You are on page 1of 10

cerita rakyat Pacitan

MengenuI buduyu dueruI dupuL jugu meIuIuI kIsuI-kIsuI yung pernuI dILuLurkun
oIeI puru penduIuIu uLuu berupu bubud. DI buwuI InI, suyu berbugI sekeIumIL kIsuI
duIum bubud PucILun dengun Iurupun pengunjung sekuIIun dupuL memperoIeI munIuuL
uLuu sekedur menjuwub rusu keIngInLuIuun ukun buduyu PucILun. Semogu bermunIuuL..

$% G%G
Puncaknya Gunung Karang yang letaknya di sebelah barat teluk Pacitan ada bekas petilasan
(tempat tinggal) orang jaman dulu kala yang berupa Genthong berisi balung (tulang) dan diberi
cungkup maupun tungku kecil tanpa tiang, maka tempat ini yang dinamakan SENTONO
GENTHONG. Sedangkan genthong tersebut terbuat dari tanah liat dan warna genthong masih
kelihatan baru seperti tidak ada tiangnya, ternyata tiangnya ada tapi masing-masing tiang itu
kira-kira hanya dua kaki (dua jengkal) dan bentuknya tiang itu bulat dari jenis kayu jati.
Sedangkan atap maupun wuwung dan talinya terdiri dari keduk duren (serabut pohon aren)
warna maupun bentuknya balung (tulang) yang ada di dalam genthong putih dan gilik atau bulat
panjang, seperti tulang-tulang yang lain. Menurut cerita juru kunci tidak sama, dari segi masing-
masing orang yang melihatnya tidak sama, misalnya orang yang datang itu melihat balung atau
tulang itu terlihat besar dan panjang dan berdiri alamat bahwa orang yang melihat tersebut cita-
citanya akan terkabul. Tetapi sebaliknya, apabila ada orang lain melihat isi genthongitu dan
lubangnya kering tidak ada air dan balung (tulang) kelihatan glundhung (tidak berdiri) dan
kelihatan kecil, maka alamat orang itu akan menjumpai hal-hal yang tidak terkabul dan umurnya
pendek.
Pada saar tahun Balenda 1871 balung (tulang) itu hilang serta lambungnya genthong sebelah
selatan bocor (betol), adapun hilangnya balung (tulang) tadi tidak jelas, ada yang menceritakan
bahwa katanya balung itu diambil Tuan Lamrez, juru tulis kantor (ongko) di Pacitan.
alaupun sekarang balung itu sudah musnah, tetapi keadaannya orang yang datang berziarah ke
tempat itu tidak bedanya seperti pada saat balung itu masih ada, jadi masih banyak juga yang
datang ke tempat itu. Adapun yang jadi juru junci di Sentono Genthong orang di dusun Dadapan,
jaraknya dusun Dadapan dengan Sentono Genthong kurang lebuh ada tiga perempat pal.
Munurut juru kunci bahwa Sentono Genthong itu katanya tumbalnya Pulau Jawa sedangkan yang
numbali saat itu katanya Sultan di Negeri Ngerum. Adapun dongengnya tersebut di bawah ini.
Pada zaman dahulu kala, pulau Jawa masih kosong belum ada yang menempati. Tidak satupun
manusia di pulau Jawa ini, di sana-sini semua hanya terdapat hutan dan rawa-rawa. Pada suatu
hari Sultan Ngerum menyuruh kerbat Negara (punggawa kerajaan) atau rakyatnya laki-laki
maupun perempuan membabat atau membuka pulau Jawa ini. Perintah Sultan Ngerum tadi
ternyata terlaksanan atau dilaksanakan oleh rakyat atau penduduk kerajaan Ngerum dan
membuat gunugn-gunugn, hutan-hutan dimana-mana dan saat itu pulau Jawa sangat keramat atau
angker sekali, menjadi kerajaannya bangsa setan, jin, dan lain-lain yang tidak dapat dilihat oleh
manusia. Oleh karena itu, wadto bolo dari Ngerum tadi mempunyai ilmu untuk menghilangkan
atau menyingkirkan bangsa lelembut atau makhluk halus yang ada di situ. Tetapi wadyo bolo
dari Ngerum tadi juga banyak yang mati akibat dari makhluk-makhluk halus tersebut.
Selanjutnya Sultan Ngerum memerintahkan dan menyuruh seorang Pandita untuk menumbali
(syarat) pulau Jawa, maksudnya tanah yang sangar dan kayu-kayu yang angker dapat tawa atau
dihindari oleh makhluk-makhluk halus.
Selanjutnya Sultan Ngerum memerintahkan Punggawa Kerajaan beserta dengan wadyo bolonya
