You are on page 1of 66

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Beelakang
Wilayah pesisir adalah suatu jalur saling pengaruh antara darat dan laut, yang memiliki ciri geosfer yang khusus, kearah darat dibatasi oleh pengaruh sifatsifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat (BAKOSURTANAL, 1990). Pada bentang lahan pesisir (coastal landscape) tercangkup perairan laut yang disebut dengan pantai atau tepi laut, adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang. Pertemuan antara air laut dan daratan ini dibatasi oleh garis pantai (shore line), yang kedudukannya berubah sesuai denga kedudukan pada saat pasang surut, pengaruh gelombang dan arus laut. Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka. Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Davies, 1972 dalam Soetikno, 1993).

Ekosistem pantai mempunyai berbagai sumberdaya alam

yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu potensinya meliputi keanekaragaman hayatii ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Jenis ekosistem ini merupakan habitat nursery ground bagi berbagai macam spesies ikan karang (Epinephelus sp), gastropoda (Thrombus sp), bivalvia (Anadara sp), dan kepiting bakau (Scylla serrata). Namun demikian, sumberdaya semakin meningkatnya laut yang upaya kurang pengelolaan berwawasan

pesisir dan

lingkungan, sehingga telah berdampak terhadap penurunan produktivitas primer perairan. Kemelimpahan zat hara di zone yang menjadi dan pusat perkembangan akan kegiatan industri

perikanan

pariwisata

berkurang

peranannya.

Padahal peranan positif ekologis terumbu karang-padang lamun-mangrove adalah sebagai penyeimbang faktor biologis, fisis dan kemis (Nybakken, 1992). Misalnya: akar mangrove, khususnya Rhizophora apicullata dan R. mucronata berperan sebagai perangkap sedimen terhadap komunitas padang lamun dan terumbu. Demikian juga peranan terumbu karang sebagai penghalang empasan gelombang terhadap komunitas

padang lamun. Kriterium baik atau buruknya parameter lingkungan perairan pantai bergantung pada hubungan

interaksi ketiga komunitas tersebut.


Karena keanekaragaman sebagai ekosistem yang memiliki kemelimpahan dan yang tinggi, memungkinkan manusia untuk

hayati

memanfaatkan, mengeksplotasi dan membudidayakan sumber daya hayati yang ada tersebut. Berdasarkan prespektif produktivitas biologik, wilayah pesisir mendapat sebutan sebagai parabolik domain karena mempunyai produktivitas paling tinggi, namun demikian juga rentan dan berpeluang mendapat tekanan dari darat maupun dari laut (Gueloget dan Perthuisot, 1992).

Oleh karena itu, perlu diupayakan beberapa spesifikasi metode pengembangan wilayah kepesisiran dan kelautan yang layak dan sesuai dengan ekosistem yang ada, guna menunjang program pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam hal ini, upaya manajemen pesisir dan laut secara terpadu yang berpedoman pada pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan (Dahuri, prioritas dkk., utama 1996). pembangunan Pembangunan suatu dan

kawasan

pengembangan kawasan dapat berupa zone konservasi, preservasi dan budidaya. Secara ekonomis wilayah pesisir

dan laut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk berbagai jenis usaha. Secara ekologis terdapat fenomena dinamis seperti: abrasi, akresi, erosi, deposisi dan intrusi air laut. Di samping itu, masih terdapat juga fenomena nonalamiah seperti: pembabatan hutan mangrove untuk pertambakan, pembangunan dermaga/jetty untuk pendaratan ikan dan reklamasi pantai. Gejala yang umum terjadi di wilayah kepesisiran adalah interaksi faktor alam dan aktivitas manusia secara bersamaan, sebagai penyebab adanya

ketidakseimbangan siklus biogeokimia (Cook dan Doornkamp, 1990)

Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari permasalahan lingkungan,

sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pantai. Permasalahan lingkungan yang sering terjadi diwilayah perairan pantai, adalah; pencemaran, erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada

ekosistem mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial ekonomi (Kusumaatmadja, 1996 dalam Dahuri dkk, 1996). Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut Perubahan ini dapat terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan, dansifatnya dengan

gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian

keruangan mengingat perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain. Pemanfaatan teknologi untuk usaha peningkatan produktivitas dibutuhkan konsep geomorfologi, khususnya ekologi bentanglahan yang tepat dan jelas. Wujud aplikasinya adalah penataan ruang yang sesuai dengan tujuan

pembangunan

berwawasan lingkungan. Penaataan ruang

bisa dibantu dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang cermat terutama rencana pengembangan suatu kawasan. Apabila para pengguna jasa SIG dapat

menginterpretasikan potensi sumberdaya batas kelentingannya, maka akibat kembali. Penempatan terhadap informasi yang akurat aktivitas manusia

alam

sesuai

degradasi lingkungan berangsur-angsur pulih

akan

berakselerasi dan

proses klasifikasi, identifikasi, pengolahan

pengambilan keputusan (Clark, 1995). Ini berarti penguasaan teoretis melalui metode pendekatan geomorfologis akan lebih bersifat sahih untuk evaluasi sebuah data. Namun, perlu juga ditunjang oleh penguasaan praktik lapangan, sehingga

karakteristik bidang kajiannya akan menjadi terfokus. Dengan mengacu pada karakteristik suatu bentuklahan yang fenomenologis, misalnya: sifat, asal dan proses yang terjadi di pantai dapat dikaji secara mendalam tentang perubahan kondisi lingkungan (Thornbury, 1958). Secara periodik dapat pula diketahui urut-urutan kejadian baik yang telah, sedang maupun yang akan terjadi (Pethick, 1984). Selanjutnya pemikiran yang holistik tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk mengelola suatu kawasan pantai dengan berbagai macam faktor keunikannya.

Pendekatan yang perlu dilakukan untuk memonitor proses dinamis pantai menurut Cooke dan Doornkamp (1990) dikelompokkan berdasarkan penggunaan bukti sedimentasi atau erosi yang berhubungan dengan bangunan penghalang pantai. Fenomena ini dapat terukur melalui pendekatan komputasi transfer sedimen yang meliputi: (1) (2) (3) (4) estimasi energi gelombang; pemantauan partikel-partikel terlarut; menggunakan perangkap sedimen; pengukuran arah dan kecepatan pengangkutan

partikel-partikel sedimen. Secara geologi, proses perubahan garis pantai yang diamati pada saat sekarang, datanya dapat digunakan untuk meramal proses yang akan terjadi. Di samping itu, secara geomorfologis perubahan garis pantai dapat dilacak

berdasarkan litologi, proses dan material penyusun (Lobeck, 1939). Data pendukung yang diperoleh menunjukkan di lokasi penelitian terdapat deposisional marin. Hal ini dapat dilihat dari tipe pasut di perairan Cilacap yang tergolong bertipe ganda campuran (Dahuri, dkk., 1996). Bentuk kenampakan ini

timbul akibat beberapa komponen konstruksional berupa: 1) material yang bergerak, 2) daerah yang terpengaruh

gelombang, 3) refraksi gelombang, 4) relief dasar laut dan julat pasut (Supardjo, 1995). Hasil bentuk topografi deposisional marin menurut

Thornbury (1958) dapat diamati dari perubahan profil pantai hasil pengendapan. Observasi langsung di lapangan

menunjukkan adanya pembentukan beach ridge sebagai bukti telah terjadi proses deposisi, dengan periodisasi

pembentukannya masih relatif baru. Di lokasi yang sama, dijumpai pula adanya material-material yang terendapkan di zone supratidal. Sudut datang gelombang di masing-masing lokasi

pengambilan sampel rata-rata sangat kecil. Artinya relatif sejajar dengan garis pantai. Menurut Dahuri, dkk. (1996), jika sudut datang gelombang kecil atau sama dengan nol, maka akan terbentuk arus sibak pantai dan terbentuknya arus susur pantai. Keadaan ini merupakan indikator transportasi sedimen sepanjang pantai. B. Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat permasalahan yang akan ditimbulkan pada lokasi pariwisata Pantai Baron dan Pantai Krakal dalam hubungannya dengan dinamika pantai di kedua daerah tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Geomorfologi Wilayah Pesisir Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam yang meliputi sifat dan karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang berhubungan Secara garis terhadap besar pembentukan morfologi morfologi tersebut. bumi

bentuk

permukaan

sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain :


1. Proses yang berlangsung dari dalam bumi, yang bumi

membentuk

morfologi

gunungapi,

pegunungan

lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai.


