You are on page 1of 190

EKOLOGI

KUANTITATIF
Drs. Bambang Priyono, M.Si

Untuk menerangkan populasi atau
komunitas diperlukan sejumlah
satuan pengukuran seperti
kepadatan (density), frekuensi, luas
penutupan (coverage) dan biomasa.

Dalam penarikan contoh (sampling)
harus menggunakan metode
sampling yang tepat, sebab bila
tidak hasil yang diperoleh akan bias.

PENGERTIAN
Kepadatan (density = D): jumlah individu
per unit area (luas) atau unit volume.
Kelimpahan (abundance = N): perbedaan
individu dalam suatu tempat tertentu.
Density
Absoloute density
Index of density (ID)
Relative density (RD)
Lanjutan....
Frekuensi (F): proporsi antara jumlah sampel
yang berisi suatu spesies tertentu dengan
jumlah total sampel.

Frekuensi relative (RF): frekuensi dari suatu
spesies dibagi dengan jumlah semua spesies
dalam komunitas.

Biomassa (B): berat individu suatu populasi dan
sering dinyatakan per unit luas atau volume.
Luas penutupan (coverage = C): proporsi
antara luas tempat yang ditutupi oleh suatu
spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
Lanjutan...
Cara mengukur luas penutupan :
Aerial coverage : mengukur luas
penutupan tajuk
Basal coverage: mengukur luas
penutupan batang
Luas penutupan relatif (relative coverage
= RC): proporsi antara luas penutupan
suatu spesies dengan luas penutupan
semua spesies dalam komunitas.
Bab II. METODE SAMPLING BIOTIK
(TUMBUHAN DAN HEWAN SESSILE)
Metode Plot (berpetak)

Metode Transek (jalur)

Metode Kuadran

1. Prosedur
Umum digunakan untuk sampling
berbagai tipe organisme.
Plot biasanya berbentuk segi empat atau
persegi (kuadran) ataupun lingkaran.
Digunakan untuk sampling tumbuhan
darat, hewan-hewan sessile (menetap)
atau bergerak lambat seperti hewan-
hewan tanah.
1. Metode Plot (berpetak)
Untuk keperluan sampling tumbuhan, ada
2 cara penerapan metode plot (petak):
1) Metode petak tunggal : hanya
menggunakan satu petak contoh yang
mewakili suatu area kurva spesies
area
2) Metode petak ganda: menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya
tersebar merata dan sistematik
nested quadrat
Di = ni/A
Lanjutan...
2. Cara analisis data
Dalam analisis data vegetasi dengan
menggunakan metode plot, besaran-
besaran yang harus dihitung adalah:
a). Kepadatan (D)

Di : kepadatan untuk spesies i
ni : jumlah total individu untuk spesies i
A : luas total habitat yang disampling
RDi = ni/n
RDi = Di/TD = Di/D
Lanjutan...
b). Kepadatan relatif (RD)
atau
keterangan:
RDi : kepadatan relatif spesies i
ni : jumlah total individu untuk spesies i
n : jumlah total individu semua spesies
Di : kepadatan spesies i
TD : kepadatan semua spesies
D : jumlah total kepadatan dari semua
spesies.
Fi = Ji/K
RFi = Fi/F
Lanjutan...
c). Frekuensi (F)

keterangan:
Fi : frekuensi spesies i
Ji : jumlah sampel dimana spesies i
terdapat
K : jumlah total sampel yang didapat
d). Frekuensi relatif (RF)

keterangan:
RFi : frekuensi relatif spesies i
Fi : frekuensi spesies i
F : jumlah frekuensi untuk semua spesies
Ci = Ai/A
Lanjutan...
e). Luas penutupan (C)

keterangan:
Ci : luas penutupan spesies i
Ai : luas penutupan total oleh
spesies i (dihitung dgn basal
coverage atau foliage coverage)
A :luas habitat yang disampling
RCi = Ci/TC = Ci/C
Lanjutan...
f). Luas penutupan relatif (RC)

keterangan:
RCi : luas penutupan relatif spesies i
Ci : luas penutupan spesies i
TC : luas penutupan total untuk
semua spesies
C :jumlah luas penutupan dari
semua spesies
IVi = RDi + RFi + RCi
Lanjutan...
f). Nilai penting (Importance Value = IV)
jumlah dari ketiga pengukuran relatif di
atas (Rdi, Rfi, dan Rci) dikenal sebagai nilai
penting (importance value = IVi).

*Nilai IVi berkisar antara 0-3 (atau 300%)

* Nilai penting dapat digunakan untuk
mengetahui dominansi suatu spesies dalam
komunitas.
Di = ni/L
2. Cara analisis data
* metode line intercept
a). Kepadatan (D)

keterangan:
Di : kepadatan untuk spesies i
ni : jumlah total individu untuk
spesies i
L : panjang total habitat (transek) yang
disampling

1.Prosedur
untuk suatu vegetasi tertentu, biasanya
luas, co: padang rumput.
3 macam metode transek:
Line intercept (line transect)
Belt transect
Strip sensus
2. Metode Transek (jalur)
RDi = Di/D
RDi = ni/n
Lanjutan...
b). Kepadatan relatif (RD)
atau
keterangan:
RDi : kepadatan relatif spesies i
ni : jumlah total individu utk spesies i
n : jumlah total individu dari semua
spesies
Di : kepadatan spesies i
D : jumlah total kepadatan dari semua
spesies
RFi = Fi/F
Fi = Ji/K
Lanjutan...
c). Frekuensi (F)

keterangan:
Fi : frekuensi spesies i
Ji : interval line intersept dimana spesies
i terdapat
K : jumlah total interval pd garis transek
d). Frekuensi relatif (RF)

Keterangan:
RFi : frekuensi relatif spesies i
Fi : frekuensi spesies i
F : jumlah frekuensi utk semua spesies

RCi = Ci/TC = Ci/ C
Ci = Li/L
e). Panjang penutupan (C)

keterangan:
Ci : panjang penutupan spesies i
Li : panjang penutupan total spesies i
L : panjang total transek disampling
f). Panjang penutupan relatif (RC)

Keterangan:
RCi : panjang penutupan relatif spesies i
Ci : panjang penutupan spesies i
TC : panjang penutupan total utk semua spesies
C : jumlah panjang penutupan dari semua
spesies

IVi= RDi + RFi + RCi
Lanjutan...
g). Nilai penting (Importance
value=IV)


* nilai IVi berkisar antara 0-3 (atau
300%)
* nilai penting dapat digunakan untuk
mengetahui dominansi suatu spesies
dalam komunitas.
1. Prosedur
umumnya dilakukan bila hanya vegetasi
tingkat pohon saja yang jadi bahan penelitian.
untuk mengetahui komposisi, dominansi
pohon dan menaksir volumenya.
2 macam metode kuadran:
Metode point-quarter
Metode wandering-quarter
3. Metode Kuadran
Metode point-quarter
Syarat: distribusi pohon yang akan diteliti
acak
Tidak dapat digunakan untuk populasi
pohon yang pengelompokannya tinggi
(mengelompok) atau yang menempati
ruang secara seragam.

Metode wondering-quarter
Modifikasi dari metode point-quarter
Dapat diterapkan pada populasi pohon
dengan pola distribusi acak, mengelompok
ataupun seragam.
d = (d1 + d2 + .....dn)/n
2. Cara analisis data
* perhitungan untuk metode point-quarter dan
wandering-quarter adalah sama, kecuali
perhitungan frekuensi tidak diterapkan pada
metode wandering-quarter.
a). Jarak pohon rata-rata (d)

keterangan:
d1 ...dn : jarak masing-masing pohon ke
titik pusat kuadran
n : banyak pohon
RDi = ni/n
TD = u/d
2

Lanjutan...
b). Kepadatan seluruh jenis (TD)


keterangan:
u : luas habitat yang digunakan untuk
menyatakan kepadatan, umumnya hektar.
d
2
: kuadrat jarak pohon rata-rata
c). Kepadatan relatif (RDi)

keterangan:
ni : jumlah pohon jenis i
n : jumlah pohon semua jenis
Ci = (Ai)(Di)/ni
Di = (RDi)(TD)
Lanjutan...
d). Kepadatan mutlak suatu jenis (Di)

keterangan:
RDi : kepadatan relatif
TD : kepadatan seluruh jenis
e). Luas penutupan suatu jenis (Ci)

keterangan:
Ai : luas penutupan jenis i
Di : kepadatan mutlak jenis i
ni : jumlah pohon jenis i
Fi = Ji/K
RCi = Ci/C
Lanjutan...
f). Luas penutupan relatif suatu jenis (RCi)

keterangan:
Ci : luas penutupan jenis i
C : luas penutupan seluruh jenis

g). Frekuensi suatu jenis (Fi)

keterangan:
Ji : jumlah kudran ditemukannya jenis i
K : jumlah seluruh kuadran
RFi = Fi/F
IVi = RDi + RFi + RCi
Lanjutan...
h). Frekuensi relatif suatu jenis (Fi)

keterangan:
Fi : frekuensi jenis i
F : frekuensi seluruh jenis

g). Nilai penting suatu jenis (importance
value=IVi)

