jurnalisme Sastra dapat dikenali dari penyusupan segenap
dimensi politis dan estetik karya sastra ke dalam penulisan berita. Namun untuk
jurnalistiek maupun jurnalisme berasal dari bahasa latin, yaitu diurnalis, artinya tiap
hari. Sedangkan jurnal (bahasa Inggris) artinya catatan peristiwa harian. Dalam ilmu
menyiapkan, dan menyebarkan berita melalui media massa. Kata jurnalisme sendiri
jurnalistik adalah “suatu pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak
sebagai istilah yang sama artinya, yakni lebih menekankan pada suatu proses,
38
A.M. Hoeta Soehoet, Op.Cit., hal.5-6
39
Kurniawan Junedhie, Op.Cit., hal.113
40
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2001, hal.151
http://prys3107.blogspot.com 47
prys.3107@gmail.com
menggunakan istilah jurnalisme karena sesuai dengan rujukan para ahli yang
proses, pengelolaan, dan cara penyampaian laporan (berita) mulai dari tahap
peliputan, pengumpulan bahan berita, dan penulisan berita yang termuat dalam media
massa periodik. Dalam rangka inilah, jurnalisme memiliki ragam penulisan feature
sebagai karangan khas yang sudah mulai mengadopsi unsur sastra ke dalamnya.
Umar Nur Zain membagi pengertian feature dalam arti luas dan arti sempit,
yakni:
Feature dalam arti luas adalah tulisan-tulisan di luar berita, bisa berupa tulisan
ringan, tulisan berat, tajuk rencana, tulisan opini, sketsa, laporan pandangan
mata dan sebagainya. Sedang dalam arti sempit, feature adalah tulisan khas
yang sifatnya bisa menghibur, mendidik, memberi informasi dan sebagainya
mengenai aspek kehidupan dengan gaya yang bervariasi.41
Dari kutipan di atas, Zain secara implisit sudah menyatakan bahwa feature
bukanlah berita. Pandangan ini juga bisa ditemui pula pada pendapat Junaedhie yang
41
Umar Nur Zain, Penulisan Feature, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993,
hal.19
http://prys3107.blogspot.com 48
prys.3107@gmail.com
Lebih panjang dari berita biasa, bersifat kreatif terutama dalam memilih sudut
hal.”42
Pada mulanya, feature adalah bentuk tulisan yang diadaptasi oleh jurnalisme
agar para wartawan mendapat sudut pandang lain dalam memotret realitas
peristiwa kemanusiaan. Dengan feature, fakta-fakta yang difokuskan pada
masalah human interest bisa disajikan secara lain, tidak biasa, dan tidak perlu
dirunutkan dari yang paling penting sampai yang kurang penting.43
yang bersifat menghibur dan mendidik mengenai aspek kehidupan yang menarik
untuk diinformasikan dalam media cetak. Fakta yang difokuskan pada penekanan
human interest, menjadikan feature tak bisa dilepaskan dari emosi, pikiran-pikiran,
Perbedaan ini juga terlihat bahwa ada dimensi estetik sastra dalam penulisan
imajinasi yang tidak mengkhianati fakta peristiwa dalam penulisan feature. Lebih
42
Kurniawan Junaedhie, Op.Cit., hal.66
43
Septiawan Santana Kurnia, Jurnalisme Sastra, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002, hal.230-231
http://prys3107.blogspot.com 49
prys.3107@gmail.com
Kedekatan feature dengan sastra juga dilihat oleh Kurnia dari nilai artistiknya.
human interest yang dikandungnya.. Struktur penulisan feature sangat khas. Dari
feature dibangun oleh kaidah penulisan sastra. Tulisan jadi mengalir dalam
Dari keterangan di atas, jelas bahwa sastra sudah memasuki ranah jurnalisme
lewat feature. Meski begitu penulis memahami bahwa unsur sastra yang terkandung
di dalam feature belum digunakan secara menyeluruh, dalam artian feature baru
menerapkan sebagian unsur intrinsik sastra, khususnya pada penggunaan gaya bahasa
sastra. Ditambah juga, tema yang dituangkan dalam feature baru sebatas tema-tema
yang menyangkut dengan human interest saja, hal ini disebabkan tema tersebut dapat
disajikan kapan saja dan tidak menuntut aktualitas. Sampai di sini, feature memang
44
Umar Nur Zain, Op.Cit, hal.168
45
Septiawan Santa Kurnia, Op.Cit., hal.201-202
46
Ibid., hal.223
http://prys3107.blogspot.com 50
prys.3107@gmail.com
berbeda dengan berita yang menggunakan bahasa jurnalisme yang jernih dan
Situasi inilah yang kemudian didobrak pada era Jurnalisme Baru lewat bentuk
penulisan yang luwes bernama antara feature dengan berita. Zain mengungkapkan
bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Jurnalisme baru, yakni “perpaduan antara
news dan feature, perpaduan gaya antara bahasa pers dan cerita pendek.”47
menjadi salah satu teknik penulisan berita (news feature), feature juga menjadi bagian
namun feature dekat dengan berita, terutama dalam mengembangkan berita utama.
menarik demi mengimbangi kekakuan bentuk penulisan berita. Dengan kata lain,
47
Umar Nur Zain, Op.Cit., hal.205
48
Septiawan Santa Kurnia, Op.Cit., hal.201
49
Ibid., hal.230-231
http://prys3107.blogspot.com 51
prys.3107@gmail.com
wartawan berusaha menyajikan informasi yang juga terdapat pada berita utama,
namun lewat sudut pandang tertentu dengan menekankan unsur daya pikat manusia
feature yang mulai memadukan tema-tema human interest dengan fakta peristiwa
Feature berita tidak hanya melaporkan apa adanya saja, tapi juga
mengisahkan. Ia masih melihat kejadian tidak hanya fakta-faktanya saja. Suatu
feature berita masih dibangun melalui kreativitas wartawannya.
............................................................. ....
Sebagai tulisan yang masih cenderung menulis syarat-syarat jurnalistik, maka
feature berita masih mementingkan segi aktualitasnya.50
laporan jurnalistik yang menggabungkan kandungan unsur aktualitas dan unsur daya
lewat teknik penulisan tertentu sebagai sebuah pemberitaan mengenai suatu peristiwa.
sudah menemukan pola penyajian khusus, yaitu news feture (feature berita) yang
50
Riyono Pratikto, Kreatif Menulis Feature, Alumni Bandung, 1984, hal.96
http://prys3107.blogspot.com 52
prys.3107@gmail.com
sendiri mengatakannya: perpaduan antara jurnalistik dan sastra.. antara news dengan
feature.”51
dalam MBM Tempo tersaji antara lain dalam bentuk berita lempang, editorial, feature
berita, kolom, dan esai. Khusus pada bentuk feature berita, MBM Tempo
Berangkat dari seluruh uraian feature berita di atas, penulis memahami bahwa
salah satu bentuk penulisan berita MBM Tempo adalah feature berita, baik itu berita
yang aktual, maupun pada peristiwa yang sudah selesai. Dan khususnya lagi bentuk
feature berita menyajikan perpaduan antara jurnalisme dan sastra (Jurnalisme Sastra)
mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia
Bersatu.
Jurnalisme Baru, yakni “jurnalisme yang mengambil teknik penulisan novel. Dengan
51
Umar Nur Zain, Op.Cit., hal.109
52
Kurniawan Junaedhie, Op.Cit., hal.113
http://prys3107.blogspot.com 53
prys.3107@gmail.com
bahwa “Jurnalisme Baru dengan Jurnalisme Sastra memiliki hubungan yang saling
berpengaruh saru sama lain, meliputi struktur gaya penulisan dan penggunaan bahasa
dalam menuliskan berita atau tulisan di media massa atau sebaliknya dalam
Seperti yang telah penulis kemukakan pada bagian latar belakang masalah,
Jurnalisme Sastra ini merupakan bagian dari Jurnalisme Baru yang lahir di Amerika
Serikat. Penulis sendiri melihat bahwa Jurnalisme Sastra dapat dikenali dari dua
umumnya para redaktur tidak mau ambil resiko dengan wartawan muda, yang
diambil laporannya kemudian dihimpun menjadi suatu news oleh redaktur. Jadi anak
muda itu bertugas hanya sebagai penghimpun data pencari bahan saja, dan yang
“Jurnalisme Sastra bukan saja melaporkan seseorang melakukan apa, tapi ia masuk ke
53
Ibid., hal.117
54
Umar Nur Zain, Ibid., hal.212
http://prys3107.blogspot.com 54
prys.3107@gmail.com
dalam psikologi yang bersangkutan dan menerangkan mengapa ia melakukan hal itu.
Ada karakter, ada drama, ada babak, ada adegan, ada konflik.”55
Wolfe juga mengungkapkan unsur penting yang juga terdapat pada proses
penyajiannya ialah “waktu riset dan wawancara biasanya panjang sekali, bisa
Mengacu pada berbagai uraian di atas, tidak bisa dipungkiri bahwa Jurnalisme
Sastra merupakan salah satu bentuk praktik jurnalisme yang sejalan dengan tuntutan
zaman, agar institusi media cetak dapat menyajikan berita yang mendalam sekaligus
wartawan senior dalam penulisannya, serta memakan waktu peliputan yang lama.
akan menguraikannya secara langsung dengan contoh tulisan yang tergolong sebagai
Jurnalisme Sastra. Tulisan tersebut adalah karya Chick Rini, wartawan Harian
diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan dimuat di Majalah Pantau, Majalah Kyoto
55
Andreas Harsono & Budi Setiyono (Ed.), Jurnalisme Sastrawi; Antologi
Liputan Mendalam dan Memikat, Yayasan Pantau, Jakarta, Oktober, 2005, hal.vii
56
Jurnalisme Sastra, artikel dalam Koran Duta Edisi 1 September 2001,
www.koranduta.com, diakses pada 19 Juni 2007
http://prys3107.blogspot.com 55
prys.3107@gmail.com
Mendalam dan Memikat yang diterbitkan Yayasan Pantau. Jadi penulis memahami
bahwa tulisan tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk penulisan Jurnalisme Sastra.
Melaporkan peristiwa demonstrasi massa tak jauh dari pabrik PT Kertas Kraft
Aceh yang berujung penembakan puluhan warga Aceh oleh TNI, Rini membuka teras
Dari teras berita di atas bisa dicermati ada penyusunan latar peristiwa, alur,
dan gaya bahasa yang mengandung unsur emosi untuk menggambarkan bagaimana
peristiwa itu dimulai. Rekaman suasana yang rinci seperti dihidupkan kembali ke
hadapan pembaca. Dalam artian, ada unsur intrinsik sastra pada tulisan tersebut. Dan
di sisi lain, teknik penulisan berita seperti ini merupakan pengembangan dari teknik
penulisan feature. Jika feature hanya menekankan unsur daya pikat manusia dan
karakteristik tersebut dengan unsur dialog, karakter, dan catatan adegan yang rinci.
57
Andreas Harsono & Budi Setiyono (Ed.), Op.Cit., hal.3
http://prys3107.blogspot.com 56
prys.3107@gmail.com
Adalah Tom Wolfe, perintis Jurnalisme Sastra, yang mencatat empat alat
Jurnalisme Sastra, antara lain, “penyusunan adegan, dialog, perspektif orang ketiga,
dan penempatan detail dalam teks.”58 Simak saja kandungan penyusunan adegan,
dialog, perspektif orang ketiga, dan penempatan detail dalam teks lanjutan karya
Chick Rini (dalam Andreas Harsono dan Budi Setiyono) berikut ini:
Pada dini hari 3 Mei 1999 itu, di antara penumpang bus yang turun di
Lhokseumawe, ada tiga pria membawa tas berisi baju, kamera Betacam, serta
peti berisi kabel, microfon, dan perlengkapan syuting video. Mereka wartawan
RCTI, Stasiun televisi Jakarta yang sebagian besar sahamnya dimiliki anak
mantan Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo.
“Oke, sekarang kita kemana?” tanya Umar HN.
“Pak Umar, tolong carikan hotel di sini yang aman,” jawab Imam
Wahyudi.59
Dua kutipan di atas yang penulis jadikan contoh, bisa disimpulkan bahwa
bentuk Jurnalisme Sastra mengedepankan unsur instrinsik sastra, semisal latar, alur,
gaya bahasa, karakter atau penokohan, dialog, dan catatan adegan yang rinci. Lebih
jelasnya lagi semua unsur tersebut dirumuskan Wolfe dengan menguraikan empat
58
Septiawan Santana Kurnia, Op.Cit., hal.44
59
Andreas Harsono & Budi Setiyono (Ed.), Op.Cit., hal.4
http://prys3107.blogspot.com 57
prys.3107@gmail.com
3. Perspektif orang ketiga; dengan alat ini, jurnalis baru tidak hanya menjadi si
pelapor, ia bahkan kerap menjadi tokoh berita. Ia bisa menjadi orang di sekitar
tokoh, karena ia harus berperan menjadi pelapor yang tahu jalannya peristiwa.
4. Penempatan detail; semua hal dicatat secara terperinci, yaitu perilaku, adat
istiadat, kebiasaan, gaya hidup, pakaian, perjalanan wisata, hubungan dengan
teman sebaya, atasan, bawahan, dan pandangan-pandangan lain yang bersifat
sekilas seperti pose, gaya jalan, dan berbagai simbol lain. Hal ini
merepresentasikan dasar pikiran dan perilaku, ekspresi, sampai harapan
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain,
alat ini memberi pembaca suatu deskripsi sosial, memotret latar belakang
kehidupan seseorang, mencatat lambang-lambang sosial.60
Penulis memahami rumusan di atas tak ubahnya sebagai unsur instrinsik yang
berbagai pihak terhadap Jurnalisme Sastra, empat prinsip sebagai standar Jurnalisme
Sastra yang dirumuskan Wolfe tersebut mengalami perkembangan pada 1980. Hal ini
60
Ibid., disarikan dari hal.45-87
http://prys3107.blogspot.com 58
prys.3107@gmail.com
“bentuk penulisan Jurnalisme Sastra membuat laporan berita tidak lagi sekedar
Jurnalisme Baru lainnya adalah Majalah Time, The New Yorker, Newsweek, dan
Reader’s Digest. Hal ini diungkapkan Fedler sebagai berikut, “Para wartawan Time
telah mereportase dan menyimpulkan opini mereka selama lebih dari lima puluh
tahun. Newsweek dan Reader’s Digest adalah contoh lain. Seperti Time, Newsweek
61
Ibid., disarikan dari hal.114-120
62
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2005, hal.102
63
Septiawan Santana Kurnia, Op.Cit., hal.11
http://prys3107.blogspot.com 59
prys.3107@gmail.com
bentuk penulisan Jurnalisme dengan Sastra yang dapat dikenali bentuknya lewat
yakni penyusunan adegan, dialog, perspektif orang ketiga, penempatan detail dalam
teks, akurasi, keterlibatan, struktur, suara, tanggung jawab, dan simbolisme. Jenis
penyampaian laporan (berita) sebagai hasil kerja seni kreatif wartawan. Karenanya
meliputi aspek mulai dari tahap peliputan, pengumpulan bahan berita, dan penulisan
berita sebagai praktik Jurnalisme Sastra yang memakan waktu lebih lama dan
perencanaan tertentu, dan teknik penulisan yang berbeda dari praktik jurnalisme
konvensional.
prinsip penulisan Jurnalisme Sastra versi MBM Tempo sebagai praktik estetik dan
bahasa, berangkat dari teori estetika Benedetto Croce yang kemudian dilanjutkan oleh
Antonio Gramsci. Karena selain memberi pengantar mengenai estetika itu sendiri,
http://prys3107.blogspot.com 60
prys.3107@gmail.com
penulis juga akan memfokuskan tinjauan teoritis pada pemikiran kedua tokoh
tersebut.
berbeda dari para pakar seni. Fathul A. Husein mengungkapkan bahwa estetika
sejajar dengan etika, dan keduanya ada dalam wilayah filsafat mengenai nilai. Husein
Sebagai bagian dari kajian filsafat, estetika sudah barang tentu bekerja dalam
bingkai penalaran yang radikal, spekulatif, menyeluruh, dan merupakan cerminan
dari pemikiran filosofis seorang filsuf. Baru pada abad 20 estetika menggeser
perannya sebagai filsafat keindahan dan menuju ke arah keilmuan, setelah
sebelumnya lebih mengkhususkan diri pada tela'ah atas karya-karya seni saja.64
Dari penjelasan di atas, penulis memandang bahwa kajian estetika saat ini
tidak lagi berkutat pada konsep keindahan saja, bahkan estetika sudah bergerak
menuju arah keilmuan. Hal ini penulis pahami dalam bentuk estetika modern atau
estetika ilmiah yang bekerja dengan bantuan ilmu-ilmu lain seperti psikologi,
sosiologi, antropologi.
Melihat dari asal katanya, estetika berasal dari kata aistheton atau aisthetikos
(bahasa Yunani Kuno), yang berarti persepsi atau kemampuan mencerap sesuatu
secara indrawi. Istilah ini disebutkan muncul pertama kali pada pertengahan abad ke-
dalam kaitan dengan persepsi atas rasa keindahan, khususnya keindahan karya
seni.”65
dengan pengetahuan rasa dan nilai-nilai keindahan, maka pada abad XIX lah estetika
dikembangkan lebih dari sekedar konsep keindahan. Hal ini diungkapkan Husein
sebagai berikut:
sejak zaman Yunani hingga abad XIX, dimulai oleh seorang estetikus Italia,
konsep ekspresi dan mengumandangkan pandangan baru bahwa kreasi artistik dan
pengalaman estetik sebagai berasal dari formula ganda; bahwa seni setaraf ekspresi
setaraf intuisi. “Dan bahwa keindahan tak lebih dari ekspresi yang berhasil, karena
65
Loc.Cit.
66
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 62
prys.3107@gmail.com
ekspresi yang gagal bukanlah ekspresi. ”Ekspresi dan keindahan bukanlah dua konsep
paradoks dalam estetika. Husein mengatakan, “‘jika seni identik dengan ekspresi, dan
keindahan juga identik dengan ekspresi, maka bukankah keindahan itu merupakan
esensi dari seni? Namun Croce tetap kukuh pada pendirian bahwa ekspresi dan intuisi
Hal inilah yang membuat Croce berpendapat bahwa seni lebih utama dari
ilmu, sebab Croce berasumsi bahwa ”intuisi membawa dunia kepada kita, fenomena-
fenomena; sedang konsep memberi noumena, maka seni lebih utama daripada
67
Loc.Cit.
68
Loc.Cit.
69
Leonardo Salamini, Teori Praksis Antonio Gramsci: Estetika, Praksis
Politik, dan Historisisme, esai dalam Mikhail Liftschitz dan Leonardo Salamini,
Praksis Seni: Marx & Gramsci, Penerbit Alinea, Yogyakarta, tanpa tahun, hal.175
http://prys3107.blogspot.com 63
prys.3107@gmail.com
intuitif yang menghasil estetika dalam seni, mengambil hakikatnya dalam wujud
(materi) estetika itu sendiri, dan bukan pada isi (ide) estetika. Dimensi estetika dapat
dikenali dari unsur intrinsik yang dikandung dalam wujud seni, semisal bentuk teks
karya sastra. Ini tentu berangkat dari paham materialisme yang dianut Croce.
Dalam konteks penelitian ini, praktik estetika bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo hendak penulis kenali dengan menyimak bentuk teks berita di mana terdapat
segenap unsur intrinsik teks sastra. Dengan mengacu pada prinsip Jurnalisme Sastra,
praktik estetika bahasa dalam teks berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo akan dikaji
lewat prinsip penyusunan adegan, dialog, perspektif orang ketiga, penempatan detail
Dan kini penulis akan berlanjut pada pemikiran Gramsci sebagai kelanjutan
70
Ibid., hal.175-176
71
Ibid., hal.176
http://prys3107.blogspot.com 64
prys.3107@gmail.com
menekankannya pada isi dalam estetika itu sendiri. Hal ini diungkapkan oleh
Alih-alih menanyakan apa yang indah dalam seni, ia ingin tahu mengapa
suatu kesenian dinikmati publiknya. Mengambil contoh sastra, Gramsci mencatat
bagaimana kepopulerannya tidak ditentukan oleh ”keindahan”, melainkan apakah
ada muatan spesifik yang mampu menarik massa.
............................................................
semakin setia sastra dengan budaya dan ”perasaan nasional” dalam perkembangan
berkelanjutan, makin populer karakternya.72
mengatakan bahwa seni bukanlah produk dari dirinya sendiri, melainkan produk
estetika seni, namun ia kemudian lebih mengkajinya ke dalam sejarah dan memberi
pandangan baru mengenai estetika. Jika sebelumnya kritik estetika menyoalkan mana
yang seni dan yang bukan seni dari segi wujudnya, maka Gramsci menambahkannya
dengan apa yang disebutnya sebagai kritik sosial budaya atau kritik politik.
dibatasi hanya pada wujud, seperti yang dilakukan Croce, akan negatiflah
72
Ibid., hal.195
73
Ibid., hal.179
http://prys3107.blogspot.com 65
prys.3107@gmail.com
kegiatannya –suatu kritik yang datar dan kering. Kritik positif, alih-alih, diarahkan
pada isi maupun wujud, maka jadilah ia kritik sosial dan budaya.”74
Dari sini penulis memahami bahwa Gramsci telah membedakan kritik estetik
dengan kritik politik. Bila yang pertama mempersoalkan wujud, maka yang kedua
keduanya dalam sebuah sintesis yang luar biasa, yakni kritik kebudayaan. Kritik
maka dalam penelitian ini selain melakukan kritik estetik pada teks berita Jurnalisme
Sastra MBM Tempo, penulis juga melakukan kritik politik yang ditujukan pada
sesungguhnya terdapat perbedaan akses dan penguasaan bahasa yang sama melalui
bahwa ”penggunaan bahasa yang berbeda tersebut dapat dituliskan kembali dalam
74
Ibid., hal.190
75
Ibid., hal.187
http://prys3107.blogspot.com 66
prys.3107@gmail.com
pertentangan makna yang beranjak dari ideologi yang berkuasa dan yang dikuasai
adalah adanya ‘kosa kata sintaksis’ dan ‘argumen’ yang kontras, yang mengarah,
kadang-kadang dengan kata yang sama, kepada arah yang berbeda tergantung pada
di mana ideologi yang berkuasa dengan ideologi yang dikuasai terlibat dalam sebuah
Pechuex bahwa “terdapat suatu dimensi politik pada penggunaan masing-masing kata
penelitian ini, penggunaan bahasa dalam Jurnalisme Sastra, seperti halnya dalam
sastra secara umum, tak bisa dilepaskan dari kandungan keindahan atau
kepuitisannya.
76
Diane Macdonell, Teori-Teori Diskursus; Kematian Strukturalisme &
Kelahiran Posstrukturalisme Dari Althusser hingga Foucault, Terjemahan Eko
Wijayanto, Penerbit Teraju, Jakarta, 2005, hal.60
77
Ibid., hal.60
78
Ibid., hal.46
http://prys3107.blogspot.com 67
prys.3107@gmail.com
language’ sebagai ”salah satu alternatif pengungkapan ide dan gagasan-gagasan yang
secara mendalam perasaan, emosi, dan fantasi, seperti pada persoalan kejahatan dan
kekerasan.”79
bahwa bahasa puitis (poetic) tersebut ”dapat membongkar hal-hal yang mendasar dan
ide secara efektif yang melibatkan perasaan, emosi, dan fantasi secara mendalam.
produk sejarah dan merupakan unsur dari kebudayaan. ”Dan semua unsur
79
Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia Yang Menakutkan; Mesin-Mesin
Kekerasan Dalam Jagat Raya Chaos, Penerbit Mizan, Bandung, 2001, hal.41
80
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 68
prys.3107@gmail.com
bahasa sebagai praktik politik bahasa. Dedy N. Hidayat mengartikan politik bahasa
struktur ideologi tertentu, oleh kelas sosial tertentu, untuk melanggengkan dominasi
dominasi kelas. Ketika penggunaan bahasa ini dilakukan oleh institusi media massa,
maka penulis mengacu pada uraian Hidayat di atas dengan menyebutnya sebagai
dalam konteks penelitian ini, praktik politik bahasa Jurnalisme Sastra MBM Tempo
hendak penulis kenali dengan menyimak segenap penggunaan simbol dan gaya
bahasa sastra yang puitis. Lewat simbol dan bahasa puitis tersebutlah, MBM Tempo
81
Ibid., hal.141
82
Dedy N. Hidayat, Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses
Legitimasi dan Delegitimasi Rejim Orde Baru, artikel dalam Sandra Kartika dan
M. Mahendra (Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana
Multikultural Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
(LSPP), Jakarta, 1999, hal.47
http://prys3107.blogspot.com 69
prys.3107@gmail.com
bahasa dalam teks berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo akan dikaji lewat prinsip
simbolisme.
A.6. Wacana
buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.”83
seseorang yang kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan
yang disajikannya. Makin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya
komunikasi yang terbentuk dari kesatuan (kohesi) dan (kepaduan) koherensi dalam
bahasa. Namun pengertian wacana tersebut baru sebatas dalam pengertian struktural.
Untuk itu dalam menguraikan bagaimana teori wacana sebagai landasan teoritis
penelitian ini dan model analisis wacana kritis yang digunakan, penulis mengacu
83
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Semiotik, PT Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2001, hal.10
84
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 70
prys.3107@gmail.com
keterkaitan yang baik antara kohesi dan koherensi dalam kalimat, maka menurut
pengetahuan. Untuk itu, penulis akan memulai pembahasan teori wacana dari asumsi
kekuatan pihak tertentu untuk menguasai yang pihak lemah. Misal saja kekuasaan
raja atau pemerintah kepada rakyatnya. Kekuasaan di sini tentu bersifat negatif.
Namun Foucault, seperti yang ditulis Melani Budianta, justru memandang kekuasaan
bersifat produktif:
Berbeda dengan konsep kekuasaan yang umum, yakni yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang kuat terhadap yang lemah, kekuasaan bagi Foucault seperti
yang diuraikan dalam bukunya Power/ Knowledge bukanlah merupakan suatu
entitas atau kapasitas yang dapat dimiliki oleh satu orang atau lembaga,
melainkan dapat diibaratkan dengan sebuah jaringan yang tersebar dimana-mana.
Jadi kekuasaan tidak datang secara vertikal dari penguasa terhadap yang
ditindas, dari pemerintah ke rakyat, melainkan datang dari semua lapisan
masyarakat, ke segala arah.85
85
Melani Budianta, Teori Sastra Sesudah Strukturalisme dari Studi Teks
ke Studi Wacana Budaya, artikel dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra,
Op.Cit., hal. 49
http://prys3107.blogspot.com 71
prys.3107@gmail.com
secara vertikal dari atas ke bawah, atau dari institusi penguasa kepada individu yang
dikuasai, melainkan bahwa kekuasaan datang dari semua lapisan tetapi ia menyebar
secara kompleks kepada segenap individu sebagai subjek yang kecil, dan
apa yang manusia anggap sebagai ’kebenaran’, merupakan hasil dari relasi-relasi
sendiri. Foucault, seperti yang dikutip Mh. Nurul Huda, kemudian berpendapat
bahwa:
menyebar itulah manusia membuat atau memproduksi sistem atas suatu pengetahuan
tertentu yang tidak lagi dipertanyakan orang, hingga dianggap sebagai suatu
’kebenaran’.
86
Mh. Nurul Huda, Ideologi Sebagai Praktek Kebudayaan, artikel dalam
Jurnal Filsafat Driyarkara, Edisi Th.XXVII No.3/2004, hal.53
http://prys3107.blogspot.com 72
prys.3107@gmail.com
melalui wacana dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah melalui
prosedur menyeleksi atau memisahkan mana yang dianggap layak dan yang tidak
Hal tersebut penulis pahami bahwa kebenaran atau pengetahuan manusia yang
yang melingkari manusia itu sendiri. Apa yang dianggap benar dan yang dianggap
87
Melani Budianta, Op.Cit., hal.48
88
Eriyanto, Op.Cit, hal.66-67
http://prys3107.blogspot.com 73
prys.3107@gmail.com
salah oleh manusia, merupakan wacana sebagai hasil dari relasi kekuasaan dengan
pengetahuan.
pengetahuan sejati yang sesuai dengan realitas, dengan pengetahuan palsu yang tidak
Sehingga setiap pengetahuan adalah ideologi. Dan ideologi ada dalam praktik wacana
itu sendiri.