2. Proses

disintegrasi/degradasi

yang

mengubah

bentuk permukaan muka bumi karena proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan.

3. Proses agradasi yang membentuk permukaan bumi

baru dengan akumulasi hasil erosi batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut.
4. Proses biologi yang membentuk daratan biogenik

seperti terumbu karang dan rawa gambut (Dahuri, 1996). Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu

mengalami perubahan, karena

daerah tersebut menjadi

tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses

geomorfologi tersebut sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993).

Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya. Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup

dalam selang waktu yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut sedimen tegaklurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo, beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus laut. Dalam hal tertentu arus laut dapat pula berfungsi sebagai penyebab terjadinya abrasi pantai. Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi

kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah. Selain itu aktivitas manusia yang memanfaatkan pantai untuk berbagai

kepentingan juga dapat merubah morfologi pantai menjadi rusak apabila pengelolaannya tidak memperhatikan

kelestarian lingkungan. B. Kondisi Oseanografi dan Dinamika Perairan Pesisir Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang

kompleks. Proses-proses utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi, dan upwelling. Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara

berbagai komponen seperti daratan, laut, dan atmosfir.

a.Pasang Surut Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda

angkasa, terutama bulan dan matahari (Dahuri, 1996). Pasut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selatselat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut. Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam (Nontji, 1987). b.Gelombang Laut Hampir tak pernah terlihat permukaan laut dalam keadaan tenang sempurna, selalu saja ada gelombang, bisa berupa riak kecil ataupun gelombang yang besar. Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting yakni

panjang, tinggi dan periode. Antara panjang gelombang dan tinggi gelombang tidak terdapat hubungan yang pasti, tetapi gelombang yang mempunyai panjang yang jauh akan

mempunyai kemungkinan mencapai gelombang yang tinggi pula (Nontji, 1987).

Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat-saat tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini

merambat ke segala arah membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan gelombang (Dahuri, 1996). Menurut Nontji (1987), gelombang yang terhempas ke pantai akan melepaskan energi. Makin tinggi gelombang makin besar tenaganya memukul ke pantai. Pasir laut atau terumbu karang yang membuat dangkalnya suatu perairan berfungsi sebagai peredam pukulan gelombang. Oleh sebab itu pengambilan pasir laut, pengambilan atau perusakan terumbu karang memberikan kesempatan lebih besar bagi gelombang untuk menggempur dan merusak kestabilan garis pantai. Lebih lanjut masalah gelombang yang merupakan

fluktuasi air laut dijelaskan oleh Yuwono (1986) tentang gelombang yang disebabkan oleh angin, dengan periode yang

lebih lama. Secara terinci dijelaskan masalah fluktuasi air laut adalah sebagai berikut:
a. gelombang pasang surut (astronomical tide);

b. gelombang tsunami;
c. gelombang oskilasi (basin oscillation); d. gelombang badai (strom surge);

e. gelombang pengaruh klimatologi

c.Arus Pantai Gelombang yang datang menuju pantai dapat

menimbulkan arus pantai yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/abrasi di pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara

gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar dengan pantai), maka akan

terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996). Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan

perpindahan horisontal massa air. Sistem-sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988).

d.Suhu dan Salinitas Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi untuk mempelajari asal usul massa air (Dahuri, 1996). Suhu air merupakan faktor yang

banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk

mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan, bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian

meteorologi. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pula pola musiman (Nontji, 1987). e.Angin Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari aliran skala besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan (Dahuri, 1996). Menurut

Kramadibrata (1985), karena letak bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan berubah-ubah sepanjang tahun, maka pada beberapa bagian bumi timbul perbedaan temperatur udara. Hal ini menjadikan perbedaan tekanan udara di bagianbagian tersebut. Akibat adanya perbedaan tekanan udara inilah terjadi gerakan udara yaitu dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Gerakan ini disebut sebagai angin.

C.Ekosistem Estuaria Estuaria adalah suatu badan air pantai setengah tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka, sehingga sangat terpengaruh oleh gerakan pasut, dimana air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air daratan, contohnya muara sungai, teluk pantai, rawa pasut, dan badan air di balik pematang pantai (Odum, 1993). D.Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di dasar laut tropis yang di bangun terutama oleh biota penghasil kapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya, seperti jenis-jenis mollusca, crustacea, ekhinodermata,

polychaeta, porifera dan tunicata serta biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis ikan (Randall dan Eldredge, 1983 dalam Sabdono, 1996). Terumbu karang merupakan keunikan diantara asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh

kegiatan biologis.

Terumbu adalah endapan-endapan masif

yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1988).

III. METODOLOGI DAN PENGAMATAN


A. Lokasi Dalam praktikum ini mengambil lokasi di wilayah pantai selatan pulau Jawa, Lokasi yang terbentang yang dari kabupaten

Gunungkidul.

praktikum

telah

dilaksanakan

antara lain: pantai Krakal dan Baron. B. Metode Metode yang digunakan dalam kajian inii adalah metode deskriptif. Sedangkan metode penentuan sampelnya adalah metode purposive. Ada pun tujuan dari masing-masing metode tersebut, dinyatakan sebagai berikut:
a) Metode deskriptif, yaitu untuk membuat deskripsi yang deskriptif

sistematis,

faktual

dan

akurat

mengenai

sifat

suatu

populasi. Penelitian ini umumnya tidak menguji hipotesis,

membuat

ramalan,

atau

mencari

implikasi

hubungan

antarpeubah (Sudarmoyo, 1993).


b) Metode

penentuan

sampel, sampel

yaitu

untuk

menentukan dasar

pengambilan

sampel

berdasarkan

beberapa

pertimbangan. Umumnya dasar pertimbangan ini meliputi spesifikasi tertentu. Spesifikasi tersebut dalam praktikum ini meliputi: 1) aspek kekontrasan satuan medan; 2) aspek zonasi pengaruh faktor oseanografi; dan 3) aspek

pemanfaatan sumberdaya.

C. Data Hasil Pengamatan Hasil pengamatan di lapangan akan disampaikan pada ke dua lokasi, terutama kondisi fisik, biotik, dan hasil pengukuran parameter oseanografi secara langsung di lapangan. Hasil pengamatan lapangan adalah sebagai berikut: 1. PANTAI BARON
A. Hasil pengukuran di lapangan sebagai berikut: 1. Posisi: S 87,729 T 11032,947. 2. Periode gelombang:.

3. EC air sungai bawah tanah: 482 ms/cm. 4. Suhu air laut: 28C; pH air laut: 6; Ec air laut: 1200 s/cm. 5. Kelembaban 72-73%.

