You are on page 1of 8

HIPERTERMIA

Dr. dr. Budiman Darmo Widjojo SpPD



Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM 1akarta



PENDAHULUAN
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus. Neuron yang berada pada hipotalamus anterior
preoptik dan hipotalamus posterior menerima rangsangan dari dua lokasi. Lokasi rangsangan
pertama berasal dari saraI periIer yang menghantarkan inIormasi dari reseptor hangat/dingin
dari kulit dan lokasi rangsangan yang kedua berasal dari suhu aliran darah yang melewati
daerah tubuh tersebut. Kedua rangsangan ini terintegrasi secara sentral di hipotalamus untuk
menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Pada lingkungan suhu yang netral, kecepatan
metabolisme tubuh menghasilkan panas lebih banyak daripada yang diperlukan untuk
menjaga agar suhu inti tubuh tetap memiliki rentang antara 36,5-37,5
o
C.
1

Suhu inti tubuh yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit yang mengarah
kepada hipertermia disertai dengan pemeriksaan Iisik yang menunjukkan ke arah hipertermia,
maka dengan segara perlu dilakukan terapi. Pada keadaan hipertermia, pemberian antipiretik
tidak bermanIaat. Pendinginan secara Iisik perlu segera dilakukan dengan kompres dingin
dan selimut pendingin bersamaan dengan pemberian cairan IV dan obat-obat Iarmakologis.
1

EPIDEMIOLOGI

Dari beberapa penyebab hipertermia, heat stroke dan hipertermia maligna lebih sering
terjadi sebagai penyebab hipertermia. Heat stroke yang terjadi saat tidak latihan dapat terjadi
baik pada orang-orang usia muda atau usia tua. Berdasarkan Centers for Disease Control and
Prevention, kematian yang terjadi akibat cedera panas di Amerika Serikat yang terjadi sejak
1979 menjadi 1997 adalah sebanyak 7000 orang. Orang-orang yang berisiko adalah usia tua,
orang yang terbaring di tempat tidur lama, orang yang mengkonsumsi obat antikolinergik
atau antiparkinson dan diuretik.
1, 2

Selain itu, telah dilaporkan juga Irekuensi dari hipertermia maligna di Amerika Serikat
berkisar sebanyak 1 dari 10.000 pasien yang menerima obat anestesi dari 1 dalam 50.000
pasien. Angka insidens dari hipertermia maligna yang sesungguhnya belum dapat dilaporkan
dengan tepat, hal ini karena kurangnya pelaporan secara universal.
3

DEFINISI
Hipertermia ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang melampaui kemampuan
tubuh untuk mengeluarkan panas. Pada keadaan hipertermia, pengaturan suhu(set point dari
pusat termoregulator hipotalamus tidak berubah. Perbedaan hipertermia dengan demam
adalah bahwa hipertermia tidak berkaitan dengan molekul pirogenik. Paparan panas eksogen
dan produksi panas endogen adalah dua mekanisme yang menyebabkan hipertermia sangat
berbahaya. Produksi panas yang berlebihan dapat dengan mudah menyebabkan hipertermia
selain oleh karena kontrol suhu tubuh Iisiologis yang abnormal.
1, 3, 4

PATOGENESIS

Untuk memahami patogenesis hipertermia, yang perlu diperhatikan adalah respon
sistemik dan selular terhadap pajanan panas. Respon-respon ini termasuk termoregulasi,
respon Iase akut, dan respon yang berkaitan dengan produksi protein-protein akibat cedera
panas.
4


