You are on page 1of 6

Perkelanaan Lydia Kieven ikut Panji di Jawa Timur pada bulan Mei 2009 For those of you who

are not speaking Bahasa Indonesia: Don't be desperate. Soon an English version will be sent. Silahkan diforwardkan laporan ini kepada segala orang yang mungkin tertarik. Please forward the Indonesian or the English version to anyone you know who might be interested. Antara tanggal 17 s.d. 24 Mei 2009 saya berkelana di Jawa Timur, bersama kawan saya Agus Bimo. Kami ada sempat berdiskusi dengan banyak budayawan dan peminat budaya tentang Budaya Panji, sambil menyampaikan pengetahun hasil penelitian saya. Penelitian itu adalah tentang relief candi di Jawa Timur yang menggambarkan cerita Panji. Hasilnya ditulis dalam thesis saya untuk mendapat gelar doktor di Universitas Sydney/Australia. Dalam diskusi kami membicarakan soal makna, fungsi dan terapan Budaya Panji pada masyarakat Jawa. Makalah ini memuat (1) Ringkasan penelitian saya (2) Laporan tentang ceramah dan seminar selama perkelanaan saya (3) Isi dan hasil diskusi tentang Budaya Panji dan terapannya

(1) Ringkasan penelitian saya tentang relief cerita Panji Perlu diringkaskan inti cerita Panji dulu. Cerita itu termasuk sastra kidung yang diciptakan di Jawa Timur. Para ahli sastra tidak dapat memastikan asal-usulnya cerita Panji dengan persis. Yang jelas cerita itu baru populer sekali pada periode Majapahit, berarti pada abad ke-14 s.d. awal abad ke-16. Ada banyak versi cerita itu. Inti sarinya: Raden Panji dari kerajaan Jenggala/Kahuripan sudah bertunangan dengan Putri Candrakirana dari kerajaan Daha/Kediri. Tetapi mereka terpisah dan harus mengalami banyak situasi buruk sebelum akhirnya mereka bertemu lagi dan menikah. Ada banyak versi yang beda-beda, tapi inti sarinya sama. Walaupun cerita itu berlangsung pada golongan kraton, ada banyak deskripsi perkelanaan Panji dalam dunia rakyat dan dalam alam, sehingga cerita Panji punya watak folklor. Ciri khas folklor itu beda dari karakter sastra kakawin yang berdasarkan pada sastra India dan yang punya karakter lebih sakral. Sejak tahun 1996 saya sudah tertarik relief di candi di Jawa Timur yang menggambarkan cerita Panji. Khasnya tampilan tokoh Panji itu dalam ukiran adalah topi, kelihatannya seperti helm motor, dan sering disebut tekes. Pada candi periode Jawa Tengah, misalnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan ,sama sekali belum ada tokoh yang pakai topi itu. Baru munculnya pada periode Jawa Timur, terutama pada era Majapahit, berarti antara sekitar tahun 1300 dan 1500. Jadi, sudah jelas bahwa topi tekes itu adalah salah satu keunikan kesenian Jawa Timur. Di samping Panji ada tokoh lain juga yang digambarkan dengan topi itu, misalnya ada rakyat kecil yang digambarkan di Candi Jago di Tumpang Kabupaten Malang, sekitar tahun 1300. Atau ada bangsawan Sidapaksa dalam cerita Sri Tanjung, digambarkan di Candi Surowono di Pare Kabupaten Kediri, pada pertengahan abad yang ke-14.

