You are on page 1of 8

Cerita Rakyat : Roro Jonggrang

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerakgerik Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku, pikir Bandung Bondowoso. Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang. Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya, ujar Roro Jongrang dalam hati. Apa yang harus aku lakukan ?. Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso. Bagaimana, Roro Jonggrang ? desak Bondowoso. Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya, Katanya. Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?. Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. Seribu buah? teriak Bondowoso. Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.

Asal Usul Danau Toba

Danau Toba Pada zaman dahulu di suatu desa di Sumatera Utara hiduplah seorang petani bernama Toba yang menyendiri di sebuah lembah yang landai dan subur. Petani itu mengerjakan lahan pertaniannya untuk keperluan hidupnya. Selain mengerjakan ladangnya, kadang-kadang lelaki itu pergi memancing ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya karena di sungai yang jernih itu memang banyak sekali ikan. Ikan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan. Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang lelaki itu langsung pergi ke sungai untuk memancing. Tetapi sudah cukup lama ia memancing tak seekor iakan pun didapatnya. Kejadian yang seperti itu,tidak pernah dialami sebelumnya. Sebab biasanya ikan di sungai itu mudah saja dia pancing. Karena sudah terlalu lama tak ada yang memakan umpan pancingnya, dia jadi kesal dan memutuskan untuk berhenti saja memancing. Tetapi ketika dia hendak menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan yang langsung menarik pancing itu jauh ketengah sungai. Hatinya yang tadi sudah kesal berubah menjadi gembira, Karena dia tahu bahwa ikan yang menyambar pancingnya itu adalah ikan yang besar. Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ke sana kemari, barulah pancing itu disentakkannya, dan tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepargelepar di ujung tali pancingnya. Dengan cepat ikan itu ditariknya ke darat supaya tidak lepas. Sambil tersenyum gembira mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu. Pada saat dia sedang melepaskan mata pancing itu, ikan tersebut memandangnya dengan penuh arti. Kemudian, setelah ikan itu diletakkannya ke satu tempat dia pun masuk ke dalam sungai untuk mandi. Perasaannya gembira sekali karena belum pernah dia mendapat ikan sebesar itu. Dia tersenyum sambil membayangkan betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau sudah dipanggang. Ketika meninggalkan sungai untuk pulang kerumahnya hari sudah mulai senja. Setibanya di rumah, lelaki itu langsung membawa ikan besar hasil pancingannya itu ke dapur. Ketika dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar dari bawah kolong rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur. Pada saat lelaki itu tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak ada lagi. Tetapi di tempat ikan itu tadi diletakkan tampak terhampar beberapa keping uang emas. Karena terkejut dan heran mengalami keadaan yang aneh itu, dia meninggalkan dapur dan masuk kekamar. Ketika lelaki itu membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap karena didalam kamar itu berdiri seorang perempuan dengan rambut yang panjang terurai. Perempuan itu

sedang menyisir rambutnya sambil berdiri menghadap cermin yang tergantung pada dinding kamar. Sesaat kemudian perempuan itu tiba-tiba membalikkan badannya dan memandang lelaki itu yang tegak kebingungan di mulut pintu kamar. Lelaki itu menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat wanita secantik itu meskipun dahulu dia sudah jauh mengembara ke berbagai negeri. Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah lelaki itu menyalakan lampu, dia diajak perempuan itu menemaninya kedapur karena dia hendak memasak nasi untuk mereka. Sambil menunggu nasi masak, diceritakan oleh perempuan itu bahwa dia adalah penjelmaan dari ikan besar yang tadi didapat lelaki itu ketika memancing di sungai. Kemudian dijelaskannya pula bahwa beberapa keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan sisiknya. Setelah beberapa minggu perempuan itu menyatakan bersedia menerima lamarannya dengan syarat lelaki itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia tidak akan pernah mengungkit asal usul istrinya myang menjelma dari ikan. Setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah mereka. Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Samosir. Anak itu sngat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas. Setelah cukup besar, anak itu disuruh ibunya mengantar nasi setiap hari untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Namun, sering dia menolak mengerjakan tugas itu sehingga terpaksa ibunya yang mengantarkan nasi ke ladang. Suatu hari, anak itu disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya dia menolak. Akan tetapi, karena terus dipaksa ibunya, dengan kesl pergilah ia mengantarkan nasi itu. Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk pauknya dia makan. Setibanya diladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya. Saat menerimanya, si ayah sudah merasa sangat lapar karena nasinya terlambat sekali diantarkan. Oleh karena itu, maka si ayah jadi sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya adalah sisa-sisa. Amarahnya makin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar dari nasinya itu. Kesabaran si ayah jadi hilang dan dia pukul anaknya sambil mengatakan: Anak kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang berasal dari ikan! Sambil menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan yang diucapkan ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu. Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu. Tanpa bertanya lagi, si anak segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya. Ketika tampak oleh sang ibu anaknya sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari rumah mereka itu. Ketika dia tiba di tepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh yang megelegar. Sesaat kemudian dia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Pak Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang Danau Toba. Sedang Pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

