You are on page 1of 13

Jurnal Pendidikan IPA: METAMORFOSA VOL 1 NO 2, Oktober 2006, h.

56-55

PENGARUH PENYAJIAN TEKNIK HISTORIS TERHADAP PEMAHAMAN DAN RETENSI SISWA (Studi Kasus Pembelajaran Hereditas di Kelas 3 MTs Cimahi) Oleh Yanti Herlanti
Staf Pengajar Pendidikan Biologi, FTIK UIN Syarif Hidaytulloh Jakarta yanti.herlanti@gmail.com

Abstract This study due to measure accessiable of subject matter (Adventure with Mendel). This subject matter was arrangged by histories technique. About 42 students of MTs Cimahi were involved in this study. They were separated in two groups i.e. Group of non histories technique (n=16) and group histories technique (n=26). The result of mastery learning (80,77%) proved that historical technique is enough accessible for students. Historical technique is good for student retention, so it can use in activity learning. Key words: Histories Technique, Understanding of Consepts, Retention.

Pendahuluan Bahar et al 1 mengemukakan bahwa genetika merupakan materi yang sulit dimengerti oleh sebagian besar siswa sekolah menengah. Kesulitan tidak hanya diungkapkan oleh siswa tetapi juga oleh para guru. Guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan materi ini. Hal itu terungkap dari hasil angket yang disebarkan Pridi 2 kepada para guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai peserta Penataran Tertulis Pendidikan dan Latihan Jarak Jauh di Kota/Kabupaten Bandung angkatan tahun 1999 dan 2000. Para peneliti internasional yang telah melakukan penelitian selama lebih dari dua

C.Y. Tsui & D.F. Treagust, Learning Genetics with Computer Dragon, Journal of Biological Education, 2003, 2(37), p.96-98. 2 L.H. Pridi, Kajian atas Wacana Penurunan Sifat pada Modul Penataran Tertulis Guru SLTP Bidang Studi IPA di Pusat Pengembangan Penataran Tertulis Bandung. Tesis Magister, (Bandung: PPS UPI). h.4

ISBN: 1907-9-168

2 dekade, menyimpulkan hal yang sama, yaitu genetika sebagai materi yang sulit dipelajari siswa dan diajarkan guru 3 . Upaya guru agar siswa mampu memahami konsep-konsep genetika harus terus dilakukan, sebab materi genetika merupakan materi yang esensial, dilihat dari perkembangan sains dan kontinuitas konsep. Abad 21 dilihat dari perkembangan sains merupakan abad rekayasa genetika. Dunia kedokteran dan pertanian mengalami suatu revolusi dengan adanya rekayasa genetika 4 . Konsep genetika merupakan konsep yang secara berkelanjutan diberikan mulai sekolah menengah pertama sampai dengan perguruan tinggi terutama untuk bidang sains murni (biologi) dan sains terapan seperti bidang kedokteran, pertanian, kehutanan, dan peternakan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pengajar untuk memudahkan siswa memahami konsep genetika adalah penggunaan teknik penyajian materi subyek. Hasil kajian teoritis pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah teknik dalam menyajikan materi subyek, yang disebut dengan teknik historis. Teknik historis adalah teknik penyajian materi yang menggunakan urutan dan tahapan yang sesuai dengan waktu penemuan konsep. Pada topik genetika untuk kelas 3 SMP/MTs, materi subyek yang telah diolah dengan menggunakan teknik historis ini disebut Berpetualang Bersama Mendel. Secara teoritis materi Berpetualang Bersama Mendel yang disajikan dengan menggunakan teknik historis, memenuhi kriteria teachable dan accessible, tetapi secara teknis belum dapat dibuktikan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ke-accessible-an materi Berpetualang Bersama Mendel.