* nilai IVi berkisar antara 0-3 (atau 300%)
* nilai penting ini dapat digunakan untuk
mengetahui dominansi spesies dalam komunitas.
Bab III. METODE SAMPLING BIOTIK
(HEWAN BERGERAK)
Metode
capture-recapture
Metode Lincoln-
Peterson
Metode Schnabel
Metode Removal sampling
(pengambilan contoh tanpa
pengembalian)
Metode Hayne
(metode regresi)
Metode Zippin
1. Metode capture-recapture
Metode yang sudah populer digunakan untuk
menduga ukuran populasi dari suatu spesies
hewan yang bergerak cepat, seperti ikan,
burung atau mamalia kecil.
Beberapa metode capture-recapture adalah
metode Linconln-Peterson dan metode
Schnabel.
Dasar: menangkap sejumlah individu dari suatu
populasi hewan yang akan dipelajari.
Sampel yang diambil relatif kecil.
individu ditangkap (penangkapan ke-I) diberi
tanda dilepaskan (dalam waktu yang
pendek)penangkapan kembali (penangkapan
ke-II) identifikasi individu
bertandapengukuran besarnya populasi (N)
dengan rumus sbb:
A. Metode Lincoln-
Peterson
Contoh soal
1. Katakanlah dari suatu kolam yang berisi ikan mujair
yang tidak diketahui besar populasi totalnya,
tertangkap 100 ekor ikan mujair. Ikan yang
tertangkap ini diberi tanda tagging, dan dilepaskan
kembali ke dalam kolam. Setelah itu dilakukan
penangkapan kedua, pada penangkapan ini
tertangkap 150 ekor yang terdiri dari 50 ekor
bertanda dan 100 ekor tidak bertanda. Berapa
besar populasi ikan mujair dalam kolam tersebut?
Keterangan:
N : besarnya populasi total
M : jumlah individu yang tertangkap pada penangkapan
pertama dan diberi tanda
n : jumlah individu yang tertangkap pada penangkapan
kedua, terdiri dari individu yang tidak bertanda dan
individu bertanda pada penangkapan pertama.
R : individu yang bertanda dari penangkapan pertama
yang tertangkap kembali pada penangkapan kedua.
N/M = n/R atau N = (M)(n)/R
Gunakan Rumus ini :
Jawab:
N = (M)(n)
R
= (100)(150)
50
= 300 ekor

jadi besar populasi ikan mujair dalam kolam
tersebut adalah 300 ekor.
Dalam menerapkan metode tersebut, ada
beberapa asumsi yang harus digunakan agar
hasil dugaannya valid, yaitu:
1) Semua individu dalam populasi harus mempunyai
kesempatan yang sama untuk tertangkap, jadi
distribusinya harus acak.
2) Tidak ada perubahan ratio antara individu yang
bertanda dan individu yang tidak bertanda.
3) Individu yang bertanda mempunyai ditribusi yang
menyebar merata dalam populasi, sehingga antara
individu yang bertanda dan yang tidak bertanda
mempunyai kesempatan yang sama untuk tertangkap
pada penangkapan kedua.
Yang perlu diketahui dalam menerapkan
metode Lincoln-Peterson
Aspek reproduksinya. Apakah kegiatan penangkapan
tidak mengganggu tingkah laku dan aktivitas
reproduksinya?
Pola mortalitasnya
Apakah ada pengaruh penandaan terhadap tingkah laku
dan fungsi faali hewan? Apakah dengan penandaan,
pergerakan dan tingkah lakunya terganggu?
Pola pergerakan musiman.
Teknik penangkapannya. Apakah ada perbedaan
penangkapan antara hewan muda dan tua, betina dan
jantan, dll.
Standart Error (SE) metode capture-
recapture
Untuk menghitung kesalahan baku pada
waktu penarikan sampel.
Rumus SE :




N (t)(SE)
Setelah diketahui SE-nya, kemudian
dapat ditentukan selang kepercayaannya,
dengan rumus:


Keterangan:
t : (df, ), lihat tabel Distribusi t, dengan df
(derajat bebas) = , (tingkat signifikasi) =
0,05), sehingga diperoleh t=1,96.
Lanjutan...
Sekarang, coba kalian
hitung SE dan tingkat
kepercayaan untuk contoh
soal ikan mujahir tadi!

Untuk memperbaiki keakuratan metode
Lincoln-Peterson.
Hampir sama dengan metode Lincoln-
Peterson, namun ukuran populasi harus
konstan dari suatu periode sampling
dengan periode berikutnya.
penangkapan, penandaan, dan pelepasan
kembali hewan dilakukan > 2 kali.
B. Metode Schnabel
Rumus menghitung besarnya populasi dengan
metode Schnabel:



Keterangan:
Mi: jumlah total hewan yang tertangkap periode ke-
i ditambah periode sebelumnya.
ni : jumlah hewan yang tertangkap pada periode i
Ri : jumlah hewan yang tertangkap kembali pada
periode ke-i.
N = (ni Mi)

Ri

karena pengambilan sampel dilakukan
berulang kali, maka hal ini mengurangi
kesalahan sampling. Kesalahan baku /
Standart Error (SE) metode ini dihitung
dengan rumus:


Keterangan:
k : jumlah periode sampling
Mi: jumlah total hewan yang bertanda

Contoh soal
2. Berdasrkan tabel di bawah ini, hitunglah besar
populasi, SE dan tingkat kepercayaannya!
Asumsi yang digunakan:
1. Setiap indivudu (jantan atau betina, tua atau muda)
mempunyai kesempatan yang sama untuk tertangkap,
oleh karena itu distribusinya harus acak.
2. Ukuran populasi tidak bertambah atau berkurang.
3. Kemungkinan tertangkapnya individu-individu harus
sama untuk setiap periode sampling. Oleh karenanya
usaha penangkapan (sampling effort) harus sama pada
setiap periode sampling.
2. Metode Removal sampling
(pengambilan contoh tanpa pengembalian)
Metode ini membutuhkan seri pengambilan
sampel.
Sampling (penangkapan) hewan dilakukan pada
waktu yang berbeda dan hewan yang tertangkap
tidak dilepas kembali.
Usaha (effort) yang digunakan untuk sampling
harus sama pada setiap periode sampling.
Cara pendugaan populasi dilakukan dengan
metode grafik.
A. Metode Hayne
(metode regresi)
Yi = a bXi
Jika tabel tersebut diplotkan dalam bentuk grafik
akan diperoleh garis lurus. Garis tersebut bila
dinyatakan dalam rumus adalah sbb:

Keterangan:
Yi : jumlah hewan yang tertangkap pada periode
ke-i
Xi : jumlah akumulasi hewan pada periode ke-i
b : slope garis regresi dengan nilai negatif
a : intersept garis regresi pada sumbu Y
D = N / A
Untuk menghitung kepadatan (D)
populasi hewan pada suatu luasan
habitat tertentu (A), maka dapat dihitung
dengan rumus:


Membutuhkan lebih sedikit periode sampling
daripada metode Hayne.
dasar pendugaan metode Zippin:
N : ukuran populasi

n
1
: jumlah hewan yang tertangkap dan tidak
dilepaskan kembali pada peride sampling
pertama
n
2
: jumlah hewan yang tertangkap dan tidak
dilepaskan kembali pada periode sampling kedua.
B. Metode Zippin
D = N/A
N (t) (SE)
N = (n
1
)
2
/ (n
1
-n
2
)
Ukuran populasi


SE (Standart Error)

Tingkat kepercayaan

Kepadatan populasi





C. Metode Garis Transek
Kepadatan populasi (N) dalam suatu tempat (A)
dapat dihitung dengan rumus:
n: jumlah individu
hewan yang terlihat

