You are on page 1of 34

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA INTENSIF TEKS PROFIL TOKOH DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL KOMPONEN INQUIRY PADA SISWA KELAS

VII B SMPN 10 SEMARANG TAHUN AJARAN 2005/2006 SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Nama : Munawaroh NIM : 2101401037 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan membaca merupakan keterampilan dasar bagi siswa yang harus mereka kuasai agar dapat mengikuti seluruh kegiatan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan membacanya. Oleh karena itu, pembelajaran membaca mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Pembelajaran membaca bertujuan agar siswa mampu memahami pesan-pesan komunikasi yang disampaikan dengan media bahasa tulis dengan cermat, tepat, dan cepat secara kritis dan kreatif. Kecermatan dan ketepatan dalam memahami pesan komunikasi itu sangat penting agar dapat dicapai pemahaman terhadap pesan komunikasi tersebut. Dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, berbagai informasi disampaikan melalui berbagai media cetak, buku, majalah, dan sebagainya. Setiap orang, khususnya siswa, dituntut untuk memiliki kemampuan membaca yang cukup tinggi untuk menafsirkan berbagai informasi yang tertulis. Salah satu buku yang berperan penting guna menambah wawasan dan pengetahuan adalah buku biografi atau otobiografi tokoh (profil tokoh). Buku biografi atau otobiografi tokoh saat ini banyak beredar di pasaran. Di sisi lain, paparan tentang profil tokoh juga sangat banyak ditemukan di koran, tabloid,dan majalah. Banyak beredarnya teks profil tokoh mengindikasikan bahwa membaca intensif teks profil tokoh sangatlah penting. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru, peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang masih rendah. Adapun rendahnya keterampilan tersebut disebabkan karena siswa cenderung membaca sekilas tidak secara intensif sehingga pemahaman yang didapatkan kurang maksimal. Di samping itu, berdasarkan wawancara dengan siswa, pada umumnya mereka tidak termotivasi untuk membaca teks profil tokoh sebab teks tersebut dianggap kurang bermanfaat dan tidak menarik. Rendahnya keterampilan siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang dalam membaca intensif teks profil tokoh juga disebabkan penggunaan metode guru yang hanya bersifat satu arah. Artinya hanya guru yang aktif berceramah, sedangkan siswa sebagai peserta yang pasif. Siswa hanya mentransfer pengetahuan dari guru sehingga

siswa cenderung tidak melakukan kegiatan. Dengan demikian, keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang perlu ditingkatkan. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang baru yang lebih memberdayakan siswa. Strategi pembelajaran itu antara lain pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas 2002:1). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan dapat berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Inquiry merupakan salah satu komponen dalam pendekatan kontekstual. Pada kegiatan inquiry siswa dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuan atau keterampilan yang ada bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta. Dipilihnya komponen inquiry dalam pembelajaran kontekstual disebabkan pengetahuan atau keterampilan yang ditemukan sendiri oleh siswa akan lebih bermakna dibandingkan dengan mengingat fakta-fakta yang hanya bertahan dalam jangka pendek. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry diharapkan dapat mengatasi kesulitan dalam membaca intensif teks profil tokoh siswa SMPN 10 Semarang kelas VII B sehingga keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dapat meningkat.

1.2 Identifikasi Masalah Keterampilan membaca intensif siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor guru dan faktor siswa. Faktor dari guru yang menyebabkan siswa kurang mampu membaca intensif teks profil tokoh adalah pendekatan dan teknik mengajar yang digunakan oleh guru kurang menarik dan membosankan. Untuk memecahkan masalah ini, guru harus mengubah metode pembelajaran yang selama ini digunakan. Apabila selama ini guru sebagai sumber utama pengetahuan maka untuk memperbaikinya siswa dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Dengan demikian siswa dituntut untuk produktif. Untuk dapat menarik

perhatian siswa, guru harus mengubah teknik mengajarnya. Teknik yang digunakan selama ini adalah teknik ceramah, maka guru harus menggunakan teknik-teknik lain yang bervariasi. Salah satu teknik yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah teknik diskusi, dengan diskusi siswa akan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Faktor siswa yang menyebabkan membaca intensif teks profil tokoh rendah adalah siswa kurang berminat untuk membaca intensif teks profil tokoh. Sebagian besar dari siswa beranggapan bahwa membaca intensif teks profil tokoh kurang bermanfaat bagi mereka. Mereka cenderung menyukai membaca legenda, dongeng, cerita anak, dan sejenisnya. Untuk mengubah anggapan ini, seorang guru harus memberikan pengertian kepada siswa tentang pentingnya membaca intensif teks profil tokoh.

