You are on page 1of 48

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Obsetri Patologi

Disusun Oleh Kelompok 3 Resti Nur Annisa Yatty Erni Destiani Yoseu Novelia P.W Lilis Suryani Tita Nurlita Lastiar Veronika Angkatan VI A 130103100002 130103100008 130103100015 130103100026 130103100029 130103100041

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASPADJADJARAN BANDUNG 2011

PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Definisi Perdarahan Antepartum Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (mochtar, 1998). Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab utama perdarahan antepartum pada trimester ketiga.

B. Etiologi Perdarahan Atepartum Pendarahan antepartum dapat disebabkan oleh : a. Bersumber dari kelainan plasenta Fungsi plasenta : Sebagai alat yang memberi makanan pada janin. Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme. Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan co2. Sebagai alat pembentuk hormone. Sebagai alat penyalur perbagai antibody ke janin.

1. Plasenta previa Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir ( osteum uteri internal ). 1) Etiologi Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. (mochtar, 1998). Perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara adekuat.

2) Klasifikasi Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 3 : a) Plasenta previa totalis : seluruhnya ostium internus ditutupi plasenta. Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir pada tempat implantasi, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat. b) Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta. Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada tempat implantasi inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.

c) Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan plasenta. Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir bisa dilahirkan pervaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.

b. Bukan dari kelainan plasenta Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Plasenta previa dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : Umur dan paritas Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah Di indonesia, menurut toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior). Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda

Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. Kehamilan janin kembar,. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium Kadang-kadang pada malnutrisi. Riwayat perokok.

3) Patologi Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus yang menghentikan perdarahan pada kala iii dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.

4) Tanda Dan Gejala Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.

Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai. Gejala Utama Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri. Gejala klinik Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin letak janin (letak lintang atau letak sungsang) Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

5) Diagnosis Untuk mendiagnosis perdarahan diakibatkan oleh plasenta previa diperlukan anamnesis dan pemeriksaan obstetrik. Dapat juga dilakukan pemeriksaaan hematokrit. Pemeriksaan bagian luar terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan inspekulo bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina seperti erosro porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri polipus serviks uteri, varises vulva dan trauma. Anamnesis. perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Pemeriksaan in spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. Penentuan letak plasenta tidak langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. (wiknjosostro, 2005) Pemeriksaan ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah. Diagnosis plasenta previa secara defenitif.. Dilakukan dengan pdmo yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui

pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan pdmo sebagai upaya menetukan diagnosis. (saifudin, 2001)

6) Komplikasi Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti asfiksi berat. ( mansjoer, 2002) Prolaps tali pusat. Prolaps plasenta. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan. Perdarahan post portum. Infeksi karena perdarahan yang banyak. Bayi premature atau lahir mati.

7) Penanganan Cara persalinan Persalinan pervaginam Persalinan perabdominan, dengan seksio sesarea.

Penatalaksanaan a) Terapi ekspektif Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil (belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif.

Perlu diperhatikan bahwa sebeium melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus selalu tersedia darah yang cukup. Cara-cara vaginal terdiri dari: 1. Pemecahan ketuban. 2. Versi Braxton Hicks. 3. Cunan Willett-Gauss.

Pemecahan Ketuban Dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalia, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat di sebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini disebabkan kepala tertahan promontorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena: o Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta. o Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan Binding rahim hingga tidak terjacli pergeseran antara plasenta dan din-ding rahim. Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban, dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea.

Versi Braxton Hicks Tujuan dari perasat Braxton Hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu.

Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati ataupun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim, perasat ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar. Akan tetapi, dalam keadaan istimewa, misalnya jika pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama siapnya maka cara Braxton Hicks dapat dipertimbangkan. Sebaliknya, di daerah yang tidak mungkin untuk melakukan seksio sesarea, misalnya di pulau-pulau kecil, cara Braxton Hicks dapat menggantikan seksio sesarea. Syarat untuk melakukan versi Braxton Hicks ialah pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.

Teknik Dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan funclus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan-ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya, kita tunggu sampai anak lahir sendiri.

Sekali-'kali jangan melakukan ekstraksi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim.

