Undang-undang Republ i k I ndonesi a Nomor 19 Tahun 2002
Tent ang Hak Ci pt a
Li ngkup Hak Ci pt a Pasal 2: 1. Hak Ci pta merupakan hak eksklusi f bagi Penci pta atau Pemegang Hak Ci pta untuk mengumumkan atau memperbanyak ci ptaannya, yang t i mbul secar a ot omat i s set el ah suat u ci pt aan di l ahi r kan t anpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Ket ent uan Pi dana: Pasal 72: 1. Barangsi apa dengan sengaj a melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) di pi dana dengan pi dana penj ara masi ng-masi ng pal i ng si ngkat 1 (satu) bul an dan/ atau denda pal i ng sedi ki t Rp 1.000.000,00 (satu j uta rupi ah), atau pi dana penj ara pali ng lama 7 (tuj uh) tahun dan/ atau denda pali ng banyak Rp 5.000.000.000,00 (li ma mi li ar rupi ah). 2. Barangsi apa dengan sengaj a menyi arkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak ci pta atau hak terkai t sebagai di maksud pada Ayat (1) di pi dana dengan pi dana penj ara pali ng lama 5 (li ma) tahun dan/ atau denda pali ng banyak Rp 500.000.000,00 (li ma ratus j uta rupi ah). D ee PERAH U K ERTAS 2009, Dee / Dewi Lestari Edi t or : Hermawan Aksan Pr oof Reader : Jenny Jusuf Reza Gunawan Desai n Sampul : Kebun Angan www.kebun-angan.com Tat a Let ak I si : I revi tari Kont ak Dee: Jenny Jusuf +62-817 992 8558 Emai l: j 3nnyj usuf@yahoo.com Pener bi t : Bentang Pustaka Truedee Pustaka Sej ati Jl. Pandega Padma no 19 Jl. Raj awali no 2 Yogyakarta 55824 Bandung 40184 Telp. (0274) 517373/ Faks. (0274) 541441 Telp/ Faks. (022) 86062273 Emai l: bentangpustaka@yahoo.com Emai l: truedeepustaka@gmai l.com Di st r i but or : Mi zan Medi a Utama Jl. Ci nambo (Ci saranten Wetan) no 146 Uj ung Berung Bandung 40294 Telp. (022) 7815500 / Faks. (0220 7802288 Emai l: mi zanmu@bdg.centri n.net.i d Cetakan I : Agustus 2009 Kat al og Dal am Ter bi t an Dee Perahu Kertas/ Dee. - Cetakan I - Bandung: Truedee Pustaka Sej ati , Agustus 2009. (xi i ) + (444) hlm. ; 20 cm I SBN: 978-979-1227-78-0 Di cetak di I ndonesi a v Daftar Isi Terima Kasih ... vii Dari mereka, para pembaca ... xi 1. Jalan yang Berputar 1 2. Pindah ke Bandung 11 3. Mother Alien 23 4. Lingkaran Suci 31 5. Sebatang Pisang Susu 41 6. Hunusan Pedang Es 49 7. Bulan, Perjalanan, Kita 57 8. Memulai dari yang Kecil 65 9. Proyek Percomblangan 72 10. Kurator Muda 80 11. Sakola Alit 88 12. Jenderal Pilik & Pasukan Alit 97 13. Rencana Besar Wanda 106 14. Buku Harta Karun 116 15. Mencari Ketulusan 126 16. Salah Berharap 137 17. Tiga Kata Saja 145 18. Kepergian dan Kehilangan 154 19. Tragedi Pesta Noni 164 20. Kebohongan Gigantis 172 21. Hampa yang Menyakitkan 180 22. Pulang ke Ubud 190 23. Menangkap Bintang 198 24. Pembeli Pertama 207 25. Hadiah dari Hati 216 26. Lembaran Baru 225 vi 27. Janji Adalah Janji 234 28. AdVocaDo 243 29. Bumi pun Berputar 252 30. Agen Non-Aquarius 262 31. Arisan Toilet 272 32. Ninja Asmara 282 33. Kekuatan Mencinta 293 34. Malam Terakhir di Ujung Tahun 304 35. Pangeran Sejati 316 36. Reuni Kelompencapir 325 37. Tabir yang Tak Bisa Ditembus 336 38. Penculikan Paling Indah 345 39. Karya Bersama 355 40. Menemukan Oasis 365 41. Buku dan Pameran 374 42. Kastil yang Masih Berdiri Tegak 385 43. Cincin Dalam Kotak Perak 395 44. Cinta Tak Berujung 406 45. Bayangan Itu Punya Nama 414 46. Hati Tak Perlu Memilih 423 Epilog 433 Melajulah Perahu Kertasku ... 435 Dari mereka, para pembaca ... 441 Tentang Penulis 443 vi i Terima Kasih Sebagaimana pelayaran sebuah perahu dimungkinkan karena aneka faktor pendukung dan j uga awak kapal yang andal, Perahu Kertas i ni pun ti dak bi sa berlayar ke genggaman Anda j i ka saya ti dak di dukung dan di bantu oleh: Ogi n, Teh Enny, dan Bernakru keci l Li gar Nyawang yang dengan seti a mengantar, menj emput, menj aga, dan membuatkan saya makanan saat menuli s selama 60 hari . Si ang dan malam. Teman-teman kos di Tubagus I smai l: Di an, Anda, dan Nurul. I bu Ni nong yang sudah sudi meneri ma saya dan proyek gi la i ni di rumah kosnya. Para narasumber yang sudah membantu memperkaya data yang di butuhkan ceri ta i ni dari mulai bahasa Bali , bahasa Belanda, peta Pantai Ranca Buaya, sampai i si perut duni a peri klanan: Nyoman Sudi ra M.Si ., Ki b Roby & Di ah, Anto Motul z, Mul ki Seuri eus, Paul Hehuwat, Janna Soekasah, Oom Bayu Seto. Para pi hak yang, tanpa i de dan penawaran dari mereka, Per ahu Ker tas ti dak akan tergeli ti k dari ti dur panj angnya: Ruzi e Fi ruzi e, PT Hypermi nd (Mbak Verra, Berli n, Yasmi n, Fari d, dan kawan-kawan), PT Excelcomi ndo (Mas Adi , dan kawan-kawan). Dan, PT I ndosat, yang telah meneruskan hi dupnya versi di gi tal Per ahu Ker tas. Teman-teman di Truedee: Ummy, Si gi t, Ruri , Endah, Aris, Syaeful, dan Yeni. Tim peneliti naskah: Jenny Jusuf yang sudah membant u pr oofr eadi ng, dan Hermawan Aksanteri ma kasi h banyak atas edi tan dan sarannya yang cermat. Ti m desai n yang tetap seti a membantu lahi rnya buku-buku saya: Fahmi beserta Kebun Angan, dan Evi I revi tari . vi i i Mi tra penerbi t yang telah sudi bersi nergi dalam proyek i ni , Bentang Pustaka: Salman, Putri , Mas Gangsar, dan se- mua staf. Para pembaca awal Per ahu Ker tas (d/ h Kugy & Keenan): anak-anak kos Patrakomala 57, Miund, Arian13, Eka Sitorus, Riko Mocca, dan seterusnyamaaf, saya sudah tidak ingat satu demi satu, yang jelas respons kalian yang begitu positif membuat saya t er us ber semangat unt uk t et ap mempertahankan ceri ta i ni . Keluarga saya terci nta: DSi mangunsong. Teri ma kasi h ekstra untuk adi k saya, Ari na ali as Dede, yang membantu menyi apkan pr i nt-out dr aft Per ahu Ker tas yang tebalnya nyari s li ma senti . Kakakku, Key Mangunsongyang sej ak dulu imannya ekstra tebal pada naskah ini. Keluargaku yang baru: Papa John, Mama Wi etj e, Sharen & Ki cky. Para pengunj ung blog Journal of 55-Days (www.dee- 55days.blogspot.com) yang sudah i kut menyaksi kan proses lahirnya Per ahu Ker tas, para pembaca yang sudah membeli versi digital, dan semua yang sudah mau bersabar menunggu versi cetaknya. Anakku tersayang, Keenan Avaloki ta Ki rana, yang sudah bersabar menunggu i bunya pulang saat harus mengeti k se- hari an penuh di tempat kos, yang kelembutan serta ke- ceriaannya selalu meluluhkan hati, dan tahukah kamu, bah- wa namamu di ambi l dari tokoh utama di buku i ni ? Suami sekali gus sahabatku, Reza Gunawan, yang ke- hadi rannya tak hanya memberi i nspi rasi dan darah segar pada ceri ta i ni , tapi j uga penyemangat dan penyembuh se- l ama perj al anan 60 hari yang penuh magi s Namun, terkadang begi tu melelahkan. Teri ma kasi h untuk hadi ah e-book Steve Manni ng, untuk menjadi produser dari proyek i ni , untuk antusi asme dan ci ntanya yang tulus bagi Per ahu Ker tas. Dan, teri ma kasi h telah mewuj udkan sebuah hi dup i x penuh makna dan kej uj uran yang bukan ada di negeri dongeng, melai nkan di si ni dan saat i ni . I love you. Terakhi r, wahai semua teman kampusku yang nama- namanya sudah saya pi nj am tanpa i zi n untuk di abadi kan dalam ceri ta i ni , i ni lah kesempatan kali an untuk numpang beken ... teri ma kasi h kembali . - D xi Dari mereka, para pembaca ... Yui : Saya baca Per ahu Ker tas dengan nggak sengaj a. Sebelumnya saya belum pernah baca karya Dee, dan jujur, Per ahu Ker tas adalah karya Dee yang pertama saya baca. TAPI I I ... Per ahu Ker tas membuat saya langsung memburu karya-karya Dee yang lai n. I ni novel i nspi r i ng banget, dan walaupun sudah baca, saya tetap pi ngi n beli versi cetaknya. Saya sampai sudah baca 3x sej ak pertama saya dapat novel i ni di HP. Ri cas Dwi Cahyo: Nangi s, ketawa sendi ri , senyum sendi ri , saya alami saat baca novel ini. Amazi ng! Karakter tokoh yang kuat, penempatan titik emosi onal yang sangat bai k. Alur ceri ta yang menyayat adalah bumbu hi - dangan i sti mewa Per ahu Ker tas. Tak banyak penuli s yang bi sa menyatu- padukan ci nta keluarga, sahabat, dan kekasi h, menj adi sebuah hi dangan ri ngan sekali gus padat, edukati f dan i nspi rati f. Two thumbs up! Emaknya Far ah: Lebi h ri ngan dari Supernova dan lebi h berat di - banding chi ckli t or teenli t. One thi ng yang aku r eali zed, ternyata Dee juga penuh pengetahuan, ya. Top, dah (lagi ngebayangi n wuj ud Keenan dan Kugy kuIuu dIjudIIn hIm!). Rahmayant i Husna: Per ahu Ker tas adalah kisah cinta yang tidak biasa. Pertama kali membaca ki ta menduga ceri tanya akan bi asa saj a seperti novel pop yang sel ama i ni seri ng bermuncul an, tapi semaki n ki ta membaca, semaki n dalam ... maka ki ta akan tahu kei sti mewaannya, se- maki n ceri ta i tu menj adi ceri ta dari seorang Dewi Lestari secara keselu- ruhan. Tar y: Per ahu Ker tas membuat kertas menjadi i sti mewa karena alurnya yang menyentuh hati dan menyadarkan bahwa hi dup adalah ti dak hanya satu warna saja. By the way, I love the idea that Dee used name Keenan i n thi s novel. Remi nds me of her lovely son. Dwi Agust r i ani : Aku selalu menyenangi tiap tulisan dari Dee. Dan sekali lagi , Per ahu Ker tas membuatku terpi kat. Dee, cara menuli smu GUE ba- ngeL, deh. SAUT! Membucu Per ahu Ker tas seperti membaca sebagi an ki sah hi dupku. Sangat mengi kat secara psi kologi s. Ri ngan Namun, begi tu bermakna .... xi i Mays: Per ahu Ker tas memIIIkI hIosoh LenLung sebuuh IIIhun duIum hi dup, alurnya membawa ki ta mengali r, dan selesai membaca ki ta bi sa dapat sesuatu. Thats why i t becomes so i nter esti ng. GOOD JOB, DEE! Two thumbs up for you! Jaf f : Over all, enj oyed the stor y : ) Keren, Dee ... Keren ... Saf ar : Per ahu Ker tas merupakan kekuatan yang membuat hidup menjadi ti dak pernah terl ambat. Semuanya hanya perputaran. Seperti yang di sampai kan Dee, ki ta selalu menuj u satu ti ti k dengan di ri ki ta sendi ri , hanya saja terkadang ki ta mesti melalui berbagai jalan, termasuk menjadi bukan di ri ki ta sendi ri . Sat r i a: AjuIIIIIIIIIIIIIb ... bungeL! Benur-benur unIk Ius menyenLuh! Kok ada ya, ceri ta yang uni k gi ni ? Hol yshi ne: Ternyata menj adi di ri sendi ri tuh butuh banget perj uangan. Berkaca dalam ceri ta i ni . Thanks, Dee, buat ceri tanya yang bi ki n aku j adi nangi s. Ni ght -Bug: Dee, Per ahu Ker tas-mu benar-benar bi ki n emosi nai k turun waktu membacanya. Belum pernah aku membaca novel yang bi sa meng- aduk-aduk emosi kayak gi ni . Benar-benar karya yang sangat