1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam skripsi ini dipusatkan pada upaya peningkatan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berikut ini. 1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry pada siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang? 2. Bagaimanakah perubahan tingkah laku siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang setelah mengikuti pembelajaran membaca intensif dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah berikut ini. 1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry pada siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang.

2. Mendeskripsikan perubahan tingkah laku siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang setelah mengikuti pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar melalui pemberian komponen inquiry pendekatan kontekstual. Dengan demikian, hasil belajar siswa, khususnya pembelajaran bahasa aspek membaca, dapat ditingkatkan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah bagi guru, siswa, dan peneliti. Bagi guru, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperbaiki metode pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh dan dapat mengembangkan keterampilan guru bahasa dan sastra Indonesia khususnya dalam menerapkan pembelajaran pendekatan kontekstual komponen inquiry, serta dapat menciptakan kegiatan belajar yang menarik dan tidak membosankan. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dan siswa mengetahui beberapa tokoh-tokoh penting. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk membuat penelitian yang sejenis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tindakan kelas tentang membaca merupakan penelitian yang menarik. Banyaknya penelitian tentang membaca dapat dijadikan salah satu bukti bahwa membaca intensif, salah satunya membaca pemahaman di sekolah-sekolah, sangat menarik untuk diteliti. Penelitian tentang membaca intensif pernah dilakukan oleh Nuryani (1998). Sedangkan penelitian tentang membaca pemahaman telah banyak dilakukan, antara lain oleh Partini (1999), Handayani (2001), Rejeki (2001), Rohman (2001), Khosiah (2002), Suryanto (2004) dan Stephanus (2004). Nuryani (1998) dalam skripsinya Perbedaan Tingkat Pemahaman Membaca Intensif Siswa yang Diberi Tes Awal (Pre Test) dengan Siswa yang Tanpa Diberi Tes Awal (Pre Test) pada Siswa SMU 2 Ungaran Tahun Ajaran 1998/1999 mengkaji tentang tingkat pemahaman membaca intensif siswa yang diberi tes awal (pre test) dengan siswa yang tak diberi tes awal (pre test). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan tingkat pemahaman siswa yang diberi tes awal (pre test) dengan siswa yang tak diberi tes awal (pre test). Siswa yang tak diberi tes awal tingkat pemahaman membaca intensifnya rendah. Hal ini terbukti dari 26,67 % dari keseluruhan respondennya mempunyai nilai kurang (<6). Siswa yang diberi tes awal tingkat pemahaman membaca intensifnya cukup tinggi. Hal ini

78

terlihat dari keseluruhan respondennya tidak ada yang mempunyai nilai kurang (<6). Dengan demikian ada perbedaan antara tingkat pemahaman antara siswa yang diberi tes awal (pre test) dengan siswa yang tak diberi tes awal (pre test). Partini (1999) dalam skripsinya Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Menggunakan Teknik SQ3R pada Siswa Kelas I SLTP Negeri 1 Karanglewas mengkaji penggunaan teknik SQ3R yaitu survey, question, read, recite dan review dalam pembelajaran membaca. Hasil yang diperoleh adanya peningkatan kemampuan membaca pemahaman dengan menggunakan teknik SQ3R. Hal ini dibuktikan dengan hasil pada siklus 1 rata-rata 3,5 %, sedangkan pada siklus kedua hasil yang dicapai rata-rata 4,06 %. Dengan demikian, ada peningkatan sebesar 0, 57 %. Metode PQRST Sebagai Model Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa Kelas III Cawu 2 SLTP YPE Semarang Tahun Ajaran 2000/2001 diteliti oleh Handayani (2001). Ia mengkaji penggunaan metode PQRST dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan adanya metode PQRST keterampilan membaca pemahaman siswa meningkat. Hal ini dibuktikan dengan hasil siklus I dan siklus II. Pada siklus I daya serap siswa mencapai 65 % sedangkan pada siklus II daya serap siswa 70 %. Dengan demikian, terjadi peningkatan pemahaman siswa sebesar 11 %. Rejeki (2001) dalam skripsinya Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman dengan Menggunakan Teknik Close pada Siswa Kelas 9

II SLTPN I Sukorejo Kendal mengkaji penggunaan teknik close, yaitu pemberian latihan secara bertahap dari tahap paragraf dilanjutkan dengan tahap wacana yang lebih luas. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan teknik close adanya peningkatan keterampilan membaca pemahaman. Hal ini dibuktikan dengan hasil siklus I rata-rata 72,22 % sedangkan pada siklus II 76, 56 %. Dengan demikian, ada peningkatan pemahaman siswa sebesar 4,34 %. Rohman (2001) dalam skripsinya Peningkatan Keterampilan Membaca