C.Y. Tsui, C.Y. & D.F. Treagust, Teaching and Learning Reasoning in Genetics with Multiple External Representations. Paper presented at the Australian Association of Research in Education [On line], 2001, tersedia: http:\\www.aare.edu.au\01pap\tsu01462.htm, [9 Oktober 2003]. 4 N.A. Campbell et al, Biologi (terjemahan), Jakarta: PT Erlangga, 1999, h.242.

3 Pustaka A. Bentuk Wacana Berpetualang Bersama Mendel Teknik historis menggambarkan jalan pikiran Mendel yang hidup pada abad ke19, dan bagaimana para ahli genetika mengambil peran untuk lebih mempermudah memahami penemuan-penemuan Mendel. Penggunaan teknik historis ini, mengajak siswa berpetualang memahami penemuan-penemuan Mendel. Oleh karena itu pembelajaran hereditas dengan menggunakan teknik historis ini disebut dengan Berpetualang Bersama Mendel. Alur yang digunakan dalam Berpetualang Bersama Mendel adalah perkembangan sejarah ilmu genetika. Untuk mempertahankan rangkaian historis, maka apersepsi yang digunakan adalah kejadian yang terjadi sebelum Mendel (Pra Mendel). Materi Berpetualang Bersama Mendel disusun dalam tiga bagian, yaitu peristiwa pra Mendel, penemuan Mendel pada abad 19, dan pasca Mendel. Peristiwa pra Mendel berkaitan dengan sebuah teka-teki genetika yang tidak dapat dipecahkan sampai dengan pertengahan abad ke 19. Kisah Nabi Yakub dan kambingkambingnya yang diabadikan dalam kitab suci menjadi bukti otentik dari sebuah Apersepsi memberikan permasalahan genetika. Kisah yang terjadi pada masa sebelum Masehi dijadikan pembuka untuk memberikan sebuah apersepsi bagi siswa. zaman dahulu. Gambaran kisahnya adalah sebagai berikut: gambaran pada siswa bahwa teka-teki hereditas menjadi pertanyaan yang menarik sejak

Pernahkah kalian mendengar kisah Nabi Yakub dan Kambing-kambingnya? Ceritanya seperti ini. Laban Bapak Mertua Yakub mempunyai sejumlah kambing. Warna kulit kambing-kambingnya ada dua kelompok yaitu hitam legam dan ada yang belang bertotol. Jumlah kambing yang hitam legam lebih banyak dari pada jumlah kambing belang bertotol. Nabi Yakub diminta menggembalakan kawanan ternak Laban. Sebagai bayaran, Yakub berhak atas semua anak kambing yang lahir dengan warna belang bertotol. Sedangkan Laban memperoleh semua anak kambing yang lahir dengan warna hitam legam. Laban tidak memperbolehkan kedua kelompok kambing itu saling dikawin-kawinkan. Aneh bin ajaib. Kambing-kambing yang hitam legam melahirkan juga anakanak yang belang dan totol, maka kambing Yakub pun bertambah banyak.

Untuk memperoleh kejelasan fenomena yang terjadi digunakan gambar-gambar berikut:


Belang bertotol lahir dari orang tua hitam legam

Kambing yakub bertambah banyak

Gambar 1. Misteri Kambing Yakub: Induk Kambing Berkulit Hitam Melahirkan Anak Kambing Berkulit Belang Bertotol Mendel adalah bapak genetika modern, yang hidup pada abad ke 19 masehi. Mendel adalah peneliti yang akan mengungkap pertanyaan, Mengapa kambing berkulit hitam dapat melahirkan anak belang bertotol?. Pada tahapan ini siswa dibawa pada pola berpikir Mendel pada abad itu, sehingga Mendel menemukan prinsip-prinsip Mendel. Pada tahapan ini istilah-istilah genetika diperkenalkan dengan bahasa Mendel pada masa tersebut. Pada abad 19, ketika kata gen dan alela belum dikenalkan, Mendel menggunakan kata sesuatu untuk menyatakan gen, dan kata faktor untuk menyatakan alela. Contoh materi ketika memperkenalkan istilah gen dan alela ada pada Gambar 2.