datang ke tanah pulau Jawa melihat hasil babatan-babatan yang sudah pernah dikerjakan dan
ternyata pulau Jawa ini dapat ditempati dan didirikan rumah sampai sekarang ini.
Kisah tersebut, mana yang benar mana yang salah, memang tidak mudah untuk membuat
pedoman, tetapi yang jelas Sentono Genthong itu adalah bekas tempat tinggalnya orang jaman
dahulu kala, dilihat dari keadaannya seperti itu, benar-benar Sentono Genthhong adalah tempat
keramat, sebab wujudnya genthong masih kelihatan baru dan warna merahnya masih terlihat aslii
dan tidak terkena lumut maupun kotoran kotoran yang lain, seperti genthong yang baru dipakai,
padahal sudah ratusan tahun yang lalu.
EPROTAN
(erita Rakyat dari Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan)
Dahulu kala, di suatu daerah yang masih berupa hutan belantara dimana jalanan masih
berupa jalan setapak dan penduduk yang masih jarang ditemukan datanglah seorang tua yang
membuka hutan belantara tersebut. Orang tua itu bernama Ki Godek.
Ki Godek berniat akan membuka hutan tersebut guna dijadikan tempat tinggal dan tanah
pertaniannya. Dengan segala kesaktian, keberanian, dan ketabahan yang dimilikinya, Ki Godek
memulai membuka hutan belantara tersebut.
Ketika Ki Godek hampir selesai membuka hutan, datanglah sepasang saudara perempuan
nan elok rupawan menghampiri Ki Godek. Melihat kedatangan dua wanita cantik tersebut, Ki
Godek memilih untuk beristirahat sebentar. Kemudian terjadilah perbincangan antara Ki Godek
dan dua wanita tersebut.
Ternyata nama wanita tersebut adalah Sekartaji dan Sukonandi. Mereka berdua berasal
dari Kediri. Keduanya telah berjalan sangat jauh, oleh karena itu Sekartaji memilih untuk
beristirahat di hutan yang baru dibuka olah Ki Godek namun Sukonandi, kakak Sekartaji,
memilih untuk meneruskan perjalanan.
S ekartaji yang kelelahan merasa sangat haus. Dia meminta tolong kepada Ki Godek untuk
mencari air kelapa untuk diminum. Melihat keadaan Sekartaji yang kehausan, timbul rasa iba
pada diri Ki Godek. Akhirnya, Ki Godek memutuskan mencari air kelapa untuk Sekartaji.
Karena di hutan milik Ki Godek tidak terdapat pohon kelapa, Ki Godek harus mencari
pohon kelapa di suatu tempat yang jauh sekali dari lokasi hutannya, yaitu di tepi pantai selatan
yang sekarang bernama Desa Kalak. Sebelum pergi, Ki Godek meminta Sekartaji untuk
menunggunya.
Ki Godek yang sakti menuju Desa Kalak dengan cara masuk ke dalam tanah agar
perjalanannya menjadi lebih cepat, kemudian tempat Ki Godek masuk ke dalam tanah berubah
menjadi sumber (teleng). Ujung dari perjalanan bawah tanah Ki Godek adalah di Desa irati
Kalak. Ujung perjalanan bawah tanah Ki Godek tersebut berubah menjadi kedung yang banyak
airnya dan dinamakan Dung Timo yang keluar di teleng (sumber) Desa Sekar.
Ki Godek berhasil mengambil air kelapa untuk Sekartaji. Setelah sampai di tempat
peristirahatan Sekartaji, Ki Godek menyuruh Sekartaji meminumnya. Air kelapa pemberian Ki
Godek pun diminum oleh Sekartaji namun Sekartaji masih menyisakan air kelapa tersebut dan
dia menumpahkan sisa air kelapa tersebut di tempat itu. Peristiwa ini bertepatan dengan hari
Senin Kliwon, bulan Selo atau Longkang ( Dzulkhijah). Sekartaji berpesan kepada Ki Godek
agar menamai perkampungan di daerah tempatnya menumpahkan sisa air kelapanya tersebut
dengan nama Desa Sekar dan sumbernya tempat dia menumpahkan air kelapa dinamakan
Sumber Sekar.
Dalam merebut atau mencari sandang pangan (ngalap berkah) dari Pangeran atau kepada
Tuhan pakailah cengkir sebanyak-banyaknya. engkir adalah kencenging pikir. Akhirnya setiap
bulan Longkang, hari Senin Kliwon atau Minggu Kliwon diadakan peringatan ngalap berkah
dengan melempar cengkir sebanyak-banyaknya, maka terjadilah yang dinamakan eprotan.








