You are on page 1of 23

bab III STANDARISASI SERANGGA UNTUK PENGUJIAN INSEKTISIDA

Untuk membuat kemajuan dalam penelitian,jelas dibutuhkan mendapatkan hasil yang konsisten.Penelitian mengenai insektisida meliputi 2 komponen( sebagaimana yang diperlihatkan pada gbr.4), yaitu serangga dan racun itu sendiri; yang keduanya harus distandarisasi sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sama. Standardisasi insektisida memerlukan pengetahuan mengenai sifat kimia dan kemurnian bahan racun, serta pengertian dan pengendalian dari sifat fisik dari racun tersebut. Faktor tersebut lebih mudah diukur dan dikendalikan dibandingkan dengan faktor biologi, tetapi penelitian mengenai insektisida biasanya dilakukan oleh pakar biologi,yang biasanya mengabaikan untuk memperhatikan hal-hal tersebut. Tidak banyak yang dapat dikatakan, secara umum,mengenai pengaruh faktor lingkungan pada insektisida,tetapi hal ini akan layak dipertanyakan dalam metode pengujian.

STATUS LINGKUNGAN

STATUS FISIK INSECTISIDA

TOXICITY TOLERANSI

KONDISI FISIOLOGI SERANGGA

Gbr.4 ilustrasi diagram perbandingan interelasi sederhana dari berbagai faktor dalam uji insektisida.

Sejauh ini dalam pengunaan seranggga untuk pengujian insektisida, terdapat beberapa variebilitas yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu: 1. Perbedaan diantara beberbagai tipe serangga (Faktor Intrinsik). Sebagai suatu kelompok,serangga mempunyai berbagai perbedaan, ukuran tubuh yang besar dan kecil, bergerak aktif atau lamban, dengan kutikula yang lunak dan tipis atau tebal dan sebagainya. Makananya berbeda-beda antara lain daun tanaman hijau, bahan organic yang membusuk, serangga lainnya, kayu, serat, dan darah. Hampir tidak mungkin ditemukan serangga yang memperlihatkan keragaman yang sama pada reaksinya terhadap racun.oleh karena itu, sulit untuk memenuhi satu dari kriteria ideal insektisida: yaitu yang sangat beracun bagi serangga dan Acari tetapi tidak berbahaya bagi vertebrata dan tumbuhan. Kemajuan yang nyata telah dibuat dalam evolusi dari racun yang berbahaya seperti arsenical dan hydrogen cyanide menjadi substansi dengan aksi lebih spesifik, seperti DDT. Sayangnya, peningkatan dalam spesifitas biasanya melibatkan variabel efesiensi terhadap berbagai jenis hama,racun lebih efektif pada satu spesies dan yang lainnya dalam stadia yang berbeda., Disamping itu insektisida dapat memperlihatkan perbedaan efesiesi pada stadia yang berbeda dalam daur hidup seranggga yang sama,dan kami menamakan ini spesitifitas stadia sebagai kebalikan dari spesifitas spesies sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. sebagai Faktor lain yang mempengaruhi kepekaan intrinsic serangga adalah jenis kelamin, umur dan ukuran. Setiap faktor ini harus distandarisasi dengan tujuan untuk melakukan penelitian yang memuaskan. 2. Fluktuasi kepekaan serangga yang disebabkan oleh perubahan ekstrinsik pada lingkungan (Faktor Ekstrinsik). Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kepekaan terhadap kepekaan serangga akibat racun adalah temperature, karenatemperatur lansung berkaitan dengan laju metabolism serangga. Kelembaban umumnya dianggap kurang penting. Jumlah dan tipe makanan kadang secara nyata mempengaruhi kepekaan suatu serangga. Faktor lainnya relative kurang penting, yaitu kepadatan populasi dan cahaya.