6. Kecepatan angin: 3,75; 3,4; 3,7; 4,0;4,5; 4,0 (rerata 3,89 m/dt). 7. Vegetasi: palem, waru; kelapa; akasia; pandanus; pescapreae.
B. Hasil pengamatan di lapangan sebagai berikut: 1. Bentuk pantai: lengkung, bentuk lereng terjal, cliff berteras;

2. Bentuk lereng: tidak beraturan (terjal); 3. Topografi pantai: berombak; Topografi medan: berbukit; 4. Relief pantai: 0-5%; (pendugaan) 5. Lebar gisik: 50 m; (pendugaan) 2. PANTAI KRAKAL A.
1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. B.

1. 2. 3. 4. 5.

Hasil pengukuran di lapangan sebagai berikut: Posisi: 80 08,77 LS dan 1700 35, 94 BT Periode gelombang: 34 ; 210 Kecepatan angin: 5 m/dt. Suhu udara: 29 ; Suhu air laut: 28,5; Kelembaban 78% Lereng gisik 7,8 ; Sudut datang gelombang: 35 Diameter ukuran butir: 0,7-1 mm. Long shore current: 89 m/5 menit = 89 m/300 dt = 0,296 m/dt. Vegetasi: pescaprae, pandanus dengan kerindangan sangat rendah. Hasil pengamatan lapangan sebagai berikut: Bentuk pantai: lengkung; Bentuk lereng: rata; Topografi pantai: miring; Relief pantai: 0-5%; Topografi medan: berombak; Lebar gisik: >100 m; Material penyusun: karst; (sedimen padu: batu gamping; sedimen tidak padu: pasir marin).

Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan dapat dibuat perhitungan-perhitungan dengan menggunakan beberapa formula, untuk menghitung parameter gelombang. Dari hasil perhitungan yang didapat, selanjutnya dianalisis karakteristik pantai, baik dari aspek fisik, biotis serta berbagai proses alam lain yang mempengaruhi. Berbagai formula yang dipakai mendasari perhitungan, dan hasil perhitungan sebagaimana disajikan pada penjelasan berikut. D. Formula Yang Digunakan Rumus-rumus gelombang:
1. Panjang gelombang (L), dengan rumus:

sederhana

untuk

menghitung

parameter

L = T2
2. Kecepatan angin pada ketinggian 10 meter (U10), dengan

rumus: U10 = U(z) (10/z)1/7

3. Tinggi gelombang (H), dengan rumus:

H = 0,031 (U10)2
4. Periode gelombang (T), dengan rumus:

T = (2 L/g) atau T2 = 2 L/g

5. Tinggi empasan (Hb), dengan rumus:

Hb = 0,39.g1/5 (T.H2)2/5
6. Kecepatan gelombang (v), dengan rumus:

V = L/T

7. Amplitudo gelombang (a), dengan rumus:

a=H
8. Energi gelombang (E), dengan rumus:

E = ( g H2 L)/8
9. Kecepatan arus sepanjang pantai (vt), dengan rumus:

vt = 1,19 (g. Hb)1/2 sinb cosb


10. Kekuatan gelombang (Pe), dengan rumus:

Pe = (Ecn) sinb cosb

11. Total angkutan sedimen (Q), dengan rumus:

Q = 6,8 Pe
12. Faktor penentu akresi/erosi pantai (Go), dengan rumus:

Go = (Ho/Lo) (tg)0,27 (d50/Lo)-0,67 Keterangan: Z a g vt v C n b H0 L0 D50 : ketinggian pengukuran kecepatan angin (meter); : amplitudo gelombang (meter); : percepatan gravitasi (9,8 m/dt2) : konstanta sebesar 3,14159; : kecepatan arus sepanjang pantai (m/dt); : kecepatan gelombang (m/dt); : kecepatan gelombang pada perairan dalam (m/dt); : berat jenis air laut (1,025 kg/m3); : fungsi kedalaman air (0,5 air dalam; 1 air dangkal); : sudut datang empasan (derajat); : tinggi gelombang maksimum di lapangan (meter); : panjang gelombang (meter); : median ukuran butir ke-50 dari contoh sedimen; : sudut lereng dasar tepi pantai (derajat).

E. Hasil Perhitungan Data Hasil perhitungan parameter gelombang dengan mengaplikasikan formula di atas disajikan di bawah ini sebagai berikut (hanya sebagian parameter yang bisa di ukur): PANTAI KRAKAL -Panjang gelombang (L) = 1,56 (T2)= 1,56 x 102 = 156 meter -Indeks Hempasan Gelombang (I)= Hg/g. m. T2 = 100 Dengan, g = 9,81, m = 1, T = 10, dan Hg = 1 -Faktor penentu akresi/erosi pantai (Go) = {H/Lo .Tg }0,27 {d50/Lo}-0,67 = {2/156 x tg 0 0,27 -0,67 5 } {0,8/156} = 0,55

F. Analisis Hasil perhitungan data Dari hasil perhitungan di atas, ditambah dengan data pengamatan di lapangan, dapat dianalisis dari aspek fisik dan biotik, sosial dan kultural. Lebih lanjut akan dipakai sebagai dasar pijakan pada bab-bab pembahasan berikutnya, sampai pengelolaan wilayah dan lingkungan, yang berkaitan dengan ekosistem pantai dan pesisir secara menyeluruh dan terpadu. Dalam menganalisis hasil perhitungan lokasi yang

berasal dari proses pembentukan yang hampir sama, akan diperbandingkan sehingga dapat diketahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses tersebut, baik secara alami maupun pengaruh dari aktivitas manusia (antropogenic). antropogenic Namun proses akibat aktivitas manusia akan lebih banyak dibahas dalam manajemen yang pantai/pesisir dengan (coastal zone dan

management)

berkaitan

pengelolaan

pengembangan. 3.3.1 Kajian Aspek Fisik Secara umum terlihat dari kenampakan fisik bahwa pantai-pantai selatan Pulau Jawa memiliki karakteristik yang hampir sama. Hal ini disebabkan karena letak geografis Pulau

Jawa yang berhadapan langsung dengan samudera Indonesia dengan ombak besar, memberikan kesamaan ciri pantainya.

3.3.2 Kajian Aspek Biotik Di pantai Krakal terdapat sisa sisa terumbu karang yang diperdagangkan sebagai hiasan. Sumberdaya perikanan telah cukup banyak diusahakan terutama pantai Baron. Ikan yang ditangkap kebanyakan adalah ikan-ikan pelagis, udang dan sebagian kecil ikan karang. 3.3.3 Kajian Antropogenik Pemanfaatan daerah pesisir untuk kepentingan manusia sangat beragam mulai dari perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata, dan permukiman, pertanian, dan lain-lain.

Perikanan tangkap di pantai Selatan sudah cukup berkembang sekalipun ada hambatan gelombang laut yang besar. Pemanfaatan dan pengusahaan lahan oleh manusia banyak menimbulkan perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Konstruksi bangunan pantai banyak ditemui seperti groin, tanggul, pelabuhan dan pemecah gelombang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa interaksi positif antara relief, material penyusun pantai dan kekuatan aksi gelombang merupakan salah satu indikator penentuan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai bentuk usaha kegiatan manusia. lokasi pengambilan sampel akan dibahas berdasarkan metode pendekatan 3 aspek, berupa: parameter lingkungan fisik, biotik dan konsep pengelolaan uniknya). lingkungan Penjelasan pantai singkat

(berdasarkan

karakteristik

masing-masing parameter tersebut adalah sebagai berikut: a) Parameter Geofisis Parameter geofisis dari masing-masing lokasi didasarkan pada bentuklahan, proses geomorfis dan material penyusun yang berperan aktif dalam penggunaan lahan. Pendekatan yang berorientasi pada bentuklahan dimaksudkan sebagai proses pentahapan analisis terhadap biodiversitas dan

pemanfaatannya.

