You are on page 1of 26

MEMAHAMI KARAKTERISTIK ANAK DALAM MENGATASI MASALAH

BELA1AR MURID DI SEKOLAH DASAR


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah antara lain ditentukan oleh
ketepatan pemahaman guru terhadap perkembangan murid. Pemahaman terhadap
perkembangan murid tersebut, dapat menjadi dasar bagi pengembangan strategi dan
proses pembelajaran yang membantu murid mengembangkan perilaku-perilakunya yang
baru. Kenyataan menunjukkan bahwa pada setiap murid memiliki karakteristik pribadi
atau perilaku yang relatiI berbeda dengan murid lainnya. Keragaman perilaku ini
mengandung implikasi akan perlunya data dan pemahaman yang memadai terhadap
setiap murid.
Menurut Piaget (1896-1980). Anak adalah seorang yang aktiI, membentuk atau
menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka mengeksplorasi lingkungan dan
kemudian tumbuh secara kognitiI terhadap pemikiran-pemikiran yang logis. Setiap murid
khususnya di sekolah dasar memiliki perbedaan antara satu dan lainnya, disamping
persamaannya perbedaan menyangkut kapasitas intelektual, keterampilan, motivasi,
persepsi, sikap, kemampuan minat, latar belakang kehidupan dalam keluarga, dan lain-
lain. Perbedaan ini cenderung akan mengakibatkan adanya perbedaan dalam belajar
setiap murid, baik dalam kecepatan belajarnya maupun keberhasilan yang dicapai murid
itu sendiri.
Perkembangan dan karakteristik anak pada usia sekolah dasar berbeda-beda.
Antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, karakteristik anak pada masa kelas
rendah, berbeda pada masa kelas tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran
anak usia sekolah dasar utamanya yang ada di kelas rendah belum dapat mengembangkan
keterampilan kognitiInya secara penuh, akan tetapi anak di kelas tinggi sudah bisa
mengembangkan keterampilan kognitiI, dan sudah dapat berIikir, berkreasi secara luas.
Murid datang ke sekolah dengan harapan agar bisa mengikuti pendidikan dengan
baik. Tetapi tidak selamanya demikian. Berbagai masalah yang mereka hadapi,
bersumber dari ketegangan karena ketidakmampuan mengerjakan tugas, keinginan untuk
bekerja sebaik-baiknya tetapi tidak mampu, persaingan dengan teman, kemampuan dasar
intelektual kurang, motivasi belajar yang lemah, kurangnya dukungan orang tua, guru
yang kurang ramah dan lain-lain. Masalah tersebut tidak selalu dapat diselesaikan dalam
situasi belajar mengajar di kelas, melainkan memerlukan pelayanan secara khusus oleh
guru di luar situasi proses pembelajaran.
Gejala-gejala munculnya kesulitan belajar dapat diamati dalam berbagi bentuk. Ia
dapat muncul dalam bentuk perubahan perilaku yang menyimpang atau dalam
menurunnya hasil belajar perilaku yang menyimpang. Juga muncul dalam berbagai
bentuk seperti: suka mengganggu teman, merusak alat-alat pelajaran, sukar memusatkan
perhatian, sering termenung, menangis atau sering bolos. Meskipun perilaku yang
menyimpang dapat merupakan indikasi (petunjuk) adanya kesulitan belajar, namun tidak
semua perilaku yang menyimpang dapat disamakan munculnya kesulitan belajar. Untuk
membedakannya pengalaman guru dalam menangani hal ini sangat diperlukan.
Faktor utama yang melandasi kebutuhan akan layanan bimbingan di SD ialah
Iaktor karakteristik dan masalah perkembangan siswa. Pendekatan perkembangan dalam
bimbingan merupakan pendekatan yang tepat digunakan di SD dalam mengatasi masalah
belajar, karena pendekatan ini lebih berorientasi kepada penciptaan lingkungan
perkembangan bagi murid, dan berdasar kepada suatu program layanan yang terstruktur
dan sistematis. Peran dan Iungsi serta tanggung jawab guru di SD selain mengajar juga
perlu memperhatikan keragaman karakteristik perilaku murid sebagai dasar penentuan
jenis bantuan dan layanan dalam bimbingan belajar baik secara individual maupun
kelompok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah 'Bagaimana Memahami Karakteristik Anak Dalam Mengatasi
Masalah Belajar Murid Di Sekolah Dasar ?.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Anak di Sekolah Dasar
1. Memahami Karakteristik Anak di Sekolah Dasar
Masa usia SD (sekitar 6-12 Tahun) ini merupakan tahapan perkembangan penting
dan bahkan Iundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karena itu,
guru tidaklah mungkin mengabaikan kehadiran dan kepentingan mereka. Ia akan
selalu dituntut untuk memahami betul karakteristik anak Sekolah Dasar .
Karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan
Bassett, Jacka, dan Logan (1983) berikut ini:
a. Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan
dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.
b. Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang
c. Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi
suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru
d. Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi
sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidak puasan dan menolak
kegagalan-kegagalan
e. Mereka belajar secara eIektiI ketika mereka merasa puas dengan situasi yang
terjadi
I. Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatiI dan mengajar
anak-anak lainnya.
Masa usia SD ada yang mengatakannya sebagai masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Usia
ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar, dan mulailah sejarah baru
dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya.
Para pendidik mengenal masa ini sebagai 'Masa Sekolah, oleh karena itu pada usia
inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan Iormal.
Seorang ahli berpendapat lagi bahwa masa usia sekolah adalah masa matang
untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Di sebut masa anak sekolah,
karena sudah menamatkan taman kanak-kanak. Disebut masa matang untuk belajar,
karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi perkembangan aktivitas
bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu
melakukan aktiIitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena
mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan oleh
sekolah. Ada yang berpendapat bahwa masa usia sekolah sering pula disebut sebagai
masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah
ini secara relatiI anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelumnya dan
sesudahnya. Menurut pendapat ini, masa keserasian bersekolah ini dapat diperinci
menjadi dua Iase, yaitu :
a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau
10
Beberapa siIat khas anak-anak pada masa ini antara lain :
1) Adanya korelasi positiI yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan
jasmani dan prestasi sekolah.
2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan
yang tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji sendiri.
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu
dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak
penting.
Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 ) anak menghendaki nilai (angka rapor)
yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau
tidak.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, yaitu kira-kira umur 9 atau 10 sampai kira-
kira umur 12 atau 13.
Beberapa siIat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut :
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-
pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran
khusus, yang oleh ahli-ahli yang mengikuti teori Iaktor ditaIsirkan sebagai
mulai menonjolnya Iaktor-Iaktor.
4) Sampai kira-kira umur 11 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa
lainnya, untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah
kira-kira umur 11 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan
bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat
mengenai prestasi sekolah.
6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk
dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak
lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat
peraturan sendiri.
Dengan memperhatikan segi individualitas dan karakteristik anak usia sekolah
dasar serta berbagai dimensi perkembangannya, maka seorang guru tidak asal suka
begitu saja mengembangkan pengajaran di sekolah/di kelasnya. Ia dituntut dalam
mengembangkan sistem pengajarannya, tidak menyimpang dari prinsip-prinsip
psikologis yang ada. Kenyataan ini, menjadi alasan kuat mengapa sistem pengajaran
yang dikembangkan guru diharapkan akan semakin dapat melayani kebutuhan peserta
didik individual (individually guided education) dan pengajaran itu benar-benar
menjadi menarik dan bermakna bagi anak.
2. Aspek-aspek Psikologis dan Fisik dalam Memahami Karakteristik Anak di SD
Dalam memahami karakteristik anak di SD maka aspek-aspek psikologis dan
Iisik yang penting dalam perkembangan pada masa anak sekolah diuraikan antara lain
beberapa cirinya seperti Iaktor intelektual, Iaktor kognitiI, Iaktor verbal dan Iaktor
emosi.
1. Faktor Intelektual
Faktor intelektual dari murid ialah kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya
konsep dan berbagai lambang / simbol (huruI, angka, kata, gambar).
Intelektualisme bisa diartikan sebagai akal atau pikiran. Pikiran mempunyai
kedudukan yang boleh dikata menentukan. Karena itulah kewajiban kita para
pendidik, disamping mengembangkan aspek-aspek lain dari anak-anak didik kita
untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi perkembangan pikiran itu.
BerIikir dan bahasa adalah demikian erat hubungannya, karena itu perkembangan
bahasa yang baik adalah syarat yang harus dipenuhi untuk perkembangan pikiran
yang baik. Pada waktu murid belajar, murid juga dihadapkan pada suatu masalah
yang harus dipecahkan, namun tanpa melalui pengamatan dan ke organisasi
dalam pengamatan. Problem ini harus dipecahkan melalui operasi mental,
khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja
tertentu. Proses jalannya berIikir dari siswa melalui pembentukan pengertian
logis, dimana siswa dalam membentuk pengertian logis ini sebelumnya
menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, kemudian membanding-
bandingkan ciri-ciri mana yang tidak sama, mana yang selalu ada atau tidak selalu
ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak.