Bagian I. FAKTOR INTRINSIK A. SPESIFITAS I.SPESIFITAS KELOMPOK : ACARICIDES Sebelum melanjutkan pertanyaan yang lebih detail mengenai spesifitas, sebaiknya mempertimbangkan perluasan dimana serangga dan Acari menunjukkan perbedaan yang nyata dalam toxicology. Pertama harus ditekankan bahwa tidak terdapat perbandingan data yang adekuat untuk mendapatkan kesimpulan yang pasti. Dari waktu ke waktu selalu dibuat pernyataan mengenai perbandingan efisiensi lethal dari berbagai senyawa terhadap serangga atau tungau, khususnya yang berkaitan dengan hama orchards. Tetapi sangat jarang dilakukan uji perbandingan pada lebih dari satu atau dua spesies hama atau serangga,sehingga hasil yang didapatkan pada semua serangga dan Acari jauh dari kenyataan. Dengan reservasi ini, observasi berikutnya dapat dilakukan. Kontak insektisida dari tumbuhan, nikotin dan retenone telah berhasil digunakan terhadap beberapa hama tungau agrikultur. Sintesis Kontak insektisida terbaru memilki beragam aksi terhadap Acari. DDT tidak bersifat toksik trehadap Ornithodoros tetapi sangat aktif terhadap Ixodes ricinus. Secara umum, kurang efektif terhadap hama tungau agrikultur. Gamma BHC dan toxaphene cukup efektif pada Ornithodoros dan juga pada hama tungau orchard. Nilai acaricidal dari insektisida chlorinated cyclodiene, kecuali dieldrin, nampaknya tidak sama terhadap serangga. Sebaliknya, Jenis organophosphorus dari insektisida, secara umum sangat efektif melawan tungau. Elemen sulfur dan kompound organik benzyl benzoat dan dimethylphthalate (DMP) telah digunakan secara efektif melawan berbagai tungau,tetapi nilai insektisidalnya tidak diketahui (walaupun DMP merupakan repellent). Dalam kurun waktu belakangan ini, serangkaian kompound yang serupa dengan DDT telah di uji dalam aksinya melawan hama tungau agrikultural. Perubahan dalam porsi aliphatic dari molekul DDT menghasilkan serangkaian kompound.

Kompound yang mirip dengan ikatan atom karbon golongan carbinol yang efektif terhadap acaricedes,yang dikenal sebagai di-p-chlorphenyl methyl carbinol (DMC). Aksi acaricidal juga ditemukan pada sejumlah kompound yang berbeda yang tersusun oleh dua ikatan golongan phenyl dalam bermacam cara lainnya. Biasanya aktivitasnya lebih tinggi dan kedua cincin phenyl disubtitusi dengan chlorine dalam posis para; tetapi pada benzenes dari diphenyl sulphones,substitusi satu cincin lebih baik daripada dua cincin. Beberapa tahun lalu, sebuah penelitian dilakukan untuk menemukan fumigan dengan ion arcaricidal yang spesifik, dengan tujuan untuk menghancurkan tungau. Beberapa substansi seperti trichlorethylene,carbon tetrachloride,dan methyl salicylate,ditemukan lebih efektif melawan tungau dibandingkan serangga. Tetapi tidak ada bukti yang kuat untuk spesifitas tungau. 2.Perbedaan di antara berbagai Spesies Racun Perut Telah banyak pengukuran dosis letal dari racun perut pada serangga( khususnya ulat bulu) dengan metode leaf sandwich, yang ditemukan oleh Campbel dan kawan-kawan. Ulat sutra merupakan serangga paling favorit untuk pengujian dan dosis lethal rata-rata racun perut dari serangga ini telah ditemukan. Tetapi kemungkinan spesifitas spesies hanya dapat diteliti dengan membandingkan toksisitas beberapa ons pada rentang yang sama dari spesies yang berbeda.Terdapat beberapa penelitian perbandingan semacam ini,tetapi hanya dua contoh yang diilustrasikan pada pada gambar.5 Penelitian mengenai adanya perbedaan di antara spesies yang berbeda terhadap insektisida racun perut dapat dilakukan dengan cara membandingkan toksisitas beberapa racun terhadap spesies yang berbeda-beda. Terjadinya perbedaan diantara berbagai spesies terhadap

racun perut disebabkan oleh(i)Perbedaan dalam pengambilan racun(ii) penetrasi racun (iii)Perbedaan dalam mendegradasi insektisida, dan(iv)Perbedaan toksisitas intrinsic setelah penetrasi. Perbedaan dalam pengambilan racun (i)Untuk racun perut, pengambilan insektisida merujuk pada kuantitas racun yang dimakan. Ini bergantung pada tingkat kelaparan serangga,status fisik racun,dan penggabungannnya dengan makanan. Sebagai tambahan, beberapa racun bisa ditolak, khususnya pada spesies tertentu. Oleh sebab itu,ulat bulu dari Agrotis segetum dan Euproctis orrheatidak akan langsung memakan makanan yang telah diracuni dengan sodium arsenite, walaupun ini jelas ditolak oleh larva Pieris brassicae atau Locusta migratoria. Semua spesies pernah mengkonsumsi dosis lethal dari sodium silicofluoride. (ii)Penetrasi racun Aksi mematikan dari arsenical nampaknya berhubungan dengan efek seperti perusakan jaringan usus atau sistem enzym,yang dapat membunuh dengan menyebabkan kelaparan. Oleh sebab itu aksi yang diharapkan bergantung pada kuantitas sebenarnya diharapkan berpenetrasi kedinding usus, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor; (a) Retensi dalam usus Beberapa bahan kimia,khusunya arsenical, dapat menyebabkan serangga yang memakannya muntah dan ini juga terjadi pada beberapa spesies lainnya. Sebagai contoh,larva dari Agrotis segetum yang dengan mudah terinduksi memuntahkan makanan yang diracuni dengan sodium arsenite dibandingkan dengan Pieris brassicae. Jumlah racun yangg diserap juga bergantung pada waktu retensinya dalam usus. Ini beragam pada serangga yang berbeda dan mungkin juga dipengaruhi oleh racun itu sendiri.