(ideologi) tersebut disebarkan dan diproduksi dalam sebuah wacana. Dalam rangka
89
Mh. Nurul Huda, Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 74
prys.3107@gmail.com
sekian banyak AIN dalam satu kerangka ideologi tunggal yang merupakan cerminan
ideologi kelas berkuasa. Dan penulis bahwa Althusser hendak menekankan bahwa
AIN yang digunakan kelas berkuasa dalam mengontrol kelas yang dikuasainya.
90
Louis Althusser, “Ideologi dan Aparatus Ideologis Negara”, esai dalam
Louis Althusser, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, Penerbit Resist Book,
Yogyakarta, 2007, hal.169
91
Ibid., hal.167-168
92
Ibid., hal.171
http://prys3107.blogspot.com 75
prys.3107@gmail.com
sebagai pemikir yang menanggapi Gramsci lebih lanjut. William sendiri merumuskan
bahwa hegemoni “bekerja melalui dua saluran: ideologi dan budaya. Lewat
Gramsci, yang mana keduanya berangkat dari penjelasan Althusser tentang AIN.
Untuk itu penulis berkesimpulan bahwa dari seluruh penjelasan di atas, yakni
hegemoni merupakan suatu relasi kekuasaan yang menyebarkan ideologi negara (atau
93
Eriyanto, Op.Cit., hal.103
94
Eriyanto, Politik Pemberitaan, Majalah Pantau Edisi 09.Tahun 2000, hal.82
http://prys3107.blogspot.com 76
prys.3107@gmail.com
sukarela dan dianggap sebagai pengetahuan masyarakat. Semua ini tercermin sebagai
yakni dengan menggunakan analisis kebahasaan atau teks secara struktural. Antara
analisisnya lebih luas lagi. Untuk itu Guy Cook menyebutkan ada tiga komponen
analisis dalam wacana, yakni teks, konteks, dan wacana. Cook menguraikannya
sebagai berikut:
Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di
lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik,
gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi
dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti
partisan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang
dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks
dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.95
95
Eriyanto, Op.Cit., 2005, hal.9
http://prys3107.blogspot.com 77
prys.3107@gmail.com
Dalam uraian Cook inilah, ketiga komponen tersebut yang hendak dikaji
dalam studi analisis bahasa dan analisis teks media. Adapun metode Analisis Wacana
Kritis merupakan ragam metode studi bahasa dan teks media yang menganalisis
wacana dengan bersandar pada paradigma kritis. Dalam kata lain, analisis pada
tataran struktur kebahasaan dan penyampaian pesan yang dibungkus dalam simbol-
reproduksi makna dalam teks yang terjadi secara historis maupun institusional dalam
media tersebut.”96
wacana kritis melihat “wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan– sebagai
peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang
membentuknya.”97
mikro dengan konteks yang makro di mana teks tersebut diproduksi. Konteks di sini
berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di alamnya
praktik kekuasaan.
96
Ibid, hal.6
97
Ibid., hal.7
http://prys3107.blogspot.com 78
prys.3107@gmail.com
B. Operasionalisasi Konsep
konsep yang operasional bukan merupakan ukuran pasti dan terukur. Namun hal ini
penelitian dan melihat bagaimana konsep-konsep yang ada dapat bekerja selanjutnya.
Berikut ini uraian singkat yang penulis gunakan sebagai acuan operasional
pesan kepada masyakat luas, serta berpartisipasi dalam aspek permasalahan dalam
masyarakat tersebut, seperti ekonomi, politik dan budaya dimana media massa
tersebut hidup.
2. Media massa dalam paradigma kritis bukanlah sarana yang netral dalam
tersebut dalam posisi yang dominan dan marjinal. Media merupakan pembentuk
penelitian ini, MBM Tempo adalah kelompok institusi media yang dikelilingi
3. Berita merupakan laporan faktual dan aktual yang menarik perhatian pembaca
4. Berita dalam paradigma kritis adalah hasil dari pertarungan wacana antara
ideologi wartawan atau media. Sebuah teks berita ditulis oleh wartawan bukan
penelitian ini, berita yang hendak dianalisis adalah berita yang memuat kasus
6. Pejabat negara adalah orang yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau
yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
yang berlaku. Dalam penelitian ini, pejabat Negara yang dimaksud adalah
aktualitas dan unsur daya pikat manusia, serta memiliki kandungan subjektifitas
8. Jurnalisme Sastra merupakan bagian dari Jurnalisme Baru yang lahir di Amerika
Serikat pada 1960-an, yakni perpaduan antara bentuk penulisan sastra dengan
jurnalisme. Jurnalisme Sastra dapat dikenali dari praktik peliputannya dan bentuk
9. Dari sisi praktik peliputan, Jurnalisme Sastra merupakan salah satu bentuk praktik
jurnalisme yang sejalan dengan tuntutan zaman, agar institusi media cetak dapat
penulisannya, serta memakan waktu peliputan yang lama. Dalam penelitian ini,
analisis praktik peliputan atau produksi berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo
akan ditempatkan pada level discourse practice dalam metode Analisis Wacana
Kritis.
10. Dari sisi bentuk penulisan, Jurnalisme Sastra dapat dikenali bentuknya lewat
detail dalam teks, akurasi, keterlibatan, struktur, suara, tanggung jawab, dan
berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo sebagai praktik estetik dan politik bahasa.
11. Selain menyoalkan mana yang seni dan yang bukan seni dari segi wujud, kritik
estetik juga mesti dilakukan dalam rangka kritik politis. Bila kritik estetik dalam
penelitian ini ditujukan pada unsur intrinsik teks berita Jurnalisme Sastra MBM
Tempo, maka kritik politik ditujukan pada penggunaan bahasa sebagai praktik
politik bahasa dalam teks berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo. Dalam
penelitian ini, analisis praktik estetik dan politik bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo akan ditempatkan pada level teks dalam metode Analisis Wacana Kritis.
http://prys3107.blogspot.com 81
prys.3107@gmail.com
bentuk (materi) estetika itu sendiri. Dimensi estetika dapat dikenali dari unsur
intrinsik yang dikandung dalam wujud seni, semisal bentuk teks karya sastra.
Dalam konteks penelitian ini, praktik estetika bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo hendak penulis kenali dengan menyimak bentuk teks berita di mana
terdapat segenap unsur intrinsik teks sastra. Dengan mengacu pada prinsip
Jurnalisme Sastra, praktik estetika bahasa dalam teks berita Jurnalisme Sastra
MBM Tempo akan dikaji lewat prinsip penyusunan adegan, dialog, perspektif
13. Politik bahasa media merupakan penggunaan bahasa lewat simbol-simbol bahasa
dalam suatu struktur ideologi tertentu, oleh kelas sosial tertentu, dalam kerangka
dominasi mereka terhadap kelas sosial lainnya. Dalam konteks penelitian ini,
praktik politik bahasa Jurnalisme Sastra MBM Tempo hendak penulis kenali
dengan menyimak segenap penggunaan simbol dan gaya bahasa sastra yang
puitis. Dengan mengacu pada prinsip Jurnalisme Sastra, praktik politik bahasa
dalam teks berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo akan dikaji lewat prinsip
simbolisme.
15. Analisis Wacana Kritis merupakan metode analisis teks media yang
menghubungkan teks yang mikro dengan konteks yang makro di mana teks
tersebut diproduksi. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan
C. Kerangka Pemikiran
MBM Tempo
Jurnalisme Sastra
Discourse Practice
Sociocultural Practice
http://prys3107.blogspot.com
prys.3107@gmail.com
BAB III
DESAIN PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
paradigma adalah “kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,
arah cara berpikir dalam penelitian ilmiah, yang sesuai dengan asumsi teoritis, hukum
ilmiah, dan tehnik penerapan tertentu yang digunakan oleh komunitas ilmiah tertentu.
ilmiah tersebut mulai mengalami kegagalan dan tidak sanggup lagi mempertahankan
klaim-klaim teoritisnya, maka akan terjadi sebuah krisis ilmiah. Krisis inilah yang
1
Rachmad Hidayat, Ilmu yang Seksis; Feminisme dan Perlawanan
terhadap Teori Sosial Maskulin., Penerbit Jendela, Yogyakarta, 2004, hal.77
2
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hal.49
84
http://prys3107.blogspot.com 85
prys.3107@gmail.com
menurut Kuhn dapat diatasi bukan dengan jalan memperbaiki paradigma yang sudah
menangkap objek realitas kebenaran yang ada pada seluruh bagian ilmu pengetahuan.
Paradigma yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.
yang bersumber dari Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Paradigma kritis sendiri
merupakan paradigma baru yang lahir setelah paradigma positivisme dalam ilmu
pemikiran kritis sejak Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx, dan psikoanalisa Sigmund
Feud. Dari keempat pemikiran kritis para filsuf besar inilah, pemikir-pemikir
3
Rachmad Hidayat, Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 86
prys.3107@gmail.com
pengetahuan.
pengetahuan sebagai sesuatu yang terpisah dan lebih penting dari tindakan. Selain
bagian dari masyarakat itu sendiri. Karena individu tidak mungkin terlepas dari
lingkungan sosial masyarakatnya, maka individu tersebut tidak mungkin terbebas dari
kepentingan atau pengaruh sosialnya. Maka, jelas artinya bahwa pengetahuan tidak
4
Martin Jay, Sejarah Mazhab Frankfurt: Imajinasi Dialektis dalam
Perkembangan Teori Kritis, Kreasi Wacana, 2005, h.115
5
St. Tri Guntur Narwaya, Matinya Ilmu Komunikasi, Resist Book,
Yogyakarta, Mei, 2006, hal.163-164
http://prys3107.blogspot.com 87
prys.3107@gmail.com
Di sisi lain, kelahiran Teori Kritis sebagai salah paradigma ilmu juga banyak
dipengaruhi situasi sosial politik di Jerman saat itu. Hal ini diungkapkan Tri Guntur
Narwaya:
Kemunculan Teori Kritis sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik pada
waktu itu, yaitu ketika rezim Stalinisme dan Nazisme Jerman dianggap
menghancurkan peradaban kemanusiaan.. para pemikir Frankfurt berusaha untuk
melakukan upaya pembongkaran terhadap totalitarisme dan selubung-selubung
ideologis yang dibangunnya.6
Hal ini berarti, tugas utama Teori Kritis merupakan upaya untuk menelanjangi
oleh rezim dominan tersebut. Realitas sosial-politik di Jerman saat Teori Kritis
lewat media. Media menjadi alat pemerintah untuk mengontrol publik. Paradigma
kritis kemudian memandang media bukan lagi sebagai entitas yang netral, tetapi bisa
bahwa paradigma kritis adalah salah satu dari banyak paradigma penelitian:
Paradigma kritikal melihat realitas yang teramati (vitual realiy), dalam hal ini
realitas media, adalah realitas ‘semu’ yang terbentuk oleh proses sejarah dan
kekuatan-kekuatan sosial budaya dan ekonomi politik. Dengan demikian… yang
menjadi objek dalam riset ini, adalah realitas yang teramati sebagai konstruksi
para pembuatnya (wartawan) yang dipengaruhi oleh faktor sejarah media di
mana para wartawan bekerja dan oleh kekuatan-kekuatan lain itu.7
6
Ibid., hal.165
7
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah
Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Penerbit Granit,
Jakarta, 2004, hal.38
http://prys3107.blogspot.com 88
prys.3107@gmail.com
kritis memandang objek realitas yang diamati dalam penelitian adalah realitas semu
yang terbentuk oleh faktor sejarah kekuatan-kekuatan lain yang mengelilingi media
tersebut.
kritik melihat hubungan antara peneliti dan realitas yang diteliti selalu dijembatani
terlepas dari kepentingan atau pengaruh sosial. Sebab pada dasarnya peneliti sebagai
individu merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri dan paradigma kritis
berasumsi bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang terpisah dan lebih penting dari
tindakan.
8
Ibid., hal.43
9
Ibid., hal.44
http://prys3107.blogspot.com 89
prys.3107@gmail.com
sebagai berikut:
apabila, “topik penelitiannya merupakan hal yang sifatnya kompleks, sensitif, sulit
diukur dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses
sosial.”11
penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. . . pendekatan ini diarahkan pada latar
10
Emy Susanti Hendrarso, “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar”,
dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2005, hal.166
11
Ibid., hal.170
12
Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.3
http://prys3107.blogspot.com 90
prys.3107@gmail.com
pendekatan kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan topik Jurnalisme Sastra yang
sifatnya kompleks, sulit diukur dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi
sosial dan proses sosial. Karenanya, penelitian yang penulis jalankan di sini tidak
semata menghasilkan data yang dapat diukur berupa angka, namun akan menghasikan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat
diamati.
membuat hubungan penulis sebagai peneliti dengan objek penelitian adalah hubungan
yang interaktif, dan sarat penilaian. Interpretasi penulis sebagai peneliti terhadap
objek penelitian tak bisa dilepaskan dari latar subjektif sosio-kultur penulis.
”mesti disadari bahwa proses pemaknaan itu tak bisa dilepaskan dari unsur
subyektivitas sang pemberi makna. Namun tak perlu khawatir, sebab teori-teori jenis
ini memang mengizinkan seorang peneliti melakukan interpretasi atas teks secara
13
Agus Sudibyo, Ibnu Hamad dan Muhamad Qadari, Kabar-Kabar
Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa, ISAI, Jakarta, 2001, h.18
http://prys3107.blogspot.com 91
prys.3107@gmail.com
berikut:
Dari keterangan di atas, penulis memahami bahwa pada dasarnya setiap teks
dapat dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan secara beragam. Karenanya, metode
menekankan pada pemaknaan pesan laten dalam teks sesuai kemampuan interpretasi
B. Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan disini adalah metode Analisis Wacana Kritis
antara teks berita yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan
14
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Semiotik, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2001, hal.70-71
http://prys3107.blogspot.com 92
prys.3107@gmail.com
konteks sosial yang makro dalam praktik Jurnalisme Sastra MBM Tempo sebagai
praktik estetik dan politik bahasa media pada pemberitaan kasus dugaan korupsi yang
Pertama, analisis mikro, yakni analisis pada teks semata, yang dipelajari
terutama unsur bahasa yang dipakai. Kedua, analisis makro, yakni analisis
struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat.
................................................ .............
Ketiga, analisis meso, yakni analisis pada diri individu sebagai penghasil atau
pemroduksi teks, termasuk juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen
teks.15
Ketiga tingkatan ini sejalan dengan tujuan penelitian yang hendak mengetahui
bagaimana hubungan antara teks berita yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang
meso, dengan konteks sosial yang makro dalam praktik Jurnalisme Sastra MBM
Eriyanto mengatakan bahwa ketiga level tersebut secara lengkap terdapat pada
model yang diperkenalkan oleh Teun A. van Dijk dan Norman Fairclough yang juga
memokuskan analisis pada level meso produksi teks berita. Ia mengatakan bahwa,
”Pada model van Dijk dan Fairclough bukan semata memasukkan konteks sebagai
variabel penting dalam analisis tetapi juga analisis pada tingkat meso, bagaimana
15
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-
4, LKiS, Yogyakarta, 2005, hal.344-345
16
Ibid., hal.345
http://prys3107.blogspot.com 93
prys.3107@gmail.com
Adapun model yang diperkenalkan oleh Norman Fairclough dalam tiga level:
teks, dicourse practice, dan sociocultural practice. Model ini sesuai dan tepat
digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Karena selain melakukan
analisis pada level teks mikro dan konteks yang makro, analisis juga ditekankan pada
level discouse practice yang merupakan analisis meso pada proses produksi dan
konsumsi teks.
pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk
merefleksikan sesuatu.”17
Khusus dalam level teks, analisis menekankan pada ”bagaimana teks itu
mencerminkan kekuatan sosial dan politik yang ada dalam masyarakat. Bagaimana
teks mempunyai keterkaitan yang erat dengan praktik sosial politik yang terjadi dan
Lewat level teks model Fairclough inilah, dimensi politik bahasa dari
kelompok lain secara hegemonik. Adapun kategori analisis teks Fairclough ialah:
17
Ibid., hal.286
18
Ibid., hal.345
http://prys3107.blogspot.com 94
prys.3107@gmail.com
dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ini
hendak ditampilkan.19
pengadopsian dimensi estetik dan politik bahasa menyusup dalam teks berita, penulis
memandang bahwa ketiga kategori analisis teks yang digagas Fairclough tidak cukup
mampu menggali dimensi estetik dan politik bahasa tersebut. Untuk itu penulis perlu
yang mampu menggali dimensi estetik sekaligus politik bahasa. Maka pada level
metode.”20
Dua alasan dipakainya metode ekletif ini, pertama, metode analisis wacana
banyak ragamnya dan tampaknya dibangun berdasarkan keperluan si pembuat
untuk menjelaskan masalah penelitiannya.
..................................................................
Kedua, dipakainya analisis wacana ekletif, didasarkan pada kepatutan sebuah
metode. Bahwasanya, pemakaian sebuah metode penelitian haruslah disesuaikan
dengan permasalahannya.21
19
Ibid., hal.287
20
Ibnu Hamad., Op.Cit., hal.48
21
Ibid., hal.48-50
http://prys3107.blogspot.com 95
prys.3107@gmail.com
Pendapat ini juga diperkuat oleh keterangan Eriyanto yang mengatakan bahwa
setiap model dalam metode analisis wacana kritis memiliki karakteristiknya masing-
masing, serta ”ada kemungkinan dua bentuk metode tersebut diintegrasikan agar
metode teks ekletif pada penelitian ini, akan penulis lakukan dengan tetap mengacu
pada prinsip teks ekletif yang disyaratkan Hamad, yakni ”. . . secara prinsipil, setiap
teks (berita) adalah hasil konstruksi realitas yang mencakup minimal tiga aspek:
analisis wacana untuk penelitian ini dibangun atas dasar konsep-konsep tersebut.”23
metode analisis teks ekletif mencakup tiga aspek yang relevan dengan tujuan
penelitian, demi mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, dan berlandaskan pada
kerangka teori penelitian ini, yaitu estetik dan politik bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo.
Aspek pertama teks ekletif, yakni perlakuan atas peristiwa atau lebih dikenal
dengan agenda setting. Perangkat analisisnya adalah tema yang diangkat dan
penempatan berita. Ibnu Hamad sendiri memandang analisis terhadap aspek ini perlu
dilakukan sebab ”dalam analisis wacana yang telah ada aspek ini sering diabaikan.”24
22
Eriyanto, Op.Cit., hal.337
23
Ibnu Hamad, Op.Cit., hal.50
24
Ibid., hal.49
http://prys3107.blogspot.com 96
prys.3107@gmail.com
bahwa dalam aspek inilah analisis terhadap estetika bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo dapat dimungkinkan. Maka dalam hal ini, penulis mengacu pada prinsip-
prinsip Jurnalisme Sastra yang berkembang di Amerika Serikat seperti yang telah
Jurnalisme Sastra yang diterapkan MBM Tempo sesuai atau tidak dengan kategori
dan memenuhi prinsip-prinsip yang ada sebuah karya Jurnalisme Sastra. Namun hal
dalam teks berita Jurnalisme Sastra MBM Tempo akan dikaji lewat prinsip
penyusunan adegan, dialog, perspektif orang ketiga, dan penempatan detail dalam
bahwa dalam aspek inilah analisis terhadap politik bahasa Jurnalisme Sastra MBM
Tempo dapat dimungkinkan. Maka dimensi politik bahasa dalam teks berita
Jurnalisme Sastra MBM Tempo, analisis teks akan ditujukan pada penggunaan
simbol dan gaya bahasa sastra yang puitis. Hal ini juga mengacu pada salah satu
perangkat analisis teks, penulis mengacu pada gagasan William A. Gamson tentang
metafora tertentu bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.
Metafora itu menjadi landasan berpikir, alasan pembenar, atau bahkan bahan yang
Secara rinci Semi membagi metafora dalam beberapa jenis berikut ini:
a) Alegori, yaitu pemakaian beberapa kiasan secara beruntun. Semua sifat yang
ada pada benda itu dikiaskan.
b) Personifikasi, yaitu mengungkapkan atau mengutarakan sesuatu benda dengan
membandingkannya dengan tingkah dan kebiasaan manusia.
25
Alex Sobur, Op.Cit., hal.179-180
26
Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
LKiS, Yagyakarta, 2005, hal.226
27
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Angkasa Raya, Padang, tt, hal.51
http://prys3107.blogspot.com 98
prys.3107@gmail.com
metafora.
analisis teks di sini memiliki bentuk popular wisdom, peribahasa, dan analogi. Maka
dua perangkat analisis teks Gamson tersebutlah (metafora dan depictions) yang
bahasa. Khusus pada perangkat metafora, analisis akan difokuskan pada bentuk
popular wisdom, peribahasa, dan analogi, serta penjelasan Semi mengenai lima jenis
28
Ibid., disarikan dari hal.50-53
29
Eriyanto, Op.Cit, hal. 226
http://prys3107.blogspot.com 99
prys.3107@gmail.com
Maka demi mencapai hasil analisis yang maksimal, pada level teks penulis
menggunakan metode analisis teks ekletif mengacu pada tiga aspek yang disyaratkan
Ibnu Hamad, dan dikombinasikan dari prinsip Jurnalisme Sastra serta perangkat
analisis teks Gamson untuk mengetahui bagaimana dimensi estetika bahasa dan
Tiga aspek tersebut adalah sebagai berikut: (1) Aspek perlakuan atas
peristiwa; tema yang diangkat dan penempatan berita. (2) Aspek strategi pengemasan/
estetika bahasa; penyusunan adegan, dialog, perspektif orang ketiga, dan penempatan
detail dalam teks. (3) Aspek penggunaan simbol/ politik bahasa; metafora dan
Bahan penelitian yang penulis gunakan adalah teks berita MBM Tempo
mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia
Bersatu, yakni terhitung sejak Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada Oktober
2004 hingga awal penelitian ini dilakukan pada April-Mei 2007. Unit analisis yang
penulis gunakan pada level teks adalah keseluruhan isi teks berita (kata, frase,
proposisi, kalimat, dan paragraf) yang dipandang memiliki makna estetik dan politik
subjek penelitian.”30
objke yang diteliti. . ., sedangkan sampel merupakan sebagian dari objek yang
diteliti.”31
keseluruhan objek penelitian, dan sampel adalah wakil dari populasi sebagai objek
ditujukan “untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik.
.................................................................
Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, PT
Rineka Cipta, Cetakan Kesembilan, Jakarta, 1993, hal.102
31
Doddy S. Singgih, “Penggunaan Metode Kuantitatif untuk
Mengidentifikasi Tipe Komunitas”, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (Ed.),
Op.Cit., hal.139
32
Lexy J. Moleong, Op.Cit, h. 165
http://prys3107.blogspot.com 101
prys.3107@gmail.com
sampel bertujuan sesuai pendekatan kualitatif yang penulis gunakan dalam penelitian
ini. Penarikan sampel bertujuan tersebut juga penulis lakukan berdasarkan relevansi
semua pemberitaan MBM Tempo mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan
pejabat negara Kabinet Indonesia Bersatu, yakni pemberitaan MBM Tempo terhitung
sejak Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada Oktober 2004 hingga awal penelitian
ini dilakukan pada April-Mei 2007, seperti yang tercantum dalam tabel sebagai
berikut:
TABEL 1
POPULASI PENELITIAN
33
Suharsini Arikunto, Op.Cit., hal.113
http://prys3107.blogspot.com 102
prys.3107@gmail.com
sampling berjumlah lima berita. Jumlah ini penulis tentukan sesuai dengan
pertimbangan waktu, tenaga dan dana, serta dengan asumsi bahwa lima buah sampel
dapat mencukupi kebutuhan analisis agar didapatkan hasil yang maksimal. Jumlah
lima buah sampel di sini ditentukan demi mendapatkan perbandingan dari kelima
berita tersebut.
http://prys3107.blogspot.com 103
prys.3107@gmail.com
penelitian ini, yakni teks berita Jurnalisme Sastra yang mengandung dimensi estetik
dan politik bahasa MBM Tempo. Berikut ini adalah tabel sampel tersebut:
TABEL 2
SAMPEL PENELITIAN
Alasan menarik lima sampel di atas, berangkat dari asumsi bahwa sampel
tersebut yang sesuai dengan kriteria teks berita yang mengandung dimensi estetik dan
politik bahasa. Sampel tersebut juga diambil sesuai dengan relevansinya dengan
tujuan penelitian, yakni mengaitkan bagaimana teks berita yang mikro, produksi dan
konsumsi teks yang meso, dengan konteks sosial yang makro dalam praktik
Jurnalisme Sastra MBM Tempo sebagai praktik estetik dan politik bahasa media pada
pemberitaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia
Bersatu.
http://prys3107.blogspot.com 104
prys.3107@gmail.com
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga level wacana,
yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Pengumpulan data
pada level teks dilakukan dengan analisis teks ekeltif untuk mengetahui bagaimana
dengan studi pustaka dan penelusuran sejarah lewat tulisan, artikel atau buku-buku
mengenai aspek-aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, atau sistem budaya
Analisis data kualitatif menurut Patton, seperti yang dikutip Moleong adalah
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga level
wacana, yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Rinciannya
34
Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.103
http://prys3107.blogspot.com 105
prys.3107@gmail.com
1. Level Teks
Estetika Bahasa:
a) Adegan; menyajikan scene peristiwa-demi-peristiwa-berita dalam urutan yang
membuat pembaca seakan berada di lokasi ketika kejadian berlangsung.
b) Dialog; materi pengisahan bisa diurutkan melalui percakapan yang direkam,
meskipun sebagian mungkin tidak didapat dari sumber aslinya. Melalui
percakapan pula, disiratkan karakter para pelaku yang terlibat, sekaligus
diterangkan mengapa suatu peristiwa terjadi. Selanjutnya, penafsiran dan
kesimpulan ia serahkan kepada pembaca yang telah menyimak dialog tokoh-
tokoh berita tersebut.
c) Perspektif orang ketiga; dengan alat ini, jurnalis baru tidak hanya menjadi si
pelapor, ia bahkan kerap menjadi tokoh berita. Ia bisa menjadi orang di sekitar
tokoh, karena ia harus berperan menjadi pelapor yang tahu jalannya peristiwa.
d) Penempatan detail; semua hal dicatat secara terperinci, yaitu perilaku, adat
istiadat, kebiasaan, gaya hidup, pakaian, perjalanan wisata, hubungan dengan
teman sebaya, atasan, bawahan, dan pandangan-pandangan lain yang bersifat
sekilas seperti pose, gaya jalan, dan berbagai simbol lain. Hal ini
merepresentasikan dasar pikiran dan perilaku, ekspresi, sampai harapan
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain,
alat ini memberi pembaca suatu deskripsi sosial, memotret latar belakang
kehidupan seseorang, mencatat lambang-lambang sosial.
Politik Bahasa:
Pada level ini, analisis akan ditujukan pada produksi teks dan konsumsi teks
Khusus pada produksi teks, analisis akan difokuskan pada sisi individu
wartawan, hubungan dengan struktur organisasi media, dan rutinitas kerja dari proses
analisis juga akan dilakukan pada bagaimana peran redaktur atau wartawan senior
Pada konsumsi teks, analisis akan dilakukan pada bagaimana faktor pembaca
Pada level ini, penulis akan menganalisis data dari hasil studi pustaka dan
ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan sebagai konteks di mana
MBM Tempo berpraktik. Terutama pada tiga level analisis sebagai berikut:
35
Fairclough sendiri menyarankan dengan mengamati teks yang dikonsumsi
oleh publik. Tetapi dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi pertimbangan redaksi
tentang pembaca. Hal ini dilakukan dengan mengacu pada analisis level konsumsi
teks dalam penelitian Ibnu Hamad (2004:48)
http://prys3107.blogspot.com 107
prys.3107@gmail.com
media itu sendiri maupun dari kekuatan-kekuatan eksternal di luar media yang
turut menentukan proses produksi berita.
c) Sosial, merupakan konteks sosial yang memperhatikan aspek makro seperti
sistem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara
keseluruhan. Sistem inilah yang menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa
yang dominan dalam masyarakat sehingga mempengaruhi dan menentukan
karakter media tersebut.