Hereditas
Monohibrid
Dominasi Gen dan Alel Penggunaan huruf dalam Genetika Prinsif Mendel I Resume

Konsep

aplikasi

Istilah aneh

Home

Stop

Kembali

Lanjutkan

Setiap serbuk sari dan putik punya SESUATU, dan dalam sesuatu itu senantiasa ada DUA FAKTOR Sesuatu itu yang kita kenal sekarang dengan GEN. Faktorfaktor yang ada pada gen disebut alela.

Dihibrid
Intermediet

Ayo kita, ganti sesuatu = gen, Faktor = alela! Bagaimana bunyi penemuan keduaku ini?

Gambar 2. Tampilan Teks Multimedia dalam Membahasakan Temuan Mendel ke Dalam Bahasa Ilmiah yang Saat Ini Digunakan.

Pasca Mendel berkaitan dengan peranan para ahli genetika pada abad 20. Para ahli genetika memperjelas rumusan Mendel dengan menggunakan huruf besar dan kecil untuk menyatakan dominan dan resesif. Penggunaan huruf-huruf ini merupakan upaya para ahli genetika untuk mempermudah memahami prinsip-prinsip Mendel dengan menggunakan simbol. Penggunaan simbol merupakan salah satu cara reduksi dan salah satu upaya memberikan eksplanasi pedagogis. Gambaran materi berpetualang Bersama Mendel untuk siswa SMP dapat dilihat pada Gambar 3.

HEREDITAS
1

43 2 Penelitian Mendel pada dihibrid

Kejadian Yakub Mengapa kambing berkulit belang bertotol dapat lahir dari induk kambing yang dua-duanya berwarna hitam ? Penelitian Mendel pada monohibrid

Mendel memilih kacang


ercis

Mendel melakukan
Hibridisasi

Mendel Menemukan
DOMINASI

Mendel mengawinkan dua sifat beda Mendel mengemukakan dugaan-dugaannya Mendel menemukan prinsip pengelompokan bebas (asortasi=Prinsif Mendel II )

Mendel menemukan
Gen dan Alela Penerapan penelitian Mendel Monohibrid

Penggunaan huruf oleh


ahli genetika akan mempermudah memahami temuan Mendel Fenotip Genotip Alela pada saat pembentukan gamet Mendel menemukan pemisahan alela dari pasangannya (Segregasi=Prinsif Mendel I) Jawaban kejadian Yakub