Gbr.5 dosis letal median dari racun perut terhadap berbagai macam serangga, untuk menunjukkan spesifitas. (b) Efek retensi usus dalam larutan Penyerapan racun yang larut dalam air bergantung pada relatifitas kelarutannya, tetapi komplikasi terjadi dari kenyataan bahwa usus serangga mengandung konsentrasi ion hidrogen yang berbeda-beda. Pertanyaan mengenai reaksi usus penting dikarenakan beberapa racun inorganik,seperti garam arsenic, sangat berbeda tingkat kelarutannya pada konsentrasi ion hidrogen yang berbeda. (c) Peyerapan yang rendah karena faktor yang tidak diketahui retotone nampaknya berhubungan dengan rendahnya tingkat penyerapannya. Setelah serangga ini mengkonsumsi sejumlah besar

dosis racun,hampir semua racun dapat ditemukan di faeces dan tidak ditemukan dalam jaringan tubuh. (iii) degradasi insektisida Woke meneliti tinggi,Spodoptera pyrethins yang ditelan oleh larva yang memiliki eridania. Dia menemukan bahwa saluran

pencernaan dan seluruh jaringan di tubuh larva tersebut dapat mendetoksifikasi pyrethins secara in vitro. (iv) toksisitas intrinsik setelah penetrasi Diperkirakan terdapat perbedaan dalam relatifitas toksisitas dari berbagai racun perut dari berbagai serangga walaupun jumlah yang dipenetrasikan melalui usus sama, tetapi hanya sedikit yang memperhatikan hal ini. Racun Kontak Banyak contoh perbedaan spesies yang dapat dicatat. Penelitian pada awal tahun 80-an menunjukkan bahwa lalat rumahdan beberapa spesies dari aphids lebih resisten terhadap pyrhetins dibandingkan retonone,sedangkan hal berlawanan terjadi pada lebah madu, kumbang Mexicans dan Ornithodoros maubata. Sedangkan contoh yang telah diberikan berpusat pada hama serangga agricultural,gambar 6 menunjukkan data analog bagi hama untuk keperluan medis.

Gbr 6 konsentrasi lethal median dari racun kontak terhadap berbagai serangga dari kepentingan medik untuk menunjukkan spesifitas. Berdasarkan pertimbangan dari sisi biologi,dapat dikatakan bahwa spesies yang berhubungan dekat yang akan memiliki reaksi yang mirip, bahkan terhadap jenis insektisida yang berbeda. Adanya perbedaan reaksi terhadap racun kontak dapat disebabkan oleh perbedaan:

Kontaminasi: bentuk fisik dan formulasi insektisida kontak sangat penting dalam hubungannya dengan efesiensinya dan pada beberapa kedaan dapat menyebabkan spesifisitas. Dalam perbandingan insektisida pada berbagai bentuk fisik berbeda (misalnya residu pyrethrum versus Kristal DDT), kontaminasi relative pada berbagai serangga dapat disebabkan oleh rumputrumput yang dimiliki oleh serangga maupun lainnya. oleh karasteristik

Penetrasi: dalam penggunaan racun dengan partikel insektisida padat seperti DDT, maka terlebih dahulu racun tersebut harus larut dalam lilin epikutikular. Terdapat kolerasi antara kepekaan serangga dan daya larut insektisida seperti ditunjjukan oleh Euproctis lunata yang dibandingakn dengan Trogoderma granarium. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa gamma isomer dari BHC lebih mudah larut dalam lilin epitecular dibandingkan isomer BHC,sehingga lebih cepat berpenetrasi. Tetapi perbedaan yang paling besar dalam aktivitas dari isomer tidak dapat dijelaskan dengan variasi penetrasi rendah, sehingga gamma isomer diketahui lebih beracun dibandingkan bagian isomer lainnya. Menusan melakukan penelitian dengan membandingkan tosksisitas berbagai serangga terhadap berbagai jenis insektisida yang diaplikasikan dengan cara kontak, injeksi, atau racun perut,. Hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pada masing-masing spesies diperoleh dasis letal yang sangat dekat untuk pyrethrin dengan cara injeksi dan kontak; nikotin lebih berpengaruh dengan cara penetrasi; dosis kontak pada umumnya lebih tinggi dari pada disis injeksi, khususnya terhadap Periplaneta; sedangakn retenon menunjukkkan variasi yang ekstrim pada spesies yang berbeda.