TABEL 3
BAB IV
A. Subyek Penelitian
Djaja dan majalah Ekspres. Djaja adalah majalah yang berafiliasi pada pemerintah
daerah Jakarta, tempat sebagian besar alumni Star Weekly –majalah yang sempat jadi
majalah terbesar di masa rezim Soekarno– milik Ciputra, pendiri Yayasan Jaya Raya
Goenawan Mohamad (GM) dan kawan-kawan pada 1969, yang dibiayai B.M. Diah,
Namun terbitan Majalah Ekspres tak bertahan lama. Belum genap setahun
Ketua PWI oleh Ali Moertopo saat itu dianggap pengekangan terhadap kebebasan
wartawan, karena PWI sendiri sebelumnya telah memilih Rosihan Anwar (Harian
108
http://prys3107.blogspot.com 109
prys.3107@gmail.com
GM akhirnya dipecat oleh B.M. Diah karena membuat pernyataan yang tidak
menampung teman-teman yang sudah solider. Kedua, ingin punya majalah di mana
modal dari luar itu tidak mendikte. Ketiga, untuk mengembangkan kebebasan yang
Tekad itu terlaksana ketika suatu hari di tahun 1970 Ciputra mengundang GM
menggabungkan Djaja dan Ekspres. Dengan itu lahirlah Tempo. Majalah berformat
berita mingguan ini dimodali Yayasan Jaya Raya sebesar dua puluh juta rupiah.
Sejak itulah di sebuah gedung bertingkat dua yang sederhana di Jl Senen Raya
83, Jakarta Pusat, salah satu tonggak sejarah jurnalistik Indonesia ditancapkan. Edisi
perdana MBM Tempo terbit pada 6 Maret 1971 yang menurunkan laporan perjuangan
Waktu terus bergulir, perlahan namun pasti MBM Tempo terus meningkatkan
caranya sendiri, pengelola MBM Tempo bersiasat dan berkelit dalam melewati
restriksi-restriksi dari pemerintah maupun lembaga militer yang pada masa itu
peringatan maupun teguran ketidaksukaan dari penguasa adalah hal yang lumrah saat
itu.
http://prys3107.blogspot.com 110
prys.3107@gmail.com
Namun demikian, pada Maret 1982, godam itu datang juga. MBM Tempo
pada Edisi 13 Maret 1982 memberitakan indikasi kecurangan Pemilu tahun 1981 dan
kerusuhan di sebuah acara kampanye Partai Golongan Karya (Golkar). MBM Tempo
itu (Golkar). Pemerintah yang pada saat itu di bawah kekuasaan Soeharto akhirnya
Tempo akhirnya terbit lagi hingga godam kembali datang pada 1994.
bekas Jerman Timur oleh Menristek B.J. Habibie dengan judul ‘Habibie dan Kapal
Itu’ pada edisi 11 Juni 1994. Hal ini ternyata membuat para petinggi republik menjadi
panas hati. Akhirnya pada 21 Juni 1994, sebuah keputusan diambil oleh Menteri
Penerangan RI Harmoko untuk mencabut izin tiga penerbitan yakni MBM Tempo,
tersebut. Ratusan karyawan MBM Tempo kehilangan pekerjaan dan para pendukung
kebebasan pers ada yang turut menjadi korban. Namun keberanian untuk menentang
tumbuh.
Tempo yang lain meneruskan kerja jurnalistiknya di dunia cyber. Maka pada tahun
http://prys3107.blogspot.com 111
prys.3107@gmail.com
1996, situs (laman) berita online MBM Tempo muncul untuk pertama kalinya dengan
Ketika Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, MBM Tempo kembali
terbit pada 6 Oktober 1998 oleh PT Arsa Raya Perdana. Melalui edisi pertama setelah
4 tahun tidak terbit, MBM Tempo menduduki posisi teratas untuk majalah berita
signifikan sejak tahun 1994, MBM Tempo tetap melanjutkan tradisi jurnalistiknya
dari PT Arsa Raya Perdana menjadi PT TEMPO INTI MEDIA Tbk. Sejak saat itulah
PT TEMPO INTI MEDIA Tbk menjadi perusahaan media dan penerbitan yang
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, dan untuk pertama kalinya masyarakat
Hingga kini MBM Tempo memiliki sejumlah catatan prestasi sebagai berikut:
1991 Menjadi satu-satunya media dari Indonesia yang meliput Perang Teluk dari
Baghdad, Irak
1996 Wartawan MBM Tempo Ahmad Taufik menerima anugerah 5 Tasrieb Award
Journalist Award
1998 Tiras penjualan edisi pertama pasca breidel mencapai 150.000 eksemplar
2002 Menjadi majalah yang paling banyak pembacanya dari survey AC Nielsen
Visi:
Misi:
• Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik
kemajuan zaman
M. Taufiqurohman
Yandhrie Arvian
Rapat
Kompartemen
Alur Berita Di Majalah Tempo
(Redaktur
Pelaksana)
Peliputan :
Penulisan Penulisan
Reporter - Reportase,
Laporan Berita
/SR/TNR - Wawancara (Reporter)
- Riset (Penulis/SR)
Penu- News
Rapat Desk
Perencanaan gasan
(Jabrik Distri-
(PemRed / RE) busi
/SR)
Disetujui
oleh
Red. Pel.
RE/Red Editing
Desain Redaktur
Kreatif (RedPel/
Visual Bahasa
(Artistik) Red.Sen)
Ke TEMPRINT
Pem. Red. (menggunakan CD)
http://prys3107.blogspot.com 117
prys.3107@gmail.com
B. Hasil Penelitian
Sampel 1
Judul : Mencari Damai dalam Dekapan Ibu (Laporan Utama Dana Gelap KPU)
Tema yang diangkat pada sampel ini lebih menyoalkan seputar pribadi
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Kabinet Indonesia Bersatu Hamid
keluarga (par 1 s/d 5), kiprah berkarier dan prestasi (par 6 s/d 8), serta kedekatannya
dengan pejabat tinggi yang membawa Hamid pada jabatan menteri di Kabinet
Indonesia Bersatu (par 7 s/d 12). Namun kesemuanya ini secara luwes dikaitkan
Hamid yang diduga memiliki keterlibatan pada kasus korupsi yang terjadi di Komisi
Pemilihan Umum 2004. Maka dalam sampel ini penulis menemukan adanya upaya
Tempo yang hendak menelusuri dugaan keterlibatan Hamid pada kasus korupsi KPU,
*
Dalam analisis teks di sini, seluruh penggunaan kata paragraf dan kalimat akan
dipersingkat menjadi par (paragraf) dan kal (kalimat) yang menunjukkan sumber
kutipan dari masing-masing sampel. Hal ini penulis lakukan demi efisiensi kata dan
menghemat ruang halaman.
http://prys3107.blogspot.com 118
prys.3107@gmail.com
dengan cara menampilkan unsur human interest yang digali dari apa dan bagaimana
Bisa disimak pula bahwa dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan
multi liputan, yakni peristiwa Hamid pulang kampung (par 1 s/d 5), komentar tokoh
yang dekat dengan Hamid (Mubha Kahar Muang di par 8, Jusuf Kalla di par 13, dan
Hajah Rapiah di par 14), serta didukung oleh penelusuran referensi profil karier dan
prestasi Hamid (par 6 s/d 11). Multi liputan tersebut menunjukkan liputan dilakukan
mengangkat dua tema sekaligus, yakni kasus korupsi KPU dan pribadi Hamid sebagai
pihak yang tengah diperiksa KPK dalam kasus korupsi KPU. Dalam menyajikan teks
berita ini, Tempo melakukan multi liputan dengan terencana pada waktu yang
berbeda.
¾ Penempatan berita
Pada edisi 5 Juni 2005, Tempo mengusung liputan utama ‘Dana Gelap KPU’
dengan sampul depan ilustrasi wajah Hamid Awaludin dan diberi judul ‘Menteri
Tersandung Hukum’. Judul ini menjadi judul dari rubrik opini atau editorial Tempo
di halaman dalam. Rangkaian liputan utama Dana Gelap KPU tersebut berjumlah
lima tulisan berita dan satu tulisan wawancara yang terbentang dari halaman 26 s/d
39. Tulisan pertama adalah liputan inti yang tergolong hard news, tulisan kedua
Teks berita yang menjadi sampel ini ditempatkan Tempo sebagai tulisan
ketiga yang menempati dua halaman, diberi bingkai hitam memanjang pada halaman
bagian atas dengan judul rubrik ‘Liputan Utama Dana Gelap KPU’. Sampel ini juga
dilengkapi dengan satu foto Hamid tengah berada di ruang kerja KPU, dan satu foto
boneka harimau dengan latar belakang sebuah ruangan pribadi. Jika dibandingkan
tulisan pertama dan tulisan kedua yang bernuansa serius, pada sampel ini pemberitaan
tentang Hamid justru disajikan dengan nuansa human interest sebagai cantelan dari
sebagai sisi lain dari peristiwa utama yang juga penting dan patut diketahui khalayak,
dengan penempatan posisi tulisan yang strategis dan tata letak yang menonjolkan sisi
pribadi Hamid.
mengangkat dua tema sekaligus, yakni kasus korupsi KPU dan pribadi Hamid sebagai
pihak yang tengah diperiksa KPK dalam kasus korupsi KPU. Dalam menyajikan teks
berita ini, Tempo melakukan multi liputan dengan terencana pada waktu yang
berbeda. Tempo menempatkan teks berita ini sebagai sisi lain dari peristiwa utama
yang juga penting dan patut diketahui khalayak, dengan penempatan posisi tulisan
yang strategis dan tata letak yang menonjolkan sisi pribadi Hamid.
http://prys3107.blogspot.com 120
prys.3107@gmail.com
Maka pemaknaan yang bisa ditarik dari aspek perlakuan atas peristiwa dalam
sampel ini adalah Tempo hendak menunjukkan bahwa unsur human interest dari
pribadi Hamid juga penting dan patut diketahui khalayak sebagai sisi lain dari
peristiwa utama kasus korupsi KPU ini. Cara Tempo menonjolkan sisi pribadi Hamid
tentu semakin memperkuat dugaan adanya keterlibatan diri Hamid dalam kasus
korupsi KPU. Penulis juga menemukan adanya perencanaan agenda (agenda setting)
liputan yang cukup memakan waktu serta perencanaan yang matang dalam teks berita
¾ Penyusunan adegan
Penyusunan adegan pada sampel ini akan dilihat dari bagian awal teks,
tengah, dan akhir teks. Pada bagian awal teks, ada dua penyusunan adegan sebagai
ibu kandungnya, Hajah Maryam di Parepare, 160 kilometer arah utara Makassar.
Yang menjadi latar adegan adalah sebuah rumah panggung kayu di Jalan Andi
Makkasau, tempat di mana Hamid berjumpa ibunya pada dua pekan sebelum teks ini
terbit. Dalam latar tempat dan waktu inilah, adegan disusun dengan menampilkan
Hamid yang tengah bercerita selama 10 menit kepada ibunya mengenai persoalan
yang tengah membelitnya. Tempo kemudian menuliskannya demikian (par 1, kal 5):
http://prys3107.blogspot.com 121
prys.3107@gmail.com
penggunaan kutipan langsung juga membuat peristiwa tersebut disusun tak hanya
informatif, namun sekaligus juga dramatis. Adegan ini diposisikan secara menonjol
Kedua, adalah penyusunan adegan pada awal teks yakni ketika Hamid
Di pusara itu, ia berdoa dengan takzim. Hamid, yang sejak kecil fasih
membaca kitab suci Al-Quran, lamat-lamat melantunkan doa arwah.
Adegan ini serupa dengan yang ditampilkan Tempo pada par 1, yakni
kembali masa lalu Hamid mulai dari masa kecil di kampung (par 5), perjalanan karier
http://prys3107.blogspot.com 122
prys.3107@gmail.com
dan prestasi (par 6 s/d 9), saat terpilih menjadi anggota KPU pada tahun 2002 (par
10), hingga kemudian ia dipercaya menjabat sebagai menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia dalam Kabinet Indonesia Bersatu (par 11 s/d 13). Dari sudut pandang
estetika bahasa, penggunaan teknik kilas balik ini merupakan cerita dalam cerita yang
menggunakan teknik kilas balik (flashback) yang merekam ulang masa lalu
Pada akhir teks, adegan kemudian kembali ke masa kini di mana Hamid
terjerat kasus dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai penutup
laporan utama ini, Tempo menyusun adegan akhir dari teks tersebut lewat pernyataan
Hajah Rapiah selaku bibi sekaligus guru SD Hamid yang meragukan bahwa Hamid
melakukan korupsi. Hal ini kemudian yang membuat berita ini ditutup dengan
meninggalkan pertanyaan lanjutan. Simak kutipan dari par 15, kal 2 dan 3 berikut:
penyelesaian seperti yang tertuang dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dari sudut
pandang estetika bahasa, hal ini merupakan teks yang terbuka, yakni menunda
Tempo pada akhir teks dilakukan dengan teknik teks terbuka yang menunda
http://prys3107.blogspot.com 123
prys.3107@gmail.com
Perspektif orang ketiga yang digunakan dalam sampel ini yaitu perspektif
perspektif Tempo dengan perspektif Hamid ditampilkan sejak awal teks. Terlebih lagi
Waktu terasa begitu sempit bagi Hamid Awaludin, 45 tahun. Ahad dua pekan
lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini terbang ke Makassar, Sulawesi
Selatan.
perasaan subjektif, suasana dan emosi yang dialami Hamid, yakni perasaan akan
sempitnya waktu. Penggunaan teknik ini tentu membuat Tempo sekaligus mengajak
Hamid percaya, doa-restu orang tua akan menjadi obat mujarab pelbagai
masalah yang dihadapi. “Saya merasa damai saat berada di dekat ibu,” ujar
Hamid Awaludin.
Tempo membuat Tempo seakan mengetahui apa yang dipikirkan Hamid. Penggunaan
kutipan langsung pada kalimat selanjutnya membuat perspektif Hamid menjadi nyata,
http://prys3107.blogspot.com 124
prys.3107@gmail.com
kentara lagi. Dari sudut pandang estetika bahasa, percampuran antara perspektif
penulis selaku narator (Tempo) dengan perspektif tokoh yang ditulisnya (Hamid)
disebut sebagai perspektif orang ketiga semestaan (third person omniscient narrator).
dalam sampel ini dilakukan Tempo tidak hanya untuk melaporkan peristiwa apa yang
terjadi, tetapi juga seakan turut menjadi Hamid dengan mengungkapkan perasaan dan
pikiran Hamid. Hal ini menyiratkan adanya keterlibatan Tempo dalam menceritakan
¾ Penempatan detail
Penempatan detail dalam sampel ini antara lain diungkapkan pada rincian
bagaimana deskripsi rumah keluarga Hamid di Makassar yang terbuat dari panggung
kayu dan kefasihan Hamid membaca kitab suci Al-Quran. Penempatan detail ini
beasiswa kuliah dapat di luar negeri, catatan prestasi, dan hubungannya dengan orang
lain, khususnya dengan petinggi negara semacam Sarwono dan Jusuf Kalla.
utama dalam teks ini, yakni Hamid sebagai seseorang yang tak melupakan akar
tradisinya, dan agama yang kuat serta ditaatinya sejak kecil hingga saat ini. Hamid
juga diceritakan sebagai sosok dengan track record masa lalu yang baik, sehingga tak
demi memperkuat penokohan karakter tokoh utama dalam teks ini, yaitu Hamid
hal yang patut diperhatikan dari aspek estetika bahasa dalam sampel ini. Antara lain
penyusunan adegan yang ditemui lewat teknik kilas balik sebagai cerita dalam cerita
(bingkai cerita) yang merekam ulang masa lalu, serta penggunaan teknik teks terbuka
Hamid (selaku orang ketiga). Teknik ini menyiratkan adanya keterlibatan Tempo
http://prys3107.blogspot.com 126
prys.3107@gmail.com
Aspek estetika bahasa dalam sampel ini juga dilengkapi dengan banyak
penempatan detail secara rinci yang memperkuat penokohan karakter tokoh utama
estetika bahasa dalam sampel ini adalah kuatnya dimensi estetika bahasa yang
terkandung dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, perspektif
bahwa dalam hal ini Tempo hendak menyerahkan pemaknaan kepada pembaca.
Sebab, sebuah teks terbuka sejatinya akan mengundang berbagai penafsiran makna.
Dengan kata lain, Tempo seakan membiarkan pembaca untuk menjawab sendiri
titik inilah unsur ambiguitas begitu kuat dalam teks penutup tersebut, sebuah hal yang
kejelasan (straightness).
¾ Metafora
Pada sampel ini, penulis menemukan dua metafora yang digunakan Tempo
dalam merelasikan dua fakta melalui kata, kalimat, dan istilah kiasan persamaan.
http://prys3107.blogspot.com 127
prys.3107@gmail.com
Pertama, adalah penggunaan metafora pada kalimat ‘Waktu terasa begitu sempit bagi
Pada kalimat di atas, metafora yang digunakan adalah kata ‘sempit’ dalam
merelasikan dua fakta, yakni antara fakta waktu dengan fakta manusia (Hamid).
kini tengah berada dalam suatu keadaan yang mendesak dan tidak mengenakkan.
Keadaan tersebut terkait dengan pengakuan rekan Hamid, yakni Daan Dimara
orang tua akan menjadi obat mujarab perbagai masalah yang dihadapi.’ (par 3, kal 3)
Pada kalimat di atas, metafora yang digunakan adalah kata ‘obat mujarab’
dalam merelasikan dua fakta, yakni fakta doa orang tua Hamid dan fakta masalah
perbuatan yang membandingkan perbuatan mulia (doa orang tua hamid) dengan
perbuatan tercela (dugaan korupsi Hamid). Metafora ini termasuk ke dalam jenis
metafora hiperbola.
melebih-lebihan doa sebagai cara ampuh yang dapat menyelamatkannya dari dugaan
http://prys3107.blogspot.com 128
prys.3107@gmail.com
korupsi di KPU.
¾ Depictions
Pada sampel ini, ada beberapa depictions yang digunakan Tempo. Pertama,
adalah penggunaan istilah konotatif ‘dana haram’ yang terdapat pada baris kalimat di
Pembuktian ini menunjukkan bahwa dalam depictions tersebut ada nilai moral
yang dipinjam Tempo dari istilah keagamaan untuk menjelaskan ‘haram’ sebagai
sesuatu hal yang tercela dan berdosa. Dalam rangka inilah, penulis menemukan
adanya keterkaitan yang bertolak belakang dengan pribadi Hamid yang digambarkan
Tempo sebagai seseorang yang taat beragama. Maka penulis menganalisis bahwa
melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama. Depictions tersebut tentu diniatkan
Kedua, adalah penggunaan istilah konotatif ‘orang titipan’ yang terdapat pada
par 12, kal 1. Depictions tersebut digunakan Tempo dalam menggambarkan fakta
mengenai seseorang yang didukung oleh seseorang lain yang lebih berkuasa.
seseorang yang didukung, dengan Jusuf Kalla yang memiliki kekuasaan lebih dalam
teks berita par 11 yang menyebutkan bahwa Jusuf Kalla lah yang bersikeras
http://prys3107.blogspot.com 129
prys.3107@gmail.com
mencitrakan Hamid sebagai seseorang yang tak hanya dekat dengan kekuasaan, tetapi
juga posisinya sebagai menteri dijamin oleh penguasa, yakni Jusuf Kalla yang kini
Ketiga, adalah depictions dalam kalimat konotatif yang tertuang sebagai judul
menggambarkan fakta bahwa seorang ibu mampu berperan sebagai seseorang yang
dapat memberikan ketenangan dan kedamaian bagi anaknya. Ibu adalah benteng
seseorang yang tengah terlibat dalam persoalan kasus korupsi, dengan perjalanan
dapat memberikan kedamaian bagi Hamid tempat berlindung dari persoalan kasus
atas pemanggilan KPK terhadap dirinya mengenai kasus korupsi di KPU. Bahkan
saking takutnya, Hamid pun memilih pulang kampung untuk menemui ibunya,
KPK tersebut patut dicurigai, karena pemanggilan diri Hamid baru sebatas meminta
keterangan dan bukan (atau belum) menjadikan Hamid sebagai tersangka. KPK
sendiri belum menyebutkan dalam kapasitas (status) apa Hamid diperiksa, apakah
Hamid sebagai seseorang yang penakut, cari aman, dan tengah membutuhkan
perlindungan. Sehingga tampak wajar bila hal ini membangkitkan prasangka kepada
Hamid sebagai seseorang yang patut dicurigai keterlibatannya dalam kasus korupsi di
KPU.
Hamid kini tengah berada dalam suatu keadaan yang mendesak dan tidak
telah melebih-lebihkan doa sebagai cara ampuh yang dapat menyelamatkannya dari
Hamid sebagai seseorang yang tidak konsisten menjalankan perintah agama karena
diduga melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama; depictions ‘orang titipan’
untuk mencitrakan Hamid sebagai seseorang yang tak hanya dekat dengan kekuasaan,
http://prys3107.blogspot.com 131
prys.3107@gmail.com
tetapi juga posisinya sebagai menteri dijamin oleh penguasa, yakni Jusuf Kalla yang
kini tengah menjabat sebagai wakil presiden; dan depictions ‘Mencari Damai Dalam
Dekapan Ibu’ yang secara tersirat hendak mencitrakan Hamid sebagai seseorang yang
penakut, cari aman, dan tengah membutuhkan perlindungan. Sehingga tampak wajar
bila hal ini membangkitkan prasangka kepada Hamid sebagai seseorang yang takut
politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan metafora dan depictions
sebagai bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo secara khusus dalam
mengarahkan citra Hamid kepada konstruksi citra tertentu yang dibentuk Tempo. Dan
hasil dari konstruksi citra tersebut mestilah citra yang buruk, bahkan menurut
Konstruksi citra yang buruk dapat ditemui pada penggambaran Hamid sebagai
seseorang yang munafik dan berdosa karena dikenal taat beragama namun melakukan
korupsi. Sedangkan konstruksi citra yang konyol dapat ditemui pada penggambaran
Hamid sebagai seseorang yang kekanak-kanakan (anak mami) dalam menyikapi suatu
permasalahan.
http://prys3107.blogspot.com 132
prys.3107@gmail.com
1. Aspek perlakuan atas peristiwa dalam sampel ini adalah Tempo hendak
menunjukkan bahwa unsur human interest dari pribadi Hamid juga penting dan
patut diketahui khalayak sebagai sisi lain dari peristiwa utama kasus korupsi KPU
ini. Cara Tempo menonjolkan sisi pribadi Hamid tentu semakin memperkuat
dugaan adanya keterlibatan diri Hamid dalam kasus korupsi KPU. Penulis juga
memakan waktu serta perencanaan yang matang dalam teks berita ini sebagai
2. Aspek estetika bahasa dalam sampel ini ialah adanya kandungan estetika bahasa
dalam teks berita tersebut –khususnya pada penyusunan adegan, perspektif orang
penggunaan teknik teks terbuka yang menunda kesimpulan dalam menutup akhir
kuat dalam teks penutup tersebut, sebuah hal yang jelas sangat dihindari pada
3. Aspek politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan metafora dan
depictions sebagai bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo secara khusus
dibentuk Tempo. Dan hasil dari konstruksi citra tersebut mestilah citra yang
Sampel 2
Judul : Terusik Nyanyian Meneer Daan (Laporan Utama Segel Amplop Kertas
Suara)
Tema yang diangkat pada sampel ini adalah kontroversi seputar kasus korupsi
KPU yang melibatkan dua tokoh, yakni Daan Dimara dan Hamid Awaludin. Tempo
menyajikan versi yang saling bertentangan dari keduanya mengenai siapa yang paling
bertanggung jawab atas korupsi pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden
2004. Daan sendiri sebelumnya telah ditahan pihak berwajib sehubungan dengan
jabatannya sebagai ketua pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004.
Tapi kemudian dari dalam penjara Daan menyebutkan nama Menteri Hukum dan
HAM Hamid sebagai pihak yang paling bertanggung jawab, karena Hamid saat itu
Ada banyak pihak yang diwawancarai Tempo dalam menyusun liputan ini.
Mulai dari Daan Dimara dan Erick Samuel Paat selaku kuasa hukumnya, Bakrie
Sjamsuddin mantan ketua KPU, Sukharni Muluk selaku kuasa hukum Untung
Sastrawijaya, hingga Hamid sendiri. Ada pula sumber anonim selaku orang dekat
Bisa disimak pula bahwa dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan
multi liputan, yakni peristiwa percakapan telepon antara Daan dengan Hamid (par 1
dan 2), keterangan dari Erick atas kasus ini (par 11 s/d 29), keterangan Bakrie Asnuri
(par 20 s/d 22), komentar Nazaruddin Sjamsuddin (par 27), keterangan Sukharni
Muluk (par 28), bantahan dari Hamid sendiri (par 24 s/d 26), serta didukung oleh
referensi perkembangan awal dari kasus ini. Multi liputan tersebut menunjukkan
pemberitaan adalah kontroversi kasus korupsi pengadaan segel amplop kertas suara
pemilu presiden 2004 antara Daan Dimara dan Hamid Awaludin, dengan melibatkan
informasi dari banyak pihak terkait. Dalam menyajikan teks berita ini, Tempo
¾ Penempatan berita
Pada edisi 19 Maret 2006, Tempo mengusung liputan utama ‘Segel Amplop
Kertas Suara’ dengan sampul depan ilustrasi wajah Hamid Awaludin dan diberi
judul ‘Hamid Awaludin: Saksi Atau Tersangka’. Judul ini menjadi judul dari
rubrik opini atau editorial Tempo di halaman dalam. Rangkaian liputan utama Segel
Amplop Kertas Suara tersebut berjumlah dua berita dan satu wawancara yang
Teks berita yang menjadi sampel ini ditempatkan Tempo sebagai tulisan
pertama menempati tiga halaman dan diberi bingkai hitam memanjang pada halaman
bagian atas dengan judul rubrik ‘Liputan Utama Segel Amplop Kertas Suara. Sampel
http://prys3107.blogspot.com 138
prys.3107@gmail.com
ini juga dilengkapi dengan satu foto Daan tengah memasuki kendaraan tahanan usai
diperiksa KPK, dan satu foto petugas KPU yang tengah menunjukkan segel kertas
suara, satu buah insert dokumen dari PT Royal Standard, serta dua grafik terpisah
berisi kronologi kejadian dan kutipan lima narasumber terkait. Jika dibandingkan dua
tulisan lainnya, sampel ini merupakan tulisan inti dengan multi liputan.
sebagai peristiwa inti yang penting dan patut diketahui khalayak, dengan penempatan
posisi tulisan yang strategis dan tata letak yang padat informasi.
pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 antara Daan Dimara dan
Hamid Awaludin, dengan melibatkan informasi dari banyak pihak terkait. Dalam
menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan multi liputan dengan terencana pada
waktu yang berbeda. Tempo menempatkan teks berita ini sebagai peristiwa inti yang
penting dan patut diketahui khalayak, dengan penempatan posisi tulisan yang
Maka pemaknaan yang bisa ditarik dari aspek perlakuan atas peristiwa dalam
sampel ini adalah Tempo hendak menunjukkan bahwa kontroversi kasus korupsi
pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 antara Daan Dimara dan
Hamid Awaludin penting dan patut diketahui khalayak. Cara Tempo memunculkan
banyak pihak yang diwawancarai dalam teks berita ini tentu memperkuat pentingnya
http://prys3107.blogspot.com 139
prys.3107@gmail.com
perencanaan agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu serta
perencanaan yang matang dalam teks berita ini sebagai perlakuan Tempo atas
kertas suara pemilu presiden 2004 ini, ada kepentingan pihak tertentu yang
¾ Penyusunan Adegan
Penyusunan adegan pada sampel ini akan dilihat dari bagian awal, bagian
tengah, dan bagian akhir teks. Pada bagian awal teks, penyusunan adegan dibuka
dengan rekaman peristiwa percakapan pagi hari di telepon antara Daan Dimara
pengadaan segel sampul surat suara pemilu presiden 2004. Hal ini ditunjukkan lewat
Pekan kedua Februari 2006. Telepon itu berdering pagi hari. Setengah
mengantuk, Daan Dimara bergegas mengangkat. Si penelepon Hamid Awaludin,
bekas kawan kerjanya di Komisi Pemilihan Umum. Hamid kini Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Pagi itu keduanya bersoal-jawab tentang pengadaan segel
sampul surat suara pemilu presiden.
hanya menampilkan informasi perihal tema yang diangkat, tetapi juga merekam
http://prys3107.blogspot.com 140
prys.3107@gmail.com
dengan Hamid terjadi. Adegan ini diposisikan secara menonjol sebagai pembuka atau
langsung dan utuh menghadirkan kembali isi percakapan tersebut. Teknik penulisan
seperti ini tidak lazim dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada
karya sastra semisal cerpen, novel, atau naskah drama. Yang patut disimak adalah
adegan ini ditulis Tempo berdasarkan penuturan Daan (par 3), maka jelas bahwa
Tempo bukanlah pihak yang berada saat percakapan itu berlangsung. Hal ini
teks dilakukan Tempo dengan teknik penulisan kutipan yang tidak lazim dijumpai
dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada karya sastra semisal cerpen,
http://prys3107.blogspot.com 141
prys.3107@gmail.com
Pada bagian tengah teks, adegan disusun mulai dari peristiwa masa lalu, yakni
saat pemilu presiden 2004 berlangsung dengan sukses. Baru kemudian Tempo
diwarnai dengan kasus korupsi pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden
menggunakan teknik kilas balik (flashback) yang merekam ulang masa lalu secara
kronologis. Dari sudut pandang estetika bahasa, penggunaan teknik kilas balik ini
merupakan cerita dalam cerita yang dalam kaidah sastra lazim disebut bingkai cerita.