Pemahaman dengan Teknik Skrambel pada Siswa Kelas II A SLTP Negeri I Patean Kendal mengkaji tentang penggunaan teknik skrambel untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan keterampilan membaca pemahaman. Hal ini dibuktikan dari tes awal ke tes akhir pada siklus I ada kenaikan 6,48%, dari tes akhir siklus I ke tes akhir siklus II ada kenaikan 8,37 %. Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman dengan Metode Tugas pada Siswa Kelas II E Mts Al- Asror Gunung Pati Semarang diteliti oleh Khosiah (2002). Ia mengkaji mengenai metode pemberian tugas yang dapat membantu mempermudah daya serap memahami bacaan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa metode pemberian tugas sangat efektif untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Hal ini dibuktikan pada siklus I daya serap siswa 66,77 % sedangkan pada siklus II daya serap mencapai 77,34 %. Dengan demikian ada peningkatan daya serap dari siklus I ke siklus II sebesar 10,57 %. 10

Suryanto (2004) dalam skripsinya Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Media Komik pada Siswa Kelas V SD PL Gunung Brintik Semarang Tahun Ajaran 2003/2004 mengkaji tentang penggunaan media komik dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan media komik dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Hal ini dibuktikan dari tes awal siklus I dan siklus II. Rata-rata tes awal pada siklus I 6,43 sedangkan pada siklus II 7.71. Dengan demikian, ada peningkatan sebesar 1,28. Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Teknik Latihan Berjenjang Siswa Kelas I SMP PL Bonifasio Tahun 2003/2004 diteliti oleh Stephanus (2004). Ia mengkaji tentang penggunaan teknik latihan berjenjang untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik latihan berjenjang dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil siklus I pemahamn siswa sebesar 67,76 % sedangkan pada siklus II 71,32%. Dengan demikian, ada peningkatan sebesar 3,56%. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas peningkatan keterampilan membaca intensif, termasuk di dalamnya membaca pemahaman telah dilakukan dengan menggunakan metode SQ3R, teknik close, metode tanya jawab, teknik skrambel, media komik dan teknik latihan berjenjang. Namun penelitian mengenai membaca intensif teks profil tokoh dengan pendekatan 11

kontekstual belum pernah dilakukan sehingga kedudukan penelitian ini sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini akan dikaji mengenai peningkatan membaca intensif teks profil tokoh dan perubahan tingkah laku siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang terhadap pembelajaran membaca intensif setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry. Pada penelitian ini guru akan melatih siswa untuk menemukan sendiri (inquiry) informasi yang terdapat pada teks profil tokoh sehingga siswa dapat membaca intensif teks profil tokoh dengan baik dan benar. Dengan demikian, diharapkan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dan tingkah laku siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang meningkat. 2.2 Landasan Teoretis 2.2.1 Hakikat Membaca Para ahli banyak yang memberikan pendapat tentang pengertian membaca. Menurut Hodgson sebagaimana yang dikutip oleh Tarigan (1987: 7), membaca adalah proses yang dilakukan dan dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Harjasujana dan Mulyati (1997: 4) mengemukakan bahwa membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Bermacam-macam perlu dikerahkan agar seseorang pembaca dapat memahami lambanglambang yang dilihatnya menjadi lambang-lambang yang bermakna. 12

Anderson dalam Tarigan (1987:7) mengemukakan bahwa membaca adalah proses dekoding (decoding) artinya suatu kegiatan untuk memecahkan lambang-lambang verbal. Proses dekoding atau pembacaan sandi dapat diartikan pula sebagai proses menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan menjadi bunyi yang bermakna. Sementara itu, Finochiaro dan Bonomo (dalam Tarigan 1987:8) berpendapat bahwa membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahasa tulis (Tarigan 1987:8). Batasan yang diberikan oleh Finochario dan Bonomo tampaknya kurang tepat untuk kegiatan membaca tingkat anak SMP ke atas karena membaca bagi mereka tidak hanya memahami informasi yang tersurat saja, tetapi juga yang tersirat. Dari beberapa definisi membaca di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau pembaca untuk memperoleh pesan atau informasi melalui media tulis. 2.2.2 Tujuan Membaca Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi dan memahami makna bacaan. Anderson (dalam Tarigan 1987: 9) mengemukakan beberapa tujuan membaca yaitu : a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang 13

tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts). b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga atau seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca umtuk mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita (reading for sequence or organization). d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference). e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk 14

mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify). f. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuranukuran tertentu, apakah ingin berbuat seperti yang diperbuat sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate). g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast). Nurhadi (2004:14) mengemukakan bermacam-macam variasi tujuan membaca yaitu:

