You are on page 1of 21

Evaluasi Clinical Pathways RSUD Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh#


Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati, Jakarta. Pendahuluan Dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 45 menerangkan tentang kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.1 Pada Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit pada pasal 33 menerangkan tentang organisasi rumah sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel. 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.3,4 Pada tanggal 12-13 September 2011 yang lalu telah diadakan pelatihan dan workshop Penyusunan Clinical Pathways di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam.5 Maka akan akan dilaksanakan evaluasi dan analisis dari hasil pelatihan tersebut dengan mempergunakan format intrumen monitoring dan evaluasi clinical pathways di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh5 dan Tabel 1 berikut.
#

Disampaikan pada acara Evaluasi Clinical Pathways di RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam, 19-20 Deseember 2011. 1 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 2 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit 3 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah 5 Firmanda D. Penyusunan Clinical Pathways. Disampaikan pada Acara Pelatihan dan Workshop Clinical Pathways RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh NAD 12-13 September 2011. http://www.scribd.com/doc/61506743/Dody-Firmanda-2011-Materi-Workshop-Clinical-Pathways-RSUDDr-Zainoel-Abidin-Banda-Aceh

Tabel 1. Tabel Format Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi Dalam melakukan evaluasi kebijakan dan sistem layanan kesehatan (healthcare system and policies evaluation) ada 3 kriteria kunci yakni kriteria efektifitas, efisiensi, dan keberadilan/ekuiti (effectiveness, efficiency and equity)6 yang merupakan suatu rangkaian sistematik dalam suatu sistem. Melakukan suatu analisis ekonomi dalam pelayanan kedokteran profesi adalah tidak mudah, mengingat banyak faktor yang harus dipertimbangkan dari berbagai dimensi termasuk cara pendekatan dari jenis analisis ekonomi yang akan digunakan, batasan terminologi ekonomi itu sendiri mengenai utilization, productivity, benefit, efficiency, effectiveness, value for money, kebijakan fiskal dan tingkat inflation rate yang sering kali berubah. Disamping keterbatasan sumber daya dan kebijakan ekonomi yang dipengaruhi politis, sehingga tidak jarang 'resources' tersebut telah dipagu menjadi 'fixed'.7 Sedangkan di sisi dimensi lain profesi itu sendiri dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya dan keprofesiannya dalam koridor etik-sosio-budaya serta berbagai peraturan dan perundangan hukum.2 Sedangkan istilah, definisi dan dimensi akan efisiensi juga belum ada kesepakatan yang jelas dan eksplisit tergantung dari berbagai perspektif. Efisiensi dapat digolongkan kepada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan kesehatan.1,8 (Tabel 2)

Aday LA, Begley CE, Lairson DR. Evaluating the healthcare system: effectiveness, efficiency and equity. 3rd ed. Washington DC: Health Administration Press, 2004. 7 Firmanda D. Aplikasi integrasi sinergis antara Evidenve-based Medicine, Evidence-based Healthcare dan Evidence-based Policy dalam satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi IDAI di masa mendatang.II.Cost Effectiveness Analyses (CEA) Standar Pelayanan Medis (SPM) Kesehatan Anak IDAI Disampaikan pada Acara Pertemuan Perhimpunan Organisasi Profesi dengan Ditjen Yan Medik Depkes RI di Bogor September 2005. http://www.scribd.com/doc/12827936/Dody-Firmanda-2005-042-Aplikasi-integrasi-sinergisEvidenvebased-Medicine-Evidencebased-Healthcare-dan-Evidencebased-Policy-dalam-Clinical-Gove 8 Firmanda D. Pengendalian mutu dan efisiensi pembiayaan layanan kesehatan. Disampaikan dalam rangka evaluasi Program Pelayanan Askes Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) diselenggarakan oleh Kantor Pusat PT Askes (Persero) di Hotel Panorama Batam 10 Desember 2008. http://www.scribd.com/doc/9800878/Dody-Firmanda-2008-Pengendalian-Mutu-Dan-Efisiensi-Biaya-RS10-Desember-2008

