You are on page 1of 26

STATUS PASIEN

No. Catatan Medik Masuk RSAM Ruang IDENTIFIKASI PASIEN Nama Lengkap Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Status perkawinan Pekerjaan Alamat ANAMNESA Diambil dari Tanggal Jam Riwayat Penyakit Keluhan utama Keluhan tambahan

: 127987 : 11 Februari 2011 : Kenanga

: Ny. J : 46 tahun : Perempuan : Jawa : Menikah : Ibu rumah tangga : Lampung Selatan

: Autoanamnesis : 14 Februari 2010 : 14.00 WIB

: Sesak napas : Mual, muka sembab, bengkak pada kedua kaki, buang air kecil sedikit, tubuh terasa lemas

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSAM dengan keluhan sesak nafas. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu secara tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak nafas 1

tidak disertai dengan nyeri dada kiri sebelumnya dan tidak disertai dengan batuk. Keluhan tidak disertai dengan adanya bengkak di kelopak mata yang terutama terjadi pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan adanya mual tanpa sebab yang dirasakan sebelum timbulnya sesak nafas, yang hilang timbul. Keluhan lain yaitu muka sembab dan bengkak pada kedua kaki yang diikuti dengan buang air kecil yang semakin lama semakin jarang, frekuensi berkurang dan jumlahnya sedikit. BAK tidak sakit dan tidak pernah berwarna merah, tidak disertai dengan nyeri kepala. Muka sembab diBuang air besar lancar tidak ada kelainan. Semakin lama tubuh juga dirasakan semakin lemas yang tanpa sebab, sehingga akhirnya pasien datang ke puskesmas untuk berobat. Namun karena tidak ada perubahan yang berarti dan pasien merasa tubuhnya semakin lemas sehingga akhirnya ia memutuskan untuk datang ke RSAM. Riwayat darah tinggi pada pasien tidak disangkal, menurutnya penyakit darah tinggi ini sudah ada sejak setelah pasien melahirkan anak terakhirnya. Namun ia mengaku jarang kontrol ke puskesmas terdekat karena lupa. Riwayat pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan dan suplemen tidak ada, riwayat bengkak dengan kemerahan pada kedua pipi tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tetapi pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak setelah pasien melahirkan anak terakhirnya. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.

Riwayat Hidup Tempat Lahir Ditolong Oleh Riwayat Imunisasi : Di rumah : Dukun : Tidak tahu

Riwayat Makanan Frekuensi / hari Jumlah / hari Variasi / hari Nafsu makan Pendidikan SMP Kesulitan Keuangan Pekerjaan Keluarga Lain-lain : Ya : Ya : Tidak : Tidak : 2-3 x/hari : Bervariasi : Bervariasi : Berkurang (saat sakit)

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum Tinggi badan Berat badan Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan Keadaan gizi Kesadaran Sianosis Edema umum Habitus Cara berjalan Mobilitas (Aktif/Pasif) : 167 cm : 61 kg : 150/90 mmHg : 78x/menit : 36,7 C : 24x/menit : Cukup : Compos mentis : Tidak ditemukan : Tidak ditemukan : Astenikus : Normal : Aktif 3

Umur menurut taksiran pemeriksaan Aspek Kejiwaan Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir : Wajar : Biasa : Wajar

: 40 tahun

STATUS GENERALIS Kulit Warna Jaringan parut Pertumbuhan Rambut Suhu Raba Keringat Lapisan lemak Efloresensi Pigmentasi Lembab/kering Turgor Ikterus Edema : coklat : tidak ada : normal : hangat : dalam batas normal : banyak : tidak ada : tidak ada : kering : baik : tidak ada : tidak ada

Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran

Kepala Ekspresi wajah Rambut : wajar : hitam, tidak mudah dicabut 4

Mata

Simetri muka

: muka sembab

Pembuluh darah temporal : tidak ada kelainan

Exophtalmus Kelopak Konjungtiva Sklera Lapang penglihatan Deviatio Konjugae Enoftalmus Lensa Visus Gerakan mata Nystagmus

: tidak ada : normal , edema (-/-) : anemis : anikterik : sama dengan pemeriksa : tidak ada : tidak ada : jernih : 6/60 : normal : tidak ada

Telinga Tuli Lubang Serumen Selaput pendengaran Penyumbatan Perdarahan : -/: lapang : -/: intak : -/: -/-

Mulut Bibir Langit-langit Gigi geligi Faring Lidah Tonsil Bau pernapasan : asianosis : tidak ada kelainan : caries (+) M2 kanan bawah dan M1 kiri atas : tidak hiperemis : tidak kotor : T1-T1 tenang : normal 5

Trismus Selaput lendir

: tidak ditemukan : tidak ada kelainan

Leher Dada Bentuk Pembuluh darah Buah dada : simetris : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan Tekanan vena jugularis Kelenjar tiroid Kelenjar limfe : tidak meningkat : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran

Paru-Paru Kanan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Hemithoraks simetris Fremitus vokal dan taktil simetris Sonor Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis terlihat : Ictus cordis teraba pada ICS IV lin. Midclavicula sinistra : batas atas ICS III parasternal dekstra batas kanan ICS IV parasternal dekstra batas kiri ICS V midclavicula sinistra Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Kiri Hemithorax simetris Fremitus vokal dan taktil simetris Sonor Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen Inspeksi : Perut cembung simetris 6

Palpasi

: Dinding perut Hepar Lien Ginjal

: nyeri tekan (-) : tidak membesar : tidak membesar : ballotemen (-)

Perkusi Auskultasi

: tympani di seluruh lapang abdomen : Bising usus (+) normal

Genitalia Eksterna Tidak dilakukan Anggota Gerak Lengan Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Lain-lain Tungkai dan kaki Luka Varises Otot (tonus dan massa) Sendi Gerakan Kekuatan Edema
Lain-lain

Kanan Normal Normotonus Eutrofi Dbn Aktif 5 (-) Kanan (-) (-) Normotonus & eutrofi Dbn Aktif 5 (+)
(-)

Kiri Normal Normotonus Eutrofi Dbn Aktif 5 (-) Kiri (-) (-) Normotonus & eutrofi Dbn Aktif 5 (+)
(-)

Refleks Kanan Kiri

Refleks tendon Bisep Trisep Patela Achiles Kremaster Refleks kulit Refleks patologis Colok Dubur Tidak dilakukan

(+) (+) (+) (+) (+) Tidak dilakukan (+) (-)

(+) (+) (+) (+) (+) Tidak dilakukan (+) (-)

LABORATORIUM 12 Februari 2010 Hb LED Leukosit Diff count GDS Ureum Creatinine : 6,9 gr/dl : 38 mm/jam : 4.300/ul : 0/0/0/63/23/12 : 157 mg/dl : 22 mg/dl : 12,1 mg/dl

RINGKASAN Pasien wanita, usia 46 thn datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu secara tiba-tiba. Keluhan lain yaitu perut terasa mual dan bengkak pada kedua kaki yang diikuti dengan buang air kecil yang frekuensinya berkurang dan jumlahnya sedikit. BAB normal. Semakin lama ia merasa tubuhnya semakin lemas dan nafasnya semakin sesak. Pasien juga mengaku mempunyai riwayat hipertensi yang jarang dikontrol olehnya. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, riwayat penggunaan jamu-jamuan dan suplemen lainnya tidak ada.

Pemeriksaan Fisik : Conjunctiva anemis Pitting edema pada kedua kaki Laboratorium : Hb Ureum Creatinin : 6,9 gr/dl : 22 mg/dl : 12,1 mg/dl

DIAGNOSA SEMENTARA Anemia e.c Chronic Renal Failure DIAGNOSA BANDING Anemia e.c malaria

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN Foto BNO Foto thorax USG ginjal Urin lengkap EKG

RENCANA PENGELOLA 1. Captopril 3 x 25 mg 2. Nifedipin 3. Asam folat 4. Lasix 5. Ranitidin 6. Transfusi PRC

PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad malam Quo ad functionam : dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia ad malam

10

PEMBAHASAN Pasien datang ke RSAM dengan keluhan sesak nafas. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu secara tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak nafas tidak disertai dengan nyeri dada kiri sebelumnya dan tidak disertai dengan batuk. Keluhan tidak disertai dengan adanya bengkak di kelopak mata yang terutama terjadi pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan adanya mual tanpa sebab yang dirasakan sebelum timbulnya sesak nafas, yang hilang timbul. Keluhan lain yaitu bengkak pada kedua kaki yang diikuti dengan buang air kecil yang semakin lama semakin jarang, frekuensi berkurang dan jumlahnya sedikit. BAK tidak sakit dan tidak pernah berwarna merah, tidak disertai dengan nyeri kepala. Buang air besar lancar tidak ada kelainan. Semakin lama tubuh juga dirasakan semakin lemas yang tanpa sebab, sehingga akhirnya pasien datang ke puskesmas untuk berobat. Namun karena tidak ada perubahan yang berarti dan pasien merasa tubuhnya semakin lemas sehingga akhirnya ia memutuskan untuk datang ke RSAM. Sindroma uremic adalah suatu kumpulan gejala atau sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, sindroma terdiri dari lemah, lethargi, anoreksia, mual, muntah, neuropati perifer. Riwayat darah tinggi pada pasien tidak disangkal, menurutnya penyakit darah tinggi ini sudah ada sejak setelah pasien melahirkan anak terakhirnya. Namun ia mengaku jarang kontrol ke puskesmas terdekat karena lupa. Pehimpunan Nefrologi Indonesia (pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialis di indonesia, adapun penyebab gagal ginjal yaitu Glomerulonefritis, diabetes melitus, obstruksi dan infeksi, hipertensi, dan sebab lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, dan pitting edema di kedua tungkai. Dari pemeriksaan fisik diatas kemungkinan telah terjadi anemia yang merupakan komplikasi dari gagal ginjal kronis akibat gangguan eriropoietin. Sedangkan pitting edema yang ditemukan merupakan hasil dari kebocoran protein pada ginjal sehingga tekanan onkotik plasma menurun sehingga terjadilah edema. 11

