You are on page 1of 15

1

Kajian Pengembangan Agribisnis Kubis (Brassica oleracea L.)

Kartini Napirah

2008
Suatu kajian dan penelaahan tentang pengembangan sistem agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame sejak pengadaan saprodi, usahatani hingga produksi dan pemasaran serta kelembagaan penunjang, memprediksi kelayakan finansial investasi agribisnis kubis dan menyusun strategi pengembangan agribisnis kubis berdasarkan faktor faktor internal dan eksternal . SEMINAR SKRIPSI

UNIVERSITAS PATTIMURA POKA - AMBON

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON Judul : Kajian Pengembangan Agribisnis Kubis (Brassica oleracea L.) Di Dusun Kranjang Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon Seminaris : Kartini Napirah NIM : 2003 55 059 Pembimbing : 1. DR. Ir. Wardis Girsang, M.Si 2. S.F.W.Thenu, SP, M.Si Tempat : Kampus Faperta Unpatti Poka Ambon Hari/Tgl : Ringkasan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan pekerjaan dan devisa negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di pedesaan (Soekartawi, 2004). Salah satu subsektor pertanian yang menghadapi tantangan besar dalam persaingan pasar adalah hortikultura. Pembangunan hortikultura di masa mendatang diarahkan untuk menumbuhkembangkan sistem agribisnis dan agroindustri untuk mendorong peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian (Said, 2001). Salah satu komoditas hortikultura dari kelompok sayur - sayuran yang komersial dan bernilai ekonomis tinggi adalah kubis. Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan salah satu jenis sayuran daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Selain dikonsumsi sebagai sayuran segar yang bernilai gizi tinggi, kubis juga bermanfaat sebagai tanaman obat. Produksi kubis Indonesia meskipun masih tergolong rendah, juga merupakan komoditas ekspor (Rukmana, 1994). Dewasa ini pengembangan budidaya kubis telah meluas hingga ke seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah Maluku. Maluku sebagai daerah kepulauan memiliki potensi yang besar di bidang pertanian terutama dalam pengembangan sentra produksi sayuran. Salah satu jenis sayuran yang dikembangkan di Maluku adalah kubis-krop atau kol ( Brassica oleracea L. var. capitata L.) khususnya varietas KK Cross karena dapat berproduksi baik di daerah dataran rendah. Produksi kubis di Maluku selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya luas panen. Kota Ambon sebagai salah satu sentra produksi sayuran di Maluku menghasilkan berbagai jenis sayuran. Dimana, jika dilihat dari sisi luas panen dan produksi maka tanaman kangkung merupakan komoditas yang mendominasi produksi sayuran di Kota Ambon. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi produktivitas maka tanaman kubis/kol merupakan komoditas yang memiliki tingkat

produktivitas tertinggi dibandingkan produktivitas jenis sayuran lainnya di Kota Ambon. Hal ini menunjukkan bahwa kubis memiliki potensi untuk dikembangkan di Kota Ambon. Dusun Kranjang merupakan salah satu sentra produksi sayuran yang terletak di Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon. Salah satu jenis sayuran yang diusahakan petani di Dusun Kranjang Desa Wayame adalah kubiskrop varietas KK Cross. Pengusahaan kubis oleh petani di Dusun Kranjang masih berskala kecil dengan teknik budidaya yang sederhana sehingga produksi yang diperoleh juga masih rendah. Sementara kebutuhan konsumsi kubis terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk di Kota Ambon. 1.2. Perumusan Masalah Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem agribisnis kubis (penyediaan saprodi, proses produksi hingga pemasaran dan kelembagaan penunjang agribisnis) di Dusun Kranjang Desa Wayame? 2. Faktor faktor apa yang dihadapi dan strategi apa yang harus diterapkan dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame? 3. Bagaimana prospek pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang ditinjau secara finansial usahatani? 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji sistem agribisnis kubis di Dusun Kranjang mulai dari hulu hingga hilir. 2. Mengetahui berbagai faktor dan strategi dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang. 3. Mengetahui prospek pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang. 1.4. Manfaat Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam mengusahakan kubis. 2. Sebagai bahan acuan bagi pemerintah khususnya pemerintah Kota Ambon dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis kubis. 3. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan agribisnis. 1.5. Defenisi Operasional Agribisnis adalah berbagai kegiatan yang mencakup subsistem sarana produksi atau bahan baku di hulu, proses produksi biologis di tingkat bisnis atau usahatani, aktivitas transformasi berbagai fungsi bentuk (pengolahan), waktu (penyimpanan/pengawetan) dan tempat (pergudangan) di tengah serta pemasaran dan perdagangan di hilir dan subsistem pendukung lain seperti jasa, permodalan, perbankan dan sebagainya.