Termoregulasi
Panas tubuh didapatkan dari lingkungan sekitar dan diproduksi dari metabolisme
tubuh. Proses termoregulasi salah satunya adalah membuang panas yang berlebih secara
keseluruhan untuk menjaga agar suhu tubuh tetap sekitar 37
o
C. Peningkatan suhu tubuh
sebesar 1
o
C mengaktivasi reseptor panas di periIer dan di hipotalamus yang kemudian
megirimkan sinyal ke pusat termoregulator hipotalamus, dan respon eIeren dari pusat
termoregulator ini meningkatkan penghantaran panas melalui darah ke permukaan tubuh.
Kemudian, terjadilah vasodilatasi dari pembuluh darah kulit melalui mekanisme simpatis,
disertai juga peningkatan airan darah di kulit hingga sampai 8 liter per menit. Peningkatan
dari temperatur darah juga menyebabkan timbulnnya keringat. Apabila udara di sekitar
permukaan tubuh tidak tersaturasi dengan air, keringat akan menguap dan akan
mendinginkan permukaan tubuh. Penguapan dari 1,7 ml keringat akan menghabiskan energi
sebesar 1 kcal. Pada keadaan udara kering hingga maksimal, berkeringat akan menghabiskan
sebanyak 600 kcal per jam. Gradien termal yang terjadi akibat penguapan keringat sangat
penting untuk perpindahan panas dari tubuh ke luar lingkungan. Peningkatan suhu darah juga
menyebabkan takikardi, peningkatan curah jantung, dan peningkatan ventilasi per menit.
PerIusi ke organ dalam akan berkurang, terutama ke usus dan ginjal, hal ini disebabkan
dialihkannya aliran darah dari sentral ke periIer (kulit dan otot untuk membuang panas
berlebih ke luar tubuh.
1, 4


Respon Fase Akut
Respon Iase akut akibat cedera panas adalah suatu kondisi yang berkesinambungan
yang berkaitan dengan sel-sel endotel, leukosit, dan sel-sel epitel. Mediator yang berperan
dalam peradangan sistemik akibat aktivitas berat adalah interleukin-1. Bermacam-macam
sitokin telah diketahui akan muncul sebagai respon dari panas dari endogen maupun panas
dari lingkungan. Sitokin akan menimbulkan rangsang demam, leukositosis, peningkatan
protein Iase akut, katabolisme otot, stimulasi dari axis hipotalamus-pitiutari-adrenal, dan
aktivasi dari sel-sel leukosit dan endotelial. Interleukin-6 diproduksi selama cedera panas
memodulasi respon inIlamasi akut sistemik dengan mengatur kadar sitokin-sitokin
peradangan. Interleukin-6 juga menstimulasi produksi protein-protein inIlamasi Iase akut dari
protein, protein ini menghambat produksi spesies oksigen reaktiI dan pengeluaran enzim
proteolitik dari leukosit-leukosit yang teraktivasi. Protein Iase akut lainnya menstimulasi
adesi sel endotelial, proliIerasi, dan angiogenesis sehingga berkontribusi juga terhadap
perbaikan dan penyembuhan jaringan. Pada respon Iase akut ini terjadi peningkatan ekspresi
gen pada sel otot, dan tidak ada monosit. Hal ini menunjukkan bahwa onset dari inIlamasi ini
bersiIat lokal.
1, 4

Gambar 1. Urutan kejadian pada progresiIitas pajanan panas (eat stress menjadi hipertermia akibat eat
stroke
4

0,9897088
(pajanan panas)
Respon Fase Akut
Respon
Termoregulator
Respon 0,984.
'asodilatasi kulit
'asokonstriksi
splanknik
Hiperrespon
Fase Akut
Gangguan
respon 0,9
84.
Pengeluaran
nitrit oksida
Produksi
nitrogen dan
oksigen reaktif
Peningkatan
permeabilitas usus
Endotoksemia
Gagal
termoregulator,
shock sirkulasi, dan
0,989740
GE1ALA DAN TANDA

Suhu inti tubuh pada keadaan hipertermia dapat berkisar antara 40
o
C sampai 47
o
C.
Pada keadaan ini bisa terjadi disIungsi otak, gejala ringan pada susunan saraI pusat biasanya
gangguan perilaku, seringkali gejala yang timbul adalah delirium. Kejang biasanya timbul
pada saat pasien sedang dilakukan pendinginan. Pada pasien dengan hipertermia akan
menunjukkan takikardi dan hiperventilasi. Pada kondisi eat-stroke, tekanan arteri karbon
dioksida seringkali kurang dari 20 mmHg. Pada 25 pasien bisa terjadi hipotensi.
4