1. Membaca untuk tujuan studi (telaah ilmiah) 2. Membaca untuk menangkap garis besar bacaan. 3. Membaca untuk tujuan menangkap garis besar bacaan. 4. Membaca untuk menikmati karya sastra. 5. Membaca untuk mengisi waktu luang. 6. Membaca untuk mencari keterangan tentang suatu istilah. Dari beberapa tujuan membaca di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah untuk menemukan informasi yang terdapat pada sebuah teks bacaan. 15

2.2.3 Jenis-jenis Membaca Kegiatan membaca sebagai suatu keterampilan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Penjenisan yang didasarkan pada perbedaan tujuan yang hendak dicapai dikemukakan oleh Tarigan (1987: 12-13). Tarigan membedakan kegiatan membaca ke dalam jenis membaca bersuara atau membaca nyaring (oral reading atau reading aloud) dan membaca dalam hati (silent reading). Membaca bersuara atau membaca nyaring dipandang tepat untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis seperti pengenalan bentuk huruf dan unsur-unsur linguistik, sedangkan untuk mencapai tujuan yang bersifat pemahaman maka yang paling tepat adalah membaca dalam hati. Membaca nyaring adalah suatu aktivitas yang merupakan alat bagi guru, murid, atau pun pembaca bersama-sama dengan orang lain atu pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan seorang pengarang. Sedangkan Membaca dalam hati hanya mempergunakan ingatan visual (visual memory) yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Dalam garis besarnya, membaca dalam hati dibagi atas membaca ekstensif dan intensif. Membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin dalam waktu yang sesingkat mungkin (Tarigan 1987: 31). Membaca ekstensif meliputi membaca survei (survey reading), membaca sekilas (skimming reading) dan membaca dangkal (superficial reading). 16

Membaca intensif adalah studi seksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira sampai empat halaman setiap hari (Tarigan 1987: 35). Membaca intensif terbagi menjadi membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi dibagi menjadi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide. Sedangkan membaca telaah bahasa meliputi kegiatan membaca bahasa dan membaca sastra. Berdasarkan atas pembagian Tarigan tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca intensif meliputi membaca telaah isi dan telaah bahasa. 2.2.4 Hakikat Membaca Intensif Membaca intensif merupakan salah satu bagian dari jenis-jenis membaca yang didasarkan pada perbedaan tujuan yang hendak dicapai. Membaca intensif adalah membaca dengan teliti, hati-hati agak lambat terhadap suatu bahan bacaan dengan memahami isi bacaan secara cermat dan tepat sampai ke relungrelungnya. Dalam prakteknya, membaca intensif dilakukan di dalam hati hasilnya diungkapkan secara tertulis atau lisan. Sedangkan Burhan (dalam Nuryani 1998:13) mengemukakan bahwa membaca intensif adalah perbuatan membaca yang dijalankan dengan hati-hati serta teliti dan membacanya lambat. Dalam membaca intensif pendalaman sangatlah diutamakan karena pembaca menelaah isi dan bahasa. Menurut Tarigan (1987: 36) tujuan membaca intensif adalah untuk memperoleh sukses dalam pemahaman penuh 17

terhadap argumen-argumen yang logis, urut-urutannya retoris atau pola-pola teks, pola-pola simbolisnya, nada-nada tambahan yang bersifat emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang, dan juga saran-saran linguistik yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Burhan (dalam Nuryani 1998:14) mengemukakan bahwa tujuan membaca intensif adalah memahami keseluruhan bacaan sampai pada bagian yang sekecil-kecilnya. Menurut Suyatmi dan Mujiyanto (dalam Nuryani 1998:14) mengemukakan tujuan membaca sebagai berikut. a. Membaca untuk mendapatkan ilmu b. Membaca untuk mendapatkan pengetahuan tertentu c. Membaca untuk mendapatkan hiburan d. Membaca untuk mendapatkan pengalaman hidup yang berharga e. Membaca untuk mendapatkan hal-hal yang baru, baik yang ada di dalam negeri maupun manca negara f. Membaca untuk mengetahui perkembangan zaman g. Membaca untuk mendapatkan ketenangan batin h. Membaca untuk mendapatkan pemecahan problema atau soal-soal yang sulit baginya. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca intensif pada umumnya untuk mendapatkan suatu pemahaman yang mendalam serta terperinci terhadap suatu teks bacaan. 18