Fumigan Pengukuran level resistensi serangga terhadap berbagai fumigan yang berbeda menyediakan beberapa contoh yang menarik,sebagai berikut:

99% dosis lethal(mg/liter) 5jam pada suhu 25 Sulphur dioxide Sitophilus oryzae Sithophilus granarius Tribolium castaneum Tribolium confusum .. .. .. .. .. .. .. .. 10.8 8.3 9.7 10.7 hidrogen cyanide ethylene oxide 12.0 14.0 0.36 1.1 4.1 8.4 27 31

(gambar dari T.confusum dari Shepard dkk,hasil lainnya dari Busvine). Data ini menunjukkan bahwa semua spesies hampir sama dalam resistensi terhadap sulfur dioxide;tetapi 2 spesies dari Sitophilus relatif resisten terhadap cyanide dan rapuh terhadap ethylene oxide,sedangkan hal sebaliknya terjadi pada 2 spesies Tribolium. Kirkpatrick mengekspos 3 spesies dari produk kumbang terhadap methyl bromide dan 7 racun uap lainnya (termasuk sejumlah kompound organophosphorus). Jika data yanng dimilikinya diuji,mereka mengungkapkan pararelisme yang dekat dalam hal kerentanan terhadap berbagai kompound, antara Tribolium confusum dan Lasioderma serricorne. Sedikit perubahan terlihat pada Attagenus magatoma. Bond dan Monro juga memberikan rincian pengujian 13 fumigan terhadap 3 spesies, Tenebroides mauritanicus,Sitophilus granarius, dan Tribolium confusum. Hasilnnya menunjukkan pararelisme yang sedang dalam hal tingkat kerentanan dengan kejadian anomali (contohnya,sensisvitas T.confusum terhadap HCN). Hasil dari investigasi yang luas mengenai resistensi relatif terhadap berbagai fumigan disajikan dalam gbr.7. beberapa fakta yang menarik berkaitan dengan penelitian ini. Fumigan dalam kelompok I semuanya merupakan kompound organik larut dalam lemak yang dikenal berkasi sebagai narkotika; dan mereka dianggap beraksi secara fisik (sebagai kesatuan molekul). Sebaliknya kompound pada kelompok 3 termasuk fumigan dengan toksisitas tinggi, yang kemungkinan jenis berbeda dari aksi spesifiknya.

Dua kompound yang ditandai sebagai kelompok 2 kemungkinan bersifat intermediet. Karena bersifat larut dalam lemak,mereka bisa beraksi sebagai racun narkotik,tetapi sebagai ester,mereka dapat dihidrolisa dalam jaringan. Perbedaan spesies dari resistensi terhadap fumigan disebabkan oleh perbedaan dalam(i) pengambilan racun (ii) proses pokok peracunan. (i)Pengambilan racun Pengukuran kuantitas hidrogen cyanide yang dimakan oleh beragam serangga yang terlihat dalam gas ini menunjukkan perbedaan dalam penyerapan,dari 0,9 hingga 13 mmg pergram serapan dalam 1jam pada suhu20C,dari konsentrasi 70mg/liter (carpenter&Moore). Penulis ini menyatakan bahwa serangga diketahui lebih rapuh terhadap hydrogen cyanide yang diserap dibandingkan resisten terhadapnya,tetapi mereka tidak memberikan data spesies yang mereka uji resistensinya

Gbr. 7 konsentrasi lethal median (LD50) dari berbagai fumigan terhadap berbagai hama serangga (ii) proses pokok peracunan Hasil yang diperlihatkan dalam gambar 7 mengungkapkan sejumlah modus aksi racun yang kami abaikan. Hasil yang kemudian didapatkan dalam penelitian ini membolehkan kami mengetahui sedikit lebih banyak. Pengukuran resistensi relatif dilakukan pada asfiksiasi dengan CO2 dari 5 serangga yang diuji. Hasilnya ditemukan sama dengan resistensi terhadap aksi lethal dari narkotik larut lemak.
Species Sitophilus granarius Sitophilus oryzae Ephestia kuhniella Tribolium castaneum .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. paparan median lethal terhadap CO2 (jam) 213 68 54 30

Cimex lectularius

..

.. .. ..