Komplikasi serius dari hipertermia adalah sindrom disIungsi multi-organ. Sindrom
disIungsi multi organ ini adalah enseIalopati, rhabdomiolisis, gagal ginjal akut, ARDS,
cedera miokard, cedera hepatoselular, inIark saluran cerna, cedera pankreas, komplikasi
pendarahan, terutama koagulasi intarvaskular diseminata, dengan trombositopenia yang aling
menonjol.
1, 3


ETIOLOGI

Tabel 1. Penyebab hipertermia yang paling sering
1

Penyebab Hipertermia
0,9$9740
Saat latihan: beraktivitas pada suhu yang panas dan/atau kelembabab tinggi
Tanpa latihan: konsumsi antikolinergik, antihistamin, antiparkinson, diuretik, Ienotiazin
Hipertermia imbas obat
AmIetamin, kokain, Iencyclidin (PCP, metilendioksimetamIetamin (MDMA: ekstasi, asam
lisergik dietilamid, salisilat, litium, antikolinergik, simpatomimetik.
Sindrom Neuroleptik Maligna
Fenotiazin, butiroIenon, haloperidol, Iluoksetin, loxapin, trisiklik dibenzodiazepin,
metoklopramid, domperidon, tiotixen, molindon.
Sindrom Serotonin
$elective serotonin reuptake inibitors (SSRIs, monoamine oxidase inibitors (MAOIs,
antidepresi trisiklik
Hipertermia Maligna
Anestetik inhalasi, suksinilkolin
Endokrinopati
Tirotoksikosis, Ieokromositoma
Kerusakan susunan saraf pusat
Pendarahan serebral, status epileptikus, cedera hipotalamus.
Penyebab tersering hipertermia adalah eat stroke. Heat stroke dapat dikategorikan
menjadi saat latihan dan tanpa latihan. Heat stroke yang terjadi saat latihan biasanya terjadi
pada individu yang sedang latihan pada suhu yang terlampau tinggi dan/atau kelembaban
tinggi. Hipertermia imbas obat telah menjadi penyebab yang semakin sering sebagai
penyebab hipertermia akibat dari peningkatan dari pemberian resep obat-obat psikotropika.
Hipertermia maligna terjadi pada individu dengan kelainan dari retikulum sarkoplasma otot
lurik yang diturunkan. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraselular
yang cepat akibat pemberian halotan dan obat anestetik inhalasi lainnya atau karena
pemberian suksinilkolin. Sesaat setelah pemberian obat-obat tersebut dapat menyebabkan
peningkatan suhu, peningkatan metablisme otot, kekakuan otot, rhabdomiolisis, asidosis, dan
instabilitas kardiovaskular. Kondisi yang berbahaya ini jarang ditemukan. Sindrom
neuroleptik maligna terjadi akibat pemberian obat-obat neuroleptik. Sindrom ini ditandai oleh
adanya kekakuan otot, eIek samping ekstrapiramidal, disregulasi otonom, dan hipertermia.
Kelainan ini disebabkan oleh penghambatan dari reseptor dopamin di hipotalamus, yang
akhirnya menyebabkan peningkatan produksi panas dan berkurangnya pembuangan panas.
Sindrom serotonin terjadi akibat pemberian obat-obat SSRI (selective serotonin uptake
inibitors, MAOI, dan obat-obat serotoninergik lainnya. Kondisi ini seringkali tumpang
tindih dengan sindrom neuroleptik maligna, dan dapat dibedakan dengan adanya diare,
tremor, dan mioklonus.
1