Pada bentuk panca indra manusia Pada penyakit turunan


Dihibrid

Pada bentuk panca indera manusia Contoh sifat unggul pada padi
Intermediat

Peristiwa dominan tidak penuh


pada tanaman snapdragon

4 3 2

Gambar 3. Outline materi Berpetualang Bersama Mendel untuk siswa SMP

6 Gambar 3 merupakan outline materi yang menggunakan teknik historis, sedangkan penyajian materi yang tidak menggunakan teknik historis dapat dilihat pada Gambar 4. Perbedaan kedua outline ini adalah dalam hal penyajian materi, Gambar 4. menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah informasi, berbeda dengan outline pada Gambar 3 yang menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah proses. Pada Gambar 3 tampak bahwa istilah-istilah gen, dominan, resesesif, genotip, dan fenotip disajikan sebagai sebuah informasi, begitu pula percobaan Mendel yang menghasilkan prinsip segregasi dan asortasi disajikan sebatas informasi. Berbeda dengan Gambar 4 istilah gen, dominan, genotip, dan fenotip, merupakan istilah yang muncul dari sebuah proses penelitian Mendel pada Monohibrid. Pada Gambar 4 prinsip Mendel tentang segregasi dan asortasi dikemukan sebagai informasi, sedangkan pada Gambar 3 prinsip-prinsip ini ditemukan lewat sebuah proses. Pada Gambar 4 untuk sub konsep percobaan Mendel, hukum I dan II Mendel seakan-akan muncul begitu saja setelah dugaan-dugaan yang dikemukakan Mendel. Berbeda dengan Gambar 3 prinsip Mendel I dan II digambarkan sebagai sebuah proses, Mendel menemukan Prinsip Mendel I pada saat persilangan dengan satu sifat beda (monohibrid). penelitian persilangan dua sifat beda (dihibrid). Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen. Empat puluh dua orang siswa MTs Cimahi dilibatkan dalam penelitian ini. Siswa-siswa tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok siswa yang proses belajar mengajarnya menggunakan teknik historis (n=26) dan yang tidak menggunakan teknik historis (n=16). Pemahaman siswa dan retensi siswa diukur dengan menggunakan 18 buah soal pilihan ganda yang sudah tervalidasi, dan mempunyai reliabilitas yang tinggi (0.727). Soal mempunyai tingkat kesukaran 30% mudah, 35% sedang,dan 25% sukar. Tes pemahaman (post test) dilakukan pascapembelajaran selesai, sedangkan retest dilakukan setelah dua minggu pembelajaran berhenti. Skor retensi dihitung dengan cara membagi skor retest dengan post test, kemudian dikalikan dengan 100 5 . Pemahaman konsep yang diukur adalah kemampuan interpretasi dan inferensi, soal dibuat dengan berpedoman meneliti Prinsip Mendel II ditemukan pada

J. Deese,

Psychology of Learning, ( New York: Addison Wesley Longman, 1959), p. 239

HEREDITAS Satu keluarga tidak ada yang sama persis Pendahuluan


Ada persamaan dan perbedaan pada makhluk hidup yang terjadi pada sifat-sifat yang tampak dan tidak tampak. Ada sifat menurun pada makhluk hidup yang diwariskan dari induk ke keturunannya. Ilmu genetika mempelajari bagaimana sifat atau ciri induk diwarikan pada keturunannya. Mendel adalah ilmuwan peletak prinsip-prinsip hereditas.

Kromosom dan Gen sebagai Faktor Pembawa Sifat Dominan, Resesif, dan Dominan Parsial (Intermediat) Genotip dan Fenotip Percobaan Mendel
Alasan Mendel memilih kacang ercis. Pengamatan mendel sebelum ekperimen menemukan tujuh sifat beda yang mencolok. Sebelum melakukan percobaan Mendel mencoba mendapatkan galur murni dengan cara penyerbukan sendiri secara berulangulang. Mendel menyilangkan tanaman berbatang panjang dan pendek. Keturunan pertama (F1) semua berbatang panjang. Mendel menyilangkan antar keturunan pertama (F1) untuk mengetahui mengapa ada sifat yang tidak muncul. Sifat resesif muncul kembali pada keturunan kedua (F2). Mendel menyusun lima buah hipotesis. Berdasarkan hipotesis Mendel mengemukakan hukum Mendel I (segregasi) dan Hukum Mendel II (asortasi).

Contoh soal Persilangan dua individu dengan satu sifat beda (Monohibrid) Persilangan monohibrid dominan penuh Persilangan monohibrid dominan parsial Persilangan dua individu dengan tiga sifat beda (Trihibrid) Persilangan dua individu dengan dua sifat beda (dihibrid)

Gambar 4. Outline Materi Hereditas untuk Siswa SMP


6

Saktiyono, IPA: Biologi untuk Kelas 3 SLTP, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.93-107