II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 1 (satu) bulan pada bulan Januari hingga Februari 2008 dan berlokasi di Dusun Kranjang Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon. Dusun Kranjang dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu sentra produksi kubis di Kota Ambon. 2.2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Survei dengan teknik Simpel Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Sederhana) dari populasi petani kubis di Dusun Kranjang sebanyak 60 KK. Sampel diambil sebanyak 50 persen dari populasi sehingga diperoleh 30 KK petani kubis sebagai sampel dalam penelitian. 2.3. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa keadaan agribisnis kubis dan pembiayaannya, sedangkan data sekunder berupa data kelembagaan penunjang dan data keadaan umum lokasi serta dari referensi. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan panduan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk kemudian diolah kembali. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Kantor Desa Wayame, Dinas Pertanian Kota Ambon, BPS Kota Ambon dan Perpustakaan Wilayah Provinsi Maluku. 2.4. Kerangka Analisis Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif. 2.4.1. Analisis Deskriptif (Kualitatif) Untuk menjawab masalah penelitian yang pertama maka data dianalisis secara deskriptif. Data yang dianalisis secara deskriptif berupa data agribisnis kubis dari hulu hingga hilir, meliputi penyediaan saprodi, teknik budidaya kubis, teknologi panen dan pasca panen/pengolahan hasil, dan pemasaran kubis serta kelembagaan penunjang agrisbisnis kubis. 2.4.2. Analisis SWOT Untuk menjawab permasalahan penelitian yang kedua tentang berbagai kendala pengembangan agribisnis kubis, maka data dianalisis dengan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats). Analisis SWOT berfungsi untuk merumuskan suatu strategi usaha dengan melihat keadaan yang ada baik dari segi internal yang meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) maupun segi eksternalnya yang meliputi peluang (opportunity) dan tantangan/ancaman (threat). 2.4.3. Analisis Kelayakan Finansial (Kuantitatif) Sedangkan permasalahan dan tujuan penelitian yang ketiga tentang prospek pengembangan agribisnis kubis secara finansial akan dianalisis dengan analisis kelayakan finansial usahatani untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu investasi yang belum atau sudah dilakukan. Analisis kelayakan finansial yang

akan dipakai meliputi Rasio B/C, Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). 1. Rasio B/C (B/C Ratio) Rasio B/C adalah perbandingan antara pendapatan (Benefite) dan biaya (Cost) dalam suatu usahatani. Jika nilai Rasio B/C lebih dari 1, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan, demikian pula sebaliknya. n Bt t = i (1 + i)t Rasio B/C = n Ct t = i (1 + i)t Dimana : Bt = Benefite = Pendapatan = Penerimaan Total Biaya Ct = Cost = Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel R = Revenue = Penerimaan = Produksi x Harga 2. Break Event Point ( BEP) BEP adalah suatu nilai hasil penjualan produksi suatu komoditi pada suatu periode tertentu yang besarnya sama dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga pengusaha pada saat itu tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (titik impas/pulang modal). Biaya Tetap BEP = Biaya Variabel 1 Penerimaan Dimana : Biaya Tetap = Input tetap x harga input Biaya Variabel = Input variabel x harga input Penerimaan = Produksi/Output x Harga Output 3. Net Present Value (NPV) NPV adalah selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah dipresentvaluekan. Kriteria ini mengatakan bahwa proyek akan dipilih jika nilai NPV > 0. Sehingga jika nilai NPV < 0 proyek tidak akan dipilih atau dijalankan. n Bt Ct Kt NPV = t=1 (1+i)t Dimana : B = Penerimaan C = Biaya K = Modal T = Tahun i = Tingkat Discount Rate 4. Internal Rate of Return ( IRR )