Varians (ragam) pendugaan populasi:




kesalahan baku (SE) :


nb:
t = (2n-1)/r
Bab IV. ANALISIS POPULASI
Struktur umur atau distribusi umurproporsi individu-
individu dalam berbagai kelompok umur.
3 prosedur yang digunakan untuk mengetahui struktur
umur suatu populasi:
1) Pendekatan vertikal (vertical approach), yaitu
menggunakan pendekatan cohort.
2) Pendekatan horizontal (horizontal approach) semua
kelompok umur dari suatu populasi diuji dalam waktu
yang sama.
3) Mengetahui umur pada saat anggota populasi
tertangkap (age at death). Pada umumnya data
diperoleh dari penagkapan game spesies.
Pengetahuan tentang struktur umur sangat berguna
untuk mengetahui distribusi umur suatu populasi
terhadap pertumbuhan dan dinamika populasinya.
Berdasarkan informasi struktur umur dapat dibuat suatu
tabel yang berguna untuk mengetahui umur, kematian,
survival, dan umur harapan hidup life table
Metode penentuan umur individu dapat dilakukan
dengan cara:
1) Untuk ikan, dengan melihat lingkaran waktu (tahun)
pada sisiknya
2) Untuk mamalia, dengan melihat pertumbuhan lingkaran
(tahun) pada tanduknya, pertumbuhan gigi, dll
3) Untuk serangga, dengan melihat perkembangan
metamorfosisnya.
Untuk menggambarkan jumlah individu
setiap kelas umur.
Umur diletakkan pada sumbu vertikal dan
jumlah individu atau proporsi jumlah
individu diletakkan pada sumbu horisontal.
Piramida umur berguna sebagai salah
satu cara untuk membandingkan populasi
suatu organisme pada berbagai tempat
atau berbagai waktu.
Piramida Umur
Faktor yang mempengaruhi struktur umur:
longevity, laju pertumbuhan, laju mortalitas,
dan pengaruh lingkungan.
Populasi yang sedang tumbuh menunjukkan
peningkatan proporsi individu muda.
Populasi yang stabil tidak menunjukkan
adanya peningkatan maupun pengurangan
jumlah individu pada setiap kelas umurnya.
Populasi yang menurun menunjukkan
peningkatan proporsi individu tua & penurunan
pada umur muda.
Lx = (Hx + H
x-1
)/2
Hx = 2 Lx H
x+1

Data yang dikumpulkan berupa jumlah individu dari
setiap kelas umur.
Life table disusun atas beberapa kolom yang
menerangkan:
1) Lx jumlah individu pada kelas umur x, biasanya
dinyatakan sebagai jumlah individu yang hidup pada
nilai tengah dari kelas umur x.
2) Hxjumlah individu yang hidup pada awal kelas umur
x. Lx dapat dinyatakan:




Life Table
Tx = Lx atau Tx = Lx + T
x+1

ex = Tx/Hx
x qx = dx/Hx
Sx = 1 qx
dx = Hx H
x+1

3). Jumlah individu dalam populasi yang mati dalam
interval x

4). Laju mortalitas umur x (qx), adalah perbandingan
jumlah individu yang mati pada suatu interval umur x
dengan jumlah individu yang hidup pada saat awal
suatu interval umur
5). Laju survival pada umur x, adalah kemungkinan
individu yang survive pada interval umur x

6). Umur harapan hidup
7). Harapan hidup untuk satu individu pada umur x


Kurva Survivorship
Dari gambar tersebut, ada 3 tipe kurva survivorship:
Kurva tipe 1 : menjelaskan adanya laju survival yang tinggi
pada individu muda, dan terjadi penurunan laju survival
setelah umur tertentu.
Kurva tipe 2 : menjelaskan laju mortalitas yang konstan
pada semua umur.
Kurva tipe 3 : menjelaskan adanya kematian yang tinggi
pada juvenil, dan laju mortalitas yang rendah setelah itu.
Kebanyakan populasi di alam menunjukkan kurva
survivorship antara tipe 1 dan 2 atau antara tipe 2 dan 3.
burung : kurva survivorship tipe 2
manusia modern: kurva survivorship mendekati tipe 1
hewan yang menghasilkan banyak telur : kurva
survivorship
mendekati tipe 3
PERTUMBUHAN POPULASI
POPULASI ???
POPULASI adalah unit biologis yang
menunjukkan perubahan dalam
ukurannya.
Perubahan itu dipengaruhi oleh
natalitas, mortalitas, imigrasi dan
emigrasi.
R = dN/dt
R = AN / At
R = (B+I) (D+E)
R = B D
Laju pertumbuhan populasi
, dimana R: laju pertumbuhan
B : laju kelahiran
D : laju kematian
Laju kelahiran dan kematian sendiri masing-masing
dipengaruhi oleh laju imigrasi (I) dan laju emigrasi (E),
sehingga persamaannya:

Ukuran populasi (N) dapat berubah-ubah sepanjang
periode waktu tertentu. Sehingga laju pertumbuhan
instantaneous adalah : dimana dt
(perubahan waktu), dN (perubahan ukuran populasi
sepanjang waktu tersebut).
Karena dN dan dt sulit diukur, maka :
dimana AN (perubahan ukuran populasi), At (interval
waktu selama AN dihitung)
r = dN/(dt x N)
= dN (N x Dt)

r = A/(At.N)
= AN/(N x At)

Dua populasi mungkin dapat mempunyai laju
pertumbuhan yang sama. Namun jika populasi 1
ukurannya dua kali lebih besar dari populasi 2, maka
laju populasi 1 hanya separuh dari populasi 2.
Oleh karena itu, laju peningkatan ini sering digunakan
untuk menyatakan laju perubahan jumlah individu
dalam populasi, & dinyatakan sebagai:


atau


Dimana N adalah
ukuran populasi pada
saat awal interval
waktu (At)
N
t
= N
0
e
rt

dN/dt = r.N
r = dN/(N x dt)
Jika ukuran populasi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, kita dapat menulis laju pertumbuhan populasi (r)
adalah , laju pertumbuhan populasi ini
disebut laju pertumbuhan intrinsik atau potensi biotis
populasi.
Selanjutnya laju pertumbuhan instantaneous dapat ditulis sbb:

Bila rumus tersebut dieksponensialkan, maka diperoleh:

dimana, N
0
: jumlah individu pd.saat t=0

N
t
: jumlah individu pd. saat t
e : logaritma natural (2, 71828)
t : waktu yang diperlukan utk menggandakan populasi


Laju Peningkatan (Pertambahan)
Populasi
Pada kondisi ruang dan makanan yang tidak terbatas,
pertumbuhan populasi harus diukur dengan 2 cara:
1) Laju pertumbuhan harus diukur pada fase pertumbuhan
yang paling awal saat ruang, makanan dan interaksi
antar individu belum memberikan pengaruh pada
kematian dan kelahiran.
2) Sejumlah besar populasi secara periodik harus diganti,
jadi artinya memelihara populasi pada tingkat yang
rendah, sehingga kematian dan kelahiran tidak
dipengaruhi oleh besarnya populasi.
Lingkungan yang Tidak Terbatas
log (N
t
/N
0
) = (r/2,3026)t
ln (N
t
/N
0
) = r.t
r.t = ln (N
t
/N
0
)
r = ln (N
t
/N
0
)/t
= 2, 3026 log (N
t
/N
0
)/t
N
t
= N
0
e
rt

Dalam kondisi lingkungan yang tidak terbatas, pertumbuhan
populasi dapat dinyatakan dengan rumus eksponensial :

dimana r dihitung dengan cara:



Grafik dari ln (N
t
/N
0
) lawan t akan menghasilkan garis lurus,
dengan rumus
Dimana r adalah slope dari garis lurus, dalam bentuk logaritma
rumus tersebut dapat diubah menjadi

sehingga slope garisnya berubah menjadi r/2,3026 atau 0,43435r
Pertumbuhan populasi dalam lingkungan yang terbatas,
akan menyimpang dari bentuk eksponensial, sebagai
akibat dari meningkatnya ukuran populasi.
Pada keadaan terbatas, kebanyakan populasi akan
menunjukkan kurva pertumbuhan berbentuk S atau
sigmoid.
Lingkungan yang Terbatas
Bentuk kurva sigmoid, dapat diduga dengan teori populasi
dengan rumus:


dimana, K adalah daya dukung habitat atau kemampuan
habitat menopang populasi suatu spesies pada kepadatan
maksimum yang mungkin tercapai.
Untuk menduga nilai r, maka rumus diatas kita rubah menjadi:
r = {dN/(N.dt)} x {K/K-n}
atau
r = {AN/(N.At)} x {K/K-n}
atau
r /(K/K-n) = AN/(N. At)
AN/(N. At) = r (r/K)N
Pendekatan lainnya untuk menduga r adalah dengan
mengintegralkan rumus di atas sehinnga diperoleh:


dimana e adalah logaritma natural (2,71828). Rumus
diatas dapat diubah menjadi:
ln (K-N
t
) / N
t
= a r.t
bila t = 0, maka diperoleh rumus:


PENYEBARAN POPULASI
Susunan dari anggota-anggota populasi dalam suatu
habitat disebut dispersion atau population
distribution.
3 pola penyebaran populasi yaitu: seragam, acak, dan
mengelompok.
acak seragam kelompok
Bab V. STRUKTUR
KOMUNITAS
Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh
hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah relatif
organisme dari spesies-spesies itu.
Keanekaragaman jenis, adalah suatu karakteristik
tingkatan komunitas berdasarkan organisasi
biologisnya, ia dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas.
Suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu
disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan
kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama.
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena
dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi
pula.
Keanekaragaman jenis dapat dipakai untuk mengukur
stabilitas komunitas (yaitu kemampuan suatu komunitas
untuk menjaga dirinya agar tetap stabil walaupun ada
gangguan terhadap komponen-komponennya).
Keanekaragaman jenis = indeks kematangan komunitas.
Beberapa metode kuantitatif untuk mengukur
keanekaragaman jenis, yaitu: indeks Simpson (Ds) dan
information-theoretic indices atau indeks Shannon(H)
Cara sederhana mengukur keanekaragaman jenis adalah
menghitung jumlah spesies (s) atau species richness.
Beberapa indeks keanekaragaman jenis selalu berhubungan
dengan s dan N (jumlah total individu dalam semua spesies).
Sebagai contoh: Indeks Margalef (Da) Da =(s-1)/log N
Indeks Menhinick (Db) Db = s/\N
Namun mengukur Da dan Db belum cukup, karena kedua cara itu
tidak dapat membedakan keanekaragaman jenis dari komunitas
yang berbeda yang memiliki s dan N sama. Cara yang lebih baik
untuk mengukur keanekaragaman jenis adalah dengan cara
menghitung jumlah spesies dan evennes (uniformity).
1. Jumlah Spesies dan Individu
Komunitas, keanekaragaman jenis tinggi
dominansi rendah.
Rumus keanekaragaman jenis:
Ds = 1 -o


dimana
Ds : indeks keanekaragaman jenis Simpson
(Indeks Simpson).

Simpson (1949) menunjukkan bahwa jika dua
individu diambil secara acak dari suatu
komunitas, maka kemungkinan bahwa 2 individu
akan dimiliki oleh spesies yang sama adalah:



dimana, o : indeks dominansi
n
i
: jumlah individu spesies ke-i


2. Indeks Simpson
SOAL
Hitung Indeks Simpsonnya!
Pengukuran keanekaragaman jenis didasarkan
pada teori ini di dukung oleh banyak ahli ekologi
karena pengukuran keanekaragaman ini
berhubungan dengan uncertainly (ketidakpastian).
2 cara pengumpulan data: acak dan tidak acak.

Data acak indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener
Data tidak acak indeks Brillouin
3. Information Theoretic Indices

H = (N log N - ni log ni)/N

H = pi log pi


Dimana pi = ni/N
Keterangan:
pi : perbandingan antara jumlah individu spesies i
dengan total individu
Rumus di atas dapat diubah menjadi:
Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener
H = (log N! - log ni!)/N
H = [log N!/(n1! N2! ... Nx!)]/N
H = (log N! / tni!)/N

Atau

Atau


Satuan H atau H adalah natural bell per individual
Indeks Brillouin
Hmaks = [logN! (s-r) log c! r log (c+1)!]/N
Hmaks = log s
dimana c = N/s, dan r = N s(N/s)
D
maks
= [(s-1)/s] [N/(N-1)]
Evenness : hubungan keeratan antara serangkaian data
kelimpahan spesies hasil observasi dengan
keanekaragaman maksimum yang mungkin dicapai.
Richness: jumlah spesies
Nilai maksimum untuk Ds, H dan H berturut-turut dapat
dihitung dengan rumus:




4. Evenness
Selanjutnya, evenness dapat dihitung dengan
rumus:
Evenness Simpson , Es = Ds/Dmaks
Evenness Shannon, J = H/Hmaks
Evenness Brillouin, J = H/Hmaks

Perhitungan Evenness sering disebut juga
dengan keanekaragaman relatif
1 J atau 1 J dapat digunakan untuk
mengetahui dominansi, bila nol berarti
dominansi rendah dan bila 1 berarti dominansi
tinggi.
BAB. VI
AFINITAS SPESIES
Komunitas disusun oleh sejumlah spesies yang
saling berkoeksistensi.
Komunitas disusun dari bermacam-macam
spesies.

BAGAIMANA SPESIES- SPESIES YANG
BERKOEKSISTENSI TERSEBUT
MENGGUNAKAN SUMBER DAYA YANG
SAMA DALAM KOMUNITAS ?
Koeksistensi spesies
dalam komunitas
Diukur
dengan
UJI AFINITAS
SPESIES
Uji Afinitas (Daya Gabung)
Spesies
Overlap (tumpang
tindih)
Pola asosiasi antar
spesies
1. INDEKS TUMPANG TINDIH RELUNG EKOLOGIS
(Niche Overlap Indices)
Bagaimanakah
pola penggunaan
sumberdaya oleh
spesies-spesies
yang
berkoeksistensi
dalam suatu
komunitas?
Spesies yang memiliki pola sama
dalam menggunakan sumberdaya,
akan mempunyai tingkat atau derajat
overlap yang tinggi.
Sebaliknya, spesies yang memiliki pola
penggunaan tidak sama akan memiliki
overlap yang rendah.

Pianka (1973), ahli ekologi yang pertama kali
mencoba mengkuantifikasikan pengertian
koeksistensi spesies. mengukur bagaimana
spesies kadal yang berkoeksistensi melakukan
pemilihan terhadap makanan, tempat, dan waktu
mencari makan.
Prinsip : 2 spesies yang memiliki relung sama akan
menunjukkan tingkat overlap yang tinggi.
Sehingga, niche overlap (tumpang tindih relung)
akan menentukan keanekaragaman spesies dan
struktur komunitas.
A. Indeks Tumpang Tindih Relung Levins
(Levin Overlap)
Dikenal dengan kurva penggunaan

untuk mengukur derajat tumpang tindih
penggunaan sumberdaya oleh dua spesies.
Indeks Levin luas relung
(niche breath)
LO
1,2
= E [(p1j) (p2j)
E (p1j2)
B
i
= 1 / E(p1j2)
Contoh soal
Dari tabel diatas dapat diperoleh:
Derajat tumpang tindih
spesies 1 terhadap spesies 2
:
LO
1,2
= E [(p1j) (p2j)
E (p1j2)

=(0,25)(0,50)+...+(0,25)(0)
0,25
2
+...+0,25
2
= 1,0
Derajat tumpang tindih
spesies 2 terhadap spesies 1
:
LO
2,1
= E [(p1j) (p2j)
E (p2j1)
=(0,25)(0,50)+...+(0,25)(0)
0,5
2
+...+0
2
= 0,5
Jadi derajat tumpang tindih (kurva penggunaan spesies 1 benar-benar
tumpang tindih dengan spesies 2, tetapi kurva penggunaan spesies 2 hanya
bertumpang tindih setengah dengan spesies 1
Pengukuran tumpang tindih relung dengan
indeks Levins tidak menghitung perbedaan
ketersediaan sumberdaya.
Hulbert mencoba memperbaiki indeks itu
dengan mempertimbangkan ketersediaan
sumberdaya.
B. Indeks Tumpang Tindih Relung Hurlbert
(Hulbert Overlap)
Indeks tumpang tindih Hulbert antara spesies
1 dengan spesies 2 adalah :

HO
1,2
= (p1j) (p2j)
cj

cj: kelimpahan relatif
sumberdaya ke-j

Dengan menggunakan data pada tabel 12,
diperoleh :
HO
1,2
= (0,25)(0,50) + ... + (0,25)(0) = 0,625
0,4 0,1
Dan
HO
2,1
= (0,50)(0,25) + ... + (0)(0,25) = 0,625
0,4 0,1
HO
1,2
= HO
2,1
, artinya tumpang tindih distandarisasi dengan
ketersediaan sumberdaya bukan dengan luas relung seperti pada
indeks Levins.
HO akan sama dengan 1,0 bila kedua spesies menggunakan masing-
masing sumberdaya sebanding dengan kelimpahan.
Seperti halnya LO dan HO, Spesific Overlap
(SO) juga didasarkan pada kurva penggunaan.
Tetapi dalam SO perhitungan tumpang tindih
relung mempertimbangkan kemungkinan
bahwa spesies i menggunakan sumberdayanya
(ni1, ni2, ni3), bisa digambarkan dari kurva
penggunaan spesies k (pk1, pk2, pk3).
C. Indeks Tumpang Tindih Relung Petraitis
(SpesificOverlap)
Spesific Overlap (SO) dapat dihitung dengan rumus :



dan



dimana



dan
SO
1,2
=
e
E1,2
SO
2,1
=
e
E2,1
E
2,1
= (p1j ln p2j) - (p2j ln p2j)
E
1,2
= (p1j ln p2j) - (p1j ln p1j)

dalam perhitungan SO dibutuhkan informasi
tentang penggunaan semua sumberdaya oleh
kedua spesies.