pada Bloom yang telah direvisi 7 . Pemahaman siswa selain dipengaruhi oleh aktifitas yang dilakukan selama proses belajar mengajar (teknik penyajian materi), juga dipengaruhi oleh faktor internal siswa. Pada penelitian ini faktor internal siswa, yaitu IQ diukur dengan menggunakan skala Wechsler. Data hasil pre test, post test, dan retest bersifat normal tetapi tidak homogen, oleh karena itu diguna uji statistik Mann Whitney untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara kedua kelompok perlakuan. Uji regresi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel IQ dan teknik penyajian mempengaruhi pemahaman konsep dan retensi siswa. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara IQ dan teknik penyajian dengan pemahaman konsep dan retensi siswa. Semua uji statistik dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.0 Versi Windows. Hasil dan Pembahasan Rata-rata pre test, post test, dan retest siswa pada kelompok historis lebih tinggi daripada kelompok non historis, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 terlihat bahwa kelompok non historis mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari pre test ke post test. Hanya saja peningkatan ini sangat kecil jika menggunakan gain yang sudah ternormalisasi 8 (Meltzer, 2002). Rata-rata normal gain pada kelompok non historis 0,7 dan pada kelompok historis 0,6, hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa perbedaannya tidak signifikan (U=187,5 dan Asymp. Sig=0,595). Peningkatan pemahaman siswa dari pre test ke post test lebih banyak dipengaruhi oleh IQ (92,2%), dibandingkan oleh teknik penyajian materi (66,3%).

L.W. Anderson & D.R. Krathwohl, A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing, a revision of Blooms taxonomy of educational objective, (New York: Longman, 2001), p.70-74. 8 Meltzer, The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores, American Journal Physics. 2002, 70(12), 1259-1268.

90 80 rata-rata berdasarkan persentasi 70 60


48.96 78.63 74.3 76.71

kelompok non historis kelompok historis


31.62 16.67

50 40 30 20 10 0 pre test post test retest

Gambar 1. Rata-rata Pre test, Post Test, dan Retest pada Kelompok non Historis dan Historis Pada Gambar 1 terlihat bahwa hasil post test kelompok historis lebih tinggi dari pada kelompok non historis, hanya saja perbedaan ini tidak signifikan (U=208 dan Asymp. Sig=1,00). Hasil post test lebih banyak dipengaruhi oleh IQ (97,6%) dari pada oleh teknik penyajian materi (47,7%). Berdasarkan uji korelasi Spearman pun diketahui bahwa hasil post test berhubungan erat dengan IQ (0,306) dan tidak berhubungan dengan teknik penyajian (0,047). Pada Gambar 1 terlihat hasil retest pada kelompok historis lebih tinggi dari pada kelompok non historis, hasil uji beda Mann Whitney pun memperlihatkan perbedaan yang signifikan (U=85,5, Asymp. Sig=0,001). Pada kelompok non historis penurunan dari post test ke retest tampak lebih besar dari pada penurunan yang dialami oleh kelompok historis. Skor retensi menunjukkan rata-rata retensi kelompok non historis lebih kecil (67,14%) dibandingkan kelompok historis (97,13%). Retensi pada siswa lebih banyak dipengaruhi oleh teknik penyajian materi (100%) daripada IQ (78,6%). Hasil uji korelasi Spearman pun menunjukkan hubungan yang erat antara teknik penyajian dan retensi yang diperoleh siswa (0,584), sedangkan retensi dengan IQ tidak memiliki hubungan yang erat (0,195). Ketuntasan belajar menunjukkan kemampuan para siswa menyerap materi yang diberikan selama proses belajar mengajar. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar, jika ia mampu menjawab dengan benar soal post test sebanyak sama atau lebih dari 70%.

10 Pada kelompok historis 80,77% siswa telah mengalami ketuntasan belajar, sedangkan sebanyak 19,23% siswa yang tidak tuntas belajar, semuanya memiliki IQ rata-rata. Sedangkan pada kelompok non historis angka yang tidak tuntas belajar lebih besar (31,25%), yang mana 6,25% memiliki IQ di atas rata-rata. Ketuntasan pada masingmasing kelompok tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Ketuntasan Belajar pada Kelompok Non Historis dan Historis (Depdikbud, 1994) Ketuntasan Kelompok Non Historis Kelompok Historis n= 16 n=26 n % n % Tuntas 11 68,75 21 80,77 (70%) Tidak tuntas 5 31,25 5 19,23
(<70%)