IRR merupakan tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit dan cost yang telah dipresentvaluekan sama dengan nol. IRR menunjukan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan returns atau tingkat keuntungan. Jika nilai IRR > Social Discount Rate maka proyek akan pilih, begitu pula sebaliknya. n bt ct kt IRR = t=1 (1+r)t Dimana : r = Tingkat Discount Factor III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Responden Berdasarkan distribusi umur, terlihat bahwa umumnya responden adalah petani berusia produktif antara 41 50 tahun, yaitu sebesar 33,33 persen. Sedangkan yang paling sedikit adalah petani yang berusia antara 21 30 tahun dan 51 60 tahun, yaitu masing masing sebesar 20 persen. Menurut tingkat pendidikan, terlihat bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu SD sebesar 60 persen sedangkan responden yang paling sedikit memiliki tingkat pendidikan menengah atas, yaitu SMU/SMK sebesar 16,67 persen. Distribusi responden menurut jumlah beban tanggungan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah beban tanggungan antara 3 - 5 jiwa per KK, yaitu sebanyak 63,33 persen (19 KK). Dimana jumlah beban tanggungan yaitu 73 jiwa yang terdiri atas 38 jiwa produktif dan 35 jiwa yang berusia nonproduktif. 3.2. Sistem Agribisnis Kubis 3.2.1. Pengadaan Saprodi dan Modal Usahatani (Up Stream) Kebutuhan sarana produksi seperti benih, pupuk dan obat obatan pada umumnya dapat dilayani pengadaannya oleh dua buah kios/waserda yang terdapat di Dusun Kranjang. Namun, terkadang pula terjadi kekurangan dalam hal pengadaan saprodi ini disebabkan jumlah sarana produksi yang terbatas. Sehingga, tak jarang petani membeli saprodi pada pasar terdekat. Modal usahatani bersumber dari petani sendiri (modal sendiri), karena kurangnya akses untuk memperoleh modal dari luar seperti Kredit Usahatani (KUT). Umumnya modal yang digunakan petani masih kecil/terbatas, sehingga terkadang jika terjadi kekurangan modal maka petani melakukan kredit di kios/waserda. Kredit yang dilakukan petani pada kios/waserda tersebut dalam bentuk saprodi seperti benih dan pupuk. 3.2.2. Sub Sistem Produksi (On Farm) Sistem budidaya sayuran yang diterapkan oleh petani di Dusun Kranjang masih sederhana. Tahapan budidaya kubis yang umumnya diterapkan petani yaitu pengolahan tanah sederhana, penanaman (tanpa pembibitan/pesemaian), pemeliharaan dan pemanenan. Dalam teknik budidaya kubis, petani tidak melakukan pembibitan/pesemaian karena dianggap pemborosan waktu dan