Jika penggunaan suatu sumberdaya oleh suatu
spesies sama dengan nol (misal pij = 0), maka
ln (pij) pada rumus di atas tidak terdefinisi
sehingga SO berkisar antara 0 1.

Untuk menguji apakah spesific overlap dari
spesies i terhadap spesies k benar-benar
sempurna, maka harus dihitung :



dimana U
i,k
adalah distribusi chi-square
dengan derajat bebas (db) = r-1.

U
i,k
= -2 Ni ln (So
i,k
)
Spesific overlap dari spesies 1 terhadap
spesies 2 adalah :



dan untuk spesies 2 terhadap spesies 1

U
1,2
= -2 N1 ln (SO
1,2
)
U
2,1
= -2 N2 ln (SO
2,1
)
Selanjutnya, untuk menguji apakah spesific overlap
spesies i terhadap spesies k lebih besar daripada
spesific overlap spesies i terhadap spesies m, maka
harus dihitung ratio W.



Jika W > 2, disimpulkan bahwa spesific overlap
spesies i terhadap spesies k lebih besar daripada
spesific overlap spesies i terhadap spesies m.
W = Ni ln SO
i,k
SO
i,m
Besarnya general overlap (GO) antar spesies
dalam suatu komunitas didefinisikan sebagai
kemungkinan bahwa kurva penggunaan
semua spesies bisa digambarkan dari kurva
penggunaan bersama.
General overlap antar spesies dihitung sebgai
lebar (bobot) rata-rata penggunaan spesies.
D. General Overlap










Nb : penjumlahan pada rumus di atas dilakukan terhadap semua
sumber daya (j = 1 sampai r) untuk semua spesies (i = 1
sampai s)

GO = e
E
s r
E E [nij (ln cj ln pij)]
E = i j
T

Dimana

Untuk menguji apakah terdapat general overlap
yang sempurna antara spesies dalam komunitas,
perlu dihitung :



V : distribusi chi-square, dengan
db= (S-1)(r-1)

Jika V melebihi nilai kritik chi-square (katakanlah pada tingkat
signifikasi 5%) maka berarti tidak ada general overlap antara
spesies dalam komunitas.
V = -2T ln GO
Untuk mempermudah memahami cara
perhitungan tumpang tindih relung, berikut
akan diberikan contoh perhitungan (SO, U, W,
dan GO) dengan menggunakan data pada
tabel berikut ini :
Sebagai contoh untuk mengetahui SO antara spesies 1
dan 2, serta spesies 2 dan 1, sebelumnya harus dihitung :

E1,2 = [ (0,02 ln 0,227) + ... + (0,682 ln 0,215) ]
- [(0,02 ln 0,02) + ... + (0,682 ln 0, 682) ]
= - 1,48 (- 0,81)
= - 0,673
E2,1 = [ (0,227 ln 0,02) + ... + (0,215 ln 0,682) ]
- [(0,227 ln 0,227) + ... + (0,215 ln 0,125) ]
= - 2,33 (- 1,38)
= - 0,955
Jadi :SO
1,2
= e
-0,673
= 0,510
Dan S0
2,1
= e
-0,955
= 0,385
Selanjutnya dihitung nilai U
1,2
dan U
2,1





Kedua nilai baik U
1,2
dan U
2,1
berada di atas nilai kritik
(lihat tabel chi-square) yaitu 7,82 (db = 3 & = 0,05)
hipotesis bahwa terdapat overlap yang sempurna DITOLAK
Untuk mengetahui apakah overlap spesies 1 terhadap
spesies 2 > overlap spesies 1 terhadap spesies 3, perlu
dihitung W :

U
1,2
= (-2)(1,356)(-0,673) = 1,826
U
2,1
= (-2)(4,484)(-0,955) = 8,564

W = 1,356 ln (0,51/0,059)
= 2,925
Nilai W > nilai kritik, yaitu 2
Hipotesis diterima
Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat overlap yang
sempurna antar empat spesies lebih dalam mengunakan (memilih)
sumberdaya, harus dihitung:





Sehingga diperoleh :


Dengan menghitung V = (-2)(7329)(-0,169) = 2480, dimana > nilai
kritik chi-square yaitu 16,92 (db = 9, = 0,05) hipotesis bahwa
terdapat overlap yang sempurna DITOLAK walaupun nilai GO=0,844
dianggap cukup luas.
E = [27 (ln 0,209 ln 0,20) + 47(ln 0,291 ln 0,035)
+ .... + 51(ln 0,291 ln 0,142)] / 7329
= -[240,3 / 7329]
= -0,169
GO = e
-0,169
= 0,844
Interaksi spesies merupakan hal penting dalam ekologi
suatu spesies.
dalam suatu komunitas, terdapat sejumlah faktor biotik
adan abiotik yang mempengaruhi distribusi, kelimpahan
dan interaksi spesies.
Interaksi antar spesies akan menghasilkan suatu asosiasi
antarspesifik yang polanya sangat ditentukan oleh apakah
dua spesies memilih atau menghindari habitat yang sama,
mempunyai daya penolakan atau daya tarik, atau bahkan
tidak berinteraksi.
Asosiasi bisa positif, negatif, atau tidak ada asosiasi.
2. ASOSIASI ANTARSPESIFIK
(Interspesific Association)
Secara umum asosiasi atar dua spesies terjadi karena :
Kedua spesies memilih atau menghindari habitat yang
sama.
Mereka mempunyai kebutuhan lingkungan biotik dan
abiotik yang sama.
Satu atau kedua spesies mempunyai suatu daya
gabung terhadap lainnya, sedangkan yang lainnya
mempunyai daya tarik atau penolakan.
cara mendeteksi adanya asosiasi antar spesies yaitu
dengan menghadirkan beberapa indeks untuk
mengukur derajat asosiasi. Teknik pengukuran
didasarkan pada ada tidaknya (presence atau absense)
spesies dalam unit sampling (SU).
Macam-macam bentuk asosiasi
1. Pengujian Tingkat Asosiasi
(Antar Dua Spesies)
Prosedur :
presence : 1 absence : 0

Sampling Unit (SU)
alami : daun, kayu, dll
buatan : plot, garis transek, kuadrat, dll
Dengan catatan :
adalah jumlah unit
sampling (SU) dimana
kedua spesies terdapat.
adalah jumlah SU dimana
terdapat spesies A tetapi
tidak terdapat spesies B.
adalah jumlah SU dimana
terdapat spesies B tetapi
tidak terdapat spesies A.
adalah jumlah SU
dimana kedua spesies
tidak terdapat, N adalah
jumlah total SU
(N = a + b + c + d)
Frekuensi harapan kerterdapatan spesies A
dalan unit ampling (SU) dinyatakan sebagai:
dan untuk
spesies B
Untuk menguji apakah ada asosiasi atau tidak
antar dua spesies, menggunakan uji chi-
square (x
2
)

f (A) = (a+b)/ N
f (B) = (a+c)/ N
Xi
2
= (Nilai observasi nilai harapan
)2

Nilai harapan
Dimana Xi
2
merupakan penjumlahan semua sel pada tabel
kontingensi 2x2

nilai harapan untuk sel a, adalah :



atau

E (a) = (a+b)(a+c) = r m
N N
E(a) = f(B)(a+b) = f(A)(a+c)
Dengan cara yang sama, nilai harapan untuk
sel b, c dan d masing-masing dihitung dengan
rumus :


Selanjutnya uji statistik chi-square menjadi:


E(b) = (ms)/N ; E(c) = (rn)/N ; E(d) = (sn)/N
xi
2
= [a-E(a)]
2
+ ... + [d-E(d)]
2
E(a) E(d)
xi
2
= N(ad-bc)
2

mnrs
A
T
A
U
Rumus itu digunakan khususnya bila tidak membutuhkan perhitungan
nilai harapan atau tidak ada perbedaan antara nilai observasi dengan
nilai harapan.
Setelah diperoleh nilai x
2
hitung, lalu dibandingkan
dengan x
2
tabel dengan derajat bebas
(db) = (r-1)(c-1), = 0,05 (tingkat signifikasi 5%).
Dengan = 0,05, diperoleh x
2
tabel= 3,84.
Jika x
2
hitung > 3,84, maka hipotesis bahwa ada
asosiasi antara spesies A dan B DITERIMA.