Pada bagian akhir teks, yakni sebagai penutup laporan utama ini, Tempo
menyusun adegan dengan menunda kesimpulan akhir dari peristiwa ini. Simak
Siapa saja yang bersalah memang masih terus diusut. Senin pekan ini,
kabarnya, Hamid Awaludin datang ke KPK. Dia akan diperiksa sebagai saksi
kaus pengadaan segel sampul surat suara. Siapa tahu, teka-teki perkara ini segera
tersibak.
pertanyaan lanjutan dengan menunda kesimpulan akhir dari peristiwa ini, sebab akhir
peristiwanya belum dapat diketahui segera. Dari sudut pandang estetika bahasa, hal
ini merupakan teks terbuka, yakni penundaan kesimpulan sebab akhir peristiwanya
Tempo pada akhir teks dilakukan dengan teknik teks terbuka yang menunda
¾ Dialog
Penggunaan dialog dalam sampel ini terlihat pada adegan yang menampilkan
isi percakapan Daan dengan Hamid di telepon pagi hari. Dialog antara Daan dengan
Daan dan Hamid yang ditulis secara langsung dan utuh demi menghadirkan kembali
isi percakapan keduanya. Teknik penggunaan dialog seperti ini tidak lazim dijumpai
dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada karya sastra semisal cerpen,
novel, atau naskah drama. Yang patut disimak adalah Tempo menyusun dialog
tersebut berdasarkan penuturan Daan (par 3), maka jelas bahwa Tempo bukanlah
Pembuktian ini menunjukkan bahwa ada penggunaan dialog yang tidak lazim
dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada karya sastra semisal
cerpen, novel, atau naskah drama. Penggunaan dialog merupakan upaya rekonstruksi
peristiwa yang dilakukan Tempo untuk menghadirkan kembali adegan ini secara
Perspektif orang ketiga yang secara menonjol digunakan dalam sampel ini
adalah perspektif Daan pada bagian awal teks. Dalam menggunakan teknik ini,
http://prys3107.blogspot.com 143
prys.3107@gmail.com
pembuka teks berita (lead) sebagai berikut (par 1, kal 2 dan 3):
Telepon itu berdering pagi hari. Setengah mengantuk, Daan Dimara bergegas
mengangkat.
dalam perasaan subjektif, suasana dan emosi yang dialami Daan, yakni perasaan
‘mengantuk’, suasana ‘pagi hari’, dan emosi dalam kata ‘bergegas mengangkat’.
peristiwa, tetapi sekaligus mengajak pembaca untuk merasakan juga apa yang
dirasakan Daan.
selaku narator (Tempo) dengan perspektif tokoh yang ditulisnya (Daan) disebut
sebagai perspektif orang ketiga semestaan (third person omniscient narrator). Teknik
ini menyiratkan keterlibatan penulis terhadap perasaan, suasana, dan emosi yang
dalam sampel ini dilakukan Tempo tidak hanya untuk melaporkan peristiwa apa yang
terjadi, tetapi juga seakan turut menjadi Hamid dengan mengungkapkan perasaan,
suasana, dan emosi yang dialami Daan. Hal ini menyiratkan adanya keterlibatan
Tempo dalam menghadirkan peristiwa percakapan telepon pagi hari antara Daan
http://prys3107.blogspot.com 144
prys.3107@gmail.com
dengan Hamid.
hal yang patut diperhatikan dari aspek estetika bahasa dalam sampel ini. Antara lain
Tempo tak hanya menampilkan informasi perihal tema yang diangkat, tetapi juga
telepon Daan dengan Hamid terjadi. Tempo juga menggunakan teknik penulisan
kutipan yang tidak lazim dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak digunakan
pada karya sastra semisal cerpen, novel, atau naskah drama. Tempo menggunakan
teknik kilas balik (flashback) yang merekam ulang masa lalu secara kronologis
sebagai bingkai cerita. Tempo juga menggunakan teknik teks terbuka yang menunda
Aspek estetika bahasa dalam sampel ini juga dilengkapi penggunaan bahasa
melaporkan peristiwa apa yang terjadi, tetapi juga seakan turut menjadi Hamid
dengan mengungkapkan perasaan, suasana, dan emosi yang dialami Daan. Hal ini
estetika bahasa dalam sampel ini adalah kuatnya dimensi estetika bahasa yang
terkandung dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, penggunaan
dialog, dan perspektif orang ketiga. Khusus pada penggunaan dialog secara langsung
dan utuh, penulis berpendapat bahwa dalam hal ini Tempo hendak menerangkan
memberi sentuhan riil pada teks berita tersebut. Penulis juga berpendapat bahwa
penggunaan dialog tersebut menyiratkan karakter Daan dan Hamid yang ditampilkan
Dalam rangka inilah penulis juga berpendapat bahwa ada unsur ambiguitas
dalam penggunaan dialog tersebut, serta pada teknik teks terbuka yang menunda
kesimpulan akhir sebab akhir peristiwanya belum dapat diketahui segera, sebuah hal
¾ Metafora
Pada sampel ini, penulis menemukan penggunaan dua analogi sebagai bentuk
politik bahasa Tempo dalam mengungkapkan fakta melalui kata, frase, dan kalimat
konotatif. Pertama, adalah penggunaan analogi pada kalimat ‘Tapi keharuman itu
http://prys3107.blogspot.com 146
prys.3107@gmail.com
lewat kata dan frase sifat secara beruntun, yakni kata ‘keharuman’ dan frase ‘berumur
pendek’. Kata nomina ‘itu’ di sini mengacu pada peristiwa penyelenggaraan Pemilu
Presiden 2004 di Indonesia. Sedangkan kata ‘harum’ dan frase ‘umur pendek’
mengacu pada adanya fakta kasus dugaan korupsi KPU yang baru diketahui setelah
pemilu berakhir.
menduga sesuatu hal yang nyata adanya namun tidak terlihat atau terkesan ditutup-
tutupi. Maka analogi ini merupakan metafora dari perbuatan KPK menduga adanya
metafora tersebut adalah makna pengungkapan adanya fakta korupsi yang terkesan
¾ Depictions
Pada sampel ini, ada tiga depictions yang digunakan Tempo dalam
‘Daan ditembak dua tuduhan sekaligus’ (par 10, kal 3), dan kedua, pada kalimat ’Dia
juga memastikan tanggung jawab kasus ini sepenuhnya dipikul Daan Dimara.’ (par
27, kal 2). Kedua kalimat ini mengandung penggunaan depictions dalam
’ditembak’. Kata ini menggambarkan tindakan pasif seseorang yang menjadi korban.
Kemudian pada kalimat kedua, kata konotatif sebagai depictions adalah kata
menggambarkan Daan sebagai pihak pasif yang dikorbankan, sekaligus pihak aktif
tindakan aktif Daan menanggung beban tanggung jawab bukan karena ia pantas untuk
itu, tetapi lebih karena ia menjadi pihak pasif yang dikorbankan. Artinya juga, ada
pihak lain yang seharusnya lebih bertanggung jawab dalam kasus korupsi ini.
http://prys3107.blogspot.com 148
prys.3107@gmail.com
demi mengarahkan citra Daan sebagai pihak yang dikorbankan, sekaligus juga
diniatkan untuk membangkitkan prasangka bahwa pihak lain yang lebih berkuasa dari
ini
kalimat konotatif ’Terusik Nyanyian Meneer Daan’. Pada kalimat yang menjadi judul
teks berita ini, penulis menyimak adanya pembentukan nominalisasi dengan membuat
kata kerja ’terusik’ menjadi kata nomina. Sehingga kalimat tersebut tidak lagi
obyek pelaku tindakan dihilangkan atau disembunyikan dalam kalimat ini. Hal ini
menunjukkan bahwa pembentukan citra tertentu diarahkan bukan pada subyek pelaku
tindakan (Daan) yang tertera pada kalimat, tetapi lebih kepada obyek pelaku tindakan
tentu mengacu pada Hamid. Penyembunyian Hamid sebagai obyek pelaku tindakan
inilah yang ditekankan lewat kalimat konotatif tersebut. Karenanya, pembuktian dan
kasus hukum. Penggunaan kata konotatif tersebut mengacu pada bentuk keterangan
informasi yang diberikan Daan kepada KPK ketika diperiksa 7 Februari 2006 yang
saat itu status Daan masih sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan kotak suara
pemilu (par 3, kal 2 dan 3). Dalam pemeriksaan itulah, Daan memberikan keterangan
kepada KPK mengenai keterlibatan Hamid pada kasus korupsi pengadaan segel
amplop surat suara pemilu presiden. Daan juga menyebutkan keterlibatan Hamid
kepada ’sejumlah wartawan yang menunggu Daan keluar dari ruang pemeriksaan’
pembeberan informasi kepada KPK dan wartawan yang dilakukan Daan mengenai
adanya keterlibatan Hamid pada kasus korupsi pengadaan segel amplop surat suara
Hamid sebagai seseorang yang diinformasikan juga terlibat dalam kasus korupsi
’nyanyian’, lebih dipertegas lagi lewat penggunaan kata konotatif ’terusik’ dalam
keadaan yang begitu mengganggu pikiran dan perasaan seseorang. Penggunaan kata
konotatif tersebut mengacu pada keadaan pikiran dan perasaan Hamid yang begitu
terganggu.
http://prys3107.blogspot.com 150
prys.3107@gmail.com
keadaan yang begitu mengganggu pikiran dan perasaan Hamid atas pembeberan
informasi yang dilakukan Daan. Lewat kata konotatif inilah Tempo menegaskan
amplop surat suara pemilu presiden, sekaligus mengungkapkan keadaan pikiran dan
perasaan Hamid yang begitu terganggu atas keterlibatannya itu yang tidak hanya
diketahui oleh KPK dan wartawan, tetapi juga telah diketahui publik.
yang begitu terganggu lewat dua kata konotatif tersebut, kemudian semakin
dipertegas lagi lewat penggunaan frase ’meneer Daan’. Kata ’meneer Daan’ ini
mengacu pada kata ganti atau julukan yang diberikan kepada seseorang yang tinggi
status sosialnya. Dalam kosakata bahasa Belanda, definisi Meneer adalah tuan. Maka,
’meneer’ adalah julukan yang diberikan seorang bawahan kepada tuannya. Julukan
ini juga menunjukkan hubungan kekuasaan dan sosial yang vertikal dalam
masyarakat.
pada jabatan Daan selaku ketua pengadaan segel amplop surat suara pemilu legislatif
dan pemilu presiden (par 4, kal 1). Maka frase ini mengkonotasikan status diri Hamid
dalam hubungan kekuasaan yang vertikal dengan Daan. Dalam artian, frase tersebut
menggambarkan status sosial Hamid sebagai bawahan (anggota) dan status Daan
sebagai tuan (ketua). Yang perlu diperhatikan, frase ini tidak begitu saja diberikan
Tempo, tetapi merupakan frase pinjaman dari perkataan Hamid (par 2) yang
http://prys3107.blogspot.com 151
prys.3107@gmail.com
kemudian dipertegas oleh Tempo. Dalam hal ini, Hamid memosisikan dirinya sebagai
upaya Hamid dalam menunjukkan kesan bahwa Daan adalah pihak yang lebih
hendak menyesatkan karakter Daan sebagai pihak yang lebih berkuasa dan
bertanggungjawab atas kasus korupsi pengadaan segel amplop surat suara pemilu
presiden. Penyesatan karakter yang dilakukan Hamid atas Daan ini mengacu pada
pengadaan segel KPU. Bakri mengatakan ”Daan Dimara memang menjadi ketua
pengadaan segel, tapi negosiasi harganya dilakukan Hamid Awaludin.” (par 20, kal 2)
lewat frase ’meneer Daan’ demi mengelak tanggungjawabnya atas kasus korupsi
pengadaan segel amplop surat suara pemilu presiden yang kini telah diketahui publik.
Upaya penyesatan karakter inilah yang dipinjam sekaligus dipertegas oleh Tempo
Daan’ yang dirangkai Tempo menjadi ’terusik nyanyian meneer Daan’, merupakan
depictions yang digunakan Tempo demi mengungkapkan fakta bahwa Hamid sebagai
pihak yang keadaan pikiran dan perasaannya begitu terganggu karena keterlibatan
dalam kasus korupsi pengadaan segel amplop surat suara pemilu presiden telah
diketahui publik, serta Hamid sebagai pihak mengelak dari tanggungjawabnya itu.
http://prys3107.blogspot.com 152
prys.3107@gmail.com
merupakan upaya Tempo dalam mengarahkan citra buruk atas Hamid, yakni sebagai
Sehingga tampak wajar bila hal ini membangkitkan prasangka kepada Hamid sebagai
penyelenggaraan Pemilu Presiden 2004 karena adanya fakta kasus dugaan korupsi
KPU yang baru diketahui setelah pemilu berakhir. Serta analogi untuk
citra Daan sebagai pihak yang dikorbankan; depictions ’tanggung jawab kasus ini
sepenuhnya dipikul Daan Dimara’ demi membangkitkan prasangka bahwa ada pihak
lain yang lebih berkuasa dari Daan yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban
atas kasus korupsi ini; serta depictions pada kalimat konotatif ’Terusik Nyanyian
Meneer Daan’ demi mengarahkan citra buruk atas Hamid, yakni sebagai seseorang
yang keadaan mentalnya terganggu dan mengelak dari tanggungjawab atas kasus
korupsi.
http://prys3107.blogspot.com 153
prys.3107@gmail.com
politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan analogi dan depictions
sebagai bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo dalam mengungkapkan adanya
fakta korupsi yang terkesan ditutup-tutupi dalam sejumlah proyek pengadaan barang
dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden 2004, dan secara khusus mengarahkan citra
Daan sebagai pihak yang menjadi korban, yang kemudian mengarahkan citra Hamid
sebagai pihak yang lebih berkuasa dari Daan yang seharusnya dimintai
pertanggungjawaban atas kasus korupsi ini. Citra Hamid juga diarahkan sebagai
1. Aspek perlakuan atas peristiwa dalam sampel ini adalah Tempo hendak
suara pemilu presiden 2004 antara Daan Dimara dan Hamid Awaludin penting
dan patut diketahui khalayak. Cara Tempo memunculkan banyak pihak yang
menginginkan agar kasus ini tidak segera terungkap. Penulis juga menemukan
adanya perencanaan agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu
2. Aspek estetika bahasa dalam sampel ini ialah adanya kandungan estetika bahasa
dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, penggunaan dialog,
dan perspektif orang ketiga. Khusus pada penggunaan dialog secara langsung dan
utuh, Tempo hendak menguatkan keutuhan adegan dan memberi sentuhan riil
pada teks berita tersebut. Penggunaan dialog tersebut juga menyiratkan karakter
dialog, serta pada teknik teks terbuka yang menunda kesimpulan akhir sebab
akhir peristiwanya belum dapat diketahui segera, sebuah hal yang jelas sangat
(straightness).
3. Aspek politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan analogi dan
depictions sebagai bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo secara khusus
dalam mengarahkan citra Daan sebagai pihak yang menjadi korban, yang
kemudian mengarahkan citra Hamid sebagai pihak yang lebih berkuasa dari Daan
Hamid juga diarahkan sebagai seseorang yang keadaan mentalnya terganggu dan
Sampel 3
Judul : Memburu Tersangka Baru (Laporan Utama Sidik Jari di Sekitar Yusril)
Tema yang diangkat pada sampel ini adalah kasus korupsi pengadaan mesin
sidik jari di Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Setidaknya ada tiga sub
tema dalam teks berita ini, yakni fakta kejanggalan pada penyelesaian kasus ini,
dugaan keterlibatan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dalam kasus ini,
analisis Tempo yang didapat dari penelusuran investigatif perihal proyek pengadaan
mesin sidik jari di Departemen Hukum dan Perundang-undangan yang saat itu
dipimpin Yusril. Penulis menyimak kejanggalan yang disebutkan Tempo antara lain
adalah pelaksanaan proyek yang dilakukan jauh sebelum kontrak kerja dengan PT
Sentral Filindo selaku rekanan kerja. Kejangalan juga disebutkan Tempo terletak
guarantee sebagai bank yang seharusnya menjadi sumber modal awal Filindo.
keterlibatan Yusril dalam kasus ini. Namun dalam hal ini Tempo lebih menyajikan
http://prys3107.blogspot.com 159
prys.3107@gmail.com
kesimpangsiuran informasi dari para tersangka dan saksi. Sedangkan sub tema
perseteruan antara Ruki dengan Yusril diposisikan secara menonjol sebagai pembuka
atau news peg dari teks berita ini. Perseteruan ini ditengahi langsung oleh Presiden RI
Bisa disimak pula bahwa dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan
multi liputan, yakni peristiwa pertemuan Ruki dengan Yusril di Istana Negara (par 1
dan 2), peristiwa ketika jumpa pers setelah rapat terbatas digelar (par 3 s/d 5),
keterangan Apendi selaku pimpinan proyek pengadaan mesin sidik jari (par 9),
(par 11 s/d 30), keterangan Fachmi Yandri (par 27 dan 28), keterangan Abdurrahman
Tadjo (par 31 s/d 33), keterangan Yusril (par 24 s/d 35), keterangan Ruki (par 36),
keterangan sumber anonim (par 15, 16, 28), serta analisis Tempo yang didukung oleh
Pembuktian tersebut menunjukkan bahwa tema yang diangkat pada sampel ini
–yakni tema kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Depatemen Hukum dan
Perundang-undangan– adalah tema dengan cakupan peristiwa yang luas. Ini terlihat
dari pembagian tiga sub tema yang menyoalkan seputar kejanggalan kasus, dugaan
keterlibatan Yusril, serta perseteruan Ruki dengan Yusril. Dalam menyajikan teks
berita ini, Tempo melakukan multi liputan dengan terencana pada waktu yang
berbeda.
http://prys3107.blogspot.com 160
prys.3107@gmail.com
¾ Penempatan berita
Pada edisi 4 Maret 2007, Tempo mengusung liputan utama ‘Sidik Jari di
Sekitar Yusril’ dengan sampul depan ilustrasi tokoh Ruki tengah berhadapan dengan
Yusril dan diberi judul sama dengan liputan utama. Judul ini juga menjadi judul
rubrik opini atau editorial Tempo di halaman dalam. Rangkaian liputan utama Sidik
Jari di Sekitar Yusril tersebut berjumlah tiga tulisan berita dan dua tulisan wawancara
Teks berita yang menjadi sampel ini ditempatkan Tempo sebagai tulisan
pertama menempati enam halaman dan diberi caption pada halaman bagian atas
dengan judul rubrik ‘Sidik Jari di Sekitar Yusril’. Sampel ini diawali dua halaman
pembuka yang dihabiskan dengan ilustrasi grafis tokoh Ruki-Yusril-dan SBY, serta
judul teks berita dan dua paragraf pembuka dengan karakter font cukup besar dan
menonjol.
Teks berita baru mulai ditempatkan pada halaman ketiga yang dilengkapi
dengan foto rapat terbatas di Istana Negara yang dihadiri juga oleh SBY, Jusuf Kalla,
Yusril, Sudi Silalahi, dan Ruki untuk secara khusus membahas persoalan Ruki-
system biometrik dan mesin sidik jari. Sebuah data grafis juga ditampilkan tersendiri
berisi profil lima tokoh yang terkait dengan kasus ini. Pada sisi atas di halaman 29
dan sisi bawah di halaman 30, ditampilkan kutipan Ruki dan Yusril lengkap dengan
sebagai peristiwa utama yang penting dan patut diketahui khalayak, dengan
penempatan posisi tulisan yang strategis dan tata letak yang begitu padat informasi,
diangkat Tempo adalah tema kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Departemen
Hukum dan Perundang-undangan dengan pembagian tiga sub tema yang menyoalkan
seputar kejanggalan kasus, dugaan keterlibatan Yusril, dan perseteruan Ruki dengan
Yusril. Dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan multi liputan dengan
terencana pada waktu yang berbeda. Tempo menempatkan teks berita ini sebagai
peristiwa utama yang penting dan patut diketahui khalayak, dengan penempatan
posisi tulisan yang strategis dan tata letak yang begitu padat informasi, padat ilustrasi
Menyimak dari luasnya cakupan tema peristiwa dan penempatan berita yang
diperhitungkan, maka pemaknaan yang bisa ditarik dari aspek perlakuan atas
peristiwa dalam sampel ini adalah Tempo hendak menunjukkan bahwa tema
peristiwa yang penting dan patut diketahui khalayak ini membutuhkan pemaparan
yang lengkap dan menyeluruh, yakni dengan melakukan multi liputan, analisis
diperhitungkan baik secara teknis maupun secara artistik. Penulis menemukan adanya
perencanaan agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu serta
http://prys3107.blogspot.com 162
prys.3107@gmail.com
perencanaan yang matang dalam teks berita ini sebagai perlakuan Tempo atas
peristiwa.
bahwa meski ada kesimpangsiuran informasi, namun penyelesaian kasus ini terus
diusahakan oleh para penyidik dengan mencari bukti lain dan memburu para
tersangka baru. Ini ditunjukkan dengan pemberian label (labeling) Tempo pada teks
penutup berita yang menyebutkan peristiwa tersebut kini tengah memasuki ‘babak
ketiga’. Labelling ini juga menyiratkan bahwa Tempo akan terus memantau
¾ Penyusunan adegan
Penyusunan adegan pada sampel ini akan dilihat dari bagian awal, bagian
tengah, dan bagian akhir teks. Pada bagian awal teks, ada tiga penyusunan adegan
yang dilakukan Tempo. Pertama, adalah rekaman peristiwa pertemuan antara Ruki
dengan Yusril di Istana Negara, Jakarta, beberapa hari sebelum teks berita ini dimuat.
Dalam latar tempat dan waktu inilah, adegan disusun dengan menampilkan
percakapan antara Ruki dan Yusril ketika menghadiri rapat kabinet terbatas yang
digelar SBY. Hal ini ditulis Tempo sebagai pembuka teks berita (lead) berikut (par 1
dan 2):
Dua pejabat penting yang tengah berseteru itu bertemu di Istana Negara,
Jakarta, Jumat pekan lalu. Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra
menghampiri Taufiequrahman Ruki, yang tengah mengobrol dengan seorang
http://prys3107.blogspot.com 163
prys.3107@gmail.com
hanya menampilkan informasi perihal tema yang diangkat, tetapi juga merekam
Yusril di Istana Negara terjadi. Yang patut disimak adalah adegan ini ditulis Tempo
berdasarkan observasi wartawan Tempo di lapangan. Hal ini menunjukkan ada upaya
ini secara langsung dan utuh. Adegan ini diposisikan secara menonjol sebagai
awal teks dengan penggunaan bahasa yang tak hanya menampilkan informasi perihal
sebagai pokok persoalan, yakni peristiwa yang terjadi saat rapat terbatas berlangsung.
Lalu berlanjut ke penyusunan adegan ketiga yang disusun mulai dari peristiwa masa
lalu secara kronologis, yakni pemeriksaan KPK terhadap Yusril dua pekan
awal teks dengan menggunakan teknik kilas balik (flashback) yang merekam ulang
masa lalu secara kronologis. Dari sudut pandang estetika bahasa, penggunaan teknik
kilas balik ini merupakan cerita dalam cerita yang dalam kaidah sastra lazim disebut
bingkai cerita.
Kemudian pada bagian tengah teks, adegan disusun dengan pemaparan fakta-
fakta yang mengandung kejanggalan atas kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di
antara lain adalah ketidakjelasan kontrak kerja pelaksanaan proyek (par 11),
kesimpangsiuran penerimaan dana (par 13), dan tiadanya bank guarantee sebagai
bank yang seharusnya menjadi sumber modal awal PT Sentral Filindo (par 16).
Pembuktian ini menunjukkan bahwa bagian tengah teks ini disusun dengan
keterlibatan Yusril dalam kasus ini. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut (par 19
dan 20):
Bagian akhir teks yang disusun dengan pemaparan fakta keterlibatan Yusril
dalam kasus ini kemudian ditutup dengan kutipan pernyataan Ruki yang meggelar
jumpa pers setelah pertemuan di Istana Negara tersebut. Dalam teks berita tersebut
ditulis bahwa Ruki memastikan bakal ada tersangka baru dalam beberapa waktu ke
depan (par 35, kal 2). Hal inilah yang membuat Tempo menutup teks berita dengan
komentar Tempo atas pernyataan Ruki tersebut dengan gaya narasi berikut ini (par
35, kal 3): “Siapa tahu si tersangka baru bisa membuka babak ketiga dari kasus ini.”
Pembuktian ini menunjukan bahwa bagian akhir teks ini disusun dengan
pemaparan fakta keterlibatan Yusril, dan teks berita ini ditutup dengan satu kalimat
komentar Tempo dengan gaya narasi. Pada kalimat penutup inilah, Tempo
menggunakan teknik teks terbuka, yakni menunda kesimpulan akhir sebab akhir
Perspektif orang ketiga yang digunakan dalam sampel ini terlihat pada bagian
awal teks berita. Dalam menggunakan teknik ini, Tempo memanfaatkan perspektif
tokoh-tokoh yang muncul –yakni Yusril, Ruki, dan beberapa pejabat lain– secara
terbatas. Hal ini ditunjukkan pada pembuka teks berita yang telah penulis kutip di
halaman 162-163.
