You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak, yang ditandai dengan tiga

stadium: (1) stadium inkubasi sekitar 10-12 hari, (2) stadium prodormal dengan enantem ( bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis, koryza, dan batuk yang semakin berat; (3) stadium erupsi ditandai dengan ruam makopapuler.1 Bertahun-tahun kejadian penyakit campak terjadi pada balita dan menyebabkan banyak korban, tetapi masyarakat belum menyadari bahayanya. Masalah kematian akibat campak di dunia pada tahun 2002 sebanyak 777.000 di antaranya 202.000 berasal dari Negara ASEAN, dan 15% dari kematian campak tersebut berasal dari Indonesia. Diperkirakan 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahunnya disebabkan komplikasi campak, artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena setiap tahunnya lebih dari 1 juta anak Indonesia belum terimunisasi campak. Campak salah satu Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dan merupakan salah satu penyebab kematian anak di negaranegara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5 % pada anak balita adalah akibat PD3I. Salah satu upaya yang efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita adalah dengan imunisasi, sedangkan upaya imunisasi akan efektif bila cakupan dan kualitasnya sudah optimal.2 Program Imunisasi rutin campak di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1984 dengan kebijakan memberi 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Pada awal pelaksanaan tahun 1984 cakupan campak sebesar 12,7%, kemudian meningkat sampai 85,4% pada tahun 1990 dan bertahan sampai 91,8 % pada tahun 2004.2 Dalam dekade terakhir ini insidens penyakit campak tampak cenderung terus menurun.. Incidence rate campak pada balita menurut data dari Sub. Dit. Surveillance, Dit. Jen. P2M&PLP pada tahun 1989 adalah 26,3/10.000 kemudian menurun menjadi 17/10.000 pada tahun 1990. CFR (Case Fatality Rate) penyakit campak pada tahun 1985 masih sebesar 3,5% dan lima tahun kemudian yaitu pada tahun 1990 menurun menjadi 2,12%. Sedangkan cakupan imunisasi campak tahun 1989 adalah 64,2% dan tahun 1990 naik menjadi 68,4%.3 Penurunan insidens campak, disamping karena peningkatan cakupan imunisasi, disebabkan juga karena terjadinya perubahan demografi, perubahan epidemiologi, kecenderungan global di bidang sosial, peningkatan ekonomi,

industrialisasi, urbanisasi, perubahan perilaku/gaya hidup yang menyebabkan risiko tertular penyakit menjadi turun.3 Dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi campak yang cukup signifikan dan penurunan insidens penyakit campak menunjukkan adanya peran imunisasi campak dalam menurunkan Angka kematian bayi dan anak di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Campak 1. Definisi Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis dan ditemukan spesifik enantem (kopliks spot), diikuti erupsi makulopapuar yang menyeluruh.4 Bahaya penyulit campak dikemudian hari adalah (1) kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak; (2) sindrom subakut panensefalitis (SSPE) pada anak > 10 tahun; (3) Munculnya gejala penyakit tuberculosis paru yang lebih parah pasca mengidap penyakit campak yang berat yang disertai pneumonia.1 Penyakit ini dapat dicegah dengan satu kali imunisasi campak saat bayi (0-11 bulan); ini merupakan imunisasi dasar yang seharusnya diberikan pada semua bayi. Di Indonesia kebijakan reduksi campak sesuai dengan komitmen global yang juga meliputi eradikasi polio, eliminasi tetanus maternal danneonatal, dan reduksi hepatitis B yaitu mencegah KLB campakpada anak sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah ke balita, dan mencegah KLB pada balita.5 2. Etiologi Penyakit campak disebabkan oleh karena virus campak. Virus campak termasuk dalam family paramyxovirdae. Sangat sensitive terhadap paas, sangat mudah rusak pada suhu 37 derajat celcius. Toleransi terhadap perubahan pH baik sekali. Bersifat sensitive terhadap eter, cahaya, dan trysine. Virus mempunyai jangka waktu hidup yang pendek yaitu kurang dari 2 jam. Apabila disimpan pada laboratorium, suhu penyimpanan yang baik adalah -70 derajat celcius.1 3. Epidemiologi Penyakit campak bersifat endemic di seluruh dunia, namun terjadinya epidemic cenderung tidak berturan. Pada umumnya epidemic terjadi pada permulaan musim hujan, mungkin disebabkan karena meningkatnya kelangsungan hidup virus pada keadaan keembaban yang relative rendah. Epidemic terjadi tiap 2-4 tahun sekali, yaitu setelah adanya kelompok baru yang rentan terpajan dengan virus campak. Penyakit campak jarang bersifat