Terdapat dua tipe asosiasi, yaitu :
1) Positif jika nilai observasi a > E(a), kedua spesies
lebih sering terdapat bersama-sama daripada
sendiri-sendiri (bebas satu sama lain).
2) Negatif jika nilai observasi a < E(a), kedua spesies
lebih sering terdapat sendiri-sendiri (bebas satu
sama lain) daripada bersama-sama.
Perbandingan nilai observasi a terhadap E(a) :


a - E(a) = (ad-bc)
N
Jika setiap sel pada tabel 2 x 2 mempunyai frekuensi
harapan < 1 atau jika lebih dari dua sel mempunyai
frekuensi harapan < 5, maka hasil uji chi-square akan
bias.
Oleh karenanya perlu dikoreksi, dengan
menggunakan rumus Yates :

Xi
2
= N [(ad) (bc) (N/2)]
2
mnrs
Janson dan Vegelius (1981), merekomendasika 3
cara mengukur tingkat asosiasi antar dua spesies:
Indeks Ochiai
Dice
Jaccard
indeks = 0 , bila tidak ada asosiasi antar 2 spesies
indeks = 1, bila terdapat asosiasi maksimum.
2. Mengukur Tingkat Asosiasi
(Antar Dua Spesies)
Mengukur rata-rata ratio a/m dan a/r
yaitu jumlah keterdapatan bersama
dua spesies dibandingkan masing-
masing dengan keterdapatan total
spesies A dan B.
Indeks Ochiai (OI)

didasarkan pada
rata2 geometrik
a/m & a/r


OI = a
(\a+b ) (\a+c)


Indeks Dice (DI)

didasarkan pada
rata2 harmonik
a/m & a/r


DI = 2a
2a + b + c


Indeks Jaccard
(JI)
merupakan
proporsi antara
jumlah SU yang
memiliki 2
spesies dengan
jumlah total SU
yang sedikitnya
memiliki 1
spesies.

JI = a
a + b + c
Digunakan untuk menguji tingkat asosiasi lebih dari
satu pasangan spesies (S > 2 ; S = jumlah spesies)
Menguji keberartian (signifikansi) asosiasi
menggunakan Variance Ratio (VR).
Indeks asosiasi VR diturunkan dari data persence-
absence.
Contoh matriks data presence absence disajikan
pada tabel berikut ini :
3. Pengujian Tingkat Asosiasi
(BanyakSpesies)
Menghitung Varians sampel total, untuk
keterdapatan S spesies dalam sampel :




Menduga varians jumlah spesies total


S
oT
2
=pi (1-pi)
i=1
Dimana pi= ni/N
N
ST
2
= 1 (Tj-t)
2
N j=1
Dimana t = rata-rata
jumlah
spesies per
sampel.
Variance Ratio (VR)





untuk menguji apakah terdapat penyimpangan yang
berarti terhadap nilai 1, maka dilakukan perhitungan
nilai statistik W.


VR = ST
2
oT
2
VR merupakan indeks asosiasi antar
seluruh spesies.
Bila VR = 1, maka tidak ada asosiasi.
VR > 1, seluruh spesies
menunjukkan asosiasi
positif.
VR < 1, asosiasi negatif.
W = (N)(VR)
Bila W terletak pada batas distribusi chi-square
dengan kemungkinan 90%, maka kita menerima
hipotesis bahwa tidak ada asosiasi spesies.





x
2
0,5
. N < W < x
2
0,95
. N
Untuk memahami cara
perhitungan asosiasi
antarspesifik, ikutilah contoh
berikut!

Pada tabel
tersebut,
disajikan data
kelimpahan
dan presence-
absence tiga
spesies pada
lima unit
sampling (SU).
Bila data tersebut disusun dalam tabel kontingensi 2x2, misalnya
pada pasangan spesies 1 dan 3, maka akan diperoleh :
Apakah terdapat asosiasi antara spesies 1 dengan
spesies 3?
Untuk menjawabnya, terlebih dulu kita akan hitung:
E(a) = (4)(3)/5 = 2,4 (mendekati nilai observasi a=2)
Dan
x
2
t = 5[(2)(0) (2)(1)]2
(4)(1)(3)(2)
= 0,83
Karena 4 sel dalam tabel kontingensi memiliki nilai < 5,
maka harus dikoreksi dengan rumus Yates :
x
2
t = 5[ |(2)(0) (2)(1)| - (5/2) ]
2
= 0,052
(4)(1)(3)(2)
Selanjutnya x
2
t kita bandingkan dengan x
2
tabel pada db=1.
Ternyata, x
2
t < x
2
tabel (0,052 < 3,84) sehingga tidak terdapat
asosiasi antara spesies 1 dan spesies 3.

Karena tidak ada asosiasi antara spesies 1 dan 3, maka
pengukuran tingkat asosiasi tidak ada artinya. Namun, untuk
keperluan ini akan diberikan contoh menghitung indeks
Ochiai, Dice, dan Jaccard.

Mengukur Tingkat Asosiasi
OI
1,3
= 2_____
(\2+2 )(\2+1)
= 0,58
DI
1,3
= (2)(2)___
(2)(2)+2+1
= 0,57
JI
1,3
= 2___
2+2+1
= 0,40
Langkah yang dilakukan yaitu dengan menghitung:
1) Menghitung sampel total, untuk keterdapatan S spesies dalam
sampel:

2) Varians jumlah spesies total, dimana t = (2+2+3+2+2)/5 = 2,2

3) Sehingga, diperoleh Variance Ratio (VR)
Asosiasi Antar Spesifik (Banyak Spesies)
o
2
T = (4/5)(1 - 4/5) + ... + (3/5)(1 3/5) = 0,56

ST
2
= (1/5) [(2 2,2)
2
+ ... + (2 2,2)
2
] = 0,16

VR = (0,16)
(0,56)
= 0,28
Dari nilai VR dapat dilihat bahwa terdapat asosiasi
negatif diantara spesies. Hal ini didukung dengan nilai
observasi a E(a).

Apakah benar terdapat
asosiasi negatif di
antara spesies?
Untuk memastikan hal itu, harus dilakukan pengujian
terhadap penyimpangan VR dari 1, dengan
menghitung:


Dalam distribusi chi-square, dengan kemungkinan
90% ternyata nilai W terletak antara:


Sehingga dapat disimpulkan TIDAK ADA ASOSIASI
ANTAR SPESIES.
W = (5)(0,28) = 1,43
1,14 < W < 11,07
Klasifikasi : pengelompokan beberapa objek, yang
didasarkan pada persamaan yang dimiliki oleh onyek-
obyek tersebut.
Langkah dalam klasifikasi komunitas :
1) pengambilan sampel, yang bertujuan untuk
mendapatkan berbagai macam data baik kuantitatif
maupun kualitatif.
2) Mengukur tingkat kesamaan antar semua pasangan
unit sampling (SU), berguna untuk
mengkuantifikasikan kesamaan atau ketidaksamaan
diantara mereka.
3) SU (obyek dikelompokkan berdasarkan tingkat
kesamaannya.
Bab VII. KLASIFIKASI
KOMUNITAS
Beberapa istilah dalam klasifikasi :
1. Klasifikasi secara hierarchical dan reticulate
Hierarchical : kelompok dengan tingkat kesamaan
yang rendah secara ekslusif terkelompok menjadi
subkelompok sendiri dan terpisah dari kelompok
dengan tingkat kesamaan yang lebih tinggi.
Reticulate : kelompok didefinisikan secara terpisah,
namun terikat bersama dalam suatu jaringan.
2. Klasifikasi secara divisive dan agglomerative
Divisive : seluruh SU yang terkumpul dibagi dan
dibagi kembali, pembagian didasarkan pada
tingkat kesamaan SU, sampai akhir
pengelompokan diperoleh gambar inverted tree.
Agglomerative : individu-individu SU dirangkai
dan dirangkai kembali, perangkaian didasarkan
pada tingkat kesamaan SU, sampai diperoleh
bentuk pengelompokan yang lebih lebar (akan
diperoleh gambar tree)