Pada kutipan tersebut, perspektif orang ketiga yang digunakan tempo tidak
mengungkapkan pikiran dan perasaan tokoh, tetapi hanya sebatas pengamatan terlibat
yang mendeskripsikan apa yang terlihat saja. Dari sudut pandang estetika bahasa,
yang ditulisnya disebut sebagai perspektif orang ketiga amatan (third person observer
narrator). Teknik ini menyiratkan keterlibatan penulis secara terbatas dalam tokoh
yang diceritakannya.
menghadirkan peristiwa saat pertemuan Ruki dengan Yusril di Istana Negara terjadi.
tersebut.
¾ Penempatan detail
Penempatan detail dalam sampel ini antara lain diungkapkan pada rincian
peristiwa saat pertemuan Ruki dengan Yusril di Istana Negara terjadi. Detail yang
ditampilkan adalah perilaku, gestur tubuh, pakaian, dan hubungan dengan sesama
pejabat. Hal ini terlihat pada pembuka teks berita yang telah penulis kutip di halaman
162-163.
Ruki dan Yusril ditingkahi dengan perilaku santai dan guyon keduanya. Detail gestur
tubuh ditampilkan saat Ruki ‘mengepalkan tangan ke arah Yusril’. Detail pakaian
ditempatkan pada Yusril ‘yang kala itu tampil necis dengan jas hitam’. Detail
yang menyaksikan guyonan itu ikut tertawa. Ada pula yang cuma tersipu.’
penempatan detail perilaku, gestur tubuh, pakaian, dan hubungan dengan sesama
http://prys3107.blogspot.com 167
prys.3107@gmail.com
di Istana Negara.
hal yang patut diperhatikan dari aspek estetika bahasa dalam sampel ini. Antara lain
adalah penggunaan bahasa dalam penyusunan adegan pertama pada awal teks dengan
penggunaan bahasa yang tak hanya menampilkan informasi perihal tema yang
Penyusunan adegan ketiga pada awal teks menggunakan teknik kilas balik
(flashback) yang merekam ulang masa lalu secara kronologis sebagai bingkai cerita.
Penyusunan adegan pada bagian tengah teks ini dengan penelusuran investigasi dan
hasil analisis Tempo atas fakta mengenai pengadaan mesin sidik jari di Departemen
Hukum dan Perundang-undangan. Serta penyusunan adegan pada bagian akhir teks
ini pemaparan fakta keterlibatan Yusril, dan teks berita ini ditutup dengan satu
kalimat komentar Tempo dengan gaya narasi. Pada kalimat penutup inilah, Tempo
menggunakan teknik teks terbuka, yakni menunda kesimpulan akhir sebab akhir
sebatas pengamatan terlibat yang mendeskripsikan apa yang terlihat saja untuk
menghadirkan peristiwa saat pertemuan Ruki dengan Yusril di Istana Negara terjadi.
http://prys3107.blogspot.com 168
prys.3107@gmail.com
Aspek estetika bahasa dalam sampel ini juga dilengkapi dengan banyak
penempatan detail perilaku, gestur tubuh, pakaian, dan hubungan dengan sesama
pejabat secara rinci dalam mendeskripsikan peristiwa pertemuan Ruki dengan Yusril
di Istana Negara.
estetika bahasa dalam sampel ini adalah kuatnya dimensi estetika bahasa yang
terkandung dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, perspektif
memotret latar belakang kehidupan tokoh di balik kasus korupsi dan perseteruan
komunitas sosial tertentu menyangkut status dan prestise yang melingkupi tokoh Ruki
dan Yusril. Maka dengan begitu, pembaca akan mendapatkan gambaran peristiwa
Penempatan detail yang terperinci pada perilaku, gestur tubuh, pakaian, dan
hubungan dengan sesama tokoh, sesungguhnya merupakan detail yang selintas saja
dan bukanlah informasi penting. Namun secara kreatif Tempo menggunakannya demi
memperkuat pengadegan dan penokohan dari peristiwa dalam teks berita ini. Hal ini
¾ Metafora
Pada sampel ini, penulis menemukan penggunaan dua analogi sebagai bentuk
politik bahasa Tempo dalam mengungkapkan fakta melalui kata, frase, dan kalimat
konotatif. Pertama, adalah penggunaan analogi pada kalimat ‘Kasus ini bertabur
ketidakberesan pada sesuatu hal atau peristiwa. Maka pada kalimat di atas, frase
peristiwa kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum dan
Perundang-undangan.
adanya tindakan korupsi pada peristiwa proyek pengadaan mesin sidik jari, tetapi
korupsi ini. Sehingga hal tersebut membangkitkan prasangka bahwa memang ada hal
yang ditutup-tutupi dalam peristiwa ini dan ada pihak yang memang sengaja
penyidikan kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum dan
yakni pada kalimat ‘Sejumlah anggota panitia pengadaan ini juga mengaku tidak
tahu-menahu soal proyek yang dikenal sangat empuk tersebut’ (par 13, kal 2).
Pada kalimat di atas, frase konotatif ‘proyek yang dikenal sangat empuk’
menganalogikan sifat dari sesuatu peristiwa, kegiatan, pekerjaan, atau hal yang dapat
menghasilkan banyak uang. Dengan kata lain, frase tersebut menganalogikan bahwa
tersebut tidak secara pasti menjelaskan siapa objek yang diacunya. Penulis
Tempo dalam mengandaikan pembaca (publik luas) sebagai obyek acuannya yang
telah mengetahui hal tersebut. Dengan kata lain, frase konotatif ‘proyek yang dikenal
sangat empuk’ menganalogikan bahwa proyek pengadaan mesin sidik jari tersebut
merupakan proyek yang dapat menghasilkan banyak uang dan juga telah diketahui
anggota panitia pengadaan ini juga mengaku tidak tahu-menahu’ dalam memperkuat
prasangka Tempo bahwa ada pihak yang pura-pura tidak tahu tentang proyek tersebut
demi menutup-nutupi kasus ini, yaitu pihak anggota panitia sendiri. Bentuk analogi
mengaku tidak tahu-menahu soal proyek yang dikenal sangat empuk tersebut’
digunakan dalam menganalogikan bahwa ada pihak yang pura-pura tidak tahu tentang
proyek yang dapat menghasilkan banyak uang tersebut. Pihak tersebut adalah tersebut
analogi tersebut adalah makna pengungkapan rahasia yang ditutupi anggota panitia
¾ Depictions
Pada sampel ini, ada satu depictions yang akan dianalisis sebagai bentuk
politik bahasa Tempo dalam mengarahkan citra tertentu. Depictions tersebut tertuang
lewat kalimat konotatif ‘Sidik Jari di Sekitar Yusril’. Kalimat ini memang tidak
tercantum di dalam teks berita. Namun kalimat tersebut tampak menonjol karena ia
adalah judul rubrik liputan utama yang ditempatkan di halaman bagian atas dari
sampel.
Pada kalimat tersebut, frase ‘sidik jari’ mengacu pada mesin sidik jari, atau
lebih luas lagi menganalogikan kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di
dengan Yusril. Keterkaitan tersebut adalah jabatan Yusril sebagai Menteri Hukum
http://prys3107.blogspot.com 172
prys.3107@gmail.com
tahun 2004. Keterkaitan Yusril di sini juga bisa diartikan sebagai keterlibatan Yusril
merupakan upaya Tempo dalam mengarahkan citra Yusril sebagai pihak yang
memiliki keterlibatan dalam kasus korupsi pada proyek pengadaan mesin sidik jari
penggunaan analogi pada kalimat konotatif ‘Kasus ini bertabur kejanggalan’ sebagai
anggota panitia pengadaan ini juga mengaku tidak tahu-menahu soal proyek yang
dikenal sangat empuk tersebut’ sebagai makna pengungkapan rahasia yang ditutupi
anggota panitia pengadaan dengan memberi kesaksian bohong dan berpura-pura tidak
penggunaan depictions ’Sidik Jari di Sekitar Yusril’ sebagai upaya Tempo dalam
http://prys3107.blogspot.com 173
prys.3107@gmail.com
mengarahkan citra Yusril sebagai pihak yang memiliki keterlibatan dalam kasus
korupsi pada proyek pengadaan mesin sidik jari sehubungan dengan jabatannya
politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan analogi dan depictions
banyaknya ketidakberesan pada penyidikan kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari
ini, dan secara khusus mengarahkan citra Yusril sebagai pihak yang memiliki
keterlibatan dalam kasus korupsi pada proyek pengadaan mesin sidik jari sehubungan
1. Aspek perlakuan atas peristiwa dalam sampel ini adalah Tempo hendak
para penyidik dengan mencari bukti lain dan memburu para tersangka baru.
Tempo sendiri akan terus memantau perkembangan terbaru dari kasus korupsi
tersebut. Karena itu, peristiwa ini membutuhkan pemaparan yang lengkap dan
adanya perencanaan agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu
serta perencanaan yang matang dalam teks berita ini sebagai perlakuan Tempo
atas peristiwa.
2. Aspek estetika bahasa dalam sampel ini ialah adanya kandungan estetika bahasa
dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, perspektif orang
ketiga, dan penempatan detail. Khusus pada penempatan detail, Tempo hendak
memotret latar belakang kehidupan tokoh Ruki dan Yusril yang diberitakannya,
mendalam dan bermakna. Penempatan detail yang terperinci pada perilaku, gestur
detail yang selintas saja dan bukanlah informasi penting. Secara kreatif Tempo
dalam teks berita ini. Hal ini berbeda dengan penulisan jurnalisme konvensional
http://prys3107.blogspot.com 175
prys.3107@gmail.com
3. Aspek politik bahasa dalam sampel ini ialah penggunaan analogi dan depictions
korupsi ini, dan secara khusus mengarahkan citra Yusril sebagai pihak yang
Sampel 4
Tema yang diangkat pada sampel ini adalah kasus pencairan sejumlah uang
kemudian juga ditransfer ke salah satu rekening di Bank BNI cabang Tebet, Jakarta
Selatan atas nama Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) milik
Bisa disimak bahwa liputan dalam teks berita ini tidak berangkat dari suatu
kejadian atau peristiwa, namun Tempo sendirilah yang membuat peristiwa ini. Dalam
menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan liputan yang partisipatif, yakni ketika
Tempo turut menjadi satu tokoh dalam peristiwa. Dengan kata lain, ada keterlibatan
dilakukan dengan mandiri dan terencana dengan nuansa investigasi yang kental.
mengangkat dua tema sekaligus, yakni kasus korupsi KPU dan pribadi Hamid sebagai
pihak yang tengah diperiksa KPK dalam kasus korupsi KPU. Dalam menyajikan teks
http://prys3107.blogspot.com 183
prys.3107@gmail.com
berita ini, ada keterlibatan (immersion) yang dilakukan Tempo secara langsung dalam
¾ Penempatan berita
Pada edisi 25 Maret 2007, Tempo mengusung liputan utama ‘Menteri Hamid
dan Duit Tommy’ dengan sampul depan ilustrasi tokoh Hamid tengah mengangkat
telepon sambil tersenyum dan diberi judul “Hamid… Hamid’. Judul ini juga menjadi
judul rubrik opini atau editorial Tempo di halaman dalam. Rangkaian liputan utama
Menteri Hamid dan Duit Tommy tersebut berjumlah tiga tulisan berita dan satu
tulisan wawancara yang terbentang dari halaman 26 s/d 35. Teks berita yang menjadi
sample ini ditempatkan Tempo sebagai tulisam kedua yang menempati satu halaman
sebagai bagian dari peristiwa utama yang juga penting dan patut diketahui khalayak.
Sedangkan tata letak dalam teks berita ini tidak begitu menonjol.
yang diangkat Tempo adalah upaya penelusuran keberadaan rekening AHU di Bank
BNI cabang Tebet dalam kaitannya dengan kasus pencairan sejumlah uang
teks berita ini, ada keterlibatan (immersion) yang dilakukan Tempo secara langsung,
http://prys3107.blogspot.com 184
prys.3107@gmail.com
mandiri dan terencana dengan nuansa investigasi yang kental. Tempo menempatkan
teks berita ini sebagai bagian dari peristiwa utama yang juga penting dan patut
diketahui khalayak. Sedangkan tata letak dalam teks berita ini tidak begitu menonjol.
Maka pemaknaan yang bisa ditarik dari aspek perlakuan atas peristiwa dalam
sampel ini adalah, liputan dalam teks berita ini tidak berangkat dari suatu kejadian
atau peristiwa, namun Tempo sendirilah yang membuat peristiwa ini. Karenanya,
liputan peristiwa ini dilakukan Tempo upaya yang mandiri dengan nuansa investigasi
yang kental. Upaya penelusuran keberadaan rekening AHU di Bank BNI cabang
Tebet merupakan bagian pelengkap yang tak hanya mendukung liputan utama Tempo
pada edisi tersebut, namun juga membangkitkan kesan bahwa ada hal yang ditutup-
tutupi dalam kasus kasus pencairan sejumlah uang bermasalah milik Tommy
agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu serta perencanaan yang
matang dalam teks berita ini sebagai perlakuan Tempo atas peristiwa.
¾ Penyusunan adegan
Penyusunan adegan pada sampel ini akan dilihat dari bagian awal teks. Pada
Bank BNI Cabang Tebet. Pada adegan ini, wartawan Tempo sendiri yang menjadi
salah satu tokohnya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan par 1 berikut:
http://prys3107.blogspot.com 185
prys.3107@gmail.com
Kasir Bank BNI Cabang Tebet, Jakarta Selatan, itu tersenyum sopan lalu
meminta maaf. Ia menyorongkan kembali formulir bukti setoran kepada Tempo.
“Rekening yang Bapak tuju sudah ditutup,” katanya.
“Kapan rekening itu ditutup?”
“Sejak setahun yang lalu, Pak.”
faktual yang hidup, sebab dialami langsung oleh penulisnya sendiri. Adegan ini
diposisikan secara menonjol sebagai pembuka atau news peg dari teks berita.
¾ Dialog
Penggunaan dialog dalam sampel ini terlihat pada adegan yang menampilkan
isi percakapan antara Tempo dengan kasir bank. Dialog tersebut sebagai berikut (par
1 s/d 3):
yang menghadirkan isi percakapan secara utuh. Teknik penggunaan dialog seperti ini
sangat tidak lazim dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada
karya sastra semisal cerpen, novel, atau naskah drama. Yang patut disimak adalah
sendiri, maka jelas bahwa dalam hal ini Tempo adalah pihak yang berada saat
peristiwa itu terjadi dan berperan sebagai salah satu tokoh dalam teks berita ini.
Pembuktian ini menunjukkan bahwa ada penggunaan dialog yang sangat tidak
lazim dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak digunakan pada karya sastra
semisal cerpen, novel, atau naskah drama. Penggunaan dialog merupakan upaya
Perspektif orang ketiga yang digunakan dalam sampel ini terlihat pada bagian
awal teks berita. Dalam menggunakan teknik ini, Tempo memanfaatkan perspektif
Kasir Bank BNI Cabang Tebet, Jakarta Selatan, itu tersenyum sopan lalu
meminta maaf. Ia menyorongkan kembali formulir bukti setoran kepada Tempo.
“Rekening yang Bapak tuju sudah ditutup,” katanya.
Pada kutipan di atas, perspektif orang ketiga yang digunakan Tempo tidak
mengungkapkan pikiran dan perasaan tokoh, tetapi hanya sebatas pengamatan terlibat
yang mendeskripsikan apa yang terlihat saja, terutama pada kalimat ‘tersenyum sopan
http://prys3107.blogspot.com 187
prys.3107@gmail.com
lalu meminta maaf’. Dari sudut pandang estetika bahasa, perspektif penulis selaku
narator (Tempo) dengan perspektif tokoh yang ditulisnya disebut sebagai perspektif
orang ketiga amatan (third person observer narrator). Teknik ini menyiratkan
kemudian beralih ke perspektif orang pertama di mana Tempo muncul sebagai salah
satu tokohnya. Hal ini ditunjukkan dalam kalimat berikut (par 4):
Kamis pagi pekan lalu, Tempo berusaha menyetor sejumlah uang ke rekening
bernomor 0047885273 di bank itu. “Benar, rekening itu atas nama Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum?” Nona kasir menjawab pasti: “Benar,
Pak.”
perspektif orang pertama sebagai alat yang menceritakan jalannya peristiwa. Kutipan
ini juga menunjukkan keterlibatan perspektif orang pertama (Tempo) dalam tokoh
nona kasir dalam kalimat ‘Nona kasir menjawab pasti’. Dari sudut pandang estetika
perspektif orang pertama sertaan (first person participant narrator). Teknik ini
nona kasir.
perspektif orang ketiga amatan, yang kemudian beralih ke perspektif orang pertama
hal yang patut diperhatikan dari aspek estetika bahasa dalam sampel ini. Antara lain
dialog yang sangat tidak lazim dijumpai dalam sebuah berita, namun banyak
digunakan pada karya sastra semisal cerpen, novel, atau naskah drama. Penggunaan
Aspek estetika bahasa dalam sampel ini juga dilengkapi dengan penggunaan
perspektif orang ketiga amatan, yang kemudian beralih ke perspektif orang pertama
sertaan sebagai upaya Tempo dalam menghadirkan peristiwa saat penyetoran uang di
bank terjadi.
estetika bahasa dalam sampel ini adalah kuatnya dimensi estetika bahasa yang
terkandung dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, penggunaan
dialog, dan perspektif orang ketiga. Khusus pada penggunaan dialog secara langsung
dan utuh, penulis berpendapat bahwa dalam hal ini Tempo hendak menerangkan
menguatkan keutuhan adegan dan memberi sentuhan riil pada teks berita tersebut.
Lewat teknik tersebut, Tempo mengajak pembaca menyaksikan peristiwa dalam teks
http://prys3107.blogspot.com 189
prys.3107@gmail.com
berita ini secara langsung. Juga pada penggunaan perspektif orang ketiga amatan,
bahwa hal ini tak hanya menunjukkan upaya Tempo dalam menghadirkan peristiwa
saat penyetoran uang di bank terjadi, tetapi juga merupakan sebuah eksperimentasi
¾ Metafora
politik bahasa Tempo dalam mengungkapkan fakta melalui kata, frase, dan kalimat
konotatif. Antara lain adalah penggunaan analogi pada baris kalimat di bawah judul,
Kata konotatif ‘siluman’ menganalogikan sesuatu hal seperti hantu yang tidak
‘rekening siluman’ sendiri mengacu pada rekening AHU milik Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia di Bank BNI cabang Tebet sebagai tempat transfer uang
AHU dipandang sebagai suatu masalah yang menakutkan, yakni sebagai salah satu
rekening AHU sebagai salah satu dari ribuan rekening milik berbagai departemen
Rekening Tebet’ (judul teks berita), dan ‘Riwayat rekening itu ternyata tak panjang”
Pada judul dan kalimat tersebut, analogi yang digunakan tertuang dalam frase
konotatif yang serupa, yakni ‘riwayat pendek’. Kata ‘riwayat’ memiliki arti cerita
turun temurun yang telah dialami/ dijalankan seseorang dan memiliki kandungan
peristiwa atau cerita turun temurun yang memiliki kandungan mengandung sejarah
dalam rentang waktu yang singkat. Dengan kata lain, peristiwa tersebut bukan hanya
benar-benar terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi juga telah menjadi bagian dari
masyarakatnya sendiri.
Dalam hal ini, Tempo menggunakan frase konotatif ‘riwayat pendek’ untuk
kandungan sejarahnya sendiri, dan telah menjadi bagian dari masyarakat di kalangan
http://prys3107.blogspot.com 191
prys.3107@gmail.com
departemen.
analogi tersebut adalah makna pengungkapan fakta keberadaan rekening AHU yang
singkat dan telah menjadi catatan sejarah. Jika dikaitkan dengan pembuktian frase
rekening tersebut. Dalam artian, lewat frase tersebut Tempo hendak mengungkapkan
bahwa ada pihak yang sengaja menutup-nutupi perihal keberadaan rekening AHU.
menganalogikan fakta keberadaan rekening AHU sebagai salah satu dari ribuan
rekening milik berbagai departemen pemerintahan yang tidak jelas, menakutkan, dan
kandungan sejarahnya sendiri, dan telah menjadi bagian dari masyarakat di kalangan
politik bahasa dalam sampel ini ialah penggunaan analogi sebagai bentuk politik
bahasa yang digunakan Tempo dalam mengungkapkan bahwa ada pihak yang sengaja
Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum dan HAM, yakni Hamid
1. Aspek perlakuan atas peristiwa dalam sampel ini adalah liputan Tempo dalam
teks berita ini tidak berangkat dari suatu kejadian atau peristiwa, namun Tempo
sendirilah yang membuat peristiwa ini. Karenanya, liputan peristiwa ini dilakukan
Tempo upaya yang mandiri dengan nuansa investigasi yang kental. Upaya
bagian pelengkap yang tak hanya mendukung liputan utama Tempo pada edisi
tersebut, namun juga membangkitkan kesan bahwa ada hal yang ditutup-tutupi
dalam kasus kasus pencairan sejumlah uang bermasalah milik Tommy Soeharto
(agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu serta perencanaan yang
matang dalam teks berita ini sebagai perlakuan Tempo atas peristiwa.
http://prys3107.blogspot.com 193
prys.3107@gmail.com
2. Aspek estetika bahasa dalam sampel ini ialah adanya kandungan estetika bahasa
dialog, dan perspektif orang ketiga. Khusus pada penggunaan dialog secara
langsung dan utuh, penulis berpendapat bahwa dalam hal ini Tempo hendak
dengan menguatkan keutuhan adegan dan memberi sentuhan riil pada teks berita
peristiwa dalam teks berita ini secara langsung. Juga pada penggunaan perspektif
orang ketiga amatan, yang kemudian beralih ke perspektif orang pertama sertaan,
penulis berpendapat bahwa hal ini tak hanya menunjukkan upaya Tempo dalam
3. Aspek politik bahasa dalam sampel ini ialah kuatnya penggunaan analogi sebagai
bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo dalam mengungkapkan bahwa ada
Hukum dan HAM. Pihak tersebut mestilah pihak yang paling bertanggung jawab
dan HAM, yakni Hamid Awaluddin sebagai Menteri Hukum dan HAM Kabinet
Indonesia Bersatu.
http://prys3107.blogspot.com 194
prys.3107@gmail.com
http://prys3107.blogspot.com 195
prys.3107@gmail.com
Sampel 5
Tema yang diangkat pada sampel ini adalah reshuffle Kabinet Indonesia
Bersatu. Tema besar ini kemudian dibagi menjadi dua sub tema, yakni aktivitas para
mantan menteri yang dicopot dari kabinet, dan korupsi pengadaan segel amplop
kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan mantan Menteri Hukum dan
Pada sub tema pertama, aktivitas para mantan menteri yang dicopot dari
kabinet ditulis Tempo dengan nuansa human interest. Para mantan menteri yang
disorot dalam teks berita ini adalah Saifullah Yusuf selaku mantan Menteri Negara
Jaksa Agung, Yusril Ihza Mahendra selaku mantan Menteri Sekretaris Negara, dan
Hamid Awaludin selaku mantan Menteri Hukum dan HAM. Sub tema ini menjadi
pembuka teks berita. Sub tema kemudian beralih pada informasi seputar korupsi
pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan Hamid.
Bisa disimak pula bahwa dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan
Pemuda Anshor (par 1 s/d 3), peristiwa acara ‘Welcoming Back’ di Hotel Santika
http://prys3107.blogspot.com 196
prys.3107@gmail.com
(par 8 s/d 11), peristiwa diskusi yang digelar Dewan Perwakilan Daerah di Senayan
(par 14), peristiwa kepindahan Yusril dari kompleks menteri di Jakarta Selatan (par
16), peristiwa kepindahan Hamid dari kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan (par
19), peristiwa pengaduan Daan Dimara ke kantor polisi (par 25), dan penelusuran
referensi perkembangan terbaru kasus korupsi yang melibatkan Hamid (par 21 s/d
24). Multi liputan tersebut menunjukkan liputan dilakukan dengan terencana pada
Pembuktian ini menunjukkan bahwa tema yang diangkat Tempo dalam teks
berita ini adalah reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu sebagai tema besar. Dua sub
tema dalam teks berita ini adalah aktivitas para mantan menteri yang dicopot dari
kabinet ditulis dengan nuansa human interest, dan korupsi pengadaan segel amplop
kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan mantan Menteri Hukum dan
HAM Hamid Awaludin. Dalam menyajikan teks berita ini, Tempo melakukan multi
¾ Penempatan berita
Kabinet’ dengan sampul depan ilustrasi tokoh SBY tengah duduk menghadapi papan
catur dan diberi judul “Para Penasihat di Balik Reshuffle’. Judul ini juga menjadi
judul rubrik opini atau editorial Tempo di halaman dalam. Rangkaian liputan utama
Reshuffle Kabinet tersebut berjumlah empat berita yang terbentang dari halaman 28
s/d 39. Teks berita yang menjadi sampel ini ditempatkan Tempo sebagai tulisan
keempat yang menempati dua halaman dan diberi bingkai coklat dan hitam
http://prys3107.blogspot.com 197
prys.3107@gmail.com
memanjang pada halaman bagian atas dengan judul rubrik ‘Nasional Reshuffle
Kabinet’. Sampel ini juga dilengkapi dengan satu foto Hamid tengah dikerubungi
wartawan setelah pengumuman reshuffle kabinet, dan satu foto rumah tinggal Abdul
Rahman Saleh. Selebihnya, tidak ada data grafis atau tata letak yang menonjol dalam
sebagai bagian akhir dari peristiwa utama yang juga penting dan patut diketahui
khalayak. Sedangkan tata letak dalam teks berita ini tampak tidak begitu menonjol.
yang diangkat Tempo adalah tema yang diangkat Tempo dalam teks berita ini adalah
reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu sebagai tema besar, dan sub tema aktivitas para
mantan menteri yang dicopot dari kabinet ditulis dengan nuansa human interest, serta
korupsi pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan
mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Dalam menyajikan teks berita
ini, Tempo melakukan multi liputan dengan terencana pada waktu yang berbeda.
Tempo menempatkan teks berita ini sebagai bagian akhir dari peristiwa utama yang
juga penting dan patut diketahui khalayak. Sedangkan tata letak dalam teks berita ini
Maka pemaknaan yang bisa ditarik dari aspek perlakuan atas peristiwa dalam
sampel ini adalah, Tempo hendak menampilkan sisi lain dari peristiwa reshuffle
kabinet, yakni dengan menyajikan liputan bernuansa human interest perihal aktivitas
http://prys3107.blogspot.com 198
prys.3107@gmail.com
setting) liputan yang cukup memakan waktu serta perencanaan yang matang dalam
teks berita ini sebagai perlakuan Tempo atas peristiwa. Juga menjadi pemaknaan
penulis, teks berita ini merupakan upaya lanjutan dan terencana dari Tempo dalam
memberitakan kelanjutan kasus korupsi pengadaan segel amplop kertas suara pemilu
¾ Penyusunan adegan
Penyusunan adegan pada sampel ini akan dilihat dari bagian awal dan tengah
teks. Pada bagian awal teks, penyusunan adegan dibuka dengan rekaman peristiwa
Saifullah bermain badminton di kantor Gerakan Pemuda Anshor. Hal ini ditunjukkan
Malam telah lewat. Setengah satu dini hari, Sabtu pekan lalu. Tapi Saifullah
Yusuf masih jingkrak-jingkrak di lapangan badminton kantor Gerakan Pemuda
Anshor, di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Mengenakan celana putih dan kaus
serupa, Saifullah melompat-lompat bak pemain professional.
Tiba-tiba shuttle cock jatuh di lini depan, di sudut kanan lapangan. Saifullah
berguling, berusaha mencungkil bola ke kandang lawan, seraya berpekik keras.
