You are on page 1of 53

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Semua negara mengakui bahwa Demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi disebut negara otoriter. Negara otoriterpun masih mengaku dirinya sebagai negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan. Dalam realitanya perkembangan sistim ketatanegaraan mulai berkembang dari teori-teori para filsuf kuno yang banyak di adopsi oleh bangsa-bangsa yang ada di seluruh dunia. Setiap Negara menganut system ketatanegaraan. Salah satu contohnya adalah sistem pemerintahan demokrasi. Salah satu sistem pemerintahan klasik yang sudah ada sejak dulu kala. Sejak zaman Yunani kuno yang kemudian dikembangkan oleh para penganut aliran-aliran yang sependapat dengan pembuat sistem pemerintahan tersebut. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian Negara demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Demikian juga dengan perkembangan HAM di dunia ini. Perjalanan panjang HAM yang sudah melalui banyak lika-liku yang naik turun. Perspektif sejarah dan sosial-kultural gagasan tentang HAM sebenarnya telah berlangsung selama berabad-abad.

ii

Di dalam konstitusi-konstitusi Negara-negara demokrasi modern setelah itu perlindungan HAM menjadi isi pokoknya sehingga dapat disimpulkan bahwa konstitusi sebenarnya merupakan instrument utama bagi perlindungan HAM sebab setiap pemerintahan kekuasaannya dibatas oleh konstitusi. Di dalam ilmu politik dan hukum tata Negara konstitusi memang memiliki fungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak tampil secara sewenang-wenang.

B. Rumusan Masalah a. Pengertian demokrasi b. Perkembangan demokrasi di Indonesia c. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia d. Perkembangan HAM di Indonesia e. Sistem politik di Indonesia f. Pendidikan politik di Indonesia

C. Tujuan a. Mengetahui pengertian demokrasi b. Mengetahui perkembangan deomkrasi di Indonesia c. Mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia d. Mengetahui perkembangan HAM di Indonesia e. Mengetahui sistem politik Indonesia

ii

BAB II PERKEMBANGAN SISTEM DEMOKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA

A. Pengertian Demokrasi Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Pandangam-pandangan tentang pengertian demokrasi telah banyak dikaji oleh para ahli meskipun terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mempunyai kesamaan prinsip yaitu sebagai berikut : a. Abraham Lincoln (Presiden Amerika ke-16) Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. b. Giovanni Sartori Memandang demokrasi sebagai suatu sistem di mana tak seorangpun dapat memilih dirinya sendiri, tak seorangpun dapat menginvestasikan dia dengan kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari kekuasaan lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat. c. Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila Demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Atau :

ii

Demokrasi adalah pola pemerintahan yang mengikutertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang diambil oleh mereka yang berwenang. Maka legitimasi pemerintah adalah 2 kemauan rakyat yang memilih dan mengontrolnya. Rakyat memilih wakil-wakilnya dengan bebas dan melalui mereka ini pemerintahannya. Di samping itu, dalam negara dengan penduduk jutaan, para warga negara mengambil bagian juga dalam pemerintahan melalui persetujuan dan kritik yang dapat diutarakan dengan bebas khususnya dalam media massa. d. International Commision of Jurist (ICJ) Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. e. Diamond dan Lipset Mendefiniskan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat pokok, yaitu : Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas diantara individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemetintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang reguler dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara reguler dan adil, sedemikian rupa sehingga tidak satupun kelompok social (warga negara dewasa) yang dikecualikan; Suatu tingkat kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi yang cukup untuk menjamin integratis kompetisi dan partisipasi politik

ii

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang

menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga negara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam

ii

sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. Menurut Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16), demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of the people, by the people and for the people). Azas-azas pokok demokrasi dalam suatu pemerintahan demokratis adalah:

ii

a) Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya melalui pemilihan wakil-wakil rakyat untuk parlemen secara bebas dan rahasia; dan b) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia. Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, dalam perkembangan demokrasi dewasa ini dapat kita peroleh gambaran sebagai berikut : a) Yang melakukan kekuasaaan negara demokrasi adalah wakil-wakil yang terpilih, dimana rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannnya akan diperhatikan oleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan negara. b) Cara melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah senantiasa mengingat kehendak dan keinginan rakyat. c) Menyelesaikan setiap konflik secara damai melalui dialog yang terbuka melalui cara kompromi, konsensus, kerjasama dan dukungan, baik memanfaatkan lembaga maupun sarana komunikasi sosial. Dalam sistem demokrasi posisi rakyat adalah sederajat dihadapan hukum dan pemerintahan. Rakyat memiliki kedaulatan yang sama, baik itu kesempatan untuk memilih atau pun dipilih. Tidak ada pihak lain yang berhak mengatur dirinya selain dirinya sendiri. Hanya saja, sebagaimana diakui bersama oleh para ilmuwan politik, bahwa ciri utama system demokrasi adalah berlakunya dan bisa tegaknya hukum dimasyarakat. Jika hukum tidak berlaku, maka yang terjadi bukanlah demokrasi tetapi anarkhi. Oleh karena itu, ciri utama dari sistem demokrasi adalah : a) Tegaknya hukum dimasyarakat (law enforcement), b) Diakuinya hak-hak asasi manusia (HAM) oleh setiap anggota masyarakat tersebut. Dengan dua pilar ini, maka pola hubungan yang lainnya akan turut terwarnai sebagai sebuah sistem sosial menuju sebuah masyarakat yang lebih tertib berdasarkan hukum. Demokrasi dapat terwujud karena adanya proses yang dinamis dalam kehidupan rakyat yang berdaulat. Namun motivasi utama yang mendorong proses itu adalah keberanian moral. Tanpa keberanian moral dalam arti

ii

menyelaraskan nilai-nilai moral termasuk di dalamnya keadilan dan kebenaran, maka proses itu akan tersumbat. Demokrasi tidak akan efektif dan lestari tanpa substansi yang berujud jiwa, budaya atau ideologi yang mewarnai pengorganisasian berbagai elemen politik seperti partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan. Kelestarian demokrasi memerlukan partisipasi rakyat yang bersepakat mengenai makna dan paham bekerja dan kegunaan demokrasi bagi kehidupan mereka. Demokrasi yang kuat bersumber pada kehendak rakyat dan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan bersama. Untuk itu, demokrasi selalu berkaitan dengan persoalan perwakilan kehendak rakyat. Dalam perkembangan dewasa ini, istilah demokrasi sudah lebih luas yaitu tidak hanya mencakup system politik, tetapi juga sistem ekonomi, kebudayaan dan bahkan telah dijadikan sebagai sikap hidup sehingga dapat mencakup segala system kehidupan.

Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis a. Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-ciri tambahan: a) Konstitusional, yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan dalam konstitusi; b) Perwakilan, yaitu bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang; c) Pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota parlemen; d) Kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik pelaksanaan demokrasi b. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. c. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan.

ii

Macam-macam demokrasi 1. Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat: a) Demokrasi langsung Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui secara langsung pula aspirasi dan persoalan-persoalan yang sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi langsung sulit dilaksanakan karena: 1) Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam membicarakan suatu urusan; 2) Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan kompleks; 3) Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik. b) Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan berlainan menurut konstitusi negara masing-masing. Sistem pemilihan ada dua macam, yaitu: pemilihan secara langsung dan pemilihan bertingkat. Pada pemilihan secara langsung, setiap warga negara yang berhak secara langsung memilih orang-orang yang akan duduk di parlemen. Sedangkan pada pemilihan bertingkat, yang dipilih rakyat adalah orang-orang di lingkungan mereka sendiri, kemudian orang-orang yang terpilih itu memilih anggota-anggota parlemen. c) Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum Dalam sistem demokrasi ini rakyat memilih para wakil mereka untuk duduk di parlemen, tetapi parlemen tetap dikontrol oleh pengaruh

ii

rakyat dengan sistem referendum (pemungutan suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung). Sistem ini digunakan di salah satu negara bagian Swiss yang disebut Kanton.

Demokrasi ditinjau dari titik berat perhatiannya a) Demokrasi Formal (Demokrasi Liberal) Demokrasi formal menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan hak yang sama. Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition (persaingan bebas) dalam bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin kian lebar. Kepentingan umum pun diabaikan. Demokrasi formal/ liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya dipraktikkan oleh negara-negara Barat. Kaum komunis bahkan menyebutnya demokrasi kapitalis karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh uang (money politics) yang menguasai opini masyarakat (public opinion).

b) Demokrasi Material (Demokrasi Rakyat) Demokrasi material menitikberatkan upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi sehingga persamaan dalam persamaan hak dalam bidang politik kurang diperhatikan, bahkan mudah dihilangkan. Untuk mengurangi perbedaan dalam bidang ekonomi, partai penguasa (sebagai representasi kekuasaan negara) akan menjadikan segala sesuatu sebagai milik negara. Hak milik pribadi tidak diakui. Maka, demi persamaan dalam bidang ekonomi, kebebasan dan hak-hak azasi manusia di bidang politik diabaikan. Demokrasi material menimbulkan perkosaan rohani dan spiritual.

ii

Demokrasi ini sering disebut demokrasi Timur, karena berkembang di negara-negara sosialis/ komunis di Timur, seperti Rusia, Cekoslowakia, Polandia dan Hongaria dengan ciri-ciri: a) Sistem satu (mono) partai, yaitu partai komunis (di Rusia); b) Sistem otoriter, yaitu otoritas penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat; c) Sistem perangkapan pimpinan, yaitu pemimpin partai merangkap sebagai pemimpin negara/ pemerintahan; d) Sistem pemusatan kekuasaan di tangan penguasa tertinggi dalam negara.

c) Demokrasi Gabungan Demokrasi ini mengambil kebaikan dan membuang keburukan demokrasi formal dan material. Persamaan derajat dan hak setiap orang tetap diakui, tetapi diperlukan pembatasan untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat. Pelaksanaan demokrasi ini bergantung pada ideologi negara masingmasing sejauh tidak secara jelas kecenderungannya kepada demokrasi liberal atau demokrasi rakyat.

Demokrasi ditinjau dari hubungan antar alat perlengkapan negara a) Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan dipergunakan pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa UUDS 1950) dengan pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi negara masing-masing. Negara-negara Barat banyak menggunakan demokrasi parlementer sesuai dengan masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas demokrasi ini adalah adanya hubungan yang erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para menteri yang menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen. Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman atau program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan

ii

negara oleh eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil. Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi tidak percaya yang menggoyahkan kedudukan eksekutif. Demokrasi parlementer lebih cocok diterapkan di negara-negara yang menganut sistem dwipartai: partai mayoritas akan menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas menjadi oposisi. Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution of powers) antara badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di antara keduanya. Sedangkan badan yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara bebas, tanpa campur tangan dari badan eksekutif maupun legislatif. Kelebihan demokrasi perwakilan bersistem parlementer: 1. Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah sangat besar; 2. Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik; 3. Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus dimintakan pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada kabinet; 4. Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif; 5. Menteri-menteri yang diangkat merupakan kehendak dari suara terbanyak di parlemen sehingga secara tidak langsung merupakan kehendak rakyat pula; 6. Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat dapat dijatuhkan oleh parlemen; 7. Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan pemerintah baru yang dianggap sanggup menjalankan

pemerintahan yang sesuai dengan keinginan rakyat.

ii

Kelemahan demokrasi perwakilan bersistem parlementer: 1. Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat oleh parlemen melalui mosi tidak percaya; 2. Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil; 3. Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan program kerja yang telah disusunnya.

b) Demokrasi perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan Demokrasi ini berpangkal pada teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh para filsuf bidang politik dan hukum. Pelopornya adalah John Locke (1632-1704) dari Inggris, yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bidang, yaitu eksekutif, legislatif dan federatif. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, ketiga bidang itu harus dipisahkan. Charles Secondat Baron de Labrede et de Montesquieu (1688-1755) asal Prancis, memodifikasi teori Locke itu dalam teori yang disebut Trias Politica pada bukunya yang berjudul LEsprit des Lois. Menurut Montesquieu, kekuasaan negara dibagi menjadi: legislatif (kekuasaan membuat undangundang), eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang-undang) dan yudikatif (kekuasaan mengatasi pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan

antarlembaga yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang). Ketiga cabang kekuasaan itu harus dipisahkan, baik organ/ lembaganya maupun fungsinya. Teori Montesquieu disebut teori pemisahan kekuasaan (separation du puvoir) dan dijalankan hampir sepenuhnya di Amerika Serikat. Di negara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif oleh Presiden dan kekuasaan yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga badan tersebut berdiri terpisah dari yang lainnya untuk menjaga keseimbangan dan mencegah jangan sampai kekuasaan salah satu badan menjadi terlampau besar. Kesederajatan itu menjadikan ketiganya dapat berperan saling mengawasi (check and balance).

ii

Kelebihan demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan: 1. Pemerintah selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, sehingga pemerintahan dapat berlangsung relatif stabil; 2. Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu oleh adanya krisis kabinet; 3. Sistem check and balance dapat menghindari pertumbuhan kekuasaan yang terlampau besar pada setiap badan; 4. Mencegah terjadinya kekuasaan yang absolut (terpusat pada satu orang).