[.:gg.r _ee
Di Dusun Karang Talun, Kecamatan Donorojo, tinggal seorang dalang Ringgit Beber (wayang
beber) bernama Gondolesono. Gondolesono mempunyai enam lembar wayang beber dengan
lakonnya ialah Panji. Ringgit (wayang) tersebut dibuat dari kertas jawa tebal dan halus, bagus
sekali, dilihat dari cat maupun bentuknya. ayang-wayang tersebut merupakan warisan dari
leluhur Gondolesono dan Gondolesono adalah turunan yang kedelapan. Adapun cerita ringgit
beber sebagai berikut.

Dahulu, hiduplah seorang bernama Nolodremo. Ketika masih muda, dia mengabdi kepada Kyai
Tumenggung Butoijo di tanah Sembuyan. Pada suatu hari Nolodremo mengikuti Kyai
Tumenggung Butoijo hingga tiba di suatu tempat dimana tempat tersebut merupakan wilayah
kekuasaan Prabu Browijoyo, Kerajaan Majapahit. Pada saat itu, Prabu Browijoyo sedang
dirundung duka karena putranya sedang sakit dan sakit putranya itu telah cukup lama. Sudah
berkali-kali Prabu berusaha menyembuhkan putranya dengan mengupayakan dukun, pandito,
dan wasi, namun putranya tidak kunjung sembuh juga.
Pada suatu hari, Sang Prabu Brawijoyo beristirahat di pendopo. Kyai Tumenggung Butoijo
menghadap beserta Nolodremo. Di tengah-tengah percakapan Sang Prabu dengan Tumenggung
Butoijo, Sang Prabu menyapa Nolodremo.
' Hai, Nolodremo. Saya sedang kesusahan karena ada putra saya yang sakit dan belum juga
sembuh. Sudah banyak dukun dan pandito yang saya minta untuk menyembuhkan putra saya,
sudah banyak mantra, jamu yang dimasukkan kepadanya, tetapi belum sembuh juga. Maka, coba
tolonglah Nolodremo! Putra saya itu disembuhkan supaya penyakitnya hilang dan akhirnya
sembuh, alaupun Nolodremo sebenarnya bukan dukun dan belum pernah menyembuhkan
orang sakit, tetapi karena ada perintah dari Sang Prabu, ia pun menyanggupinya.
Ternyata putra Sang Prabu sembuh dari sakitnya lantaran disembuhkan oleh Nolodremo. Sang
Prabu sangat senang akan hal ini. Akhirnya Nolodremo dianggap sebagai abdi kedaton yang
lebih dikasihinya. Pada saat Kyai Tumenggung Butoijo akan pulang ke rumahnya, Nolodremo
diminta oleh Sang Prabu untuk untuk tetap tinggal di kedaton. Di kedaton, Nolodremo dididik
oleh Sang Prabu menjadi dalang ringgit beber dan Nolodremo tidak diizinkan pulang sebelum
mahir menjadi dalang ringgit beber.
Ketika Nolodremo sudah mahir memainkan ringgit beber, dia meminta izin untuk pulang.
Sebelum pulang, Nolodremo diberi hadiah Sang Prabu berupa ringgit beber karena ringgit beber
dianggap lebih aman dan lebih tahan lama sebab lebih dapat menghasilkan setiap saat dan dapat
menyenangkan orang banyak daripada emas dan Rojobrono, karena Rojobrono maupun emas
mudah habis dan di perjalanan tidak aman. Selain itu, Sang Prabu berpesan kepada Nolodremo
supaya dia mendidik anak-anaknya menjadi dalang agar ringgit beber tersebut tetap lestari dan
supaya Nolodremo benar-benar menjalankan apa yang telah diwasiatkan Sang Prabu kepadanya.
Dalam perjalanan pulangnya, Nolodremo kehabisan bekal. Akhirnya dia memutuskan untuk
mbarang (mengamen) di Pedusunan melaksanakan pentas wayang beber agar mendapatkan upah.
Begitu seterusnya sampai dia tiba di rumahnya. Akhirnya Nolodremo dikenal sebagai dalang
wayang ringgit dan sering diundang ke daerah-daerah lain dalam acara khitanan atau lainnya
sehingga dia mendapat keuntungan banyak sekali. Setelah Nolodremo meninggal dunia,
kemampuan mendalangnya masih diteruskan oleh putra sulungnya dan seterusnya secara turun
temurun hingga sekarang. Adapun turunan Nolodremo yang mendapat warisan wayang beber
sebagai berikut:
1. Nolodremo turunan ke-1
2. Nolo turunan ke-2
3. Samolo turunan ke-3
4. Nolongso turunan ke-4
5. Trunodongso turunan ke-5
6. Gondolesono turunan ke-6
7. Setrolesono turunan ke-7
8. Gondolesono turunan ke-8
* * *
Kotak wayang beber itu lebarnya hanya satu kaki, panjangnya empat kaki, dan tingginya satu
setengah kaki. Gawang untuk panggung pada saat digelar dibuat dari kayu, panjangnya kurang
lebih satu setengah meter (satu depo) dan tingginya setengah kaki. Iringan gamelannya berupa
rebab, kethuk, kenong, kempul, serta kendang. Gendingnya hanya ayak-ayakan. Pada saat
adegan perang, tabuhannya diperkeras tetapi jika sedang ceritan, tabuhannya hanya lamban saja.
Perjalanan menggelar wayang beber waktunya hanya setengah hari saja. Misal, mulai pukul
delapan dan selesai pukul dua belas.
Dari cerita Gondolesono, wayang, kotak, cempala, serta semua tetabuhan merupakan pemberian
dari Keraton Majapahit. Mulai menerima semua hal tersebut dari Prabu Brawijaya hingga
sekarang, tidak ada yang mengalami perubahan. alaupun ada yang rusak, Gondolesono tidak
berani untuk memperbaikinya-meski memperbaikinya tidak terlalu sulit-sebab dia masih
mempunyaii keyakinan bahwa semua watyang atau satu unit tabuhan itu masih merupakan
barang yang dianggap keramat maka tetap takut dengan siku bilahinya.
Disadur dari Babad Tanah Pacitan & Perkembangannya, dengan beberapa perubahan.






