You are on page 1of 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sistematika dari tumbuhan Keladi Tikus adalah sebagai berikut :

Divisio Sub divisio Classsis Ordo Familia Genus Spesies

: Spermatophyta : Gymnospermae : Dicotyledonae : Arales : Araceae : Typhonium : Typhonium flagelliforme (Anonim, 2009)

2.1.2 Sinonim Sinonim : Typhonium divaricatum Coleus amboinicus Lour (Anonim, 2009) 2.1.3 Nama Daerah Nama daerah dari tumbuhan Keladi tikus adalah: rodent tuber (Inggris); sek su (Cina); gofu sepa (Ternate); bira kecil, daun panta susu, ki babi, trenggiling, mentik, ileus, kalamoyang.

2.1.4 Habitat dan Penyebaran

Universitas Sumatera Utara

Tumbuh di tempat terbuka pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Terdapat di Malaysia, Korea bagian selatan, dan Indonesia. Di Indonesia penyebarannya terdapat di sepanjang pulau Jawa, sebagian Kalimantan dan Sumatra dan Papua. (Harfia, 2006).

2.1.5 Morfologi

Tanaman keladi tikus adalah tanaman sejenis talas setinggi 25 cm hingga 30 cm, termasuk tumbuhan semak, menyukai tempat lembab yang tak terkena sinar matahari langsung. Tanaman berbatang basah ini biasanya tumbuh di tempat terbuka pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Bentuk daun bulat dengan ujung runcing berbentuk jantung. Berwarna hijau segar. Umbi berbentuk bulat rata sebesar buah pala (Harfia, 2006).

2.1.6 Kandungan Kimia

Tanaman Keladi tikus Typhonium flagelliforme mengandung: Alkaloid, triterpenoid dan lignan (polifenol).

2.1.7 Khasiat Tumbuhan

Umbi Keladi Tikus berkhasiat sebagai obat borok, luka, koreng, menetralisir racun narkoba, Kanker (payudara, paru-paru, usus besar, rektum, lever, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukimia), juga berkhasiat sebagai antivirus dan anti bakteri (Hariana, 2007)

Universitas Sumatera Utara

2.2

Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000). Pemabagian metode ekstraksi menurut DitJen POM (2000) yaitu : A. Cara dingin 1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar. 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya terusmenerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

Universitas Sumatera Utara

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

B. Cara Panas 1. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 0C. 4. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 90 0C selama 15 menit.

Universitas Sumatera Utara

5. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100 0C. 2.3 Uji Aktivitas Biologi Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat digalakkan. Tetapi banyak bahan-bahan obat alami yang telah diisolasi, dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi. Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal ini disebabkan karena karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal. Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu di dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat (Rahman, 1991). Beberapa uji pendahuluan yang memenuhi syarat-syarat di atas antara lain: Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST) dan Uji terhadap Lemna minor L (McLaughlin, 1998). 2.3.1 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall) Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan

Universitas Sumatera Utara

alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall tumor pada potato disk oleh ekstrak alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut aktif (Mclaughlin, 1998). 2.3.2 Brine Shrimp Lethality Test Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktvitas dan juga untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian Salah satu organisme yang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah brine shrimp (udang laut). Brine shrimp test sudah digunakan untuk berbagai sistem bioassay yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai, anastetik, toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin, toksisitas pada dispersant minyak dan kokarsinogenik ester phorbol. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer, 1982). Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam keadaan kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut, telur-telur akan menetas dalam menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii. Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai alat yang baik untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi (McLaughlin, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Uji Terhadap Lemna minor L. Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dapat berkhasiat sebagai antitumor (McLaughlin, 1998) 2.3.4 Uji Terhadap cell line Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji cell line. Uji ini menggunakan sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 (leukimia pada tikus), S-256 (sarcoma pada manusia) (McLaughlin, 1998). 2.4 Uraian Artemia salina Leach. Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut: Filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Crustaceae : Branchiophoda : Anostraca : Artemiidae : Artemia : Artemia salina Linn.

Universitas Sumatera Utara

Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danaudanau dan perairan bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, artemia disebut juga udang renik asin (brine shrimp). Secara fisik, artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh, oleh karena itu kemampuan hidup didanau dengan salinitas tinggi merupakan sistim pertahanan alamiah artemia terhadap musuh-musuh pemangsanya. Artemia dapat tumbuh baik pada temperatur 25-30oC. Apabila telur artemia (udang laut) yang kering direndam dalam air laut, akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dalam cangkang keluar larva yang disebut dengan istilah nauplii. Dalam perkembangan selaaanjutnya, nauplii akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 g/ml. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Oleh karena itu masih belum perlu makan. Setelah 24 jam, nauplii akan berubah menjadi instar II. Pada tingkat ini nauplii mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan, dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan, dan bersamaan dengan itu cadangan makanannya pun mulai habis. Artemia mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan terjadi, nauplii akan mengalami perubahan mata majemuk, antenna dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka nauplii telah berubah menjadi nauplii Artemia dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu. Artemia dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg. Artemia dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

Universitas Sumatera Utara

You might also like