Karakteristik

unik

setiap

bentuklahan

kemudian

dilakukan pengukuran dan pengamatan, agar terstruktur proses pelingkupan sesuai dengan sasaran praktikum

lapangan. b) Parameter Lingkungan Kemis dan Biologis Parameter kemis dan biologis yang diamati adalah suhu, kelembaban, pH, Ec dan vegetasi. Kisaran nilai parameter kimia bervariasi antara lokasi yang satu dengan lainnya, sesuai dengan bentanglahan yang terbentuk. Pada prinsipnya ekologi bentanglahan berfungsi sebagai batasan zonasi

dengan berbagai variasi ecotipe (Farino, 1998). Sedangkan formasi vegetasi alami meliputi waru (Hibiscus tiliaceus), pandan (Pandanus tectorius), golongan herba (Ipomaea pescaprae), rumput angin (Spinifex littoreus) dan golongan rerumputan (Ischaemum muticum). Pembahasan lebih lengkap pada masing-masing lokasi, akan diuraikan sebagai berikut:

1. PANTAI BARON

Pantai Baron memiliki tingkat kemampuan lahan yang cukup baik sebagai salah satu tempat wisata pantai. Hal ini dapat terlihat pada faktor fisik dan keindahan alamnya memberikan warna dan corak tersendiri, sehingga

menyebabkan berbeda dengan pantai-pantai lain yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Baron mempunyai

potensi yang besar untuk dikembangkan karena memiliki keindahan pada pantainya, di mana terdapat keunikan dan kealamian alam yang khas. a. Penggunaan tanah / lahan Dengan keindahan dan kekhasan pantai yang dimiliki, maka penggunaan lahan di pantai Baron dijadikan kawasan wisata pantai. Segala fasilitas pendukung seperti taman,

jalan, areal parkir, warung makan, dan pedagang souvenir semakin semakin berkembang. meningkat Ditambah lagi hanya pengunjung untuk yang

jumlahnya

menikmati

keindahan pantai. Dengan makin berkembangnya kawasan

pantai ini, maka secara otomatis juga kebutuhan akan air juga besar untuk menunjang aktifitas sehari-hari. Saat ini pantai Baron hanya mengandalkan pasokan air dari mata air yang berada di wilayah bagian selatan yang memiliki elevasi lebih tinggi. Dengan demikian hanya suplai air secara vegetatif yang diandalkan selama ini. Hal ini merupakan kendala bagi kawasan wisata pantai, di mana pasokan air yang masih sangat terbatas bagi kebutuhan pariwisata daerah ini, belum lagi jika terjadi penurunan kualitas air akibat pencemaran yang ada. b. Aspek Sumberdaya Lahan Keindahan yang dimiliki pantai Baron menyebabkan pantai ini dijadikan pilihan sebagai tempat berlibur,

menghilangkan stress, dan sekedar berekreasi. Beberapa hal yang menyebabkan pantai ini memiliki nilai tambah yang tinggi adalah lokasi pantai yang berada pada suatu lembah yang menjorok ke laut. Kenampakan seperti ini memberik kesan seakan-akan lokasi pantai diapit oleh dua buah perbukitan dengan lereng yang curam. Faktor lain sebagai keunggulan pantai ini adalah terdapatnya gisik pantai yang

landai sehingga para pengunjung merasa seakan-akan berada pada suatu dataran yang luas. Kenampakan bukit di kiri dan kanan pantai juga cukup indah. Tebing yang terjal memberikan nuansa tersendiri bagi pengunjung yang melihatnya. tebing ini mengalir sebuah Selain itu di bagian bawah sungai bawah tanah yang

alirannya sepanjang tahun dan memberikan pasokan air tawar. Air tawar yang berasal dari sungai bawah tanah bertemu dengan air asin dari laut memberi keunikan

tersendiri pantai ini yang jarang dapat ditemukan di pantai lain. Demikian pula dengan banyaknya tanaman kelapa yang tumbuh di sekitar pantai memberikan fenomena tersendiri bagi pengunjung. Faktor aksesibilitas juga memegang

peranan yang utama dimana pantai ini memiliki jarak yang tidak begitu jauh dari kota Yogyakarta. c. Aspek Sumberdaya Air Lahan yang dimiliki oleh pantai Baron memiliki beberapa kemampuan dalam memberikan air bagi kebutuhan manusia.

Sumber pemenuhan air tersebut adalah dari aliran air sungai bawah tanah dan air tanah yang terdapat di gisik pantai. Sumber air dan aliran sungai bawah tanah di daerah ini dalam memberikan pasokan air tawar sangat tinggi. Aliran airnya senantiasa mengalir sepanjang tahun karena daerah tangkapan di bagian atas sangat luas. Jenis air yang dikandungnya digunakan juga merupakan air tawar yang dapat

oleh

manusia,

meskipun

dengan

beberapa

pembatas dalam hal kualitasnya. Secara kuantitas sumber air dari sungai bawah tanah ini tidak memiliki masalah untuk memenuhi kebutuhan air bagi para wisatawan disebabkan debit yang dimiliki sangat besar.

d. Faktor Pembatas Satu hal yang menjadi permasalahan bagi sumber air adalah kualitas airnya mengandung kapur terlalu tinggi. Tingginya kandungan kapur disebabkan oleh terlarutnya mineral kalsium karbonat selama air mengalir dari bagian hulu hingga ke bagian hilir. Bukti ini dapat dilihat secara kasat

mata dari kenampakan kerak berwarna kuning kecoklatan pada alat-alat penduduk di sekitar daerah ini yang digunakan untuk merebus air tersebut dimasak. Bahkan jika alat pengendap tersebut dilengkapi dengan material yang dapat menyaring material halus seperti pasir halus, kerikil, dan ijuk maka kandungan kapur dapat

diturunkan secara tajam. Permasalahan ini perlu diperhatikan, karena bila air yang mengalir dari sungai bawah tanah tersebut langsung digunakan untuk konsumsi sehari-hari maka dalam waktu beberapa puluh tahun yang akan datang, penduduk yang minum air tersebut dapat terkena penyakit yang mengganggu fungsi ginjal. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pemanfaatan air sungai bawah tanah tersebut adalah dalam hal teknologi pendistribusiannya. Beberapa waktu yang lalu pernah

diupayakan pemanfaatan air tersebut dengan memompa ke atas yang selanjutnya dialirkan ke rumah-rumah penduduk secara grafitatif. Namun cara ini tidak berhasil disebabkan kuatnya aliran sungai tersebut sehingga air tidak dapat terpompa ke atas. Oleh karena itu hingga saat ini sumberdaya

ini tidak pernah dimanfaatkan secara optimal. Selama ini aliran tersebut hanya digunakan oleh penduduk untuk mandi sehari-hari. e. Sumber Air dari Gisik Pantai