DIAGNOSIS
Penegakkan Diagnosis
Sangatlah penting untuk membedakan demam dengan hipertermia karena hipertermia
bisa sangat berbahaya dan tidak memiliki respon terhadap pemberian antipiretik. Pada
keadaan gawat darurat membedakan demam dan hipertermia dapat menjadi sulit. Pada kasus
sepsis sistemik, demam (hiperpireksia onset nya bisa cepat dan suhu tubuh dapat melampaui
40,5
o
C. Hipertermia seringkali didiagnosis berdasarkan kejadian yang tiba-tiba melampaui
kenaikan dari suhu inti tubuh, misalnya pajanan panas atau pengobatan dengan obat-obatan
yang menghambat berkeringat, kulit terasa panas dan kering, sedangkan pada demam kulit
terasa dingin oleh karena vasokonstriksi. Obat antipiretik tidak menurunkan suhu pada
hipertermia, sedangkan pada demam dan bahkan hiperpireksia pemberian aspirin atau
asetaminoIen dengan dosis tepat dapat menurunkan suhu tubuh.
1

Anamnesis. Hipertermia pada umumnya didiagnosis berdasarkan dua kriteria yaitu
didapatkan suhu tubuh yang tinggi dan riwayat yang mengarah kepada hipertermia. Hal yang
perlu ditanyakan adalah peningkatan suhu ini disebabkan oleh suatu aktivitas dalam kondisi
lingkungan yang panas, lembab (eat stroke, atau disebabkan oleh konsumsi obat yang
memiliki eIek samping hipertermia (hipertermia imbas obat. Selain itu, untuk menegakkan
diagnosis perlu ditujukan untuk pengarahan kepada gejala dan tanda yang berhubungan
dengan sindrom hipertermia, seperti gejala ekstrapiramidal yang merupakan karakteristik dari
sindrom neuroleptik maligna, sedangkan ketiadaan dari gejala dan tanda yang menyertai
hipertermia menunjukkan ke arah demam. Untuk menyingkirkan dugaan hipertermia adalah
apabila pasien mengkonsumsi obat antipiretik, kemudian suhu tubuhnya turun walaupun
tidak mencapai suhu normal.
1

Pemeriksaan Fisik. Kronologi kejadian sebelum demam (misalnya, kontak terhadap pasien
yang terinIeksi atau kontak dengan vektor penyakit harus dipastikan. Alat digital untuk
mengukur suhu mulut, membran timpani, dan suhu rektal dapat diandalkan, tapi lokasi yang
sama harus digunakan secara konsisten untuk memonitor demam. Selain itu, yang perlu
diperhatikan adalah bahwa bayi yang baru lahir, pasien lansia, pasien dengan penyakit hepar
kronis atau gagal ginjal, dan pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid mungkin memiliki
inIeksi dalam ketiadaan demam.
1

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan harus mencakup pemeriksaan darah periIer lengkap;
hitung diIerensial harus dilakukan secara manual atau dengan instrumen sensitiI untuk
identiIikasi bentuk muda atau batang neutroIil, granulasi toksik, dan Dle body, yang
menandakan inIeksi bakteri. Pada beberapa penyakit virus dapat terjadi neutropenia.
1, 4



KLASIFIKASI
Tabel 2. KlasiIikasi suhu
KlasiIikasi Suhu
5

Keadaan Rentang Suhu
Normal 36,5 37,5
o
C
Hipotermia 35,0
o
C
Demam ~ 37,5 38,3
o
C
Hipertermia ~ 37,5 38,3
o
C
Hiperpireksia ~ 40,0 41,5
o
C

Hipertermia diklasiIikasikan apabila suhu inti tubuh melebihi 37.538.3 C, yang
terjadi tanpa perubahan dari set-point suhu tubuh. Suhu tubuh normal pada orang dewasa
dapat mencapai 37,7
o
C pada sore hingga malam hari.
1, 3, 4


PENATALAKSANAAN

Pengobatan hipertermia tergantung dari penyebabnya, penyebab utama dari
hipertermia harus segera dilakukan tindakan. Pada keadaan hipertermia sedang yang
disebabkan eat stroke saat aktivitas dapat ditangani dengan pemberian air minum atau
beristirahat pada tempat yang dingin.
1, 5
Hipertermia yang terjadi akibat pemakaian obat
seringkali ditangani dengan pemberhentian pemakaian obat tersebut atau dengan pemberian
obat yang bekerja berlawanan dengan obat tersebut. Selain itu, hal yang perlu diingat adalah
bahwa obat-obat antipiretik tidak bermanIaat dalam menangani hipertermia.
1