Setelah mengunjungi dan meneliti banyak candi-candi di Jawa Timur selama beberapa tahun, saya mengerti bahwa ada perkembangan dalam versi tokoh yang pakai topi itu: Pada awalnya, seperti di relief Candi Jago, ada rakyat kecil dan pengabdi raja atau pengabdi dewa yang pakai topi. Tokoh itu dekat dengan rakyat biasa. Mereka hanya muncul pada teras bawah di gedung candi. Pada teras atas ada relief cerita Arjunawiwaha dan Parthayajna. Tokoh Arjuna sebagai ksatriya pakai supit urang yang masa kini masih dikenal sebagai penutup kepala dalam wayang Bali. Arjunawiwaha dan Parthayajna adalah cerita yang berdasarkan atas sastra India: Mahabharata dan Ramayana. Ksatriya dalam cerita India itu, contohnya Arjuna dalam Arjunawiwaha, tidak pernah digambarkan dengan topi tekes. Tingkat cerita India itu dan tokoh-tokoh utamanya berada pada dunia dewa dan jauh dari dunia manusiawi. Saya simpulkan bahwa tokoh dari golongan rakyat yang pakai topi itu adalah dekat dengan dunia para peziarah. Tokoh dengan topi menerimanya (welcome) pada bagian bawah candi dan memberi introduksi dulu, sebelum pengunjung naik bagian atas candinya yang berkaitan dengan dunia kedewaan. Jadi tokoh topi fungsinya adalah perantara antara manusia dan para dewa. Dalam candi-candi berikutnya, misalnya Candi Panataran (abad ke-14 s.d. ke-15) dan Candi Kendalisodo (pertengahan abad ke-15), ada relief cerita Panji, dan tokoh Panji digambarkan dengan topi tekes. Panji sendiri adalah bangsawan yang termasuk golongan kraton. Walaupun begitu, Panji digambarkan pada perkelanaannya dalam dunia biasa yang tidak ada kaitan langsung dengan dewa. Relief cerita Panji muncul pada bagian masuk candi, sementara di bagian dalam atau atas candinya digambarkan cerita yang berdasarkan cerita India, misalnya relief Ramayana di Candi Panataran. Saya simpulkan bahwa fungsinya cerita Panji adalah menerima para peziarah dan mempersiapkannya untuk masuk dunia kedewaan dan mempraktekkan ritual religius. Jadi, Panji adalah perantara antara manusia dan bidang religi. Selain itu, penelitian saya memperhasilkan bahwa dalam beberapa candi, misalnya di Kendalisodo dan Panataran, cerita Panji punya arti simbolik yang lebih spesial lagi. Banyak adegan menggambarkan Panji duduk bersama kekasihnya Candrakirana secara sangat mesra dan erotis. Mereka juga tampil sendiri dalam posisi rindu. Yaitu ada dua adegan yang khas dan paling penting dalam cerita Panji: perpisahan dan pertemuan lagi, dan akhirnya penyatuan secara erotis dan hubungan badan. Saya menafsirkan bahwa adegan erotis itu memberi introduksi pada jaluran Tantra yang pada zaman Majapahit dipraktekkan dalam agama Hindu dan Buddha. Tafsiran itu didukung oleh banyak adegan dalam relief yang menggambarkan Panji bersama seseorang pertapa, rshi, dan dapat pengajaran ngelmu. Terus ada banyak adegan yang menunjuk Panji atau kekasihnya sedang menyeberang air. Dalam mitologi Hindu dan Buddha penyeberangan air adalah simbol untuk maju dari satu tingkat pengetahuan kebijaksanaan kepada tingkat lebih tinggi, sehingga akhirnya dapat mencapai wahyu. Saya simpulkan bahwa kombinasi unsur Tantra dengan unsur pengajaran religius dalam gambar relief punya fungsi untk menyampaikan pengajaran Tantra kepada para peziarah. Cerita Panji dianggap sebagai cerita folklor yang dekat dengan pengalaman rakyat. Oleh karena itu para peziarah yang membaca relief cerita Panji bisa menerima pengajaran itu secara mudah, sehingga mereka siap untuk pelakuan ritual pada bagian sakral di candi.