Menurut Gagne 1967 Kemahiran intelektual seseorang semakin meningkat,
dengan semakin menguasai cara berIikir yang tidak berperaga. Dalam berIikir
tidak berperaga sangat menonjollah manIaat dari apa yang disebut 'Kemahiran
Intelektual, dimana orang memperoleh pemahaman dan menggunakan konsep,
kaidah dan prinsip. Di sini pula terdapat 'BerIikir Intelektual yaitu berIikir
dengan mencari dan menggunakan pemahaman melalui penguasaan konsep dan
relasi-relasi antara konsep itu. Demikian juga pemahaman semacam itu disebut
'Pemahaman Intelektual.
2. Faktor KognitiI
Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-
bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, entah objek itu
orang, benda atau kejadian / peristiwa. Oleh karena itu kemampuan kognitiI ini,
murid dapat menghadirkan realitas dunia di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal
yang bersiIat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan,
bangunan dan orang, sampai hal-hal yang tidak bersiIat material dan berperaga
seperti ide 'Keadilan, Kejujuran dan lain sebagainya. Jelaslah kiranya, bahwa
semakin banyak pikiran dan gagasan dimiliki seseorang, semakin kaya dan
luaslah alam pikiran kognitiI orang itu. Adapun termasuk dalam aktivitas kognitiI
ini yaitu :
1. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitiI, dimana orang menyadari bahwa
pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang
diperoleh dimasa lampau. Ada dua bentuk mengingat yaitu : mengenal
kembali dan mengingat kembali. Murid dapat belajar untuk mengingat
kembali dengan lebih baik, terutama dengan memperlihatkan dan mempelajari
materi yang harus diingat kelak dengan sungguh-sungguh.
2. BerIikir, siswa berhadapan dengan objek-objek yang diwakili dalam kesadaran.
Jadi, orang tidak langsung menghadapi objek secara Iisik seperti terjadi dalam
mengamati sesuatu bila melihat, mendengar dan meraba. Dalam berIikir,
objek hadir dalam bentuk representasi. Bentuk-bentuk representasi yang
paling pokok adalah tanggapan pengertian atau konsep dan lambang verbal.
3. Faktor Verbal
Yang dimaksudkan Iaktor verbal pada masa usia sekolah adalah pengetahuan
yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bahasa. Oleh karenanya
masa pra sekolah merupakan periode yang kritis dalam pola pengembangan
bahasa anak. Masa pra sekolah atau masa kanak-kanak akhir merupakan usia yang
ideal untuk belajar keterampilan-keterampilan yang tidak hanya berguna baginya
pada masa itu akan tetapi juga merupakan pondasi bagi keterampilan-
keterampilan tinggi yang terkoordinasi yang diperlukan di kemudian hari. Anak
merasa senang mengulang-ulang sesuatu kegiatan sampai benar-benar
menguasainya. Ia suka berpetualang, tidak merasa takut terhadap ancaman-
ancaman bahaya ataupun cemoohan teman-teman.
4. Faktor Emosional
Masa pra sekolah merupakan periode memuncaknya emosi yang ditandai
dengan munculnya 'Tantramus rasa takut yang kuat, dan meledaknya cemburu
yang tidak beralasan. Pada masa ini telah terlihat perbedaan-perbedaan dalam
emosi dan pola ekspresinya dapat ditaIsirkan dengan segera. Ketegangan emosi
pada anak-anak ini sebagian disebabkan oleh kelelahan karena terlalu lama
bermain, kurang tidur siang, dan terlalu sedikit makan sehingga tidak sesuai
dengan kebutuhan jasmaniah. Kebanyakan anak-anak merasa bahwa mereka
sanggup melakukan lebih banyak lagi daripada apa yang diperbolehkan orang tua
dan mereka membangkang terhadap pembatasan-pembatasan yang diberlakukan
terhadap dirinya.
Menginjak masa sekolah, anak segera menyadari bahwa pengungkapan emosi
secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Dengan demikian ia mempunyai
motivasi yang kuat untuk belajar mengendalikan, dan mengungkapkan emosinya.
Stagner 1961 menunjukkan bahwa jika guru selalu dalam ketegangan psikologis
maka murid-muridnya pun mengalami ketegangan psikologis seperti yang dialami
gurunya. Guru yang pemarah, pengomel dan cerewet, menyebabkan muridnya
meniru tingkah laku gurunya itu, dan hal ini menimbulkan gangguan
perkembangan emosi anak.
Semakin bertambah umur anak, ia akan memperlihatkan pengulangan respon
emosionalnya yang semakin meningkat yang dikenal oleh orang dewasa sebagai
gembira, marah, takut, cemburu, bahagia, ingin tahu, iri dan benci. Bentuk-bentuk
tingkah laku emosional ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsangan
yang luas, termasuk manusia, benda dan situasi pada mulanya tidak berpengaruh.