Lanjutan ....
3. Klasifikasi secara monothetic dan polythetic
Monothetic : kesamaan dari dua SU atau
kelompok didasarkan pada nilai variabel tunggal,
sebagai contoh: data presence-absence dari
spesies tunggal.
Polythetic : kesamaan dari dua SU atau
kelompok didasarkan pada kesamaan yang
diukur dari sejumlah variabel, sebagai contoh:
data kelimpahan spesies.
Lanjutan ....
FUNGSI KESAMAAN
(Resemblance Function)
Sneath & Sokal (1973) mendefinisikan Fungsi
kesamaan sebagai suatu cara untuk
mengkuantifikasikan kesamaan (similarity)
atau ketidaksamaan (dissimilarity) antara dua
obyek (SU), yang didasarkan pada hasil
pengamatan sejumlah deskriptor (densitas,
biomassa, dll).
Dua tipe fungsi kesamaan :
1. Koefisien kesamaan (similarity coefficient)
mempunyai nilai minimum 0 (bila pasangan
SU benar-benar berbeda)
nilai maksimum 1 (bila pasangan SU benar-
benar sama).
2. Koefisien jarak (distance coefficient)
nilai minimum 0 (bila pasangan SU benar-
benar sama)
nilai maksimum 1 (bila pasangan SU benar-
benar berbeda).
Merupakan indeks yang paling banyak dijumpai.
Didasarkan pada sepenuhnya data presence
(ditunjukkan dengan angka 1) atau absence
(ditunjukkan dengan angka 0).


1. Koefisien Kesamaan
(Similarity Coefficient)
Pada tabel tersebut terlihat bahwa SU (2) berisi dua
dari tiga spesies yang juga ditemukan pada SU(1),
tetapi tidak memiliki spesies yang sama dengan SU(3).
Untuk menghitung tingkat kesamaan antar sampling
unit (SU) dapat digunakan indeks (Ochiai, Dice, dan
Jaccard) yang didasarkan pada presence-absence.
tingkat kesamaan antara SU(1) dan SU(2) dari contoh di
atas bila diukur dengan indeks (Ochiai, Dice, dan
Jaccard) :
OI
1,2
= 2 / (\2 \3) = 0,82
DI
1,2
= 4 / (4+0+1) = 0,80
JI
1,2
= 2 / (2+0+1) = 0,67
2. Koefisien Jarak
(Distance Coefficient)
BC-group distance
(Indeks ketidaksamaan
Bray-Curtis)
E-group distance
(Koefisien jarak Euclidean)
RE-group distance
(Pengukuran jarak
Euclidean relatif)
1. Eucledean Distance (ED)
menghitung jarak antara dua titik Su
j
dan Su
k
dalam
ruang Euclidean.


X
ij
:kelimpahan spesies 1 dalam SU ke-j
X
ik
: kelimpahan spesies i dalam SU ke-k
Contoh : X
4,3
= kelimpahan spesies 4 dalam SU ke-3
nilai ED berkisar antara 0 sampai tak terbatas.
E-group distance
(Koefisien jarak Euclidean)
)
ik
X
ij
(X
2
jk
ED

=
2. Squared Euclidean Distance (SED)
SED merupakan penyederhanaan Eucidean
Distance
SED
jk
= E [X
ij
X
ik
]
2

3.Mean Euclidean Distance (MED)
MED mirip dengan ED, tetapi dengan hasil akhir
pada skala yang lebih kecil.

S
)
ik
X
ij
(X
2
jk
MED

=
4. Absolute Distance (AD)
AD mengukur jumlah perbedaan kelimpahan
mutlak (absolute) dari spesies.


AD
jk
= | X
ij
X
ik
|
5. Mean Absolute Distance (MAD)
MAD mirip AD, tetapi menggunakan jarak
absolute rata-rata.


S
ik
X
ij
X
jk
MAD


=
Diperkenalkan oleh Bray & Curtis (1957)
Langkah pertama adalah menghitung persentase
kesamaan (percent similarity = PS) antar SU ke j
dan k.


dimana

dan
BC-group distance
(Indeks ketidaksamaan
Bray-Curtis)
PS
jk
= [2W/(A+B)] (100)
W= [min (X
ij
, X
ik
)]
A= X
ij
B= X
ik

Jadi, PS antara SU(j) dan SU(k) adalah pengalian
jumlah minimum pasangan hasil observasi Xij dan Xik
dengan 2, dan dibagi dengan jumlah total semua
kelimpahan spesies untuk kedua SU.
Ps = 100%, bila berbagai pasangan SU memiliki
kelimpahan spesies yang benar-benar identik (sama),
kesamaan mereka benar-benar identik.
Selain PS, dapat pula dihitung Percent Dissimilarity
(PD), dengan rumus:

atau bila skala 0 1 yang digunakan menjadi :

PD = 100 - PS
PD = 1 [2W/(A+B)]
1. Relative Euclidean Distance (RED)
RED merupakan koreksi terhadap ED.
RED mengukur total kelimpahan spesies dalam
satiap SU, dan hasil akhirnya distandarisasi secara
relatif dengan perbedaan kelimpahan spesies dalam
semua SU.



nilai RED berkisar antara 0 - \2
RE-group distance
(Pengukuran jarak
Euclidean relatif)

=
(
(
(

|
|
.
|

\
|
|
|
|
.
|

\
|
2
ik
X
ik
X
ij
X
ij
X
jk
RED
2. Relative Absolute Distance (RAD)
RAD menerepkan kelimpahan relatif yang
merupakan koreksi terhadap AD.



RAD mempunyai kisaran antara 0 2.


|
|
.
|

\
|

|
|
.
|

\
|
=
ik
ik
ij
ij
X
X
X
X
j k
RAD
3. Chord Distance (CRD)
pengukuran dengan CRD menempatkan
kepentingan yang lebih besar pada proporsi
relatif spesies dalam SU dan kurang penting pada
jumlah absolutnya.
Secara teknis, cara ini dikerjakan dengan
memproyeksikan SU ke atas suatu jari-jari
lingkaran dengan menggunakan arah cosinus.
Chord Distance diketahui dengan rumus :


lanjut
) cos 1 ( 2
jk
=
j k
CRD
Dimana chord cosinus (ccos) :



catatan : dalam kasus data presence-absence,
ccos ini identik dengan koefisien Ochiai
CRD berkisar antara 0 - \2

=
2
ik
2
ij
ik ij
X X
) X X (
j k
ccos
4. Geodesic Distance (GDD)
GDD mengukur jarak sepanjang arc unit
lingkaran, sesuadah memproyeksikan SU ke atas
jari-jari lingkaran.