tenaga. Kurangnya pengetahuan petani tentang teknik budidaya kubis yang efisien juga menjadi alasan tidak dilakukannya tahapan pesemaian tersebut. Kubis dapat dipanen pada waktu berumur 60 - 75 hari setelah tanam, ditandai dengan bentuk krop yang bulat dan padat. Pemanenan kubis di Dusun Kranjang dapat menghasilkan antara 0,5 1,5 kg per krop atau rata rata 1 kg per krop. Sehingga pada lahan seluas satu hektar dengan jarak tanam 50 x 60 cm dan populasi 30.000 tanaman, dapat diperoleh hasil produksi rata rata 30 ton/ha. Namun, disebabkan teknik budidaya dan teknologi panen serta pasca panen yang belum intensif, maka produksi tersebut menurun hingga 50 persen. Sehingga produksi kubis yang dapat diperoleh petani rata rata hanya sekitar 15 ton/ha. 3.2.3. Subsistem Pemasaran (Down Stream) Saluran pemasaran hasil komoditas sayuran di tingkat petani di Dusun Kranjang tidak banyak pilihan kecuali kepada pedagang pengumpul. Biasanya pada saat panen, petani dan pedagang pengumpul telah melakukan kontrak penjualan. Sistem kontrak penjualan dilakukan secara non-tunai, dimana hasil penjualan akan diberikan setelah hasil produksi telah laku terjual di pasar. Sistem ini dilakukan atas dasar ikatan kekeluargaan dan kepercayaan antara petani dan pedagang pengumpul yang telah berlaku sejak dulu. Mekanisme pemasaran kubis tergantung pada kondisi harga pasar. Petani sering mengalami tingkat harga yang berfluktuasi, tergantung dari suplai kubis di pasar. Terkadang petani memperoleh harga jual yang cukup tinggi antara Rp.4.000,- hingga Rp. 6.000,- per kg, jika terjadi deficit kubis di pasar. Sebaliknya, petani akan memperoleh tingkat harga yang rendah antara Rp.2.500,hingga Rp.3.000,- per kg jika terjadi banyak pasokan kubis di pasar. 3.2.4. Kelembagaan Penunjang Agribisnis Secara kelembagaan, agribisnis sayuran di Dusun Kranjang ditunjang oleh berbagai lembaga baik di tingkat hulu hingga hilir. Keberadaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis ini sangat penting untuk menciptakan suatu sistem agribisnis yang tangguh dan kompetitif. Lembaga - lembaga pendukung tersebut sangat menentukan dalam upaya menjamin terciptanya integrasi agribisnis dalam mewujudkan tujuan pengembangan agribisnis. Beberapa lembaga pendukung yang menunjang sistem agribisnis sayuran di Dusun Kranjang adalah pemerintah, koperasi, lembaga pemasaran dan distribusi serta lembaga penyuluhan pertanian lapangan. 3.3. Analisis Faktor - Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Agribisnis Kubis. Berdasarkan hasil analisis SWOT, terlihat bahwa faktor internal yang merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang antara lain adanya tenaga kerja yang dapat mengusahakan kubis, luasan lahan yang sesuai, kepemilikan modal mandiri dan terbentuknya kelembagaan ditingkat petani. Sedangkan faktor internal yang merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame antara lain belum dikuasainya lahan oleh petani, masih rendahnya pengetahuan petani, skala

usaha yang masih rendah/sempit, kepemilikan modal yang terbatas dan lemahnya posisi petani dalam penentuan harga. Faktor faktor eksternal yang menjadi peluang dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame antara lain adanya pangsa pasar lokal dan pangsa pasar ekspor/internasional serta adanya prioritas dalam pengembangan kubis sebagai komoditi unggulan nasional. Sementara faktor eksternal yang menjadi ancaman dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame antara lain belum tersedianya jalan usahatani/perhubungan dan alat transportasi, kompetisi dengan produksi kubis luar daerah serta perubahan iklim/cuaca. Berbagai strategi yang dapat dilaksanakan dalam pengembangan agribisnis kubis antara lain peningkatan kualitas sumberdaya manusia tani, meningkatkan usaha efisiensi produksi, meningkatkan mutu hasil kubis, meningkatkan pembangunan infrastruktur penunjang agribisnis, mengembangkan koperasi agribisnis, serta membuka peluang pasar. 3.4. Analisis Finansial dan Prospek Pengembangan Agribisnis Kubis Berdasarkan hasil analisis finansial, terlihat bahwa agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame berprospek baik. Dimana pada luasan satu hektar kubis, diperlukan biaya sekitar Rp. 11.478.945,- dengan produksi sebesar 14.180 kg dan tingkat harga Rp.3.575,- per kilogram, sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp. 50.693.500,- dan keuntungan sebesar Rp. 39.214.555,-. Nilai Ratio B/C sebesar 3,4 dan nilai titik impas harga (BEP Harga) sebesar Rp.810,- per kg serta nilai titik impas produksi (BEP Produksi) sebesar 3.214 kg/ha. Berdasarkan hasil analisis kelayakan investasi, terlihat bahwa nilai Net Present Value (NPV) yang diperoleh sebesar 14.023.343 ( NPV > 0 ) dan nilai IRR sebesar 17,24 %, sehingga investasi pada usaha agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame menguntungkan dan dapat dilaksanakan. IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan a. Agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame meliputi berbagai aktivitas yang sistematis dimulai dari pengadaan dan perdagangan saprodi, kegiatan usahatani (onfarm) hingga pemasaran kubis yang ditunjang oleh kelembagaan baik pemerintah maupun di tingkat petani. b. Berbagai faktor faktor internal maupun eksternal dalam pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame antara lain kendala iklim/cuaca, belum intensifnya budidaya kubis serta belum tersedianya sarana perhubungan dan transportasi dalam pemasaran kubis.