Tapi gagal. Dia tertawa lebar, lalu menyeka keringat yang mengalir deras di
tubuh.
langsung menyajikan informasi perihal tema yang diangkat, namun lebih kepada
Saifullah bermain badminton di kantor Gerakan Pemuda Anshor terjadi. Dalam latar
http://prys3107.blogspot.com 199
prys.3107@gmail.com
tempat dan waktu tersebutlah, penyusunan adegan di sini terlihat padat dengan
penggunaan bahasa yang intens lengkap dengan kandungan nuansa emosi untuk
acara ‘Welcoming Back’ di Hotel Santika. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut
Penyusunan adegan juga terlihat pada rekaman peristiwa diskusi yang digelar
Dewan Perwakilan Daerah di Senayan. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut ini
(par 14):
Jumat pekan lalu, Yusril menjadi pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar
Dewan Perwakila Daerah di Senayan. Dia berbicara soal amandemen undang-
undang. Di sela-sela istirahat, Yusril asyik mengepulkan asap rokok Djarum
kesukaannya . . .
Yusril dari kompleks menteri di Jakarta Selatan. Hal ini ditunjukkan pada kutipan
Penyusunan adegan pada bagian tengah teks kemudian terlihat pada rekaman
peristiwa kepindahan Hamid dari kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan. Hal ini
langsung menyajikan informasi penting perihal tema yang diangkat, namun lebih
Perspektif orang ketiga yang digunakan secara menonjol dalam sampel ini
yaitu perspektif Saifullah dan beberapa tokoh lain pada awal teks. Dalam
tokoh lain secara terbatas. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut ini (par 2 dan 3):
Tiba-tiba shuttle cock jatuh di lini depan, di sudut kanan lapangan. Saifullah
berguling, berusaha mencungkil bola ke kandang lawan, seraya berpekik keras.
Tapi gagal. Dia tertawa lebar, lalu menyeka keringat yang mengalir deras di
tubuh.
Belasan kawan karibnya tertawa ngakak melihat aksi mantan Menteri Negara
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini. Penyanyi balada Franky
Sahilatua, sobat karib Saifullah, di pinggir lapangan ikut terbahak. “Kini saya
lebih bebas dan banyak waktu bermain dengan teman-teman,” kata Saifullah.
Pada kutipan di atas, perspektif orang ketiga yang digunakan tempo tidak
mengungkapkan pikiran dan perasaan tokoh, tetapi hanya sebatas pengamatan terlibat
yang mendeskripsikan apa yang terlihat saja. Dari sudut pandang estetika bahasa,
yang ditulisnya disebut sebagai perspektif orang ketiga amatan (third person observer
narrator). Teknik ini menyiratkan keterlibatan penulis secara terbatas dalam tokoh
yang diceritakannya.
Anshor.
http://prys3107.blogspot.com 202
prys.3107@gmail.com
Perspektif orang ketiga yang juga digunakan Tempo terlihat pada kutipan
Keluar dari ruang pesta itu, Arman masih punya tugas yang membuatnya
pusing tujuh keliling: mencari rumah kontrakan. Maklum, rumah kecilnya di
sebuah gang di Jakarta Timur tak kuat lagi menampung buku-buku yang dibeli
selama ini.
perasaan subjektif, suasana dan emosi yang dialami Arman, yakni perasaan ‘pusing
tujuh keliling’, suasana kecilnya rumah Arman pada kata ‘rumah kecilnya’ dan ‘tak
kuat lagi menampung buku-buku’. Penggunaan perspektif orang ketiga semestaan ini
menyiratkan keterlibatan penulis terhadap perasaan, suasana, dan emosi yang dialami
Perspektif orang ketiga juga digunakan Tempo seperti terlihat pada kutipan
Pada kutipan di atas, perspektif orang ketiga yang digunakan Tempo tidak
mengungkapkan pikiran dan perasaan tokoh, tetapi hanya sebatas pengamatan terlibat
yang mendeskripsikan apa yang terlihat saja. Penggunaan perspektif perspektif orang
ketiga amatan ini menyiratkan keterlibatan penulis secara terbatas dalam tokoh yang
diceritakannya.
http://prys3107.blogspot.com 203
prys.3107@gmail.com
perspektif orang ketiga amatan dan semestaan. Hal ini menyiratkan adanya
¾ Penempatan detail
Penempatan detail dalam sampel ini antara lain ditampilkan pada rincian
Detail yang ditampilkan adalah suasana, gestur tubuh, pakaian, dan hubungan dengan
kawan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut (par 1 s/d 3):
Malam telah lewat. Setengah satu dini hari, Sabtu pekan lalu. Tapi Saifullah
Yusuf masih jingkrak-jingkrak di lapangan badminton kantor Gerakan Pemuda
Anshor, di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Mengenakan celana putih dan kaus
serupa, Saifullah melompat-lompat bak pemain professional.
Tiba-tiba shuttle cock jatuh di lini depan, di sudut kanan lapangan. Saifullah
berguling, berusaha mencungkil bola ke kandang lawan, seraya berpekik keras.
Tapi gagal. Dia tertawa lebar, lalu menyeka keringat yang mengalir deras di
tubuh.
Belasan kawan karibnya tertawa ngakak melihat aksi mantan Menteri Negara
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini. Penyanyi balada Franky
Sahilatua, sobat karib Saifullah, di pinggir lapangan ikut terbahak. “Kini saya
lebih bebas dan banyak waktu bermain dengan teman-teman,” kata Saifullah.
Dari kutipan di atas dapat disimak bahwa detail suasana ditampilkan dengan
kalimat ‘Malam telah lewat. Setengah satu dini hari, Sabtu pekan lalu’. Detail gestur
kandang lawan, seraya berpekik keras’, ‘Dia tertawa lebar, lalu menyeka keringat
http://prys3107.blogspot.com 204
prys.3107@gmail.com
yang mengalir deras di tubuh’. Detail pakaian ditampilkan pada kalimat ‘Mengenakan
celana putih dan kaus serupa’. Detail hubungan dengan kawan ditampilkan pada
kalimat ‘Belasan kawan karibnya tertawa ngakak melihat aksi mantan Menteri
ruangan dan hubungan sesama kawan. Hal ini terlihat pada par 9 kal 2-3, dan par 10
ditampilkan pada kalimat ‘Sebuah foto besar yang memperlihatkan Arman tengah
memakai sepatu dan sejumlah karikatur tentang bekas bintang film ini dipajang’. Lalu
detail hubungan sesama kawan ditampilkan pada kalimat ‘Kawan lama tumpah di
Penempatan detail lalu ditampilkan pada rincian peristiwa saat acara diskusi
yang digelar Dewan Perwakilan Daerah di Senayan. Detail yang ditampilkan adalah
Jumat pekan lalu, Yusril menjadi pembicara dalam sebuah diskusi yang
digelar Dewan Perwakila Daerah di Senayan. Dia berbicara soal amandemen
undang-undang. Di sela-sela istirahat, Yusril asyik mengepulkan asap rokok
Djarum kesukaannya . . .
http://prys3107.blogspot.com 205
prys.3107@gmail.com
Dari kutipan di atas dapat disimak bahwa detail perilaku ditampilkan pada
kalimat ‘Di sela-sela istirahat, Yusril asyik mengepulkan asap rokok Djarum
kesukaannya’.
Hamid dari kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan. Detail yang ditampilkan adalah
detail barang. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut ini (par 19):
Dari kutipan di atas dapat disimak bahwa detail barang ditampilkan pada kata
penempatan detail pada tiap-tiap adegan peristiwa yang dirangkai. Detail tersebut
antara lain adalah suasana, gestur tubuh, pakaian, hubungan dengan kawan. dekorasi
ruangan. perilaku, dan barang. Detail ini digunakan demi memperkuat pengadegan
hal yang patut diperhatikan dari aspek estetika bahasa dalam sampel ini. Antara lain
Tempo tidak secara langsung menyajikan informasi penting perihal tema yang
menghadirkan perspektif orang ketiga amatan dan semestaan sebagai upaya Tempo
Hal ini menyiratkan adanya keterlibatan Tempo –baik secara terbatas maupun secara
Aspek estetika bahasa dalam sampel ini juga dilengkapi dengan banyak
dari tiap peristiwa dalam teks berita ini. Detail tersebut antara lain adalah suasana,
gestur tubuh, pakaian, hubungan dengan kawan, dekorasi ruangan, perilaku, dan
barang.
estetika bahasa dalam sampel ini adalah kuatnya dimensi estetika bahasa yang
terkandung dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, perspektif
orang ketiga, dan penempatan detail. Dengan menyimak secara khusus pada
banyaknya jumlah peristiwa yang ada teks berita ini, terlihat bahwa Tempo
rangkaian adegan dalam satu benang merah yang sama. Maka penulis berpendapat
memotret latar belakang kehidupan masing-masing tokoh dalam teks berita ini.
http://prys3107.blogspot.com 207
prys.3107@gmail.com
Penulis juga berpendapat bahwa hal ini melambangkan setting komunitas sosial
tertentu menyangkut status dan prestise yang melingkupi tokoh Saifullah Yusuf
Rahman Saleh selaku mantan Jaksa Agung, Yusril Ihza Mahendra selaku mantan
Menteri Sekretaris Negara, dan Hamid Awaludin selaku mantan Menteri Hukum dan
HAM. Dengan begitu, pembaca akan mendapatkan gambaran peristiwa yang tak
dekorasi ruangan, perilaku, dan barang yang ditampilkan secara terperinci di tiap-tiap
peristiwa, merupakan detail yang sesungguhnya selintas saja dan bukanlah informasi
pengadegan dan penokohan dari tiap-tiap peristiwa dalam teks berita ini. Hal ini
¾ Metafora
politik bahasa Tempo dalam mengungkapkan fakta melalui kata, frase, dan kalimat
konotatif, yakni penggunaan analogi pada kalimat judul, ‘Mereka yang Kembali ke
Laptop’, dan ‘Kembali ke “laptop” –itulah yang dilakukan sejumlah menteri yang
Tukul Arwana dalam talkshow komedi Empat Mata di stasiun televisi swasta Trans7.
Frase ini kerap digunakan Tukul setiap kali ia menyudahi lawakannya untuk kembali
serius dan konsentrasi ke topik permasalahan awal yang diangkat dalam talkshow-
nya. Dalam kata lain, frase konotatif ‘kembali ke laptop’ versi Tukul digunakan untuk
Indonesia inilah yang dipinjam Tempo dalam mengungkapkan salah satu aspek
versi Tukul tersebut berbeda ketika digunakan Tempo dalam teks beritanya mengenai
tindakan sejumlah tokoh setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai menteri dalam
Abdul Rahman Saleh (mantan Jaksa Agung) yang tengah mencari tempat tinggal;
tokoh Yusril Ihza Mahedra (mantan Menteri Sekretaris Negara) yang kembali
menjadi pembicara di sejumlah seminar dan diskusi; serta Hamid Awaluddin (mantan
Menteri Hukum dan HAM) yang tengah pindah dari rumah dinasnya dan akan
Yusril, dan Hamid setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai menteri dalam
¾ Depictions
Pada sampel ini, ada depictions yang digunakan Tempo sebagai bentuk politik
Pada kalimat di atas, depictions yang digunakan adalah frase ‘tidak akan
lebih lanjut lagi mengenai tindakan (kesibukan) Hamid setelah diberhentikan dari
kabinet, yakni berurusan dengan pihak kepolisian atas dugaan keterlibatannya pada
kasus korupsi pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004.
mengarahkan citra Hamid sebagai pihak yang kini tengah disorot publik dalam
Saifullah, Rahman, Yusril, dan Hamid setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai
menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu; serta penggunaan depictions ‘tidak akan
Hamid sebagai pihak yang kini tengah disorot publik dalam kaitannya dengan kasus
korupsi.
Penulis menyimak bahwa keempat tokoh yang ditampilkan dalam teks berita
ini memiliki benang merah yang sama, yakni sama-sama diberhentikan dari kabinet
Yusril Ihza Mahendra pada kasus pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum
dan Perundang-undangan dan kasus pencairan uang Tommy Soeharto, serta Hamid
Awaluddin pada kasus pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004.
Namun pada teks berita ini, tokoh yang secara jelas ditampilkan Tempo terkait
Dalam rangka inilah, penulis menemukan praktik politik bahasa Tempo yang
mengarahkan tema reshuffle kabinet pada teks berita ini kepada keterlibatan tokoh
politik bahasa dalam sampel ini ialah penggunaan analogi dan depictions sebagai
bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo dalam mengarahkan tema reshuffle
kabinet pada teks berita ini kepada keterlibatan tokoh yang terkena reshuffle dalam
kasus korupsi, yakni secara khusus mengarah pada kasus kasus pengadaan segel
http://prys3107.blogspot.com 211
prys.3107@gmail.com
1. Aspek perlakuan atas peristiwa dalam sampel ini adalah Tempo hendak
menampilkan sisi lain dari peristiwa reshuffle kabinet, yakni dengan menyajikan
liputan bernuansa human interest perihal aktivitas para mantan menteri. Penulis
memakan waktu serta perencanaan yang matang dalam teks berita ini sebagai
perlakuan Tempo atas peristiwa. Teks berita ini juga merupakan upaya lanjutan
pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan
Hamid.
2. Aspek estetika bahasa dalam sampel ini ialah adanya kandungan estetika bahasa
dalam teks berita tersebut, yakni pada penyusunan adegan, perspektif orang
masing tokoh dalam teks berita ini. Penulis juga berpendapat bahwa hal ini
pakaian, hubungan dengan kawan, dekorasi ruangan, perilaku, dan barang yang
http://prys3107.blogspot.com 212
prys.3107@gmail.com
sesungguhnya selintas saja dan bukanlah informasi penting. Namun secara kreatif
tiap-tiap peristiwa dalam teks berita ini. Hal ini berbeda dengan penulisan
3. Aspek politik bahasa dalam sampel ini ialah penggunaan analogi dan depictions
sebagai bentuk politik bahasa yang digunakan Tempo dalam mengarahkan tema
reshuffle kabinet pada teks berita ini kepada keterlibatan tokoh yang terkena
reshuffle dalam kasus korupsi, yakni secara khusus mengarah pada kasus kasus
pengadaan segel amplop kertas suara pemilu presiden 2004 yang melibatkan
Hamid.
http://prys3107.blogspot.com 213
prys.3107@gmail.com
http://prys3107.blogspot.com 214
prys.3107@gmail.com
http://prys3107.blogspot.com 215
prys.3107@gmail.com
Pola dan rutinitas kerja redaksi MBM Tempo dimulai dari rapat masing-
masing kompartemen (bagian) pada hari Senin pukul 10 pagi. Ada sekitar enam
sampai tujuh kompartemen yang rapat selama satu jam. Di situ mereka akan
menjaring usulan berita minggu depan itu kira-kira apa. Usulan juga bisa dari
pelaksana. Setelah mereka putuskan usulan dari lima hingga delapan item. Diikuti
baik itu tema maupun angle tulisan. Pemilihan tema disesuaikan dengan magnitude
(besaran) dan kriteria berita yang layak dalam rapat perencanaan. Khusus pada
peristiwa kasus korupsi, yang menjadi kriteria berita bagi MBM Tempo adalah
adanya fakta dan bukti yang kuat, unsur kepentingan publik yang dirugikan, besarnya
jumlah uang yang dikorupsi, tokohnya kuat, dan kepentingan pembaca MBM Tempo.
lantai satu. Hasil rapat kompartemen dipresentasikan satu-satu. Ada yang diterima,
ada yang ditolak, ada yang mesti diperdalam. Rapat berlangsung hingga jam dua atau
jam tiga. Senin sore setelah selesai rapat gabungan, lalu dibuat lembar penugasan
(term of reference) yang berisi inti masalah tulisan, siapa sumber yang harus kita
hubungi, daftar pertanyaan, hingga nomor kontaknya. Lembar penugasan itu berisi
kurang lebih 50 persen dari tulisan. Yang membuat lembar penugasan adalah staff
redaksi. Ditujukan untuk reporter, calon reporter, dan staff redaksi sendiri.
Hari selasa, dua hingga tiga orang reporter lalu mencari bahan berita di
lapangan sesuai dengan yang dipesan. Ada juga yang ikut kelas kuliah pukul 11 bagi
magang nulis dan repoter, melakukan evaluasi kelemahan, kekurangan dan kekuatan
tulisan minggu lalu. Jam 2 diadakan kelas kuliah untuk level penanggungjawab rubrik
checking bagi kompartemen tentang liputan yang sudah dijalankan. Pukul 11 rapat
Senin itu masih pas, atau ada tambahan, ada yang dikurangi atau digugurkan. Setelah
Hari Kamis kerja seperti biasa, dan berita sudah mulai ditulis.
Rapat terakhir hari Jumat merupakan deadline bagi semua tulisan masuk ke
redaksi. Naskah reporter yang telah masuk ditambah riset referensi lalu disunting oleh
penulis dari staff redaksi. Naskah ini dimasukkan ke redaktur pelaksana, khususunya
http://prys3107.blogspot.com 217
prys.3107@gmail.com
menjelang deadline sejak Jumat pagi hingga Sabtu tengah malam. Kemudian naskah
tersebut naik ke redaktur senior, naik ke redaktur bahasa, naik ke bagian Kreatif
untuk digabungkan dengan foto atau gambar ilustrasi serta tata letak. Jumat deadline
dan checking terakhir. Jumat malam selesai. Sabtu masuk cetak. Senin diulang lagi.
Sisi individu wartawan MBM Tempo di sini akan dilihat dari job description-
nya, yakni reporter, penulis (staff redaksi), redaktur pelaksana, redaktur senior,
redaktur bahasa, dan pemimpin redaksi. Latar belakang pendidikan wartawan MBM
tempo rata-rata minimal adalah S-1 dari berbagai latar belakang basis ilmu. Kini
Sejak awal terlibat dalam praktik kerja redaksi, seorang reporter dan penulis
akan melewati berbagai tes yang ketat, serta mengikuti kelas kuliah yang diberikan
secara rutin (tiap Selasa atau Jumat) oleh redaktur senior. Kegiatan kelas tersebut
antara lain membahas edisi Tempo yang baru terbit secara evaluatif. Reporter tidak
memiliki hak untuk ikut dalam penulisan berita. Jika reporter sudah memiliki
pengalaman selama dua tahun, baru ia bisa menjadi Penulis. Reporter hanya mencari
bahan berita di lapangan lewat observasi dan wawancara. Semakin kuat fakta yang
dikumpulkan reporter, maka frame reporter tersebutlah yang dipakai Penulis dalam
sebuah berita.
merupakan posisi yang paling strategis di atas repoter dan penulis. Ia yang memiliki
Pelaksana adalah penulis terakhir seluruh naskah materi yang akan diterbitkan.
naskah berita dan memberi kuliah kepada Reporter dan Penulis. Redaktur Bahasa
nama, lembaga dalam dan luar negeri, data jarak atau jumlah.
penggunaan sistem nilai. Sejak awal masuk menjadi calon repoter hingga menempati
posisi redaktur pelaksana, sistem penilaian menentukan jenjang karir dan gaji yang
diterima wartawan MBM Tempo. Yang juga patut dicatat, semua wartawan MBM
Tempo sejak awal sudah diarahkan supaya membaca novel, menonton film, teater
Meski dari sisi individu wartawan terlihat garis kewenangan yang tegas,
cenderung tidak kaku, bebas berpendapat, bahkan dibebaskan untuk saling adu
argumen dalam hal peliputan. Selain dilihat dari sistem penilaian, Hubungan
wartawan dengan struktur organisasi media juga dapat disimak dari kewajiban
mengikuti kelas kuliah yang diadakan tiap minggu. Dalam kelas kuliah inilah nilai-
nilai dan praktik jurnalisme MBM Tempo ditanamkan. Lewat kelas kuliah
tersebutlah, tak dapat dipungkiri pengaruh GM dan pendiri awal MBM Tempo yang
kini menempati posisi redaktur senior dalam mewarisi tradisi gaya jurnalisme MBM
Pada aspek produksi teks, observasi yang telah penulis rencanakan tidak dapat
Mengacu pada survei Nielsen Media Index 2003, MBM Tempo memiliki
jumlah dan kepuasan pembaca juga diraih, misal saja ‘The Most Read News
Magazine’ oleh AC Nielsen, ‘The Most Statisfactory News Magazine’ oleh Frontier,
Keadilan, dan Bussines Week), MBM Tempo menguasai 66 persen pangsa pasar
Karakteristik pembaca MBM Tempo antara lain adalah jenis kelamin (pria 71
persen, wanita 29 persen), indeks level pekerjaan (white colar: 250, blue colar: 90,
enterpreneur: 75, pelajar: 50, ibu rumah tangga: 25, dan lain-lain: 25), indeks level
pendidikan (Sekolah Dasar: 45, Sekolah Lanjutan Pertama: 90, Sekolah Lanjutan
Atas: 220, Akademi: 80, Universitas: 80, dan pasca sarjana: 25).
posisi pembaca MBM Tempo juga diperhitungkan redaksi ketika menyajikan sebuah
berita: “Itu sudah termasuk dalam pilihan berita. Misalnya kita milih Mayangsari
http://prys3107.blogspot.com 220
prys.3107@gmail.com
dikupas habis, itu bukan segmen pembaca Tempo. Sudah dari perencanaan dan
Desk Nasional MBM Tempo, “Kami berasumsi bahwa pembaca Tempo itu kelas
menengah ke atas. Tema harus dipilih sesuai dengan kepentingan pembaca kita. Tapi
publik.”4
Pada aspek konsumsi teks, observasi yang telah penulis rencanakan tidak
Situasional
Pada aspek situasional, ada dua suasana khas dan unik sebagai konteks sosial
di Indonesia dalam kurun waktu pada saat teks diproduksi. Pertama, munculnya
karya sastra. Hal ini juga menunjukkan kian menguatnya persinggungan antara dunia
Media massa, khususnya suratkabar, kian menjadi ruang publikasi karya yang
ampuh dan strategis bagi para sastrawan senior dan junior di Indonesia. Sedangkan
3
Lampiran B
4
Lampiran C
http://prys3107.blogspot.com 221
prys.3107@gmail.com
media massa yang mengkhususkan pada penerbitan sastra, malah tidak berkembang
di Indonesia. Mengenai suasana khas dan unik ini, Seno Gumira Ajidarma
mengatakan demikian:
Cerita pendek Indonesia dimuat di media massa umum: edisi hari minggu
setiap Koran, majalah hiburan, majalah wanita, bahkan majalah in-house
perusahaan asuransi. Sementara itu, majalah sastra, karena keberadaannya yang
memprihatinkan, seolah-olah malah bukan menjadi bagian dari media massa,
melainkan tumpukan kertas.5
Tersedianya rubrik budaya yang memuat karya puisi, cerpen, prosa, dan kritik
sastra di setiap terbitan surat kabar hari minggu, membuat perkembangan dunia sastra
Indonesia mengenal apa yang disebut sebagai ‘sastra koran’, yakni mengacu pada
Kompas sebagai salah satu surat kabar yang memuat prosa atau cerpen karya
sastrawan Indonesia:
Pada masa kini harus diakui bentuk khazanah prosa bernama cerpen tengah
menjadi primadona sehingga tak urung Kompas masih tiap tahun menerbitkan
antologi cerpen terbaiknya dari karya yang dimuat di harian itu . . . Istilah “sastra
koran” yang pernah diungkapkan Budiarto Danujaya dalam esai pengantar Dua
Tengkorak Kepala Cerpen Pilihan Kompas 2000 pun muncul di pelbagai diskusi
karena lanskap sejarah sastra terkini . . . berasal dari pemuatannya di koran-koran
terkemuka.6
5
Seno Gumira Ajidarma, ”Cerita Pendek dan Realitas Indonesia”, dalam
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (Edisi
Kedua), Bentang, Yogyakarta, 2005, hal.23
6
Donny Anggoro, ”Catatan Sastra 2003: Tahun Emas Cerpen dan
Pendobrakan Sastra Koran”, dalam Donny Anggoro, Sastra yang Malas, Tiga
Serangkai, Solo, 2004, hal.101
http://prys3107.blogspot.com 222
prys.3107@gmail.com
Tambahan istilah koran pada satra koran tersebut ternyata tak sekedar atributif
belaka. Sekurang-kurangnya, ada beberapa kecenderungan karakteristik koran–
sebagai bagian kecenderungan media massa umumnya– yang menyerobot masuk
mewarnai cerpen-cerpen koran itu.
..................................................................
Maka, tak mengejutkan jika masalah yang sedang ramai dipergunjingkan media
massa dua tahun belakangan ini pulalah yang menjadi latar persoalan pada
kebanyakan cerpen-cerpen ini.7
kecenderungan penciptaan karya sastra yang sejatinya bersifat fiksional. Sastra koran
karya sastra. Dalam artian, genre ‘sastra koran’ lahir dari dialektika antara praktik
sastra yang estetik dengan praktik jurnalisme yang memunculkan tema-tema sosial,
Meski begitu, dalam hal ini sastra koran tidak bisa dipandang sebagai produk
kemunculan sastra koran pada tahun 2000 di Indonesia hanya akan dipandang sebagai
konteks sosial yang turut mempengaruhi praktik media massa, khususnya MBM
7
Budiarto Danujaya, ”Realitas ‘Koran’ pada Sastra Koran”, dalam Kenedi
Nurhan (Ed.), Dua Tengkorak Kepala Cerpen Pilihan Kompas 2000, Penerbit
Harian Kompas, Jakarta, 2000, hal.134-135
http://prys3107.blogspot.com 223
prys.3107@gmail.com
Suasana khas dan unik sebagai konteks sosial kedua yang akan penulis
uraikan, ialah adanya persepsi masyarakat bahwa berbagai pemerintahan saat ini tidak
bersih dari praktik korupsi. Masyarakat juga cenderung tidak percaya terhadap upaya
International Indonesia (TII) yang dilakukan pada pertengahan 2006 terhadap 6000
yang dianggap paling korup dengan nilai indeks 4,2. Survei ini menggunakan skala 1-
Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua Dewan Pengurus TII Todung Mulya
Lubis mengatakan, ‘saat ini masyarakat mulai melihat adanya gejala tebang pilih
dalam pemberantasan korupsi, seperti masih adanya koruptor yang tidak tersentuh
hukum dan bisa mendapatkan perlindungan politik dan hukum dari pemerintah.’9
Indonesia, termasuk juga pemerintahan yang saat ini tengah dipimpin Presiden RI
8
DPR Lembaga Paling Korup, Harian Seputar Indonesia, Edisi 10 Desember
2006
9
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 224
prys.3107@gmail.com
‘upaya pemberantasan korupsi mustahil berjalan efektif jika kondisi struktural dan
Sejauh ini, yang kita hadapi adalah fenomena negara yang telah menjadi
dirinya sendiri (state of its own), terlepas dari realitas di masyarakat. Tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu mengontrol penyelenggaraan kekuasaan karena
pemerintah begitu kuat dan dominan, dengan struktur birokrasi yang tertutup,
eksklusif, dan proteksionis.11
kepada publik dalam salah satu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini
10
Agus Sudibyo, ”Pemberantasan Korupsi dan Rezim Kerahasiaan”,
dalam HCB Dharmawan (Ed.), Jihad Melawan Korupsi, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta, hal.80
11
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 225
prys.3107@gmail.com
khususnya pada praktik korupsi. Selain menjadi wahana informasi publik, media
massa juga diharapkan dapat memainkan perannya sebagai salah satu instritusi sosial
pemberantasan korupsi. Terlebih lagi bila menyimak tuntutan peran media dalam
upaya pemberantasan korupsi yang disinggung dalam Hari Kebebasan Pers Sedunia
yang digelar UNESCO pada Mei 2005. Dalam acara itu, disepakati bahwa peran
media telah menjadi isu penting dalam membentuk tata pemerintahan yang bersih
(good governance):
Karena itulah, para praktisi media harus terus bekerja keras untuk membangun
kepercayaan publik. Media yang menolak atau menghindar berurusan dengan
berita-berita panas dan sensitive seperti kasus korupsi berarti menolak melayani
publik pembacanya. Apalagi mengingat upaya kampanye anti-korupsi tidak akan
berhasil, kecuali jika didukung oleh masyarakat.13
12
Tim LSPP, Media Sadar Publik, Penerbit LSPP, Jakarta, 2005, hal.1
13
Ibid., hal.9
http://prys3107.blogspot.com 226
prys.3107@gmail.com
Tim LSPP kemudian mencontohkan media massa yang secara intens dalam
memberitakan berbagai kasus korupsi: ‘Salah satu media yang cukup konsisten
membuka kasus-kasus korupsi misalnya adalah Majalah Tempo, yang pernah menulis
perusahaan negara seperti Bulog, yang pernah menyeret Ketua Partai Golkar, Akbar
Tandjung, ke pengadilan.’14
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa isu pentingnya peran media massa
dalam upaya pemberantasan korupsi dipandang sebagai konteks sosial yang turut
mempengaruhi praktik media massa, khususnya MBM Tempo, yang dinilai banyak
kalangan selalu intens dan konsisten dalam memberitakan berbagai kasus korupsi,
baik kasus korupsi yang tengah dipersidangkan maupun yang masih bersifat dugaan.