2.2.5 Teks Profil Tokoh Tokoh adalah individu yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa (Sudjiman dalam Kristin 2003:9). Tokoh juga merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Teks profil tokoh adalah teks yang di dalamnya memuat tentang kehidupan tokoh mulai dari identitas tokoh, keluarga tokoh, riwayat pendidikan, pekerjaan, prestasi bahkan hobi tokoh juga diulas. Teks profil tokoh merupakan salah satu teks bacaan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan dengan membaca teks profil tokoh dapat mengetahui secara mendalam selukbeluk seorang tokoh. Paparan tentang profil tokoh dapat ditemukan di berbagai media tulis baik di koran, tabloid, majalah maupun buku. Secara garis besar ada beberapa tujuan membaca teks profil tokoh. Pertama, untuk mencari hal-hal yang menarik dan mengesankan dari perjalanan hidup seorang tokoh. Kedua, mencari hal-hal yang dapat diteladani untuk kehidupan sendiri. Ketiga, mengungkapkan hal-hal yang disukai pada diri tokoh. Keempat, mencari keistimewaan tokoh. Kelima, mencari inti sari riwayat tokoh. Adapula pembaca yang membaca teks profil tokoh hanya untuk mengisi waktu luang (Depdiknas 2004: 15). 19

2.2.6 Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual ( Contextual teaching and learning (CTL) ) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi dan Gerrad 2003: 4). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam kelas kontestual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi pembelajaran daripada memberi informasi. Tugas guru cenderung mengelola kelas menjadi sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa) (Depdiknas 2002:5). Sesuatu yang baru baik pengetahuan maupun keterampilan datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan kontekstual menjadi pilihan karena sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan 20

sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokos pada guru sebagai sumber pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama yang mendasari pembelajaran di kelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (aunthentic assesment) (Depdiknas 2002: 10). 2.2.7 Komponen Inquiry Inquiry (menemukan) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas 2002:12). Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami. Oleh karena itu, inquiry menuntut peserta didik berpikir. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, melalui komponen inquiry peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis, dan kritis. 21

Inquiry mempunyai lima siklus, yaitu observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion) (Depdiknas 2002: 12). Langkah-langkah dalam kegiatan inquiry adalah (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan manyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, tabel dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain (Nurhadi dan Gerrad 2003: 44). Sedangkan, Mulyasa (2002: 235) mengemukakan langkah-langkah dalam proses inquiry sebagai berikut. a. Menyadarkan peserta didik bahwa mereka memiliki keinginan terhadap sesuatu. b. Mempradugakan suatu jawaban atau penyelesaian tentatif (hipotesis). c. Mentes jawaban tentatif (hipotesis) berdasarkan data dan teori. d. Menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. e. Menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru. Kesimpulan tersebut diperlakukan sebagai hipotesis yang baru untuk dibuktikan lebih lanjut. Ada beberapa strategi pelaksanaan inquiry salah satunya yang dikemukakan Mulyasa (2002: 235-236) berikut ini. a. Guru memberikan penjelasan, instruksi, atau pertanyaan terhadap materi yang diajarkan. Sebelum memulai pelajaran guru harus memahami sejauh 22

mana peserta didik memiliki persepsi terhadap materi tersebut, kemudian guru dan peserta didik secara bersama-sama membandingkan persepsi mereka dengan berbagai pendapat para ahli atau berdasarkan teori-teori yang ada. b. Guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk membaca atau menjawab pertanyaan serta pekerjaan rumah. c. Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin

membingungkan peserta didik. d. Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta dasar yang telah mereka pelajari agar dapat dipahami sehingga guru dapat diyakinkan bahwa mereka telah memahami materi yang telah dipelajari. e. Guru memberikan penjelasan informasi sebagai pelengkap dan ilustrasi terhadap data yang disajikan. f. Siswa mendiskusikan aplikasi dan makna sesuai dengan informasi tersebut. g. Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagi kesimpulan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Sasaran akhir dari komponen inquiry adalah peserta didik mampu merumuskan kesimpulan dengan kata-kata sendiri terhadap fenomena, fakta tentang kehidupan manusia. Keberhasilan komponen ini sangat didukung oleh metode pembelajaran yang lain yang digunakan secara bervariasi seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, wawancara, pengamatan dan belajar sendiri. 23