Cunam Willett-Gauss Tujuannya ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini sekarang hampir tidak pernah dilakukan lagi.

b) Terapi aktif ( tindakan segera ). Wanita hamil diatas 28 minggu dengan perdarahan pervagina yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang moturitus janin. Lakukan pdmo jika : Infus 1 transfusi telah terpasang. Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram ) dan inpartu. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor, seperti anesefali. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul ( 2/5 atau 3/5 pada palpasi luar ).

c) Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa seksio sesarea . Prinsip utama adalah menyelamatkan ibu, walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Tujuan seksio sesarea : persalinan dengan segera sehingga uterus segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan kemungkinan terjadi robekan pada serviks, jika janin dilahirkan pervagina.

Siapkan darah pengganti untuk stabiliasi dan pemulihan kondisi ibu. (saifuddin, 2001 : 536 ) d) Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea. 1) Analgesia. Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg. Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik. 2) Tanda-tanda vital. Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa. 3) Terapi cairan dan diet. Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan rl, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua. 4) vesika urinarius dan usus. Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum

terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.. 5) .Ambulasi. Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan. 6) Perawatan luka. Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah 9[[pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. 7) Laboratorium. Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. 8) .Perawatan Payudara. Pemberian asi dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. 9) Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit. Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima

post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.(cunningham, 2000)

2. Sulotio Plasenta Solusio plasenta ialah pelepasan plasenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter. Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:

Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain : o Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulo nefritis kronika, dan hipertensi esensial. Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas. o Faktor trauma: pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan. o Faktor paritas. Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi. o Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain. o Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi : 1. Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20% 2. Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80% Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang

diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan disseminated intravascular coagulation. Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat. Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap dibalik selaput ketuban (relativelly concealed). 30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta. a. Klasifikasi Klasifikasi solusio plasenta a) Solutio Placenta Ringan Bila plasenta lepas kurang bagian luasnya Ibu dan janin keadaan masih baik Perdarahan pervaginam, warna kehitaman Perut sakit dan agak tegang

b) Solutio Placenta Sedang Plasenta terlepas lebih , belum mencapai 2/3 bagian Perdarahan dengan rasa sakit Perut terasa tegang Gerak janin berkurang Palpasi janin sulit diraba Auskultasi jantung janin (asfiksia ringan dan sedang) Dapat terjadi gangguan pembekuan darah

c) Solutio Placenta Berat Plasenta lepas > 2/3 bagian Terjadi sangat tiba-tiba Ibu syock Janin mati (uterus sangat tegang dan nyeri)

b. Etiologi Penyebab utama tidak jelas. Terdapat beberapa faktor risiko antara lain o Peningkatan usia dan paritas o Preeklampsia o Hipertensi kronis o Kpd preterm o Kehamilan kembar o Hidramnion o Merokok o Pencandu alkohol o Trombofilia o Pengguna kocain o Riwayat solusio plasenta o Mioma uteri Faktor pencetus : o Kecelakaan o Trauma abdomen o Amniotomi ( dekompresi mendadak ) o Lilitan talipusat - tali pusat pendek

c. Patofisiologi a) Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi. b) Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga

menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta. Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage) Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage) o Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh o Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih menempel dengan baik pada dinding uterus o Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban o Kepala janin umumnya sangat menekan sbr sehingga darah sulit keluar o Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan uterus couvellair

d. Gambaran Klinik a) Gejala-gejala o Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his o Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar o Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois) o Palpasi sukar karena rahim keras o Fundus uteri makin lama makin naik o Bunyi jantung biasanya tidak ada

o Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah) o Sering ada proteinuria karena disertai toxemia

b) Diagnosis Didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair perdarahan dan shock diobati dengan pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting (winkjosastro, 2005). Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta (concealed atau revealed) 30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikan gejala dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan terlihatnya hematoma retroplasenta Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang tegang disertai dengan : o Gawat janin (50% penderita) o Janin mati ( 15%) o Tetania uteri o Dic- disseminated intravascular coagulation o Renjatan hipovolemik

o Perdarahan pervaginam ( 80% penderita) o Uterus yang tegang (2/3 penderita) o Kontraksi uterus abnormal (1/3 penderita

Pentalaksanaan

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan : 1. Anamnesis Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas. Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunangkunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. 2. Inspeksi Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis, keringat dingin. Kelihatan darah keluar pervaginam. 3. Palpasi Tfu naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas. Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang. 4. Auskultasi Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga. 5. Pemeriksaan dalam Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his. Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa. 6. Pemeriksaan umum. Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok. nadi cepat, kecil, dan filiformis. 7. Pemeriksaan ultrasonography (usg). Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini. Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan usg. Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di usg ditemukan gambaran seperti di

atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta. Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah usg dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum. 8. Pemeriksaan laboratorium urin Albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit. darah Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula cot (clot observation test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%). Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya tidak terlampau banyak ( 50 150 cc) dan berwarna kehitaman. Kadar haemoglobin [hb] atau hematokrit [ht] sangat bervariasi. Penurunan hb dan ht umumnya terjadi setelah terjadi hemodilusi. Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan trombosit, adanya schistosit menunjukkan sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular. Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen.