% GLG
(erita Rakyat dari Kecamatan Nawangan, Pacitan)
ethek (kera) adalah binatang yang hidup di hutan bersama binatang-binatang hutan
yang lain. ethek Ogleng adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek
(kera). Tarian ini ditarikan oleh masyarakat Desa Tokawi ecamatan Nawangan bertahun-
tahun lamanya. Biasanya tarian ini dipentaskan pada waktu hafatan masyarakat setempat.
Tarian ethek Ogleng ini berasal dari sebuah cerita erafaan Jenggala dan ediri.
* * *
Raja Jenggala mempunyai seorang putri bernama Dewi Sekartaji dan Kerajaan Kediri
mempunyai seorang putra bernama Raden Panji Asmorobangun. Kedua insan ini saling
mencintai dan bercita-cita ingin membangun kehidupan yang harmonis dalam sebuah keluarga.
Hal ini membuat keduanya tidak dapat dipisahkan.
Namun, raja Jenggala, ayahanda Dewi Sekartaji, mempunyai keinginan untuk menikahkan Dewi
Sekartaji dengan pria pilihannya. Ketika Dewi Sekartaji tahu akan dinikahkan dengan laki-laki
pilihan ayahandanya-yang tentunya tidak dia cintai, dia diam-diam meninggalkan Kerajaan
Jenggala tanpa sepengetahuan sang ayahanda dan seluruh orang di kerajaan. Malam hari, sang
putri berangkat bersama beberapa dayang menuju ke arah barat.
Di Kerajaan Kediri, Panji Asmorobangun yang mendengar berita menghilangnya Dewi Sekartaji
memutuskan untuk nekad mencari Dewi Sekartaji, sang kekasih. Di perjalanan, Panji
Asmorobangun singgah di rumah seorang pendeta. Di sana Panji diberi wejangan agar pergi ke
arah barat dan dia harus menyamar menjadi kera. Sedangkan di lain pihak, Dewi Sekartaji
ternyata telah menyamar menjadi Endang Rara Tompe.
Setelah Endang Rara Tompe naik turun gunung, akhirnya rombongan Endang Rara Tompe, yang
sebenarnya Dewi Sekartaji, beristirahat di suatu daerah dan memutuskan untuk menetap di sana.
Ternyata kethek penjelmaan Panji Amorobangun juga tinggal tidak jauh dari pondok Endang
Rara Tompe. Maka, bersahabatlah mereka berdua. Meski tinggal berdekatan dan bersahabat,
Endang Rara Tompe belum mengetahui jika kethek yang menjadi sahabatnya adalah Panji
Asmorobangun, sang kekasih, begitu juga dengan Panji Asmorobangun, dia tidak mengetahui
jika Endang Rara Tompe adalah Dewi Sekartaji yang selama ini dia cari.
Setelah persahabatan antara Endang Rara Tompe dan kethek terjalin begitu kuatnya, mereka
berdua membuka rahasia masing-masing. Endang Rara Tompe merubah bentuknya menjadi
Dewi Sekartaji, begitu juga dengan kethek sahabat Endang Rara Tompe. Kethek tersebut
merubah dirinya menjadi Raden Panji Asmorobangun. Perjumpaan antara Dewi Sekartaji dan
Raden Panji Asmorobangun diliputi perasaan haru sekaligus bahagia. Akhirnya, Dewi Sekartaji
dan Raden Panji Asmorobangun sepakat kembali ke kerajaan Jenggala untuk melangsungkan
pernikahan.
Diposkan oleh Rohma Nur Azmi



