enak di - nikmati. Terus berkarya, ya. Bikin lagi cerita ringan tapi sarat emosi kayak gi ni . Deeah Sur ya: Awal baca bagi an pertama aku merasa i ni bukan Dee ba- nget. Coz bahasanya gaya-gaya ABG gi tu. Atau mungki n karena tokohnya yang baru lulus SMA, ya? Baca seterusnya, baru deh yakin kalau itu tulisan Dee. Bahasanya penuh makna dan beri si . Jadi seru bacanya. Nggak salah kalau Dee memang benar-benar penuli s terfavori t. Ast r a-si ma: Kertas ... / Di j adi kan i a perahu / Perahu kertas ... / Mengali r tenang dan menyentuh ... / Membuatmu berpi ki r dan beri rama i ndah .../ Perahu kertasmu i ni tak akan melepuh oleh ali ran ai r, Dee / Selalu ada, mengena .... Et cha: 1 kata tapi banyak alasan untuk ceri ta i ni = i nspi r i ng. Membantu saya untuk mengerti dan berhenti berlari , sekali gus belaj ar melepaskan. [ Komentar-komentar i ni di ambi l dari blog Journal of a 55-days Novel. Bagi Anda yang tergerak untuk i kut bersuara, si lakan mampi r ke www.dee-55days.bl ogspot .com] 1 1. JALAN YANG BERPUTAR Amst er dam, Juni 1999 ... Tidak ada alasan untuk meninggalkan Amsterdam pada mu- si m panas. I ni lah masa terbai k untuk bersepeda di seki tar Lei dseplei n dan Dam Square sambi l meni kmati si nar mata- hari yang merupakan surga tahunan bagi warga kota. I a masi h i ngi n duduk di pi nggi r pantai Blomendahl berbekal kanvas dan alat luki s, atau meni kmati lojje terleerd 1 di salah satu kafe di 9 Straatjes dari pagi hi ngga sore bersama buku sketsanya. Sambi l mengosongkan bari s terakhi r bukunya dari rak yang bergantung di sampi ng tempat ti dur, pertanyaan yang sama seminggu terakhir ini berulang dalam kepalanya: umur - ku bar u j alan delapan belas, tapi kenapa aku mer asa ter - lalu lelah untuk semua i ni ? Pi ntu di bali k punggungnya berderi t pelan. Nee 2 , Keenan. Jangan bebani kopermu dengan buku. Bi ar Oma yang ki ri m semua bukumu ke Jakarta. 1 Kopi susu atau caf latte. 2 Ti dak. 2 Keenan tersenyum ti pi s, urung membereskan buku-buku tadi . Hati nya terusi k. Oma mengatakan i tu seolah-olah i a tak akan pernah kembali ke rumah i ni . Keenan tahu saat i ni akan hadi r tak terelakkan. Hanya keajai ban yang bi sa membatalkannya kembali ke I ndonesi a. Bertahun-tahun, Keenan berharap dan berdoa keaj ai ban i tu akan datang. Keaj ai ban tak datang-datang. Hanya sesekali telepon dari Mama yang memuji sketsa-sketsa yang ia kirim, tanpa ucapan tambahan yang menyi ratkan kalau i a bi sa terus ti nggal di Amsterdam, menemani Oma yang berj uang agar ti dak di gusur ke panti j ompo karena di anggap terlalu tua untuk hi dup sendi ri , meluki s di salah satu bangku di Vondelpark, tumbuh besar menj adi seni man-seni man yang i a kagumi dan banyak berseli weran di kota i ni . Keaj ai ban yang di mi li ki Keenan punya tanggal kedalu- warsa. Cukup enam tahun saj a. Orangtuanya bertengkar hebat semi nggu sebelum akhi rnya memutuskan bahwa i a, anak pertama mereka, di lepas ke negeri orang. Padahal Keenan ti dak merasa di negeri orang. Bukankah di kota i ni mamanya di lahi rkan dan menj adi peluki s, sampai akhi rnya pergi ke I ndonesi a dan berhenti menj adi peluki s? Keenan ti dak tahu persi s apa yang terj adi . Bagai mana mungki n orangtuanya, sumber dari bakat meluki s yang mengali r da- lam darahnya, j ustru i ngi n memadamkan apa yang mereka wari skan? Papa khawati r Amsterdam akan menghi dupkan seorang seni man dalam di ri anaknya. Kenapa Papa takut? Keenan dulu bertanya. Kar ena otakmu ter lalu pi ntar untuk cuma j adi peluki s, j awab ayahnya. Keenan pun bertanya-tanya, haruskah di a mulai menyabotase ni lai -ni lai nya sendi ri di sekolah agar papanya keli ru? Tapi , untungnya, sebelum i tu terj adi , Papa dan Mama sepakat. Di a di i zi nkan bersekolah di Amsterdam untuk enam tahun. Hanya enam tahun. 3 Dua ribu lebih hari berlalu dan Keenan merasa enam ta- hun sesi ngkat kedi pan mata. Mungki n i ni saj a yang sebai knya kamu bawa, vent 3 , Oma menyerahkan dua buah buku bertuliskan 2500 Latihan Soal UMPTN, supaya j i j 4 bi sa belaj ar di pesawat. Ja 5 , Oma. Keenan menyambut dua buku tebal i tu dan berencana untuk meni nggalkannya di kolong tempat ti dur begi tu Oma keluar kamar nanti . Oma tunggu kamu di mej a makan, ya. Perempuan tua i tu berdi ri , membereskan blus moti f pai sley-nya yang ber- kerut, mengencangkan j epi t yang mencapi t rambutnya yang sudah putih tapi masih lebat. Oma tersenyum. Keriput tidak menyusutkan kecanti kan dari waj ahnya. Oma sangat mi ri p Mama. Keenan mendadak merasakan kangen yang menjadi- kan kepulangannya ke Jakarta ti dak terlalu buruk. Oma j adi masak? Br uinebonen soep 6 dan kaas br odje 7 . Sesuai pesananmu. Oma kan ni et fer get 8 , vent. Oma selalu pegang j anj i . Satu malam pada musi m di ngi n pertamanya di rumah i ni , pemanas rumah mereka rusak. Oma mendekapnya dan membungkusnya dalam seli mut tebal. Mereka berdua ber- tahan seperti i tu di sofa. Menunggu pagi . Untuk pertama kali nya j uga mereka merasakan kedekatan seperti dua sa- habat yang saling menjaga. Malam itu, Oma janji tidak akan menangi s kalau satu saat Keenan pulang ke I ndonesi a. Dan Keenan pun i kut berj anj i tanpa tahu betapa beratnya me- megang j anj i i tu. 3 Panggi lan untuk anak laki -laki . 4 Kamu. 5 Ya. 6 Sup kacang merah. 7 Roti kej u. 8 Ti dak bi sa lupa. 4 Keenan memandangi neneknya yang berj alan menuj u mej a makan. Sudut mulut Oma selalu tampak tersenyum dan membuat air mukanya selalu ramah, langkahnya masih tegap meski memelan setahun belakangan i ni . Dari celah pi ntu yang sedi ki t membuka, Keenan memandangi Oma membereskan taplak mej a yang sudah rapi dan duduk me- natap sup kacang merah yang mengepul di wajahnya. Sekali- pun samar, Keenan dapat melihat mata tua itu berkaca-kaca, dan dalam gerakan cepat Oma tampak menyusut sesuatu dari uj ung matanya. Keenan menutup pintu kamar. Tak lama, seluruh ruangan i tu tampak kabur. Berkali -kali Keenan mengerj apkan mata, tapi ai r di pelupuknya seperti ti dak bi sa berhenti . Jakar t a, Jul i 1999 ... Cewek bertubuh mungil itu tak henti-hentinya bergerak, ber- j i ngkat, kadang melompat, bahkan kaki nya menendangi udara. Padahal kegi atannya hanyalah mengemas buku ke dalam dus, tapi dia memutuskan untuk mengombinasikannya dengan berj oget. Kupingnya tersumbat ear phone yang mengumandangkan musi k new wave koleksi abangnya. Di a baru lulus SMA se- bulan yang lalu, tapi selera musi knya sama dengan anak SMA lima belas tahun yang lalu. Semua orang selalu bilang, yang namanya Kugy i tu luarannya doang up-to-date, tapi dalamannya out-of-date. Yang dikatai malah cuek cenderung bangga. Kugy tetap bersi keras bahwa musi k tahun 80, ter- kecuali fashi on-nya, sangat keren dan geni us. Kar ma-kar ma-kar ma-kar ma-kar ma Chameleon ... you come and go ... you come and gooo ... Kugy mengi pas- ngi pas sebuah buku sambi l menandak-nandak. I a berusaha 5 keras ti dak meli hat cermi n karena kelebatan bayangannya saj a sudah membuat i a i ngi n terpi ngkal -pi ngkal . Jelek banget, decaknya. Terkagum-kagum sendi ri . Dari luar, adi k perempuannya, Keshi a, mengetuk-ngetuk pi ntu. Setelah semeni t ti dak ada hasi l, Keshi a yang ti dak sabar mulai menggedor-gedor. Kugy! WoooI! Adu LeIeon, Luh! Ada suara dewasa berceletuk pelan dari belakang, Kak Kugy. Terdengar penekanan pada kata Kak. Keshi a meli ri k i bunya sambi l melengos. Beli au ti dak bosan-bosannya mengi ngatkan untuk memanggi l Kugy de- ngan tambahan kak. Masalahnya, kelakuan kakak perem- puannya yang satu itu kurang layak untuk menyandang titel kakak. Pi ntu penuh sti ker di hadapan Keshi a membuka. Kugy melongok dengan sebelah ear phone-nya menj untai . Bukan- nya buru-buru mengangkat telepon, di a malah menengok ke ibunya dulu, Ma, gimana kalau aku ganti nama jadi Karma? Kan tetap dari K. Jadi nggak menyalahi aturan rumah i ni . Keshi a i kut menengok ke i bunya dengan tatapan putus asa, Tuh, kan, Ma? Di a aneh banget, kan? I bunya hanya mengangkat bahu sambi l terus membaca. Punya anak li ma saj a manggi lnya suka ketukar-tukar, apa- lagi ada yang mau ganti nama. Malas, ah. Nanti saj a kalau Mama sudah tua, sudah pi kun. Jadi nggak ngaruh. Mau Karma, kek, mau Karno ... terserah. Keshi a di buat melongo. Di a mulai menyadari dari mana keanehan Kugy i tu berasal. Dengan logat Bri ti sh yang di buat-buat, Kugy menj awab telepon. Kar ma Chameleon speaki ng. Who i s thi s? Ada beberapa deti k kosong sampai terdengar j awaban dari uj ung telepon. Gy? Noni , ni h. Emang lu sangka si apa yang nelepon? Ratu I nggri s? 6 Mendengar suara Noni , mata Kugy langsung berbi nar. Noni adalah sahabatnya sej ak keci l. Di alah orang yang pa- li ng menunggu-nunggu Kugy selesai berkemas supaya bi sa langsung cabut ke Bandung. Noni j uga orang yang pali ng repot, persi s seperti pani ti a penyambutan di kampung yang mau kedatangan pejabat tinggi. Dia yang mencarikan tempat kos bagi Kugy, menyi apkan j emputan, bahkan menyusun daftar acara mereka selama semi nggu pertama. Si ngkatnya, Noni adalah seksi si buknya. Jadi ke sini, nggak? Entar kamar kos lu keburu gua lego ke orung IuIn! Suuru NonI yung meIengkIng Lujum begILu kontras menggantikan suara Boy George yang halus dari ku- pi ng Kugy. Santai lah sedi ki t, Bu Noni . Legali sasi STTB ke sekolah aj a gua belum sempat .... HA? Orang lai n tuh sudah dari berabad-abad yang lalu IeguIIsusI STTB-nyu, Luhu! I tu jelas nggak mungkin. Yang namanya STTB baru ada waktu angkatan abang gua sekolah .... Kapan mulai beres-beres, Gy? Buku-buku lu yang ba- nyak banget i tu di paket aj a ke Bandung, nggak usah bawa sendi ri . Bagasi mobi lnya Eko kan keci l, nanti nggak bakal muat. Lu bawa baj u-baj u aj a, ya? Ti ket kereta api udah pe- san, belum? Lagi penuh lho. Ntar terpaksa beli di calo. Sa- yang dui t. Non, lu tuh lebi h cerewet dari ti ga nyokap gua di j adi i n satu. Seri us. Mi nggu depan, pokoknya nggak mau tahu, lu harus udah sampai di Bandung. Mobil Eko udah gua suruh masuk bengkel dulu biar nggak mogok pas ngejemput lu ke stasiun. Habi s i tu ki ta langsung keli li ng buat belanj a kebutuhan lu. Kamar lu udah gua sapu-sapu dari kemari n. Pokoknya tahu beres, deh. 7 Tapi lu j uga lebi h raj i n dari ti ga pembantu gua di j adi i n satu. Dusur unuk gIIu! Kurang aj ar lagi .... yu! Kurung