2.2.8 Pembelajaran Kontekstual dengan Komponen Inquiry Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antarpengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi dan Gerrad 2003: 13). Inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Kata kunci dari strategi inquiry adalah 'siswa menemukan sendiri'. Pengetahuan atau keterampilan siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Inquiry mempunyai lima siklus yaitu observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion) (Depdiknas 2002: 12). Dalam pembelajaran kontekstual komponen inquiry kegiatan berpusat kepada siswa, namun guru tetap memegang peranan penting dalam membuat desain pembelajaran pengalaman belajar. Guru harus selalu merancang kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Sedangkan bagi siswa, inquiry merupakan kegiatan yang melatih mereka untuk aktif dalam menemukan sendiri pengetahuaan atau keterampilan baru. 24

Inquiry pada dasarnya menggiring siswa untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menuntut siswa untuk memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan penggunaan komponen inquiry pada pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif dan menyenangkan ketika proses pembelajaran berlangsung, sehingga mendorong siswa untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran.

2.3 Kerangka Berpikir Keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang belum memuaskan. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor guru dan faktor siswa. Salah satu faktor dari guru yang menyebabkan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa masih rendah adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Selama ini pembelajaran intensif teks profil tokoh yang dilakukan guru masih dengan strategi ceramah. Hal ini menyebabkan siswa pasif, artinya siswa hanya mentransfer dari guru sehingga siswa cenderung hanya mengingat atau menghafal. Keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang akan mengalami peningkatan apabila pembelajaran keterampilan membaca intensif teks profil tokoh menggunakan pendekatan kontekstual komponen inquiry. Pada pembelajaran tersebut siswa diminta untuk membaca secara intensif teks profil tokoh dan menemukan riwayat 25

hidup tokoh , keistimewaan tokoh dan mencatat hal-hal yang bermanfaat dari teks tersebut dengan melakukan lima siklus pada inquiry yaitu observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan data. Untuk lebih mengaitkan dunia nyata siswa dipilih teks yang berkaitan dengan kehidupan siswa. Penggunaan komponen inquiry dalam pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh membantu siswa memahami seluk beluk tokoh secara lebih mendalam. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dengan pendekatan kontekstual komponen inquiry dapat meningkatkan keterampilan membaca intensif teks profil tokoh, karena siswa dapat menemukan sendiri informasi yang terdapat pada teks profil tokoh. 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan digunakannya komponen inquiry dalam pembelajaran kontekstual, keterampilan siswa dalam membaca intensif teks profil tokoh dapat meningkat dan tingkah laku siswa SMPN 10 Semarang kelas VII B berubah menjadi positif.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan prosedur tindakan kelas. Secara singkat, penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat refleksi oleh pelaku tindakan, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukan serta memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan, penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui 2 siklus. Setiap siklusnya ada empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Berikut ini adalah gambar penelitian yang ditempuh peneliti. Keterangan: P : Perencanaan T : Tindakan O : Observasi R : Refleksi RP : Revisi Perencanaan

26 Siklus I Siklus II R P RP O O T R T 27

Siklus I Pelaksanaan pada siklus I meliputi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 1. Perencanaan Tahap perencanaan ini berupa rencana kegiatan menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah. Langkah ini merupakan upaya memperbaiki kelemahan dalam proses pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh selama ini. Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah (1) menyusun rencana pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh, (2) membuat dan menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi, lembar wawancara, lembar jurnal dan dokumentasi foto untuk memperoleh data nontes, (3) menyiapkan perangkat tes membaca intensif teks profil tokoh, (4) kolaborasi dengan guru pamong untuk mengonsultasikan rencana pembelajaran dan kolaborasi dengan teman ketika melakukan observasi. 2. Tindakan Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan. Peningkatan atau perubahan sebagai solusi. Tindakan yang dilakukan peneliti dalam meneliti proses pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh pada siklus I ini sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Tindakan yang akan dilakukan peneliti secara garis besar ialah melaksanakan proses pembelajaran kontekstual komponen inquiry, tindakan ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap pendahuluan, tahap kegiatan inti, dan tahap penutup. 28