Emosi-emosi yang telah disebutkan di atas tidaklah merupakan emosi yang
siap sedia atau siap pakai sejak lahir. Emosi itu harus berkembang dan
dikembangkan. Perlindungan emosional dipengaruhi oleh dua Iakta yakni
kematangan dan belajar. Jadi, oleh kedua-duanya, bukan hanya oleh satu dari
padanya. Kenyataan bahwa reaksi emosional tertentu tidak muncul sejak awal
kehidupan, tidak berarti bahwa itu tidak dibawa sejak lahir. Mungkin emosi itu
akan berkembang belakangan sesuai dengan kematangan intelegensi si anak atau
bersamaan dengan perkembangan sistem indoktrin. Melalui belajar, objek dan
situasi yang pada mulanya tidak menimbulkan respons emosional di kemudian
hari mungkin menimbulkan respons rasional. Jenis-jenis emosi yang umum pada
masa kanak-kanak yaitu :
1) Takut
Adanya rasa takut pada anak-anak adalah baik selama rasa takut itu tidak
terlalu kuat dan hanya merupakan peringatan terhadap bahaya. Sayangnya
kebanyakan anak-anak belajar takut terhadap hal-hal yang tidak berbahaya,
dan rasa takut ini menjadi penghambat terhadap tindakan yang mungkin sekali
sangat berguna ataupun menyenangkan.
2) Cemas
Cemas ialah suatu bentuk rasa takut yang bersiIat khayalan. Jadi bukan
rasa takut yang disebabkan stimulus dari lingkungan si anak. Kecemasan ini
mungkin datangnya dari situasi-situasi yang dikhayalkan / diimajinasikan
akan terjadi. Tapi dapat pula asalnya dari buku-buku, Iilm, komik, radio,
ataupun cara-cara rekreasi populer lainnya
3) Marah
Marah merupakan reaksi emosional yang lebih sering terjadi pada masa
kanak-kanak oleh karena :
a. Lebih banyak stimulus yang menimbulkan kemarahan dalam kehidupan
anak daripada stimulus yang menimbulkan rasa takut
b. Banyak anak-anak yang pada usia muda telah menemukan bahwa marah
merupakan cara yang baik untuk mendapatkan perhatian atau memuaskan
keinginannya.
4) Cemburu
Cemburu merupakan respon yang normal terhadap kehilangan nyata
ataupun ancaman terhadap kehilangan kasih sayang.
) Kegembiraan, Kesenangan dan Kenikmatan.
Kegembiraan dalam bentuknya yang lebih lunak dikenal sebagai
ketenangan, kenikmatan atau kebahagiaan, merupakan emosi yang positiI oleh
karena individu yang mengalaminya tidak melakukan usaha untuk
menghilangkan situasi yang menimbulkannya.
6) Kasih Sayang
Kasih sayang atau cinta adalah reaksi emosional yang ditujukan terhadap
seseorang atau suatu benda. Kasih sayang anak terhadap orang lain terjadi
secara spontan dapat ditimbulkan oleh suatu stimulasi sosial yang minim
sekalipun.
7) Ingin Tahu
Minat terhadap lingkungan sangat terbatas selama usia dua atau tiga bulan
pertama dari kehidupan terkecuali bila stimulus yang kuat ditujukan terhadap
si bayi. Setelah usia itu, apa saja yang baru atau aneh baginya, pasti akan
menimbulkan rasa ingin tahu.
3. Faktor Pendukung Keberhasilan Guru dalam Memahami Karakteristik Anak
Usaha memahami anak didik akan berhasil dengan baik, jika guru memiliki
siIat-siIat, kemampuan, dan keterampilan tertentu yang merupakan Iaktor pendukung
keberhasilannya. Oleh karena itu guru perlu memiliki Iaktor-Iaktor pendukung
tersebut. Faktor-Iaktor pendukung yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
a. Kasih sayang yang dalam kepada anak didik, terutama anak yang mengalami
kegagalan dan menampilkan tingkah laku yang menyimpang dalam belajar. Kasih
sayang tanpa pamrih, menjadi tenaga pendorong yang sangat kuat bagi guru untuk
membantu anak didik, sehingga keseriusan dalam melaksanakan usaha
memahami anak terjadi.
b. Kesadaran akan tanggung jawabnya untuk membantu perkembangan anak. Guru
menyadari bahwa tugasnya adalah menjadikan anak didiknya berkembang
optimal, maka ia pun menyadari bahwa salah satu tugasnya yang penting adalah
membantu anak agar dapat mengatasi kesulitan yang dialami dalam mencapai
perkembangan yang optimal.