subklinis. Penyakit campak ditularkan secara langsung dari droplets infeksi atau dengan airbone spread.4 4. Gejala klinis Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koryza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas yaitu diawali dari belakang telinga menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan, kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh, dan selanjutnya mengalami hiperpugmentasi dan kemudian mengelupas. Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonik campak ( bercak koplik ).4 Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya jelas. Pada pasien yang mengidap gizi kurang, ruam dapat berdarrah dan mengelpas atau bahkan pasien meninggal sebelum ruam timbul. Diagnosis campak dapat ditegakkkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu. Seperti pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosahidung dan pipi, pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal. Diagnosis banding antara lain rubella, demam skarlatina, ruam akibat obat, eksantema subitum, dan infeksi stafilokokus.1 5. Komplikasi Komplikasi utama adalah otitis media, pneumonia, dan ensefalitis, myokarditis dan SSPE, enteritis, kebutaan, laryngitis akut, kejang demam.1 B. Imunisasi Campak4 Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak a. b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak (tipe Edmonston B) yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium) Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya sementara dan dapat menimbulkan atypical measles yang hebat. Sebaliknya, vaksin campak yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan, dikembangkan dari 4

edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain moraten (1968) dengan mengembangbiakkan virusnya pada embrio ayam. Vaksin edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.4 Pada saat ini di negara yang sedang berkembang, angka kejadian campak masih tinggi dan sering kali dijumpai penyulit, maka WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan.4 Dosis dan cara pemberian4 a. b. c. d. Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan Untuk vaksin hidup, pemerian dengan 20 TCID50 mungkin sudah Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan. Walaupun Daya proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5ml. memberikan hasil yang baik. demikian dapat diberikan intramuscular. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. e. Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah sd (program bias) Reaksi KIPI4 a. Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang pada seseorang yang telah memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan vaksin campak dari virus yang dimatikan. Kejadian KIPI imunisasi campak yang telah menurun dengan dipergunakannnya vaksin campak yang dilemahkan. b. Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39,500c yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. c. Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatansushu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam. d. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipen, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat masa inkubasi penyakit alami. e. Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi, diperkiraan risiko 5

terjadinya kedua efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 miyar dosis vaksin. C. Morbiditas, Mortalitas, dan Cakupan Imunisasi Campak a. Angka Kematian Balita Pada tahun 1960, AKBA masih sangat tinggi, yaitu 216 per 1000 kelahiran hidup. Survey demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) menunjukkan terjadinya penurunan hingga mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup pada periode 1998-2002. Rata-Rata penurunan AKBA pada decade 1990-an adalah 7% pertahun, lebih tinggi dari decade sebelumnya, yaitu 4% pertahun. Pada tahun 2000 indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC), yaitu 65 per 1000 kelahiran hidup. Dan salah satu strategi yang dilakukan dalam penurunan AKBA ini adalah adanya program Wajib Imunisasi Campak yang ditetapkan pemerintah.3

b. Kejadian Campak Masalah kematian akibat campak di dunia pada tahun 2002 sebanyak 777.000 di antaranya 202.000 berasal dari Negara ASEAN, dan 15% dari kematian campak tersebut berasal dari Indonesia. Diperkirakan 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahunnya disebabkan komplikasi campak, artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena setiap tahunnya lebih dari 1 juta anak Indonesia belum terimunisasi campak.2 Dalam dekade terakhir ini insidens penyakit campak tampak cenderung terus menurun. Incidence rate campak pada balita menurut data dari Sub. Dit. Surveillance, Dit. Jen. P2M&PLP pada tahun 1989 adalah 26,3/10.000 kemudian menurun menjadi 17/10.000 pada tahun 6

