You are on page 1of 9

PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas A.

Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: [1]. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para RasulNya. [2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. [3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman: Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. [Adz-Dzaariyaat : 56-58] Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyariatkanNya, maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedang-kan khauf harus dibarengi dengan raja. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hambaNya yang mukmin: Artinya : Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. [Al-Maa-idah: 54]

Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah. [Al-Baqarah: 165] Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. [Al-Anbiya: 90] Sebagian Salaf berkata [2], Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja saja, maka ia adalah murji[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja, maka ia adalah mukmin muwahhid.

C. Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyariatkan berarti bidah mardudah (bidah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak. [6] Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat: [a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. [b]. Ittiba, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syariatnya dan meninggal-kan bidah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. [Al-Baqarah: 112] Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam Syaikhul Islam mengatakan, Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syariat-kan, tidak dengan bidah.

Sebagaimana Allah berfirman. Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya. [Al-Kahfi: 110] Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bidah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bidah itu sesat. [7] Bila ada orang yang bertanya: Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut? Jawabnya adalah sebagai berikut: [1]. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. Artinya : Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. [Az-Zumar: 2] [2]. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri (memerintah dan melarang). Hak Tasyri adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri. [3]. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8] Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan). [4]. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam ke-hidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syariat yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. D. Keutamaan Ibadah Ibadah di dalam syariat Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji dan yang enggan melaksanakannya dicela. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, nis-caya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. [Al-Mumin: 60]

Ibadah di dalam Islam tidak disyariatkan untuk mem-persempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyariatkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah. Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi. Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabiat adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demi-kian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya. Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang meng-hendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya. Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9] Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan me-ringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang. Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja. Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih

keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka. [Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]

Pengertian dan Hukum nikah


A. Pengertian dan Hukum nikah Nikah yaitu suatu akad yang menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan dapat menimbulkan adanya hak dan kewajiban di antara keduanya. Hukum nikah terbagi lima macam: (1) sunnah, (2) wajib, (3) makruh, (4) jaiz, dan (5) haram. Sunnah yaitu bagi yang sudah memiliki kemampuan, baik secara ekonomis maupun secara psikologis. Wajib yaitu bagi yang sudah memiliki kemampuan dan apabila tidak menikah bisa terjerumus ke dalam perzinahan. Makruh yaitu bagi yang belum memiliki kemampuan. Jaiz yaitu merupakan asal hukumnya. Dan haram yaitu bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dikawininya. HUKUM DAN DALILNYA Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.
Pernikaha merupakan suatu hal yang sangat penting dan mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Disamping itu, nikah merupakan salah satu asas pokok hidup yang utama dalam pergaulan masyarakat. Tanpa pernikahan tidak akan terbentuk rumah tangga yang baik, teratur dan bahagia serta akan timbul hal-hal yang tidak didinginkan dalam masyarakat. Misalnya, manusia tidak dapat mengekang hawa nafsunya sehingga timbul pemerkosaan dan bencana di masyarakat.Oleh karena itu, dengan pernikahan akan timbul kasih-mengasihi, sayang-menyayangi antara suami dan istri, saling kenal mengenal, tolong menolong antar keluarga suami dengan keluarga istri dan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.Sabda rasulullah SAW yang artinya : Dari Abdullah bin Masud, ia berkata, telah bersabda Raulullah SAW kepada kami, Hai pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang. (HR Muttafaqu Alaih)MuhrimMuhrim ialah orang yang tidak halal dinikahi. Dalam hal ini ada empat belas orang sebagai berikut. 1. Tujuh orang karena nasab (keturunan), yaitu

a) ibu, nenek, dan seterusnya sampai keatas, bapak kakek dan seterusnya b) anak, cucu dan seterusnya ke bawahc) saudaraseibu dan sebapak, sebapak dan seibu sajad) saudara dari bapake) saudara dari ibuf) anak dari saudara laki-laki dan seterusnyag) anak dari saudara perempuan dan seterusnya 1. Dua orang dari sebab menyusu, yaitu

a) ibu yang menyusuib) saudara sepersusuan 1. Empat orang dari sebab perkawinan, yaitu

a) ibu dari istri atau bapak dari istri (mertua)b) anak tiri apabila orang tuanya sudah dicampuri (digauli)c) istri/suami dari anak (menantu)d) orang tua tirie) mengumpulkan bersama-sama antara dua orang yang bersaudara dalam satu waktu.

a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi. b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. : Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya. (HR Bukhari Muslim). c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat. Firman Allah SWT : Hendaklah menahan diri orang - orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya. (An Nur / 24:33) d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak. e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.