ujur! Gi mana si h, gua. Payah banget. Noni ti ba-ti ba tertawa. Kok lu j adi marahi n di ri lu sen- dIrI! I ya, ya? Kugy i kut tertawa. Supaya menghemat energi lu, Non. Kan lu udah capek bantui n gua. Udah capek ngurusi n si Eko dan Fuad-nya yang ngadat melulu i tu ... Emung! Kudung-kudung mendIngun nge-date pake se- peda kumbang dari pada Fi at kuni ng i tu. Lebi h seri ng si Fuad mogok dari pada si Kombi kawi n. Wuuhuhu! Puruh bungeL, dong! MendIng kuIo uud bIsu beranak, mi ni mal kali an bi sa j adi peternak Fi at ... Kugy tergelak-gelak. Komba dan Kombi adalah pasangan hamster peli haraan Noni dan pacarnya, Eko. Pasangan Komba dan Kombi ini tidak henti-hentinya beranak sampai-sampai Noni dan Eko sempat punya profesi baru yakni pedagang hamster . Ya udah, mi nggu depan pokoknya gua tunggu di Ban- dung, ya. Jangan lupa: STTB, pesan ti ket KA, packi ng, pa- ketin buku-buku lu, payung lipat yang dulu lu pinjam, jaket j i ns guamasi h di lu kan, ya? Terus ... Kugy menj auhkan gagang telepon sebentar dari kupi ng- nya, menunggu sayup suara Noni selesai bi cara sambi l pi ndah-pi ndah saluran teve. Gy? Udah di catat semua? Kugy? Kugy buru-buru menyumbur LeIeon kembuII. SIu! Sum- uI keLemu mInggu deun, yu! Saat pembi caraan telepon i tu usai , Kugy terki ki k-ki ki k sendi ri . Sahabatnya yang satu i tu memang luar bi asa. Ke- 8 luarganya sendi ri bahkan ti dak usah repot mengurus i ni -i tu keti ka Kugy harus bersi ap kuli ah di Bandung. Noni mem- bereskan hampi r segala persi apan Kugy dengan bai k dan sukarela. Dari mereka keci l memang selalu begi tu. Orang- orang bi lang, Noni seperti mengasuh adi k, padahal mereka seumuran. Noni yang anak tunggal dan Kugy yang dari keluarga be- sar adalah sahabat kari b yang sali ng melengkapi sej ak TK. Kedua ayah mereka sama-sama meri nti s kari er di perusa- haan yang sama, dan hubungan kedua keluarga i tu terj ali n akrab semenj ak hari pertama mereka berj umpa. Seperti di - sengaj a, kedua ayah mereka pun selalu di tugaskan ber- barengan. Noni dan Kugy tumbuh besar bersama, selalu ti nggal di kompleks perumahan yang sama, pi ndah dari satu kota ke kota lai n hampi r selalu bersamaan: Uj ungpandang, Bali k- papan, Bontang, dan berakhi r di Jakarta saat mereka kelas 1 SMP. Pada tahun i tu, untuk pertama kali nya mereka ber- pi sah. Ayah Noni yang duluan pensi un, memi li h ti nggal di Subang untuk menghabi skan hari tuanya, dan Noni kemu- di an di sekolahkan di Bandung. Sementara ayah Kugy tetap ti nggal di Jakarta bersama keluarganya. Meski Noni selalu tampak lebih dewasa dan teratur ketim- bang Kugy yang serampangan, sesungguhnya Kugy memiliki keteguhan yang ti dak di mi li ki Noni . Sej ak keci l, Kugy tahu apa yang di mau, dan untuk hal yang i a suka, Kugy seolah- olah bertransformasi menj adi sosok yang sama sekali ber- beda. Pi li hannya mengambi l j urusan Sastra adalah buah dari ci ta-ci tanya yang i ngi n j adi penuli s dongeng. Pi li hannya kuli ah di kota lai n adalah buah dari khayalannya untuk hi - dup mandi ri . Di luar dari peri lakunya yang serba spontan, Kugy merencanakan dengan matang perj alanan hi dupnya. 9 I a tahu alasan di bali k semua langkahnya, dan benar-benar seri us menangani i mpi annya. Dari SD, Kugy raj i n menabung, dan semua hasi l ta- bungannya dibelikan buku cerita anak-anak, dari mulai cer- gam stensi lan sampai buku dongeng klasi k yang mahal. Kemudi an i nvestasi i tu i a putarkan lagi melalui usaha pe- nyewaan, sampai bukunya terus bertambah banyak. Jadi lah Kugy pemilik taman bacaan termuda di kompleksnya, sekali- gus yang tergalak. Seperti predator di hutan rimba, ia mem- buru para penyewa nakal dengan sepeda mi ni nya, hi ngga mereka tersudut dan ti dak ada cara lai n agar berhenti di - kej ar-kej ar selai n mengembali kan buku. Kugy melakoni dengan tekun segala kegiatan yang ia ang- gap menunj ang ci ta-ci tanya. Kugy menj adi Pemi mpi n Re- daksi maj alah sekolah dari mulai SMP sampai SMA. I a di - kenal sebagai pi oni r dengan i de-i de segar bagi kehi dupan buIeLIn sekoIuh, Iu nekuL memburu uru hgur ubIIk beLuIun untuk di wawancarai dengan pendekatan yang profesi onal, yang lalu di tuangkan ke dalam bentuk arti kel yang seri us. Dengan raj i n i a mengi kuti segala perlombaan menuli s di maj alah-maj alah, lalu bekerj a sebai k dan sekeras mungki n, untuk akhi rnya keluar menj adi j uara. Sampai -sampai Kugy hafal juri-juri mana yang biasa dipakai dan bagaimana selera- nya. Tidak semua orang menganggap menjadi penulis dongeng layak di sebut sebagai ci ta-ci ta. Kugy j uga tahu i tu. Semaki n i a beranj ak besar, Kugy sadar bahwa sebuah ci ta-ci ta yang dianggap layak sama dengan profesi yang pasti menghasilkan uang. Penuli s dongeng bukan salah satunya. Untuk i tu, se- panj ang hi dupnya Kugy berupaya membukti kan bahwa i a bi sa mandi ri dari buku dan menuli s. Dalam kamarnya yang bergabung dengan taman bacaan di loteng rumah, Kugy menyusun balok demi balok mi mpi - 10 nya. Suatu hari i a bukan hanya seorang kolektor buku do- ngeng. I a akan menuli s dongengnya sendi ri , kendati j alan yang di tempuhnya harus berputar-putar. 11 Jakar t a, Agust us 1999 ... Keenan mana, Ma? t anya pri a i t u dengan gel i sah. Badannya, yang tinggi dan masih tegap untuk umurnya yang memasuki kepala li ma, hanya berbalutkan kaus puti h polos dan celana olahraga. Langkah-langkah beratnya hi li r mudi k sedari tadi . Pali ngan j uga masi h ti dur, j awab i stri nya santai . Kon- sentrasi nya lebi h terpusat pada dua gelas beri si kopi susu panas yang sedang i a aduk. Gimana, sih. Kok kayaknya kita yang lebih antusias me- nunggu pengumuman UMPTN daripada pesertanya sendiri, dumel suami nya. Eh, ILu, korunnyu duLung! seru IsLrInyu keLIku Iu men- dengar gesekan kertas koran di depan pi ntu. Seperti balap lari, mereka buru-buru ke pintu depan dan langsung membuka halaman tengah koran yang padat de- ngan bari san nama-nama. nI numunyu! DIu musuk! IsLrInyu berseru dengun suuru tercekat sambi l menunj uk satu nama. 2. PINDAH KE BANDUNG 12 Antara percaya dan ti dak, pri a i tu pun meyaki nkan di ri - nya berkali-kali, bahwa memang cuma ada satu nama seperti i tu: K E E N A N. Tercetak j elas. Ki ta bangunkan saj a di a, uj arnya ti dak sabar. Ah, nggak usah. Bi ar di a ti dur sepuas-puasnya. Kasi han Keenan, dari kemari n begadang terus, i stri nya menyergah dengan senyum mengembang, toh hari ini dia sudah mem- buat ki ta semua lega. Padahal Keenan sudah tahu apa yang terjadi. Tidak mung- ki n menutup teli nga dari suara apa pun di rumah mungi l i ni . Sambi l meri ngkuk dan memeluk lutut, Keenan menera- wang di atas tempat ti dur, bertanya-tanya pada di ri nya sendiri: apakah ia salah karena tidak merasakan kebahagiaan yang sama? Apakah ia puas atas kesuksesannya menyenang- kan orang lai n? Dan apakah i a cukup berduka atas peng- khi anatannya pada di ri sendi ri ? Di depan kanvas, mata Keenan terpaku. Mendapatkan lembar kosong i tu sebagai j awaban pertanyaan hati nya. Dua belokan dari rumah Kugy, ada sebuah kali. Meski berair cokelat, arus kali i tu mengali r lancar dan ti dak mampat se- perti kebanyakan kali di Kota Jakarta. Kugy menyadari se- suatu ketika baru pindah ke Jakarta, di mana pun ia tinggal, i a selalu menemukan ai r mengali r dekat rumahnya. Seolah- olah ada yang mengi ngi nkan agar kebi asaannya yang satu i tu terus berj alan. Kugy i ngat betul bagai mana sej arah kebi asaan i tu ber- mula. Waktu itu keluarganya masih tinggal di Ujungpandang. Rumah mereka yang berseberangan dengan laut membuat Kugy keci l banyak menghabi skan hari -hari nya di pantai . Adalah Karel, abangnya yang paling besar, yang pertama kali 13 memberi tahu bahwa zodiak Kugy adalah Aquarius. Simbol- nya ai r. Kugy keci l lalu berkhayal di ri nya adalah anak buah Dewa Neptunus yang di utus untuk ti nggal di daratan. Se- perti mata-mata yang ruti n melapor ke markas besar, Kugy percaya bahwa i a harus menuli s surat untuk Neptunus dan melaporkan apa saj a yang terj adi dalam hi dupnya. I a mengi ri m suratnya yang pertama saat mulai bi sa me- nuli s sendi ri . Kugy meli pat surat i tu menj adi perahu lalu dihanyutkan ke laut. Hampir setiap sore Kugy selalu mampir ke pantai, mengirimkan surat-surat berisi cerita atau gambar untuk Neptunus. Kugy protes keras saat keluarga mereka harus pi ndah kota, yang artinya tak ada pantai lagi dekat rumah. I a ngam- bek berkepanj angan sampai akhi rnya Karel menj elaskan bahwa selama ada ali ran ai r, di mana pun i tu, Kugy tetap bi sa mengi ri m surat ke Neptunus. Semua ali ran ai r akan menuj u ke laut, begi tu kata Karel sambi l menyusutkan li - nangan ai r mata di pi pi Kugy. Ai r sungai bakal sampai ke laut? Karel mengangguk. Ai r empang bakal sampai ke laut? Karel mengangguk lagi . Ai r selokan bakal sampai ke laut? Karel masi h mengangguk. Barulah Kugy teryakinkan. Kendati bukan lagi dekat laut, rumah mereka yang berpi ndah-pi ndah selalu dekat sesuatu yang mampu meyaki nkan Kugy bahwa surat-suratnya tetap sampai pada Neptunus. Termasuk rumah mereka yang dekat kali di Jakarta. Namun, kebi asaan i tu mengendur sei ri ng waktu. Kugy yang beranj ak besar pun sadar bahwa besar kemungki nan Dewa Neptunus i tu ti dak ada, bahwa surat-suratnya sampai ke laut sudah dalam bentuk serpi han mi kron yang tak lagi 14 bermakna, atau bahkan ti dak sampai sama sekali . Namun, Kugy j uga ti dak bi sa menj elaskan bagai mana di lubuk hati - nya ia masih ingin percaya. I a tidak bisa menjelaskan bagai- mana bati nnya di buat damai dengan menyaksi kan perahu- perahu kertas i tu hanyut terbawa ai r. Pagi i tu i a berdi ri di tepi kali . Hi ruk-pi kuk kerumunan anak kampung dari pelosok gang berdengung di teli nganya. Namun, Kugy tak terganggu. Matanya tak lepas mengamati aliran air cokelat di bawah kakinya. Perlahan, ia mengeluar- kan sesuatu dari kantong celana. Sebuah perahu kertas. Kugy ti dak i ngat kapan terakhi r i a menghanyutkan perahu di sana. Terlalu lama i a lupa tugasnya sebagai mata-mata dunia air. Entah kenapa, kepergiannya kali ini menggerakkan i a kembali menuli s. Sebuah surat pendek beri si sebari s kali mat: Nus, Scc pindch le cndun. I'll jnd m strecm. Sampai ketemu. Berbarengan dengan batu, kai l, daun, dan segala yang di cemplungkan tangan-tangan keci l di