You are on page 1of 25

BAB IV

PEMBIAYAAN UNTUK PROGRAM PENGAWASAN PENYAKIT MENULAR PENGALAMAN DI INDONESIA


Joshua Runtuwene Tara S. Kairupan

Elia Rompas

REPELITA V yang dimulai April 1989, diberikan penekanan khusus terhadap:

IMR yang tinggi (62/1000 kelahiran hidup)


Lainnya 31%

Diare 24%

Tetanus 22%

Radang Napas Akut 23%

MMR (4,5 per seribu kelahiran hidup)

Tabel 1: Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita, 1965-1994 (Didasarkan atas Pendapatan dan Angka Kematian Bayi, 1965) Angka Kematian Bayi (AKB),1965 GDP < US$ 750 GDP US$ 750-1500 GDP US$ 1500-3000 GDP US$ 3000-6000 GDP > US$ 6000 AKB< 50 5.9 2.8 1.9 AKB 50-100 3.7 3.4 1.8 1.7 -0.5 AKB 100-150 1.0 1.1 1.1 0.3 AKB > 150 0.1 -0.7 2.5 -

Sumber: WHO-SEAR, 2002

Berikut contoh tentang pembiayaan program pengawasan penyakit menular di Indonesia yang merupakan bagian dari program pembelanjaan perawatan kesehatan secara keseluruhan. Bagian yang diutamakan adalah menekan biaya yang besar dengan penerapan manajemen yang lebih rasional

AREA KERJA

PENYAKIT MENULAR

Program Pengawasan terhadap Penyakit Menular Program Pencegahan, Pemberantasan dan Pengawasan Terhadap Penyakit Menular Program Pemberantasan Malaria Program Pemberantasan TBC

PROGRAM PENGAWASAN TERHADAP PENYAKIT MENULAR


Pokok Persoalan dan Tantangan:
Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemerintahan menjadi sistem desentralisasi yang membahayakan sistem pengawasan penyakit menular.

Sasaran:
Memperkuat pengawasan penyakit yang menular melalui hubungan seksual (STI) Memperkuat pengawasan HIV.

Sumber: WHO Indonesia 2011

SUMBER PEMBIAYAAN PPM


Anggaran Pembangunan Nasional

Pemerintah Indonesia

Pusat
Daerah

Anggaran Rutin Nasional Dana Khusus

Bantuan Asing

TABEL PENGELUARAN PROGRAM PENGAWASAN PENYAKIT MENULAR MENURUT SUMBER DANA TAHUN 1984/1985 S.D. 1988/1989
No. Sumber Keuangan JUMLAH PEMERINTAH PUSAT 1 2 3 Anggaran Pembangunan Nasional Anggaran Rutin Nasional Dana Khusus (INPRES)
26,04 2,64 28,16 3,14 60,68 (92,4%) 5,03 (7,6%) 13,64 3,56 46,68 (83,1%) 9,04 (16,9%) 5,96 3,66 11,37 (36%) 20,23 (64,0%) 9,03 4,09 20,03 40,6%) 29,31 (59,4%)

84/85
66,31

85/86
66,01

86/87
56,41

87/88
31,60

88/89
49,34

48,87 Sub Jumlah (73,7%) 17,44 Sub Jumlah (26,3%)

BANTUAN ASING

Sumber: Dirjen Program Pengawasan Penyakit Menular, Depkes RI Catatan: Tidak termasuk dana provinsi dan kabupaten (jumlah tahun 1984/1985 dan 1985/1986 hanya untuk 1,85 dan 1,37 secara berturut-turut)

PROGRAM PENGAWASAN PENYAKIT DIARE (CONTROL OF DIARRHEA DISEASES)

Diare Infant Mortality Rate (IMR)

EFISIENSI BIAYA PENGOBATAN PENYAKIT DIARE MELALUI PENGGUNAAN OBAT-OBAT SECARA RASIONAL
Sebagian besar perawatan yang dilakukan dalam menyediakan fasilitas umum masih tidak rasional, termasuk penyakit diare. Pengeluaran untuk pembelian antibiotik sekitar 40% dari seluruh anggaran obat-obatan, sedangkan penggunaannya masih tidak rasional.

MASALAH DALAM PEMBIAYAAN PENGAWASAN PENYAKIT DIARE (CDD)


Pendidikan masyarakat. Peran sektor swasta.

Training profesi medis dan paramedis.


Pembelian obat-obatan untuk pusat kesehatan dan RS.

TERIMA KASIH

BAB VII MODEL EPIDEMIOLOGI DAN ANALYSIS COST EFFECTIVENESS UNTUK PROGRAM PENGOBATAN PENYAKIT TBC DI INDONESIA
Joshua Runtuwene Tara S. Kairupan

Elia Rompas

Model epidemiologi merupakan alat yang penting dalam memperkirakan pengobatan penyakit TBC di masa mendatang, untuk negara yang mencoba merencanakan program pengawasan penyakit TBC Menurunnya penyakit TBC dan kematian akibat TBC merupakan keberhasilan program pengawasan penyakit TBC. Program tersebut hanya dapat diukur dengan mengharapkan prevalence rate di masa mendatang

TBC merupakan masalah yang serius dalam kesehatan masyarakat di Indonesia Pemerintah Indonesia dihadapkan pada suatu keputusan apakah akan menggunakan cara short course, standard course atau kombinasi kedua program tersebut.