c. Kesabaran yang tinggi dalam melakukan usaha memahami, maupun menunggu
hasil usaha. Memahami anak memerlukan waktu yang relatiI panjang dan
ketekunan. Hal ini disebabkan guru bekerja dengan 'jiwa, atau tingkah laku yang
sangat kompleks. Tingkah laku anak yang ditampilkannya sekarang bukanlah
terbentuk semalam, tetapi melalui sejarah perkembangan yang panjang. Itu pula
sebabnya guru perlu melakukan berbagai cara untuk memahami anak, sehingga
data dan inIormasi yang lengkap dapat diketahui guru.
d. Keterampilan untuk melaksanakan berbagai cara atau teknik memahami anak
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Misalnya keterampilan
melaksanakan wawancara; pengamatan dan pendekatan terhadap anak. Untuk itu
guru perlu latihan terus menerus tanpa mengenal bosan, kecewa atau putus asa.
e. Keterampilan dalam mengadministrasikan data anak, dan kemampuan
menerjemahkan data sehingga menjadi inIormasi yang jelas tentang anak.
B. Masalah Belajar Murid SD
1. DeIinisi Masalah Belajar
Sebelum membahas lebih lanjut tentang masalah belajar, maka terlebih dahulu
kita harus mengetahui deIinisi masalah belajar. Apakah itu masalah ? banyak ahli
mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu
hal yang tidak mengenakan. Prayitno (198) mengemukakan bahwa masalah adalah
sesuatu yang (1) tidak disukai adanya, (2) menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri
dan atau orang lain, (3) ingin atau perlu dihilangkan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengertian belajar dapat dideIinisikan sebagai berikut : 'Belajar ialah sesuatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
'Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya ( Anita E, Wool Folk, 199 : 196 ).
Menurut ( Garry dan Kingsley, 1970 : 1 ) 'Belajar adalah proses tingkah laku (
dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan.
Dari deIinisi di atas nampak bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang
disebabkan oleh karena individu mengadakan interaksi dengan lingkungan. Akan
tetapi ternyata tidak semua perubahan perilaku merupakan hasil belajar, artinya ada
perubahan perilaku yang dipandang sebagai bukan hasil belajar.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa 'belajar adalah suatu proses dimana
suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari deIinisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau
dideIinisikan sebagai berikut : Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang
dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan
bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang
lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai
atau cerdas.
Merujuk kepada pengertian masalah belajar di atas serta terhadap kriteria
keberhasilan belajar murid, maka jenis-jenis masalah belajar di sekolah dasar dapat
dikelompokkan kepada murid-murid yang mengalami
1. Keterlambatan akademik, yaitu keadaan murid yang diperkirakan memiliki
intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanIaatkannya secara
optimal.
2. Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan murid yang memiliki bakat akademik
yang cukup tinggi atau memiliki I Q 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan
tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang
amat tinggi.
3. Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan murid yang memiliki bakat akademik
yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan
atau pengajaran khusus .
4. Kurang motivasi dalam belajar, yaitu keadaan murid yang kurang bersemangat
dalam belajar, yaitu keadaan murid yang kurang bersemangat dalam belajar, maka
seolah-olah tampak jera dan malas.
. Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi murid yang kegiatannya
atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti
suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau
bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui, dan sebagainya.
6. Sering tidak sekolah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita
sakit dalam waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan
belajarnya.
2. MengidentiIikasi murid yang diperkirakan mengalami masalah belajar.
Murid yang mengalami masalah belajar, dapat diidentiIikasi melalui tes hasil
belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar.
1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh
mana murid telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya
murid-murid dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah
menguasai sebagian besar materi yang berhubungan dengan tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan. Ketentuan ini merupakan penerapan dari belajar tuntas (
mastery learning ) yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap murid dapat
mencapai hasil belajar sesuai yang diharapkan jika diberi waktu yang cukup dan
bimbingan yang memadai untuk mempelajari bahan yang disajikan. Ketentuan
penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan, yaitu presentasi
minimal yang harus dicapai oleh murid yang belum menguasai bahan pelajaran
sesuai dengan patokan yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan
pengajaran. Murid yang seperti ini digolongkan sebagai murid yang mengalami
masalah belajar dan memerlukan bantuan khusus, sedangkan murid yang sudah
menguasai secara tuntas semua bahan-bahan yang disajikan sebelum batas waktu
yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai murid yang sangat cepat dalam
belajar. Mereka ini patut untuk mendapatkan pelajaran tambahan.
2. Tes Kemampuan Dasar
Setiap murid mempunyai kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu.
Tingkat kemampuan ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan menggunakan
tes kecerdasan yang sudah baku.
Diasumsikan bahwa anak normal, memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara
90-109. Hasil yang dicapai murid hendaknya dapat mencerminkan tingkat
kemampuan yang dimilikinya. Murid yang kemampuan dasarnya tinggi akan
mencapai hasil belajar yang tinggi pula. Bilamana seseorang murid mencapai
hasil belajar yang lebih rendah dari tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka
murid yang bersangkutan digolongkan sebagai yang mengalami masalah belajar. (
menurut Gagne 1967 ).
3. Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar
Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu Iaktor yang penting
dalam belajar. Sebagian dari hasil belajar, ditentukan oleh sikap dan kebiasaan
yang dilakukan oleh murid dalam belajar. Kebiasaan belajar menunjuk pada
bentuk dan pola perilaku yang dilakukan terus menerus oleh murid dalam belajar.
Sebagian dari sikap kebiasaan belajar murid, dapat diketahui melalui
pengamatan yang dilakukan di dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan
tugas-tugas, membaca buku, membuat catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang
berhubungan dengan belajar murid. Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada
sikap dan kebiasaan yang diterima oleh alat indera. Untuk mengungkapkan sikap
dan kebiasaan yang lebih luas telah dikembangkan beberapa alat berupa 'skala
sikap dan kebiasaan belajar. Alat ini akan dapat mengungkapkan derajat cara
murid mengerjakan tugas-tugas sekolah, sikap terhadap guru, sikap dalam
menerima pelajaran dan kebiasaan dalam melaksanakan kegiatan belajar.
3. Faktor-Iaktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar Murid di Sekolah Dasar.
Kesulitan belajar ini merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis
pernyataan ( maniIestasi ). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-
mengajar, maka ia seharusnya memahami maniIestasi gejala-gejala kesulitan belajar.
Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid
yang mengalami kesulitan belajar.
Pada dasarnya dari setiap jenis-jenis masalah, khususnya dalam masalah belajar
murid di SD, cenderung bersumber dari Iaktor-Iaktor yang melatarbelakanginya (
penyebabnya ). Seorang guru setelah mengetahui siapa murid yang bermasalah dalam
belajar serta jenis masalah apa yang dihadapinya. Selanjutnya guru dapat
melaksanakan tahap berikutnya, yaitu mencari sebab-sebab terjadinya masalah yang
dialami murid dalam belajar. Meskipun seorang guru tidak mudah menentukan sebab-
sebab terjadi masalah yang sesungguhnya, karena masalah belajar cenderung sangat
kompleks.
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
a. Faktor-Iaktor Internal (Iaktor-Iaktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara
lain :
1) Gangguan secara Iisik, seperti kurang berIungsinya organ-organ perasaan, alat
bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi,
asma, dan sebagainya)
2) Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam Iungsi mental ), seperti
menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraI kecerdasannya cenderung
kurang.
3) Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan
diri, tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4) Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang
perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan
sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
b. Faktor Eksternal ( Iaktor-Iaktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal
dari :
1) Sekolah, antara lain :
a) SiIat kurikulum yang kurang Ileksibel
b) Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
c) Metode mengajar yang kurang memadai
d) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
2) Keluarga (rumah), antara lain :
a) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
b) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
c) Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : ) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru
yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka
memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan
perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri
dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri
yang positiI akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki
penilaian diri yang positiI.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai
usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan
mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak
itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh
Iaktor-Iaktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar
memperhatikan peserta didiknya.
Menurut Belmon dan Morolla (1971 : 107) menyimpulkan dari hasil
penelitiannya, bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang banyak jumlah anak,
mempunyai keterampilan intelektual lebih rendah daripada anak-anak yang berasal
dari keluarga yang jumlah anaknya sedikit.
4. Upaya-upaya Membantu Murid dalam Mengatasi Masalah Belajar.
Murid yang mengalami masalah belajar perlu mendapatkan bantuan agar
masalahnya tidak berlarut-larut yang nantinya dapat mempengaruhi proses
perkembangan murid. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah dengan :
a. Pengajaran Perbaikan.
Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersiIat
menyembuhkan atau membetulkan, pengajaran yang membuat menjadi baik.
Pengajaran perbaikan merupakan bentuk khusus pengajaran yang bermaksud
untuk menyembuhkan, membetulkan atau membuat menjadi baik.
Pengajaran perbaikan dapat dilakukan kepada seseorang atau sekelompok
murid yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki
kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka.
Dibanding dengan pengajaran biasa, pengajaran perbaikan siIatnya lebih
khusus, karena bahan, metode dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis, siIat
dan latar belakang masalah yang dihadapi murid. Di samping itu, bekerja dengan
murid-murid yang menghadapi masalah belajar banyak sedikitnya berbeda dengan
murid yang mengikuti pelajaran di kelas biasa. Kalau di dalam kelas biasa unsur
emosional dapat dikurangi, sedangkan murid yang sedang mengalami masalah
belajar justru sebaliknya, ia mungkin dihinggapi perasaan takut, cemas, tidak
tentram, bingung, bimbing dan sebagainya
b. Kegiatan Pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan satu bentuk layanan yang diberikan
kepada seorang atau beberapa orang murid yang sangat cepat dalam belajar.
Mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah dan
memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan
sebelumnya. Murid yang cepat belajar hampir selalu dapat mengerjakan tugas-
tugas lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya dalam waktu yang
ditetapkan.
Kecepatan belajar yang tinggi akan mempunyai dampak positiI apabila
murid merasa dirinya diperhatikan dan dihargai atas keberhasilan dan
kemampuannya dalam belajar. Selanjutnya ia akan berusaha untuk mewujudkan
dirinya secara lebih baik sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Sebaliknya kecepatan belajar akan mempunyai dampak negatiI apabila murid
merasa kurang diperhatikan dan kurang dihargai. Mereka cenderung patah hati,
tidak bersemangat, jera dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan murid-murid
lain, mereka mungkin menjadi murid yang menganggu atau salah tingkah. Hal ini
mungkin akan dapat menimbulkan menurunnya prestasi belajar mereka.
c. Peningkatan Motivasi Belajar
Motivasi berIungsi sebagai motor penggerak aktivitas bila motor tidak
ada, maka aktivitas tidak akan terjadi motornya lemah, aktivitas yang terjadi pun
lemah pula.
Motivasi berkaitan erat dengan tujuan yang hendak dicapai oleh murid
yang sedang belajar itu sendiri. Bila seseorang yang sedang belajar menyadari
bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna atau bermanIaat baginya, maka
motivasi belajar akan muncul dengan kuat. Motivasi belajar seperti itu disebut
motivasi instrinstik atau motivasi internal. Jadi munculnya motivasi instrinstik
dalam belajar, karena siswa ingin menguasai kemampuan yang terkandung di
dalam tujuan pembelajaran.
Motivasi intrinstik disebut pula motivasi murni, karena muncul dari
dirinya. Oleh karena itu sedapat mungkin guru harus berusaha memunculkan
motivasi intrinstik dikalangan para siswa pada saat mereka belajar, umpamanya
dengan cara menjelaskan kaitan tujuan pembelajaran dengan kepentingan dan
kebutuhan siswa.
Memunculkan motivasi intrinstik dikalangan siswa-siswa kelas rendah
memang agak sulit karena pada umumnya mereka belum menyadari akan
pentingnya pelajaran yang mereka pelajari.
Motivasi belajar pada hakikatnya merupakan kekuatan mental yang
mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Apabila motivasi belajar
kuat, maka kegiatan belajarnya akan meningkat, sebaliknya apabila motivasinya
lemah maka kan melemahkan kegiatan belajarnya, dan berakibat mutu hasil
belajarnya akan rendah. Artinya tujuan belajar tidak tercapai sebagaimana
mestinya.
Kuat lemahnya motivasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh beberapa
Iaktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri (intrinstik) maupun yang
berasal dari luar diri siswa (ekstrinstik). Motivasi belajar yang sangat diharapkan
terjadi yaitu motivasi yang timbul dari diri siswa itu sendiri, sebab motivasi ini
memiliki kekuatan yang lebih lama, lebih baik, dibandingkan motivasi lainnya.
Motivasi yang diupayakan oleh guru juga sebenarnya harus diarahkan kepada
terjadinya motivasi dari dalam (instrinstik). Mengapa demikian ? apabila siswa
sudah memiliki motivasi pribadi dalam belajar
Maka sebenarnya tugas guru akan lebih ringan, sebab siswa akan belajar
dengan sendirinya, misalnya dengan mencari sendiri, melakukan sendiri,
menemukan sendiri dengan bantuan guru yang sedikit. Hal ini berarti tujuan
belajar dapat tercapai dengan lebih eIektiI.
Pengajaran di kelas harus mempertinggi motivasi instrinstik sebanyak
mungkin. Ini secara sederhana berarti bahwa guru harus mencoba agar siswa-
siswi mereka tertarik dengan materi pelajaran yang mereka sampaikan, dan
kemudian dalam menyampaikan materi ini harus dengan cara-cara menarik yang
membuat siswa merasa puas dan menambah keingintahuan pada materi itu
sendiri.
Menurut Wlodkowski (1982: 361) salah satu cara untuk mengorganisasi
inIormasi yang jumlah banyak adalah memilih Iaktor-Iaktor yang mempengaruhi
motivasi pada saat-saat yang berbeda dalam proses belajar.