15

Narkotik larut lemak diketahui menyerang enzim dehydrogenase pernapasan dan kemungkinan bahwa aksi letalnya, seperti asfiksia, berhubungan dengan akumulasi metabolit toksik. Hidrogen cyanide juga merupakan racun pernapasan dan mungkin menyebabkan kematian dengan cara yang sama. Derajat kerapuhan terhadap cyanide bisa bergantung, tetapi tidak terlalu, pada resistensi terhadap efek mekanisme gangguan pernapasan. Komesterilan Pada insektisida jenis komesterilan, juga terdapat berbagai respon yang spesifik dari berbagai spesies serangga. Gouck et al. Menguji sejumlah komesterilan untuk melihat efeknya terhadap lalat rumah. Hasilnya, dari 21 bahan yang diuji, 11 bahan menyebabkan sterilitas hanya pada Callitroga, 2 bahan memyebabkan sterilisasi hanya pada Musca, dan 8 bahan dapat menyebabakan sterilitas terhadap keduanya. 3.Perbedaan pada berbagai stadia Perbedaan kepekaan relative terhadap insektisida pada pergantian stadia dalam siklus hidup serangga rupanya berhbungan dengan perubahan anatomi, fisiologi, dan ukuran. Racun Perut Terdapat sangat sedikit informasi mengenai perbedaan reaksi pada berbagai stadia serangga terhadap insektisida racun perut. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan dimana stadia telur dan pupa diabaikan dan karena beberapa serangga dewasa tidak makan dalam hidupnya (misalnya Lepidoptera) sementara yang lainnya mempunya kebiasaan makan yang berbeda pada larva. Racun Kontak

Stadia telur biasanya lebih resisten terhadap racun kontak. Meskipun pada umunya telur-trlur serangga mempunyai kepekaan yang rendah, terdapat beberapa substabilitas yang lebih letal terhadap telur-telur tersebut dibandingkan pada stadia aktif. Beberapa insektisida standar seperti DDT, BHC, organic thiocyanates relative tidak efektif terhadap telur-telur serangga; tetapi Lysol (emulsi fenol), dinitroanisole dan mercuric chloride lebih toksik terhadap telur dari pada serangga dewasa dan nimfa. Beament menjelaskan bahwa rendahnya kepekaan telur serangga terhadap insektisida kontak telur serangga terhadap insektisida karena kurangnya penetrasi, sebab terdapat lapisan membrane disekeliling embrio yang melindungi. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab perbedaan tingkat kepekaan pada stadia terakhir dalam siklus hidup serangga. Perubahan kepekaan mungkin berhubungan dengan perbedaan dalam penetrasi, sensitifitas yang lebih besar dengan metabolism yang lebih tinggi atau organ perasa yang lebih banyak, atau toleransi yamg lebih besar yang berhubungan dengan penerimaan lemak sebagai kekuatan penyangga. Penyebab perbedaan stadia terhadap racun kontak Rendahnya kerapuhan telur serangga terhadapracun kontak sebagian mungkin disebabkan oleh kurangnya penetrasi, karena adanya sistem membran protektif kompleks yang mengelilingi embrio, yang dijelaskan oleh Beament dan penulis lainnya. Tetapi, banyak dari racun kontak yang efektif (DDT, pyrethrins, organophosphorus compunds) beraksi langsung pada fungsi saraf. Oleh sebab itu, mereka tidak mungkin menyerang embrio sebelum tahap perkembangan dari sistem saraf. Salked& Potter menyatakan bahwa fakta bahwa phyrethrins dan TEPP memiliki aksi letal pada embrio serangga menunjukkan bahwa racun ini bisa memiliki aksi yang luas pada konsentrasi yang lebih tinggi. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab dari beragamnya tingkat kerapuhan pada stadia lanjut dari siklus kehidupan. Perubahan pada

kerapuhan

mungkin

berhubungan

dengan

perbedaan

penetrasi;

