Professional Documents
Culture Documents
cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi 3, yaitu miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme. II.1.1 Miopia (rabun jauh) Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk mata tanpa akomodasi dibiaskan di depan retina. Dikoreksi dengan lensa spheres concave (cekung). II.1.2 Hipermetropia (rabun dekat) Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk mata tanpa akomodasi dibiaskan di belakang retina. Dikoreksi dengan lensa spheres convex (cembung). II.1.3 Astigmatisme Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk mata tanpa akomodasi dibiaskan lebih dari satu titik (pada beberapa titik, baik di depan, di belakang, maupun 98kombinasi antara keduanya yaitu di depan dan di belakang retina). Dikoreksi dengan lensa cylinder. z
Anomali adalah penyimpangan atau keanehan yang terjadi atau dengan kata lain tidak seperti biasanya
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2004157-kelainanrefraksi/#ixzz1e5mCby1h
EMETROPIA
Defenisi
Emetropia
adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan
berfungsi normal. Sinar jatuh difokuskan sempurna di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi.
AKOMODASI
Defenisi
Akomodasi
melihat dekat.
kontraksi otot siliar, akibatnya daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex akomodasi yang akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau
PRESBIOPIA
1. Defenisi
Presbiopi
2. Epidemiologi
a.
b.
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
4. Patofisiologi
Akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang berkurang elastisitasnya menyebabkan sinar yang dating kea rah mata di biaskan di belakang retina, sehingga bayangan tidak jatuh tepat di retina sehingga penderita tidak mampu melihat benda dengan jelas.
5. Manifestasi Klinik
6. Diagnosis
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah hipermetropi dan low vision jika hipermetropinya lebih dari 3 dioptri.
8. Tatalaksana
Dikoreksi dengan lensa positif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
9. Prognosis
Karena kelainan ini disebakan karena proses degenerasi, maka prognosisnya cukup jelek.
AMETROPIA
Ametropia
bentuk bola mata.
tidak seimbang. Terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan
a.
Ametropia aksial
Yaitu ametropia yang terjadi akibat sumbu optic bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada myopia aksial focus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial focus bayangan terletak di belakang retina.
b.
Ametropia refraktif
Yaitu ametropia akibat kelainan system pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (myopia), bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropi refraktif).
1. Miopia
1.1. Defenisi
Miopi
1.2. Klasifikasi
adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
a.
Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
b.
Myopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan kornea dan
lensa normal.
c.
Myopia kurvatura, besar bola mata normal tetapi kurvatura kornea dan lensa lebih besar dari
normal.
a.
b.
c.
a.
b.
Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata
c.
Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa/myopia maligna/miopiadegeneratif. Biasanya terjadi bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.
1.3. Epidemiologi
Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.
Penyebab kelainan ini sesuai jenisnya masing-masing, yaitu diameter anterior posterior bola mata yang lebih panjang, kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar, dan perubahan indeks refraktif.
1.5. Patofisiologi
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih panjang, kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar yang dating sejajar kearah mata dibiaskan di depan retina, sehingga bayangan kabur pada retina.
a.
Pasien menyatakan melihat lebih jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat, sedangkan
b.
Paisen mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang sempit
c.
Pasien mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi, jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia.
1.7. Diagnosis
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sclera oleh koroid.
1.10. Tatalaksana
Memberikan kacamata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
1.11. Prognosis
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik.
1.12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul yaitu ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
1.13. Rujukan
Pasien dengan kelainan ini dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan mata sekunder (spesialis mata) jika tidak menunjukkan hasil yang memuaskan setelah diberi koreksi kacamata atau terdapat komplikasi.
2. Hipermetropi
2.1. Defenisi
Hipermetropi Keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
2.2. Klasifikasi
1.
2.
Hipermetropi aksial, kekuatan refraksi mata normal, tetapi diameter anterior posterior bola mata
3.
Hipermetropi kurvatura, besar bola mata normal tetapi kurvatura kornea dan lensa lebih lemah
dari normal
2.3. Epidemiologi
Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.
Penyebab kelainan ini sesuai jenisnya masing-masing, yaitu diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif
2.5. Patofisiologi
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.
a.
Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.
b.
Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau
c.
Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka
panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
d.
Eyestrain
e.
f.
Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten
2.7. Diagnosis
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak, sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
2.10. Tatalaksana
Diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.
2.11. Prognosis
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik.
2.12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
2.13. Rujukan
Pasien dengan kelainan ini dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan mata sekunder (spesialis mata) jika tidak menunjukkan hasil yang memuaskan setelah diberi koreksi kacamata atau terdapat komplikasi.
3. Astigmat
3.1. Defenisi
Astigmat
3.2. Klasifikasi
adalah suatu keadaan dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.
Tipe-tipe astigmatisma:
1.
lainnya hipermetropik.
2.
Astigmatisma miopikus simpleks, satu meridian utamanya emetropik, meridian lainnya miopi
3.
berbeda.
4.
Astigmatisma miopikus kompositus, kedua meridian utamanya miopik dengan derajat berbeda
5.
Astigmatisma mikstus, satu meridian utamanya hipermetropik, meridian yang lain miopik.
3.3. Epidemiologi
Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.
Penyebab kelainan ini adalah terdapatnya perbedaan diameter anterior posterior bola mata, kurvatura kornea dan lensa serta indek bias kedua mata.
3.5. Patofisiologi
Perbedaan diameter anterior posterior bola mata, kurvatura kornea dan lensa serta indek bias kedua mata menyebabkan sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh meridian.
a.
Penglihatan buram
b.
Head tilting
c.
d.
Mempersempit palpebra
e.
3.7. Diagnosis
3.10. Tatalaksana
3.11. Prognosis
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik.
3.12. Rujukan
Pasien dengan kelainan ini dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan mata sekunder (spesialis mata) jika tidak menunjukkan hasil yang memuaskan setelah diberi koreksi kacamata atau terdapat komplikasi.