Kelemahan demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan: 1. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh; 2. Pengaruh rakyat terhadap kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian; 3. Pada umumnya keputusan yang diambil merupakan hasil negosiasi antara badan legislatif dan eksekutif sehingga keputusan tidak tegas; 4. Proses pengambilan keputusan memakan waktu yang lama.

c) Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum Demokrasi ini merupakan gabungan antara demokrasi perwakilan dengan demokrasi langsung. Dalam negara yang menganut demokrasi ini parlemen tetap ada, tetapi kinerjanya dikontrol secara langsung oleh rakyat melalui referendum. Jadi, ciri khas demokrasi perwakilan dengan sistem referendum adalah bahwa tugas-tugas legislatif selalu berada di bawah pengawasan seluruh rakyat karena dalam hal-hal tertentu, keputusan parlemen tidak dapat diberlakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan mengenai hal lain, keputusan parlemen dapat langsung diberlakukan sepanjang rakyat menerimanya. Ada dua macam referendum, yaitu referendum obligator dan referendum fakultatif. Referendum obligator adalah pemungutan suara rakyat yang wajib dilaksanakan mengenai suatu rencana konstitusional. Referendum

ii

ini bersifat wajib karena menyangkut masalah penting, misalnya tentang perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan referendum fakultatif merupakan pemungutan suara rakyat yang tidak bersifat wajib dilakukan mengenai suatu rencana konstitusional. Referendum fakultatif baru perlu dilakukan apabila dalam waktu tertentu setelah undang-undang diumumkan pemberlakuannya, sejumlah rakyat meminta diadakan referendum. Kelebihan demokrasi perwakilan dengan sistem referendum: 1. Apabila terjadi pertentangan antara badan organisasi negara, maka persoalan itu dapat diserahkan keputusannya kepada rakyat tanpa melalui partai; 2. Adanya kebebasan anggota parlemen dalam menentukan pilihannya, sehingga pendapatnya tidak harus sama dengan pendapat partai/ golongannya.

Kelemahan demokrasi perwakilan dengan sistem referendum: 1. Pembuatan undang-undang/ peraturan relatif lebih lambat dan sulit; 2. Pada umumnya rakyat kebanyakan tidak berpengetahuan cukup untuk menilai atau menguji kualitas produk undang-undang.

Prinsip-prinsip Demokrasi a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik. b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara. c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara. d. Penghormatan terhadap supremasi hukum. Dalam negara demokrasi, warga negara seharusnya terlibat antara lain dalam pembuatan keputusan keputusan politik, baik langsung maupun melalui wakil pilihan mereka. Keterlibatan tersebut baik melalui partisipasi aktif dalam partai politik, kelompok penekan, atau menghadiri rapat-rapat politik dan mampu

ii

mengatakan sesuatu tentang kebijaksanaan politik, terutama hal-hal yang dikerjakan atas nama publik. Dalam sistem demokrasi perwakilan, keterlibatan warga Negara diusahakan dapat mendorong aparatur negara agar bersikap responsive terhadap tuntutan sebagian besar warga negara. Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga negara yang telah dikembangkan yakni teori elitis dan partisipatori. Teori Elitis, Menegaskan bahwa demokrasi adalah suatu metode

pembuatan keputusan yang mengokohkan efisiensi dalam administrasi dan pembuatan kebijaksanaan namun menuntut adanya kualitas ketanggapan pihak penguasa dan kaum elit terhadap pendapat umum. Teori Partisipatori, Menegaskan bahwa demokrasi menuntut adanya tingkat keterlibatan yang lebih tinggi, karena sangat diperlukan untuk mendatangkan keuntungan seperti ini- kita harus menegakkan kembali demokrasi langsung. Keterlibatan warga negara dalam sistem demokrasi, terutama merupakan suatu langkah untuk mengendalikan tindakan-tindakan para pemimpin politik. Argumentasi teori elistis berpusat pada efisiensi dan ketidak mampuan para pemilih untuk menetapkan keputusan yang memadai. Dalam pandangan ini, warga negara yang memberikan suaranya, hanyalah suatu mekanisme untuk menengahi persaingan dan kompetisi antar elit. Bahwa selama persaingan itu bersifat jujur, tidak satupun kelompok tunggal/elit dapat melakukan dominasi. Para penguasa dapat selalu dikontrol agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya oleh mayarakat melalui berbagai perwakilan kelompok kepentingan. Dalam teori dan praktik politik demokrasi, masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat persamaan. Beberapa negara baik yang menerapkan sistem politik demokratis maupun bukan, selalu berupaya mencapai tingkat persamaan yang lebih besar. Berkenaan dengan masalah tingkat persamaan di dalam masyarakat, terdapat 5 (lima) ide yang terpisah atau merupakan kombinasi sebagai berikut : persamaan politik, persamaan di muka hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial atau persamaan hak.

ii

a) Persamaan politik, yaitu mencakup dua hal yang terpisah : Persamaan hak suara, merupakan persamaan yang antara lain menuntut halhal sebagai berikut : 1) Setiap individu harus mempunyai akses yang mudah dan pantas ke tempat pemilihan; 2) Setiap orang harus bebas untuk menentukan pilihannya sesuai dengan keinginannya; 3) Setiap suara harus diberi nilai yang sama pada saat perhitungan. Kondisi ini jarang terpenuhi karena ada pembedaan terhadap para penjahat dan terhukum, tapi memberikan harapan dengan ukuran dan kriteria yang dapat memilih tanpa diskriminasi terutama terhadap hak pilih kaum wanita. Persamaan untuk dipilih, sebagai pejabat pemerintah, berlaku persyaratan usia dan kualifikasi khusus dengan tidak ditentukan oleh kekayaan. b) Persamaan di depan hukum, yaitu menunjukkan adanya perlakuan dengan cara yang sama oleh sistem resmi yang berlaku. Suatu fungsi utama hukum dan prosedur adalah untuk membentuk hukum-hukum umum yang diharapkan diterima dan dipatuhi semua orang atau bersedia menerima segala konsekuensinya. Hukum merupakan kekuatan yang menyamakan semua anggota masyarakat yang ditetapkan secara adil. c) Persamaan kesempatan, biasanya mengacu pada sejauh mana setiap individu dalam masyarakat mengalami peningkatan dan penurunan dalam sistem kelas atau status sosialnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi setiap individu tidak ada halangan untuk bekerja keras guna mencapai prestasi tertinggi yang diraihnya. d) Persamaan ekonomi, dapat diartikan bahwa setiap individu di dalam masyarakat diupayakan memiliki kesempatan yang sama dalam mengelola produksi barang/jasa, dan tingkat pendapatan serta kesejahteraan yang memadai. Ditinjau dari sudut keadilan distributif, hal ini dirasakan tidak adil

ii

karena setiap individu kenyataannya berbeda tingkat kebutuhannya dan kemampuan untuk meraihnya. Persoalan berikutnya adalah bagaimana negara mampu memberikan jaminan minimum di bidang keamanan ekonomi sebagai bentuk nyata berjalanya sistem demokratis. e) Persamaan sosial, dalam arti sempit dapat dikatakan bahwa hal ini berarti tidak ada asosiasi publik atau asosiasi pribadi yang bisa menciptakan halangan buatan bagi kegiatan-kegiatan dalam asosiasi. Persamaan sosial mengacu pada alpanya perbedaan-perbedaan status dan kelas yang telah dan masih dikenal di seluruh masyarakat. Boleh jadi persamaan sosial mencakup aspek-aspek persamaan kesempatan. Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut : a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang; b. Kedudukan yang sama dalam hukum; c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang

B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan

melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan tangan besi. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yag tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut

ii

juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur. Demokrasi di indonesia hanyalah perubahan renzim, demokrasi akan memicu ekstimisme dan radikalisme politik di Indonesia. Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama. Dan terlepas dari goncangan yang hebat akibat pergantian 4 kali persiden selama periode1998-2002 demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi yang terbesar didunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataanya demokarasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahawa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah menagtakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan itu bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan. Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu.

ii

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945 menggabarkan bahwa Indonesia mengambarkan bahwa indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinanya presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari rakyat. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselangarakan pemilu bebas di Indonesia, sampai kemudian presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemetintah Soeharto tumbang. Tumbangnya orde baru pada tanggal 21 Mei 1998, adalah momentum pergantian kekuasaan yang sangat revolusioner dan bersejarah di negara ini. Momentum ini menjadikan penanda akan di mulainya transisi demokrasi yang diharapkan mampu menata kembali indanya taman Indonesia. Namun, ketika kita mengaca pada sejarah secara objektif, kita akan menemukan bahwa masa transisi demokrasi di dunia, rata-rata membutuhkan waktu antara 20-25 tahun. Perkembangan di Indonesia mangalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini, dalam perjalanan bangsa Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dari segi waktu di bagi dalam 4 periode yaitu : 1. Periode 1945-1959 2. Periode 1959-1965 3. Periode 1965-1998 4. Periode 1998- sekarang 5. 1. Demokrasi Pada Periode 1945 1959 Demokrasi pada masa ini dikenal dengan demokrasi parlementer. Sistem parlemanter yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di

ii

prokalmasikan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan

konstuktif sesudah kemerdekan dicapai. Karena lemahnya benioh demokrasi sistem perlementer menberi peluang untuk mendominasi partai politik dan dewan perwakilan rakyat. UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara berserta menterinya yang menpunyai tanggung jawab politik. Karena partai politik usia kabinet pada masa ini tidak bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun engan gampang pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional. Disamping itu ternnyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realitis dalam konstelasi politik padahal kekutan yang penting yaitu presiden yang tidak lain bertindak sebagai rubber stamp president dan tetar yang lahir dalam revolusi urasa bertanggung jawab untk turut menyelasaikan persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia pada umumnya. Faktor yang semacam ini. Ditambah dengan tidak mampunya anggota partai yang tergabung dalam konsituante untuk mencapai konsmsus menegenai dasar negara untuk UU baru, mendorong Ir. Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlemanter.

2. Demokrasi pada Periode 1959-1965 Ciri demokrasi ini adalah dominasi dari presiden,, terbatasnya peranan partai politik berkembang pengaruh komunisme dan meluasnya peran ABRI ebagai unsur politik dekrit presiden 5 juli merupakan usaha jalan keluar dari kesamaan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi prsiden untuk bertahan selama lima tahun. Akan tetapi MPRS NO.III/1963 mengakat soekarno sebagai presiden seumur hidup.

ii

Selai itu tindakan yang menyimpang dari ketentuan UUD. Misal Ir. Soekarno membubarkan DPR ditahun 1960, padahal dalam UUD 1945 secara eksplisit bahwa presiden tidak punya wewenang berbuat demikian. DPR berperan sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol ditiadakan, lagi pula DPR di jakikan menteri yang bertugas memantu presiden disamping fungsi wakil rakyat. Hal ini mencerminkan telah ditinggalkannya doktrin trias politika. Selain itu di bidang eksekutif misalnya presiden punya wewenang untuk campur tanggan di bidang yudi katif berdasarkan UU No.19/1964, dan legislatif berdasarkan peraturan presiden No.14/ 1960, berarti DPR tidak mncapai manfaat. Selain itu terjadi penyelengaraan di bidang UU tindakan pemerintah dilaksanakan melalui penetapan presiden yang memakai dekrit 5 Juli sebagai sumber hukum. Selain itu partai politik dan pers yang sedikit menyimpang dari rel revolusi tidak dibenarkan dan di brendel sedang politik mercusuar di hubungan luar negari dan ekonomi dalam negari menyebabkan keadaan ekonomi menjadi seram, G.30S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang masa demokrasi pancasila. Menurut Soekarno demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Demokrasi kekeluargan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem

pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pemimpin satu kekuasaan sentral yang sepuh, tetus dan mengayomi. Sedangkan pidato Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1959 dengan judul Penemuan Kembali Revolusi Kitamengatakan prinsip dasar demokrasi terpimpin : 1) Tiap tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan negara. 2) Tiap orang berhak mendapatkan penghidupan layak dalam masyarakat bangsa dan negara. Dengan demikian kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai demokrasi yaitu

ii

absolutisme dan terpusatnya kekuasan hanyapada diri pemimpin, sehingga tidak ada ruang kontrol sosial dan ehek and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

3. Demokrasi pada periode 1965-1998 Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, UUD 1945, serta ketetapan MPRS. Usaha untuk meluruskan kembali penyelangaraan pada

demokrasi terpimpin, dengan mengadakan tindakan untuk korektif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan Soekarno sebgai presiden seumur hidup di batalkan menjadi jabatan efektif lima tahun sekali. Keteyapan MPRS

No.XIX / 166 telah menentukan ditinjaunya prouk legislatif dan atas dasar UU No.19/1964 di ganti dengan UU baru No.14/1970 yang menetapkan kembali asas kebebasan badan-badang pengadilan. DPR diberi hak kontrol, dan tetap berfungsi membantu pemerintah. Begitu pula tata tertib pasal yang diberikan wewenang kepada Presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara badan legislatif. ABRI di beri landasan kostitusionil. Selain itu pers diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, dan partai politik bergarak untuk menyusun kekuatan, menjelang pemilu 1979. Dengan ini diharapkan terbinanya partisipasi dan diadakan pembangunan ekonomi secara teratur. Setelah demokrasi Pancasila, perkembangan demokrasi tidak hanya keadaan sosial, kulturia, geografis, dan ekonomi tetapi juga penilaian kita dimasa lampau, yaitu badan eksekutif tidak kuat dan tidak kontinyu akan memerintah secara efektif sekalipun program eksekutif tidak kuat dan ini

malah membawa kebobrokan ekonomi oleh karena kekuasaan yang dimiliki sia-sia. Beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut : a. Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas negara hukum dan kepastian hukum. b. Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.