Institusional
dalam praktik Jurnalisme Sastra, baik dari dalam MBM Tempo maupun institusi lain
Jurnalisme Sastra dikembangkan oleh sejumlah awak redaksi yang juga bergelut di
dunia sastra. Sebut saja Goenawan Mohamad (GM), Bur Rusuanto, Putu Wijaya, dan
Syu’bah Asa. Selain menempati posisi penting dalam struktur redaksi, tokoh-tokoh
14
Ibid., hal.15
http://prys3107.blogspot.com 227
prys.3107@gmail.com
tersebut juga dikenal masyarakat Indonesia saat itu sebagai sastrawan. Yang bisa
Catatan karir GM di dunia pers sudah dimulai sejak 1966 sebagai wartawan
Harian KAMI dan sempat pula menjadi pemimpin redaksi Majalah Ekspres di tahun
1970. Di dunia sastra dan kesenian, esai-esainya memperoleh hadiah pertama majalah
Sastra pada tahun 1963. Ia juga seorang redaktur Majalah Horison pada 1967 hingga
1972. Majalah ini bergerak di bidang penerbitan karya seni dan sastra. Ia juga pernah
bidang jurnalisme maupun di bidang seni, khususnya sastra. Hal ini membuat
karakter GM diakui sebagai wartawan sekaligus sastrawan. Dan tak hanya GM, tapi
MBM Tempo saat itu memang diawaki oleh karyawan yang berasal dari kalangan
wartawan dan seniman. Hal ini kemudian berpengaruh dalam membentuk karakter
dalam pemberitaan MBM Tempo: “Dalam arti, bukan straight news seperti koran,
15
Happy Alami, Sebelas Penyair Terkenal Indonesia, PT Remaja
Rosdakarya, Jakarta, 2001, hal. 92-93
http://prys3107.blogspot.com 228
prys.3107@gmail.com
dan disampaikan seolah-olah sebuah cerita pendek, dengan tokoh, latar, dan peristiwa
Maka tak heran bila kemudian praktik penggunaan bahasa di MBM Tempo
Sastra:
16
Wawancara GM dengan Eka Shinta Pangeswari, dalam Eka Shinta
Pangeswari, Gaya Penulisan Laporan Utama Majalah Tempo Pra dan Pascabredel
(Skripsi), Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, 2003, hal.120
17
Loc.Cit.
http://prys3107.blogspot.com 229
prys.3107@gmail.com
Sastra yang dikembangkan awak redaksi MBM Tempo memang disiapkan secara
dengan kreatif dan inovatif. Kekuasaan GM dan awak redaksi pada awal MBM
Sosial
Setidaknya ada sejumlah aspek makro sebagai konteks sosial Indonesia yang
dengan tema penelitian ini. Aspek makro tersebut dilihat dari sistem ekonomi-politik-
menyebutkan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia pada 2006 adalah 39,30 juta
jiwa dan di tahun 2007 menurun jadi 37,17 juta jiwa. Sedangkan tingkat
pengangguran di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 11,10 juta jiwa dan pada 2007
18
Demokrasi dan Kesejahteraan, Dialog Jumat Tabloid Republika, Edisi 25
Januari 2008
http://prys3107.blogspot.com 230
prys.3107@gmail.com
permasalahan sosial dan ekonomi, antara lain tingkat kemiskinan dan pengangguran
mengatakan, faktor utama yang menjadi ukuran sebuah negara demokrasi mampu
memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya adalah angka kemiskinan dan daya beli
terdapat 500 kali pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Itu berarti rata-rata
setahun ada 100 pilkada. Ini berarti setiap 3,5 hari akan pilkada! Tidak ada di dunia
yang mahal:’Di tengah kondisi rakyatnya yang miskin dan berpendidikan rendah,
19
Loc.Cit.
20
Nuryana, Demokrasi Yang Menyakiti Rakyat, Harian Rakyat Merdeka,
Edisi 29 Januari 2008
http://prys3107.blogspot.com 231
prys.3107@gmail.com
Indonesia menerapkan sistem demokrasi liberal. Hal ini yang membuat biaya politik
menjadi sangat tinggi dan akhirnya mendorong politisi menjadi lapar uang.’21
Dengan menyimak kebutuhan ongkos politik yang tinggi dalam sistem ini, tak
dalam partai politik. Kaitan demokrasi dengan korupsi di Indonesia terungkap dalam
1998: ’Sejumlah negara demokratis di Asia tercatat sebagai negara yang tingkat
korupsinya tinggi, misalnya Filipina (urutan 57), Thailand (64), India (68), dan
Indonesia (80).’22
sejahtera, karena lebih banyak kesempatan terbangun. Namun data CPI tersebut
demokrasi di Indonesia. Maka agar bisa keluar dari permasalahan ini, ia mengusulkan
Untuk itu perlu didefinisikan dengan jelas, demokrasi seperti apa yang ingin
kita terapkan. Demokrasi yang bersifat sentralistis, atau terdesentralisasi dengan
liar. Demokrasi yang sentralistis terhubung dengan gabungan antara sistem
21
Korupsi Politisi Akibat Politik Biaya Tinggi, Kompas, Edisi 25 Oktober
2007
22
Indra J. Piliang, “Korupsi dan Demokrasi”, dalam HCB Dharmawan
(Ed.), Jihad Melawan Korupsi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hal.90
http://prys3107.blogspot.com 232
prys.3107@gmail.com
terjebak pada euforia politik global, ekonomi global, dan strategi global. Gintings
kemudian mengatakan, ’akibat sistem yang salah ini, demokrasi yang dihasilkan pun
ongkos politik yang tinggi dalam sistem ini, tak heran bila korupsi kemudian
berada pada tataran prosedural semata, dan belum menyentuh substansi dari
demokrasi itu sendiri. Hingga dapat dikatakan bahwa demokrasi di Indonesia belum
Sastra MBM Tempo dalam pemberitaan korupsi –lewat politik bahasa media yang
disusupi kandungan seni yang estetik– bisa dikatakan sebagai salah satu wujud
wilayah seni (estetika) tersebut secara makro, Yasraf Amir Piliang menjelaskan
politiknya, penulis pandang sesuai dengan konteks makro sosial budaya masyarakat
Indonesia di mana MBM Tempo hidup. Dalam kerangka makro inilah, praktik
27
Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat; Tamasya Melampaui Batas-
Batas Kebudayaan, Jalasutra, Yogyakarta, 2004, hal.452-453. (Garis bawah pada
kalimat dari penulis)
http://prys3107.blogspot.com 235
prys.3107@gmail.com
C. Pembahasan
Dengan mengacu pada hasil analisis, pada bagian ini penulis akan menjawab
sejumlah pertanyaan pokok yang telah penulis kemukakan pada Bab I penelitian ini.
Sebagai langkah awal dalam pembahasan, penulis akan terlebih dulu mengulas tiga
level analisis mikro, meso, dan makro, yakni dengan menghubungkan temuan penulis
Level Mikro. Secara umum, analisis teks pada kelima sampel menunjukkan
adanya kandungan aspek perlakuan atas peristiwa (agenda setting), estetika bahasa,
dan politik bahasa yang khas pada level mikro praktik Jurnalisme Sastra MBM
Tempo.
adanya perencanaan agenda (agenda setting) liputan yang cukup memakan waktu
serta perencanaan yang matang. Selain menunjukkan bahwa peristiwa kasus dugaan
peristiwa yang penting dan patut diketahui khalayak, penulis juga menyimak bahwa
kelima sampel menunjukkan tema berita yang saling terkait satu sama lain dan
berkelanjutan (continuity). Antara lain hal ini bisa dilihat dari penelusuran MBM
Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mulai dari tahun 2005 (sampel satu)
detail. Satu sampel paling tidak memuat tiga aspek estetika bahasa, dan masing-
masing sampel hanya mengandung satu atau dua aspek estetika bahasa yang kuat dan
menonjol. Karenanya, penulis menyimak bahwa empat aspek estetika bahasa tersebut
tidak selalu digunakan secara bersamaan dengan menonjol di tiap-tiap sampel. Meski
begitu, tak bisa dipungkiri bahwa teks MBM Tempo secara keseluruhan
kandungan unsur ambiguitasnya yang begitu kuat dalam praktik Jurnalisme Sastra
MBM Tempo, sebuah hal yang jelas sangat dihindari pada penulisan jurnalisme
sejumlah pejabat negara Kabinet Indonesia Bersatu yang terlibat dalam kasus dugaan
korupsi. Perangkat metafora lewat kata, frase, dan kalimat konotatif sebagai metafora
analogi, digunakan dalam mengungkapkan fakta kesuksesan yang semu dari peristiwa
pengadaan barang di KPU, khususnya pada pengadaan kertas segel amplop suara
korupsi tersebut (sampel satu, dua, dam lima). Metafora analogi (proterito) juga
kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum dan Perundang-
undangan (sampel tiga), dan kasus pencairan uang bermasalah milik Tommy
Soeharto (sampel empat). Ketiga kasus tersebut melibatkan Menteri Hukum dan
HAM Hamid Awaludin, serta Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra
khususnya citra dua menteri tersebut terkait dengan keterlibatannya dalam kasus
korupsi tersebut. Citra kedua menteri tersebut lebih kuat lagi diarahkan dengan
perangkat depictions lewat kata, frase, dan kalimat konotatif. Pembentukan citra
tersebut cenderung mengarah kepada citra Hamid sebagai pejabat negara yang konyol
dan mengelak dari tanggung jawab (sampel satu, dua, tiga, dan lima), serta citra
http://prys3107.blogspot.com 238
prys.3107@gmail.com
Yusril sebagai pejabat negara yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi (sampel
tiga dan empat). Depictions juga digunakan dalam mengarahkan tema reshuffle
kabinet pada kelanjutan penyidikan terhadap Hamid dalam kaitannya dengan dugaan
dimensi estetik dan politik bahasa dari teks pemberitaan MBM Tempo mengenai
kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia Bersatu.
Jurnalisme Sastra yang dikembangkan MBM Tempo mengarah pada pencapaian efek
Mengenai efek perlokutif, John Langshaw Austin, seperti yang dikutip Teguh
Apriliyanto, menjelaskan :
28
Teguh Apriliyanto, Independensi Media Dibalik Kasus Tempo vs PT
Asian Agri, artikel dalam Jurnal Media Watch, The Habibie Center, Jakarta, Edisi
No.62/ Desember 2007
http://prys3107.blogspot.com 239
prys.3107@gmail.com
Dari batasan tersebut maka dapat penulis pahami bahwa penggunaan bahasa
yang dirancang secara estetik merupakan salah satu cara demi memunculkan efek
perlokutif kepada pembaca teks, sehingga apa yang tertulis pada teks tersebut akan
tampil sebagai gambaran realitas yang seakan-akan nyata di benak pembaca. Di titik
inilah pembaca yang larut dalam teks dapat mengalami suatu kenikmatan tekstual
(joissance) yang muncul dari interaksinya dengan dimensi estetik sebuah teks.
Pencapaian efek perlokutif dan joissance ini lazim ditemui dalam sebuah karya sastra
adegan, penggunaan dialog, perspektif orang ketiga, dan penempatan detail sebagai
dimensi estetika bahasa teks pemberitaan MBM Tempo. Dalam kata lain, dimensi
estetika bahasa dalam teks pemberitaan MBM Tempo mengenai kasus dugaan
korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia Bersatu, dilakukan demi
pencapaian efek perlokutif secara maksimal dan joissance kepada pembaca, sehingga
pembaca akan tertarik dan larut dalam pemberitaan MBM Tempo mengenai kasus
Tempo mengarah pada pencapaian efek abrasive kepada tokoh yang menjadi pokok
pemberitaan.
Komunikasi UGM dan Pusat Pengkajian dan Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
http://prys3107.blogspot.com 240
prys.3107@gmail.com
(P3-ISIP) UI terhadap pemberitaan Majalah dan Koran Tempo: ‘Dari sudut pandang
analisis framing, penelitian UGM menyimpulkan liputan Tempo pada kasus AA (PT
Asian Agri –Pen) cenderung mengarah pada pencitraan yang terkesan menekan atau
abrasive terhadap sosok Sukanto Tanoto. Padahal, kasus ini masih pada tahap dugaan
yang terkesan menekan terhadap seseorang. Efek abrasive ini muncul dari
metafora dan depictions sebagai dimensi politik bahasa media dalam teks
pemberitaan MBM Tempo. Efek abrasive tersebut dalam teks berwujud penurunan
status (status degradation) terhadap Hamid Awaluddin dan Yusril Ihza Mahendra
dari yang semula baik dan berprestasi, menjadi buruk dan memiliki catatan hitam
dalam karirnya di Kabinet Indonesia Bersatu, sehingga hal tersebut mengarah pada
Dalam kata lain, dimensi politik bahasa media dalam teks pemberitaan MBM
Tempo mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet
Indonesia Bersatu, dilakukan dengan bias dan prasangka demi pencapaian efek
abrasive kepada tokoh yang diberitakan, yakni khususnya pada citra Hamid
Awaluddin dan Yusril Ihza Mahendra selaku pejabat negara Kabinet Indonesia
29
Ibid.
http://prys3107.blogspot.com 241
prys.3107@gmail.com
Level Meso. Analisis produksi dan konsumsi teks MBM Tempo menjelaskan
bagaimana teks dibentuk oleh awak redaksi dan dinikmati oleh pembaca. Kerja
redaksi yang melibatkan reporter, penulis (staff redaksi), redaktur pelaksana, redaktur
senior, hingga redaktur bahasa, mencerminkan bahwa teks berita Jurnalisme Sastra
institusional, dan bukan merupakan kerja individu. Jurnalisme Sastra MBM Tempo
yang dipraktikkan saat ini merupakan warisan tradisi dari para pendiri awal MBM
MBM Tempo juga berperan besar dalam membentuk order of discourse atas praktik
Jurnalisme Sastra yang dikembangkan MBM Tempo saat ini, antara lain lewat kelas
kuliah yang diikuti awak redaksi tiap minggunya dan penerapan sistem penilaian.
Sehingga meskipun MBM Tempo saat ini tidak lagi diawaki seniman (sastrawan),
Alasan lain juga karena tuntutan keadaan di mana pers Indonesia kini kian
tumbuh menjadi industri. Munculnya pemain baru di bidang media serta kecanggihan
Tempo bertahan dengan tradisi penulisan yang tidak tergolong hard news, tetapi lebih
kepada news feature. Pembaca MBM Tempo yang berada pada level menengah ke
atas juga mendapat tempat dalam penentuan tema liputan yang akan diangkat.
http://prys3107.blogspot.com 242
prys.3107@gmail.com
Kuatnya agenda setting dalam Jurnalisme Sastra MBM Tempo yang secara
intens, redaktur Desk Nasional MBM Tempo Wenseslaus Manggut memberi alasan,
bersih.’30
Uraian level meso di atas membaca penulis pada kesimpulan bahwa praktik
Jusnalisme Sastra berangkat dari motivasi MBM Tempo sebagai institusi pers yang
hendak mengambil perannya dalam menciptakan tata pemerintahan yang bersih (good
governence) di Indonesia.
Level Makro. Secara umum, konteks sosial yang melandasi teks, produksi dan
30
Lampiran C
http://prys3107.blogspot.com 243
prys.3107@gmail.com
konsumsi teks Jurnalisme Sastra MBM Tempo berangkat dari persinggungan sistem
tersebut dapat dilihat dari kandungan ambiguitas dalam teks berita MBM Tempo.
Sebab pada ambiguitas, pembaca MBM Tempo diberi kebebasan untuk mengambil
kesimpulan sendiri dan membentuk opini publik sesuai dengan konteks sosial
efek perlokutif dalam melarutkan pembaca dan memiliki efek abrasive dalam
mencitrakan secara buruk pejabat negara yang terlibat kasus korupsi, sulit bagi
penulis untuk mengkategorikan secara rigid bahwa yang dilakukan MBM Tempo
Tempo sekedar menjadi motivator agar khalayak umum sendiri yang menghakimi
kedua tokoh tersebut berdasarkan fakta dan informasi yang disiarkannya. Hal tersebut
formal.
Maka jelas bahwa bias dan prasangka MBM Tempo terhadap Hamid
Awaludin dan Yusril Ihza Mahendra selaku pejabat negara Kabinet Indonesia Bersatu
http://prys3107.blogspot.com 244
prys.3107@gmail.com
yang diduga terlibat korupsi, dilakukan Tempo dalam konteks sosial masyarakat
Indonesia yang tidak percaya dengan upaya pemerintah memberantas korupsi dan
pengadilan formal. Sehingga alih-alih menjadi Aparatus Ideologis Negara yang status
quo penguasa dalam kerangka Althusser, praktik MBM Tempo justru menunjukkan
friksi dan counter hegemony-nya sebagai agen ideologis yang mampu menjaga jarak
dan menjadi watchdog bagi rezim SBY-JK yang tengah berkuasa di Indonesia saat
ini.
Seperti yang diberitakan Harian Kompas, Ketua Umum Partai Bulan Bintang
(PBB) MS Kaban menilai bahwa pemberitaan pers terhadap Yusril terkait dengan
kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum dan Perundang-
undangan, mengarah pada pembunuhan karakter dan sepihak oleh pers. Dalam berita
yang sama, Sekretaris Jenderal PBB Sahar L. Hassan mengatakan bahwa pemberitaan
disorot publik terkait dengan kasus korupsi pengadaan mesin sidik jari di Depatemen
menteri Kabinet Indonesia Bersatu pada reshuffle kabinet II Mei 2007. Meski SBY-
pemberitaan media massa dan opini publik, namun cukup logis bila penulis
31
DPP PBB Menilai Terjadi Pembunuhan Karakter Yusril, Harian Kompas,
Edisi 5 Mei 2007
http://prys3107.blogspot.com 245
prys.3107@gmail.com
memandang bahwa dua peristiwa tersebut (pemberitaan pers dan dicopotnya Hamid-
ideologis yang melakukan counter hegemony dalam memarjinalkan Hamid dan Yusril
tokoh kepada publik dan memancing opini publik sebagai prejudicial publicity,
hingga kemudian menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan dicopotnya kedua
pejabat negara tersebut dari kabinet. Maka meminjam penyataan Stuart Hall tentang
wacana kritis dalam media, penulis memahami bahwa upaya MBM Tempo dalam
memarjinalkan pejabat negara yang terlibat dalam kasus korupsi, telah melalui proses
hegemony tersebut juga bisa disimak dari sisi historis dan institusional MBM Tempo
Tempo sebagai salah satu institusi pers di Indonesia yang berani menentang
penguasa.
Jurnalisme Sastra pada awal MBM Tempo terbit merupakan salah satu cara
menyiasati represivitas Rezim Orde Baru yang berkuasa saat itu. Ketika Rezim Orde
Baru tumbang dan represivitas pemerintah saat ini terhadap pers tidak lagi ketat,
watak MBM Tempo sebagai agen ideologis yang melakukan counter hegemony tidak
http://prys3107.blogspot.com 246
prys.3107@gmail.com
Indonesia lewat penciptaan tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme lewat Jurnalisme Sastra MBM Tempo sebagai praktik estetik dan politik
bahasa media.
dari para pendiri MBM Tempo, terus dipertahankan hingga saat ini lewat pelajaran
dan praktik jurnalisme dalam kelas kuliah yang diikuti awak redaksi tiap minggunya,
serta penerapan sistem penilaian (kredit poin) atas kinerja dan hasil tulisan wartawan
MBM Tempo. Hal tersebut membentuk order of discourse yang khas dalam praktik
diskursif MBM Tempo atas praktik Jurnalisme Sastra yang dikembangkan saat ini.
Selain itu, tuntutan keadaan di mana pers Indonesia kini kian tumbuh menjadi
Tempo. Sehingga meskipun MBM Tempo saat ini tidak lagi diawaki seniman
(sastrawan) dan tidak lagi direpresi pemerintah, Jurnalisme Sastra MBM Tempo
jurnalisme sekaligus karya seni sastra yang diproduksi secara kolektif dan
institusional, maka dapat penulis pahami bahwa secara makro MBM Tempo hadir
inilah praktik seni yang estetis tidak bisa dipisahkan dari kerangka etik politiknya.
http://prys3107.blogspot.com 247
prys.3107@gmail.com
politik, mewujud dalam Jurnalisme Sastra MBM Tempo sebagai praktik jurnalisme
yang baik secara estetis sekaligus jitu secara politis. Jurnalisme Sastra MBM Tempo
juga membuktikan konsepsi Julia Kristeva bahwa bahasa puisi (the poetic language)
Indonesia.
Menyoal Jurnalisme Sastra sebagai praktik estetik dan politik bahasa media
dalam kerangka teori wacana yang digagas Foucault, penulis memahami bahwa kuasa
media (MBM Tempo) lewat pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan pejabat
‘normalisasi’ atas wacana korupsi di Indonesia. Tujuan dari normalisasi ini adalah
teratur baik secara psikologis maupun sosial.’32 Dalam hal ini, normalisasi (yang
demokrasi di Indonesia.
32
Ahmad Sahal, Kemudian, Di Manakah Emansipasi? Tentang Teori Kritis,
Genealogi, dan Dekonstruksi, artikel dalam Jurnal Kalam, Edisi 1/1994
http://prys3107.blogspot.com 248
prys.3107@gmail.com
Dalam kerangka teori wacana Foucault pula dapat dikatakan bahwa kekuasaan
yang dimiliki MBM Tempo dalam normalisasi wacana korupsi di Indonesia serupa
dengan konsep panopticon33 sebagai model pengawasan dan kontrol media lewat
sosialisasi nilai-nilai moral, etika, dan budaya dalam menyoroti kasus korupsi di
pemerintahan SBY-JK dan mengawasi kinerja para pejabat negara Kabinet Indonesia
Bersatu.
Tempo juga sejalan gagasan Din Syamsuddin yang menyebutkan konsep ‘pendekatan
33
Panopticon merupakan konsep Foucault mengenai model matriks
mekanisme kuasa dalam bentuk penataan ruang sedemikian rupa sehinga semua
penghuninya bisa dipantau secara sangat transparan. Desainnya kira-kira demikian:
sebuah halaman luas, dengan menara di tengahnya dan dikelilingi oleh serangkaian
bangunan yang dibagi-bagi dalam tingkat-tingkat dan sel-sel. Dalam masing-masing
sel terdapat dua jendela: satu untuk menerima sinar dari luar dan satunya lagi
menghadap jendela menara. Dengan begitu, segala isi sel bisa terpantau dari menara.
Masing-masing sel jadinya seperti teater kecil, dengan seorang aktor yang sendirian
tapi secara konstan dan kelihatan terus. Dalam kondisi demikian, para penghuni
merasa diawasi terus menerus sehingga akhirnya ia membatinkan pengawasan dalam
dirinya sendiri. Dia kemudian menjadi pengawas bagi dirinya sendiri. Model
panopticon ini memperlihatkan bagaimana kuasa modern berfungsi secara anonim
dan hadir di mana-mana. Ibid.
http://prys3107.blogspot.com 249
prys.3107@gmail.com
ideologi, hegemoni, dan interaksi kekuatan sosial lainnya– yang mengelilingi MBM
Tempo terkait dengan praktik Jurnalisme Sastra MBM Tempo dalam pemberitaan
kasus dugaan korupsi tersebut adalah kian menguatnya persinggungan dunia sastra
kepada pers untuk memberitakan kasus korupsi dalam peringatan Hari Kebebasan
dan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi; serta counter hegemony yang
dijalankan MBM Tempo demi menciptakan tata pemerintahan yang baik dan bersih.
Kesemuanya ini mengarah pada persinggungan sistem pers dengan sistem ekonomi-
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu kecenderungan yang menarik ialah ketika disiplin ilmu kini mengalami
pengetahuan yang dulu ditarik dengan tegas oleh para ilmuwan, kini mulai
mengalami keruntuhan. Dalam kata lain, wajah ilmu pengetahuan kita belakangan
hari ini kian disemaraki dengan berkembangnya kajian ilmu yang bercorak multi
disipliner.
Tak terkecuali bagi ranah ilmu sosial yang menjadi induk dari ilmu
komunikasi, dan khususnya lagi ilmu jurnalistik yang menempati wilayah ilmu
komunikasi dan jurnalistik, kajian multi disipliner pun dapat mulai digagas.
Salah satu upaya yang telah penulis lakukan lewat penelitian ini adalah
menjembatani ranah jurnalistik dengan ranah sastra dalam satu kajian ilmu
mengingat sisi historis negeri ini di mana kedua ranah tersebut telah bersinggungan
sejak Mpu Prapanca melaporkan gambaran faktual kota Majapahit, lewat rangkaian
250
http://prys3107.blogspot.com 251
prys.3107@gmail.com
bisa ditemui dalam berbagai tokoh pers Indonesia yang juga akitf di kesenian
(kesusastraan) mulai dari awal kemerdekaan hingga zaman Orde Baru. Tokoh
Abdul Muis, Roestam Effendi, Pramoedya Ananta Toer, Buya Hamka, Umar Kayam,
Arief Budiman, GM, Putu Wijaya, Bur Rusuanto, Seno Gumira Ajidarma, Ayu
Utami, dan sejumlah nama lainnya. Namun dalam penelitan ini, ranah sastra dan
jurnalisme tidak penulis tempatkan pada praktik individu, tapi lebih praktik institusi
penelitian ilmiah yang emansipatoris dan bertujuan membela pihak tertentu yang
tadi. Kacamata kritis sendiri telah sepakat memandang media bukan lagi sebagai
pihak pelapor peristiwa objektif yang bebas dari relasi kuasa, tetapi sebagai agen
pembentuk realita yang konstruktif menciptakan makna di bawah relasi kuasa tertentu
Maka dengan melakukan ragam kajian media di bawah payung paradigma ini,
seorang peneliti akan melihat praktik media yang tidak berimbang dan memihak satu
kelompok bukan sebagai kekeliruan atau bias, tetapi memang seperti itulah praktik
yang dijalankan media sebagai efek ideologi. Karenanya, tujuan penelitian bukan lagi
mencari sebanyak apa bias pemberitaan dalam media tersebut, tetapi lebih
transformasi sosial yang timpang dan tidak adil seperti yang tercermin dalam praktik
Analisis wacana kritis sebagai metode yang mampu menggali praktik media
semacam itu, menunjukkan nuansa politis yang kental dari seorang peneliti. Hal ini
kerangka politis tertentu, dan penelitian pun dilakukan secara politis pula untuk
Namun di sisi lain, penulis sepakat dengan penyataan Eriyanto yang menilai
yang sejatinya memang beragam dan multi disiplin. Sehingga tepat bila Ahmad Sahal
menyingkirkan estetika.