GDD berkisar antara 0 - t/2 (atau 0 - 1,57)
Hasil perhitungan jarak antar semua pasangan SU
yang didasarkan pada pengukuran jarak atau
tingkat kesamaan, dapat dirangkum dalam bentuk
matrik SU x SU.
GDDjk = arccos (ccosjk)
Perhitungan
Hasil perhitungan tingkat kesamaan/ketidaksamaan antar SU
dengan cara erhitungan jarak (distance) sering disajikan dalam
bentuk matriks SU x SU seperti berikut:
ANALISIS ASOSIASI
Salah satu teknik klasifikasi adalah
menggunakan analisis asosiasi.
Pada cara ini, SU (plot atau kuadrat)
dipisahkan secara hirarki ke dalam kelompok-
kelompok yang homogen. Pemisahan
dilakukan secara divisive.
Suatu kelompok dikatakan homogen bila tidak
terdapat asosiasi spesies (ditentukan dari data
presence absence).
Asumsi dasar Analisis Asosiasi (AA) :
Jika 2 spesies dalam kuadrat berasosiasi, brarti ada
kemungkinan distribusi satu atau kedua spesies itu di
seluruh areal adalah tidak seragam, hal ini berarti
pula bahwa faktor-faktor habitat mengendalikan
(mengontrol) mereka juga tidak seragam.
Pada AA, beberapa spesies yang lebih sensitif dari yang
lainnya terhadap faktor lingkungan merupakan
pembentuk dasar klasifikasi.
Dari sekumpulan SU, jika ada spesies yang menunjukkan
asosiasi nyata (signifikan) dengan spesies lainnya, maka
sekumpulan SU itu menjadi homogen.
Tingkat homogenitas dapat dikurangi dengan
cara membagi sekumpulan SU sampai tidak
muncul adanya asosiasi spesies.
Jadi, jika dengan pembentukan kelompok tidak
ditemukan adanya asosiasi spesies, maka
kelompok itu dikatakan homogen.
Teknis AA : monotheitic, divisive, dan hirarki
(hirarchical).
Tujuan AA : mengklasifikasikan SU, dengan cara
membandingkan pasangan asosiasi spesies, yang
didasarkan pada data presence-absence spesies
dalam SU.
Langkah melakukan AA :
1) menyususun tabel kontingensi 2 x 2, untuk setiap
kombinasi pasangan spesies yang terdapat pada semua SU.
Tabel kontingensi 2 x 2 dibentuk dari data presence-
absence dalam SU. Jika ada S spesies, brarti ada (S)(S-1)/2
pasangan spesies.
2)Dari setiap tabel kontingensi, dihitung chi-square (x
2
). Nilai
x
2
itu dibandingkan dengan nilai x
2
tabel pada derajat bebas
(db=1), & tingkat signifikasi ( = 0,05); x
2
tabel = 3,84.
3)Jika tidak ada nilai x
2
dari semua pasangan (S)(S-1)/2 yang
signifikan, maka kelompok SU itu dianggap homogen,
dengan demikian prosedur perhitungan dihentikan.
4) Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan
nilai x
2
yang signifikan
(> 3,84) untuk setiap spesies.
5) Jika suatu spesies tidak memiliki asosiasi
dengan spesies lainnya maka jumlah nilai x
2
=
0.
6) Tetapi jika suatu spesies mempunyai asosiasi
dengan 4 spesies lainnya, maka penjumlahan
nilai x
2
di dasarkan pada 4 nilai.
Pada tabel di samping, spesies 8
mempunyai jumlah x
2
yang
signifikan tertinggi yaitu 26,7
(diperoleh dari 6,67 + 6,67 +
6,67 + 6,67)
Lihat tanda * pada tabel
disamping.
7)Berikutnya, memilih spesies yang menjadi pembagi
dalam klasifikasi (divisor spesies). divisor spesies :
spesies yang memiliki jumlah x2 signifikan tertinggi
(dalam hal ini yang menjadi divisor spesies adalah
spesies 8).
8)Dengan demikian kini kita dapat membagi
sekumpulan SU menjadi :
Kelpk. I (disusun oleh SU 6,7,8,9,10)
Kelpk.II (kelompok SU yang tidak memiliki spesies 8,
SU 1,2,3,4,5).
Kelompok I dan II tidak dapat dibagi lagi karena
jumlah SU dalam setiap kelompok kurang dari 6
(*minimum kelompok sebelum dibagi adalah 6).
Cluster Analysis (CA) : merupakan teknik klasifikasi
untuk menempatkan obyek yang sama ke dalam
suatu kelompok (cluster).
CA digunakan untuk menempatkan obyek yang sama
dalam suatu kelompok, yang disusun hirarki
membentuk struktur pahon (tree) dan disebut
dendrogram.
Obyek disini dapat berupa sampel ekologi atau SU
(plot, transek, kuadrat).
ANALISIS KELOMPOK
(cluster Analysis)
Langkah pertama dalam CA adalah menghitung tingkat
kesamaan dengan metode jarak (distance).
Model CA yang digunakan : agglomerative
Model ini dimulai dengan mengumpulkan N individu SU,
selanjutnya membangun kelompok yang memiliki
kesamaan SU.
Dalam setiap siklus (cycle) pengelompokan,hanya satu
pasang SU (obyek) yang digabingkan membentuk
kelompok baru. Pasangan ini berupa:
Satu individu SU dengan satu individu SU lainnya
Satu individu SU dengan satu kelompok SU yang telah ada.
Satu kelompok SU dengan satu kelompok SU lainnya.
Pada gambar tersebut :
Jarak terkecil ditunjukkan oleh pasangan SU I dan SU 4, dan
masing-masing dinyatakan dengan simbol j dan k.
Pasangan SU I dan SU 4 merupakan kelompok pertama
yang terbentuk dengan jarak D(j,k), lalu diberi lambang C1
atau cycle 1.
Sekarang dari 5 SU telah terbentuk menjadi 1 kelompok
yaitu C1.
Metode pengelompokan terhadap 5 SU = gabungan SU 1 &
4, serta tiga individu SU (yaitu SU 2, 3, 5)
Salanjutnya, jarak antara C1 dengan ketiga SU harus
dihitung untuk mendapatkan kelompok berikutnya.
Untuk menghitung jarak tersebut, diperlukan rumus
linear combinatorial equation:


Hubungan antar SU dalam pembentukan kelompok
baru dapat dijelaskan sbb (gambar 32):
1. Dari sejumlah N SU yang terkumpul, akan
dihasilkan N-1 cycle dalan analisis kelompok (CA).
Pada gambar 32. ada 4 cycle.
2. Pada cycle I (C 1), dua individu SU (SU 1 dan
4)bergabung membentuk kelompok. Jarak SU1
(simbol j) dan SU 4 (simbol k) adalah D(j,k)


D(j,k)(h) =
1
D(j,h) +
2
D(k,h) + |D(j,k)
3. Pada C 2, SU 3 (simbol h) bergabung dengan C 1.
simbol j dan k masing-masing adalah SU 1 dan SU 4,
jarak antara SU 3 dengan C1 adalah D(j,k)(h).
4. Pada C 3, SU 2 (simbol h) bergabung dengan C 2.
simbol j sekarang mewakili C 1 dan k adalah SU 3.
5. Pada C 4, SU 5 (simbol h) bergabung dengan C 3.
simbol j adalah C 2 (SU 1, 3, 4) dan k adalah SU 2.
Untuk strategi group mean, jarak kelompok antara
C 3 (dimana j = SU 1, 4, 3 dan k = SU 2) dengan SU 5
dapat dihitung dengan cara :



Untuk strategi weighted centroid, jarak antara C 3
dengan SU 5 dapat dihitung dengan cara:




D(1,4,3;2)(5) = 3/4D(1,4,3;5) + 1/4(2,5)
Dimana 1 = 3/4, 2 =1/4, dan | = 0.


D(1,4,3;2)(5) = 1/2D(1,4,3;5) + 1/2(2,5) 1/4D(1,4,3;2)

Berikut ini akan dijelaskan teknik analisis kelompok
(CA) dengan menggunakan strategi fleksibel, dengan
menggunakan data jarak Euclidean yang telah
dirangkum pada tabel berikut:
Dari matriks D tersebut, diketahui :
Jarak Euclidean terkecil = 1,41 (antara SU 2 dan SU
3). Kedua SU ini merupakan kelompok yang pertama
kali terbentuk & diberi simbol C1.
Jarak antara C1 dengan tiga SU yang lainnya
dihitung dengan rumus:



D(2,3)(1) = (0,625)(4,69) + (0,625)(5,10) (0,25)(1,41)
= 2,93 + 3,19 0,35 = 5,77
D(2,3)(4) = (0,625)(2,24) + (0,625)(3,00) (0,25)(1,41)
= 1,40 + 1,88 0,35 = 2,93
D(2,3)(5) = (0,625)(5,74) + (0,625)(5,92) (0,25)(1,41)
= 3,59 + 3,70 0,35 = 6,94

Pada matriks D jarak terkecil adalah 2,24 (yaitu
antara SU 1 dan 5). Kedua SU ini merupakan
kelompok berikutnya yang terbentuk dan diberi
simbol C 2).
Jarak antara C2 dangan C1 dan SU 4 dihitung
dengan rumus :

D(1,5)(2,3) = (0,625)(5,77) + (0,625)(6,94) (0,25)(2,24)
= 3,61 + 4,34 0,56 = 7,39
D(1,5)(4) = (0,625)(3,00) + (0,625)(3,74) (0,25)(2,24)
= 1,88 + 2,34 0,56 = 3,66

Jarak terkecil pada matriks D adalah 2,93 (yaitu
antara SU 2 dan 3 dengan SU 4). Ketiga SU ini
bergabung dalam kelompok baru membentuk
kelompok 3 (C3) dengan jarak 2,93.
Jarak antara C3 dengan C2 adalah :


D(2,3;4)(1,5) = (0,625)(7,39) + (0,625)(3,66) (0,25)(2,93)
= 4,62 + 2,29 0,73
= 6,18
Akhirnya kelima SU itu bergabung bersama
membentuk kelompok 4 (C4) dengan jarak
6,18.

...SELESAI...

You might also like