sebelahnya, sebuah perahu kertas melaj u tak terganggu. Seorang anak SMP berambut i kal tampak berlari dan ber- gegas memasuki pagar rumahnya yang terbuat dari kayu bercat puti h. Gari s-gari s mukanya yang tegas dan runci ng di kombi nasi kan dengan kuli t puti h tapi gosong kemerahan aki bat terpaan si nar matahari membuatnya persi s seperti turi s peselancar di pi nggi r Pantai Kuta. Rumah asri yang terletak di daerah hi j au di Jakarta Ti mur i tu tampak le- 15 ngang. Anak lak-laki itu melihat sekeliling dengan khawatir. Napasnya baru melega keti ka mobi l orangtuanya ternyata masi h terparki r di dalam garasi . Langkahnya pun meri ngan saat i a membuka pi ntu. Mu! Keenun beIum berungkuL, kun? Lunyunyu sekeLIku, memasti kan. I bunya tersenyum dan menggeleng. Belum. Tapi kamu harus mandi dulu baru bi sa i kut antar abangmu ke sta- si un. Keenan melangkah keluar dari kamarnya dan nyengi r meli hat adi knya yang deki l bermandi kan keri ngat. Tapi j elek-j elek gi tu, Jeroen banyak yang naksi r, Ma. Muka Jeroen bersemu merah. Pikirannya melayang pada surat-surat dan foto-foto yang seri ng di seli pkan di tasnya oleh cewek-cewek di sekolah, dan i a menebak-nebak mana yang ki ra-ki ra di temukan oleh abangnya. Untung kamu ti dak di si ni , Nan. Mama sudah kayak resepsi oni s pri badi ngangkati n telepon buat di a, celetuk i bunya lagi . Di am-di am i a mengamati kedua anak laki -laki - nya yang terpaut j arak umur enam tahun, dan menyadari betapa berbeda keduanya. Jeroen yang ekstrover, atleti s, di plomati s, senang bergaul dan berorgani sasi , adalah cetak biru ayahnya. Sementara Keenan yang introver, halus, tidak menyukai keramai an, dan lebi h senang menyendi ri untuk meluki s, adalah cetak bi ru di ri nya. Namun, Keenan dan Jeroen saling menjaga dan mengagumi seperti magnet yang lekat erat. Bagi Jeroen, Keenan adalah idolanya nomor satu. Dan Keenan menyayangi Jeroen lebi h dari apa pun. Jeroen seperti orang patah hati keti ka Keenan harus pergi ke Amsterdam, dan ki ni i a harus melepas abangnya lagi untuk bersekolah di Bandung. Ma, aku bolos sehari , deh. Aku j uga mau ke Bandung. Ketemu Mas Eko, rengek Jeroen. Permohonannya sudah 16 di tolak mentah oleh ayahnya, dan ki ni i a mencoba celah lai n, yakni lewat i bunya. Sayang, i bunya tetap menggeleng. Nggak bi sa, Roen. Kamu harus sekolah. Mama yaki n saya di j emput Eko? tanya Keenan. Ya i yalah. Mama sudah telepon langsung ke Eko. Me- mangnya kenapa? Saya nggak i ngat mukanya, di a j uga pasti sama. Kami LerukhIr keLemu kun wukLu SD! Jeroen Iungsung menyumbur senung, Nuh! Lu dIu, Mu! Kalau aku i kut, aku nanti bi sa kasi h tahu Mas Eko yang mana. I bu mereka tersenyum melihat usaha keduanya. Eko ada- lah sepupu Keenan yang sej ak SMA bersekolah di Bandung dan ki ni mereka akan berkuli ah di kampus yang sama. Se- masa keduanya masi h SD, sebelum Keenan berangkat ke Amsterdam, Keenan dan Eko bersahabat kari b. Baru seka- rang lagi mereka akan bertemu setelah terpi sah seki an lama. Alasan kamu memang masuk akal, Nan. Tapi Eko sudah Mama pesankan untuk bawa tulisan nama kamu. Jadi, biar- pun kali an ti dak hafal muka, kali an pasti akan bertemu, j awab i bunya sambi l mengerli ng ke arah Jeroen. Terdengar suara pintu kamar membuka, dan melangkah- lah keluar ayahnya yang masih berkemeja dan dasi lengkap. I a pun telah minta izin dari kantornya demi melepas Keenan ke Bandung. Semua barang kamu sudah siap, Nan? tanyanya sambil merai h kunci mobi l dari mej a. Sudah, Pa. Keenan berdi ri di sampi ng satu tr avel bag. I tu saj a? Si sanya di paket ke Bandung, ti mpal i bunya. Dan ujung 17 matanya menunj uk ke sudut yang penuh sesak oleh tum- pukan dus beri si alat luki s. Ayahnya menghela napas. Ri ak pada ai r mukanya ti dak bi sa di sembunyi kan, dan Keenan meli hatnya dengan j elas. Ada suasana mendung yang seketi ka menggantung di ruangan i tu. Satu demi satu pun melanj utkan kegi atannya masi ng-masi ng tanpa suara. Bandung, Agust us 1999 ... Ti dak ada yang lebi h dahsyat dari pada gabungan geri mi s hujan di luar dan selimut hangat di dalam kamar. Demikian pri nsi p Kugy. Meri ngkuk di tempat ti dur sepanj ang sore sambi l bermi mpi i ndah adalah mi si nya sore i tu. Sayangnya, i a lupa mengunci pi ntu. Cahaya dari luar seketi ka menerangi kamarnya yang te- maram. Langkah tergesa dan suara bernada tinggi mengacau- kan suasana hening yang membungkus Kugy seperti kepom- pong. Gy! Bungun! PergI, yuk! Seli mut yang tampak menggunduk i tu tak bergerak. Gy, Eko udah di depan. Si Fuad nggak bi sa di mati i n, enLur mogok. Yuk, ceeLuuun! Kugy menyahut dengan gumaman tak j elas. Noni terpaksa mengambi l ti ndakan lebi h ekstrem. De- ngan gesi t i a menyi ngkap seli mut dan memerci k-merci kkan ai r dari gelas di sebelah tempat ti dur. Kugy menghIndur, geIuguun. Penyerunguuun! nvusI ruung rIvuuuuL! Nggak usah berlagak, deh. Ayo, bangun. Kugy terduduk dengan paksa, mata terpejam sebelah dan rambut semrawut. Non, berhubung kamar ki ta bakal se- 18 belahan setidaknya dalam empat tahun ke depan, gua jelas- kan satu aturan yang sangat penting, oke. Tidur siang adalah momen sukruI buuL guu. Bonus hujun, IugI! Hurusnyu Iu mu- suk ke si ni pun j alannya pake lutut dan sungkem dulu ke kaki tempat ti dur .... Ki ta j emput sepupunya Eko ke stasi un, yuk. Jam li ma keretanya nyampe. Lu mau pakai baju yang mana? Biar gua si api n, Noni seperti tak mendengar khotbah penti ng Kugy. Kedua mata Kugy terbuka. Bentar ... bentar. Kenapa kok gua harus i kut? I tu kan sepupu si Eko, lu yang pacarnya si Eko, kenapa gua harus dilibatkan segala? Kugy berseru pu- tus asa. Soalnya ... Si Fuad ngadat lagi . Kalo mogok harus ada yang dorong. Untuk dorong ki ta butuh tenaga. Kugy menganga tak percaya, Jadi ... gua dibangunin dari ti dur suci gua untuk j adi cadangan tenaga ngedorong si Fuad? Ya i yalah. Buat apa lagi ? Ngguk soun, bener-bener ngguk soun! Guu cumu dI- anggap kuli dorong mobi l ..., sambi l menggerutu Kugy ba- ngun. Mau pakai baj u yang mana? Yung InI! Kugy menunjuk ukuIun yung menemeI dI tubuhnya. Celana bati k selutut yang sudah mengusam, dan kaus kegedean bertuliskan Lake Toba yang sudah tipis dan lentur seperti lap dapur. Yah, j angan gi tu-gi tu amat, dong, Gy. Lu ngambek, ya? Oh, nggak. Gua cuma berdandan sesuai kasta gua aj a. KuII dorong mobII. Ayo, cubuL! suhuL Kugy seruyu menyum- bar j aket j i ns di gantungan. Noni memandang temannya dengan khawati r. Rambut sebahu Kugy sebagi an nai k ke atas seperti di sasak setengah 19 j adi . Baj unya mendekati compang-campi ng. Jaket j i ns ke- gombrongan mi li k Karel yang di gondol Kugy deti k-deti k terakhi r sebelum di a berangkat ke Bandung i tu pun tentu ti dak membantu. Belum lagi , j am tangan plasti k Kura-kura Ninja yang nyaris tak pernah lepas dari pergelangan tangan- nya. Lalu sandal khusus kamar mandi dari bahan plasti k berwarna pi nk elektrik seolah menyempurnakan keajaiban penampi lan Kugy sore i tu. Namun, Kugy berj alan mantap keluar menantang duni a, di sambut Eko yang kontan meri ngkuk-ri ngkuk tertawa me- li hat pemandangan nyentri k i tu. Gy! u kuyuk gembeI buru gIIu! Keren! LerIuk Eko sem- bari merogoh-rogoh ransel mencari kamera. Si ap ... satu, dua, ti ga, pose! Dengan cepat Kugy langsung membengkungkan kedua lengannya seperti atlet bi naraga. Sip. Gua cetak 5R, nanti gua pajang di mading kampus. Eko tersenyum puas. 10R lah, Ko. Standar maj alah, dong. Orang gila lu layanin, ya makin senanglah dia. Lihat tuh, mukanya hepi gi tu .... Noni menunj uk Kugy yang sedang mematut-matut di ri di spi on mobi l Eko, mulai menyadari betapa aneh dandanannya, dan mulai tertawa-tawa bahagi a tanda meni kmati . Meli hat i tu, Eko j uga mulai khawati r. Lu tahu betapa gua menghargai setiap liter bensin, kan, Gy? Dan gua nggak bisa matiin mesin mobil karena takut mogok. Tapi gua akan merelakan li ma meni t buat lu untuk ganti baj u. Kalau lu mau, kata Eko penuh penekanan. Dia sebetulnya sudah bisa menduga pi li han Kugy. Dari pada bensi n li ma meni t lu habi skan buat tunggu gua ganti baj u, mendi ngan lu konversi j adi dui t terus beli i n guu mInum. JudI kuII gumung huus! Yuk! 20 Jawaban tegas Kugy menuntaskan kontroversi sore i tu, dan meluncurlah Fi at 124S kuni ng i tu memecah ai r di atas j alanan Kota Bandung yang basah. Lautan penumpang kereta api telah melewati ti ga sekawan i tu sej ak sepuluh meni t yang lalu, tapi mereka belum j uga menemukan objek jemputannya. Noni dan Kugy sudah mu- lai resah. Lu yakin dia pakai kereta jam lima? Kok nggak muncul- muncul? tanya Kugy pada Eko yang celingak-celinguk tiada henti . Gua yaki n di a pakai kereta yang i ni . Masalahnya, gua nggak tahu mukanya. HAH? teri ak Kugy dan Noni hampi r berbarengan. Kok kamu nggak bawa tuli san atau apa, kek? cecar Noni . Eko nyengi r masam. He-he, keti nggalan, Non. Amun, deh! KuIuu bIIung durI LudI kun uku bIsu curI kerLus sumu uIen! omeI NonI. Tenang ... muka sepupuku tuh uni k, kok ... pokoknya gi mana, ya ... hmm .... Kapan kali an terakhi r ketemu? tanya Kugy. Waktu SD, Eko menj awab setengah menggumam. Kugy dan Noni langsung berpandang-pandangan. Noni memutuskan untuk lanj ut mengomel, sementara Kugy ber- gegas ke arah muka stasi un. DurI juuh, Kugy membuIIkkun budun. KO! SIuu numu sepupu lu? Keenun! KEENAN? Bersamaan dengan i tu muncul serombongan orang yang 21 menghalangi pandangan keduanya. Kugy berharap i a tak salah mendengar. Keenan ... Keenan ..., ulangnya sendirian sambi l terus berj alan. Tak jauh dari sana, seseorang merasa namanya dipanggil. Keenan merasa sumbernya adalah perempuan yang sedang bergerak ke arahnya. Keenan mengamati dengan saksama. I a yaki n belum pernah berkenalan dengan cewek satu i tu seumur hi dupnya. Tepatnya, i a belum pernah menemukan orang dengan penampi lan seaneh i tu. Ragu, Keenan mendekati , menj aj arkan langkahnya de- ngan kaki keci l yang melangkah besar-besar dan terburu- buru. Permi si .... Kugy berhenti , tertegun menatap orang yang tahu-tahu muncul di sampi ngnya dan ki ni mengadang persi s di ha- dapan. Keenan mengamati sekali lagi . Perempuan mungi l se- tinggi dagunya, kelihatan seperti anak SMP, gaya berbusana tidak ada juntrungnya, rambut seperti orang baru kesetrum, kedua mata membelalak seperti mengancam. Mendadak Keenan menyesal