ii

c. Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas tidak memihak. Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Karena pada demokrasi pancasila memandang kedaulatan begitu pula partisipasi politik, perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan politik adalah sama. Namun Demokrasi Pancasila dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh : 1. Dominanya peranan ABRI 2. Birokratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik. 3. Pengebirian peran dan fungsi partai politik. 4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk. 5. Masa mengembang. 6. Monolitisasi ideologi negara. 7. Info porasilembaga non pemerintah, Dengan demikian nlai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi pancasila soeharto. Kelebihan sistem pemerintahan Orde Baru Perkembangan GPD per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 mencapai lebih AS$ 1.000. Sukses transmigrasi Sukses KB Sukses swasembada pangan Penganguran minimum Sukses REPELITA (Rancangan Pembangunan Lima Tahun. Sukses gerakan wajib belajar Sukses gerakan nasional orang tua asuh |
ii

Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan sistem pemerinthan Orde Baru Semarak korupsi, kolusi dan nepotisme Pembangunan Indonesia tidak merata dan timbul kesenjangan pembangunan antara pusat daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan terutama di Aceh dan Papua. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi sikaya dan si miskin). Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyaknya koran dan majalah yang dibreidel. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program penembakan misterius (petrus) Tidak ada rencana suksensi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/ presiden selanjutnya).

4. Demokrasi Pada Periode 1998-sekarang Runtuhnya orde baru membawa harapan baru bagi tumbunya demokrasi di Indonesia yaitu tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Tansisi merupakan fase krusral yang kritis, karena menentukan arah dan negara

ii

yang akan dibangun atau bisa saja terjadi

pembalikan arah perjalanan bangsa

dan negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan baru. Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada 4 faktor kunci yakni: 1. Komposisi elite politik 2. Desain institusi politik 3. Kultur perubahan sikap terhadap politik dikalangan elit/non elit 4. Peran civil society (masyarakat madani) Keempat faktor itu jalan secara sinergis dan berkelindansebgaio modal untuk mensonsolidasikan demokrasi. Oleh karena itu menurut Azyumardy Azra langkah Indonesia dalam transisi. Indonesia mencangkup 3 bidang besar. Pertama reformasi sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal politik. Kedua, reformasi kelembagaan yang menyakutpengembangan dan pemberdayaan lembaga politik. Ketiga peseimbangan kultur atau budaya politik yang lebih demokratis. Dalam demokrasi yang sehat kultur politik partisipan terbentuk

dimana warga negara percaya akan kemampuan politik untuk mempengaruhi prosese politik. Sebaliknya rakyat bisa tidak punya kekuasaan dalam arena politik. Masyrakan harusa mengembangkan sifat baru agar intitusi berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itu pembentukan kultur politik baru harus terarah dan komprehensif dengan melibatkan perubahan pola pikir aktor dan elit politik serta ingatan kolektif masyarakat secara keseluruhan. Pengalaman negara demokrasi yang sudah estabilished

memperlihatkan bahwa institusi demokrasi bisa berjalan dan tetap berfungsi walaupun jumlah pemilihnya kecil. Karena itu untuk megukur tingkatan

kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi tidak terletak pada partisipasi warga. Untuk melihat itu sebenarnya adalah apakah partisipasi warga dilakukan degan suka rela atau karena di bayar dan digerakkan. Harapan lain dalam

ii

susksesnya trasisi demokrasi Indonesia adalah peran civil ocienty (masyarakat madani) untuk menguasai plarisasi politik dan menciptakan kulur toleransi. Problem paling mendasar yang dihadapi negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi adalah ketidakmampuan membentuk tata pemenrintahan baru yang bersih, transparan dan akuntabel tanpa legitimasi yang kuat, rezim demokrasi baru akan kehilangan daya tariknya teori hilangnya legimitasi ini juga menjelaskan asal mulanya keruntuhan rezim otoritarian. Hal ini disebabkan` setiap rezim mmbutuhkan legitimasi, dukungan atau paling tidak persetujuan tanpa akan jatuhnya dan teori ini meramalkan hadirnya kekuatan masa atau paling tidak ketidak patuhan masa sebelum lahirnya liberalisme. Demokrasi yang baru tumbuh di Indonesia adalah pengolahan yang efektif dibidang ekonomi, selain dibidang pemerintahan. Dengan demikian demokrasi tidak hanya diarea politik malaikan dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Jika demokrasi yang baru tumbuh dapat mengelola pembangunan ekonomi secara efektif, maka mereka juga dapat menata rumah tangga politik mereka dengan baik. Tapi ketegangan yang secara timbul akibat pertumbuhan ekonomi bisa jadi menggrogoti stabilitas demokrasi dalam jangka panjang. Bisa asja dengan memilih desain internasional seperti desain struktural, kultural, dan kebangaan yang dapat menghantarkan pada demokrasi. Tetapi hasilnya tergantung kontek tertentu. Ketegangan etnik atau lainnya. Berbagai pro dan kontra memperngaruhi demokrasi, tetapi itu tidak dapat menentukan hasil akhirnya apakah berhasil atau gagal sehingga tetap bergantung pada pilihan dan prilaku para pemimpin dan elite poitik. Perkembangan demokrasi di Indonesia masih tersendat-sendat. Ada dua corak yaitu : sistem feodal dan birokratis. Dua corak itu ditandai oleh pemusatan kekuasan. Oleh karena itu peluang untuk berkembang suburya demokrasi kecil sekali. Dengan kata lain harapan demokrasi pada era reformasi masih hrus dibuktikan. Indonesia terwujudnya

ii

Proses suksesi kepresidenan dengan jelas menandai berlangsungnya proses trasisi ke arah demokrasi, setelah demokrasi terpenjarakan sekitar 32 tahun pad rezim Soeharto dengandemokrasi pancasilanya dan 10 tahun pada masa seoharo dengan demokrasi terpimpinya dengan demikian secara empitik demokrasi yang sesunguhnya di indonesia belum dapat terwujud kerena itu demokrasi pekerjaan rumah dan agenda yang sangat berat bagi pemerintah. Menurut Rusli Karim, dapat terwujudnya tatanan negara pemerintahan Indonesia apa bila tersedia faktor pendukung: 1. Keterbukaan 2. Budaya politik partisipasif egalitarian 3. Kepemimpinan politik yang berorientasi kerakyatan 4. Rakyat yang terdidik cerdas dan peduli 5. Partai politik yang tumbuh dari dari bawah 6. Penghargaan terhadap hukum 7. Masyarakat sipil yeng tanggap dan bertanggung jawab 8. Dukungan dari pihak asing dan pemihakan pada segolongan mayoritas . Sementara menurut Azyumardi ada 4 syarat untuk pertumbuhan demokrasi pertama meningkatkan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Kedua pemberdayaan dan pengembagan kelompok masyarakat yang favourabel bagi pertumbuhan demokrasi seperti kles menengah, LSM, para pekerja dan sebagainya. Ketiga hubungan internasional yang lebih adil dan seimbang. Keempat sosialisai pendidikan pendidikan kewarganegaraan. Karena melalui sosialisai dapat dihasilkan kewarganegaraan yang

