You are on page 1of 49

PEMBANGUNAN

BERPUSAT PADA
MANUSIA

Oleh:
Paulus Wirutomo

Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Apa itu Pembangunan?

 Istilah “Development’
Marshal Plan

4) Membangun kembali dari


kehancuran akibat PD II

 Usaha terencana dari negara Dunia


Ketiga untuk mencapai
modernisasi.
Akarnya adalah:
the “ideology of progress”

“manusia diatas mahluk lain di bumi memiliki


kemampuan dan harus berkembang tanpa
batas!!”.

 Pembangunan akan membawa dunia pada masyarakat


Industri dan akan mencapai postindustrial societies yang
memiliki “perpetual wellbeing”.
 Secara sederhana:
suatu “perubahan yang direncanakan”
(Planned Change)

 Konsekwensinya:
 Teknokratis

 Efisiensi

 teori Growth pole.


Trickling-down effect.
  kesenjangan sosial dan ekonomi merajalela.

Inilah sumber dari kegagalan pembangunan


PBB telah menggambarkan hasil pembangunan yang
terjadi di dunia pada saat ini sebagai berikut:
 Jobless growth:
pertumbuhan yang tidak menghasilkan
lapangan kerja.

 Angka pengangguran yang terus meningkat seiring


meningkatnya investasi perusahaan raksasa.
 Sektor Perbankan sebagian besar hanya melayani
pengusaha besar tetapi tidak mendorong ekonomi
rakyat (misalnya melalui kredit Usaha Kecil
maupun Kredit Mikro).
 Tata Ruang Wilayah yang tidak mengakomodasi
sektor informal .
 Dan sebagainya..
2. Ruthless growth:
Pertumbuhan yang kejam karena
justru semakin menghasilkan
kesenjangan antara kaya dan miskin.
3. Rootless growth:
Pertumbuhan yang mencerabut
manusia dari budayanya.

 Globalisasi telah membanjiri dunia dengan ”pop


culture” yang sangat berorientasi pada budaya
”Barat” sementara budaya lokal dan nasional
cenderung tidak berkembang bahkan “mati”.
 Pembangunan Nasional yang berorientasi budaya dan
gaya hidup ”kota besar” sehingga melemahkan
ikatan sosial di tingkat lokal (komunitas) misalnya
Mall.
Voiceless growth:
4.
Pertumbuhan yang “membungkam masyarakat”.

 Aspirasi masyarakat tidak tertampung secara


baik oleh para perencana pembangunan atau
bahkan oleh para wakil rakyat.
 RT dan RW (organisasi komunitas) tidak diberi
wewenang untuk menyalurkan aspirasi warga
dalam pembangunan.
 Aspirasi perempuan (yang kebanyakan berada di
sektor domestik) paling tidak terdengar dalam
pembangunan.
5. Futureless growth:
Pertumbuhan yang tidak punya masa depan.

 Pembangunan yang semakin menghancurkan


sumberdaya lingkungan.
 Pembangunan yang tidak menyisakan sumber-
sumber dan kesempatan bagi generasi
mendatang.
 Kegagalan pembangunan selalu
diartikan sebagai kegagalan
rakyat dalam berpartisipasi atau
beradaptasi dengan program
pembangunan yang dibuat
Pemerintah.
David Korten:” ...Dunia saat ini sedang
mengidap tiga krisis mendasar yaitu:

 Kemiskinan
 Kerusakan Lingkungan Hidup
 Tindak kekerasan.
 Kemiskinan tidak hanya dalam arti
kondisi penghasilan rendah, tetapi lebih jauh
lagi adalah penutupan sumber-sumber
kesejahteraan (exclusion) sehingga
mengakibatkan sekelompok orang tidak
mampu menjangkau kesehatan, fasilitas
pendidikan, tak mampu memperoleh hak-hak
yang azasi, tidak punya harga diri,
kepercayaan diri dsb.
 Salah satu contoh “Social Exclusion”

 Digital Divide

Kekerasan
 abad ke 20 tercatat sebagai abad
yang mungkin paling kejam.