1) Potensi Potensi air tawar yang ada di gisik pantai ini relatif terbatas, namun bila digunakan hanya untuk kebutuhan pemakaian di pantai maka dengan pengelolaan yang baik akan tercipta kesinambungan sumberdaya air tawar di gisik pantai. Keberadaan air tawar di gisik pantai ini disebabkan karena material pasir yang ada di gisil pantai mampu menangkap air hujan yang berasa tawar, sehingga dalam waktu yang lama akumulasi penumpukan air ke dalamnya mengakibatkan material pasir berfungsi sebagai akifer bagi gisik pantai. 2) Faktor Pembatas Yang menjadi faktor pembatas dalam hal pemanfaatan air tawar di gisik pantai ialah kuantitas yang dimiliki sangat terbatas sehingga bila penurapan dilakukan secara berlebihan maka akan mengganggu fungsi akifer di beting gisik dalam

menghalangi intrusi air laut. Jika hal ini terjadi maka kualitas air di beting gisik akan menurun, bahkan dapat menyebabkan tidak sesuai kualitas menurut baku mutu air golongan B. Oleh karena itu jika akifer di beting gisik ini akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air tawar bagi pariwisata di Pantai Baron, maka harus dilakukan konservasi sumber daya air di beting gisik tersebut. Beberapa konservasi yang dapat dilakukan adalah

dengan membatasi penurapan air tawar hanya melalui sumur gali. Salah satu alasan diberlakukannya kebijakan seperti ini lebih mempertimbangkan aspek sosial budaya. Jika penurapan dilakukan menggunakan mesin pompa, bahkan bila

menggunakan jenis jet pump, maka kemungkinan terjadi intrusi air laut sangat besar. Konservasi lainnya adalah membuat sumur resapan dengan memanfaatkan aliran

permukaan dari tebing di sekitar gisik pantai. Dengan demikian diharapkan terjadi keseimbangan antara jumlah air yang masuk dan air yang keluar. Faktor pembatas lainnya yakni mudahnya air tawar di beting gisik ini tercemar oleh bahan-bahan pencemar. Hal ini

disebabkan

oleh

beberapa

hal,

di

antaranya

adalah

dangkalnya muka air tanah dari permukaan tanah sehingga waktu penyaringan bahan-bahan pencemar sebelum masuk air tanah sangat cepat. Faktor lain yang menyebabkan

mudahnya bentangalam tersebut tercemar adalah material yang dimiliki berukuran relatif besar. Besarnya antar ukuran juga

material

menyebabkan

rongga-rongga

butir

berukuran relatif besar sehingga bahan-bahan tercemar akan mudah melalui rongga antarbutir tersebut.

f.

Permasalahan Lingkungan Sebuah bentang alam yang diubah dari keadaan aslinya

akan menyebabkan perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Beberapa masalah lingkungan yang ada di pantai ini antara lain adalah abrasi serta pencemaran di gisik pantai. Abrasi yang terjadi pada tebing-tebing di gisik pantai sudah sangat lanjut. Di satu sisi proses tersebut memberikan kenampakan alam yang khas sebagai hasil proses erosi gelombang laut. Namun di sisi lain bila proses tersebut dibiarkan berlanjut, atau bahkan dipercepat dengan tindakan

manusia yang tidak disengaja maupun disengaja, maka bukan tidak mungkin proses abrasi tersebut lambat laun akan mengikis gisik pantai pula yang berarti keindahan pantai Baron akan hilang pula. Oleh karena itu harus diantisipasi semenjak dini proses tersebut, di antaranya dengan membiarkan karang laut tumbuh di muka pantai. Dengan tumbuhnya karang pantai di muka laut maka kekuatan gelombang laut akan dapat terkurangi. g. Pencemaran

1) Pencemaran logam berat Logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan lagi dari tubuh mereka. Karena itu logam-logam ini cenderung untuk menumpuk di dalam tubuh mereka. Akibatnya logam-logam ini akan terus ada di sepanjang rantai makanan. Hal ini disebabkan oleh predator pada satu tropik level makan mangsa mereka dari tropik level lebih rendah yang lebih tercemar. Suatu bukti nyata dapat dilihat dari jaringan tubuh kebanyakan predator tingkat tinggi

(dari sistem rantai makanan) termasuk ikan yang akhirnya dimakan oleh manusia. Dari sini terlihat bahwa kandungan konsentrasi logam berat terdapat lebih tinggi pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi di dalam tropil level. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa predator tingkat tinggi akan lebih banyak menumpuk logam dari kadar yang masih diperbolehkan untuk logam berat di dalam tubuhnya. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa untuk hewan yang umurnya lebih panjang dari mangsa-mangsanya akan mempunyai waktu lebih banyak dalam menumpuk logam berat dalam tubuhnya. Bertitik tolak dari kejadian ini, maka konsentrasi air raksa pada ikan konsumen seperti tuna, kadang-kadang mempunyai nilai yang lebih tinggi dari kadar yang boleh dimakan oleh manusia (kira-kira pada batas 0,5 persejuta untuk beberapa negara). 2) Sampah Sampah-sampah yang mengandung kotoran minyak kadang-kadang dibuang begitu saja ke dalam laut melalui sistem daerah aliran sungai. Sampah-sampah ini

kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahanbahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zatzat makanan pada suatu daerah tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktifitas pernapasan dari organisme ini sering

mempertipis kandungan oksigen khususnya di daerah semi tertutup misalnya estuaria. Hal ini kemungkinan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di situ. 3) Pestisida Kerusakan yang terjadi terhadap lingkungan yang

disebabkan oleh pencemar sedemikian jauh, dianggap suatu tindakan yang tidak disengaja. Lain halnya dengan

pencemaran akibat pestisida. Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan maksud untuk mengontrol hama tanaman atau organisme-organisme lain yang tinggi yaitu dapat memebunuh organisme yang tidak diingini tanpa merusak hewan yang dikehendaki. Kenyataanya hampir dapat

dilihat, bahwa tujuan semacam ini tidak mungkin dapat dicapai karena pestisida yang dipakai pasti akan membunuh spesies yang lain. 4) Mengontrol Lautan Walaupun pengaruh dari pembuangan bahan pencemar ke dalam lautan umumnya merupakan suatu tindakan yang tidak disengaja, ternyata sering mengakibatkan hal-hal yang merugikan. Mereka umumnya cenderung dapat dikumpulkan sementara dan akan hilang pengaruhnya setelah sumber pencemarannya dipindahkan. Pencemaran semacam ini biasanya mudah dikontrol, sehingga kerugian yang lebih parah dapat dicegah yaitu dengan mengurangi bahan atau beracun menghindari ke dalam sama lautan. sekali Hal ini

pembuangan

disebabkan karena adanya proses penumpahan racun secara perlahan-lahan di lautan. Berdasarkan sifat ini perlu adanya pengawasan secara teliti dan seksama dalam jangka waktu yang lama dengan cara melihat perubahan-perubahan yang terjadi di lautan dan pengaruh bahan-bahan ini terhadap populasi organisme di sini.

Permasalahan lainnya ialah kerusakan lingkungan gisik pantai, yang lebih banyak disebabkan faktor antropogenic. Kemungkinan pencemaran terhadap air tanah pengotoran terhadap gisik, bahkan pencemaran dalam bidang moral merupakan persoalan-persoalan yang harus diperhitungkan sejak dini. Seyogyanya pada tiap-tiap bagian di pantai ini disediakan tempat sampah, agar para pengunjung

memperoleh kemudahan dalam membuang sampah. Permasalahan lain yang dapat mencemari air tanah di daerah ini adalah pendeknya jarak septic tank dan muka air tanah. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pencemaran, maka konstruksi septic tank harus dirancang sedemikian rupa agar tidak menjadi beban lingkungan. Faktor ini terkadang dianggap oleh sebagian kalangan sebagai masalah kecil, namun berdampak besar mengingat korban dari kebobrokan moral adalah generasi muda yang merupakan tulang

punggung bangsa. h. Kemungkinan Pengembangan di Masa Depan Melihat potensi yang dimiliki pantai Baron sedemikian besarnya, maka pantai ini memiliki potensi yang baik untuk

pengembangan wisata pantai. Beberapa hal harus tetap diperhatikan untuk mempertahankan keindahan dan

keberlangsungan wisata ini, di antaranya adalah masalah kelingkungan dan peningkatan sumberdaya manusia

penduduk setempat. 2. PANTAI KRAKAL Di antara lokasi pantai yang dikunjungi, Pantai Krakal merupakan pantai yang sangat dipengaruhi oleh dinamika perairan. samudera Letaknya yang berhadapan besarnya langsung dengan