kewarganegraan

demokratis yang pada giliranya menjadi tulang punggung bagi Indonesia yang benar benar demokratis Demokrasi di Indonesia tiga tahun terahir merupakan proses yang sangat lama dan kompleks karena melibakan beberapa tahap pertama tahap persiapan yang di tandai denan pergulatan unsur penegak demokrasi dibagun dan di kembangkan. Ketiga konsolidasi, dimana demokrasi baru di kembangkan lebih lanjut sehingga pratek demokrasi menjadi bagian yang mapan dan budaya

ii

politik. Dalam kaianya dengan trasisi demokratis. Indonesia sat ini tegah berada dalam fase kedua dan ketiga Indikasi kearah terwujudnya kehidupan demokratis dalam era transisi di Indonesia antara lain adanya reposisi dan redefenisi TNI dalam kaitanya dengan keberadannya pada sebuah negara yang demokrasi. Di amandemennya pasal-pasal dalam konstitusi RI (amandemen I-IV) adanya kebebasan pers, dijadikannya kebijakan otonomi daerah dan sebagainya. Akan tetapi sampai saat ini pun masih dijumpai indikasi kembali kekerasan status yang ingin memudarkan arah demokrasi Indonesia kembali keperiode sebelum orde refornasi oleh karena itu kondisi transisi demokrasi Indonesia untuk saat ini masih berada di persimpanganjlan yang belum jelas kemana arah pelabuhanya, perubahan sistem politik melalui paket amandemen konstitusi (amandemen IIV) dan pebuatan paket perundang undangan politik ( UU partai politik, UU pemilu, UU pemilihan presiden dan wakil presiden, UU susunan dan kedudukan DPR,DPRD dan DPD) mampu mengawal menuju demokrasi, masih menjadi pertanyaan besar.

D. Perkembangan HAM di Indonesia Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

ii

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

Ciri Pokok Hakikat HAM Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu: 1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. 2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa. 3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

Perkembangan Pemikiran HAM Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu : 1. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru. 2. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

ii

3. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar. 4. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negaranegara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government. Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari: a) Magna Charta Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994). b) The American declaration Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di

ii

dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu. c) The French declaration Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. d) The Four Freedom Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan. Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu: 1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945 2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat

ii

3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950 4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

Hubungan Demokrasi dan HAM Dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, dijelaskan bahwa Negara Indonesia yang dicita-citakan dan hendak dibangun adalah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat atau Negara demokrasi. HAM adalah salah satu tiang yang sangat penting untuk menopang terbangun tegaknya sebuah Negara demokrasi. Sesuai dengan jiwa dan semangat Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan hendak dibangunnya Negara demokrasi tersebut, maka UUD 1945 mengimplementasikan ke dalam pasal-pasalnya tentang hak-hak asasi manusia. Bangsa Indonesia sejak awal mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk menjunjung tinggi HAM, oleh karena itu bangsa Indonesia selalu berusaha untuk menegakkannya sejalan dan selaras dengan falsafah bangsa Pancasila dan perkembangan atau dinamika jamannya. Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan piagam HAM pertama Indonesia yang lahir lebih dahulu dibanding pernyataan HAM se dunia oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Komitmen kuat tentan HAM sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 kemudian dijabarkan ke dalam pasal-pasal atau batang tubuh UUD 1945. Diantaranya terdapat dalam beberapa pasal yakni pasal 28A sampai pasal 28 J. Namun dengan adanya berbagai pelanggaran HAM yang begitu banyak, maka dipandang belum cukup apabila tentang HAM hanya sebagai mana tercantum dalam piagam HAM yang ada selama ini. Untuk itu perlu adanya ketetapan MPR yang khusus memuat tentang HAM. Tap MPR yang dimaksudkan sebagai HAM terbaru itu adalah ketetapan No. XVII/MPR/1998. Selain itu juga terbentuknya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi manusia merupakan salah satu bentuk perkembangan dari pengakuan HAM di Indonesia.

ii

Lahirnya ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 dimaksudkan untuk memperkuat dan memantapkan komitmen bangsa akan pentingnya perlindungan HAM sebagaimana telah diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945, oleh karena itu Tap tersebut menegaskan bahwa: 1) Menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah untuk menghormati, mengakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. 2) Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrument Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 3) Penghormatan, pengakan dan penyebarluasan hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggungjawab sebagai warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 4) Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia, dilakukan oleh komisi nasional hak asasi manusia yang ditetapkan oleh Undang-undang. HAM (Hak Asasi Manusia), baru bisa ditegakan bila diproses dengan mekanisme demokrasi yang pelaksanaannya bersumber pada ideologi Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia. Artinya, bahwa pancasila yang berisikan nilai-nilai yang kompleks dimana nilai kemanusiaan tertuang didalamnya dengan menjunjung tinggi, kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terlaksana bila diproses melalui mekanisme demokrasi dimana dalam mekanisme demokrasi, rakyat yang utamanya menjadi pemegang kedaulatan negara mempunyai peranan yang diakui dan hak untuk memenuhi tuntutan dan apirasinya. Realita demokratisasi di Indonesia adalah tidak sama dengan konsep idealnya, bilamana konsep ideal itu mengacu pada nilai yang terkandung dalam pancasila.

ii

Rakyat terdiri atas kelas, dimana realita yang ada membagi rakyat kedalam kelompok kelas. Rakyat kaya dan rakyat miskin. Diantara keduanya mempunyai hak yang berbeda baik dalam hukum, sosial, ekonomi, pendidikan dsb. Politik liberalisme berlaku untuk hal yang satu ini, dimana kemudian melahirkan kelas borjuis yang sertamerta memiliki nilai dan kapasitas yang berbeda dengan kelas dibawahnya sebagai satu kesatuan Warga Negara Indonesia.

E. Sistem Politik di Indonesia Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompokkelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik. Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan

ii

untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter. Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem.

Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper). Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :

ii

1) Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara. 2) Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. 3) Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang. 4) Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem. 5) Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.

ii

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuantujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.