Sebagai seorang guru, motivasi berprestasi mungkin dapat membantu
dalam merencanakan kegiatan-kegiatan, dimana siswa membutuhkan untuk
berprestasi dan menghindari kegagalan. Menurut teori ini siswa yang bermotivasi
tinggi untuk mencapai prestasi akan merespon dan menantang lebih banyak
terhadap tugas-tugas yang diberikan guru, mendapat nilai-nilai yang baik,
memberikan umpan balik yang jitu dan benar, menyampaikan masalah-masalah
yang baru dan tidak biasa, dan mencari kesempatan untuk mencoba lagi. Guru dan
staI sekolah lainnya berkewajiban membantu murid meningkatkan motivasinya
dalam belajar. Prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan:
1) Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Murid akan terdorong untuk belajar apabila
ia mengetahui tujuan-tujuan belajar yang hendak dicapai
2) Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat murid
3) Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan
menyenangkan
4) Memberikan hadiah (penguatan) dan hukuman yang bersiIat membimbing,
yaitu yang menimbulkan eIek peningkatan bilamana perlu.
) Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis antara guru dan
murid, serta antara murid dengan murid.
6) Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu seperti suasana
yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan , dan menjengkelkan
7) Melengkapi sumber dan peralatan belajar
8) Mempelajari hasil belajar yang diperoleh
d. Peningkatan Keterampilan Belajar
Prosedur dapat dilakukan diantaranya ialah dengan:
1) Membuat catatan waktu guru mengajar
2) Membuat ringkasan dari bahan yang dibaca
3) Mengerjakan latihan-latihan soal
e. Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik
Setiap murid diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang
eIektiI. Tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya murid yang memiliki sikap dan
kebiasaan belajar yang tidak diharapkan. Apabila murid memiliki sikap dan
kebiasaan belajar yang tidak baik dikhawatirkan murid tidak akan mencapai
prestasi belajar yang baik, karena hasil belajar yang baik itu diperoleh melalui
usaha yang dilakukan oleh murid yang baik. Sikap dan kebiasaan belajar yang
baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan seringkali perlu ditumbuhkan
melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru, dan orang tua murid.
Untuk itu murid hendaknya dibantu dalam hal:
1) Menemukan motiI-motiI yang tepat dalam belajar
2) Memelihara kondisi kesehatan yang baik
3) Mengatur waktu belajar baik di sekolah maupun di rumah
4) Memilih tempat belajar yang baik
) Belajar dengan menggunakan sumber belajar yang baik
6) Membaca secara baik dan sesuai dengan kebutuhan
C. Peranan Guru dalam Memahami Karakteristik Anak dalam Mengatasi Masalah Belajar Murid
Sebagai seorang guru yang proIesional harus memahami betul karakteristik anak,
karena setiap murid khususnya di sekolah dasar memiliki perbedaan antara satu dan
lainnya. Disinilah peran dan Iungsi serta tanggung jawab guru di SD, selain mengajar
juga perlu memperhatikan keragaman karakteristik. Perilaku murid, sehingga peran guru
bukan hanya sebagai pengajar akan tetapi guru juga mempunyai tugas sebagai motivator
atau pendorong, sebagai pembimbing dan memberi Iasilitas belajar bagi murid-murid
untuk mencapai tujuan.
Apabila guru menjalankan peranannya dengan sebaik-baiknya maka masalah
belajar bagi murid SD akan mudah diatasi. Guru mempunyai tanggung jawab untuk
melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
anak. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
1. Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan,
baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Memberi Iasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan
penyesuaian diri.
Demikianlah, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai
ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan
perkembangan kepribadian murid. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang
sedemikian rupa sehingga dapat merangsang murid untuk belajar secara aktiI dan dinamis
dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur (pengarah) belajar, hendaknya guru
senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi anak
untuk belajar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motiI berprestasi mempunyai korelasi
positiI dan cukup berarti terhadap, pencapaian prestasi belajar. Hal ini berarti bahwa
tinggi rendahnya prestasi belajar banyak ditentukan oleh tinggi rendahnya motiI
berprestasi. Dalam hubungan ini guru mempunyai Iungsi sebagai motivator dalam
keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Ada 4 hal yang dapat dikerjakan guru dalam
memberikan motivasi yaitu:
1. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar
2. Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir
pengajaran
3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat merangsang untuk
mencapai prestasi yang lebih baik di kemudian hari
4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Sebagai direktur belajar pendekatan yang dipergunakan dalam proses belajar
mengajar tidak hanya melalui pendekatan instruksional akan tetapi disertai dengan
pendekatan pribadi. Melalui pendekatan pribadi ini diharapkan guru dapat mengenal dan
memahami murid secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan
proses belajarnya. Dengan perkataan lain, sebagai direktur belajar guru sekaligus
berperanan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Sebagai pembimbing
dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk:
1. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun kelompok
2. Memberikan penerangan kepada murid menangani hal-hak yang diperlukan dalam
proses belajar
3. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan
kemampuan pribadinya
4. Membantu setiap murid dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya

You might also like