You are on page 1of 11

LAPORAN/KLASIFIKASI MUSIK

Nama NIM Semester/Kelas No. HP

: : : :

Dinar Arena Tiari K 7108125 VII B 085647522869

Musik Gagaku Jepang (Sumber Video : http://www.youtube.com/watch?v=5OA8HFUNfIk, http://www.youtube.com/watch?v=6zwFM6eG1Pk)

Jepang adalah negara yang memiliki kebudayaan khas yang unik, beragam dan menarik bagi banyak orang untuk lebih mengenal dan mempelajarinya. Mulai dari seni musik, seni peran/teater, seni lukis, seni kaligrafi, dan seni sastra. Salah satu musik tradisional Jepang kuno yaitu Gagaku.

Gagaku ( ? ) adalah musik pengadilan, dan merupakan musik tradisional tertua di Jepang. Gagaku musik termasuk lagu-lagu, tarian, dan campuran lainnya.

Gagaku memiliki dua gaya, ini adalah musik kigaku instrumental ( musik Seigaku ( ? ).

) dan vokal

Instrumental Musik o Kangen (? ) - pada dasarnya, suatu bentuk musik Cina. o Bugaku (? ) - dipengaruhi oleh Cina dan musik Korea . Vokal Musik o Kumeuta (? ) Kumeuta (? ) o Kagurauta ( ? ) Kagurauta (? ) o Azumaasobi (? ) Azumaasobi (? ) o Saibara (? ) Saibara (? ) o Rei (? ) Rei (? )

Gagaku juga dimainkan pada saat upacara-upacara resmi adat. Gagaku diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu:
a. Asli jepang (kuniburi no utamai) b. Asli asing c. Campuran

Gagaku merupakan musik impor yang dibawa dari daratan Cina. Di negara asalnya yaitu Cina, gagaku dikenal dengan sebutan Yayue. Tidak hanya di jepang saja, Vietnam dan Korea juga mengimpor musik dari Cina ini. Di Korea disebut dengan Aak, sedangkan di Vietnam dikenal dengan nama nh nhc. Gagaku diperkenalkan di Jepang lewat ajaran Buddhisme. Pada tahun 589, Jepang mengirimkan delegasi diplomatik resmi ke Cina (pada masa dinasti Sui) untuk mempelajari kebudayaan Tiongkok, termasuk di dalamnya yaitu musik pengadilan Cina, Gagaku. Pada abad ke-7, telah diperkenalkan kecapi berleher pendek (gakubiwa) dan sitar (gakuso) yang berasal dari Cina. Berbagai instrumen, termasuk kedua instrumen tadi (gakubiwa dan gakuso) digunakan dalam permainan musik gagaku. Pada masa itu pertunjukkan gagaku dimainkan oleh kaum bangsawan secara turun temurun. Selama periode Kamakura (1185-1333), kekuasaan militer diberlakukan penuh dan gagaku diwajibkan dirumah-rumah kaum bangsawan dan sudah jarang dimainkan di pengadilan. Hingga sebelum jaman Meiji, di jepang terdapat organisasi gagaku bernama Sanpogakuso. Organisasi ini terdiri dari tiga kelompok yang berkedudukan di Osaka (Shitenn-ji), Kyoto (Gosho), dan Nara (Kasuga Taisha). Setiap kelompok memiliki aliran yang berbeda-beda. Adanya perang Onin (perang saudara 1467-1477) selama periode Muromachi, musik gagaku tidak dimainkan di Kyoto selama 100 tahun lamanya. Pada saat pemerintahan Tokugawa Ieasu (jaman Edo) terjadi perubahan pada musik ini dari musik pengadilan menjadi gagaku yang sampai sekarang ini masih dimainkan di Jepang. Setelah Restorasi Meiji pada tahun 1868, ketiga musisi terkenal seperti Yasushi Akutagawa, Kan Ishii dan Akira Miyoshi datang ke ibukota. Dan keturunan-keturunan mereka membuat sebagian besar aransemen musik tradisional di

kerajaan Tokyo bagian departemen musik. Gagaku dimainkan oleh 12-12 orang personel. Pada saat itu, komposisi musik telah dibentuk yang terdiri dari 3 instrumen, yaitu : a. Instrumen angin yang dimainkan dengan cara ditiup, yang terdiri dari :