Bila pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan clott observation test. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat proses pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila pembentukan clot berlangsung > 5 10 menit atau bekuan darah segera mencair saat tabung dikocok maka hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar fibrinogen dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium khusus : c) Prothrombine time d) Partial thromboplastine time e) Jumlah trombosit f) Kadar fibrinogen g) Kadar fibrinogen degradation product Pemeriksaan ultrasonografi tak memberikan banyak manfaat oleh karena pada sebagian besar kasus tak mampu memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta.

c) Tindakan gawat darurat Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang manifestasinya adalah : o Perdarahan bertambah banyak o Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi o Gawat janin Maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.

d) Penanganan Terapi ekspektatif Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif. Persalinan pervaginam Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir. Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan tujuan untuk : a) Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan

perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan dic) b) Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik) c) Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.

e) Seksio sesaria Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 4 cm. Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontra indikasi untuk melakukan tindakan seksio sesaria pada kasus solusio plasenta.

f) Komplikasi Penyulit solusio plasenta 1. Timbul dengan segera perdarahan syok 2. Timbul agak lambat kelainan pembekuan darah karena

hipofibrinogenemi dan gangguan faal ginjal Perdarahan dan Syok Diobati dengan pengosongan rahim secepat mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim perdarahan dapat berhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin. Jadi, pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk menghentikan perdarahan dengan segera seperti pada plasenta previa, tetapi untuk mempercepat persalinan. Dengan melakukan pemecahan ketuban, regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik. Di samping tindakan tersebut di atas, transfuse darah sangat penting untuk dilakukan. Hipofibrinogenemi Koagulopati ialah kelainan pembekuan darah; dalam ilmu Kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tetapi juga dijumpai pada emboli air Cuban, kematian janin dalam rahim, clan perdarahan pascapersalinan. Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc, di bawah 150 mg per 100 cc disebut hipofibrinogenemi. Jika kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc (critical roint), terjadilah gangguan pembekuan darah.

Penentuan Hipofibrinogenemi

Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test. Beberapa cc darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam, ada aktivitas fibrinolisis.

Terjadinya hipofibrinogenemi: Biasanya koagulopati terjadi dalam 2 fase, yaitu: Fase I: Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, dan venol) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravascular clotting. Akibatnya bahwa peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi, pada fase I turunnya kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat tersebut maka Fase I disebut juga koagulopati konsumtif. Diduga bahwa yang haematom retroplasenter pembekuan mengeluarkan intravaskular

tromboplastin tersebut.

menyebabkan

Akibat gangguan mikrosirkulasi, terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia. Kerusakan ginjal

menyebabkan oliguri/anuri dan akibat gangguan mikrosirkulasi ialah syok. Fase II: Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis.

Gagal ginjal Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai. Drakeley dkk (2002) menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72 orang wanita dengan gagal ginjal akut, 32 kasus disebabkan oleh solusio plasenta gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh perdarahan masif. 75% kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akut bersifat tidak permanen lindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu disebabkan oleh solsuio plasenta Penderita solusio plasenta wring disertai oliguri setelah partus. Gangguan faal ginjal ini adalah akibat dari pembekuan darah dan intravaskular syok. Dikatakan makin lama solusio plasenta berlangsung makin besar kemungkinan oliguri dan

hipofibrinogenemi. Oleh karena itu, selain dari transfusi darah, penyelesaian persalinan secepat mungkin adalah sangat penting.

Prognosis Untuk anak pada solusio plasenta yang berat adalah buruk; kematian anak 90%. Untuk ibu, solusio plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya, tetapi dengan persediaan darah yang cukup dan pengelolaan yang baik di luar negeri, kematian dapat di4ekan sampai 1%. Prognosis di antaranya bergantung pada besarnya bagian plasenta yang terlepas, banyaknya perdarahan, beratnya hipofibrinogenemi, ada atau tidak adanya preeklampsi, apakah perdarahan tampak atau tersembunyi, dan lamanya keadaan solusio berlangsung.