 Diluar perang antar Negara, lebih


dari 50 juta orang dibunuh secara
sistematis selama 100 tahun.
 Di Turki misalnya, pemerintah Ottoman
membunuh lebih dari 1.5 juta orang Armenia
antara th 1915-1923.
 Rezim Nazi membinasakan 6 juta orang
Yahudi pertengahan abad silam.
 Mao Tse Tung membunuh 30 juta rakyatnya
sendiri, sedang Rezim Soviet 20 juta.
 Tahun 70-an Khmer merah membantai 1,7 juta
sesama bangsa Kamboja.
 Antara 1980-90 partai Sadam Husein (Baath)
menjagal tidak kurang dari 100.000 suku
Kurdi dinegaranya sendiri.
 Pemerintah militer Rwanda menewaskan
800.000 minoritas Tutsi. Negara kita juga
tercatat dalam daftar pembunuhan massal
itu yakni yang terjadi antara pertengahan
tahun 60-an dan th 80-an dengan jumlah
1.2 juta korban jiwa ( sumber: Barbara
Harff dalam “National Geographic
Indonesia” Januari 2006)..
 Di Indonesia terhitung ribuan
jiwa lain yang menjadi korban
pembantaian bangsa sendiri
setelah era reformasi yaitu antara
1990-2003 dimana terjadi
peristiwa kekerasan sebanyak
3.600 kali dan menyebabkan
10.700 orang tewas
Kekerasan bukan hanya berhubungan dengan
peperangan tetapi juga bisa berupa keputusan-
keputusan politik atau aturan-aturan yang
menindas dan tidak adil. Peraih Nobel
Perdamaian 2005 asal Kenya Wangari Maathai
mengatakan bahwa ada 40 juta warga Afrika
terancam hidupnya karena kegagalan
pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan.
Desmon Tutu mengatakan bahwa 40 juta
rakyat Afrika telah meninggal karena
kesehatan (Malaria, pneumonia, diare, AIDS
dsb.). Ini melebihi jumlah kematian dari
seluruh dunia modern lainnya dan melebihi
kematian korban Perang Dunia! Jika masalah
ini tidak diperbaiki sampai 2015, maka akan
ada 125 juta orang Afrika akan terenggut
Apakah hubungan pembunuhan massal
itu dengan pembangunan ?.

 pertumbuhan menuntut sumberdaya yang


besar dan “tak terbatas”, padahal
sumber-sumber yang tersedia di planet
bumi ini bersifat terbatas
Maka pembangunan seperti itu akan
selalu ditandai oleh “perebutan sumber-
sumber”  konflik, peperangan dan
dominasi (penjajahan) bahkan
penindasan.

Jadi, dekade pembangunan yang
dicanangkan di seluruh dunia pada tahun
50-an (setelah PD II) ternyata tidak
mengurangi tingkat “kebiadaban”
bangsa-bangsa di dunia.
 Pengeluaran anggaran militer
sekarang sekitar $ 2 juta setiap
menitnya. Di planet bumi yang
“mungil” ini sekarang tertimbun
alat peledak (bom nuklir dan
sejenisnya) yang bisa meledakkan
bola dunia ini berkali-kali !!.
 Semua bangsa modern saat ini se-olah-
olah tidak dapat keluar dari “dalil
primitif” yang diucapkan oleh Julius
Caesar beberapa ribu tahun yang lalu :”
Si vis pacem para bellum!”, kalau mau
damai, bersiaplah untuk perang!.
 Sementara itu menurut Roosevelt –- salah
satu dari empat kebebasan dasar manusia
adalah bebas dari rasa takut, maka harus
ada pengurangan persenjataan di seluruh
dunia sampai tahap dimana tidak ada
bangsa yang dapat menghancurkan
bangsa lain dengan agresi fisik
 Perlu dicatat bahwa peperangan pada dekade
akhir-akhir ini justru lebih banyak antar
golongan atau perang saudara
  Tanda: “pembangunan” yang
diselenggarakan oleh pemerintah telah
menimbulkan kesenjangan antar golongan
yang semakin dalam dan melukai rasa
keadilan rakyat.
 Paradigma pembagunan ini salah,
karena memiliki sifat dan pendekatan yang
keliru, yaitu bersifat:
 Reduksionistik: kebutuhan manusia