Prinsip utama penatalaksanaan dari hipertermia adalah dengan pendinginan segera dan
suportiI terhadap Iungsi sistem-organ.
4

Tabel 3. Penatalaksanaan hipertermia


4

Kondisi Intervensi Target
Rawat Jalan
Pajanan Panas (oleh karena
gelombang panas, atau aktivitas
berat dengan perubahan pada
status mental (snsietas, delirium,
kejang, atau koma
Ukur suhu inti tubuh Diagnosis eat stroke
Apabila suhu inti tubuh ~40
o
C,
pindahkan pasien ke tempat yang
lebih dingin, lepaskan pakaian
pasien, dan mulai dengan
pendinginan eksterna: kompres
dingin pada leher, aksila, dan
lipat paha. Kemudian semprot
kulit dengan air pada suhu 25
o
C
sampai 30
o
C
Turunkan suhu inti tubuh sampai
39,4
o
C, memulai
pendinginan dengan konduksi,
dan evaporasi
Pasien diposisikan pada sisi
tubuhnya dan bebaskan jalan
napas.
Meminimalisir risiko aspirasi
Berikan oksigen 4 liter/menit Meningkatkan saturasi oksigen
arteri sampai ~90
Berikan cairan kristaloid isotonik
(normal saline
Ekspansi volume intravaskular
Pindahkan ke unit gawat darurat
dengan segera

Rawat di Rumah Sakit
Periode pendinginan KonIirmasi diagnosis dengan
termometer terkalibrasi untuk
mengukur tinggi suhu (40
o
C
sampai 47
o
C

Hipertermia Awasi suhu rektal dan suhu kulit;
lanjutkan pendinginan
Menjaga suhu rektal 39,4
o
C dan
suhu kulit 30
o
C-33
o
C
Kejang Berikan benzodiazepin Kendalikan kejang
Gagal napas Pikirkan intubasi elektiI (untuk
gangguan reIlek menelan dan
reIlek batuk atau penurunan
Iungsi pernapasan
Menjaga jalan napas dan
membantu oksigenasi (saturasi
oksigen arteri ~ 90
Hipotensi Berikan cairan untuk ekspansi
volume, pikirkan vasopresor,
dan awasi tekanan vena sentral
(CVP
Meningkatkan tekanan arteri rerata
sampai ~60 mmHg dan
mengembalikan perIusi organ
dan oksigenisasi jaringan
Rhabdomiolisis Tambahkan volume cairan tubuh
dengan normal saline dan
berikan Iurosemid, manitol,
dan natrium bikarbonat
(intravena
Mencegah cedera renal imbas
mioglobin: mendukung aliran
darah renalis, diuresis, dan
alkalisasi dari urin
Awasi kadar kalium serum dan
kadar kalsium dan tatalaksana
hiperkalemia
Mencegah aritmia jantung
Setelah pendinginan Terapi suportiI Memulihkan Iungsi organ

Ketika suhu tubuh meningkat secara signiIikan, metode mekanik untuk pendinginan
digunakan untuk menghilangkan panas dari tubuh dan untuk mengembalikan kemampuan
tubuh untuk meregulasi suhu. Hal yang perlu dikerjakan dengan segera adalah dengan teknik
pendinginan secara pasiI, seperti beristirahat dalam suasana dingin dan melepaskan pakaian.
Metode pendinginan secara aktiI dapat membuang panas dari dalam tubuh dan kemudian
akan dengan cepaat mengembalikan suhu tubuh ke suhu normal. Metode pendinginan aktiI
misalnya, kompres air dingin di kepala, leher dan badan. Untuk meningkatkan evaporasi
(berkeringat dapat dilakukan dengan cara meminum air dan menyalakan kipas atau membuat
suasana jadi tidak lembab. Metode berendam dengan air dingin dapat dengan cepat
membuang panas dalam waktu singkat. Namun, metode ini masih kontroversial, karena dapat
menyebabkan vasokonstriksi pada kulit dan sehingga mencegah panas inti tubuh tidak bisa
keluar. Pada beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa berendam dengan air dingin
adalah teknik pendinginan yang paling eIektiI dalam tatalaksana eat stroke saat aktivitas dan
prediktor terbesar dari keluaran adalah derajat dan durasi dari hipertermia. Pada keadaan eat
stroke tanpa aktivitas tidak ada metode pendinginan yang paling unggul.
6