MBM Tempo, dapat dilihat baik secara politis maupun estetis. Hal inilah yang
membuat penulis tergerak untuk menutupi keterbatasan analisis wacana kritis dengan
memadukan kedua dimensi tersebut secara ekletif, yakni analisis wacana kritis yang
http://prys3107.blogspot.com 253
prys.3107@gmail.com
dapat digunakan untuk mengkaji penggunaan bahasa media sebagai praktik estetik
dan praktik politik bahasa. Maka sebagai uraian penutup, dengan ini penulis
mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet Indonesia
Bersatu, dilakukan demi pencapaian efek perlokutif secara maksimal dan joissance
kepada pembaca, sehingga pembaca akan tertarik dan larut dalam pemberitaan MBM
Tempo mengenai kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara Kabinet
Indonesia Bersatu. Sedangkan dimensi politik bahasa media dilakukan dengan bias
dan prasangka demi pencapaian efek abrasive kepada tokoh yang diberitakan, yakni
khususnya pada citra Hamid Awaluddin dan Yusril Ihza Mahendra selaku pejabat
negara Kabinet Indonesia Bersatu yang diberitakan terlibat dalam kasus korupsi.
pihak (kolektif) secara institusional dan dikonsumsi oleh khalayak pembaca kelas
Jusnalisme Sastra berangkat dari motivasi MBM Tempo sebagai institusi pers yang
hendak mengambil perannya dalam menciptakan tata pemerintahan yang bersih (good
governence) di Indonesia.
Ketiga. Secara historis, terbentuknya praktik estetik dan politik bahasa media
Jurnalisme Sastra pada awal MBM Tempo terbit merupakan salah satu cara
menyiasati represivitas Rezim Orde Baru yang berkuasa saat itu. Ia juga menjadi
http://prys3107.blogspot.com 254
prys.3107@gmail.com
sebagai warisan tradisi dari para pendiri MBM Tempo, terus dipertahankan hingga
saat ini lewat pelajaran dan praktik jurnalisme dalam kelas kuliah yang diikuti awak
redaksi tiap minggunya, serta penerapan sistem penilaian (kredit poin) atas kinerja
dan hasil tulisan wartawan MBM Tempo. Sehingga meskipun MBM Tempo saat ini
tidak lagi diawaki seniman (sastrawan) dan tidak lagi direpresi pemerintah,
kekuatan sosial lainnya– yang mengelilingi MBM Tempo terkait dengan praktik
Jurnalisme Sastra MBM Tempo dalam pemberitaan kasus dugaan korupsi tersebut
Indonesia lewat kemunculan genre sastra koran, tuntutan kepada pers untuk
MBM Tempo demi menciptakan tata pemerintahan yang baik dan bersih.
Kesemuanya ini mengarah pada persinggungan sistem pers dengan sistem ekonomi-
berkembang sebagai suatu karya jurnalisme sekaligus karya seni sastra yang
diproduksi secara kolektif dan institusional, sebagai warisan tradisi dari para pendiri
http://prys3107.blogspot.com 255
prys.3107@gmail.com
MBM Tempo yang kini dipertahankan oleh para redaktur senior lewat pelajaran dan
untuk menjelaskan di mana posisi Jurnalisme Sastra dalam ranah penciptaan teks,
baik dari ranah jurnalisme maupun sastra di Indnesia. Mengacu pada Septiawan
berkembang di Amerika Serikat pada 1960-an, kemudian dibawa oleh MBM Tempo
pada tahun 1970-an dan hingga kini mulai dipraktikkan juga di berbagai media massa
di Indonesia.
mengacu pada Ariel Haryanto yang menyebutkan Jurnalisme Sastra sebagai bagian
dari sastra itu sendiri. Ia menyebutkan Jurnalisme Sastra dalam kategori ‘kesusastraan
kesusastraan Indonesia.1
1
Ariel Haryanto, Masihkah Politik jadi Panglima? Politik Kesusasteraan
Indonesia Mutakhir, artikel dalam Majalah Prisma, No.8 Tahun XVII, Jakarta, 1988.
Dengan menyimak kecenderungan kesusastraan mutakhir di Indonesia, Ariel
mengklasifikasikan sastra menjadi empat kategori, yakni (1) sastra yang diresmikan
atau diabsahkan, (2) sastra yang terlarang, (3) sastra yang diremehkan, (4) sastra yang
dipisahkan/ non-sastra. Jurnalisme Sastra menurut Ariel termasuk dalam kategori
keempat.
http://prys3107.blogspot.com 256
prys.3107@gmail.com
Dalam media massa inilah para pemikir politik yang paling berpengaruh dan
pejabat pemerintahan bersastera politik. Itu pula sebabnya lahan inilah yang
paling “politis” dan banyak menjadi sasaran sponsor dan sensor politik negara.
Goenawan Mohamad, Umar Kayam dan Arief Budiman adalah beberapa contoh
menonjol dari generasi peralihan yang kita bicarakan ini. Sementara itu kaum
muda yang menunjukkan bakat bersastera maupun berpikir politis makin lama
makin banyak direkrut media massa. Orang-orang pun berbicara tentang
jurnalisme sastera. Itu sebabnya, kategori non-sastera yang saya ajukan di atas
penting untuk dipertimbangkan sebagai salah satu transformasi mutakhir dari
tradisi kesusasteraan kita.2
di sisi lain, ia juga dianggap sebagai transformasi mutakhir dari praktik kesusastraan
di Indonesia. Di titik inilah, penulis merangkum asumsi para pakar tersebut bahwa
Jurnalisme Sastra adalah titik temu atau persinggungan antara praktik jurnalisme
dengan praktik kesusastraan yang terjadi pada alam demokrasi di Indonesia abad 21
berikut: praktik Jurnalisme Sastra MBM Tempo –sebagai praktik estetik dan politik
bahasa media– pada pemberitaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat
2
Ibid. Huruf kursif dan ejaan dikutip sesuai aslinya.
http://prys3107.blogspot.com 257
prys.3107@gmail.com
perlokutif dan joissance kepada pembaca serta pencapaian efek abrasive kepada
Tepat pula kiranya bila MBM Tempo sampai saat ini masih mengusung motto
‘Enak dibaca dan perlu’, sebab demikianlah MBM Tempo berpraktik hari ini di
B. Saran
terhadap pejabat negara yang diberitakan terlibat kasus korupsi, penulis menyarankan
agar MBM Tempo dapat mengurangi upaya status degradation dan character
assasination yang mengarah pada prejudicial publicity. Sebab jika hal tersebut
menempati porsi yang lebih besar dalam pemberitaan, MBM Tempo dapat terjebak
pada trial by the press yang justru akan mencoreng nama MBM Tempo sendiri, serta
Indonesia.
http://prys3107.blogspot.com
prys.3107@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ajidarma, Seno Gumira, Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara, Edisi
Kedua, Penerbit Bentang, Yogyakarta, 2005
Anwar, Rosihan, Menulis Dalam Air, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1983
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori, & Filsafat Komunikasi, Penerbit CV Bandar
Maju, Bandung, 1993
--------, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Cetakan ke-4, LKiS,
Yogyakarta, 2005
Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Penerbit Granit, Jakarta,
2004
258
http://prys3107.blogspot.com 259
prys.3107@gmail.com
Hidayat, Rachmad, Ilmu yang Seksis; Feminisme dan Perlawanan terhadap Teori
Sosial Maskulin., Penerbit Jendela, Yogyakarta, 2004
Liftschitz, Mikhail dan Leonardo Salamini, Praksis Seni: Marx & Gramsci, Penerbit
Alinea, Yogyakarta, tanpa tahun
Narwaya, St. Tri Guntur, Matinya Ilmu Komunikasi, Resist Book, Yogyakarta, Mei,
2006
Pramudya, Willy dan A.A. Sudirman (Ed.), Laporan Hukum dan HAM LBH Jakarta
2005, Penerbit Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, 2005
Sobur, Alex, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001
Suyanto, Bagong dan Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2005
Zain, Umar Nur, Penulisan Feature, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993
http://prys3107.blogspot.com 261
prys.3107@gmail.com
Sumber Lain:
Anggoro, Donny, ”Catatan Sastra 2003: Tahun Emas Cerpen dan Pendobrakan Sastra
Koran”, dalam Donny Anggoro, Sastra yang Malas, Tiga Serangkai, Solo,
2004
Budianta, Melani, “Teori Sastra Sesudah Strukturalisme dari Studi Teks ke Studi
Wacana Budaya”, dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas
Indonesia, tanpa tahun
Damono, Sapardi Djoko, “Pengarang, Karya Sastra, dan Pembaca”, dalam Bahan
Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, tanpa tahun
Danujaya, Budiarto, ”Realitas ‘Koran’ pada Sastra Koran”, dalam Kenedi Nurhan
(Ed.), Dua Tengkorak Kepala Cerpen Pilihan Kompas 2000, Penerbit Harian
Kompas, Jakarta, 2000
Hidayat, Dedy N., “Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses Legitimasi dan
Delegitimasi Rejim Orde Baru”, dalam Sandra Kartika dan M. Mahendra
(Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana Multikultural
Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP),
Jakarta, 1999
Husein, Fathul A., “Estetika, Filsafat Seni, dan Keindahan yang Terkubur”, dalam
Suratkabar Harian Pikiran Rakyat, Sabtu, 26 Maret 2005
Husodo, Adnan Topan, “Buruk Muka Tetap Dibela”, dalam Koran Tempo, Edisi 11
Oktober 2006
http://prys3107.blogspot.com 262
prys.3107@gmail.com
Huda, Mh. Nurul, “Ideologi Sebagai Praktek Kebudayaan”, dalam Jurnal Filsafat
Driyarkara, Edisi Th.XXVII No.3/2004
Piliang, Indra J., “Korupsi dan Demokrasi”, dalam HCB Dharmawan (Ed.), Jihad
Melawan Korupsi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005
Sahal, Ahmad, "Cultural Studies dan Tersingkirnya Estetika”, dalam Harian Kompas
Jumat, 2 Juni 2000
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
DPP PBB Menilai Terjadi Pembunuhan Karakter Yusril, Harian Kompas, Edisi 5
Mei 2007
DPR Lembaga Paling Korup, Harian Seputar Indonesia, Edisi 10 Desember 2006
http://prys3107.blogspot.com 263
prys.3107@gmail.com
Korupsi Politisi Akibat Politik Biaya Tinggi, Harian Kompas, Edisi 25 Oktober 2007
Skripsi:
Pangeswari, Eka Shinta, Gaya Penulisan Laporan Utama Majalah Tempo Pra dan
Pascabredel (Skripsi), Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, 2003
Rapat
Kompartemen
Alur Berita Di Majalah Tempo
(Redaktur
Pelaksana)
Peliputan :
Penulisan Penulisan
Reporter - Reportase,
Laporan Berita
/SR/TNR - Wawancara (Reporter)
- Riset (Penulis/SR)
Penu- News
Rapat Desk
Perencanaan gasan
(Jabrik Distri-
(PemRed / RE) busi
/SR)
Disetujui
oleh
Red. Pel.
RE/Red Editing
Desain Redaktur
Kreatif (RedPel/
Visual Bahasa
(Artistik) Red.Sen)
Ke TEMPRINT
Pem. Red. (menggunakan CD)
http://prys3107.blogspot.com 269
prys.3107@gmail.com
Penggunaan bahasa Indonesia itu penting, Kemudian akurasi, meliputi data atau
kurang dipedulikan. Waktu itu Slamet Djabarudi sebagai redaktur bahasa pertama di
Indonesia. Saya ini termasuk bimbingannya dia, saya sempat berkerja sama dia
Bagaimana job desk yang dipegang oleh redaktur bahasa di MBM Tempo?
Membetulkan bahasa, meliputi ejaan, kalimat, tata bahasa, penulisan nama, lembaga
Dari hasil analisis teks penelitian ini, saya banyak menemukan penggunaan
Kalau itu, bisa dari saya, bisa dari penulisnya juga. Kalau penulis yang kreatif kan
pemilihan kata atau diksinya itu juga bagus. Saya sebatas membetulkan yang parah
saja. Saya nggak mengubah kata-kata kalau nggak parah-parah banget. Dan memang
karena Tempo terbitnya mingguan, kalau kita menulis reportase, pembaca nggak
mendapatkan sesuatu yang baru. Lain kalau kita baca koran, yang penting beritanya
http://prys3107.blogspot.com 270
prys.3107@gmail.com
saja. Kalau majalah kan nggak begitu, ada analisa, ada cerita-cerita di balik suatu
berita. Jadi porsi hard news itu dikurangi. Jadi ya memang seperti kita menulis novel.
Sejak reporter memang sudah diarahkan supaya membaca novel, menonton film,
teater.
Reporter itu hanya mencari bahan berita. Yang berperan tetap redaktur pelaksana.
Itu karena dari awalnya dididik untuk begitu. Dari awalnya reporter magang, diajari
membuat laporan yang bagus. Jadi memang dari awal sudah bertahun-tahun dididik
begitu, hingga menjadi redaktur pelaksana. Jenjang karir di Tempo bisa dibilang sulit,
ada semacam kelas tiap hari selasa yang mendiskusikan majalah yang baru terbit.
Misalnya tulisan ini gimana, kurang tajam, atau ada cerita yang kurang, ini harusnya
diwawancarai, ini kurang berimbang. Yang ikut itu reporter dan reporter senior.
http://prys3107.blogspot.com 271
prys.3107@gmail.com
Bagaimana pola dan rutinitas kerja redaksi MBM Tempo dalam meliput hingga
Mulai dari rapat awal atau perencanaan tiap Senin, diikuti oleh semua termasuk
reporter. Kemudian melihat perkembangan berita itu di rapat checking hari Rabu.
Rapat terakhir hari Jumat, sekaligus membahas sedikit-sedikit untuk minggu depan.
Naskah reporter yang masuk, ditambah riset dari internet atau media lain, kemudian
Rata-rata S-1.
MBM Tempo?
Kalau disini mah atasan dengan bawahan bisa bebas saling mendebat. Apalagi dalam
penentuan berita, yang menentukan itu rapat, bukan orang per orang. Orang
mengusulkan, kemudian rapat menyetujui atau tidak. Kalau rapat tidak menyetujui,
Itu sudah termasuk dalam pilihan berita. Misalnya kita milih Mayangsari dikupas
habis, itu bukan segmen pembaca Tempo. Sudah dari perencanaan dan penulisan, kita
Mungkin karena mengikuti keadaan. Kalau dulu, Tempo berani karena media yang
lain tidak. Kemudian SIUPP susah. Majalah, koran dan televisi juga tidak sebanyak
sekarang. Lebih gampang dulu karena saingan sudah tidak seperti sekarang. Saingan
Apa itu juga yang menjadi alasan mengapa Tempo menggunakan penulisan
yang berbeda?
Ya itu salah satunya karena tuntutan keadaan. Anda nonton berita di televisi kan
nggak bayar. Dari sisi ekonomi susah. Kita mau bikin berita seperti dulu, sekarang
Rakyat Merdeka juga berani. Kalau mau berani-beranian, kita sudah kalah.
Institusi pers kan seharusnya memang begitu, Mas. Institusi pers sebagai kontrol
yang ideal itu. Karena nggak semuanya begitu kan, ada yang untuk keperluan pribadi,
atau perusahaan, ada yang mengikuti kehendak pemilik modal. Tempo berusaha
untuk tidak begitu. Seperti yang saya bilang tadi, usul seorang Pemred, atau GM
sekalipun yang dianggap di sini sebagai sesepuh, kalau tidak lolos di rapat tidak
dipakai.
Redaktur Bahasa
MBM Tempo
Sapto Nugroho
http://prys3107.blogspot.com 273
prys.3107@gmail.com
Bagaimana pola dan rutinitas kerja redaksi MBM Tempo dalam meliput hingga
Tiap hari Senin jam 10 pagi itu rapat masing-masing kompartemen (bagian). Ada
sekitar enam sampai tujuh kompartemen yang rapat selama satu jam. Di situ mereka
akan menjaring usulan berita minggu depan itu kira-kira apa. Usulan juga bisa dari
pelaksana. Setelah mereka putuskan usulan dari lima hingga delapan item. Lalu jam
11 siang diadakan rapat gabungan kompartemen di ruang rapat lantai satu. Hasil rapat
kompartemen dipresentasikan satu-satu. Ada yang diterima, ada yang ditolak, ada
yang mesti diperdalam. Rapat berlangsung hingga jam dua atau jam tiga. Senin sore
setelah selesai rapat gabungan, lalu dibuat lembar penugasan (term of reference) yang
berisi inti masalah tulisan, siapa sumber yang harus kita hubungi, daftar pertanyaan,
hingga nomor kontaknya. Jadi lembar penugasan itu berisi kurang lebih 50 persen
dari tulisan. Yang membuat lembar penugasan adalah staff redaksi. Ditujukan untuk
reporter, calon reporter, dan staff redaksi sendiri. Kalau disini, tidak ada berita yang
keluar tanpa rapat. Hari selasa reporter ke lapangan, ada juga yang ikut kelas kuliah
jam 11 bagi magang nulis dan repoter, melakukan evaluasi kelemahan, kekurangan
http://prys3107.blogspot.com 274
prys.3107@gmail.com
dan kekuatan tulisan minggu lalu. Jam 2 diadakan kelas kuliah untuk level
panjang. Hari rabu jam 10 rapat checking bagi kompartemen tentang liputan yang
diperiksa apakah perencanaan hari Senin itu masih pas, atau ada tambahan, ada yang
dikurangi atau digugurkan. Setelah itu diadakan rapat Partirtur dengan staff desain
dan foto. Hari Kamis kerja seperti biasa, dan sudah mulai nulis. Jumat deadline dan
checking terakhir. Jumat malam selesai. Sabtu masuk cetak. Senin diulang lagi.
Reporter itu kan ikut rapat hari Senin yang jam 10 di kompartemennya masing-
masing. Setelah rapat itu dia langsung dapat lembar penugasan. Kalau ada yang tidak
jelas, bisa dia diskusikan dengan redakturnya. Kemudian biasanya dia boleh minta
bahan sesuai pesanan, reporter lalu menulis laporan yang dimasukkan di keranjang
redaktur untuk di-edit, lalu dikirim ke redaktur bahasa, kemudian ke bagian lay-out,
Pertimbangan pertama adalah fakta, apakah itu betul terjadi atau tidak. Harus ada
dari London dan Amerika. Kita selalu ada program khusus misalnya kursus bahasa
Inggris satu tahun yang dibiayai oleh Tempo mulai dari reporter hingga staff redaksi.
Ada juga yang ingin kuliah, Tempo memberi rekomendasi. Buat yang kuliah di luar
Tempo?
Pertama mereka masuk itu calon reporter. Masanya 9 bulan sesuai aturan Depnaker,
baru diputuskan dia diangkat menjadi karyawan atau tidak. Dalam 9 bulan itu dibagi
menjadi tiga semester masing-masing 3 bulan: Januari sampai Maret, Maret sampai
Juni, Juni sampai September. Di semester pertama, hasil tulisan mereka dinilai dari
tingkat akurasi, kualitas, deskripsi, komposisi, dan deadline. Nilai itu dilihat terus
oleh semua orang setiap hari. A itu standard-nya 7,6. Setelah satu semester baru
dievaluasi apa dia lulus. Dan di Tempo itu yang lulus hanya yang nilainya A. Dan B
tidak dianggap lulus. Jadi paling tidak, dalam tiga semester itu dia harus dapat dua A.
Setelah dia lulus, baru masuk reporter. Ada juga yang diangkat reporter setelah 6
http://prys3107.blogspot.com 276
prys.3107@gmail.com
bulan pertama, lulus excellence, A plus, langsung diangkat. Kemudian level reporter
itu sudah lebih berat, harus dapat tiga A dalam satu tahun. Masa reporter dua tahun.
Lalu ke penulis atau staff redaksi selama sekitar dua sampai tiga tahun. Lalu magang
penanggungjawab rubrik (jabrik) selama dua hingga tiga tahun. Lalu menempati
posisi jabrik selama tiga hingga empat tahun. Kemudian magang redaktur (editor)
selama dua hingga tiga tahun. Baru ke redaktur pelaksana. Sampai di situ.
MBM Tempo?
Menulis dan wawasan sama pentingnya. Pada saat kita menulis itu dinilai mutu
tulisannya.
MBM Tempo?
Di sini suasananya paling cair. Karena setiap orang punya suara. Mulai dari repoter
baru, pemred atau redaktur pelaksana, semua sama. Dalam rapat siapa saja bisa
ngomong. Semua punya hak. Gaji kita juga tidak tergantung dari atasan. Gaji kita
sangat bergantung pada nilai-nilai yang diperoleh. Jadi hubungan dengan atasan itu
Kami berasumsi bahwa pembaca Tempo itu kelas menengah ke atas. Tema harus
dipilih sesuai dengan kepentingan pembaca kita. Tapi pertimbangan yang paling
Saya melihat Tempo intens dalam memberitakan kasus korupsi. Apa motivasi
Pertama diukur dengan adanya kepentingan publik yang dirugikan. Yang kedua
jumlah uang yang dikorupsi. Yang ketiga tokohnya. Semua itu dilihat dari besaran
(magnitude) kasusnya. Misalnya korupsi 100 juta, yang melakukannya menteri, maka
kita tulis karena tokohnya kuat. Mengapa Tempo mengangkat kasus korupsi, karena
menciptakan pemerintahan yang bersih. Karena efektivitas hukuman publik itu lebih
tinggi. Ketika seorang koruptor diam-diam diperiksa KPK, nggak ada yang tulis dan
publikasikan, mungkin dia akan santai-santai saja. Tapi ketika dia dipublikasikan,
seluruh dosa dan kejahatannya kita publikasikan, hukuman sosialnya lebih tinggi.
diberitakan?
Dugaan, asal buktinya kuat. Polisi belum bergerak pun kita sudah bisa beritakan. Asal
memenuhi kriteria-kriteria tadi. Faktanya ada dan kuat. Dokumennya ada. Dan
Dalam kasus dugaan korupsi surat suara yang melibatkan Hamid Awaludin,
saya menyimak Tempo memberitakannya mulai dari Juni 2005 hingga Mei
Kasus ini pertama kali kita tulis berawal dari masuk penjaranya anggota KPU.
Tentang harga kertas suara pemilihan legislatif, memang semula kertas suara itu di-
http://prys3107.blogspot.com 278
prys.3107@gmail.com
handle oleh Dan Dimara seharga Rp.129,- per lembar. Di situ keputusan hakim ada
mark-up. Tapi menurut Daan, itu di-handle oleh Hamid seharga Rp.99,- artinya turun
dong, Hamid membantu hemat negara. Tapi angka 99 itu belum termasuk biaya
transportasi dan pengepakan. Jadi kalau dihitung-hitung, di atas 99. Angka 99 pun
tetap di atas harga pasar. Artinya memang ada jumlah yang hilang di situ.
Keterlibatan Hamid juga diperkuat keterangan rapat yang diakui oleh 6 orang. Rapat
itu dipimpin oleh Hamid. Tapi Hamid sendiri yang membantah rapat itu ada. Bahwa
kemudian ditulis berkali-kali, mengikuti proses kasusnya. Jadi bukan karena ingin
menghantam Hamid. Kita itu mengikuti kalau ada peg-nya. Kalau nanti Hamid
diperiksa lagi, kami tulis lagi. Tergantung ada peg dan peristiwa terbarunya. Dan
tolong dicatat agenda setting itu tidak ada. Semua berjalan berdasarkan kriteria tadi,
fakta, magnitude, kepentingan publik, tokoh, kuat buktinya. Kita tempatkan itu dalam
sekian halaman, karena kepentingan publiknya besar sekali dalam kasus ini.
Sebetulnya kita sendiri bingung kalau ini disebut Jurnalisme Sastra. Karena apa yang
disebut Jurnalisme Sastra itu pun nggak jelas betul. Yang pasti Tempo menggunakan
teknik jurnalisme bertutur atau berkisah. Sehingga orang terpikat untuk membacanya.
Seperti kawan lama datang bertamu. Kira-kira daya pikatnya seperti itu. Cara ini
masih kita anggap sebagai cara yang ampuh untuk memudahkan atau menarik minat
Pada sampel dua dalam penelitian saya (Terusik Nyanyian Meneer Daan), saya
menemukan gaya penulisan yang belum pernah ada. Apa ini pendobrakan atau
eksperimen?
Sebenarnya ini eksperimen, kebetulan saya yang nulis. Karena kita merasa bahwa
dialog ini akan lebih kena, mudah dipahami, dan orang masuk dalam suasananya.
Dialog ini saya cek tiga kali. Saya cek ke Daan, saya cek juga ke Hamid, apa betul
kalimat anda pertama seperti ini, ya betul. Bahwa cara penyajiannya begini, ini
memang lebih memikat. Jadi orang bisa membayangkan susasananya seperti apa.
Orang juga bisa membayangkan bahwa apa yang ada dalam pikiran mereka berdua.
Ini jauh lebih kuat efeknya, daripada ditulis biasa. Pertimbangannya itu. Bahwa
apakah ini praktik yang baru, saya belum tahu. Tapi saya pernah pake waktu saya
nulis soal Aceh. Di ending tulisan saya pake dialognya Jusuf Kalla dengan Gubernur
Sumatera Utara.
Iya, di kelas kuliah itu. Misalnya judul yang baik itu seperti apa, nggak lebih dari
empat-lima kata. Lead kira-kira apa. Ending yang baik juga seperti apa.
Saya melihat lead di setiap liputan Tempo selalu menangkap adegan, bukan
Pertama, informasinya sudah lewat. Kalau adegan selalu jauh lebih memikat.
http://prys3107.blogspot.com 280
prys.3107@gmail.com
Saya juga melihat banyak penutup (ending) liputan Tempo yang seakan-akan
Penutup ini artinya kita gagal menemukan bukti yang kuat. Kalau kita betul-betul
menemukan bukti dan indikasi yang kuat, kita akan menuliskan segera diperiksa.
Tapi karena ini hanya menyangkut baik Daan maupun Hamid hanya sampai pada
level mereka menguntungkan mitra KPU, apa mereka dapat duit dari situ kita kan
nggak temukan. Karenanya di ending itu siapa yang bersalah masih terus diusut.
Berarti ini batas ketika Tempo tidak menemukan bukti lebih lanjut?
Iya, seperti itu. Meskipun di kuliah hari Selasa itu banyak yang kritik, karena tidak
Ada. Seno Joko Suyono, Yosep, Idrus, dan Akmal Nasral Basery. Kebanyakan itu
Wenseslaus Manggut
http://prys3107.blogspot.com 281
prys.3107@gmail.com
Orang Tua
Ayah : Agus Santosa
Ibu : Sri Marheini
Pendidikan Formal
1988 – 1994 SDN 12 Pondokbambu, Jakarta Timur
1994 – 1997 SMPN 117 Pondokbambu, Jakarta Timur
1997 – 2000 SMUN 71 Durensawit, Jakarta Timur
2000 – 2008 Program studi Ilmu Jurnalistik di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (IISIP) Jakarta
Pengalaman Organisasi
2005 – sekarang Divisi Harian Kelompok Seni dan Diskusi (KOMPOSISI)
2006 – 2007 Dewan Redaksi Bulletin ISSUE
2006 – 2007 Ketua Umum UKM Teater Kinasih 2006-2007
2007 Sekretaris Harian Tim Panitia Khusus KM IISIP Jakarta
Pengalaman Kerja
2002 – 2003 Kontributor Majalah Outmagz, Jakarta
2003 - 2004 Kuliah Kerja Lapangan di Harian Radar Bogor
2005 – 2006 Dewan Redaksi Jurnal Sastra ‘RuangMelati’
2007 Sekretaris Redaksi Penerbit Komunitas Kertas
2007 Reporter Tabloid Ekonomi ‘Margin’
2008 Redaktur Naskah Tabloid KUNCI
2008 – Sekarang Layouter Koran Jualbeli
http://prys3107.blogspot.com 284
prys.3107@gmail.com
Prestasi
2005 Pemenang Harapan I ‘Lomba Menulis Cerita’ Gramedia
(cabang Depok) pada 14 Februari 2005
2005 Pemenang Pertama Lomba Penulisan Esai ‘Potret Perempuan
Dalam Era Globalisasi’ FISIP EXPO 2005 – IISIP Jakarta pada
Desember 2005
2007 Penulis Proposal Terbaik Kategori Mahasiswa Tingkat
Nasional dalam ‘Sayembara Bahasa dan Sastra September
2007’ oleh Pusat Bahasa dan Sastra, Depdiknas
Priyono Santosa