telah memanggi l. Ada apa, ya? tanya Kugy dengan suara di besar-besar- kan. Berusaha sangar. Setengah mati Keenan menahan senyum geli nya yang spontan i ngi n membersi t. Ternyata i a berhadapan dengan anak kuci ng yang berusaha j adi si nga. Nggak pa-pa. Saya salah mengenali orang. Saya pi ki r tadi nya kamu ... emm ... maaf, ya. Keenan mulai bi ngung menjelaskan, dan akhirnya hanya tersenyum lebar lalu ambil langkah seri bu. Namun, dalam hati i a tahu, i a ti dak akan pernah melupakan waj ah i tu. Kugy pun hanya mengangguk keci l, lalu berj alan lagi ke arah bilik informasi yang menjadi tujuannya. Napasnya baru lepas setelah i a yaki n orang i tu sudah hi lang j auh di bali k 22 punggungnya. Sej uj urnya, i a ti dak keberatan salah di kenali . Laki -laki tadi adalah makhluk tertampan yang pernah i a temui sej ak tokoh Therri us dalam komi k Candy-Candy. Namun, harus selalu waspada dengan semua makhluk sok akrab, tegas Kugy dalam hati . Lebi h bai k konsentrasi men- cari sepupu Eko nan malang, i a pun memoti vasi di ri . Ber- usaha melupakan apa yang baru i a li hat. 23 Noni dan Eko, yang mulai putus asa menunggu di tempat sama, akhirnya berjalan ke teras depan stasiun. Suasana mu- lai lengang, ti nggal segeli nti r orang yang tersi sa. Aku coba telepon ke rumah tanteku, deh. Si apa tahu memang di a pakai kereta yang lai n. Pi nj am HP ya, Non. Pulsa cekak, ni h. Sambi l memberengut, Noni menyerahkan ponsel nya. Namun, tangannya tergantung di udara, karena tiba-tiba ter- dengar suara yang sangat i a kenal bergaung lewat speaker seantero stasi un. Panggi lan untuk Keenan penumpang KA Parahyangan dari Jakarta, sekali lagi , saudara Keenan, sepupu dari Eko Kurni awan, di tunggu oleh saudara Eko yang ci ri -ci ri nya se- bagai berikut: rambut cepak berjambul Tintin, tinggi 175 cm, kuli t cokelat sedang, mata besar bulu mata lenti k, pakai kaus Li mpbi zki t, di temani oleh dua cewek cakep .... Noni dan Eko melongo. Keduanya menoleh ke belakang, melihat Kugy di bilik informasi sedang menguasai mikrofon. Tak lama seorang petugas datang tergopoh-gopoh untuk me- 3. MOTHER ALIEN 24 ngendalikan situasi. Seorang anak kurang ajar rupanya telah menjajah daerah kekuasaannya saat ia pergi sebentar ke ka- mar mandi barusan. Tak hanya Noni dan Eko yang ikut menoleh, seorang pe- muda yang berdiri tak jauh dari mereka pun ikut melongok. Dan ki ni orang i tu yaki n bahwa perempuan aneh yang ki ni tengah di usi r petugas i tu memang orang sama yang me- manggi l namanya tadi . Sambi l tertawa ri ang, Kugy menghampi ri Noni dan Eko. Ha-ha ... salah sendi ri posnya di ti nggal .... Dari arah lain, tampak satu sosok mendekati mereka ber- ti ga. Baru saj a Keenan mau mengucap permi si untuk yang kedua kali nya, matanya tertumbuk pada wajah yang kali i ni rasanya i a sungguhan kenal. Eko? panggi lnya setengah meragu. Keenan? Eko membalas sama ragunya. Keduanya tercenung memandangi satu sama lain. Dalam kori dor memori masi ng-masi ng, i ngatan mereka berkej aran menuju ke sembilan tahun lalu. Dalam ingatan Keenan, Eko adalah anak berbadan besar cenderung tambun, peri ang, bermata canti k seperti anak perempuan dengan bulu mata lebat dan lenti k. Dalam i ngatan Eko, Keenan adalah anak bule berambut kecokelatan, kurus dengan tungkai -tungkai panj ang, bersorot mata teduh dan selalu tersenyum ramah, tapi j arang bi cara. Dan sekarang Keenan menj ulang ti nggi dan tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan hi tam pekat, tampak terj urai sedi ki t melewati pundak. Ha- nya sorot matanyalah yang tak berubah, yang sej ak keci l membuat Keenan tampak l ebi h dewasa dari umurnya. Keenan pun tak akan mengenali sepupunya j i ka saj a ti dak menemukan kedua mata bundar yang di naungi bulu-bulu lenti k yang sej ak dulu menj adi ci ri khas Eko, yang mem- 25 buatnya dulu dipanggil Si Cowok Cantik. Sekarang sepupu- nya sudah ti dak bulat lagi seperti bola, malah lebi h mi ri p pelati h jtness. Jarak sembilan tahun itu seketika melumer ketika kedua- nya berdekapan sambi l tertawa bersama, menyadari bahwa sej ak tadi mereka ternyata berdi ri bersi si an. Bener j uga kata Tante Lena, lu udah maki n kayak seni - mun sekurung! seru Eko sumbII meneuk buhu Keenun. Kenali n, Nan. I ni cewek gua, Noni . Dan i ni sahabatnya Noni .... Hanya Kugy yang tampak menyi mpan kepani kan saat berkenalan dengan Keenan. Waj ahnya bersemburat merah saat i a mengulurkan tangan, Hai . Kugy .... Keenan tersenyum lebar menyambut tangan mungi l de- ngan muka yang ki ni merunduk malu i tu. Betulan seperti anak kuci ng. Hai . Akhi rnya kenalan j uga. Memangnya kali an udah ketemu? komentar Eko me- li hat pemandangan ganj i l i tu. Kugy yang tahu-tahu melem- pem seperti kerupuk disiram air, sementara ekspresi Keenan seperti orang yang menangkap basah sesuatu. BeIum! Keduunyu menjuwub komuk. Mereku berduu berpandangan lalu tertawa. Suduh! ruIuL keduunyu IugI, jugu bersumuun. Dun me- reka tertawa lagi . Gi mana, si h? Eko dan Noni mulai merasa ada konspi - rasi di bali k i ni semua. Mungki n ki ta sudah ketemu di kehi dupan lampau .... ti mpal Kugy cepat. Yup. Dan dulu dia galak sekali. Keenan ikut menambah- kan, mantap. Eko melengos melihat keduanya, malas mempermasalah- kan apakah dua orang i tu seri us atau bercanda. Dari dulu 26 dia udah hancur gini belum dandanannya? celetuknya sam- bi l menunj uk Kugy. Oh, seIuIu! Keenun nyengIr. Kugy ikut mengekeh, bangga. Percaya dirinya sudah kem- bali . Seketi ka ada keakraban yang j uga mencai rkan j arak dan waktu di antara mereka berempat, seolah mereka telah berkenalan j auh lebi h lama dan bukannya barusan. Tak lama kemudian, hujan kembali mengguyur Kota Ban- dung. Sebuah Fi at warna kuni ng terang tampak berusaha keras keluar dari parkiran stasiun. Noni di belakang kemudi, sementara keti ga temannya mendorong di belakang. Tubuh mungi l Kugy di api t oleh kedua lelaki besar di ki ri -kanan, tapi j elas suara lantangnya yang berfungsi sebagai mandor. I a berteriak-teriak sekuat tenaga untuk membakar semangat, sampai akhi rnya Fi at i tu berhasi l kembali melaj u dengan tenaga mesi n. Bukan manusi a. Deri ng telepon meraung-meraung di kori dor kos-kosan i tu sej ak tadi , bersahutan dengan derap kaki yang berlari dan LerIukun beruIung-uIung: Ngguk usuh dIungkuuuL! Lu buuL suyuuu! Kugy menyambar kop telepon dan terengah menyapa, Halo .... Hai , Sayang. Hai , Jos .... Kamu baru j oggi ng? Tumben raj i n. Bukan. Baru dorong mobi l. Hah? Huj an-huj anan lagi . Gede banget. HAH? Kok bi sa? Bi asa. Fuad lagi penyaki tan, sementara Eko harus j em- 27 put sepupunya ke stasi un, yang dari Belanda i tu lho, terus mereka butuh aku untuk dorong mobi l kalau-kalau mogok. Eeeh ... dasar si Fuad, beneran mogok di a. GIIu yu sI Eko! Ngguk udu orung IuIn, uu? Musu kumu yang mereka andalkan? Di stasi un kan banyak kuli . Bayar kek buat dorong mobi l, ngemodal di ki t. Nanti kalau kamu u guru-guru kehujunun, memungnyu sI Eko uLuu sI uud bi sa ganti i n kamu kuli ah? Jos, nggak pa-pa, kok. Yang dorong beneran kan Eko sama sepupunya. Aku cuma nyumbang spi ri t sama akti ng ngedorong doang. Tapi tetap huj an-huj anan, kan? I ya, si i i h .... Nuh, ILu dIu! Dun bunjIrun kuIImuL berIkuLnyu Lerus mengali r tanpa j eda. Kugy menunggu sambi l memanyunkan mulut dan me- meras uj ung-uj ung kausnya yang basah. I a memang tak akan pernah bisa menang jika beradu mulut dengan Joshua, pacarnya sej ak dua tahun terakhi r. Kendati begi tu, Joshua pun seri ngkali mati kutu j i ka berhadapan dengan Kugy. Bukt i nya, di a har us mer el akan namanya yang i ndah di rusak menj adi Oj os, dan hanya Kugy satu-satunya di duni a yang berani melakukan i tu. Bagi Kugy, ungkapan opposite attr act adalah yang paling sempurna untuk menggambarkan dinamikanya dengan Ojos. Tak ada satu pun temannya yang percaya bahwa keduanya bisa jadian, begitu juga dengan teman-teman Ojos. Keduanya bertolak belakang hampi r dalam segala hal. Ojos yang neci s dan j ago basket adalah puj aan banyak cewek di sekolah ka- rena kegantengannya, mobi lnya yang keren, dan si kapnya yang sesuai primbon Pr i nce Char mi ng. Membukakan pintu, membawakan sei kat bunga, dan makan malam di restoran mewah bertemankan si nar li li n, adalah standar prosedur 28 Oj os. Di si si yang berbeda, Kugy pun termasuk sosok populer di sekolah karena akti vi tas dan pergaulannya yang luas. Tapi Kugy berasal dari kutub yang berbeda. Kugy di - kenal dengan j ulukan Mother Ali en. I a di anggap duta besar dari semua makhluk aneh di sekolah. Semuanya tak habi s pi ki r, bagai mana mungki n Pr i nce Char mi ng dan Mother Ali en bi sa bersatu? Ti dak j uga Oj os, atau Kugy, tahu j awabannya. Mungki n karena Kugy begitu berbeda dengan semua cewek yang per- nah di pacari nya, Oj os begi tu terkesi ma meli hat bagai mana Kugy begi tu santai dan berani menj adi di ri nya sendi ri , se- mentara cewek-cewek lai n si buk mencari muka hanya su- paya Ojos mau mengajak mereka makan atau nonton barang sekali saja. Kugy sendiri tak pernah menganggap Ojos serius mendekati nya karena menyadari betul perbedaan mencolok di antara mereka berdua. Kugy tak sadar, si kapnya j ustru membuat Oj os semaki n penasaran. Kugy tak akan pernah lupa hari mereka jadian. Pada sore i tu, huj an pun turun sama lebatnya. Dan Oj os keburu me- neri ma tantangan Kugy untuk bertandang ke rumahnya pa- kai kendaraan umum. Datanglah Ojos di depan pintu, basah kuyup karena gengsi bawa payung, rambut rapi nya layu di - ti mpa ai r huj an, dan sei kat mawar puti hnya berantakan tergencet punggung orang di Metro Mini. Dan kali itu, Kugy melihat Ojos dengan pandangan lain, bukan lagi anak manja yang di puj a-puj a satu sekolah, melai nkan seseorang yang si ap berkorban demi pi li han hati nya. Dan hati Kugy pun akhi rnya memi li h. Hampi r dua tahun mereka pacaran, dan mereka tetap dua manusi a yang bertolak belakang. Di mata Kugy, Oj os yang perhatian dan cerewet kadang-kadang berfungsi sebagai penata hidupnya dan kaki-kaki yang membantunya menjejak bumi saat terlalu lama berada di duni a khayal. Di mata 29 Oj os, Kugy yang cuek dan seenaknya terkadang menj adi pengi ngat bagi di ri nya untuk bersi kap santai dan terbuka bagi segala kej utan dalam hi dup. Cukup banyak penyesuai an yang mereka pelaj ari selama