Tabel 2. Berbagai definisi dam dimensi tingkat analisis tentang efektifitas, efiensi dan keberadilan/ekuiti.8

Evolusi sistem layanan kesehatan di sarana kesehatan (rumah sakit) secara prinsipnya mulai dari yang bercirikan doing things cheaper dalam hal ini efficiency pada tahun 1970an pada waktu krisis keuangan dan gejolak OPEC, kemudian ekonomi mulai pulih dan masyarakat menuntut layanan kesehatan bercirikan doing things better dalam hal ini quality improvement. Selama dua dekade tersebut manajemen bercorak doing things right (dikenal sebagai increasing effectiveness) yang merupakan kombinasi doing things cheaper dan doing things better. Ternyata prinsip doing things right tidak memadai mengikuti perkembangan kemajuan teknologi maupun tuntutan masyarakat yang semakin kritis; dan prinsip manajemen doing things right tersebut telah ketinggalan zaman dan dianggap sebagai prinsip dan cara manajemen kuno.

Pada abad 21 ini masa era globalisasi dibutuhkan tidak hanya doing things right, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen doing the right things sehingga kombinasi keduanya disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern doing the right things right. 9

Clinical Pathways dalam Efisiensi Pembiayaan, Efektifitas Pelayanan dan Keberadilan/Ekuiti


Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.10,11,12 Berikut hasil penelitian penerapan Clinical Pathways Pneumonia (Gambar 1 dan 2) yang dilakukan dalam rangka membuktikan adanya efisiensi biaya, efektifitas layanan dan keberadilan/ekuiti bagi semua pasien tanpa memandang latar belakang keadaan sosial ekonomi, pendidikan maupun gender. Dari Gambar 1 dan 2 di bawah untuk kasus pneumonia biaya perawatan sampai sembuh (dengan tarif rumah sakit) mempergunakan Clinical Pathways Pneumonia adalah sekitar Rp 495 000,- untuk kelas III, Rp 1 120 000,- untuk kelas II, Rp 1 480 000,- untuk kelas I dan Rp 2 150 000,- untuk kelas VIP. Sedangkan bila dihitung berdasarkan klaim Jamkesmas untuk kasus yang sama adalah Rp 2 707 663,-. Maka secara matematik dengan mempergunakan Clinical Pathways untuk kasus pneumonia tersebut menghemat (2 707 663 495 000 = Rp 2 212 663,-). Dengan demikian
9

Firmanda D. Peran Efektifitas Klinis dalam rangka mewujudkan keselamatan/keamanan (safety) dan berorientasi kepada pasien (patient centredness).Disampaikan pada Hospital Management 3 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI di Grand Angkasa Hotel International, Medan 11 Agustus 2008. http://www.scribd.com/doc/9813111/Dody-Firmanda-2008Peran-Efektivitas-Klinis-Dalam-PATH
10

Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005. 11 Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005. 12 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.

terlihat jelas dari segi ekonomi/pembiayaan rumah sakit tersebut sangat efisien dan menguntungkan bila menggunakan Clinical Pathways. Dengan mempergunakan Clinical Pathways dapat menghitung Cost Weight setiap kelompok kasus, contoh untuk kasus pneumonia di atas rerata sumberdaya (resources) rumah sakit (obat obatan, bahan dan alat dll) yang terpakai adalah Rp 250 000,- maka Cost-Weight nya adalah (450 000/250 000 = 1.8).

Gambar 1. Contoh hasil penelitian implementasi salah satu Clinical Pathways untuk kasus pneumonia

Gambar 2. Contoh analisis hasil implementasi salah satu Clinical Pathways pada tahun 2006 untuk kasus pneumonia

Tentang cara langkah langkah perhitungan cost weight, casemix index, base rate rumah sakit dan alokasi anggaran dapat dilihat dalam Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Contoh perhitungan berdasarkan data hasil implementasi Clinical Pathways dalam mencari Relative Weight (cost weight), Case Mix Index dan Base Rate.