sensitifitas yang lebih tinggi yang berhubungan dengan metabolisme yang lebih tinggi atau sejumlah organ pengindra, atau toleransi yang lebih tinggi terhadap kemampuan buffering lemak. Fumigan Stadia telur dapat merupakan fase paling resisten maupun paling peka dalam siklus hidup serangga. Telur Tribolium confusum, Pediculus humanus, dan Cimex lectularius merupakan stadia paling resisten terhadap carbon disulphide, choloropicrin dan sulphur dioxide, tetapi sangan peka (rentan) terhadap hydrogen cyanide, methyl bromide, dan ethylene oxide. Kepekaan relative serangga dewasa dan larva kemungkinan tergantung dari spesies tersebut. Serangga dewasa Ephestic lebih peka terhdap carbon disulphide, dan dua ngengat lainnya Cydia pomonella dan Udea rubigalis lebih peka terhadap carbon disulphide, dan dua ngengat lainnya Cydia pomonellla dan Udea rubigalis lebih peka terhadap nikotin daripada larvanya. Penyebab perbedaan stadia terhadap fumigan Pada tahun 1932, Cotton menunjukkan korelasi antara laju metabolisme dan kerapuhan terhadap fumigan dan menyatakan bahwa ini merupakan penjelasan perubahan toleransi relatif pada stadia yang berbeda dalam siklus kehidupan. Tetapi ini jelas tidak dapat menjelaskan perubahan toleransi tinggi dan rendah dari telur, yang mungkin memiliki relevansi dengan stadia lebih lanjut. Kemomesterilan Umumnya pengujian komesterilan dilakukan pada serangga dewasa, sementara stadia lainnya masih kurang dilakukan. Informasi mengenai perbandingan antara serangga dewasa yang diuji dengan stadia serangga lainnya sangat sedikit, di samping itu sangat sulit diperoleh metode pengujian yang memuaskan.

Perlakuan pada larva, biasanya dengan menambahkan kemosterilan pada media makanan,yang telah berhasil dilakukan pada cacing screw. Aplikasi topikal tepa larutan benzene larva ngengat pada dosis tertinggi yang bisa diberikan (15g/serangga) menghasilkan hanya sedikit pengurangan dalam penetasan telur yang dihasilkan oleh betina, dimana perlakuan yang sama diaplikasikan pada dewasa menyebabkan hampir sterilitas (1% atau 2,4% dari telur yang menetas,berdasarkan kelompok hanya jantan atau hanya betina yang menerima perlakuan). Pada uji aplikasi 15 apholate benzene dengan prepupa Callitroga homonivorax,tidak dewasa usia satu hari. Agens Hayati Morrison dan Perron telah melakukan penelitian mengenai kepekaan relative pada stadia larva Galleria mellonella terhadap Baccilus thuringiensis. Sejumlah 20 larva diberi makanan buatan yang telah dicampur dengan berbagai tinggi menyeabkan kematian yang lebih cepat dan lebih tinggi. Kepekaan menurun dari instar pertama ke instar-9, dengan perkecualian bahawa instar-6 sangat peka. B.Umur Umur serangga juga memberikan pengaruh terhadap reaksi serangga yang berbedabeda terhadap insektisida. Racun Perut (i)Stadia pertumbuhan: instar yang berbeda Pada pengujian Campbell menggunakan arsenic terhadap larva ulat sutera, instar yang lebih muda mengalami kematian lebih cepat dari pada instar yang lebih tua. menyebabkan fertilitas pada dewasa,tetapi menyebabkan 88% sterilitas dengan dosis yang sama diberikan pada

Serangga dewasa Lepidoptera decemlineata yang lebih mudah kurang toleran terhadap arsenic dari pada serangga yang lebih tua, kemungkinan hal ini terjadi karena laju metabolimenya yang lebih tinggi. (ii) stadia pertumbuhan:perubahan pada instar Efek ukuran dapat diukur pada kebanyakan larva serangga dalam periode instar, dan penelitian lebih lanjut menunjukkan hubungan antara dosis dan ukuran bisa beragam tergantung pada serangga dan racun. Oleh sebab itu, dengan larva instar ke 5 dari Phlogphora meticulosa, dosis letal median dari arsenik berbanding lurus dengan berat badan. Hal yang sama ditemukan pada larva instar akhir dari Diataraxia oleracea yang diracuni dengan parathion. Dengan dasar yang sama,TEPP kurang bersifat toksik dan menyebabkan arsenate lebih bersifat toksik pada larva ukuran besar dibandingkan yang berukuran kecil. Tetapi DDT dan gamma BHC sangat kurang toksik pada larva berukuran besar dibandingkan larva berukuran kecil, karena kelipatan berat badan menambah dosis letal median 11 atau 12x. (iii)stadia lainnya Stadia telur dan pupal jelas tidak dipertimbangkan berdasarkan sifat dari racun kontak dan hanya sedikit data yang relevan yang berkaitan dengan dewasa. Tetapi, dewasa muda dari Leptinotarsa decelineata kurang toleran terhadap arsen dibandingkan spesies lainnya, dan ini mungkin disebabkan oleh laju metabolisnya yang tinggi. Racun Kontak Untuk tujuan praktisnya, dapat dibenarkan untuk mengatakan bahwa kebanyakan larva serangga menjadi lebih toleran sesuai peningkatan umurnya (dan ukurannya), tetapi secara toksikology kurang ilmiah karena tidak ada informasi mengenai dosis maupun barat larva. (i)Stadia pertumbuhan: instar yang berbeda