disederhanakan seolah hanya materi saja


(one dimensional men).
 Statis dan absolutis: kebutuhan

manusia akan pembangunan ditentukan


secara sepihak dan absolut oleh para
teknokrat sebagai pemikir dan pemimpin
pembangunan,
 Sentralistik-korporatis:

mengandalkan pada pemerintah dan


perusahaan yang kuat dan sangat bersifat

Logika pembangunan yang


berorientasi pertumbuhan seringkali
“tidak mendasar” dan tidak mengatasi
esensi persoalannya. Misalnya:

 Mengatasi kerusakan hutan


 Mengatasi masalah krisis energi

 Pembangunan (terutama di dunia ketiga)


cenderung mengandalkan modal finansial
dan teknologi yang dipinjam (dengan cara
berhutang)
 Perlu diingat bahwa kesalahan arah
pembangunan yang terjadi bukanlah
karena kesalahan pembangunan
ekonomi, yang salah adalah
ideologinya (dasar filsafatnya) yaitu
pembangunan yang berorientasi pada
pertumbuhan (bukan pada manusia).
 Pembangunan berorientasi pertumbuhan yang
mengandung banyak kelemahan itu kini telah
dianggap ketinggalan jaman oleh berbagai
pihak. Ideologi pembangunan itu kini secara
sinis disebut sebagai “developmentalism”
(pembangunanisme). Ideologi yang baru lebih
banyak menggunakan istilah pemberdayaan
dan menyeimbangkan aspek material dan
ekonomis dengan aspek-aspek sosial-budaya.
 Umat manusia memang sedang mengalami
suatu “paradox pembangunan”. Kita
menentukan pertumbuhan ekonomi sebagai
indikator dari “kemajuan manusia”, tetapi
ketika pembangunan ekonomi menghasilkan
barang dan jasa, gejala dehumanisasi
(pengangguran, kemiskinan, peperangan)
justru merebak dan kwalitas sebagian besar
kehidupan merosot. Dengan mengikuti cara
berpikir yang mengutamakan uang daripada
kehidupan, manusia selalu berusaha
memperkaya diri sambil terus menerus
menerabas batas kemampuan alam dan
kemampuan sosial untuk mendukungnya.
 Ekonomi dunia harus ditata kembali untuk
lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan
manusia: makan, pakaian, perumahan
kesehatan dan pendidikan, bukan senjata,
polusi, kemacetan dan kejahatan! Kita harus
melihat masa depan bukan sebagai takdir,
tetapi sebagai suatu pilihan, jadi kita dapat
merubahnya !!.

Kritik yang gencar baik secara
praktis maupun secara teoretis
terhadap pembangunan sebagai
suatu “cara berpikir dan suatu
ideology” saat ini bermuara pada
suatu paradigam pembangunan
yang baru yaitu People Centred
Development
 Gerakan “People Centered
Development” (PCD) menegaskan
bahwa manusia membutuhkan
suatu pencerahan baru yang
dilandasi oleh suatu nilai-nilai:
cinta, kasih-sayang, dan rasa
tanggungjawab yang mendalam
pada kemanusiaan dan alam.
Beberapa prinsip yang mendasarinya
adalah:

 Rakyat harus diberi wewenang


menguasai sumberdayanya sendiri,
memperoleh akses ke informasi, punya
sarana legal untuk menuntut
pertanggungjawaban bahkan
menggugat penguasa (prinsip
akuntabilitas).
 Para “penolong” pembangunan
harus berjalan mengikuti agenda
rakyat. Nilai bantuan asing diukur
dari peningkatan kapasistas rakyat
untuk menentukan hari depan
mereka sendiri.
 Suatu “Pembangunan” baru
terjadi bila masyarakat
melakukan usaha
pembangunannya sendiri,
sehingga proses pembangunan
menjadi milik masyarakat.
 Pembangunan tidak boleh di
subkontrakkan, tanggungjawab
tidak diserahkan pada pihak lain.
Suatu pembangunan disebut
sustainable bila ia membangun apa
yang sudah ada. Betapapun
kecilnya, suatu proses
pembangunan harus mulai dengan
menggunakan kemampuan yang
ada. Adalah sia-sia bila
pembangunan tidak
membangkitkan kapasitas lokal.
 Forum PCD menawarkan “
Living Economies Program” untuk
menggantikan pendekatan yang
disebutnya sebagai “global suicide
economy” dengan “planetary system of
living economies”.
 Robertson menunjukkan beberapa
persepsi dari para pemikir pembangunan
“berorientasi Pertumbuhan” dimasa lalu
yang kini ditolak oleh paradigma PCD:
 1. Kemakmuran adalah hasil dari
penguasaan dan penindasan terhadap
orang lain: manusia dicerabut dari
tanahnya dan dijadikan buruh yang
tergantung pada orang kaya atau yang
berkuasa. Sebaliknya, PCD lebih
mengemukakan keadilan ekonomi dan
demokrasi melalui kebijakan yang
mengutungkan produsen kecil, koperasi,
dan usaha yang dimiliki buruh serta
 2. Kemajuan dan pembangunan adalah
hasil dari ekploitasi terhadap alam yang
terus menerus oleh manusia (terutama
yang berpengetahuan serta memiliki
kekuasaan). PCD sebaliknya, menolak
ide antroposentris ini (yang merupakan
ajaran pada “masa pencerahan” atau
renaissance). Sebaliknya paradigma PCD
menilai tinggi budaya kerohanian serta
keselarasan dengan alam sebagai milik
semua orang (bukan hanya “kelompok
yang berkuasa”).
 3. Aktivitas ekonomi masa lalu lebih
menghargai ilmu dan kemampuan memahami
alam secara ilmiah (untuk menguasasi alam)
dan menganggap nilai-nilai individual, etika
dan kejiwaan sebagai sesuatu yang tidak
relevan. PCD menolak pemisahan antara ilmu
ekonomi dengan ilmu moral dan menolak
keyakinan bahwa “tangan yang tak nampak”
akan merubah kerakusan manusia menjadi
manfaat bagi masyarakat. PCD sebaliknya
beranggapan bahwa pilihan-pilihan ekonomi
harus melibatkan tanggungjawab moral dan
pasar harus menjadi alat (bukan penentu)
untuk mencapai tujuan pribadi dan kebijakan
publik.
4. Hanya benda yang dapat dihitung
(memiliki nilai) dan uang adalah ukuran
yang paling sahih bagi kehidupan public.
Tetapi PCD percaya bahwa nilai yang
tertinggi sering tidak dapat dihitung dan
diukur dengan uang - seperti kehidupan
itu sendiri . Ilmu ekonomi adalah alat
untuk mencapai nilai yang lebih tinggi
daripada sekedar kekayaan.
 5. Ekonomi dunia adalah suatu system dari
persaingan antar ekonomi nasional. PCD
menolak kehidupan manusia ditentukan oleh
kemampuannya bersaing dengan ekonomi
bangsa lain (dalam bidang produksi,
perdagangan dan jasa). Hal ini tidak “esensial”
bagi kehidupan yang bermartabat. PCD
melihat ekonomi dunia yang berfungsi baik
adalah yang memiliki berbagai tingkatan
otonomi dan terdesentralisasi. Ekonomi
