You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh tuberkulosis. Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada lingkungan, sehingga jumlah penderita semakin bertambah. Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.

BAB II TUBERKULOSIS Patofisiologi Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga. Penularan Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue. Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan 4 jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak, jadwalnya ada di Jadwal imunisasi. 2

Simtoma Klinis Diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori atau gejala gejala yang erat hubungannya dengan organ pernafasan (sedang gejala lokal lain sesuai akan sesuai dengan organ yang terlibat). Gejala respiratori ialah batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah. Bisa juga nyeri dada dan sesak napas. Selanjutnya ada gejala yang disebut sebagai Gejala sistemis antara lain Demam , badan lemah yang disebut sebagai malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun menjadi semakin kurus. Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat. Obat TBC Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya. Obat TBC umumnya dibagi dalam obat-obat primer dan obat-obat skunder: 1. Obat Primer : INH (Isoniazid), rifampisin, pirazinamida, dan etambutol. Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Maka terapi selalu dilakukan dengan kombinasi dari 3-4 obat. Suku-suku yang sekaligus kebal terhadap dua atau lebih jenis obat yang sangat jarang terjadi. Paling sering banyak digunakan aalah kombinasi INH, rifampisin dan pirazinamida. 2. Obat Sekunder : Streptomisin, klofazimin, fluorkinolon dan sikloserin. Obat ini memiliki kegiatan yang lebih lemah dan bersifat lebih toksis, maka hanay digunakan bila terdapat resistensi atau intoleransi terhadap obat primer, juga terdapat infeksi MAI pada pasien HIV. Fluorkinolon (siprofloksasin, ofloksasin, dll) bekerja sebagai bakterisida berdasarkan penghambatan DNA-gyrase kuman. Obat ini memegang peranan penting pada TBC multi-resisten; aktivitasnya dapat disamakan dengan INH. Penggunaan kebanyakan obat TBC harus dengan hati-hati pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal. 3

BAB III TOKSISITAS OBAT TBC Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari. 1. Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. 2. Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course), Srategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada: o o Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3, Diberikan kepada:


o o o

Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3, Diberikan kepada:


o

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Dosis obat antituberkulosis (OAT) Obat Dosis (mg/kgbb/hari) INH Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin 5-15 (maks 300 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 15-40 (maks. 1 g) harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 50-70 (maks. 4 g) 50 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

(mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 15-20 (maks. 600 mg) 15-30 (maks. 3 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada anak Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus: TB tidak berat INH Rifampisin : 5 mg/kgbb/hari : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC) INH Rifampisin Dosis prednison : 10 mg/kgbb/hari : 15 mg/kgbb/hari : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

I.

Isoniazid (INH) Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. Efek samping. Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer (paling sering terjadi dengan dosis 5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus. Resistensi, masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 69 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi. Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia dan yang paling sering neuritis perifer sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6), juga untuk mengurangi insidensi terjadinya neuritis perifer. Sediaan dan dosis. Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300 dan 400 mg serta sirup 10mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan vit B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10 mg/kgB, maksimumnya 600 mg/hari. Anak dibawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 5 mg/kgBB/hari. Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari. Contoh Sediaan, INH-CIBA (INH, Vitamin B6 10 mg). Efek Samping (Neuropati perifer & efek neurotoksik yang lain, mual, muntah, gangguan ulu hati, reaksi hepatik, reaksi hematologis, reaksi hipersensitifitas, reaksi metabolik & endokrin, rematik & sindroma lupus eritematosus sistemik). Kemasan (Tablet 400 mg x 10 x 10 biji). Dosis (1 tablet sehari). Pabrik (Biochemie). Harga Per Satuan Terkecil : Rp 950.00.

II.