Partisipasi Politik Partisipasi politik oleh para sarjana di negara Barat sering hanya dipandang sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memberikan input bagi pengambil kebijakan menuruti aturan main yang berlaku. Definisi yang demikian membuat partisipasi politik di negara-negara berkembang sulit dikategorikan sebagai bentuk partisipasi politik. Untuk mengatasi hal tersebut, Huntington

ii

mencoba mengatasi dengan mengatakan bahwa partisipasi yang tergolong negatif di mata para sarjana di negara-negara berkembang pada dasarnya termasuk pula bentuk partisipasi politik. Kecenderungan mobilisasi di masyarakat negara-negara berkembang menjadi ciri khas yang melekat karena karakteristiknya yang khas selain tidak bekerjanya sistem politik secara baik untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memberikan input tanpa takut diintimidasi oleh pemerintah. Partisipasi politik dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat di suatu negara. Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipasinya cenderung dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai cenderung menggunakan cara-cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung partai politik tertentu. Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan politik yang memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Partai politik merupakan struktur atau lembaga yang menyalurkan dan mengartikulasikan berbagai kepentingan (tuntutan dan aspirasi) yang berasal dari lingkungan masyarakat Indonesia ke dalam sistem politik. Kepentingan dan aspirasi yang diajukan partai politik tersebut merupakan energi bagi sistem politik untuk membuat pelbagai kebijaksanaan. Jika partai politik ikut dalam Pemilu untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terutama dalam kaitannya dengan kekuasaan legislatif maka lain halnya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan. Kedua aktor politik ini berada di luar sistem politik dan juga tidak bisa mengikuti pemilu. Walaupun demikian, kelompok ini tidak bisa dipandang remeh dalam mempengaruhi proses pembuatan undang-undang dan juga pembuatan kebijakan. Peranan partai politik di masa Demokrasi Pancasila tetap sama seperti pada masa Demokrasi Terpimpin. Partai politik hanya memiliki peranan yang kecil dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari

ii

sedikitnya anggota partai politik dalam lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif. Bahkan pada Kabinet Pembangunan III sudah tidak ada lagi menteri yang berasal dari partai politik. Militer dan birokrat merupakan kelompok yang mendominasi jabatan menteri. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya peranan partai politik pada masa Demokrasi Pancasila adalah pendekatan ekonomi yang dipilih oleh Rezim Soeharto, diberlakukannya beberapa peraturan yang menyangkut kehidupan kepartaian, menguatnya peranan Golkar, dan juga konflik internal dalam tubuh partai politik.

Struktur Politik di Indonesia 1) Sistem politik demokrasi berdasarkan Pacasila Kedaulatan rakyat Pelaksanaan kedaulatan melalui sistem perwakilan Didalam lembaa perwakilan selalu diusahakan permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 2) Suprastruktur dan Infrastruktur Politik di Indonesia a. Suprastruktur politik di Indonesia Lembaga pelaksana fungsi pembuatan kebijakan umum/legislatif a) Fungsi Legislasi b) Fungsi pengawasan/kontrol c) Fungsi anggaran Lembaga pelaksana fungsi penerapan kebijakan/eksekutif Lembaga fungsi pengawasan pelaksana kebijakan/yudikatif

b. Mahkamah Agung dan Makhamah Konstitusi Wewenang MA - Mengadili pada tingkat kasasi

ii

- Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang - Melaksanakan wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang Wewenang MK - Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir - Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD - Memutuskan pembubaran partai politik - Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu 3) Infrastruktur Politik di Indonesia a. Lembaga swadaya masyarakat (civil society) - Community base organization seperti kelompok arisan, simpan pinjam - Civics group contoh NU b. Partai Politik - Fungsi : 1. Pendidikan politik 2. Penciptaan iklim yang kondusif serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat 3. Penyerap. Panghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitutional 4. Partisipasi politik warga negara 5. Rekrutman politik dalam proses pengisian jabatan politik c. Media massa

F. Pendidikan Politik di Indonesia Pendidikan di Indonesia merupakan upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdasarkan falsafah bangsa dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila. Selain itu, fungsi pendidikan di Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

ii

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rumusan pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai berikut: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuai dengan hal tersebut upaya pendidikan politik merupakan sarana vital dalam pembentukan warga negara atau individu-individu untuk mendapatkan informasi, wawasan serta memahami sistem politik yang berimplikasi pada persepsi mengenai politik dan peka terhada gejala-gejala politik yang terjadi di sekitarnya. Selanjutnya, warga Negara diharapkan memiliki keterampilan politik sehingga memiliki sikap yang kritis dan mampu mengambil alternatif pemecahan masalah dari masalahmasalah politik yang ada disekitarnya. Dengan demikian pendidikan politik memberikan landasan yang kuat bagi proses demokratisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Brownhill dan Smart (1989:9) mengemukakan bahwa Pendidikan politik adalah sebagai suatu cara untuk mempertahankan keadaan yang tetap stabil pada suatu saat tertentu, serta diharapkan dapat memberikan dasar bagi proses demokrasi yang lebih maju. Dengan demikian, pendidikan politik erat kaitannya dengan mempertahankan keadaan agar tetap stabil pada periode kekuasaan tertentu. Di sini terlihat kentalnya kepentingan kekuasaan melalui pendidikan politik. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa pendidikan politik adalah upaya pendidikan yang sistematis, berkesinambungan dan menyeluruh bagi setiap warganegara dalam rangka membentuk warganegara yang baik (good citizen) yaitu warganegara yang melek politik (political literacy), memiliki kesadaran politik (political awareness),

ii

dan berpartisipasi dalam kehidupan politik (political participation) secara cerdas dan bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan Politik di Indonesia Pada dasarnya, tujuan pendidikan politik di setiap negara berbedabeda. Hal ini terjadi karena landasan serta tujuan pelaksanaan pendidikan politik disesuaikan dengan dasar dan falsafah bangsa. Indonesia sebagai negara yang demokratis menjalankan proses pendidikan politik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan warga negara. Sehingga tujuan pendidikan politik harus sejalan dengan penjabaran tujuan pendidikan nasional. Dalam rumusan pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, betujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokatis serta bertanggung jawab. Upaya untuk mengembangkan pendidikan yang membentuk watak serta peradaban bangsa serta menjadi warga negara adalah bagian penting dari tujuan pendidikan politik. Menurut Wahab (Komarudin, 2005:24), ... pendidikan politik bertujuan membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara. Dengan demikian, terwujudnya warga negara yang baik (good citizen) yaitu warga negara yang melek politik, memiliki kesadaran politik, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik merupakan tujuan utama dari pendidikan politik. Proses pendidikan politik merupakan suatu proses untuk membina dan mengembangkan warga negara untuk mengenali sistem politik dan reaksi terhadap gejala-gejala politik. Pada dasarnya tujuan pendidikan politik adalah membentuk

ii

manusia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam rangka memahami situasi sistem politik menuju kesejahteraan hidup bangsa. Selain itu, pendidikan politik diharapkan mampu menciptakan warga negara yang memiliki jiwa nasionalis dan egaliter serta kualitas pribadi yang kuat sebagai warga negara. Dalam hal ini pendidikan politik di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Peningkatan pemahaman akan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan mampu meningkatkan partispasi secara aktif untuk membangun bangsa sesuai dengan arah dan cita-cita bangsa. Pandangan di atas sejalan dengan Sumantri dan Affandi (1986:126) yang menyatakan bahwa: Maksud diselenggarakannya pendidikan politik pada dasarnya adalah untuk memberikan pedoman bagi generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara sejalan dengan arah dan citacita bangsa Indonesia. Generasi muda sebagai pewaris cita-cita bangsa dituntut untuk berpartipasi secara aktif membangun bangsa. Oleh sebab itu, generasi muda harus memiliki pengetahuan serta keterampilan politik sehingga para generasi muda menggunakan pengetahuannya untuk berpolitik secara bertanggung jawab. Pendapat ini sejalan dengan Brownhill (1989:4) bahwa The aim of political education should therefore be to develop the professionals interest and to poin them toward their political responsibilities, while at the some time endeavouring togive them the necessary knowledge and skills to carry out those responsibilities. Dengan demikian, pendidikan politik bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan untuk bertanggung jawab sebagai warga negara. Selain itu memberikan pemahaman mengenai pengetahuan politik sehingga warga negara berpastisipasi dalam sistem politik yang sedang berjalan. Pelaksanaan pendidikan politik harus dilakukan secara sistematis untuk menumbuhkan iklim demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