1990. CFR (Case Fatality Rate) penyakit campak pada tahun 1985 masih sebesar 3,5% dan lima tahun kemudian yaitu pada tahun 1990 menurun menjadi 2,12%.3 Penyakit campak dilaporkan oleh seluruh 27 propinsi di Indonesia.lncidence rate penyakit campak per 10.000 penduduk di Indonesia pada tahun 1990 menunjukkan angka terendah (4,75 - 8,02) di lima propinsi yaitu : Bali, SulSel, DI Aceh, DI Yogyakarta dan Sultra, sedangkan untuk angka tertinggi (36,30 Maluku, Irja, DKI Jakarta, Sulut dan TimTim.5 Kejadian Luar Biasa Campak 2005 terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus sebanyak 1.467 dan CFR 0,48%. Frekuensi KLB ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Frekuensi KLB tahun 2002 tercatat sebesar 247, lalu turun menjadi 89 pada tahun 2003. Pada tahun 2004 angka ini justru naik menjadi 97 kemudian meningkat kembali pada tahun 2005.6 Kecenderungan yang sama terjadi pada tingkat kematian akibat campak. Tahun 2002, CFR campak sebesar 1,45% kemudian turun menjadi 0,3% pada tahun 2003. CFR pada tahun 2004 naik menjadi 1,56% lalu kembali turun pada tahun 2005. Perkembangan frekuensi KLB campak, Jumlah penderita dam CFR dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat pada table berikut.6 Frekuensi, Jumlah Penderita dan CFR Campak Tahun 1999-20056 Frekue nsi KLB 101 32 247 89 97 122 Jumlah Penderit a 1.259 85 5.509 2.914 2.818 1.467 CFR (%) 0,3 1,6 1,45 0,3 1,56 0,48 57,89) terdapat di propinsi

Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Pada tahun 2005, dari 15.842 kasus penyakit campak 13.731 kasus (86,67%) diantaranya tidak mendapatkan imunisasi campak/tidak diketahui. Jumlah kasus penyakit campak menurut propinsi tahun 2005 dapat dilihat pada table dibawah ini.6

Jumlah Kasus Campak Menurut Kelompok Umur Pada tahun 20056 Umur <1 tahun 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 thn >15 tahun Jumlah Kasu s 1.85 5 5.51 3 4.39 1 2.23 3 1.85 15.8 42

Angka Insidens Campak Per 10.000 Penduduk Umur <1 tahun Pada tahun 2001-20056

Penurunan insidens campak, di samping karena peningkatan cakupan imunisasi, disebabkan juga karena terjadinya perubahan demografi, perubahan epidemiologi, kecenderungan global di bidang sosial,

peningkatan ekonomi, industrialisasi, urbanisasi, perubahan perilaku/gaya hidup yang menyebabkan risiko tertular penyakit menjadi turun.3 c. Angka Morbiditas Penyakit Campak di Indonesia Berikut adalah table yang menunjukkan jumlah kasus campak yang mengalami rawat jalan di Indonesia.7

Kasus Rawat Jalan Campak Tahun 2000-20027 Tahun 2000 2001 2002 jumla h <1th 897 517 422 1.836 Umur 1-4 th 5-14 th 1.456 1.854 804 796 1.327 1.627 3.587 4.277