Strategi Pelaksanaan Clinical Pathways Agar tidak tumpang tindih serta sinergis dengan kenyataan di lapangan (rumah sakit), maka implementasi Clinical Pathways sebaiknya terpadu dengan tatakelola manajamen (corporate governance) dan tatakelola klinis (clinical governance) yang telah berlaku sesuai misi rumah sakit dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010 yang digunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dengan koordinator Komite Medis dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh pimpinan (direktur). Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis13 - pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh organisasi profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI serta sesuai dengan kondisi rumah sakit maka tinggal disepakati oleh anggota profesi (SMF) terkait sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit tersebut. Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai dengan keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut maka profesi di rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis (PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit. Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah sakit - profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi berdasarkan pendekatan evidence-based

13

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010

10

medicine. Secara sederhana peraturan tersebut dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Ringkasan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran PNPK, SPO dan PPK. Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) Rumah Sakit adalah membuat Clinical Pathways sebagai salah satu komponen dari Sistem Casemix (INA CBG) yang saat ini dipergunakan untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jamkesmas) di rumah sakit - maka INA CBG akan lebih disempurnakan dengan menghitung DRG Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap pengelompokkan jenis penyakit dan

11

selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan berdasarkan keadaan sebenarnya diberikan melalui Clinical Pathways. Sistem Casemix adalah suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau kepada masyarakat berdasarkan pengelompokkan spektrum diagnosis penyakit yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan - secara ringkasnya terdiri dari 3 komponen utama yakni kodefikasi diagnosis (ICD 10) dan prosedur tindakan (ICD 9 CM), pembiayaan (costing) yang dapat berupa top-down approach, activity based costing dan atau kombinasi keduanya, dan melalui Clinical Pathways.14,15,16,17,18 INA-DRG adalah variasi sistem casemix versi Kementerian Kesehatan RI untuk Indonesia yang disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit vertikal, mempergunakan ICD 10 untuk diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur tindakan serta biaya berdasarkan tarif yang berlaku pada waktu tersebut. Upaya tersebut memang belum sempurna dan belum mencerminkan realitas keadaan seluruh pelosok tanah air namun sebagai titik tonggak awal, hal tersebut merupakan suatu keberhasilan dalam membuat suatu sistem pembiayaan layanan kesehatan rumah sakit dan usaha baik menuju kepastian dan dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitas maupun validitas datanya yang representatif untuk Indonesia. Sebagai sistem yang baru lahir INADRG akan terus bergulir dan berkembang sesuai tuntutan perkembangan layanan kesehatan baik nasional maupun regional.19 Dengan berakhirnya lisensi

14

Goldman L. Cost-Effectiveness in a flat world Can ICDs help the United States get rhythm? N Engl J Med 2005;353(14 ):1513-5. 15 Dana B Mukame DB, Zwanziger J, Bamezai A. Hospital competition, resource allocation and quality of care. BMC Health Services Research 2002; 2(10): 1472-81. 16 Diane Rowland D. Medicaid Implications for the health safety net.N Engl J Med 2005; 353(14): 1439-41. 17 Greally C. After 12 years of Casemix in Ireland, a major review leading to its modernisation and expansion as a central pillar in hospital funding policy. Ireland Department of Health, 2004. 18 Casemix Unit Department of Health and Children. Casemix Measurement in Irish Hospitals. Ireland Department of Health, 2005. 19 Firmanda D. Analisis Pembayaran kepada Pemberi Layanan Kesehatan (PPK) menggunakan INA-CBG mendekati harapan semua pihak sesuai Clinical Pathways. Disampaikan pada Workshop Implementasi INA-CBG Percepatan Transformasi di Rumah Sakit Daerah (RSD) diselenggarakan oleh Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) Jawa Barat di Hotel Aston Tropicana Bandung, 23 Juni 2011.