Tingkat kemanjuran, keteraturan, dan kekambuhan short course lebih baik dibandingkan standard course Namun biaya short course lebih tinggi dibanding dengan standard course

BENTUK MODEL EPIDEMIOLOGI


Dalam sejarah TBC alami dan program vaksinasi BCG, dikenal 6 kelompok epidemiologi, yakni:
Kelompok tidak terinfeksi (s1)

Kelompok terinfeksi (s2)


Kelompok yg telah divaksinasi BCG (s3) Kelompok yg mendapat penyinaran radiologi aktif (s4) Kelompok yg berbasil TBC positif (s5) Kelompok yg sudah sembuh (s6)

FLOWCHART MODEL TUBERKULOSIS


Kelahiran Baru T12 S1 T24 T47 T46 S1 T57 S1 T13 S1

S1

T34
T64

T54
S1

T45
T56 T65 S1

PERSAMAAN SIMULASI UNTUK MODEL TBC


Misalnya persamaan simulasi ds1, mewakili jumlah penurunan atau penambahan penduduk pada s1. Kelompok ini memperoleh tambahan penduduk dari kelahiran bayi yang baru dan dalam waktu yang sama akan kehilangan penduduknya melalui 3 cara yang berbeda yaitu: menjadi s2 (kelompok terinfeksi), menjadi s3 (yang diberi vaksinasi BCG, dan mengalami kematian yang disebabkan oleh kuman TBC yang lain)

Jumlah bayi yang lahir dalam satu unit waktu adalah perkalian dari jumlah penduduk (s) dan tingkat kelahiran (B)
Jumlah anak yang memasuki s2 adalah s1 kali T12 Jumlah anak yang memasuki s3 adalah s3 kali T13 Jumlah kematian yang disebabkan oleh kuman selain TBC dalam s1 adalah s1 kali tingkat kematian oleh selain TBC CDR (D) dikurangi tingkat kematian yang disebabkan oleh kuman TBC (dS7/S) Demikian persamaan simulasi dari ds1 dapat dituliskan sebagai berikut: Ds1 = s x B S1 x T12 S1 x T13 S1 (D dS7 / S) yang adalah sama dengan s x B s1 (T12 + T13 = D dS7 / S)

PERSAMAAN SIMULASI UNTUK MODEL TBC


dS1 = S x B S1 (T12 + T13 + D dS7 / S) dS2 = S1 x T12 S2 (T24 + D dS7 / S) dS3 = S1 x T13 S3 (T34 + D dS7 / S) dS4 = S2 x T24 + S3 x T34 + S5 x T54 + S6 x T64 S4 (T45 + T46 + D dS7 / S) dS5 = S4 x T45 + S6 x T65 S5 (T54 + T56 + T57 + D dS7 / S)

dS6 = S4 x T46 + S5 x T56 S6 (T64 + T65 + D dS7 / S)


dS7 = S4 x T47 + S5 x T57 S = S1 + S2 + S3 + S4 + S5 + S6 = jumlah penduduk Catatan: B : Crude birth rate S1 : tidak terinfeksi S2 : terinfeksi S3 : divaksinasi BCG S4 : penyinaran radiologi aktitf S5 : berbasil TBC aktif S6 : telah sembuh

PERKIRAAN PROBABILITAS TRANSISI


Di indonesia vaksinasi BCG telah menyebar luas. Pada tahun 1980 statistik TBC yang diperlihatkan menunjukkan bahwa resiko terinfeksi setiap tahun kurang lebih 4%. Penambahan statistik TBC sama seperti anggapan klinik untuk memperoleh hubungan probabilitas transisi seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Inisial Nilai Probabilitas Transisi Bulanan Menurut Program Pengobatan TBC
T12 = 0,00350 T54 = 0,07000

T13 = 0,01500
T24 = 0,00060 T34 = 0,00040 T47 = 0,01000 T46 = 0,01589

T56 = 0,01475
T57 = 0,01475 T64 = 0,00350 T65 = 0,00300 T45 = 0,00400

ANALISIS COST EFFECTIVENESS


Analisis cost effectiveness adalah berdasarkan pada perbandingan antara biaya moneter program pengawasan khusus dan program yang memiliki keteraturan dalam arti memperkirakan prevented cases.

HASIL PENERAPAN MODEL


ADA 3 STRATEGI PENGOBATAN TBC
Strategi program pengobatan yang terdiri dari 35% regimen short course & 65% regimen standar course. 100% regimen standar course. 100% regimen short course.

Sebagai dugaan, tingkat kemanjuran dari regimen short course lebih tinggi dari regimen standar course tapi tingkat kekambuhannya lebih rendah. Strategi short course mempunyai rasio cost effectiveness plg rendah.

ARAHAN KEBIJAKSANAAN
Studi ini menyimpulkan bahwa aplikasi strategi short course untuk program pengobatan TBC adalah dapat dibenarkan.

TERIMA KASIH

You might also like