ii

Pendidikan politik menjadi sebuah pemahaman dalam setiap warga negara untuk dihayati sehingga membentuk perilaku politik atau melek politik. Kedudukan dan pelaksanaan pendidikan politik dikemukakan oleh Affandi (1996:6) sebagai berikut: Pendidikan politik tidak saja akan menentukan efektifitas sebuah sistem politik karena mampu melibatkan warganya, tetapi juga memberikan corak pada kehidupan bangsa di waktu yang akan datang melalui upaya penerusan nilai-nilai politik yang dianggap relevan dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan. Dari penjelasan di atas, pendidikan politik memegang peranan yang sangat vital untuk mencapai kehidupan bangsa yang lebih demokratis. Dengan pendidikan politik dibentuk dan dikembangkan warga negara yang memiliki kesadaran politik dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik ditinjau dari sudut proses merupakan upaya pewarisan nilai-nilai budaya bangsa, proses peningkatan dan pengembangan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Sehinggga partisipasi aktif warga Negara memberikan konstribusi bagi pembangunan demokrasi Indonesia serta sesuai dengan cita-cita bangsa yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bentuk Pendidikan Politik di Indonesia Kehidupan politik yang dialami oleh setiap warga Negara senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut idealnya harus merupakan perubahan yang bernilai positif. Untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan pembinaan kepada setiap warga negara, supaya dapat bersikap dan berperilaku politik yang cerdas, kritis dan bertangung jawab. Pembinaan tersebut dapat melalui penyelengaran pendidikan politik yang dilakukan dengan pengajaran-pengajaran yang mengacu pada substansi dari pendidikan politik tersebut. Secara garis besar kurikulum pendidikan politik menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam aspek kognitif pendidikan politik memberikan pengetahuan dan pemahaman politik terhadap setiap individu.

ii

Sedangkan dalam aspek psikomotor kurikulum pendidikan politik hendaknya memberikan kemampuan keterampilan kepada individu untuk memiliki

keterampilan intelektual, tindakan dan komunikasi politik secara efektif. Kurikulum pendidikan politik secara afektif harus membuat individu menimbulkan sikap politik sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal senada diungkapkan oleh Brownhill dan Smart (1989:110) yang mengungkapkan bahwa kurikulum pendidikan politik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Nilai-nilai, tujuan, etika dasar serta sasaran yang dicapai, antara lain: isi kurikulum harus didasarkan kepada suatu etika yang dapat diterima oleh semua jenis dan kalangan masyarakat. b. Nilai-nilai tersebut nantinya dipakai sebagai bahan untuk menyusun informasi, pengetahuan teoritis serta hal-hal yang bersifat informatif dan kognitif. c. Selain pengetahuan yang bersifat teoritis, kurikulum pendidikan politik harus mengandung seperangkat pengetahuan praktis Dengan demikian isi dari kurikulum pendidikan politik tidak hanya menanamkan pengetahuan dan keterampilan semata, akan tetapi mengandung bagaimana bersikap secara politik yang disertai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masyarakat. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan politik merupakan proses pewarisan nilai dan internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam masyarakat ke setiap individu, sehingga proses pendidikan politik dapat dilakukan di berbagai lingkungan kehidupan baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Hal ini sebagaimana yang telah digariskan dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 bahwa jalur-jalur terlaksananya pendidikan politik meliputi: a) jalur informal, b) jalur formal, dan c) jalur non formal. Di Indonesia pendidikan politik yang diberikan di persekolahan dilakukan melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Hal ini tercantum dalam misi Pendidikan Kewarganegaraan yang baru yakni sebagai pendidikan politik, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki program pendidikan untuk memberikan

ii

pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga negara yang memiliki tingkat kemelekan politik (political literacy) dan kesadaran berpolitik (political awareness), serta kemampuan berpartisipasi politik (political participation) yang tinggi. Dalam bentuk pendidikan nonformal, pendidikan politik dapat dilakukan oleh partai politik dan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Sedangkan secara informal pendidikan politik dapat dilakukan dalam keluarga dan lingkungan diantaranya memberikan contoh keteladanan. Dengan demikian, bentuk-bentuk penyelenggaraan pendidikan politik dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun badan non pemerintah melalui partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Penyelenggaraan pendidikan politik yang terbagi kedalam ketiga jalur tidak menghilangkan esensi dari tujuan pendidikan politik itu sendiri yakni meningkatkan kemelekan politik, kesadaran berpolitik serta partisipasi politik yang tinggi.

ii

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang

menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya. Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan Demokrasi telah menjadi budaya berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-

ii

pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi. Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan. Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen keempat. Amandemen

ii

konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.

B. Saran Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah: 1. Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi. 2. Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya. Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

ii

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2002. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu. Sapriya, dkk. 2010. Konsep Dasar Pkn (Cetakan ke 2). Bandung : UPI Press Mariam Budiarjo, dkk. 2003. Dasar-dasar ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Tim Dosen Pkn UPI. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Bandung : CV. Maulana Media Grafika http://www.scribd.com/doc/49246241/21210858-Sistem-Politik-Di-Indonesia http://www.scribd.com/doc/35298745/Sistem-Politik-Indonesia http://www.scribd.com/doc/ 35298745-Sistem-Politik-Indonesia http://www.scribd.com/doc/ 23814518-Sejarah-an-Demokrasi-Di-Indonesia

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada kita, sehingga dengan kenikmatan yang diberikannya itu, penulis bisa menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Konsep Dasar PKn, ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menemukan kesulitan. Namun berkat kegigihan, kesabaran, dan kekompakan penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang besifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.

Serang,

November 2011

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2 C. Tujuan ........................................................................................................ 2 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA A. Pengertian Demokrasi ................................................................................ 3 B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia ..................................................... 18 C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia ......................................................... 20 D. Perkembangan HAM di Indonesia ............................................................. 29 E. Sistem Politik di Indonesia.......................................................................... 35 F. Pendidikan Politik di Indonesia ................................................................. 41 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 48 B. Saran ........................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51

ii

You might also like