Rifampisin Rifampisin adalah derivat semi-sintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. obat ini merupakan ion zwitter, larut dalam pelarut organik dan air yang pH-nya asam. Mekanisme Kerja. Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA. inti RNA polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman. Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. setelah diserap dari saluran cerna obat ini cepat dieksresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi entero hepatik. Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Efek samping. Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi Flu Like Syndrom, Nefritis Intertitial, Nekrosis Tubular Akut, dan Trombositopenia. Yang menjadi masalah ialah ikterus (perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah). Ada 16 kematian dari 500.000 pasien yang diobati yang dihubungkan dengan reaksi ini. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada pasien penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut, insidensi ikterus bertambah. Pemberian rifampisin intermiten (kurang dari 2x seminggu) dihubungkan dengan timbulnya sindrom hepatorenal. SGOT dan aktivitas fosfatase alkali yang meningkat akan menurun kembali bila pengobatan di hentikan. Sediaan dan posologi. Rifampisin di Indonesia terdapat dalam kapsul 150 mg dan 300 mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5 mL rifampisin. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 400 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgB/hari dengan dosisi maksimum 600 mg/hari.

menjadi merah pada cairan tubuh, gangguan saluran pencernaan, reaksi hipersensitifitas, efek susunan saraf pusat, reaksi endokrin, sindroma flu). Kemasan (Kaplet salut film 450 mg x 100 biji). Pabrik (Mersifarma). Harga (Per Satuan Terkecil : Rp3. 850.00).

Contoh Sediaan, MERIMAC (Rifampisin). Efek Samping(Perubahan warna

III.

Pirazinamid Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus. Obat ini bekerja sebagai bakterisid (pada suasana asam pH 5-6) atau bakteriostatik tergantung pada pH dan kadarnya didalam darah. Spektrum kerjanya ssangat sempit dan hanya meliputi M. Tuberculosis. Mekanisme Kerjanya. Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag diturunkan, maka kuman yang berada di sarang infeksi yang menjadi asam akan mati. Khasiatnya diperkuat oleh INH. Obat ini khusus digunakan pada fase intensif; fase pemeliharaan hanya bila terdapat multiresistensi. Efek samping. Yang paling umum dan serius adalah kelainan hati (kerusakan hati)terutama pada dosis diatas 2g sehari. Gejala pertama adalah peningkatan SGOT dan SGPT, oleh karena itu hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan dengan pirazinamid dimulai dan pemantauan terhadap transaminase serum dilakukan secara berkala selama pengobatan berlangsung. Jika jelas timbul kerusakan hati, terapi dengan pirazinamid harus dihentikan. Pada hampir semua pasien, pirazinamid menghambat pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan kadar dalam darah (hiperuricemia) dan menimbulkan serangan encok (gout). Obat ini dapat pula menimbulkan gangguan lambungusus, fotosensilisasi dengan reaksi kulit (menjadi merah-coklat), artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula darah. Resistensi. Dapat timbul dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal (monoterapi). Sediaan dan posologi. Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral ialah 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 2 gram) selama 2-4 bulan, pada meningitis TBC 50mg mg/kg/hari. Contoh Sediaan. PRAZINA, golongan generic (Pirazinamid). Efek Samping (Hepatotoksisitas, hiperurisemia). Kemasan (Tablet 500 mg x 100 biji). Dosis (20-35 mg/kg berat badan sampai maksimal 3 gram sehari, diberikan dalam 3-4 dosis terbagi). Harga (Per Satuan Terkecil : Rp. 1.800,00

Pulnaforte. Harga Per Satuan

Terkecil : Rp1,900.00

IV.