Sh

Adalah alat musik organ yang ditiup seperti seruling untuk harmonisasi. Sho diperkenalkan dari Cina pada masa periode Nara. Sho terdiri dari 17 pipa bambu ramping, yang masing-masing dipasang dengan dasar logam buluh.

Hichiriki

Semacam oboe yang jumlah lubangnya sama seperti recorder, pada saat dimainkan posisi alat berdiri tegak.

Ryteki

Hampir sama seperti hichikiri, tapi dimainkan dengan posisi melintang.

Komabue

Adalah seruling melintang berasal dari Korea yang digunakan dalam pengadilan
musik tradisional Jepang.

Kagurabue

Adalah seruling melintang yang terdiri dari enam atau tujuh-lubang yang digunakan untuk mendukung kinerja Jepang Kagura Shakuhachi

Model SHAKUHACHI (seruling Jepang) yang dikenal masyarakat saat ini disebut FUKESHAKUHACHI, berasal dari zaman pertengahan era KAMAKURA. Pada zaman tersebut seorang biksu ZEN bernama Kakushin, belajar di negeri Cina dan mempelajari lagu SHAKUHACHI untuk menyampaikan ajaran FUKE, guru agama Budha aliran ZEN. Kakushin mempelajarinya dari seorang guru Cina, CHOSHIN, dan membawa pulang lagu dan alat musiknya ke Jepang. Sejak itu SHAKUHACHI digunakan sebagai alat penyebaran agama oleh biksu-biksu aliran HOTTOHA RINZAISHU, salah satu bagian dari aliran ZEN. Dari sejarah ini juga bisa diketahui bahwa semua lagu klasik SHAKUHACHI yang disebut SHAKUHACHI KOTEN HONKYOKU (lagu klasik khusus SHAKUHACHI) memuat ajaran agama Budha Zen. Ukuran panjang FUKE-CHAKUHACHI adalah kurang-lebih 54cm atau dalam satuan ukuran tradisional Jepang,1 SHAKU 8 SUN. Namun akhir-akhir ini ukuran panjang SHAKUHACHI bervariasi dan nada dasar ditentukan berdasarkan ukuran panjang tersebut. SHAKUHACHI dibuat dari bambu, di bagian dekat akar, dengan diameter 3.5cm-4,0cm. Ada 5 lubang, 4 di bagian depan dan 1 di bagian belakang. Sisi dalam SHAKUHACHI digosok sampai halus, bahkan belakangan ini bagian dalamnya diolesi SHU-URUSHI (bahan pewarna

alam berwarna merah) atau KURO-URUSHI (bahan pewarna alam yang berwarna hitam), agar menghasilkan suara yang halus dan indah. Dulu, bagian mulut SHAKUHACHI dipotong menyerong, tetapi sekarang pada bagian mulut dipasangi tanduk rusa atau kerbau supaya lebih kokoh. SHAKUHACHI merupakan seruling yang dapat menghasilkan warna suara yang bervariasi dan nada suara yang paling sensitif di antara seruling tradisional Jepang, baik seruling tiup samping (horizontal) maupun seruling tiup depan (vertikal). Oleh karena ciri khas itu SHAKUHACHI mempunyai posisi tersendiri di dalam alat musik tradisional Jepang. b. Instrumen dawai, yang dimainkan dengan cara di petik, yaitu : - Gakubiwa

Sebuah Biwa besar dan berat dengan empat senar dan empat frets, digunakan secara eksklusif untuk gagaku. Alat ini menghasilkan suara khas Ichikotsuch ( ) dan Hyj ( ). Badan kecapi kecil dan tipis, sering bulat, dan dibuat dari bahan keras seperti boxwood atau gading. Alat ini tidak digunakan untuk mengiringi nyanyian.