c. Pengembangan agribisnis kubis di Dusun Kranjang Desa Wayame memiliki prospek yang cerah dilihat dari nilai Rasio B/C sebesar 3,4, BEP Harga Rp.810,-/kg dan BEP Produksi 3.214 kg/ha serta nilai NPV sebesar 14.023.343 dengan IRR sebesar 17,24 persen.

4.2. Saran a. Perlu adanya upaya integrasi sistem agribisnis kubis antara subsistem hulu (Up Stream), subsistem produksi (On Farm) dan subsistem hilir (Down Stream) melalui penerapan strategi pengembangan agribisnis secara utuh dan komprehensif. b. Diharapkan adanya kerjasama aktif dari semua stakeholders (pemerintah, swasta dan petani) dalam rangka pengembangan agribisnis kubis yang berdaya saing didukung dengan sarana produksi serta hasil penelitian dan pengembangan.

DAFTAR PUSTAKA Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2007. Pertemuan Sinkronisasi Pengembangan Agribisnis Hortikultura. Http://www.deptan.go.id. Jakarta. Rukmana, Rahmat, 1994. Bertanam Kubis. Kanisius. Yogyakarta. Saragih, Bungaran, 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia. PT Surveyor Indonesia. Bogor. Soekartawi, 2004. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

10

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis/Kol Di Indonesia Tahun 2003 2007. Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 2003 64.520 1.348.433 20,90 2004 68.029 1.432.814 21,06 2005 57.765 1.292.984 22,38 2006 57.732 1.267.745 21,96 2007 60.742 1.254.856 20,66 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2008. Lampiran 2. Volume dan Nilai Ekspor Impor Kubis/Kol Di Indonesia Tahun 2003 2006. Tahun Ekspor Impor Volume (Kg) Nilai (USD) Volume (Kg) Nilai (USD) 2003 40.812.229 10.819.133 492.423 450.115 2004 32.988.557 7.542.058 523.212 454.264 2005 35.912.020 8.193.295 320.448 369.368 2006 32.665.430 8.999.178 383.713 365.335 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2008. Lampiran 3. Konsumsi Perkapita Kubis/Kol di Indonesia Periode 2003 2006. Konsumsi Perkapita (Kg/Thn) 2003 2004 2005 2006 1,87 2,03 2,03 1,82 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2008. Lampiran 4. Luas Areal, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Maluku Tahun 2004 - 2006.

11

Luas areal Luas Panen Produksi (ha) (ha) (ton) 2004 179 163 842 2005 200 197 1.028 2006 210 204 1.050 Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2007.