Etambutol (Myambutol) Hampir semua galur M.Tuberculosis sensitif terhadap etambutol. kerjanya menghambat sintesis metabolit sel, sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. pemberian oral etambutol diserap dari saluran pencernaan. kadar puncaknya mencapai waktu 2-4 jam setelah pemberian. etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberculosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak. Mekanisme Kerja. Menghambat sintesis asam nukleat an pentosa. Setelah pemberian oral, sekitar 80% etambutanol akan diabsorpsi dengan cepat dan dengan relatif cepat juga akan diekskresikan lagi melalui urine (waktu paruh plasma 4 jam). Efek samping. Yang paling penting adalah gangguan pengelihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya tajam pengelihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna antara merah dan hijau, mengecilnya lapang pandang dan skotoma sentral maupun lateral. Reaksi toksis ini baru timbul pada dosis besar (> 50mg/kg/hari) dan bersifat reversibel bila pengobatan segeral dihentikan tetapi dapat menimbulkan kebutaan bila pemberian obat dilanjutkan. Etambutol juga dapat meningkatkan kadar asam urat dalam plasma akibat penurunan ekskresinya oleh ginjal, sehingga dapat menyebabkan kekambuhan penyakit Gout. Efek samping lainnya adalah gangguan saluran cerna dan reaksi alergi. Sediaan dan Dosis Pemberian. Oral sekaligus 20-25mg/kg/hari (garam di-HCl), selalu dalam kombinasi dengan INH. I.v (infus) 1 dd 15 mg/kg dalam 2jam (dapat mengakibatkan penurunan kadar protrombin dapat ditanggulangi dengan pemberian vitamin K, hambatan kerja kelenjar tiroid (jarang terjadi) dapat diatasi dengan pemberian hormon tiroid). Di Indonesia etambutol terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari. Perhatian: * Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya. * Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter. Contoh Sediaan. ARSITAM (dalam 500mg ARSITAM mengandung 500mg etambutol). Kemasan dan No. Reg (Arsitam 500 tablet : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg. : DKL 8315603910 B1). Harga (Per Satuan Terkecil : Rp1,200.00)

Efek Samping :

Efek samping obat yang perlu diperhatikan adalah toksisitas okuler yang tergantung pada dosis dan lamanya pengobatan. Pada umumnya perubahan visual reversibel selama beberapa minggu atau beberapa bulan, tetapi bisa juga setelah 1 tahun atau lebih, bahkan irreversibel. Neuritis Retrobulbar bilateral bisa terjadi dengan gejala : terjadinya penurunan ketajaman visual; kehilangan kemampuan membedakan warna; penyempitan lapangan pandangan; skotomata sentral dan perifer. 10

Efek samping lain yang dilaporkan : reaksi anafilaktoid; pruritus; dermatitis; anoreksia; nyeri abdomen; demam; nyeri sendi; gangguan gastrointestinal (mual, muntah); malaise; sakit kepala; pusing; gelisah; disorientasi; halusinasi. Walaupun jarang ditemukan, bisa timbul rasa kaku dan kesemutan pada ekstremitas yang disebabkan karena neuritis.

OBAT TBC gol. Sekunder Sejumlah obat-asam aminosalisilat , etionamid, sikloserin dipandang sebagai obat obat pilihan kedua sebab obatobat tersebut tidak lebih efektif dibanding obat-obat pilihan pertama dan toksisitasnya sering lebih serius. Streptomisin , antibiotika pertama yang efektif dalam pengobatan tuberkulosis. Kerjanya ditunjukkan terhadap organisme ekstraseluler. 1. Asam aminosalisilat Karena kurang dapat diterima pendderita, asam aminosalisilat sekarang sudah jarang digunakan. Obat ini bersifat bakteriostatik yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap asam p-aminobenzoat (PABA) dalam biosintesis folat. 2. Etionamid Analog struktural isoniazid ini diperkirakan bekerja dengan mekanisme yang lain. Etionamid efektif pada pemberian per oral dan distribusikan secara luas keseluruh tubuh , termasuk cairan serebrospinalis. Metabolismenya hebat. Etionamid dengan menghambat asetilasi isoniazid. Air kemih adalah tempat ekskresinya yang utama. Efek samping yang membatasi penggunaannya meliputi iritasi lambung, hepatotoksisitas, neuropati perifer dan neuritis optikus. 3. Sikloserin Obat tuberkolostatik yang efektif per oral ini tampaknya mengantagonis langkah-langkah sintesis dinding sel bakteri yang melibatkan D-alanine. Distribusi seluruh tubuh termasuk cairan serebrospinalis baik. Sikloserin mengalami metabolisme, dan obat induk serta metabolitnya diekskresikan melalui urine. Pada insufiensi ginjal akan terjadi akumulasi obat. Efek samping melibatkan gangguan saraf pusat , dapat mencetuskan aktivitas kejangepilepsi. Neuropati perifer juga merupakan suatu masalah dengan sikloserin.

11

You might also like