You are on page 1of 2

DUNIA pendidikan akan selalu melibatkan unsur emosi dalam setiap aktivitasnya.

Setiap
pendidik yang sedang menjalankan pengabdiannya akan berhubungan secara langsung
dengan anak didik dalam hubungan antarmanusia, sebagai dua pihak yang sedang
menyampaikan pelajaran dan menangkap pelajaran. Oleh karena itu, dalam hubungan
tersebut tentu akan memungkinkan adanya kompleksitas hubungan yang bersiIat emosional.
Kesalahpahaman dalam proses pendidikan akan sangat mungkin terjadi. Bahkan jika tidak
ditanggapi dengan pengelolaan yang bijak akan berubah menjadi konIlik emosional yang
mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Sering terjadi kasus di mana Iigur seorang guru tidak disukai secara personal oleh siswa. Hal
ini biasanya disebabkan oleh ketidaksukaan pola mengajar yang diberikan atau adanya siIat-
siIat tertentu pada sosok gurutersebut yang kurang disukai sehingga terkadang siswa menjadi
malas untuk mengikuti pelajaran yang dibawakan. Atau sebaliknya, ada siswa yang tak
disukai oleh gurunya karena suatu lia| seperti karena nakal, malas, atau pernah melakukan
kesalahan tertentu sehingga menimbulkan perlakuan berbeda dari guru tersebut dibandingkan
dengan siswa lain. Hal semacam ini adalah contoh kecil bagaimana unsur emosi begitu
memengaruhi proses pendidikan di sekolah, yang rentan menimbulkan konIlik di antara
pendidik dan peserta didik. Diperlukan adanya manajemen konIlik yang baik agar masalah
tersebut dapat diselesaikan. Lingkungan sekolah yang umumnya heterogen, membuka
peluang lebar terjadinya konIlik emosional an-tarsiswa, guru-siswa atau bahkan an-targuru.
KonIlik guru-siswa memungkinkan terjadi karena adanya interaksi yang intens di dalam
maupun luar kelas dengan berbagai alasan akade-mik- Sebagai lingkungan pembentuk
karakter, sekolah harus menjadi lingkungan yang dapat meredam segala bentuk konIlik yang
mungkin terjadi dengan pengelolaan yang cerdas dan edukatiI.
Menurut John Dewey (1970) dalam bukunya How We Think, salah satu proses awal
pemecahan masalah adalah menegaskan dan merumuskan masalahnya (clariIying and
deIining the problem). Adalah tugas para pendidik di sekolah yang mula-mula harus menjadi
inisiator dan menerapkan semangat untuk merumuskan serta mencari solusi pada setiap
konIlik dengan langkah-langkah yang adil dan santun.
Dengan begitu, pemecahan selanjutnya akan bersiIat logis dan tidak emosional. Akar
permasalahan konIlik kemudian dapat diurai dengan cara duduk bersama dan disimpulkan
solusinya dengan terlebih dahulu memperhatikan keterangan dari semua pi-hak yang terlibat
terutama siswa. Demikian pula saat memberikan hukuman yang dirasa perlu kepada siswa,
tetap harus diletakkan pada porsi yang adil serta dimaksudkan memberikan pengalaman
konsekuensi dari kesalahan siswa. Hindari pelabelan negatiI yang akan dipersepsikan siswa
secara reaktiI-emosional.
Di sinilah letak pembelajaran yang akan dialami oleh siswa sebagai insan yang tak akan
mungkin luput dari konIlik sebagai makhluk sosial. Siswa dapat belajar etika dari pendidik
bagaimana cara menyelesaikan konIlik yang santun. Siswa juga dapat lebih mengandalkan
sekolah sebagai pihak yang mencarikan solusi dari konIlik antarsiswa atau konIlik siswa
dengan masyarakat luar ketimbang menyelesaikan sendiri dengan cara-cara yang tidak
terpelajar.*
Penulis, guru SD Negeri Caringin 3 Bandung.

ntitas terkaitAkar [ Diperlukan [ Hindari [ Kesalahpahaman [ Konflik [ Lingkungan [


Sering [ Siswa [ How We [ Menurut 1ohn Dewey [ SD Negeri Caringin [ Manajemen
Konflik Sebagai Pembelajaran Etika [ #ingkasan Artikel Ini
Hal ini biasanya disebabkan oleh ketidaksukaan pola mengajar yang diberikan atau
adanya sifat-sifat tertentu pada sosok gurutersebut yang kurang disukai sehingga
terkadang siswa menjadi malas untuk mengikuti pelajaran yang dibawakan. Konflik
guru-siswa memungkinkan terjadi karena adanya interaksi yang intens di dalam
maupun luar kelas dengan berbagai alasan akade-mik- Sebagai lingkungan pembentuk
karakter, sekolah harus menjadi lingkungan yang dapat meredam segala bentuk
konflik yang mungkin terjadi dengan pengelolaan yang cerdas dan edukatif. Siswa juga
dapat lebih mengandalkan sekolah sebagai pihak yang mencarikan solusi dari konflik
antarsiswa atau konflik siswa dengan masyarakat luar ketimbang menyelesaikan
sendiri dengan cara-cara yang tidak terpelajar

You might also like