12

grouper INA-DRG terhitung tanggal 30 September 2010, maka nama sitem Casemix INA-DRG berubah menjadi INA-CBG20. P2JK Kementerian Kesehatan RI telah mengadakan pertemuan dengan seluruh perhimpunan profesi dan kolegium di Denpasar Bali pada tanggal 23 November 2009 dan menghasilkan keputusan sebagai berikut: 1. Kesepakatan dan komitmen bersama seluruh perhimpunan profesi dan Kolegium setiap perhimpunan profesi membuat 10 penyakit terbanyak Standar/Pedoman Pelayanan Medis (S/PPM) dan Clinical Pathways untuk melengkapi INA-DRG dalam Program Jaminan Kesehatan. 2. Pertemuan selanjutnya tanggal 22 Januari 2010 diselenggarakan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Sekretariat Jenderal Depkes RI membahas seluruh SPM dan CP. Rencana pertemuan lanjutan tanggal 22 Januari 2010 diundur dan terealisasi pada tanggal 7-9 April 2010 di Batam dengan pembahasan kembali mengenai Standar Pelayanan Kedokteran setiap perhimpunan profesi. Namun setelah itu tidak ada tindak lanjut seterusnya. Terlepas dari kendala penggunaan Clinical Pathways sebagai pelengkap INACBG; implementasi Clinical Pathways sangat bermanfaat bagi profesi dalam memberikan pelayanan, pendidikan maupun penelitian di rumah sakit sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 5 sampai 7 berikut.

20

Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI Nomor IR.03.01/ I/570710 Tanggal 18 Oktober 2010.

13

Gambar 5. Implementasi Clinical Pathways dalam bidang pelayanan di rumah sakit.

14

Gambar 6. Implementasi Clinical Pathways untuk penelitian di rumah sakit.

15

Gambar 7. Implementasi Clinical Pathways dikaitan dengan asesmen penilaian untuk peserta didik mahasiswa dan peserta program dokter spesialis di rumah sakit maupun rumah sakit jejaring pendidikan.

16

Konsep. konstruksi maupun model implementasi Clinical Pathways secara tidak langsung sebagaimana diutarakan diatas bahwa:

Clinical Pathways sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (duty of care), utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko (risks management), rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints) untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance) individu profesi maupun kelompok (team-work).
Merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi baru maupun dari Joint Commission International for Hospital (JCI) versi 2011 untuk standar standar dalam Section I. Patient Centered Standard maupun dalam Section II. Healthcare Organization Management Standard sebagaimana ilustrasi Gambar 8 sampai 10 berikut.

17

Gambar 8. Clinical Pathways dan JCI 2011 Accreditation Standards

18

Gambar 9. Sistematika dalam JCI 2011 Hospital Standards dan Penilaiannya

19

Gambar 10. Clinical Pathways dan tehnik Tracer Methodology yang digunakan oleh surveyor dalam rangka Akreditasi JCI 2011

20

Kesimpulan: Dari uraian singkat diatas dengan hanya selembar Clinical Pathways merupakan suatu instrumen yang komprehensif merangkum secara terpadu bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian maupun akreditasi serta bila ditinjau dari segi ekonomi kesehatan dapat melaksanakan efisiensi pembiayaan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin hari rawat pasien, mengeliminasi pemeriksaan penunjang/laboratorium/tindakan yang tidak diperlukan, menggunakan obat obataan (terutama antibiotik) sesuai evidencebased; sehingga pelayanan efektif disamping tidak membedakan latar belakang pasien karena fokus kepada pasien dan penyakitnya (keberadilan/ekuiti) dan sekaligus memenuhi seluruh tiga tujuan dari Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009. Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan data data cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-system) akan dapat disusun suatu National Health Accounts sehingga Universal Coverage akan lebih mudah tercipta dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 untuk bidang kesehatan terwujud (secara macro-system). Terima kasih, semoga bermanfaat. Banda Aceh NAD, 19 Desember 2011 Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta. http://www.scribd.com/Komite%20Medik

21

You might also like