(2) Laporan tentang ceramah dan seminar selama perkelanaan saya Pada perjalanan itu saya sempat menyampaikan ceramah kepada mahasiswa-

mahasiswi di fakultas Ilmu Budaya di Universitas Airlangga di Surabaya, kepada guru-guru di kantor Kebupaten Kediri, kepada budayawan di Kaliandra, kepada budayawan di perpustakaan kota Malang, dan akhirnya dalam talkshow TVRI Surabaya dalam rangka series talkshow tentang Budaya Panji. Semua diskusi itu mengutamakan kekayaan kesenian dan tradisi budaya di Jawa Timur. Justru banyak orang di Jawa kurang tahu dan paham mengenai tradisinya sendiri, dan apalagi mereka tidak tahu tentang kekayaan dan keunikan tradisi itu. Budaya Panji adalah salah satu contoh. Ada contoh-contoh lain juga: Candi-candi di Jawa Timur pada zaman Hindu-Buddha dulu punya arsitektur beda dari Jawa Tengah dan menampilkan kreativitas sendiri yang bebas dari pengaruh India. Jawa Timur juga menimbulkan kreativitas dalam bidang sastra kuno, misalnya kakawin Arjunawiwaha dan khususnya cerita Panji itu. Dengan penelitian saya tentang relief cerita Panji saya memberi sumbangan tentang keunikan dan kreativitas pada zaman kuno di Jawa Timur. Tidak hanya kebudayaan kuno disoroti, melainkan menariknya bahwa tradisi lama itu masih hidup sampai masa kini. Contohnya cerita Panji masih diselenggarakan dalam wayang topeng Malangan. Bentuk wayang lain yang bertema Panji, sayang sekali sudah hampir punah. Yaitu wayang beber yang sisanya sedikit saja di daerah Pacitan, dan juga wayang gedog yang dua-duanya mementaskan cerita Panji. Cerita Panji juga menjadi sumber untuk ritual pertanian. Ternyata ritual yang berabadabad diselenggarakan itu sekarang sudah agak punah. Panji dan Candrakirana adalah penjelmaan Dewa Wishnu dan Dewi Sri. Penyatuan Panji dan Candrakirana, atau dengan nama lain Sadono dan Sri, adalah simbol untuk kesuburan yang dibawa oleh penyatuan Wishnu dan Sri. Dulu dalam banyak ritual pertanian diceritakan dan dipentaskan tarian dan wayang bertema Sadono-Sri [Panji-Candrakirana]. Orang Jawa dan khususyna Jawa Timur harus bangga tentang keseniannya dan tradisinya. Kebanggaan itu hanya bisa hidup kalau orang punya pengetahuan dan kesadaran tentang kekayaan tradisinya. Kesimpulannya bahwa perlu edukasi dan informasi dalam bidang tradisi itu. Yaitu khususnya untuk anak muda yang pada zaman kini mengutamakan trend-trend barat dari luar dan tidak berminat atau sama sekalik tidak diberitahu tentang kekayaan tradisi diri sendiri. Pada semua diskusi yang saya ikuti dalam perjalanan saya di Jawa Timur itu, issue edukasi diutamakan. Misalnya di Unair Surabaya saya bertanya kepada mahasiswamahasiswi siapa saja yang pernah tahu atau dengar cerita Panji; hanya ada beberapa orang yang menjawab, dan kebanyakan lain sama sekali tidak tahu. Para guru di Kediri mengutarakan yang sama: Jarang ada anak-anak sekolah yang tahu tentang cerita Panji. Yang terkenal hanya adalah cerita tentang Kleneng Kuning, yang ada salah satu versi cerita Panji, tapi anak-anak biasanya tidak tahu bahwa itu memang hanya ada satu dalam banyak sekali versi cerita Panji itu. Dalam seminar di Kaliandra/Prigen ada beberapa mahasiswa juga yang hadir, dan sama saja mereka baru pertama kali tahu tentang budaya Panji. Banyak peserta seminar dan diskusi bertanya: Apa itu Budaya Panji?