B. Tujuan Nikah Tujuan pernikahan menurut ajaran Islam, yaitu: 1. Menciptakan keluarga yang sakinah, tentram, damai dan sejahtera lahir batin, yang di dalamnya terdapat rasa cinta dan kasih sayang (mawadah warahmah) yang terjalin di antara anggota keluarga, yaitu suami, istri, dan anak-anak. 2. Melahirkan keturunan yang sah 3. Menyalurkan hubungan biologis secara sah dan terhormat 4. Memperbanyak hubungan persaudaraan C. Rukun Nikah Rukun nikah yaitu: (1) adanya kedua mempelai, (2) wali, (3) dua orang saksi, (4) akad, dan (5) mahar. D. Kriteria Memilih Calon Isteri/Suami Dalam memilih calon isteri/suami ada beberapa kriteria yang ditetapkan dalam Islam sesuai petunjuk Rasulullah, yaitu: (1) hartanya, (2) kecantikannya, (3) keturunannya, (4) agamanya. Utamakanlah masalah agamanya, dan itulah yang akan membahagiakanmu. Rukun nikah ada lima macam, yaitu : a. Calon suami Calon suami harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut : 1) Beragama Islam 2) Benar - benar pria

3) Tidak dipaksa 4) Bukan mahram calon istri 5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh 6) Usia sekurang - kurangnya 19 Tahun b. Calon istri Calon istri harus memiliki syarat - syarat sebagai berikut : 1) Beragama Islam 2) Benar - benar perempuan 3) Tidak dipaksa, 4) Halal bagi calon suami 5) Bukan mahram calon suami 6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh 7) Usia sekurang - kurangnya 16 Tahun c. Wali Wali harus memenuhi syarat - syarat sebagi berikut : 1) Beragama Islam 2) Baligh (dewasa) 3) Berakal Sehat 4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh 5) Adil (tidak fasik) 6) Mempunyai hak untuk menjadi wali 7) Laki - laki d. Dua orang saksi Dua orang saksi harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut : 1) Islam 2) 3) 4) 5) 6) 7) Baligh (dewasa) Berakal Sehat Tidak sedang ihram, haji, atau umroh Adil (tidak fasik) Mengerti maksud akad nikah Laki - laki

Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. : Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil. (Riwayat Ahmad.) e. Ijab dan Qabul ZZ Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim). E. Upaya Menciptakan Keluarga Sakinah
Hikmah NikahSalah satu perintah agama Islam terhadap umat manusia adalah melaksanakan pernikahan, bagi orang yang telah mampu serta telah terpenuhi sarat-sarat dan rukun pernikahan. Pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama Islam, mengandung beberapa hikmah sebagai berikut. 1. Pernikahan dapat Menentramkan Jiwa.Dengan pernikahan seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan (seksual) dengan baik, aman, tenang, dengan suasana cinta kasih sehingga mendapatkan ketentraman jiwa, ketenangan lahir dan bathin. Kebutuhan seksual apabila tidak dapat

terpenuhi dengan semestinya akan menimbulkan gangguan jiwa, seperti tertekan dan gelisah. Jadi, jelaslah bahwa dengan pernikahan akan mendapatkan ketentraman jiwa, seperti yang difirmankan Allah dalam surat Ar Rum : 21 yang artinya dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir. 2. Pernikahan dapat menghindarakan perbuatan maksiatLaki-laki dan perempuan yang telah melakukan akad pernikahan, kebutuhan biologis atau nafsu seksualnya dapat disalurkan sebagaimana mestinya sebab penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan perbuatan maksiat, yakni perzinahan. Jadi, dengan pernikahan akan terhindar dari perbuatan maksiat. Hadis rasulullah SAW yang artinya Hai pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin karenasesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. 3. Pernikahan Dapat Melestarikan KeturunanAnak yang lahir diluar pernikahan yang sah maka tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, siapa yang mengurusnya dan bagaimana silsilahnya. Jadi, dengan pernikahan akan terbentuk kemashlahatan rumah tangga, keturunanan dan kemashlahatan masyarakat

1. Pernikahan harus diniatkan untuk ibadah, bukan semata-mata hanya untuk menyalurkan nafsu biologis 2. Suami dan isteri harus dilandasi dengan keimanan kepada Allah, sehingga menjadi orang yang taat kepada kepada Allah 3. Suami isteri harus memahami hak dan kewajibannya masing-masing, sehingga keduanya merasakan kepuasan lahir dan batin 4. Suami isteri harus dapat saling menjaga rahasia masing-masing 5. Suami isteri harus saling adanya keterbukaan dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupannya. F. Talaq Talaq yaitu melepaskan ikatan pernikahan antara suami dan isteri. Hukum talaq yaitu halah, tapi dibenci oleh Allah. Talaq merupakan alternatif terakhir dalam pernikahan, dalam arti selama masih bisa diupayakan untuk dipertahankan, maka harus dipertahankan. Upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi krisis dalam kehidupan rumah tangga, khususnya menghadapi isteri yang berbuat nusyuz, yaitu: Pertama, dinasehati; Kedua, apabila masih tetap nusyuz, maka pisah tempat tidur; Ketiga, apabila masih tetap berbuat nusyuz, maka pukulah sebagai pelajaran baginya; Keempat, apabila masih tetap berbuat nusyuz, maka panggilah perwakilan dari kedua belah pihak; Kelima, apabila masih belum bisa memperbaiki diri, maka barulah diceraikan dengan secara baik-baik.

You might also like