Ketika suhu tubuh mencapai sekitar 40
o
C, atau ketika pasien menjadi tidak sadar atau
menunjukkan tanda-tanda delirium maka keadaan ini adalah suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan penatalaksanaan dengan segera dengan Iasilitas medis yang tepat. Di rumah
sakit, teknik pendinginan yang lebih agresiI tersedia di antaranya hidrasi IV, astric lavae
dengan salin yang didinginkan, dan hemodialisis untuk mendinginkan darah.
1, 6

Hipertermia maligna harus dilakukan tatalaksana dengan pemberhentian anestesi dan


pemberian dantrolen sodium IV. Dosis yang direkomendasikan adalah 1-2,5 mg/KgBB
diberikan intravena setiap 6 jam untuk 24-48 jam, sampai dantrolen oral dapat diberikan.
Dantrolen pada dosis yang sama juga diindikasikan pada sindrom neuroleptik maligna dan
pada hipertermia imbas obat dan dapat juga bermanIaat pada hipertermia karena sindrom
serotonin dan tirotoksikosis. Sindrom neuroleptik maligna juga dapat ditataaksana dengan
bromokriptin, levodopa, amantadin, atau niIedipin atau dengan induksi obat relaksan otot
seperti kurare dan pankuronium. Apabila terjadi kelebihan dosis dari antidepresan trisiklik
dapat diberikan Iisostigmin.
1, 6

PENCEGAHAN
Pembatasan terhadap pajanan panas biasanya dilakukan dengan indeks berdasarkan
suhu di seluruh belahan dunia. Hipertermia yang disebabkan eat stroke, biasanya
disebabkan oleh aktivitas Iisik. Pada kondisi ini untuk pencegahan sebaiknya dengan
melakukan istirahat, tetap menjaga hidrasi dan secara teratur melakukan pengawasan
terhadap suhu tubuh. Heat stroke adalah suatu kondisi yang dapat dicegah. Hipertermia
karena eat stroke sering terjadi pada orang usia muda, lansia, dan pada sekelompok orang
yang tidak mempunyai mesin pendingin udara pada musim panas. Heat stroke saat aktivitas
sering ditemukan pada pekerja buruh, anggota militer, pemain sepak bola, pelari jarak jauh,
dan pada orang yang biasa mengkonsumsi kokain atau amIetamin. Untuk mencegah eat
stroke saat aktivitas ini, orang-orang yang berisiko tersebut dapat melakukan pencegahan
dengan cara aklimatisasi terhadap panas, menjadwalkan aktivitas luar ruangan selama hari-
hari yang dingin, mengurangi aktivitas Iisik, minum air lebih banyak, mengkonsumsi
makanan yang berkadar garam tinggi, dan sering berada di ruangan berpendingin udara.
1, 4, 5

REFERENSI

1. Fauci AS. Harrison's Principle oI Internal Medicine. In: Longo DL, Kasper DL,
Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, eds. 18th ed: The McGraw-Hill
Companies; 2012.
2. Malignant Hyperthermia. 2011. (Accessed 30 November, 2011, at
http://emedicine.medscape.com/article/1445509-overview.
3. Simon HB. Hyperthermia. The New England Journal oI Medicine 1993;329:483-7.
4. Bouchama A, Knochel JP. Heat Stroke. The New England Journal oI Medicine
2002;346:1978-88.
5. Axelrod YK, Diringer MN. Temperature management in acute neurologic disorders.
Neurol Clin 2008;26:585-603.
6. Bouchama A, Dehbi M. Cooling and hemodynamic management in heatstroke:
practical recommendations. Crit Care 2007;11:54-9.

You might also like