Tahun

Produktivitas (ton/ha 5,16 5,22 5,15

Lampiran 5. Luas areal, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Kota Ambon dirinci per Kecamatan Tahun 2006. Kecamatan Luas Areal Luas Panen Produksi Produktivitas (ha) (ha) (ton) (ton/ha) Nusaniwe 7,23 7,23 173,22 23,96 Sirimau 0,85 0,85 21,27 25,02 T.A. Baguala 6,49 6,49 77,43 27,34 Jumlah 14,57 14,57 371,92 25,53 Sumber : Dinas Pertanian Kota Ambon, 2007. Lampiran 6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur. Kel. Jlh (%) Biaya Produksi Pnerimaan Umur (KK) Prod. (Kg) ( 000 Rp) (Tahun) ( 000 Rp) 21 30 6 20,00 10.618,3 14.900 53.500 31 40 8 26,67 13.973,4 17.500 63.025 41 50 10 33,33 16.329,3 20.550 72.800 51 60 6 20,00 10.160,3 10.150 36.100 Jumlah 30 100,00 51.081,3 63.100 225.425 Sumber : Analisis Data Primer. Lampiran 7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan. Tkt Jlh (%) Biaya Produksi Pnerimaan Pend. (KK) Prod. (Kg) ( 000 Rp) ( 000 Rp) SD 18 60,00 30.164,7 36.350 130.150 SLTP 7 23,33 12.202,6 16.450 57.325 SMU 5 16,67 8.714,0 10.300 37.950 Jumlah 30 100,00 51.081,3 63.100 225.425 Sumber : Analisis Data Primer. Pndapatan ( 000 Rp ) 42.881,7 49.051,6 56.470,7 25.939,7 174.343,7

Pndapatan ( 000 Rp ) 99.985,3 45.122,4 29.236,0 174.343,7

12

Lampiran 8. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga. Jlh Jlh (%) Biaya Produksi Pnerimaan Pndapatan Angg. (KK) Prod. (Kg) ( 000 Rp) ( 000 Rp ) Kelu. ( 000 Rp) (Jiwa) 02 9 30,00 14.649,7 17.850 62.425 47.775,3 35 19 63,33 32.731,2 39.550 147.025 114.293,8 68 2 6,67 3.700,4 5.700 15.975 12.274,6 Jumlah 30 100,00 51.081,3 63.100 225.425 174.343,7 Sumber : Analisis Data Primer.

Lampiran 9. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan. Luas Jlh (%) Biaya Produksi Pnerimaan Lhn (KK) Prod. (Kg) ( 000 Rp) (Ha) ( 000 Rp) 0,00-0,10 16 53,33 25.778,8 24.150 92.850 0,11-0,20 10 33,33 17.873,3 25.850 87.300 0,21-0,30 4 13,34 7.429,2 13.100 45.275 Jumlah 30 100,00 51.081,3 63.100 225.425 Sumber : Analisis Data Primer.

Pndapatan ( 000 Rp ) 67.071,2 69.426,7 37.845,8 174.343,7

Lampiran 10. Pasokan (suplai) kubis dari Manado Sulawesi Utara Ke Kota Ambon Tahun 2003 - 2007. Tahun Suplai/Thn Rata Rata Suplai/Bln (Ton) (Ton) 2003 457,94 38,16 2004 523,28 43,61 2005 533,82 44,49 2006 478,92 39,91 2007 488,89 40,74 Sumber : PT. Pelni Cabang Maluku, 2007. Lampiran 11. Analisis Finansial Pengembangan Agribisnis Kubis di Dusun Kranjang Per Musim Tanam Tahun 2007.
Luasan Lahan = 0,15 ha Jarak Tanam = 50 x 60 cm Populasi = 4.333 tanaman Uraian Jlh Hrg/unit Input (Rp) I. Biaya Tetap a. Sewa Lahan 0,15 ha 70.000 b. Penyusutan Alat Jumlah Biaya Tetap Luasan Lahan = 1 ha Jarak Tanam = 50 x 60 cm Populasi = 33.333 tanaman Jlh Hrg/unit Total Hrg Input (Rp) (Rp) 1 ha 471.910 471.910 396.360 868.270

