You are on page 1of 4

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

1.1 Definisi

Leukimia Mieloblastik Akut (LMA) adalah suatu penyakit keganasan yang ditandI dengan peningkatan produksi sel-sel prekursor sumsum tulang dari seri mieloid yang tidak mampu untuk menjadi sel yang matang.
1.2 Epidemiologi Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA mencakup 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) daripada anak (15%). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara exponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Insidens LMA pada orang yag berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%. Secara umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah diaporkan adanya insidens LMA tipe M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras Kaukasia. 1.3 Etiologi

Terdapat beberapa faktor predisposisi pada populasi tertentu, seperti:


Paparan benzena pada industri Radiasi ionik Trisomi kromosom 21 Sindrom genetik: sindrom Bloom, anemia Fanconi Riwayat kemoterapi sitotoksik pada tumor solid

1.4 Patogenesis Patogenesis utama LMA adalah adanya blockade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia, dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf dan merusak organ-organ tersebut dengan segala. 1.5 Tanda dan Gejala

Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami neutropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu, sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA. Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah perirektal, sehingga organorgan tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam. Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100.000/mm3), sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproiferasi secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimtomatik karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien. Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-se blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah meanings dan untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari caira nserebro spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.

PEMBAHASAN KHUSUS 2. DM tipe 2 NW dengan GD terkontrol.

Atas dasar: Anamnesis: o Gejala 3P (+), penurunan berat badan o Pasien menyukai makanan manis dan jarang beraktivitas PF: IMT 28,3, lingkar perut 116 cm Lab: GDS = 420 mg/dL EKG: CAD inferolateral Mata penglihatan buram dan keluhan melihat cahaya pada kedua mata Neuropati perifer kesemutan dan baal pada kedua tangan Ginjal riwayat BAK berkurang sejak 2 hari ini Gangguan vaskular jantung EKG: CAD inferolateral Infeksi riwayat TB paru dan sekarang pasien sedang batuk 2 bulan

Pada pasien ditemukan faktor risiko DM hipertensi, dan terjadi komplikasi berupa:

Pada pasien dipikirkan terjadi DM tipe II dengan gula darah belum terkontrol dengan komplikasi retinopati, neuropati perifer, nefropati, gangguan vaskular jantung, dan penurunan sistem imun sehingga pasien lebih mudah trekena infeksi, salah satunya TB paru. Nilai IMT pada pasien ini termasuk kategori obesitas I. Namun pasien ini tidak dapat kita katakan obesitas karena pasien sedang terjadi asites masif dan bengkak pada tungkai. Pada pasien perlu dilakukan pemriksaa antropometri lain seperti pengukuran lingkar lengan atas. Rencana diagnosis: Kadar gula darah harian (KGDH), A1C Pemeriksaan DPL, UL, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT Echocardiografi Konsul mata funduskopi Pengukuran lingkar lengan atas Edukasi Diet DM 1900 kkal/24 jam, RG III Insulin:

Rencana terapi:

o RI 50 U dalam 50 cc NS 1U/jam o Koreksi gula darah setiap jam sebelum makan besar dengan dosis insulin: Gula darah < 200 201 250 251 300 301 350 > 350 Insulin 5U 10 U 15 U 20 U

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan untuk memantau kadar gula pasien ke depan ataupun selama 2 bulan terakhir ini. Pada pasien jgua dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui apakah pada pasien sudah terjadi komplikasi dan tingkat keparahannya. Tatalaksana pada pasien ini berupa edukasi mengenai penyakitnya penyakit DM, tatalaksana, pengobatan, dan komplikasi akibat pengobatan, serta perubahan perilaku dan gaya hidup. Edukasi mengenai penyakit DM merupakan penyakit seumur hidup yang membutuhkan tatalaksana secara kontinue baik secara farmako ataupun non-farmako. Pada pasien juga perlu dilakukan edukasi mengenai efek samping yang dapat terjadi akibat pengobatan farmakologis, yaitu hipoglikemia, mengenai gejala dan cara mengatasinya. Perubahan perilaku dan gaya hidup pada pasien ini termasuk mengubah pola asupan pasien dan meningkatkan keluaran energi dengan beraktivitas fisik. Pola asupan diubah menjadi rendah lemak, karbohidrat, dan membatasi asupan protein untuk memperlampat progresivitas kerusakan ginjal.

You might also like