Pada table di atas menunjukkan jumlah kasus terbesar pada umur 514 tahun. Dan pada tahun 2001, morbiditas campak pada ketiga kelompok umur mengalami penurunan. Pada tahun 2002, kelompok umur 1 tahun mengalami penurunan morbiditas campak, sedangkan pada 2 kelompok umur yang lain mengalami kenaikan. Berikut adalah table yang menunjukkan jumlah kasus campak yang mengalami rawat Inap di Indonesia.7 Kasus Rawat Inap Campak tahun 2000-20027 Tahun 2000 2001 2002 jumla h Umur <1t h 319 98 45 462 1-4 th 707 498 151 1.347 5-14 th 997 491 220 1.708

Pada table diatas menunjukkan adanya penurunan kejadian campak pada ketiga kelompok umur tiap tahunnya. Berikut adalah grafik yang menunjukkan angka kematian pada pasien rawat inap penyakit campak.7

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian campak Umur Status gizi Status vitamin A Status pemberian imunisasi campak Diantara keempat faktor yang tersebut diatas, ternyata faktor status pemberian imunisasi campak adalah faktor yang sangat erat kaitannya dengan angka kejadian campak. Seperti yang dinyatakan Hendarto dalam penelitiannya pada tahun 2003 di kabupaten Grobogan bahwa dalam analisis bivariat koefisien contingensi untuk status imunisasi 0,570; umur pemberian imunisasi campak 0,571; dan status gizi juga status vitamin A 0,578; angka tersebut menunjukkan bahwa status imunisasi paling kuat hubungannya Grobogan.8 e. Angka Cakupan Imunisasi Campak Cakupan imunisasi campak tahun 1989 adalah 64,2% dan tahun 1990 naik menjadi 68,4%. Proporsi anak usia 12-23 bulan yang menerima sedikitnya satu kali imunisasi campak baik sebelu mencapai umur 12 bulan, maupun tidak, meningkat dari 57,5 persen pada 1991 menjadi 71,6 persen pada tahun 2002. Cakupan imunisasi campak diperkotaan cenderung lebih tinggi, misalnya cakupan pada tahun 2002 adala 77,6 persen di daerah perkotaan dan 66,2 di daerah pedesaan. Kenaikan cakupan imunisasi campak anak dibawah satu tahun (yaitu yang diimunisasi tepat pada waktunya) cenderung lebih rendah, yaitu 44,5 pada tahun 1991 menjadi 54,6 persen dan 60,0 persen pada tahun 1994 dan 1997.3 terhadap kejadian penyakit campak di kabupaten

10

Juga berdasarkan pada penelitian di jawa barat pada tahun 1991-1992 angka cakupan imunisasi campak 84,4%, efikasi imunisasi 86,7%; tempat untuk vaksinasi yang dipilih adalah Posyandu 65,2% dan Puskesmas 32,2%. Pelaksana program imunisasi terbanyak Bidan 50,0%, Jurim 11

46,3% dan pengobatan bagi penderita campak yang diberikan oleh mantri 52,4%.5 Vaksinasi Total Vaksinasi Campak + Campak N%n% 47 Kesatu 390 82,6 82 17,4 Kedua 298 84,1 56 15,9 354 Ketiga 169 88,4 22 11,5 191 Keempat 102 87,1 15 12,9 117 Kelima 43 76,7 13 23,7 56 Keenam 45 90 5 10 50 total 1047 1240 Tabel 3. Proporsi Status Imunisasi Campak menurut Urutan Anak di Kabupaten Sukabumi dan Kuningan, Jawa Barat4 Juga pada penelitian yang dilakukan oleh Imran lubis yang terlihat pada table di atas bahwa pada anak pertama cakupan imunisasi campak sudah mencapai angka 82,6%. Angka ini makin meningkat pada anak urutan berikutnya, kecuali pada anak kelima yang mengalami penurunan sebanyak 10%.5 Urutan Anak