Total Hrg (Rp) 70.000 58.793 128.793

13

II. Biaya Variabel a. Benih 30 grm 2.500 b. Tenaga Kerja 63,6 hkp 21.000 c. Pupuk d. Obat-obatan Jumlah Biaya Variabel Jumlah Biaya Produksi Produksi 2.103 3.575 Pendapatan B/C Ratio : 3,4 BEP Harga : 810 BEP Produksi : 3.214 NPV : 14.023.343 IRR : 17,24 %

74.167 1.335.600 85.083 79.067 1.573.917 1.702.710 7.518.225 5.815.515

200 grm 428,7 hkp

2.500 21.000

14.180

3.575

500.000 9.004.045 573.596 533.034 10.610.675 11.478.945 50.693.500 39.214.555

Sumber : Analisis Data Primer. Lampiran 12. Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kubis. Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weakness) 1. Ketersediaan saprodi 1. Harga input tinggi Internal (input) 2. Input terbatas Factor 2. Modal mandiri 3. Modal masih terbatas 3. Potensi luasan lahan 4. Belum adanya 4. Ketersediaan Tenaga kepemilikan lahan kerja 5. Pendidikan rendah Eksternal 5. Kualitas dan kuantitas 6. Produktivitas rendah Factor kubis 7. Lemahnya penguasaan 6. Akses pasar harga/pasar 7. Kelembagaan penunjang 8. Kurangnya koordinasi kelembagaan Peluang (Opportunities) Strategi SO Strategi WO 1. Pangsa pasar lokal Optimalisasi Memanfaatkan input 2. Pangsa pasar nasional pemanfaatan potensi (pupuk/pestisida) organik dan internasional lahan dan tenaga kerja Memanfaatan sumber 3. Prioritas pengembangan (input produksi) modal eksternal untuk pemerintah Mengisi pangsa pasar menambah modal mandiri 4. Stabilitas ekonomi lokal, nasional dan Meningkatan kualitas regional dan nasional internasional sumberdaya manusia tani 5. Stabilitas politik dan Memperluas kerjasama melalui pelatihan keamanan pemasaran dan Stabilisasi harga input 6. Pembangunan investasi /output dan info pasar infrastruktur pertanian Meningkatkan Meningkatkan koordinasi 7. Penanaman modal pembangunan dan pemberdayaan (investasi) infrastruktur kelembagaan Ancaman (Threats) Strategi ST Strategi WT 1. Persaingan produksi Meningkatkan daya Efisiensi produksi dengan 2. Perubahan iklim/cuaca saing produk menekan biaya produksi

14

3. Gangguan hama Budidaya intensif Efisiensi modal mandiri penyakit kubis melalui penerapan sapta melalui manajemen 4. Fluktuasi harga inputusahatani modal output Pengendalian hama dan Perencanaan pola dan 5. Liberalisasi perdagangan penyakit terpadu waktu tanam yang tepat 6. Resesi ekonomi Regulasi dan Memperpendek saluran 7. Menguatnya posisi tawar debirokratisasi sistem pemasaran output pembeli perdagangan Sumber : Analisis Data Primer dan Sekunder.

Luas Lahan (Ha) 0,00 - 0,10 0,11 - 0,20 0,21 - 0,30 1,00(a) Luas Lahan (Ha) 0,00 - 0,10 0,11 - 0,20 0,21 - 0,30 1,00(a)

Produksi Rata2 (Kg) 1.509 2.585 3.275 14.180 B/C Ratio 2,6 3,8 5,1 3,4

Biaya Produksi Rata2 (Rp) 1.611.200 1.787.300 1.857.300 11.478.944 BEP Produksi Harga 419 1.067 529 691 537 567 3.214 810

Penerimaan Rata2 (Rp) 5.803.125 8.730.000 11.318.750 50.657.303 NPV (Rp) 609.673 1.256.386 1.261.277 14.023.343

Pendapatan Rata2 (Rp) 4.191.950 6.942.670 9.461.450 39.178.359 IRR (%) 14,29 14,37 13,59 17,24

15

You might also like