Pasien ini didiagnosa anemia e.c Chronic Renal Failure berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan : sesak nafas yang secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas kedua tungkai bengkak BAK jumlahnya sedikit dan frekuensi berkurang Mual tanpa sebab Tubuh lemas Pemeriksaan fisik didapatkan : Conjunctiva anemis Pitting edema pada kaki (+) Hipertensi (150/90mmHg) Laboratorium : Hb Ureum Creatinin : 6,9 gr/dl : 221 mg/dl : 12,1 mg/dl

Penurunan fungsi ginjal dapat ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan creatinin serum dan penurunan LFG, sedangkan nilai LFG pada pasien ini yaitu 6,51 dimana LFG tersebut menurut klasifikasi penyakit ginjal kronik yaitu < 15 ml/mn/1.73m2 dan masuk dalam grade 5.

Penatalaksanaan dari penyakit ini yaitu diet kalori 30 50 kal/kg/hari dan Protein : 0,6 0,9 gr/kg/hari . Retrik si protein perlu dilakukan karena kelebihan protein pada tubuh diubah menjadi urea dan dikeluarkan melalui ginjal. Pada pasien ini fungsi ginjal menurun, maka kemapuan ginjal untuk mengeluarkan urea dalam tubuh pun berkurang. Kemudian dilakukan transfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb, dan pemberian EPO (eritropoietin) merupakan hal yang dianjurkan untuk menggantikan eritropoietin yang terganggu pembentukannya akibat gagal ginjal. Penatalaksanaan selanjutnya yaitu pemberian furosemid yang bertujuan untuk mengurang edema yang terjadi. Selanjutnya direncanakan untuk terapi pengganti yaitu hemodialiasa.

12

Prognosa pada pasien ini yaitu quo ad vitam malam dimana fungsi vital terganggu, quo ad funCtionam malam karena fungsi ginjal telah buruk, kemudian quo ad sanationam malam karena produktivitas kehidupan terganggu .

GAGAL GINJAL KRONIS

13

DEFINISI Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik 1) Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2) Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.

14

Tabel Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik Laju filtrasi glomerulus Deskripsi (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik Stadium 0 Risiko meningkat 1 2 3 4 5 LFG m) (mL/menit/1.73

Kerusakan disertai LFG atau meninggi Penurunan ringan LFG Penurunan moderat LFG Penurunan berat LFG Gagal ginjal

90 risiko ginjal 90 normal 60-89 30-59

dengan

faktor

15-29 < 15 atau dialisis

ETIOLOGI

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). a) Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal.

15

b)

Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. c) Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. d) Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kistakista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

16

FAKTOR RESIKO Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

PATOFISIOLOGI Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.

17

a. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. b. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. c. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost d. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. e. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem

18

vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. f, kelainan hematopoiesis

DIAGNOSIS Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut: a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG) b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) d. Menentukan strategi terapi rasional e. Meramalkan prognosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus .

19

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Tahapan Gagal Ginjal Renal insufisiensi Ringan Sedang Berat Terminal

GFR (ml/menit) 80-50 50-30 10-29 < 10 <5

Gambaran kerusakan pada gagal ginjal:

20

b. Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. 1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). 2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. 3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG). c. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 1) Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU). 2) Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan ultrasonografi (USG). radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan

PENCEGAHAN Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,

21

peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).

PENATALAKSANAAN a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, elektrolit. 1) Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. 2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). b. Terapi simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan

22

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L. 2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7) Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi.

23

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal. 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anakanak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b) Kualitas hidup normal kembali

24

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi Anemia pada gagal ginjal kronis

DEFINISI ANEMIA Kuantitatif : berkurangnya jumlah sel darah merah Fungsional : berkurangnya kecukupan sel darah merah untuk menghasilkan O2 ke jaringan Tiap gram Hb dapat mengikat 1,34 ml O2 TANDA dan GEJALA Lemah badan penurunan berat badan, pucat merupakan tanda-tanda penyakit kronis. Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis kronis yaitu:

25

Kadar hb berkisar 7-11 g/dl Kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah Cadangan Fe jaringan tinggi Produksi sel darah merah berkurang

Anemia pada pada penyakit kronis ditandai dengan pemendekan masa hidup eitrosit, gannguan metabolisme besi.dan gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya eritropoietin.. Dan anemia pada gagal ginjal kronik diduga diakenakan gangguan produksi eritropoietin dimana ginjal rusaksehingga mengakibatkan gangguan produksi eritripoietin. Beberapa penelitian mengkaitkan sitokin seperti IL-1, TNF, IFN bertangung jawab terhadap gangguan ini.

ETIOLOGI ANEMIA Pabriknya rusak Sumsum tulang Anemia Aplastik Bahan baku jelek EPO, Fe, Asam folat, vit.B12 Anemia Defisiensi Terjadi perdarahan Umur eritrosit pendek akibat penghancuran yang berlebihan Anemia Hemolitik

26

You might also like