dua tahun i ni . Salah satu tri k yang di pelaj ari Kugy kalau Ojos sedang kambuh cerewetnya adalah menjauhkan sedikit gagang telepon lalu mencari kesibukan lain, dan kini ia ma- si h asyi k memeras uj ung-uj ung baj unya. Gy? Kugy? Denger nggak? Kugy tersadar dan buru-buru mendekatkan gagang tele- pon. Kenapa? Sori tadi kresek-kresek .... Tadi aku bi lang, lai n kali kamu nai k taksi aj a ke mana- mana, jangan percaya deh sama si Fuad. Udah sering kamu di kerj ai n mobi l satu i tu. Ogah, ah. Naik taksi mahal. Kalau dorong Fuad, udahan- nya malah suka di j aj ani n mi num sama Eko. Oj os menghela napas. Putus asa. Ya udah. Terserah. Ganti baj u gi h, nanti masuk angi n. Oh, ya, kapan dong kamu beli HP baru? Masa kalau mau telepon harus ke kosan terus. Kan enakan ngobrol di kamar. Ponsel Kugy, produk second keluaran empat tahun yang lalu, sudah tak berfungsi lagi layarnya. Selama i ni i a ter- paksa menggantungkan nasi b pada feel i ng, dari mul ai urusan memencet nomor sampai menerima telepon. Alhasil, Kugy kehabi san banyak pulsa karena salah sambung, dan tak berhasi l menghi ndari telepon-telepon yang tak di i ngi n- kan karena ti dak tahu si apa gerangan yang meneleponnya. Aku nabung dulu, ya, Jos. Aku lagi bi ki n cerpen, ni h. Kali i ni aku mau coba ki ri m ke maj alah. Jadi ada peng- hasi lan. Malu mi nta sama Bokap. Lagi an kalo buat HP ka- yaknya nggak akan di kasi h. Kamu lagi bi ki n ceri ta apa? 30 Aku lagi bikin cerpen cinta gitu. Kalau dimuat, honornya cukupan beli HP baru. Pasti di muat. Kamu kan hebat. Ceweknya si apa dulu ... Oh, ya, aku j uga lagi bi ki n dongeng tentang sayur- sayuran. Jadi gi ni , tokoh utamanya Pangeran Lobak dari keraj aan Umbi , lalu tokoh antagoni snya penyi hi r namanya Nyi Kunyi t dari negeri Rempah ... Oj os punya tri k j i ka Kugy sedang berceloteh tentang duni a khayal yang tak i a mengerti , yakni menj auhkan gagang telepon sedi ki t dan mencari kesi bukan lai n. Oj os mul ai membuka-buka t umpukan maj al ah ot omot i f di hadapannya, sementara mulutnya sesekali membuka, Oh, ya? Hmm. Oooh. Ya, ya. Hmm. Oh, ya? Hmm .... Seru, kan? Hebat nggak ceri taku? Jos? Halo? Oj os t ersadar dan buru-buru mendekat kan gagang LeIeon. Wow! GIIu. Seru bungeL! Yu uduh, kumu mundI, gi h. Besok aku telepon lagi ya, Sayang. Bye! Duh! buIus Kugy. Buru suju Kugy henduk bungkIL berdi ri , tahu-tahu selembar handuk telah di lemparkan ke pangkuannya. Diomelin sama Ojos, ya? tanya Noni yang sudah berdiri di depan Kugy. Yah, biasalah. Kayak nggak tahu aja. Dia kan jelmaan lu dalam bentuk laki -laki , uj ar Kugy sambi l terkekeh. Nanti malam di aj ak makan sama Eko. Gabung, yuk. Kugy menelan ludah. Pakai Fuad lagi ? Fuad tewas. Besok masuk bengkel dulu. Rencananya Eko dan Keenan mampi r ke si ni pakai angkot, nanti ki ta j alan kaki aj a cari yang dekat-dekat, atau pesan makanan lewat telepon. TerImu kusIh yu, Tuhun! Mukun gruLIs! Ngguk ukuI dorong! Kugy meIonjuk gIrung dun menghIIung dI buIIk pi ntu kamar mandi . 31 Di ruangan tamu yang di gunakan bersama i tu, tampak kar- ton pi pi h lebar bekas pi zza menganga terbuka. Sebuah teve yang tak di tonton menyala dengan suara sayup. Empat orang duduk di lantai, berbincang asyik sambil tertawa-tawa, dengan dus pi zza kosong sebagai pusat bagai kan kawanan I ndi an yang mengeli li ngi api unggun. Kugy ... gi li ran lu kasi h i de. Oke, Kugy berdehem, di li ngkaran suci i ni , sebutkan hal pali ng aneh yang pernah ki ta lakukan. Ayo, yang j uj ur, yu! Maaf, sebetulnya gua kurang setuj u, Noni angkat ta- ngan, karena bagi Kugy semua hal nggak ada yang aneh, termasuk yang pali ng aneh sekali pun untuk ukuran orang normal. Mereka tergelak-gelak, termasuk Kugy. I tu memang apes- nya lu aj a, Non. Dan untung di gua, celetuk Kugy. Noni berpikir sejenak. Waktu SD gua pernah ikut drama sekolah, dan dapat peran j adi .... Pak Raden. Lengkap dengan kumi s palsu. 4. LINGKARAN SUCI 32 Semua terki ki k-ki ki k. Securu hsIk Iu memung kurung cocok, Non. Tapi karakter pas banget. Gi li ran Keenan. Hmm. Li psync lagu Meggy Z. Lengkap dengan j oget. Pengakuan Keenan disambut sunyi. Semua terlongo, tak- j ub. Melihat reaksi itu, Keenan merasa perlu memberikan pen- jelasan. Jadi, waktu itu ada malam kesenian di sekolah gua di Amsterdam, dan karena mereka tahu gua dari I ndonesia, gua diminta menyumbangkan satu kesenian yang khas I ndo- nesi a. Yah, cuma i tu yang gua bi sa. Tapi mereka suka ba- nget. Satu sekolah i kut j oget. Lagu yang mana? Saki t Gi gi . Sunyi lagi . Ti ba-ti ba terdengar suara tepuk tangan yang di prakarsai oleh Eko. Tak lama, yang lai n mengi kuti . Teri ma kasi h, teri ma kasi h, Keenan membungkuk hor- mat. Gi li ran Kugy. Anak i tu berpi ki r keras. Betul kata Noni , pi ki rnya, berhubung hampi r semua yang i a lakukan cen- derung aneh, susah sekali memi li h satu. Ayo, dong. Lama banget, si h, desak Eko tak sabar. Bentar, bentar. Susah banget, nih, gumam Kugy. Muka- nya berkerat-kerut tanda berpi ki r keras. Mau di bantu, Gy? Tahu-tahu Noni memberi usul. Please. Kugy suka kirim surat ke Dewa Neptunus, ungkap Noni sambi l menahan geli . Ali s Keenan seketi ka bertemu. Gi mana caranya? Oh, gampang. Dulu, waktu rumah gua masi h di dekat pantai , ya gua hanyutkan di laut. Sesudah i tu di hanyutkan saj a di segala ali ran ai r, karena semua ali ran ai r bermuara 33 ke laut. Kugy langsung duduk tegak dan menj elaskan de- ngan semangat. Terus, tuj uannya lu ki ri m surat apa? Eko bertanya. Teman-teman, sudah saatnya kali an tahu bahwa gua i ni sebetulnya ..., Kugy menahan napas, suaranya bergetar ... ali en. Sunyi yang lebih mencekam, atau tepatnya mencekik, se- ketika memberangus mereka. Eko sudah mau mati menahan semburan tawa. Gua sebetulnya anak buah Neptunus yang di ki ri m ke Bumi untuk j adi mata-mata, papar Kugy lagi , dan, SE- CARA KEBETULAN SEKALI , zodi ak gua Aquari us. Aj ai b, kan? tambahnya dengan mata berbi nar-bi nar. Sama, dong. Gua j uga Aquari us, sahut Keenan. Yo! Br otha! Kugy kontan menj abat tangan Keenan. Eko membelesakkan kepalanya ke dalam bantal. Tertawa terpi ngkal-pi ngkal. Kok gua serasa ada di tengah ali en nati on gi ni , ya? cetusnya dari dalam benaman bantal. Betul, kan? Tantangan i ni memang nggak relevan buat si Kugy, kata Noni lagi , ayo, gi li ran kamu, Ko. Dengan segala hormat, tapi hal paling aneh yang pernah gua lakukan adalah ... naksi r Kugy. Keenan terbahak keras, di i kuti Kugy yang sampai ter- guli ng di lantai . Sementara mulut Noni menganga tak per- caya, Kamu pernah naksi r Kugy? Kakapan? Yah, waktu aku kelasnya sebelahan sama dialah, pas ke- las 2 SMP. Untung kamu udah keburu pindah, Sayang. Jadi nggak perlu i kut menyaksi kan ai b i ni , Eko menepuk bahu Noni , tenang, Non. Langsung menyesal, kok. Dulu aku se- ri ng ke taman bacaannya Kugy. Bi sa naksi r karena seti ap ketemu Kugy selalu pas di a lagi baca buku. Begi tu ngobrol ... bubur juIun! Eko un LergeIuk-geIuk. 34 Terus, kok kali an bi sa ... j adi an? Keenan perlahan me- nunj uk Eko dan Noni . Eko langsung pasang tampang seri us. Sebetulnya ci nta sejati gua adalah Noni, Nan. Gua udah naksir dia dari kelas 1 SMP .... AIuh! GombuI! KenuI uju beIum! semroL NonI. Kumu kan kenal aku j ustru setelah aku pi ndah. Gara-gara pernah ketemu aku di rumah Kugy, kan? Yang mungki n waktu i tu kamu masi h j adi pelanggan seti a taman bacaannya dalam rungku e-de-ku-Le! Buru deh, sok ukrub, sok uduh nuksIr aku dari kelas 1, padahal aku yaki n kamu tahu aku aj a nggak, cerocos Noni sengi t. Yaelah, Non. Dendam banget, sih. Namanya juga usaha. Boki s di ki t kan bi asa. Yang penti ng hasi lnya ... Eko mem- buj uk-buj uk. Jadi kali an di comblangi n Kugy? tanya Keenan lagi . Boro-boro! KuII InI Eko dun NonI suLu suuru. Kugy menggeleng, Sori . Aku pali ng anti percomblangan dan segala usaha perj odohan lai nnya, sahutnya kalem. Si Semprul satu i ni j ustru orang yang pali ng meng- halang-halangi , tahu nggak? sambar Eko lagi . Masa di a pernah bi lang ke Noni kalo gua i tu spesi es berbahaya? Yah, gua kan cuma menganali sa dari stati sti k pengem- balian buku lu, Ko. Dan judul-judul apa yang lu pinjam. No har d feeli ng, dong. Tuh! KebungeLun ngguk dIu? Musu rosek guu dI- hancurkan gara-gara tr ack r ecor d kartu anggota taman bacaan? Memangnya Eko pi nj am buku apa aj a? tanya Keenan pada Kugy. Betulan penasaran. Dua tahun j adi anggota masa cuma pi nj am Godam si Puter a Peti r ? Dan lebi h dari sepuluh kali di a pi nj am yang j udulnya Anak Rabaan Setan, j awab Kugy, terakhi r-ter- 35 ukhIr muIuh uduh ngguk dIbuIIkIn! GImunu uku ngguk cu- ri ga? Menyusul seketika ledakan tawa Keenan dan Noni. Wajah Eko merah padam. Kali i ni i a terpaksa bungkam. Kugy berdehem lagi . Nah. Berhubung segala sesuatu yang berhubungan dengan gua adalah keren adanya, j adi gua nggak aneh. Dan Eko, yang harusnya lebih aneh karena bi sa suka sama orang aneh bahkan j adi anggota perpus- takaan orang aneh dengan pilihan buku yang aneh, akhirnya juga jadi nggak aneh. Kalau begitu, pemenang lingkaran suci kali i ni adalah .... Keenun! Mereku berLIgu berseru komuk. Malam i tu di tutup dengan Keenan yang memperagakan li psync lagu Saki t Gi gi -nya Meggy Z. Hai . Boleh masuk? Kugy yang sedang mengetik di komputer terkejut melihat Keenan muncul di pi ntu kamarnya yang setengah terbuka. Lho. Belum pulang? tanya Kugy sambi l meli ri k j am yang sudah menunj ukkan pukul sepuluh lewat. Pi ngi nnya, si h. Tapi nggak enak ganggu yang pacaran. Cuma bi ngung j uga bengong di luar. Kugy pun segera membukakan pi ntu. Si lakan masuk, Meneer . Keenan meli hat seki tar, tampak terkesan. Kenapa? Kamarku rapi, ya? Nggak matchi ng sama yang punya. I ya. Saya nggak sangka, j awab Keenan j uj ur. Matanya lalu berlabuh pada sebuah pi gura beri si kan foto keluarga Kugy. Keluarga besarku. The K fami ly. Li ma bersaudara. 