Pengobatan 1. Umum: a. Pemberian darah yang cukup. b. Pemberian 02. c. Pemberian antibiotik. d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

2. Khusus: a. Terhadap hipofibrinogenemi Substitusi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam dalam infus. b. Untuk merangsang diuresisManitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40 cc/jam. c. ObstetriPimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Tujuan ini dicapai dengan: Pemecahan ketubanpada solusio plasenta tidak bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera, tetapi untuk mengurangkan regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan. Pemberian infus oksitosin ialah 5 iu dalam 500 cc glukosa 5%. Seksio sesarea dilakukan bila serviks panjang dan tertutup; setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his; dan anak masih hidup. Histerektomi dilakukan bila ada atonic uteri yang berat yang tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.

Uterus couvelaire Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut sebagai uterus couvelair. Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan histerektomi

g) Prognosis Mortalitas maternal 0.5 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal atau gagal kardiovaskular. Pada solusio plasenta berat, mortalitas janin mencapai 50 80% janin yang dilahirkan memiliki morbiditas tinggi yang disebabkan oleh hipoksia intra uterin, trauma persalinan dan akibat prematuritas.

3. Emboli Air Ketuban 1) Air Ketuban Air ketuban, merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak

pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin.Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc.

2) Emboli Air Ketuban Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara mendadak. Manifestasi klinis sangat bervariasi dan mungkin saja hanya salah satu di antara ketiga tanda klinis ini yang dominant atau malah tidak terjadi sama sekali. Sindrom ini mutlak jarang dijumpai, namun sindrom ini merupakan kausa umum kematian ibu ( Berg. Dkk, 1996, Koonin dkk, 1997). Dengan menggunakan data dari 1,1 juta pelahiran di California, Gilbert dan Danielsen (1999) memperkirakan frekuensinya sekitar 1 kasus per 20.000 pelahiran. Emboli air ketuban (EAK), menurut dr. Irsjad Bustaman, SpOG, adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. Sementara terapi yang bisa dilakukan untuk menangani EAK, di antaranya terapi supportive/sesuai dengan gejala yang timbul. Jika gejala yang ditemukan berupa sesak napas, ibu akan diberi oksigen atau respirator. Dengan bantuan ini, andai sumbatan yang terjadi hanya sedikit, dalam beberapa waktu gejala sesak napas akan segera berlalu. Namun bila gangguannya berupa pembekuan darah atau ibu mengalami perdarahan hebat, tak ada lain yang bisa dilakukan kecuali transfusi darah. Risiko EAK, tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan dari

bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus serupa. Begitu juga sebaliknya.

3) Etiologi Faktor predisposisi o Multiparitas o Usia lebih dari 30 tahun o Janin besar intrauteri o Kematian janin intrauteri o Menconium dalam cairan ketuban o Kontraksi uterus yang kuat o Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi Faktor Resiko Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kejadian EAK. Pertama, his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol. Kedua, adanya bakteri dalam air ketuban. Sedangkan faktor ketiga adalah mekonium atau tinja janin terdapat dalam air ketuban yang merupakan salah satu pertanda kondisi gawat janin di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Akibatnya, terjadi peningkatan gerakan usus ibu yang membuat janin terberak-berak. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang acap kali menimbulkan kefatalan pada kasuskasus EAK. Tapi para ibu hamil tak perlu khawatir. Karena, kasus ini jarang terjadi. Angka kejadian EAK di Asia Tenggara hanya 1 di antara 27.000 persalinan. Yang penting, persiapkan selalu kehamilan yang sehat dan jangan lupa berdoa pada Yang Maha Kuasa. Lalu bagaimana dampak

EAK pada bayi, Pada bayi sama sekali tidak ada dampaknya. Pasalnya, EAK umumnya terjadi sesaat seusai proses persalinan. Jadi, bayi tidak akan mengalami gangguan apa pun.

4) Gambaran klinis Pada kasus-kasus yang jelas, gambaran klinis sering dramatic. Gambaran klasik adalah seorang wanita yang berada dalam tahap akhir persalinan atau masa postpartum dini mulai kehabisan napas, kemudian dengan cepat mengalami kejang atau henti kardiorespirasi disertai penyulit koagulasi intravaskuler diseminata, perdarahan massif, dan kematian. Gambaran klinis keadaan ini tampaknya sangat bervariasi. Kami pernah menangani sejumlah wanita yang menjalani persalinan pervaginam nonkomplikata kemudian mengalami koagulasi vaskuler diseminata akut dan parah tanpa gejala-gejala kardiorespirasi. Karenanya, pada sebagian wanita,

koagulopati konsumtif tampaknya merupakan frome fruste (bentuk antipikal) dari emboli cairan amnion (Davies, 1999, Porter dkk. 1996).