Gakuso (Koto)

KOTO adalah alat musik yang menyerupai kecapi di Indonesia, disebutkan masuk ke Jepang sejak abad ke-7. Di masa itu, KOTO dimainkan sebagai salah satu bagian musik Istana. Formasi KOTO yang dimainkan sebagai alat musik tunggal, tanpa iringan alat musik lain, menjadi populer di masyarakat sejak abad 17. Pada abad 17 lahir maestro KOTO dan pencipta HACHIDAN(delapan babak)dan MIDARE (lagu berirama lepas) YATSUHASHI KENGYO. Ia menciptakan pakem dasar untuk SOKYOKU (lagu-lagu KOTO). Bagian badan terbuat dari KIRI atau kayu paulownia yang dilubangi bagian dalamnya. KOTO memiliki 13 dawai. Karena KOTO menggunakan 5 tangga nada maka dengan 13 dawai biasanya KOTO dapat menghasilkan sekitar 2.5 oktaf. Antara bagian badan dan dawai ada JI sebagai penyangga dawai. Jika JI digeser maka hasil suara pun berubah. Mengatur nada (tuning), yang merupakan persiapan dasar untuk permainan Koto, juga dilakukan dengan menggeser posisi JI. Selain HIRAJOSHI, ada berbagai aturan nada(tuning) yang dikembangkan dari HIRAJOSHI. Dengan menggunakan tangan kiri yang menekan dan menarik dawai, tangga nada dapat berubah atau pun menghasilkan suara bernuansa vibrato. Pada awalnya dawai dibuat dari sutera, tetapi zaman sekarang dawai juga menggunakan bahan lain seperti bahan sintetis. Pemain dapat menggunakan TSUME atau kuku palsu untuk 3 jari di tangan kanan. Pada dasarnya KOTO dimainkan dengan menggunakan TSUME yang terkadang digunakan pada jari lain atau pun pada jari-jari di tangan kiri. Di Jepang, sejak zaman dahulu hingga saat ini KOTO sering diibaratkan sebagai RYU atau Naga sehingga bagian-bagian alat musik ini juga dinamai RYUKAKU (tanduk Naga), RYUKOU (mulut Naga), RYUBI (ekor Naga), dll. Di berbagai negara di Asia, naga dihormati seperti dewa dan dianggap sebagai mahluk mitos spiritual tinggi. Dengan demikian bisa dibayangkan bila KOTO juga sangat dicintai oleh masyarakat Jepang. Yamatogoto

Adalah kecapi asal jepang yang memiliki 7 dawai. c. Instrumen tabuh, yang dimainkan dengan cara dipukul, yaitu :
-

Taiko (resminya tsuridaiko)

Kata taiko () berarti drum besar dalam bahasa Jepang. Di luar Jepang, kata ini digunakan untuk merujuk kepada berbagai jenis drum Jepang ( , wa-daiko, drum Jepang, dalam bahasa Jepang) dan kepada bentuk seni yang relatif belakangan dalam bentuk ansambel menabuh drum (kadang-kadang lebih khusus disebut, kumidaiko (). Nagado-daiko ( , taiko yang berbadan panjang) terdiri atas dua potong kulit sapi yang dibentangkan di atas sebuah kerangka kayu (biasanya diukir dari satu potong kayu, kini sering dibuat dari sisa-sisa sebuah gentong kayu) dan diregangkan. Kepala dari tsukeshime-daiko (, seringkali disingkat menjadi, shime-daiko atau shime saja) dibentangkan di atas cincin-cincin besi dan dijepit di sekitar badan yang lebih kecil. Tali tsukeshime-daiko ditarik hingga ketat sebelum digunakan setiap kalinya. Okedo-daiko (, taiko berbadan gentong, seringkali disingkat menjadi okedo atau oke) dapat dipasang di atas sebuah dudukan dan dimainkan seperti taiko lainnya, tapi biasanya digantungkan melintang ke bahu sehingga si pemain drum dapat