menyebabkan

pengaruh

parameter

oseanografi terhadap bentukan pantai. Dari hasil perhitungan, diperoleh gelombang, arus, dan angin yang kuat, dimana pantai mengalami akresi. Akan tetapi keindahan pantainya tidak kalah menariknya dengan pantai yang lain karena keunikan yang dimiliki. Oleh karena itu pantai ini perlu dikembangkan, khususnya untuk daerah wisata pantai. Dalam pengembangan wisata pantai diperlukan kajiankajian yang mendalam agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat terpecahkan dengan baik. Salah satu bentuk kajian yang dapat dilakukan adalah menganalisis aspek

lingkungan wilayah. Dalam menganalisis sebuah wilayah, maka aspek kelingkungan yang ada tidak boleh dilupakan mengingat aspek ini merupakan aspek timbal balik bagi kehidupan manusia itu sendiri khususnya yang berada di daerah tersebut. Dalam beberapa hal, terdapat aspek lingkungan yang tidak mengenal batas ruang, seperti pencemaran udara. Permasalahan-permasalahan lainnya adalah perubahan

sebuah fungsi kawasan, pembangunan dengan memberikan dampak bagi warga sekitar khususnya dampak negatif adalah permasalahan yang cukup penting untuk diperhatikan.

Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi penting seiring dengan dinamika pembangunan dan perubahan sosial

kemasyarakatan. a. Kemungkinan Pencemaran Dalam aspek pengembangan wilayah untuk sebuah peruntukan harus diperhatikan aspek pencemaran yang ditimbulkan maupun diterima wilayah tersebut. Aspek ini menjadi penting karena amat sukar mengukur kerusakan

kesejahteraan

masyarakat

akibat

pencemaran

(Reksohadiprojo, dkk, 1997:11). 1) Pencemaran Suara Pencemaran suara tidak ada di daerah ini karena di sekitar daerah kajian bukan merupakan kawasan industri sehingga relatif aman bagi warga terhadap pencemaran jenis ini. Yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinankemungkinan dibangunnya kawasan industri di daerah ini sebagai wujud berkembangnya jalur selatan Jawa, khususnya jalur Yogyakarta - Purwokerto. Jika pembangunan kawasan industri tidak akan dibuat maka daerah ini aman terhadap pencemaran suara. Oleh karena itu koordinasi dengan instansi terkait perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan aspekaspek dalam mengembangkan daerah perkotaan. 2) Pencemaran Udara Secara umum ketiga bentuk lahan yang terdapat dalam satu wilayah pesisir tidak memiliki sumber pencemaran udara dan relatif stabil terhadap pencemaran udara. Hal ini cukup beralasan karena pengaruh angin laut sangat dominan sehingga siklus perputaran udara sangat tinggi. Hanya saja

kandungan uap air dalam udara relatif banyak mengandung garam yang kurang baik untuk kondisi bangunan dan kendaraan bermotor pada umumnya. pada Hal ini dapat yang

mempercepat

terjadinya

korosi

bangunan

mempergunakan bahan dari besi. Aspek adanya garam dalam udara harus diperhitungkan ketika daerah ini akan dikembangkan menjadi kawasan wisata. Karena bukan tidak mungkin di kemudian hari timbul konflik-konflik dari penghuni kawasan sebagai akibat

ketidakpuasan terhadap mutu bangunan yang ditawarkan. Hal ini tidak dapat ditawar lagi karena sebagian besar developer yang ditugaskan untuk mengembangkan kawasan wisata umumnya memberikan kualitas bangunan yang kurang baik. Jika pengembangan kawasan ini tidak diserahkan kepada developer (dengan kawasan pemerintah) yang akan maka sangat

dimungkinkan kawasan

individu-individu akan

menggunakan lahan tanpa

tersebut

memanfaatkan

mengindahkan aspek lingkungan sekitarnya.

3) Pencemaran Air Tanah Pencemaran yang lain adalah pencemaran air tanah. Salah satu ciri daerah pesisir adalah kerentanan yang tinggi terhadap pencemaran air tanah. Oleh karena itu faktor ini merupakan faktor yang harus diperhatikan secara khusus karena dampak dari pencemaran terhadap kesehatan

manusia tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat, tetapi mengalami akumulasi terlebih dahulu yang akhirnya akan menimbulkan gangguan kesehatan. Sumber dari pencemaran ini dapat berasal dari daerah bagian atas atau dari kawasan itu sendiri. Untuk sumber pencemaran yang berasal dari daerah bagian atas dapat dicegah atau ditanggulangi dengan

pengolahan limbah dari permukiman atau industri. Sedangkan untuk limbah yang bersumber dari kawasan wisata itu sendiri dapat diatasi dengan membangun wahana pengelolaan air limbah yang dalam hal ini berupa limbah rumah tangga. Jika dibuat sebuah instalasi pengolah air limbah, maka dana yang dikeluarkan tidak akan seimbang dengan dampak positif yang diterima warga pemukiman. Pembuatan sebuah septic tank

besar kiranya dapat memecahkan masalahan pencemaran yang bersumber dari permukiman. Dari kedua bentuk lahan yang terdapat di daerah pesisir, bentuk lahan yang paling rentan terhadap pencemaran air tanah adalah gisik pantai. Daerah ini rentan karena

permukaan air tanahnya relatif dangkal sehingga jarak masuknya bahan pencemar ke dalam tanah sangat pendek. Selain itu jenis material yang mudah meloloskan diri

merupakan aspek terpenting yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi dampak terhadap pencemaran air tanah. Adanya dua karakter fisik yang rentan terhadap

pencemaran tersebut maka tidak terdapat tahap pencucian bahan pencemar oleh material permukaan sehingga bahan pencemar akan langsung bercampur ke dalam air tanah. Bahan pencemar yang paling banyak mencemari kawasan pemukiman adalah tinja manusia dimana bahan pencemar ini bersumber juga dari kawasan pemukiman. Adapun pencemaran mengingat bentuk air lahan yang paling daerah stabil terhadap aluvial dan

tanah

adalah air

dataran

permukaan

tanahnya

cukup

dalam

materialnya yang halus sehingga memungkinkan terjadinya pencucian dalam waktu yang lama sebelum bahan pencemar bercampur ke dalam air tanah sehingga kadar bahan

pencemar relatif sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Pencemaran lain yang cukup rentan dialami di daerah dengan kondisi fisik seperti ini adalah pencemaran air tanah oleh pestisida pertanian. Sebagaimana kecenderungan petani di negara diketahui bahwa

berkembang

memakai

pestisida dalam jumlah yang berlebih sehingga kelebihan tersebut akan terbuang bahkan akan mencemari air tanah. Keadaan ini dapat dicegah dengan pemberian informasi yang benar kepada petani di sekitar kawasan yang harus dilakukan oleh Dinas Pertanian setempat. Daya kerentanan kedua bentuk lahan di atas terhadap bahan pencemar sisa pestisida sama dengan kerentanan dari bahan pencemaran terhadap air tanah yang lainnya. Yaitu berturut-turut adalah dataran aluvial, dan yang paling rentan adalah beting gisik. b. Kemungkinan Gangguan Proses Alam