5) Patogenesis Emboli cairan amnion semula dilaporkan oleh Steiner dan Lushbaugh pada tahun 1941, yang mendapatkan bukti adanya debris janin disirkulasi paru sekelompok wanita yang sekarat saat bersalin. Namun, studi-studi selanjutnya oleh Adamsons dkk. (1971) serta Stolte dkk (1976) jelas memperlihatkan bahwa cairan amnion itu sendiri tidak berbahaya, bahkan apabila diinfuskan dalam jumlah besar. Data kumulatif dari National Amniotic Fluid Embolism Registry mengisyaratkan gambaran klinis yang serupa dengan yang dijumpai pada anafilaksis manusia dan tidak menyerupai fenomena emboli seperti selama ini dipahami (Clark dkk, 1995).

6) Tanda dan Gejala Emboli Cairan ketuban o Hipotensi (syoK) o Gawat Janin (Bila Belum Di Lahirkan) o Oedema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa o Henti Kardiopulmoner o Sianosis o Koagulopati o Dispnea (Napas susah atau sesak) o Kejang Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. EAK merupakan masuknya cairan ketuban dan komponenkomponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental. Baik persalinan normal atau sesar tidak ada yang dijamin 100% aman dari risiko EAK, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu. Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan saraf. Umumnya EAK terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun kasus EAK yang paling sering terjadi, melainkan saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan (postpartum).

Baik persalinan pervaginam maupun sesar, tidak ada yang bisa aman 100 persen dari risiko EAK. Sebab, sewaktu proses persalinan normal maupun sesar, banyak vena yang terbuka yang memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah sekaligus menyumbat pembuluh darah balik itu. Cairan amnion masuk ke sirkulasi akibat rusaknya sawar fisiologis yang biasanya terdapat antara kompartemen ibu dan janin. Kejadian ini tampaknya sering berlangsung, kalau tidak mau dikatakan universal, dengan trofoblas dan skuama yang diduga berasal dari janin sering dijumpai di dalam sirkulasi ibu (Clark dkk, 1986, Lee dkk, 1986). Ibu mungkin terpajan ke berbagai elemen janin sewaktu terminasi kehamilan, setelah amniosintesis atau trauma, atau yang lebih sering selama persalinan atau pelahiran saat berbentuk laserasi-laserasi kecil di segmen bawah uterus atau serviks. Selain itu seksio sesaria memberikan banyak kesempatan terjadinya percampuran darah ibu dan jaringan janin. Pada sebagian besar kasus, kejadian-kejadian ini tidak membahayakan . Namun, pada sebagian wanita, pemajanan ini memicu serangkaian reaksi fisiologis kompleks yang mirip dengan yang dijumpai pada anafilaksis dan sepsis. Proses serupa juga dibuktikan terjadi pada emboli lemak traumatic, suatu proses yang semula diperkirakan hanya melibatkan obstruksi vascular sederhana setelah trauma (Peltier, 1984). Kaskade patofisologi kemungkinan besar disebabkan oleh sejumlah kemokin dan sitokin. Sebagai contoh, Khong (1998) mendapatkan ekspresi endotelin-1 yang intens pada skuama janin yang ditemukan di paru pada dua kasus fatal.

7) Penanganan Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif. Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC

Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2) Terapi tambahan : o Resusitasi cairan o Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output o Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis o Terapi DIC dengan fresh froozen plasma o Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin o Segera rawat di ICU Penatalaksanaan Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi hipertensi sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup setelah menjakani resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi serta pemberian darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu intervensi yang dapat mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion. Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi semakin rumit.