Jumlah

16

100

26

100

Dua hal yang menjadi keunggulan teknik historis adalah dari retensi dan ketuntasan belajar siswa. Rata-rata retensi siswa yang menggunakan teknik historis dalam penyajian materi adalah 97,13%, ini berarti hanya 2,87% materi yang dilupakan siswa dalam jangka waktu dua minggu. Menurut Anderson 9 beberapa hal yang dapat mengurangi faktor lupa adalah motivasi instrinsik yang berupa kesadaran tentang tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran, konsentrasi siswa untuk unsur-unsur yang relevan, pengolahan ulang dengan segera terhadap materi yang dipelajari, dan penggunaan kunci yang tepat untuk membuka ingatan. Penyajian teknik historis

memungkinkan bagi guru untuk memberikan kunci-kunci yang tepat dalam mengingat materi. Prinsip Mendel I dan Mendel II adalah kunci dalam pembelajaran genetika. Penerapan terhadap soal-soal genetika akan mudah dikerjakan oleh siswa, jika siswa memahami benar hakekat prinsip Mendel I dan II. Penyajian dengan menggunakan teknik historis menuntun siswa untuk berpetualang menemukan prinsip Mendel I dan II. Siswa berpetualang untuk menemukan prinsip Mendel, siswa terlibat aktif dalam berpikir, sehingga prinsip-prinsip Mendel yang dihasilkan seakan-akan buah pikiran siswa sendiri. Contoh interaksi di kelas yang mana siswa pun terlibat aktif untuk menemukan prinsip Mendel II terlihat pada cuplikan verbal interaction di bawah ini. R. Anderson, Teaching in The Science of Learning, (New York: Harper and Row Publishers, 1973), p. 458-460.
9

11
Guru : Sekarang kita akan berpetualang memahami penemuan-penemuan Mendel pada dihibrid. Di berarti dua. Hibrid persilangan. Jadi ada dua sifat yang disilangkan. Kalau pada monohibrid, hanya satu sifat saja. Misalnya berdasarkan warna saja, atau bentuk saja. Nah, pada dihibrid kedua sifat itu diteliti oleh Mendel. Disini Mendel mencoba menyilangkan biji ercis berdasarkan warna dan bentuknya (1). Mendel menyilangkan biji ercis berbetuk bulat berwarna kuning dengan biji kisut berwarna hijau. Sifat mana saja yang dominan? (3) Biji bulat warna kuning! (7a) Kalau kalian ingat dengan dominasi, kira-kira bagaimana keturunan pertamanya? (3) Semuanya bulat kuning! (7a) Perkiraan kalian sama dengan Mendel, pasti keturunan pertamanya akan bulat kuning (5a). Maka Mendel membuktikan dugaannya dengan melakukan eksperiemen penyilangan tanaman berbiji bulat kuning dengan kisut hijau. Dan ternyata hasilnya memang benar semuanya biji berbentuk bulat, berwarna kuning. (1) Jika antar keturuanan pertama itu disilangkan kembali, kira-kira bagaimana keturunannya? (3) Tiga banding satu (7a) Apa yang tiga dan apa yang satu? (3) 3 bulat kuning 1 kisut hijau (7a) Itu juga yang menjadi perkiraan Mendel, Mendel membuktikan dugaannya dengan melakukan eksperimen, ternyata hasilnya seperti ini (guru memperlihatkan gambar pada slide) (2). Berapa hasil perbandingannya? (3) 9 bulat kuning, 3 bulat hijau, 3 kisut kuning, satu kisut hijau (7a). Ya, mengapa begitu? (4) Kita gunakan hurup untuk lebih memahaminya. (1) Apa genotip untuk bulat pada induknya? (3) BB (7a) Kalau kuning? (3) KK (7a) Bulat kuning genotipnya menjadi? (3) BBKK (7a) Kalau kisut hijau? (3) bbkk (7a) Kita sekarang menentukan alela pada gamet! (2) Prinsip Mendel pertama alela-alela akan apa? (3) Berpisah! (7a) Ya (5a), berpisah menjadi apa saja nih? (3) Jadinya begini bukan bu B, B, K, K? (7a) Ya betul (5a), kalau yang kisut hijau? (3) b, b, k, k (7a) Alela pada gametnya sudah seperti ini saja? (3) Jika kita gunakan gambar sperma dan sel telur maka apakah alelanya nanti begini? (guru memberi gambar sperma dan sel telur pada masing-masing hurup) Padahal ini bukan monohibrid tapi dihibrid. Yang berarti dalam satu sel gamet ini, harus mengandung berapa hurup? (3) Dua! (7a) Bagaimana caranya dari alela yang sudah berpisah bisa menjadi dua? (3) Bergabung aja! (7a) Mana dan mana yang bergabung? (3) B dengan K (7a) Kenapa tidak B dengan B atau K dengan K? (4) Kan kalau satu B aja atau K aja, tapi kalau dua sifat jadi BK (7b) Pendapat yang lain? (6a) Kan harus ada dua sifat dalam sel telur itu! (7b)