Tahap pendahuluan dimulai dari apersepsi yaitu tahap mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan proses belajar. Misalnya guru menyapa siswa, menanyakan keadaan siswa. Kemudian guru bertanya kepada siswa tentang teks profil tokoh. Guru juga menanyakan kepada siswa pernahkah mereka membaca intensif teks profil tokoh ADI AFI. Selanjutnya guru memotivasi siswa untuk tertarik terhadap materi yang diajarkan. Tahap kegiatan inti adalah tahap melaksanakan pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh. Pada tahap ini guru membagikan teks profil tokoh kepada siswa. Siswa diminta untuk melakukan lima langkah dalam inquiry yaitu observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan data untuk menemukan riwayat hidup tokoh, menyebutkan keistimewaan tokoh dan mencatat hal-hal yang bermanfaat dari teks profil tokoh yang telah dibagikan. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil temuannya. Siswa lain menanggapi siswa yang tampil. Guru memberikan penguatan atas jawaban siswa dan memberi penghargaan kepada siswa yang tampil berupa medali dari kertas. Untuk mengetahui keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa, guru menyiapkan soal tes mengenai pembelajaran hari itu. Pada tahap penutup guru bersama siswa menyimpulkan dan merefleksi kegiatan pembelajaran hari itu. 3. Observasi Observasi dalam penelitian ini menggunakan data tes dan nontes. Data tes berupa tes keterampilan membaca intensif teks profil tokoh sedangkan data nontes berupa pedoman observasi, jurnal siswa dan guru, pedoman wawancara serta 29

dokumentasi foto. Observasi, dokumentasi foto dan jurnal guru dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sedangkan jurnal siswa dan wawancara dilaksanakan setelah pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh. 4. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisis hasil tes dan nontes siklus I. jika hasil tes siklus I belum memuaskan akan dilakukan tindakan siklus II. Masalah-masalah yang timbul pada siklus I akan dicarikan solusinya sedangkan kelebihan-kelebihannya akan dipertahankan dan ditingkatkan. Siklus II Proses penelitian tindakan kelas siklus II merupakan tindak lanjut dari hasil siklus I. Siklus II terdiri atas 4 tahap yaitu revisi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 1. Revisi perencanaan Perencanaan pada siklus II berdasarkan temuan hasil siklus I. Adapun perencanaan yang akan dilakukan adalah (1) membuat perbaikan rencana pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh menggunakan pendekatan kontekstual komponen inquiry. Pada siklus I siswa diminta untuk menemukan sendiri riwayat hidup tokoh, keistimewaan tokoh dan mencatat halhal yang bermanfaat dari teks tersebut secara individu sedangkan pada siklus II siswa diminta untuk menemukan sendiri riwayat hidup tokoh, keistimewaan tokoh dan mencatat hal-hal yang bermanfaat dari teks tersebut secara individu tetapi pada saat penyimpulan data dilaksanakan secara berkelompok, (2) menyiapkan lembar wawancara, lembar observasi, lembar jurnal dan dokumentasi foto untuk 30

memperoleh data nontes siklus II, (3) menyiapkan perangkat tes teks profil tokoh yang akan digunakan dalam evaluasi hasil belajar siklus II, (4) meningkatkan kolaborasi dengan guru pamong serta teman untuk merencanakan pembelajaran selanjutnya. 2. Tindakan Tindakan-tindakan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pada siklus II terdapat perubahan teks bacaan dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Pada tahap pendahuluan guru memberikan apersepsi, kemudian guru memberikan umpan balik terhadap pembelajaran yang lalu. Guru juga mengemukakan tujuan pembelajaran hari itu. Tahap kegiatan inti guru memberikan teks profil tokoh kepada siswa. Kemudian siswa diminta untuk melakukan langkah-langkah inquiry yaitu observasi, bertanya, hipotesis, dan pengumpulan data menemukan riwayat hidup tokoh, menyebutkan keistimewaan tokoh serta mencatat hal-hal yang bermanfaat bagi siswa. Selanjutnya siswa diminta untuk berkelompok. Siswa diminta untuk Menyimpulkan data yang diperoleh dengan berdiskusi sehingga masingmasing anggota kelompok dapat bertukar pikiran nmengenai jawaban yang telah ditemukan. Wakil tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Guru memberikan penguatan mengenai jawaban dari tiap kelompok yang tampil. Siswa yang tampil dalam mewakili kelompoknya diberi penghargaan berupa medali. Untuk mengetahui keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa diminta untuk mengerjakan soal tes yang telah disiapkan oleh guru. 31