8) Patofisiologi Studi-studi pada primate dengan menggunakan injeksi cairan amnion homolog, serta study yang dilakukan secara cermat terhadap model kambing, menghasilkan penanaman yang penting tentang kelainan hemodinamik sentral (Adamsons dkk, 1971, Hankins dkk,1993, Stolte dkk, 1976). Setelah suatu fase awal hipertensi paru dan sistemik yang singkat, terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik dan indeks kerja pulsasi ventrikel kiri ( Clark dkk, 1988). Pada fase awal sering dijumpai desaturasi oksigen transient tetapi mencolok sehingga sebagian besar pasien yang selamat mengalami cedera neurologist (Harvey dkk, 1996). Pada wanita yang bertahan hidup melewati fase kolaps kardiovaskuler awal, sering terjadi fase sekunder berupa cedera paru dan koagulopati. Keterkaitan hipertonisitas uterus dengan kolaps kardiovaskuler tampaknya lebih berupa efek daripada kausa emboli cairan amnion (Clark dkk, 1995). Memang aliran darah uterus berhenti total apabila tekanan intrauterine melebihi 35 sampai 40 mmHg (Towell, 1976). Dengan demikian . kontraksi hipertonik merupakan waktu yang paling kecil kemungkinannya terjadi pertukaran janin-ibu. Demikian juga, tidak terjadi hubungan sebab akibat antara pemakaian oksitosin dengan emboli cairan amnion dan frekuensi pemakaian oksitosin tidak meningkat pada para wanita ini (American College Of Obstetricians and Gynecologists, 1993).

9) Diagnosis Kejadian EAK sulit dicegah karena sama sekali tak bisa diprediksi. Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan otopsi. Artinya, setelah ibu meninggal, baru bisa terlihat di mana komponen-komponen air ketuban tersebar di pembuluh darah paru. Bahkan pada beberapa kasus, ditemukan air ketuban di dahak ibu yang mungkin disebabkan ekstravasasi, yakni keluarnya cairan ketuban dari pembuluh darah ke dalam gelembung paru/alveoli. "Biasanya, jika

paru-paru sudah tersumbat, ibu akan terbatuk-batuk dan mengeluarkan dahak yang mengadung air ketuban yang disertai rambut, lemak, atau kulit bayinya." Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena secara garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka amat penting untuk mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami sesak napas, wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan perdarahan. Jangan menganggap remeh Emboli Air Ketuban. Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi yang berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Dahulu, ditemukannya sel skuamosa atau debris lain yang berasal dari janin di sirkulasi paru sentral dianggap patognomonik untuk emboli cairan amnion. Memang pada kasus dengan cairan amnion yang tercemar mekonium. Namun deteksi debris semacam ini mungkin memerlukan perawatan khusus yang ekstensif dan setelah itupun debris sering tidak ditemukan. Di National Registry, elemen-elemen janin terdeteksi pada 75% autopsy dan 50% specimen yang dibuat dari aspirat baffy coat pekat yang diambil dari kateterisasi arteri pulmonalis sebelum pasien meninggal. Selain itu beberapa penelitian memperlihatkan bahwa sel skuamosa, tropoblas dan debris lain yang berasal dari janin mungkin sering ditemukan disirkulasi sentral wannita dengan kondisi selain emboli cairan amnion. Dengan demikian, temuan ini tidak sensitive atau spesifik dan diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang khas. Pada kasus-kasus yang kurang khas, diagnosis didasarkan pada eklusi kausa lain. Secara sederhana, EAK bisa dijelaskan sebagai berikut, "Saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Pada giliran berikutnya, air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-

paru ibu. Jika sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Kondisi tersebut bisa diperberat dengan terjadinya gangguan pembekuan darah. Adanya penyumbatan pada vena, secara otomatis akan mendorong tubuh mengeluarkan zat-zat antibeku darah untuk membuka sumbatan tersebut. Jika didiamkan, zat antibeku darah akan habis. Padahal, habisnya zat penting ini bisa berujung pada pendarahan di jalan lahir atau di bagian tubuh lainnya. Inilah yang disebut dengan DIC/disseminated intravascular coagulation atau gangguan pembekuan darah. "Jika tidak mendapat pertolongan segera, ibu akan mengalami kejang-kejang karena otaknya kekurangan oksigen. Bahkan bisa berakibat kematian. Tidak selamanya EAK berujung maut mengingat kasusnya mengenal gradasi berat-ringan yang ditentukan kondisi sumbatan pada vena. Sumbatan yang ringan biasanya hanya akan membuat ibu mengalami sesak napas sesaat. Namun EAK yang berat, seperti yang menyumbat paru-paru dan jantung serta membuat gangguan pembekuan darah, umumnya akan mengakibatkan kematian pada ibu. Yang memprihatinkan, proses EAK bisa berlangsung sedemikian cepat. Tak heran kalau dalam waktu sekitar sejam sesudah melahirkan, nyawa ibu yang mengalami EAK tak lagi bisa tertolong. Apalagi EAK boleh dibilang muncul secara tiba-tiba tanpa bisa diduga sebelumnya dan prosesnya pun berlangsung begitu cepat. Dapat dimengerti jika angka kematian ibu bersalin dengan kasus EAK masih cukup tinggi, sekitar 86 persen.