(3) Inti dan hasil diskusi tentang Budaya Panji dan terapannya Istilah Budaya Panji berarti bahwa budaya Jawa Timur punya keunikan sendiri. Kreasi cerita Panji dan gambarnya dalam relief candi ada salah satu contoh untuk keunikan itu, sehingga Panji bisa menjadi icon untuk keunikan Jawa Timur itu. Kenyataan bahwa kreativitas di kebudayaan Jawa Timur kuno tidak tergantung dari

kebudayaan India, bisa diterapkan pada masa kini: Budaya Jawa dan seluruh Indonesia tidak perlu tergantung dari dunia Barat, tapi punya local genius sendiri. Manusia di dunia ini terdiri dari kekayaan setiap budaya masing-masing. Antara budaya-budaya kita bisa saling belajar dan mengajar. Berarti kita perlu memperhatikan dan melestarikan warisan dan identitas budaya masing-masing. Pelestarian warisan dan identitas budaya adalah juga tuntutan dalam kegiatan UNESCO; contohnya pelestarian Candi Borobudur. Budaya Panji adalah warisan dan identitas kebudayaan di Jawa Timur yang perlu dihargai dan dipelestarikan. Khususnya dalam era globalisasi keunikan budaya sendiri perlu diperkuat. Khasnya potential tradisi Jawa sendiri perlu diutamakan. Di semua tempat, ceramah saya diterima dengan penuh ketertarikan. Kebanyakan peserta malah heran bahwa candi dan relief punya begitu banyak keindahan yang belum mereka diperhatikan. Juga makna dan simbolismenya kurang atau malah sama sekali tidak diketahui. Para peserta sangat menghargai semua keterangan yang saya sampaikan itu. Saya sebagai orang asing sebetulnya sering tanya diri sendiri apakah saya dianggap sombong kalau saya menerangkan pengetahuan tentang budaya Jawa kepada orang Jawa. Tetapi justru saya kerapkali dapat reaksi bahwa orang Jawa/Indonesia merasa bangga dan dihargai karena ada orang asing yang mengagumi budaya Jawa sampai mengorbankan banyak waktu dan juga uang untuk menelitnya. Malah ada yang bilang bahwa penelitian dari seseorang asing bikin malu, karena orang Jawa sendiri tidak ambil peran sendiri dan meneliti budaya diri. Tetapi perlu diketahui bahwa memang ada banyak orang Indonesia juga yang meneliti budaya Jawa dan: ada ahli di universitas pada bidang arkeologi, sastra dan sejarah, ada seniman, dan ada budayawan lain. Tetapi karena banyak buku dan informasi hanya berada pada tingkat akademis, atau bahan-bahannya terlalu mahal, maka tidak ada banyak orang biasa yang bisa berpartisipasi pada informasinya. Saya menganggap penelitian saya dan presentasinya pada seminar sebagai sumbangan dan kontribusi pada pengetahuan budaya Jawa. Saya sangat gembira bahwa penelitian saya dihargai dan memang dianggap sebagai motivasi untuk memperdalam dan meneruskan diskusi budaya. Jadi, kerja saya tidak hanya memperhasilkan buku untuk kalangan akademis saja, tapi memberi inspirasi dan input kepada orang Jawa. Saya sendiri juga dapat inspirasi untuk meneruskan keterlibatan saya dalam budaya Jawa. Dalam diskusi saya malah diberi input baru dari para peserta sehingga saya belajar banyak hal dan bisa memperluas pengetahuan saya. Dalam diskusi di Kaliandra salah satu peserta tanya: Apa sejak mulai penelitian saya pada tahun 1996 ada perubahan dalam masyarakat tentang pengetahuan Budaya Panji? Ya, tentu: sejak 2004 ada kelompok yang mendiskusikan tentang soal itu. Initiativnya dari Pak Suryo Wardhoyo bersama dengan beberapa kawan-kawan, di antaranya Pak Suprapto Suryodharmo dari Solo, Pak Soleh dari Tumpang. Justru dari Pak Suryo saya dapat banyak dukungan dan motivasi dalam studi saya. Juga dari Pak Agus Bimo saya dapat banyak input, stimulasi dan inspirasi. Sejak tahun 2004 sudah ada macam-macam kegiatan: September 2007 Festival Panji dengan program di Malang, Trawas, PPLH, Tumpang; November 2008 di PPLH; April 2009 di Surabaya.