Bencana alam merupakan sebuah proses alami yang memakan korban jiwa. Kejadian ini pasti terdapat pada lokasi tempat permukiman teragihkan. Jika kejadian alami seperti ini terjadi pada wilayah yang tidak terdapat pemukiman maka kejadian ini disebut sebagai proses alami biasa. Jenis kejadian alam ini pasti terjadi di setiap permukaan bumi. Yang membedakan hanyalah jenis kejadian alam dan intensitas serta frekuensi dari kejadian alam tersebut. Pada lokasi kajian masing-masing lokasi memiliki

karakteristik tersendiri terhadap proses alam yang ada. Pantai Krakal dengan beberapa jenis proses alam yang dapat membahayakan bagi lokasi kepariwisataan. Proses

pengendapan oleh angin merupakan sebuah proses alam yang sangat dinamik mengingat perpindahan material pasir di daerah ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena angin yang bertiup sangat kencang dengan material pasir yang relatif ringan dan lepas. Adanya aspek dinamika perpindahan material pasir menyebabkan pengendapan dan juga erosi (degradasi) atau dengan kata lain penurunan permukaan sebuah areal karena

material pasir tersebut berpindah. Jika pantai ini akan digunakan sebagai kawasan kepariwisataan maka aspek dinamika perpindahan material pasir harus diperhitungkan dengan cermat. Bila ini diabaikan maka bukan tidak mungkin bangunan-bangunan rekayasa manusia yang dibangun akan tertimbun oleh material pasir lepas ini. Selain itu adanya uap air yang masih banyak mengandung garam tentunya akan merusak kualitas bangunan rekayasa manusia dan besarnya gelombang, angin, dan arus yang dapat merusak bangunan tersebut. c. Kualitas Lingkungan Wisata yang Diharapkan Sebuah kawasan wisata diharapkan memiliki fungsi sebagai tempat bermukim wisatawan selama berhari-hari. Segala kebutuhan harus mampu ditunjang oleh kota tersebut, termasuk didalamnya kebutuhan akan sarana pendukung seperti fasilitas kesehatan dan kenyamanan. Untuk menjaga berlangsungnya fungsi tatanan masyarakat yang ada maka lingkungan harus senantiasa dijaga kualitasnya. Oleh karena itu tidaklah terlau berlebihan hidup bila diperlukan pengontrol adanya untuk

organisasi

lingkungan

sebagai

menjaga

keberlangsungan

fungsi

tersebut.

Organisasi

lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang libngkungan hidup (Muljono, 1998). Jika ditilik dari lokasi kota terdekat, maka daerah kajian terletak pada jarak yang relatif jauh dari kota terdekat yaitu kota Wonosari sebagai Ibukota Kabupaten Tingkat II Gunung Kidul, sehingga pemenuhan prasarana kesehatan harus

dipertimbangan dengan baik.

Selain itu sarana transportasi

haruslah mendukung pengembangan kawasan wisata. Selain kedua faktor di atas masih banyak faktor lainnya yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan kawasan wisata tersebut. Namun faktor-faktor tersebut lebih bersifat rekayasa yang dapat diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan para pembuat keputusan yang berwenang dan berkepentingan. Dan hal yang prinsip tidak boleh dilupakan yakni peran serta masyarakat, harus diajak sejak dini untuk merencanakan tata ruang dalam pengembangan wilayah.

Lebih

lanjut

dapat

ditarik

benang

merah

bahwa

pembuatan dan pembangunan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan aspek sosial tidak akan menimbulkan masalah dari segi fisik wilayah, karena pembangunan sebuah bangunan sebagai pelengkap sarana dan prasarana di bidang sosial memiliki karakter yang sama dengan pembangunan kawasan pemukiman. Adapun prioritas areal untuk

pembangunannya dapat di sekitar kawasan pemukiman dan dapat juga di lokasi lainnya sepanjang sesuai dengan

peruntukan untuk pendirian sebuah bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dan tidak dapat direkayasa adalah faktor kemampuan fisik wilayah itu sendiri seperti tercukupinya kebutuhan akan air bersih sehari-hari dari sumber pemenuhan yang ada di sekitar wilayah tersebut, sebab merupakan hal yang sangat mustahil jika akan memenuhi kebutuhan air dengan mengambil dari sumber pemenuhan di daerah lain karena kebijakan seperti ini akan menimbulkan masalah dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan air di masa mendatang.

Secara fisik hidrologis, daerah kajian memiliki sumber daya air tanah yang melimpah, namun pengelolaan

penurapan air tanah tetap harus diperhatikan mengingat sebagian kawasan yang dikembangkan berada pada

perbatasan dengan tepi laut. Jika pengelolaan ini tidak diperhatikan dengan baik maka di kemudian hari dikawatirkan akan terjadi intrusi air laut mencapai hingga daerah

pedalaman. Pengelolaan terhadap keajegan sumberdaya alam merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kualitas kawasan di masa mendatang. Sebenarnya permasalahan pemenuhan air bersih tidak akan menjadi masalah yang serius selama sumber-sumber pemenuhan dapat berfungsi dan mencukupi kebutuhan

pemakai. Namun kenyataan yang ada sekarang adalah sebagian besar sumber pemenuhan air bersih tidak mampu mengimbangi lagi jumlah permintaan, sehingga pengelolaan air tanah menjadi penting dalam kasus ini. Dalam pengelolaan sumberdaya ini termasuk juga di dalamnya penjagaan fungsi tempat penyimpanan air tanah, sehingga dimungkinkan pengambilan yang berlebih selama fungsi tersebut dapat

dijaga, misalnya dengan pembuatan sumur resapan dari air limbah yang telah terolah. d. Perkembangan Kawasan di Masa Mendatang

1) Obyek pendukung yang telah ada Beberapa obyek dan kawasan pendukung yang telah ada sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan sebuah kawasan di masa mendatang. Beberapa obyek wisata yang berdekatan dengan Pantai Krakal yakni Pantai Baron dan Pantai Kukup relatif ramai dikunjungi oleh wisatawan. Aspek perkembangan di masa mendatang bagi kawasan ini cukup berpotensi karena wisatawan dapat sekaligus mengunjungi ketiga lokasi wisata yang masing-masing mempunyai daya tarik tersendiri. Tetapi perlu diingat bahwa keindahan alam saja bukanlah satu-satunya daya tarik wisatawan. Yang lebih mendasar adalah dukungan dari sosial budaya masyarakat, yang memiliki karakteristik tertentu akan dapat memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap paket-paket yang ditawarkan. Sinergi antara keindahan alam dengan budaya masyarakat akan membvawa dampak yang baik, karena

paket pariwisata dunia, akan berarti bila budaya masyarakat juga menunjang alam dalam perspektif ecotourism. ecotourism 2) Aspek Aksebilitas Selain daya dukung wilayah bagi suatu peruntukan tertentu, faktor aksebilitas memegang peranan yang penting. Hal ini cukup beralasan karena perkembangan sebuah daerah akan senantiasa mengikuti pusat-pusat perkembangan yang telah ada seperti sentra-sentra perekonomian, pendidikan, perindustrian, jalur transportasi dan beberapa aspek

pendukung lainnya. Oleh karena itu aspek lingkungan menjadi bagian yang tidak boleh ditinggalkan dalam kajian kewilayahan terutama pemukiman, sebab permasalahan pemukiman yaitu

pemusatan-pemusatan kegiatan dan tempat tinggal manusia, akan senantiasa mendapatkan perhatian dalam pengelolaan lingkungan hidup (Hardjosoemantri, 1986). Bagaimana pun juga sebuah daerah yang dirancang sebagai kawasan wisata akan mengalami perkembangan. Bahkan bila daerah tersebut merupakan wilayah yang

berdekatan dengan daerah wisata lainnya maka kemungkinan

daerah yang dikembangkan daerah di sekitarnya. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya paket-paket wisata yang dirancang dengan memasukkan beberapa daerah wisata menjadi paket perjalanan wisata. Oleh karena itu aspek antisipasi terhadap dampakdampak perkembangan wilayah sudah harus diantisipasi sejak dini. Dalam hal ini peran serta masyarakat sekitar sangat dibutuhkan, sebab sebuah pembangunan tanpa melibatkan masyarakat sekitar akan menyebabkan konflik-konflik sosial di kalangan mereka yang selanjutnya akan berdampak pada seluruh aspek pembangunan.