3. Observasi

Observasi pada siklus II bentuknya sama dengan observasi pada siklus I. Observasi pada siklus II ini dilihat dari data tes dan nontes. Data tes berupa tes keterampilan membaca intensif teks profil tokoh sedangkan data nontes diperoleh dengan menggunakan pedoman observasi, jurnal siswa dan guru, pedoman wawancara serta dokumentasi foto. Pada siklus II ini guru menggunakan metode diskusi, sehingga perilaku siswa saat berdiskusi juga mendapatkan pengamatan dari guru. 4. Refleksi Refleksi pada siklus II ini untuk merefleksi hasil evaluasi belajar siswa siklus I, untuk menentukan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai selama proses pembelajaran, dan untuk mencari kelemahan-kelemahan yang masih muncul dalam pembelajaran. 3.2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah keterampilan membaca intensif siswa SMPN 10 Semarang kelas VII B. Kelas VII B tersebut terdiri atas 40 siswa yaitu 23 laki-laki dan 17 perempuan. Peneliti mengambil subjek tersebut dengan alasan sebagai berikut. 1. berdasarkan hasil observasi keterampilan membaca intensif teks profil tokoh kelas VII B masih rendah dibandingkan dengan kelas VII A, VII C, VII D, VII E dan VII F. Kurang terampilnya membaca intensif teks profil tokoh siswa disebabkan karena siswa cenderung membaca sekilas tidak secara intensif sehingga pemahaman yang didapatkan kurang maksimal. Sehingga siswa kurang mampu dalam menyarikan riwayat hidup tokoh yang dibacanya. Rendahnya keterampilan membaca intensif teks profil tokoh siswa kelas VII B 32

juga terlihat dari ketidakmampuan siswa dalam menjawab pertanyaan berkaitan dengan teks profil tokoh. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan membaca intensif teks profil. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan keterampilan tersebut. 2. peneliti bekerjasama dengan guru mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar di kelas tersebut. 3. kehadiran peneliti tidak mempengaruhi perilaku siswa karena siswa SMPN 10 Semarang sudah terbiasa mendapat pengawasan oleh staf pengajar yang bersangkutan untuk menjaga stabilitas proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.

3.3. Variabel Penelitian Variabel yang diungkap dalam penelitian ini adalah keterampilan membaca intensif teks profil tokoh dan penggunaan pendekatan kontekstual komponen inquiry. 3.3.1 Variabel Keterampilan Membaca Intensif Teks Profil Tokoh Variabel keterampilan membaca intensif teks profil tokoh merupakan keterampilan siswa dalam membaca intensif teks profil tokoh, yaitu membaca dengan teliti, hati-hati, dengan waktu relatif lama terhadap suatu teks profil tokoh untuk mendapatkan pemahaman yang cermat dan tepat sampai ke relung-relungnya. Target keterampilan yang diharapkan adalah siswa terampil membaca intensif teks profil tokoh dengan mampu menyarikan riwayat tokoh dan menyebutkan kelebihan tokoh yang terdapat pada teks yang telah dibacanya serta 33

mampu mencatat hal-hal yang bermanfaat bagi siswa. Dalam penelitian tindakan kelas ini, siswa dikatakan berhasil dalam pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh apabila mencapai nilai ketuntasan belajar klasikal sebesar tujuh puluh dan meneladani sikap dari tokoh yang terdapat pada teks profil tokoh. 3.3.2 Variabel Penggunaan Pendekatan Kontekstual Komponen Inquiry Variabel pendekatan kontekstual komponen inquiry adalah pembelajaran membaca intensif teks profil tokoh menggunakan pendekatan kontekstual komponen inquiry. Pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengatahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Inquiry adalah salah satu komponen yang terdapat pada pendekatan kontekstual yang melatih siswa untuk menemukan sendiri informasi atau keterampilan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta. Inquiry mempunyai lima siklus yaitu observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan data. Pendekatan kontekstual komponen inquiry adalh pendekatan yang melatih siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan atau keterampilan dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang telah ditemukan dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 34

3.4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa soal tes dan soal nontes. Soal tes digunakan untuk mengungkap data tentang keterampilan membaca intensif teks profil tokoh. Soal nontes yaitu lembar observasi, lembar jurnal, dan lembar wawancara, dokumentasi foto digunakan untuk mengungkap perubahan tingkah laku siswa. 3.4.1 Instrumen Tes Tes yang digunakan keterampilan membaca intensif pada siswa kelas VII B SMPN 10 Semarang menggunakan teks profil tokoh. Teks tersebut digunakan pada pembelajaran membaca intensif, pre test, tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. Setiap tes baik pada pre test, siklus I maupun pada siklus II digunakan teks profil tokoh yang berbeda-beda. Teks profil tokoh yang digunakan adalah teks bacaan yang disesuaikan minat dan usia siswa SMP. Bentuk soal berupa uraian yang berjumlah 3 nomor. Tiap nomor bernilai 10 skor. Nilai akhir membaca intensif teks profil tokoh adalah jumlah skor dibagi tiga dikali 10. Tabel 1 Aspek dan skor Penilaian Aspek Penilaian Menyarikan riwayat hidup tokoh Menyimpulkan keistimewaan tokoh Mencatat hal-hal yang bermanfaat bagi siswa Skor Maksimal 10 10 10

You might also like