berjalan dan sekaligus juga memainkannya. Taiko Jepang lainnya mencakup uchiwadaiko ( taiko kipas), hira-daiko (, taiko datar), o-daiko (, taiko besar), dan serangkaian instrumen tabuh lainnya dalam ansambel tradisional Jepang noh, gagaku, dan kabuki. Drum okedo-daiko merentang dari yang kecil dan mudah dibawa, hingga drum yang paling besar dari semua drum Jepang. Berbeda dengan nagado, drum ini dapat dibuat dalam berbagai ukuran, namun TIDAK dalam segala ukuran mengingat konstruksi kayu stavenya. Wilayah Aomori terkenal akan festival Nebuta. Di sini okedo besar dimainkan oleh banyak orang sambil dibawa dengan kereta sepanjang jalan. Okedo mempunyai penopang betta-nya sendiri yang diciptakan oleh Hayashi Eitetsu. Selain itu, seperti nagado-daiko, okedo mempunyai suara pinggiran, yang disebut ka. Namun, ketika memainkan pinggiran sebuah okedo, penting bagi pemain untuk memukul hanya bagian yang palin luar dari cincin metalnya dan bukan pinggiran dari tubuh drum itu sendiri. Kayu tipis dan ringan dari okedo khususnya mudah penyok dan akan cepat menurun kondisinya bila dipukul.

Kakko

Adalah drum kecil berbentuk jam pasir yang dipukul dengan dua tongkat kayu
-

Shko

gong kecil dengan dua tanduk pemukul

Sekitar abad ke-15 musik instrument tunggal, shamisen dan koto menjadi popular khususnya untuk memberikan iringan lagu dan drama musik. Perkembangan musik drama mencapai keemasannya pada abad ke-17, dengan format kabuki dari musik teater tradisional jepang. Adanya restorasi Meiji pada pertengahan abad ke-18 membuat pengaruh Barat mulai masuk dalam perkembangan musik Jepang. Banyak format musik tradisonal Jepang dikembangkan berdasarkan format musik barat, sehingga Jepang telah memasuki perkembangan musik modern Perkembangan pada akhir 19. Dan awal abad ke-20 membuka telinga dari Japanese people ke genre baru seperti enka, di Jepang versi Amerika sensasionil negara ballads, pop atau kayokyoku Barat. Kayokyoku nanti berkembang ke J-pop Jepang atau pop - sebuah gaya yang lebih pasti dengan pengaruh Barat. Rock and roll dengan sweeping seluruh dunia pada tahun 1960-an dan 1970-an, J-rock atau rock Jepang yang menyerang scene musik Jepang juga. Namun lebih penting adalah bagaimana musik Barat klasik dan jazz di Jepang telah flourished ke titik di mana negara telah memproduksi beberapa musisi terkenal seperti Sadao Watanabe untuk jazz, Toru Takemitsu komposer dan konduktor Seiji Ozawa. Jepang juga diidentifikasi sebagai salah satu pasar yang paling penting untuk jenis musik. Pada perkembangannya, gagaku dimainkan oleh kaum bangsawan dan digunakan di pengadilan. Namun seiring perkembangan jaman, gagaku menjadi musik ysng lebih umum dan bisa dimainkan oleh semua kalangan. Biasanya dimainkan paa saat upacara adat.

Data Acuan :

1. Gagaku Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas 2. Alat Musik Tradisional Jepang - Fafa23hanyfas no Weblog 3. Musik Jepang - Skandarian's Blog 4. Musik Jepang - Marthanuning's Blog 5. Gagaku Maulidya Sari blog 6. Alat musik tradisional Jepang : SHAMISEN,KOTO & SHAKUHACHI The Japan Foundation 7. History of Japanese Traditional Google Translate

You might also like