Kesimpulan
Berdasarkan satuan bentuk lahan dan dinamika pantai, maka ke dua lokasi ini sangat memungkinkan di untuk dalam

pengembangan

pariwisata.

Namun

pengembangannya harus disesuaikan dengan dinamika dari pantai untuk ke dua lokasi ini, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang akan timbul yang akan merusak kondisi lingkungan di sana.

Saran
Di dalam pengembangan ke dua lokasi ini harus dipikirkan bentuk kegiatan wisata yang cocok dan sesuai dengan kondisi dinamika pantainya.

Catatan :

Pantai Krakal total angkutan sedimen hasil hitungan sangat besar (237,9 m3/hari). Data ini hasil pengamatan sesat, jadi tidak mewakili rata-rata angkutan sedimen di Krakal. Sekalipun demikian, bisa dianalisa bahwa

sedimentasi ini kemungkinan terutama disebabkan angin yang paling kencang diantara seluruh daerah penelitian. Sudut datang gelombang juga paling besar, yang

dipengaruhi angin tenggara dari laut bebas, dan arus juga dibelokkan pulau karang kecil di sebelah timur daerah pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae, S. 1993. Eology and Management of Mangroves. Thailand: IUCN. Alaertas, G. dan S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Bearman, G. (Ed.). 1989. Waves, Tides and Shallow Water Processes. Oxford, England: Pergamon Press, Ltd. Bird, E.C.F. and O.S.R. Ongkosongo. 1980. Environmental Changes on the Coasts of Indonesia. Tokyo, Japan: The United Nations Univ.

Cooke, R.U. and J.C. Doornkamp. 1990. Geomorphology in Environmental Management. 2nd ed. New York, USA: Oxford Univ. Press, inc. Clark, J.R.1995. Coastal Zone Management Handbook. USA: J.R. CRC Press. Dackombe, R.V. dan V. Gardiner. 1983. Geomorphological Field Mannual. London: George Allen & Unwin. Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Stepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Paradya Paramita. Farina, A. 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. London: Chapman & Hall. Kramadibrata, S. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganea Exact. Mudjiono, 1997. Potensi Fauna Moluska di Perairan Pulau Kapoponang Kab. Pangkap Sulsel. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (penerjemah: Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo). Jakarta: PT Gramedia. Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Samingan, T. Dan B. Srigandono). Yogyakarta: UGM Press. (penerjemah: Edisi ketiga.

Pethick, J. 1984. An Introduction to Coastal Oceanography. Great Britain: Edward Arnold, Ltd. Reksohadiprodjo, S. dan A.B.P Brojonegoro. 1997. Ekonomi Lingkungan. Yogyakarta: BPPFE. Sabdono, A. 1990. Studi Ekotoksisitas Pencemaran Senyewa Herbisida pada Ekosistem Terumbu Karang di Pantai Utara Jawa Tengah. Semarang: PS Ilmu Kelautan Undip. Subardjo, P. 1995. Karakteristik Bentuk dan Geologi Pantai di Indonesia. Semarang: PS Ilmu Kelautan Undip.

Sudarmoyo, B. 1993. Metode Penelitian bagi Mahasiswa Ilmuilmu Pertanian dan Biologi. Semarang: Universitas Diponegoro. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia. Sutikno, 1993. Karakteristik Bentuk dan Geologi di Indonesia. Yogyakarta: Diklat PU Wil III. Dirjen Pengairan DPU. Thornbury, W.D. 1958. Priciples of Geomorphology. London: John Wiley & Sons, inc. Thurman, H.V. 1996. Essentials of Oceanography. 5th ed. U.K.: Prentice Hall, inc. Pp. 154-178. Whitten, T., R.E. Soeriaatmadja, S.A. Afiff. 1999. Ekologi Jawa dan Bali (penerjemah: Kartikasari, S.N., T.B. Utami dan A. Widyantoro). Jilid II. Jakarta: Prenhalindo. Yuwono, N. 1986. Teknik Pantai. Ed. ke-2, vol. I. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM.

LAMPIRAN
Data Tambahan Karakteristik ke Dua Lokasi
1. Pantai Baron -Material penyusun: karst; (sedimen padu: pasir dan gamping; sedimen tidak padu: pasir fluvial dan pasir marin, sedimen sungai bawah tanah); -Proses geomorfologi: sedimentasi, abrasi, pelapukan; (jenis pelapukan: solusional; tingkat pelapukan: menengah); -Genesis pantai: asal pembentukan pantai: fluvio marin, marin dan aeolin); 2. Pantai Krakal -Proses geomorfologi: abrasi; Proses abrasi: Panjang daerah abrasi: 500-2000 m; Perubahan garis pantai: ringan; Gerusan kaki bangunan: bahaya bangunan dan bahaya lingkungan; Prose pelapukan: Jenis pelapukan: kemis; Tingkat pelapukan: ringan; Genesis pantai: asal pembentukan pantai: marin, tektonik dan organik; Penjelasan lapangan: Beberapa proses erosi pantai yang terjadi diantaranya proses: hidraulik, abrasi, atrisi, dan karena ada pulau di depan pantai sehingga terjadi gelombang berbelah (difraksi gelombang) yang menyebabkan perubahan relief dasar laut. Potensi daerah adalah pasir putih dengan bentuk runcing dan banyak terdapat cangakang moluska. Untuk menghindari energi angin yang keras dapat diatasi dengan penanaman cemara laut.

1. Lokasi Pantai Baron

Satuan Medan Medan


Tanah Hidrologi Relief/morfologi Vegetasi Proses

Karakteristik
Tipe Batuan

Penggunaan Lahan

Gisik
Payau aktivitasfufial marine lepas

landai curam

marine dan bebatuan pasir l ada muara perikanan,

Sungai bwh TPI, warung tanah

Cliff curam Sungai bwh waru, semak


tanah pandan datar sawah, pe-

marine, abrasi Tektonik

karst

Dataran
entisol air tawar

fluvial dan solusional

karst

Aluvial
inceptisol dari hujan mukiman ,

(Lembah isian) k. campuran


2. Pantai Krakal

Tanah

Hidrologi

Relief/morfologi Vegetasi

Proses

Tipe Batuan

Penggunaan Lahan

Platform
air asin Laut ganggang

datar-landai

marine

batuan karang

Gisik
bebatuan air asin permeabilitas tinggi

landai curam penginapan,

marine

sedimen pasir Induk

dan warung

Dataran Aluvial
entisol tegalan, Pemukiman air tawar

datar sawah,

fluvial

sedimen lepas (pasir debu)

Hinterland
molisol dalam air tanah

datar berbukit pemukiman,

solusional

karst

(Lahan Buritan)
penginapan, keb. campur

Notch, Stack,
air bawah tanah pandan, semak

tidak beraturan

marine

krakal

Arch, Cliff Tabel. Data Lapangan Lokasi Suhu


udara swash air

V. angin Vol1 Vol2 V2 V10 V


swash back

T
periode-

kemiringan

b
sudut

d50
ukuran

Gelombang grs. Pantai empasan butir

KRAKAL mm 10 BARON 226

5km/jm 1 170
0

10 14

12% 20%

50 40

0,8

Permasalahan dan Dinamika Pantai Pada Daerah Wisata

Pantai Baron dan Krakal, Yogyakarta

Laporan Praktek Lapangan


Mata Kuliah Geografi Pesisir dan Kelautan

JOHANSON. D. PUTINELLA 14848/IV-7/407/00

Oleh :

PROGRAM PASCASARJANA ILMU LINGKUNGAN, ANTAR BIDANG UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2002

You might also like