Asalusul Coa Cong

Alklsah wakLu lLu uusun ule mengalaml kemarau yang pan[ang sehlngga sullL unLuk mencarl alr
mlnum dan alr unLuk berbagal keperluan seharlharl Maka Mbah noyo SemlLo dan Mbah !oyo mencoba
mencarl alr ke dalam gua yang dlanggapnya Lerlalu [auh darl rumah penduduk kurang leblh 400 meLer
uengan menggunakan alaL penerangan Lradlslonal berupa obor (daun kelapa kerlng yang dllkaL) hlngga
menghablskan Lu[uh lkaL kedua kakek LersebuL berhasll menelusurl loronglorong gua hlngga
menemukan beberapa sendang dan mandl dl dalamnya erlsLlwa LersebuL LerhlLung 63 Lahun yang lalu
yang dlhlLung mundur darl Lahun 1993
ALas penemuan LersebuL pencarlan berlkuLnya pun dllakukan LepaLnya pada harl Mlnggu on Langgal 3
MareL 1993 berangkaLlah se[umlah rombongan yang ber[umlah delapan orang unLuk mengeksplore
leblh [auh LenLang keberadaan gua LersebuL SlngkaL cerlLa akhlrnya rombongan LersebuL berhasll
menyusurl gua yang kelndahannya blsa dlrasakan sampal sekarang"

8uang perLama yalLu ruang Sendang 8ldadarl ualam ruangan lnl LerdapaL sendang kecll dengan alr
yang dlngln dan berslh ul sebelahnya adalah ruang 8ldadarl dlmana menuruL cerlLa dlruangan kadang
mellnLas bayangan seorang wanlLa yang canLlk

8uang Llga dan empaL adalah ruang krlsLal dan marmer dlmana dalam ruangan LersebuL Lerslmpan baLu
krlsLal dan marmer dl slslslsl aLas dan samplng gua dengan kuallLas yang hamplr sempurna Memasukl
ruang llma adalah ruangan yang sedlklL lapang ul LempaL lnl pernah dl[adlkan konser muslk empaL
negara yalLu lndonesla Swlss lnggrls dan erancls dalam kerangka mempromoslkan keberadaan Cua
Cong ke mancanegara8uang enam adalah ruang perLapaan dan Lerakhlr ruang Lu[uh adalah baLu gong
Adalah baLubaLu yang apablla klLa Labuh akan mengeluarkan suara seperLl gong

a hreI"http://www5.shoutmix.com/?erhopla"~View shoutbox/a~

You might also like