Siswa Guru Siswa Guru

: : : :

Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru Siswa Guru Guru Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa

: : : : : : : : :

12

Teknik historis membuat siswa terlibat aktif dalam menemukan prinsip Mendel I dan II yang merupakan kunci dalam pembelajaran genetika, inilah yang membuat siswa lebih memahami materi yang terlihat dari ketuntasan belajar mencapai 80,77% dan rata-rata materi yang lupa cukup sedikit (2,87%).

Kesimpulan Materi subyek yang disajikan dengan teknik historis terbukti cukup accessible, terlihat dari ketuntasan belajar yang terjadi pada kelompok historis mencapai 80,77%. Pada pemahaman konsep, faktor interen, yaitu IQ lebih besar pengaruhnya dibandingkan teknik penyajian materi yang dilakukan oleh pengajar selama proses belajar mengajar, akan tetapi pada retensi teknik penyajian materi subyek lebih berpengaruh dari pada faktor intern siswa. Keberhasilan proses belajar mengajar adalah kemampuan siswa menyimpan abstraksi konsep dalam struktur kognitifnya. Hasil retensi yang cukup besar pada kelompok historis, menunjukkan bahwa teknik penyajian historis cukup baik untuk digunakan dalam proses belajar mengajar konsep Genetika Mendel (Hereditas) di kelas 3 SMP/MTs.

Reference Anderson, R, Teaching in The Science of Learning, (New York: Harper and Row Publishers, 1973). Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R, A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing, a revision of Blooms taxonomy of educational objective. (New York: Longman, 2001). Campbell, N.A., et al, Biologi (terjemahan). (Jakarta: PT Erlangga, 1999). Deese, J, Psychology of Learning. (New York: Addison Wesley Longman, 1959)

13 Meltzer, The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores. (American Journal Physics, 2002), 70(12), 1259-1268. Pridi, L.H., Kajian atas Wacana Penurunan Sifat pada Modul Penataran Tertulis Guru SLTP Bidang Studi IPA di Pusat Pengembangan Penataran Tertulis Bandung. Tesis Magister (Bandung: PPS UPI, 2002). Saktiyono, IPA: Biologi untuk Kelas 3 SLTP. (Jakarta: Erlangga, 2003). Tsui, C.Y., & Treagust, D.F, Teaching and Learning Reasoning in Genetics with Multiple External Representations. Paper presented at the Australian Association of Research in Education, (2001). [On line]. Tersedia: http:\\www.aare.edu.au\01pap\tsu01462.htm [9 Oktober 2003]. _______________________ Learning Genetics with Computer Dragon. (Journal of Biological Education 2003). 2(37), 96-98.

You might also like