36 Nama depannya dari K semua, Kugy menj elaskan, I ni abangku paling besar, Karel. Kakak perempuanku, Karin. I ni abangku yang cuma beda setahun sama aku, Kevi n. Dan adi k bungsuku, Keshi a. Nama kamu yang pali ng uni k, ya. Tepatnya, yang pali ng aneh, Kugy tergelak, kayaknya waktu itu orangtuaku habis bahan. Masih untung nggak jadi Karbol. Tapi kamu yang pali ng canti k. Mendadak kerongkongan Kugy seperti tercekat. Tangan- nya serta-merta menunj uk ke arah rak buku tempat koleksi komi k dan buku dongengnya berbari s rapi , demi mengali h- kan pembi caraan. I ni sebagi an keci l koleksi ku. Yang di ru- mah j auh lebi h banyak. Kata Eko, kamu suka nuli s dongeng, ya? I ya. Hobi sej ak keci l. Tuli san kamu udah banyak? Kalau kuanti tas si h banyak, tapi pembaca nggak ada. Dan bukannya tulisan baru bermakna kalau ada yang baca? Kugy tertawa keci l, Sej auh i ni si h cuma di ni kmati sendi ri aj a. Kenapa gi tu? Si apa si h yang mau baca dongeng? Kugy terkekeh lagi . Mungkin aku harus jadi guru TK dulu, supaya punya pem- baca. Mi ni mal dongengku bi sa di bacakan di kelas. Banyak penuli s ceri ta dongeng yang bi sa terkenal, dan nggak harus j adi guru TK dulu untuk punya pembaca. Senyum simpul mengembang di wajah Kugy, seolah-olah hendak menj awab pertanyaan klasi k yang sudah i a hafal mati jawabannya. Keenan, umurku 18 tahun, kuliah jurusan Sastra, kepingin jadi penulis serius dan dihargai sebagai pe- nuli s seri us. Orang-orang di li ngkunganku kepi ngi n j adi j uara menuli s cerpen di maj alah dewasa, atau j uara lomba 37 novel Dewan Kesenian Jakarta, dan itu menjadi pembuktian yang di anggap sah. Sementara i si kepalaku cuma Pangeran Lobak, Peri Seledri , Penyi hi r Nyi Kunyi t, dan banyak lagi tokoh-tokoh sej eni s. Di umurku, harusnya aku nuli s ki sah ci nta, ki sah remaj a, ki sah dewasa .... Banyak ceri ta dongeng yang i si nya ki sah ci nta. I ntinya adalah: semua itu nggak matching! Antara umur- ku, rohIku, cILu-cILuku, embukLIun yung hurus uku ruIh, dan i si kepala i ni . Saya masi h nggak ngerti . Keenan meli pat tangannya di dada. Waktu aku keci l, punya ci ta-ci ta i ngi n j adi penuli s do- ngeng masi h terdengar lucu. Begi tu sudah besar begi ni , pe- nulis dongeng terdengar konyol dan nggak realistis. Setidak- nya, aku harus j adi penuli s seri us dulu. Baru nanti setelah mapan, lalu orang-orang mulai percaya, aku bi sa nuli s do- ngeng sesuka-sukaku. Jadi ... kamu i ngi n menj adi sesuatu yang bukan di ri kamu dulu, untuk akhi rnya menj adi di ri kamu yang asli , begi tu? Yah, kal au memang harus begi tu j al annya, kenapa nggak? Bukannya itu yang nggak matching? tanya Keenan lagi, taj am. Asal kamu tahu, di negara i ni , cuma segeli nti r penuli s yang bi sa cari makan dari nuli s tok. Kebanyakan dari me- reka punya pekerj aan lai n, j adi wartawan kek, dosen kek, copy wr iter di biro iklan kek. Apalagi kalau mau jadi penulis dongeng! SekuIIun uku serIus mencInLuI dongeng, LuI e- nuli s dongeng bukan pekerj aan seri us. Nggak bi sa ma- kan. Tadi kamu makan pizza. Nggak ada masalah, kan? Arti- nya kamu bi sa makan. 38 Aku harus bi sa mandi ri , punya penghasi lan yang j elas, baru setelah i tu ... TER-SE-RAH, nada suara Kugy mulai tinggi, aku nggak tahu kamu selama ini ada di planet mana, tapi di planet bernama Reali tas i ni , aturan mai nnya ya begi tu. Keenan terdi am. Di kepalanya meli ntas gulungan-gu- lungan kanvas bertorehkan luki san yang i a ti nggalkan di Amsterdam. Betul. Memang begi tu aturan mai nnya, gu- mamnya. Keduanya membisu, cukup lama hingga suasana di kamar i tu terasa menj engahkan. Saya tunggu di luar, ya. Siapa tahu Eko bentar lagi mau pulang. Keenan pun berj alan ke arah pi ntu. Sebentar, sergah Kugy, aku mau kasi h pi nj am kamu sesuatu. I a lalu membuka lemari keci l di bagi an bawah mej a belaj arnya dan mengeluarkan bundel tebal berukuran A-4 yang di j i li d ri ng logam. Keenan meneri ma bundel yang di sodorkan padanya. Di sampul depannya tertuli s: Kumpulan Dongeng Dari Peti Aj ai bOleh: Kugy Karmachameleon. Aku punya peti kuno, dikasih sama Karel, abangku. Ben- tuknya kayak peti harta karun yang ada di komi k-komi k. Karel bi lang, peti i tu di ambi l dari perahu karam, dan i si nya gulungan-gulungan naskah sej arah yang j adi hancur karena terendam air laut. Aku senang sekali dapat peti itu, dan aku bertekad untuk mengisinya ulang dengan naskah-naskah do- ngeng buatanku, supaya peti i tu kembali beri si kan sesuatu. Aku menuli s dengan super semangat. Bertahun-tahun. Dan jadilah bundel itu. Silakan kamu baca-baca. Kamu bisa kem- bali kan kapan pun kamu mau. Keenan menatap Kugy, kehi langan kata-kata. Di usapnya sampul depan bundel i tu dengan hati -hati . Barang itu belum pernah berpindah tangan sebelumnya. 39 Aku juga nggak tahu kenapa bisa tergerak meminjamkannya sama orang yang baru aku kenal tadi sore, ucap Kugy pelan. Makasi h. Dan maaf kalau tadi saya .... Baru beberapa tahun yang lalu aku tahu kalau peti i tu di beli Karel dan ayahku di toko barang anti k, di Jalan Surabaya, di Jakarta. Peti itu bukan peti harta karun. Bukan j uga dari kapal karam. Sama seperti Neptunus yang ti dak ada, dan surat-suratku yang mungki n cuma j adi mai nan i kan, atau j adi sampah yang bi ki n sungai banj i r, Kugy me- natap Keenan taj am, dan i tulah kenyataan di planet ber- nama Reali tas i ni . Keenan kembali kehi langan kata-kata. Keheni ngan kem- bali membungkus ruangan i tu. Namun, ada satu hal yang mengusik Keenan, dan ia me- mutuskan untuk bertanya. Nama lengkap kamu Kugy Karmachameleon? Bukan. Kugy Ali sa Nugroho. Jauh, ya? Malam itu, Keenan terjaga hingga larut. I a tenggelam dalam duni a khayal Kugy yang membawanya j auh ke Negeri Anti - gravi ti a yang menggantung di selapi s langi t sebelum bulan, ke bawah tanah tempatnya Joni Gorong si undur-undur penggali , ke duni a sayur-mayur tempat Worteli na menj adi penari balet yang ternama. Keenan menyadari betapa berharganya bundel yang ada di tangannya i tu. Seti ap helai bernapaskan semangat dan rasa percaya yang begi tu kuat. Sebagi an besar naskah i tu di tuli s Kugy menggunakan komputer, tapi ada banyak j uga yang ia tulis dengan tangan. Bahkan beberapa kali Kugy ke- 40 dapatan mencoba menggambar, membuat i lustrasi atas tokoh-tokohnya sendi ri . Ada rasa haru yang spontan membersi t keti ka Keenan meli hat usaha Kugy i tu. Anak i ni adalah penuli s yang luar biasa, tapi dia sama sekali tidak bisa menggambar, komentar- nya dalam hati . Keenan lalu merai h buku sketsanya yang masi h baru, merai h peralatannya yang masi h tersi mpan di dalam tas, dan i a mulai menggambar dengan tekun. Sepan- j ang malam, Keenan membuat puluhan sketsa sekali gus. Saat ayam berkokok dari kejauhan, Keenan baru berhenti. Tersadar bahwa baru kali i tulah i a menggambar begi tu ba- nyak untuk seseorang yang baru di kenalnya tadi sore. 41 Bandung, Sept ember 1999 ... Dari kej auhan Kugy seketi ka bi sa mengenali sosok i tu. Tu- buh yang menj ulang ti nggi dengan rambut melewati bahu yang di i kat satu. Di punggungnya tergandul ransel merah marun dengan emblem huruf K warna hi tam yang di j ahi t di tengah-tengah. Dia satu-satunya yang berambut gondrong di tengah anak-anak angkatan baru yang di potong cepak gara-gara i kut opspek. Di a memi li h ti dak i kut opspek dari - pada kehi langan kunci rnya i tusatu-satunya peni nggalan otenti k dari Amsterdam yang terbawa sampai ke Bandung, katanya begi tu. Hey, Kay .... Hey ... another Kay. Keenan tertawa lebar sambi l seki las mengacak rambut Kugy. Baru mandi , ya? Kugy langsung manyun. Segi tu keli hatannyakah? Oh, j elas sekali . Rambut kamu masi h basah, dan kamu keli hatan agak cemerlang dari bi asa. Kugy manyun lagi . Tumben aku ketemu kamu di kam- 5. SEBATANG PISANG SUSU 42 pus. Kalau bukan ki ta berempat punya ri tual nonton mi d- ni ght seti ap Sabtu, kayaknya aku nggak akan ketemu kamu di mana-mana lagi . Si buk, ya? Keenan menebarkan pandangannya ke sekitar, mengang- kat bahu seki las. Saya di kampus hanya seperlunya aj a. Nggak terlalu suka nongkrong-nongkrong. Kugy ingin berceletuk: pantas saja. Hampir setiap hari ia melewati Fakultas Ekonomi , tempat Keenan berkuli ah. Dan hampi r seti ap hari i a melongok untuk meli hat keberadaan ransel merah marun bertuliskan huruf K itu. Kugy bahkan sempat curiga jangan-jangan Keenan sebetulnya kuliah lewat j alur Uni versi tas Terbuka. Kalau makan si ang di kampusmasi h bermi nat? tanya Kugy. Tergantung si apa yang ngaj ak. Kugy menggelengkan kepala, Jawaban yang salah. Harus- nya: tergantung si apa yang bayar. Jadi , saya bakal di trakti r, ni h? Ada satu tempat makan yang wajib dijajal. Jangan ngaku anak kampus deh kalau belum pernah ke sana .... Enak banget, ya? Bukan. Murah banget. Oh. Pantesan nraktir ..., gumam Keenan sambil menge- keh pelan. Warung nasi dengan di ndi ng bambu i tu tampak padat. Orang-orang berderet memilih makanan yang disajikan pras- manan. Keenan berhenti sejenak untuk membaca plang yang tergantung di pi ntu: Warteg Pemadam Kelaparan. Mereka lalu duduk di poj ok dekat j endela, bersebelahan dengan pi sang susu yang di gantung bertumpuk. 43 Keenan sungguhan terpana meli hat nasi yang meng- gunung sampai nyari s tumpah dari pi nggi ran pi ri ng Kugy. Keci l-keci l makannya banyak j uga, ya, komentarnya. Menurut survei : selai n nari k becak dan gali kubur, pe- kerjaan mengkhayal dan menulis ternyata juga butuh asupan kalori ti nggi , sahut Kugy, lalu mencabut dua pi sang susu yang bergantung di sebelah kepalanya. Keenan menatap adegan itu dengan decak kagum. Kamu memang makhluk penuh kej utan. Oh! Aku musIh unyu kejuLun IuIn. SebenLur ..., Kugy merogoh kunLong deun runseInyu, ... Lu-duuu! Handphone? Keenan memi ci ngkan mata. Buru! Kugy LerLuwu Iebur, HusII kerInguL sendIrI! Cer- penku dimuat. Honornya cukup buat beli HP baru dan trak- ti r kamu makan si ang sekarang. Wah, kejutan baru lagi. Selamat, ya, Keenan menyalami Kugy, mau baca cerpennya, dong. Kugy tampak gelagapan. Mendadak ia merasa gugup. Se- sungguhnya, salah satu alasan ia sering lewat-lewat fakultas Keenan adalah untuk memberi kan maj alah yang memuat cerpennya, yang sudah ia siapkan di dalam ranselnya dan ia bawa seti ap hari . Kugy lalu membongkar tasnya dan me- nyerahkan maj alah yang sudah agak ri ngsek i tu. I ni , aku sudah si apkan satu untuk kamu. Keenan meneri manya dengan mata berbi nar. Kugy Karmachameleon ... j adi penuli s betulan. Hebat. Kugy tergelak, Aku memang sudah mengusulkan ke mamaku untuk ganti nama jadi Karma. Tapi belum ada tang- gapan. Saya boleh kasi h tahu kamu sesuatu? Menurut saya, kamu penuli s yang sangat bagus. Muka Kugy memerah. Baca aj a belum, kok bi sa bi lang bagus .... 