10) Prognosis Prognosis emboli cairan amnion yang buruk jelas berkaitan dengan bias pelaporan. Juga, sindrom ini kemungkina besar kurang terdiagnosis atau (under

diagnosed), kecuali pada kasus-kasus yang sangat parah. Pada laporan-laporan nasional registry, angka kematian ibu adalah 60 persen. Di data dasar 1,1 juta persalinan di Calipornia oleh Gilbert dan Danielson (1999), hanya seperempat kasus yang dilaporkan yang meninggal. Weiwen (2000) menyatakan data awal dari 38 kasus di daerah Suzhou di cina. Hampir 90 persen wanita dengan kasus ini meninggal. Kematian dapat terjadi sangat cepat, dan diantara 34 wanita yang meninggal dalam penelitian di cina. 12 wanita meninggal dalam waktu 40 menit. Kelainan Neurologis yang parah sering terjadi ada mereka yang selamat. Diantara para wanita yang dilaporkan ke national registry mengalami henti jantung disertai gejala-gejala awal, hanya 8 persen yang selamat tanpa mengalami kelainan neurologis. Hasil akhir juga buruk bagi janin. Kelompok wanita yang selamat tersebut dan dikaitkan dengan interval henti jantung sampai pelahiran. Angka ketahanan hidup neonates keseluruhan adalah 70 persen, tapi hampir separuh penderita kelainan neurologis residua.

Pembahasan jurnal ANTEPARTUM HEMORRHAGE

Perdarahan antepartum Etiologi FAKTOR RESIKO Peningkatan usia dan paritas Preeklamsia Hipertensi kronis Prematur Hidramnion Merokok Thrombophilias Penggunaan kokain Leiomioma uterus

Patologi Disebabkan oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Pada tahap awal terdiri dari pengembangan hematoma desidua yang mengarah ke Pemisahan, kompresi, dan penghancuran akhir dari plasenta yang berdekatan untuk itu Dalam beberapa kasus, arteri pecah desidua spiral menyebabkan hematoma retroplacental,

Perdarahan tersembunyi

Perdarahan disimpan atau disembunyikan mungkin jika: Ada efusi darah di belakang plasenta tapi margin nya masih tetap patuh. Plasenta benar-benar terpisah namun selaput mempertahankan keterikatan mereka kepada Dinding rahim. Darah mengakses ke rongga amnionic setelah menembus membran. Kepala janin sangat erat diterapkan pada segmen bawah uterus bahwa darah tidak dapat Membuat jalan melewatinya. Tanda dan Gejala Bertekad prospektif di 59 Wanita dengan abruptio plasenta

Komplikasi Koagulopati konsumtif Salah satu penyebab paling umum dari koagulopati konsumtif klinis yang signifikan dalam Kebidanan adalah plasenta. Hypofibrinogenemia terbuka (kurang dari 150 mg / dl plasma) bersama dengan peningkatan kadar fibrinogen-fibrin degradasi produk, D-dimer, dan penurunan variabel dalam lainnya faktor koagulasi yang ditemukan pada sekitar 30 persen wanita dengan plasenta cukup parah untuk membunuh janin aktivasi plasminogen menjadi plasmin, yang lyses microemboli fibrin, sehingga mempertahankan patensi dari mikrosirkulasi Kegagalan Ginjal Dilihat dalam bentuk parah abrupsi plasenta, termasuk mereka di mana pengobatan Hipovolemia ditunda atau tidak lengkap. Perfusi ginjal Serius terganggu adalah konsekuensi dari perdarahan masif. Pengobatan

perdarahan kuat dengan darah dan solusi kristaloid sering mencegah Disfungsi ginjal yang signifikan secara klinis

Couvelaire rahim (Uteroplasenta pitam) Meluasnya ekstravasasi darah ke otot-otot rahim dan di bawah serosa uterus Kadang-kadang terlihat di bawah serosa tuba, dalam jaringan ikat yang luas Ligamen, dan dalam substansi indung telur, serta bebas dalam rongga peritoneum Jarang mengganggu kontraksi uterus yang cukup

untuk menghasilkan pascamelahirkan yang Pendarahan yang parah bukan merupakan indikasi untuk histerektomi.

Manajemen abruptio plasenta Placenta Previa Pada plasenta previa, plasenta terletak di atas atau sangat dekat os internal.