Kita bisa belajar macam-macam dari cerita Panji dan relief-relief: Walaupun Panji termasuk golongan pangeran/bangsawan, dia tidak sungkan

berkelana di alam dan berhubungi dengan rakyat biasa. Lingkungan cerita Panji lebih rural daripada lingkungan kraton. Kesimpulannya bahwa orang yang tingkatnya tinggi tidak boleh sombong bercampur dengan rakyat biasa, yang perlu dihargai sama sekali. Pertanian juga perlu dihormati dan diwaspadai. Itu sudah terwujud dalam beberapa relief dengan ukiran dan gambar sawah. Malah ada relief yang menggambarkan petani bersama kerbau yang sedang berbajak. Walaupun Cerita Panji versinya banyak, toh akhirnya Panji menyatu dengan Candrakirana. Itu adalah simbol untuk pedamaian. Walaupun berpisah dan mengalami banyak kejadian yang buruk, mereka setia dan mengusahakan sampai tujuannya menyatu. Cerita itu juga bisa diterapkan sebagai simbol untuk mengusahakan mencapai tujuan macam-macam dalam kehidupan sendiri, walaupun ada banyak halangan. Contoh saya sendiri: Saya harus mengatasi banyak kesulitan dalam perjalanan saya menuju ke penyelesaian thesis saya, dan akhirnya saya sampai pada tujuannya. Dalam pengusahaan semacam itu kita harus siap untuk minta bantuan oleh para ahli dan tidak boleh sombong mau mengerjakan sendiri saja, seperti Panji minta pengajaran oleh rsi untuk mencapai tujuannya.

Dalam seminar dan diskusi kami membahas beberapa contoh sebagai terapan: Pada bidang edukasi banyak soal budaya Jawa dan khususnya Panji bisa dan harus diajar kepada anak-anak, biar tidak kehilangan pengetahuannya. Pelajaran bahasa Jawa ada dasarnya. Cerita Panji sendiri bisa menjadi topik dalam macam-macam bidang, misalnya sastra atau teater. Suatu unsur penting dalam budaya Panji adalah ritual pertanian dan kesuburan. Dengan menghidupkan tradisi itu lagi, alam dan kesuburan akan dihormati. Contohnya dalam ritual sumber air kehormatan itu bisa dipraktekkan. Pada tahun 2007 atas initiatifnya Pak Suryo di House of Sempoerna Surabaya diselenggarakan seminar Tata Busana untuk mahasiswa/i design. Lewat slide dan gambar saya memberi contoh design pakaian dalam arca dan relief zaman Majapahit. Mahasiswi/a dapat inspirasi dari contoh-contoh itu dan menerapkannya pada kreasi tata busana sendiri. Lewat itu mereka belajar sesuatu tentang kesenian Majapahit dan pakai tradisinya sendiri dalam ciptaan design, daripada hanya design dari Jepang dsb. Memperkuat produksi obat-obatan Jawa tradisional seperti jamu bisa juga menjadi unsur pengamatan tradisi dan warisannya. Ada banyak contoh bahwa kebudayaan Jawa sangat diperhatikan di luar negeri, misalnya ada banyak gamelan di negara barat. Malah ada kreasi musik barat yang ambil unsur dari gamelan, sehingga ada saling mempengaruhi. Dalam diskusi kita semua sepakat bahwa Budaya Panji perlu diteruskan tidak hanya pada bidang akademis, tapi utamanya untuk orang awam yang berminat. Misalnya saya ingin menulis buku tentang relief Panji dalam bahasa Indonesia yang akan memuat semacam ringkasan dari thesis saya. Ada usulan bahwa Kaliandra menjadi pusat kumpulan informasi tentang proyek Budaya Panji. Soalnya ada macam-macam kelompok dan institusi dan budayawan yang beda-beda tanpa suatu struktur. Kalau ada seseorang atau kelompok yang ingin

menyampaikan atau bertanya sesuatu tentang Budaya Panji, sebaiknya hubungi Kaliandra.

You might also like