Gbr 8. Perubahan kerapuhan larva nyamuk dengan usia dan instar, yang diukur dengan waktu untuk 50% inaktivasi hingga stimulus ringan, yang disebabkan oleh 0,1 ppm heptachlor. (ii) stadia pertumbuhan:perubahan pada instar Perubahan kepekaan terhadap racun kontak di antra instar serangga kemungkinan berhubungan dengan pergantian kulit atau perubahan ukuran. Beberapa ahli telah mencatat bahwa larva paling sensitive terhadap racun kontak segera setelah melakukan pergantian kulit. Pendapat tersebut dapat dijelaskan dengan melihat kepekaan Dendrolimus pini yang pada saat pergantian kulit mempunyai kutikula yang tipis dan saluran pori-nya masih terisi oleh proses protoplasmik. (iii) stadia diam:telur Terdapat sejumlah potongan data dan data yang bertentangan mengenai hubungan antara usia telur serangga dan kerapuhannya dengan racun. Telur dari ngengat nampaknya memiliki toleransi yang bertambah tinggi terhadap minyak mineral semprot, dan Cydia molesta tetap konstan selama satu dua pertiga masa inkubasi dan meningkat di periode akhir. Dan juga telur dari Callitroga hominivorax kurang rapuh terhadap minyak sayur tepat sebelum masa penetasan dibandingkan. Sebaliknya, seprotan minyak mineral menjadi lebih efektif pada telur dari Tetranycus

saat menjelang penetasan. Telur dari Diataraxia oleracea menjadi lebih rentan terhadap semprotan pyrethrum. Hal ini mungkin berhubungan dengan sistem saraf dari embrio. Sangat mungkin terjadi perubahan yang beragam pada toleransi kerapuhan dikarenakan penggunaan ovicide. Oleh sebab itu minyak mineral bersifat lebih toksik pada telur Ephistia kuhniella usia 1 hingga 2 hari dibandingkan telur usia 5-6 hari,tetapi hal sebaliknya terjadi untuk DNOC. (iv)stadia diam:pupae Hanya terdapat sedikit data yang tersedia untuk mengukur perubahan toleransi pupae pada racun kontak. Pada satu penelitian, pupae dari Teneberio molitor dan Diataraxia oleracea disemprotkan dengan DDT dan phyretins dengan interval. Hasilnya DDT tidak bersifat toksik terhadap Diataraxia. (v) dewasa Terdapat banyak penelitian mengenai efek racun kontak pada serangga dewasa dengan usia yang berbeda-beda. Kemungkinan kebanyakan serangga melalui periode toleransi maksimal, walaupun skala waktunya berbeda berdasarkan spesies dan temperatur. Sebagai contoh Drosophila melanogaster dewasa pada suhu 24C memiliki pertambahan toleransi terhadap DDT (yang diaplikasikan secara topikal) dari hari pertama hingga hari kelima, setelah itu, yang jantan lebih rapuh sedangkan yang betina tetap konstan selama beberapa hari. Periode awal dari kerapuhan tidaklah sama, untuk Aedes aegepty dewasa pada suhu 28C menunujukkan peningkatan kerapuhan terhadap pyrethum aerosol pada kedua jenis kelamin dari hari pertama hingga hari kelima. Fumigan (i)Stadia pertumbuhan: instar yang berbeda Telah dilakukan pengukuran toleransi pada larvae Tribolium confusum Terhadap uap canbon disuphide. Pengukuran dari 50% konsentrasi letal

(LC50) pada interval mingguan menunjukkan bahwa instar pertama larva pertama toleran secara abnormal, tetapi setelah itu,dosis letal meningkat secara teratur sejalan dengan usia. bahkan pada fumigan yang sama, dengan seranggan dengan ordo yang sama,hasil didapatkan bisa saja berbeda. Oleh karena itu, uji nicotine sebagai fumigan menunjukkan bahwa dosis letal median bagi larva Spodoptera eridanae dan Heliothis zea adalah 10 hingga 20 kali lebih Tinggi pada instar pertama dan kedua,tetapi pada larva Bombyx mori Hanya 1,25 kali tolerannya dengan larva instar kedua. (ii) stadia diam:telur Gough menemukan bahwa telur Tribolium confusum yang berumur 0 1 hari lebih peka terhadap hydrogen cyanide daripada telur yang berumur 3 4 hari,konsentrasi dosis lethal median (1 hari pada suhu 27C)adalah 49 dan 71mg/liter. (iii) stadia diam:pupae Pupa Tribolioum confusum paling toleran terhadap hydrogen cyanide dan carbon disulphide pada tahap pertengahan perkembangan. Hal yang sama juga ditemukan dengan choloropicrin dan ethylene oxide. Penurunan kerapuhan pupa pada periode pertengahan perkembangan dihubungkan dengan mundurnya aktivitas metabolis yang biasa terjadi pada masa pupa. (iv) dewasa Uji dengan kumbang pada berbagai usia menunjukkan kemunduran yang lambat dalam toleransinya terhadap carbon disuphide, yang jarang terlihat pada 12 minggu pertama pada T.confusum, S.granarius,dan S. Oryzae. Komesterilan Larva yang lebih tua lebih muda dikendalikan dengan komerterilan dari pada larva yang lebih muda. Telur serangga berumur muda (1 hari) lebih berhasil dikendalikan dengan komesterilan dari pada telur yang berumur tua (4 5 hari).