Klasifikasi Plasenta previa totalis : Para os serviks internal yang ditutupi sepenuhnya oleh plasenta Plasenta previa parsial : Os internal sebagian tertutup oleh plasenta Plasenta previaMarginal : Tepi plasenta berada pada margin os internal. Plasenta previa lateraalis : Plasenta tertanam di segmen bawah uterus sedemikian rupa sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai os interna tetapi di dekat dengan bagian tersebut. Vasa previa : Kursus pembuluh janin melalui membran dan hadir pada os servikal

Faktor yang terkait dengan Plasenta Previa: Usia ibu Multiparitas

Riwayat persalinan sesar Merokok

Diagnosa Plasenta previa atau plasenta harus selalu dicurigai pada wanita dengan uterus Perdarahan selama paruh kedua kehamilan. Metode yang paling aman lokalisasi plasenta disediakan oleh sonografi transabdominal

Pembahasan jurnal

ANTEPARTUM HAEMORRHAGE
Perdarahan dari vagina setelah minggu 24 kehamilan diklasifikasikan sebagai perdarahan antepartum. Faktor yang menyebabkan perdarahan antepartum dapat muncul sebelum 24 minggu, tetapi akan sulit dibedakan antara keguguran

terancam dan antepartum yang perdarahan didasarkan pada kelayakan potensi janin. Pendarahan dari vagina dapat disebabkan: Perdarahan dari situs plasenta dan rahim rongga Lesi pada vagina atau leher rahim Janin vasa previa perdarahan dari.

Perdarahan uteroplasenta Penyebab utama perdarahan rahim adalah: Plasenta previa Abruptio plasenta atau perdarahan disengaja Uterine pecah

1) Plasenta previa Plasenta previa dikatakan ketika semua atau bagian dari implan plasenta di segmen bawah uterus dan presentasi oleh karena itu terletak di depan bagian

Etiologi Plasenta previa adalah karena keterlambatan dalam implantasi blastokista sehingga ini terjadi di bagian bawah perdarahan antepartum rahim. Hal ini biasa dalam paritas tinggi dan dalam kondisi mana area plasenta besar, seperti pada beberapa kehamilan atau membranacea plasenta.

Klasifikasi Dari sudut pandang manajemen, ada tiga Derajat keparahan plasenta previa (gambar 9.1): Lateral Marjinal Tengah.

Gejala dan tanda Gejala utama plasenta previa tidak menimbulkan rasa sakit vagina

berdarah. Ada kadang-kadang lebih rendah perut ketidaknyamanan mana ada derajat minor terkait plasenta. Tanda-tanda plasenta previa adalah: Perdarahan vagina Malpresentation janin Uterine hypotonus. minggu

Pengembangan segmen bawah uterus dimulai pada 28

kehamilan dan dengan demikian perdarahan mungkin terjadi dari 28 seterusnya minggu. Pendarahan tidak dapat diprediksi dan mungkin

berbeda dari acara kecil untuk besar dan lifeendangering perdarahan.

2) Abruptio plasenta Abruptio plasenta atau perdarahan disengaja didefinisikan sebagai

perdarahan akibat dari pemisahan prematur plasenta. Istilah 'disengaja' berarti pemisahan sebagai akibat dari trauma, tetapi kebanyakan kasus tidak melibatkan trauma dan terjadi secara spontan.

Etiologi Perdarahan plasenta cenderung terjadi lebih sering dalam kondisi

deprivasi sosial dalam pergaulan dengan kekurangan makanan. Defisiensi asam folat, di khususnya, telah terlibat.

Diferensial diagnosis Diagnosis dibuat ketika terjadi perdarahan pada vagina nyeri perut, peningkatan tonus uterus, Plasenta mungkin timbul di mana ada dataran rendah plasenta. Dengan kata lain, plasenta bisa muncul mana ada implantasi plasenta rendah dan, pada kesempatan ini, diagnosis hanya dapat benar-benar diklarifikasi oleh USG lokasi plasenta.

DAFTAR PUSTAKA

Martaadisubrata, Djamhoer.2005. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269287. Jakarta ; EGC. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-YBPSP. Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum, Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI. Rizkiyana, Emboli air ketuban . Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik), diakses Juni 29, 2007.: http://rizkiyana.wordpress.com/ Ismaelia, [balita-anda] Emboli . Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses Mon, 26 Feb 2007 19:42:10 -0800 : http://uk.photos.yahoo.com/ Wiliams Cunningham F Gury. 2006. Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Cetakan 25. Jakarta.

You might also like