Malin Kundang

Batu yang dipahat mirip seorang manusia yang dilegendakan sebagai Malin Kundang. Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang. Cerita rakyat yang mirip juga dapat ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara. Di Malaysia cerita serupa berkisah tentang Si Tenggang[1] yang berasas dari kisah lebih awal lagi pada 1900 dalam buku Malay Magic yang ditulis oleh Walter William Skeat sebagai satu cerita rakyat berjudul Charitra Megat Sajobang dalam buku Malay Magic (1900) ms 54-55 dicetak oleh The Macmillan Company : New York [2]. Cerita Si Tenggang pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta pada 1975 sebagai judul Nakoda Tenggang : sebuah legenda dari Malaysia / oleh A. Damhoeri. [3]

Cerita
Pada suatu waktu, di desa terpencil ada sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang Ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak. Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya, Malin Kundang beserta istrinya. Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya. Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpahkan anaknya, "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Air Manis, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

Cerita Rakyat dari Jawa Barat: Sangkuriang

Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara. Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Di sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.

Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi. Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Legenda asal mula terjadinya danau toba dan pulau samosir di sumatera utara.
Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang petani di sebuah desa di wilayah pulau Sumatera. Walaupun tidak mempunyai lahan pertanian yang luas, namun kehidupan petani ini tidak pernah kekurangan, karena dia adalah seorang yang rajin dan tidak mengenal lelah. Dia hidup sendirian di dalam rumahnya yang sangat sederhana namun asri. Sebenarnya dia sudah cukup umur untuk menikah, namun dia lebih memilih hidup sendiri. Petani ini tidak pernah membuang waktu luangnya dengan hanya berdiam diri. Namun dia selalu mengisi waktu luangnya dengan berbagai kegiatan yang menghasilkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Pada suatu hari dia mengisi waktu luangnya dengan memancing di sungai untuk mencari tambahan lauk-pauk. Hari itu, petani itu memancing di sungai yang tidak begitu besar di dekat pondoknya. Dalam hati dia berharap hari ini akan mendapatkan ikan yang labih banyak dari hari-hari sebelumnya. Sampailah petani itu di sungai yang ditujunya. Setelah beberapa saat kailnya dilemparkan ke sungai, terlihat kailnya bergerak-gerak cukup keras. Ini pasti ikannya besar Batin petani itu. Dan diangkatnya pancingnya itu, benar, sang petani itu mendapatkan ikan yang besar. Petani itu sangat takjub melihat hasil pancingannya. Ikan itu tidak hanya besar ukurannya, namun mempunyai warna yang sangat indah. Ikan itu mempunyai sisik yang berwarna kuning kemerahan bagai emas yang berkilauan, dan mempunyai mata yang indah seolah bisa melihatnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ikan itu bisa bicara. Tunggu, jangan bunuh aku, jangan kau makan aku. Aku bersedia menemanimu jika kau biarkan aku tetap hidup. Demikian kata ikan itu. Karena terkejutnya, petani itu hingga jatuh tersungkur. Dan ikan itu terlempar ke atas tanah dan semakin terkejut ketika ikan itu berubah wujut menjadi sosok puteri yang cantik jelita. Dilihatnya lebih dalam lagi sosok itu, sambil mengucek-kucek matanya untuk meyakinkan kalau dia sedang tidak bermimpi. Jangan takut, aku sebenarnya juga seorang manusia, namaku Puteri Toba, aku berhutang budi denganmu pak Petani. Aku telah dikutuk oleh Dewa menjadi ikan dan kamulah yang akan menyelamatkanku. Aku juga bersedia jika nanti sudah berubah wujutku menjadi manusia seperti kau, untuk menjadi isterimu. Petani itu pun menyanggupinya. Sebelum mereka pulang, puteri itu menyampaikan syaratnya yaitu tidak boleh menceritakan apa yang terjadi dan asal-usul Puteri Toba itu nantinya. Jika janji itu dilanggar, maka akan terjadi petaka yang besar. Petani itupun mengiyakan dan dengan senang hati membawa ikan itu pulang. Merekapun pulang ke pondok pak tani itu. Sesampainya di desanya, kehadiran Puteri Toba ini menimbulkan keheranan bagi penduduk setempat. Kecantikannya sungguh mempesona semua penduduk yang melihatnya, mereka mengira bahwa wanita cantik yang bersama petani itu adalah bidadari. Dan puteri cantik itu sekarang sudah menjadi isteri sang Petani. Hal ini menimbulkan khasak-khusuk di antara warga desa itu, karena Petani itu mempunyai isteri yang tidak sewajarnya dan dengan asal-usul yang tidak jelas. Sang Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk

halus! kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja. Beberapa bulan berikutnya, kebahagiaan Petani dan Puteri Toba bertambah, karena Puteri Toba melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Samosir. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Samosir tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri. Lama kelamaan, Samosir selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita! kata Petani kepada istrinya. Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Abang memang seorang suami dan ayah yang baik, puji Puteri Toba kepada suaminya. Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Samosir mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Samosir tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Samosir sedang bermain-main dengan temannya. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !, umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu. Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan Puteri Toba hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan Samosir berlari tanpa arah menyalamatkan diri. Hingga Samosir terjebak di tengah-tengah luapan air. Kemudian muncullah tanah yang dipijak Samosir semakin naik dan hingga terbentuk pulau kecil dan dinamai Pulau Samosir.

You might also like