BAB III KESIMPULAN 1. Didapatkan adanya peran imunisasi campak dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit campak, hal ini dapat dilihat pada tahun 1989 sampai 1990 terjadi penurunan insidens penyakit campak sebesar 26,3/10.000 menjadi 17/10.0005 dan Case Fatality Rate menurun sebesar 3,5% menjadi 2,12%5, sedangkan pada tahun yang sama didapatkan adanya peningkatan cakupan imunisasi campak yaitu, 64,2% menjadi 68,4%3. Juga pada tahun 2002-2005 Jumlah kasus campak mengalami penurunan yaitu 5.509 kasus menjadi 1.467 kasus, dan CFR sebesar 1,45 turun menjadi 0,486 sedangkan pada tahun yang sama didapatkan adanya peningkatan angka cakupan imunisasi campak yaitu 70,9 pada tahun 2000 meningkat menjadi 71,6 pada tahun 20053.

12

2. Didapatkan adanya peran imunisasi campak dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit campak, hal ini terlihat dengan adanya penurunan angka rawat inap pasien campak pada tahun 2000-2002 yaitu, 319 kasus pada kelompok umur <1th menjadi 45 kasus, 707 kasus pada kelompok umur 1-4 th menjadi 151kasus, 997 kasus pada kelompok umur 5-14 th menjadi 220 kasus.7 Juga pada kasus dengan rawat jalan campak pada tahun 2000-2002 pada kelompok umur <1th yaitu, 319 kasus turun menjadi 45 kasus.7 3. Namun tidak didapatkan kesesuaian data pada kasus Campak rawat jalan pada tahun 2000-2002. Pada tahun 2000-2001 kasus campak menurun pada kelompok umur 1-4 th (1.456 menjadi 804) dan 5-14 th (1.854 menjadi 796), tetapi kemudian meningkat kembali pada tahun 2001-2002 yaitu pada kelompok umur 1-4 th (804 menjadi 1.327) kelompok umur 5-14 th (796 menjadi 1.627).7 4. Ketidaksesuaian ini juga terlihat pada tahun 2003-2005 pada kelompok umur <1th, terjadi peningkatan angka insidens Campak yaitu 6,8 meningkat menjadi 9,38.7

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Soedarmo, Sumarmo. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2008. Edisi II. Badan penerbit IDAI : Jakarta. h.109-9. 2. Imunisasi Efektif Menekan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi. Depkes RI. <diakses dari: http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1239-imunisasipada tanggal 20 efektif-menekan-angka-kesakitan-dan-kematian-bayi.html/ November 2010> 3. Indonesia MDGs Goal. Dalam: Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. <diakses dari: http://bappenas.go.id/ pada tanggal 20 November 2010> 4. Ranuh IGN, dkk. Campak. Pedoman Imunisasi di Indonesia edisi ke-3. Jakarta: Satgas Imunisasi-IDAI; 2008; h. 171-7. 5. Lubis Imran, Yuwono Djoko. Dalam Artikel: Cakupan Imunisasi dan Morbiditas Penyakit Campak di kabupaten Sukabumi dan Kuningan Jawa Barat. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. <diakses dari: http://cerminduniakedokteran.kalbe.co.id/ pada tanggal 20 November 2010> 6. Hartono, Bambang dkk. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Departemen Kesehatan RI: Jakarta; 2005; h.33-4. 7. Muchlastriningsih, Enny. Dalam Artikel: Penyakit-Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. <diakses dari: http://cerminduniakedokteran.kalbe.co.id/ pada tanggal 21 November 2010> 8. Hendarto. Dalam artikel: Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Campak di Kabupaten Grobogan Tahun 2002-2003. <diakses dari: pada http://pdfsearch.com/faktoryangberpengaruhterhadapkejadiancampak.pdf/ tanggal 19 November 2010> 9. Soedarmo, Sumarmo. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2008. Edisi II. Badan penerbit IDAI : Jakarta. h.109-9.

14

You might also like