tersebut diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga tiap tingkat memungkinkan tingkat
dibawahnya untuk dapat maju pada arah yang
memberdayakan manusia dan melestarikan
alam. Sistem ekonomi ini harus melibatkan
keluarga dan komunitas lokal yang biasanya
 6. Kemajuan ekonomi terjadi
dalam “dunia laki-laki”, berbasis
pada dorongan dan nilai
“kejantanan”. PCD sebaliknya,
menyadari bahwa perkembangan
peran wanita, anak- anak serta orang
lanjut usia adalah sama pentingnya
dengan laki-laki dewasa. PCD juga
mengakui pentingnya peran sosial-
ekonomi dari keluarga dan komunitas
local dalam menciptakan
kemakmuran).
 7. Ekonomi terpisah dari politik.
Prinsip ini ditolak oleh PCD yang
beranggapan bahwa setiap golongan di
masyarakat memiliki kepentingan, jadi
setiap pilihan di bidang ekonom adalah
merupakan suatu pilihan politik. Setiap
pemerintah harus secara tegas
merumuskan dan menentukan tekad
politik “Siapa yang akan memperoleh
keuntungan dari kegiatan ekonomi dan
siapa yang akan menerima dampak serta
resikonya?” PCD menolak prinsip bahwa
lembaga ekonomi dapat beroperasi
semaunya (secara bebas) diluar kerangka
pilihan politik dan social secara nasional
 8. Harga dari kebebasan ekonomi harus
dibayar (dipertukarkan) dengan
kesejehateraan sosial dan kelestarian
ekologis. PCD menolak prinsip ini dan
menolak kebebasan ekonomi dalam bentuik
“pasar bebas” dan “perdagangan bebas” yang
dapat mematikan kebebasan (dan kehidupan)
orang lain. PCD sebaliknya juga menolak
peraturan yang terlalu sentralistik dari
ekonomi terpimpin dan pemikiran social
demokratik berupa system ekonomi campuran
yang konvensional. Sebagai gantinya PCD
ingin menciptakan kelembagaan yang
memungkinkan semua orang mengembangkan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannnya.
 Efisiensi ekonomi harus
diartikan sebagai efisiensi
untuk mengalokasikan sumber-
sumber demi tercapainya
tujuan social di dalam
masyarakat (efectivitas pen.)
 Selanjutnya prioritas yang diperlukan pada tiap
jenjang ekonomi untuk memajukan prinsip-prinsip
PCD adalah sbb:
 Di jenjang ‘tata kelola global’: harus dibatasi
sedemikian rupa sehingga perhatian ekonomi
diseimbangkan dengan prioritas kebijakan publik
yang lain (keadilan, kesejahteraan social, kesehatan,
pendidikan dsb.) dibawah pengawasan yang
demokratis dan akuntabel. Struktur tata kelola global
saat ini cenderung menyerahkan kebijakan ekonomi
kepada lembaga Bretton Woods – World Bank, IMF
dan WTO - yang cenderung berfungsi secara rahasia
diluar pengawasan akuntabilitas demokratis dan
memposisikan korporat besar serta kepentingan
ekonomi diatas kepentingan sosial dan lingkungan
hidup. Reformasi PBB – oleh karenanya - harus
meletakkan lembaga-lembaga Bretton Woods
didalam struktur utama PBB untuk berfungsi dibawah
 Dalam kerangka pembuatan kebijakan
yang lebih transparan dan demokratis itu
kebijakan global mengenai perdagangan,
hutang dan investasi yang sekarang
dilaksanakan oleh GATT, IMF dan WB
akan dapat dipertimbangkan dalam
konteks yang lebih luas dari segi sosial
dan lingkungan, inilah suatu langkah
fundamental menuju PCD.
 Di tingkat Kebijakan Nasional:
adalah sangat penting bahwa
kebijakan nasional - terutama di
negara kaya - diorientasikan untuk
menunjang PCD dan pembangunan
lingkungan yang berkelanjutan. Ini
adalah kepentingan semua bangsa
termasuk bangsa kaya.

You might also like