C. Jenis Kelamin Racun perut Berdasarkan penelitian Heal dan Menusan pada Periplaneta Americana, serangga jantan lebih peka terhadap racun perut dari pada serangga betina. Racun kontak Serangga jantan pada kebanyakan spesies serangga lebih peka terhadap insektisida kontak daripada serangga betina. Pada kebanyakan serangga yang telah disebutkan tadi, betina mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari pada jantan, sehingga diketahui bahwa perbedaan resistensi serangga terjadi karena perbedaan berat badan. Fumigan Jarang terdapat perbedaan toleransi antara jenis kelamin yang berbeda pada serangga muda dari Tribolium confusum atau Zabrates subfasciatus yang dapat dideteksi saat dipapar dengan uap carbon disulphide. Hal yang sama juga ditemukan pada T. Confusum yang dipapar dengan hydrogen cyanide, tetapi diantara dewasa muda,jenis kelamin jantan lebih toleran. Kedua jenis kelamin Cimex lectularius juga memiliki kerapuhan yang sama terhadap sulphur dioxide. D. Ukuran Dalam dunia farmakologi, diketahui bahwa binatang yang lebih besar membutuhkan dosis obat atau racun yang lebih besar dari pada binatang yang lebih kecil. Walaupun ini adalah yang hal cukup jelas tetapi bagaimana hubungan dosis dan ukuran yang seharusnya belum cukup jelas. Beberpa pekerja menghitung berdasarka berat badan. Tetapi Moore

menyatakan bahwa karena aksi obat-obatan biasanya melibatkan permukaan jaringan, perhitungan terhadap daerah permukaan (2/3 dari berat) akan lebih dapat dipercaya. Tetapi faktor ini tidak selalu diaplikasikan dan cukup rumit. Juga diketahui bahwa bagian yang aktif dari sebuah obat atau racun hanyalah sebagian kecil dari dosis yang diaplikasikan atau dari yang tertelan. Bliss menemukan logaritma dari dosis yang dibagi dengan berat secara langsung seimbang denganlogaritma dari kecepatan membunuh. Kecepatan aksi dari insektisida jarang digunakan sekarang ini, tetapi faktor yang sama dapat memperbaiki formula empiris dengan mudah. Dosis lethal median= konstan x (berat) Racun perut Way memberi makan pada instar terakhir dari Diataraxia oleracea dengan daun yang diberi racun insektisida dan menghitung nilai LD50 untuk setiap ukuran yang berbeda dari larva dari dosis yang dikonsumsi. Nilai h berikutnya dapat dihitung dari hasil yang dia dapatkan. Racun kontak Pada penelitian yang baru saja disebutkan, DDT juga dipalikasikan pada larva. Nilai hyang dihitung dari hasilnya adalah 3,6 yang sesuai dengan gambaran yanng didapatkan dalam uji racun perut. rendah jika digunakan DDt sebagai kontak. Gast meneliti toleransi relatif dari berbagai ukuran larva yang berbeda dari 4 spesies ulat bulu terhadap berbagai kontak insektisida yang berbeda, dengan metode aplikasi topikal. Dia mencatat hasilnya sebagai nilai LD50 per unit berat badan. Terkadang nilai ini tidak seragam tetapi pada kasus lainnya nilai toleransi relatif meningkat sebanding ukuran (lihat gbr.9) Tetapi,pada kenyataannya, semua dosis per unit berat badan dipertimbangkan lebih

Gbr.9 relasi antara berat larva lepidopterous dan dosis letal dari racun kontak per unit berat. (dosis sebenarnya tidak ditampilkan pada skala logaritma ordinat, dikarenakan mereka berbeda dalam susunan magnitude dari berbagai macam serangga)

You might also like