44 Saya bukan ngomongi n cerpen kamu, tapi dongeng- dongeng kamu. Mendadak Kugy merasa mati gaya. Mati langkah. I a ter- sadar, satu hal langka telah terjadi: dirinya salah tingkah. Benar-benar tidak tahu harus merespons apa. Akhirnya Kugy mencomot satu lagi pisang susu. Mengunyahnya lahap. Kamu terakhi r makan kapan, si h? Lapar berat, ya? Aku suka luki san-luki san kamu. Memangnya kamu udah li hat? Belum. Justru i tu. Belum li hat aj a suka, apalagi kalau udah li hat, Kugy terkekeh sendi ri . I a merasa waj ahnya se- maki n panas, dan omongannya semaki n ngaco. Kalau gitu, habis makan siang, kita ke tempat saya, yuk. Saya mau kasi h li hat luki san-luki san saya. Kugy mengangguk. Ada senyum spontan yang tak bisa ia tahan. Mendadak ia mensyukuri celetukan asalnya tadi. Men- dadak i a i ngi n cepat-cepat menuntaskan makan si ang i ni . Tempat kos Keenan terletak agak jauh dari kampus mereka. Sebuah rumah peni nggalan zaman Belanda yang di keli li ngi pepohonan ri ndang. Berbeda dengan tempat kos Kugy dan Noni yang padat, tempat kos Keenan hanya di i si oleh be- berapa orang saja. Kamar-kamarnya berukuran luas dengan langi t-langi t yang ti nggi . Napas Kugy seketi ka tertahan keti ka pi ntu besar i tu ter- buka dan Keenan menyalakan sakelar lampu. Rel-rel kawat bersaling silang di bawah plafon dengan lampu-lampu halo- gen keci l yang bergantungan menerangi beberapa spot tem- pat luki san-luki san Keenan yang terpaku di di ndi ng atau didirikan begitu saja di atas lantai. Kamar dengan ubin abu- abu itu tampak lengang karena tidak banyak perabot. Hanya 45 satu tempat ti dur, lemari pakai an keci l yang di atasnya di - letakkan sebuah mini compo, dan meja belajar besar tempat alat-alat gambar Keenan berj aj ar rapi . Nan ..., harusnya kamu bukan kuli ah Manaj emen, tapi Seni Rupa ..., gumam Kugy sambi l pelan-pelan melangkah masuk, dan ini lebih pantas disebut galeri ketimbang kamar kos .... Keenan membawa Kugy berkeliling melihat lukisan-lukisan- nya, seperti orang pameran. I ni j udulnya: Sunset fr om the Rooftop ... i ni j udulnya: Hear t of Bli ss ... yang i ni : The Shady Mor ni ng ... yang i ni : Si lent Confessi on ... dan i ni .... Yang i ni yang pali ng aneh, potong Kugy, menunj uk lu- kisan yang hanya seperti gradasi warna dan garis-garis halus seperti lari k-lari k kapas. Yang lai n ada gambar orangnya semua. Cuma i ni yang nggak ada. Tebak j udulnya apa. Gi la, i tu si h mi ssi on i mpossi ble, namanya. Mana mung- ki n ketebak. Luki san yang satu i ni j angan di pi ki r, tapi harus di rasa. Apa perasaan yang muncul keti ka kamu li hat luki san i ni ? I tulah j udulnya. Kugy menatap luki san i tu lekat-lekat. Lalu i a memej am- kan mata. Lama. Lantas terdengar napasnya mengembus, dan setengah berbi si k i a mengucap, Bebas. Gi li ran Keenan yang terpaku. Perlahan, i a membali k lu- ki san yang berdi ri di lantai i tu, dan menunj uk j udul yang tertera di bali knya. Kugy melongo. Fr eedom? Sumpah ... saya sama sekali nggak sangka kamu bi sa menebak setepat i tu, Keenan garuk-garuk kepala, i ni ke- betulan yang aneh. Kugy menggeleng, Aku nggak percaya kebetulan. I ni pasti karena kita dulunya sama-sama utusan Neptunus. Wak- 46 tu i tu, ki ta di bekali telepati . Cuma, sebelum di ki ri m ke Bumi , ki ta di bi ki n amnesi a. Supaya seru, katanya mantap. Keenan manggut-manggut. Bi sa j adi . Boleh j uga teori - nya. Ehm, tapi untuk pertanyaan yang satu i ni aku nggak mau menggunakan kemampuan telepati, Kugy nyengir, se- betulnya i ni gambar apa, ya? Luki san i ni menggambarkan sudut pandang seekor bu- rung di angkasa saat terbang. Di a ti dak meli hat batas apa- apa, ti dak meli hat peri ntang apa-apa, ti dak teri kat oleh Bumi . Bebas. Total. Pandangan Kugy yang tadi melekat pada lukisan perlahan berali h pada Keenan, i a seperti tergerak untuk menanyakan sesuatu. Boleh tahu kapan kamu meluki snya? Waktu tahu saya lolos UMPTN. Kamu ... sebetulnya ... terpaksa kuliah di sini, ya? ucap Kugy hati -hati . Ti dak yaki n apakah pertanyaan i tu pantas di aj ukan, tapi mulutnya seperti tak bi sa di tahan. Keenan menatap Kugy bali k, tebersi t senyum geti r di wajahnya. Nggak matching, ujarnya pendek, antara minat, cita-cita, dan keinginan orangtua. Harus membuktikan bah- wa saya bisa mandiri lewat melukis, sementara kesempatan- nya tidak pernah dikasih. I a lalu mengangkat bahu, Mung- ki n harus dengan cara yang kamu bi lang dulu. Berputar menj adi sesuatu yang bukan ki ta, demi bi sa menj adi di ri ki ta lagi . I ngatan Kugy kembali ke momen di kamar kosnya dulu. Barulah ia mengerti, sesungguhnya waktu itu Keenan mem- bicarakan dirinya sendiri. Dan kesunyian yang sama kembali hadi r di antara mereka. Dan ... karena kamu sudah berhasi l menebak j udul lu- kisan ini, saya mau kasih hadiah. Air muka Keenan kembali menghangat. 47 Nggak percaya kalau ki ta bi sa telepati , ya? Aku tuh bu- kan nebak, tauk ... tapi ... celotehan Kugy tahu-tahu berhenti . Di hadapannya terbentang lembar pertama buku sketsa yang dibuka Keenan. Perlahan, Kugy meraih buku itu. Membuka lembar demi lembar. I ni ...? Keenan menunj uk satu per satu sketsa tersebut. Pa- ngeran Lobak ... Peri Seledri ... Worteli na ... Nyi Kunyi t ... Joni Gorong ... Hopa-Hopi ... dan ini lembah tempat mereka ti nggal ... dengan asyi k Keenan menj elaskan. Setetes ai r ti ba-ti ba j atuh di lembar sketsanya. Keenan kontan terdi am dan mendongak, mendapatkan Kugy yang sudah berlinangan ai r mata. Aduh. Maaf. Gambarnya kena, ya? Sori ..., Kugy si buk menyeka ai r mata di pi pi nya. Nggak pa-pa, nggak masalah, kok. Justru ... kamu nggak pa-pa? tanya Keenan khawati r. Kugy teri sak, antara tertawa dan menangi s. Hi -hi . Aku cengeng, ya? Tapi ... seumur hi dup belum pernah ada yang membuatkan i lustrasi buat dongengku ... bagus banget lagi ... aku ... nggak tahu harus ngomong apa .... Keenan tersenyum. Ceri ta kamu yang bagus. I nspi rati f. Makanya saya tergerak untuk bi ki n sketsa. I ni ... boleh aku pinjam dulu? Kugy mendekap buku itu di dadanya dengan penuh harap. Buku i tu buat kamu, Gy. Ambi l aj a. Tak ada yang bi sa menahan Kugy untuk memel uk Keenan, ti dak j uga di ri nya sendi ri . Pelukan spontan i tu ha- nya berlangsung dua deti k karena Kugy langsung beri ngsut mundur dengan muka merah padam. Makasih ..., bisiknya nyari s tak terdengar. Keduanya di am bergemi ng, antara ri kuh dan tak tahu harus berbuat apa. Sampai akhi rnya Kugy memecah ke- kakuan i tu dengan merogoh saku celananya. 48 Untuk sementara ... aku cuma bi sa kasi h kamu i ni . Keenan menerima benda yang disodorkan Kugy. Sebatang pi sang susu yang di bawa dari Pemadam Kelaparan. Oke. Saya anggap ki ta i mpas, ucapnya sambi l tersenyum keci l. 49 Fi at kuni ng i tu berdesakan dengan mobi l-mobi l lai n yang menyusuri Jalan Dago pada malam Mi nggu. Kugy dan Keenan di bangku belakang. Eko mengemudi, di sampingnya ada Noni yang tengah bertelepon dengan seseorang. Noni mematikan ponselnya dengan lega. Guys, Mas I tok berhasi l dapat empat ti ket, bari san agak depan, si h. Tapi lumayan dari pada lu manyun. Sebagai geng mi dni ght yang profesi onal, ki ta memang hurus unyu koneksI kuyuk Mus Lok. HIdu Mus Lok! seru Eko. HIduuu! Terdengur Kugy menyuhuL uLrIoLIk durI beIu- kang. Sepuluh meni t kemudi an, mobi l i tu memasuki parki ran Bandung I ndah Plaza. Dan keempatnya pun langsung ber- gegas ke lantai pali ng atas. Seorang pri a kurus berkacamata menyambut mereka, Mas I tok, penj aga toko kaset langganan Eko yang suka me- nyambi menj adi pengantre ti ket bi oskop buat mereka. I ni buat Mas Eko sama Mbak Noni, ia menyerahkan dua tiket, nah, i ni buat Mas Keenan dan pacarnya .... 6. HUNUSAN PEDANG ES 50 Keempatnya sali ng berpandangan, lalu tertawa bersama. Mas I tok meneri ma honornya lalu berlalu dari sana, tanpa tahu apa yang membuat keempat anak i tu tertawa. Gawat, komentar Eko geli . Gara-gara keseri ngan non- ton mi dni ght bareng, ki ta berempat nanti bi sa j adi double date beneran. AmIIIn! Terdengur Keenun menyuhuL durI beIukung. Empat-empatnya tertawa lagi . Tapi Kugy sedi ki t merasa terusik dengan celetukan itu. Diam-diam, ia melirik Keenan yang berj alan di sampi ngnya. Mencari sesuatu, mencari se- macam petunj uk entah apa. I a sendi ri tak mengerti . Tahu- tahu Keenan meliriknya balik. Cepat-cepat Kugy membuang muka ke sembarang arah, menemukan mesi n popcor n se- bagai obj ek perhati an baru yang lebi h aman. Mau popcor n, Gy? Keenan bertanya. Kugy merasa tak punya pi li han selai n mengangguk. Ko, lu duluan aja. Gua beli popcor n dulu bareng Kugy, kata Keenan pada Eko yang berj alan di depannya. SI! juwub Eko, Iu un meIenggung menuju ruungun teater bersama Noni . Yuk, Keenan beruj ar ri ngan pada Kugy, lalu menggan- deng tangannya. Kugy tak yaki n apakah Keenan menyadari perubahan yang terjadi. Dalam hati, sungguh Kugy berharap langkahnya yang berubah tersendat dan otot tangannya yang berubah tegang ti dak terdeteksi . Jakar t a, Okt ober 1999 ... Sudah cukup lama perempuan itu berdiri dekat pesawat tele- pon di ruang tamunya sendiri. Tangannya memegang sebuah buku telepon yang terbuka, j emari nya bergerak-gerak tanda 51 geli sah. Kalau bukan demi sopan santun, sebetulnya aku ti dak har us melakukan i ni , pi ki rnya. Puluhan tahun telah berlalu, tapi tetap i a merasa hal i ni ti dak mudah. Sambi l menelan ludah, akhi rnya i a membulatkan tekad dan me- mencet tombol-tombol i tu: 0-3-6-1 .... Halo, selamat sore. Terdengar suara laki-laki remaja di uj ung sana. Selamat sore. Bi sa bi cara dengan Pak Wayan? I ni dari I bu Lena, Jakarta. Tak lama terdengar sayup suara i tu memanggi l, Po- yaaan ... 9 ada telepon dari Jakartaaa .... Telepon itu kembali diangkat dan kali ini terdengar suara lelaki menyapa. Wayan? panggi lnya hati -hati . Sej enak sunyi . Lena? Suara lelaki i tu terdengar tak ya- ki n. I ya, i ni Lena. Apa kabar? Kabar bai k. Tumben sekali kamu telepon. Seti ap kata di lontarkan dengan kaku. Aku mau bi cara soal Keenan. Di li buran semesternya nanti , di a kepi ngi n sekali pergi ke tempatmu di Ubud .... Keenan sudah l ama bi l ang. Sej ak di a masi h di Amsterdam, di a j uga pernah meneleponku soal i tu, potong Wayan. Tapi aku ti dak enak kalau ti dak langsung mi nta i zi n sama kamu. Keenan sudah kuanggap seperti anakku sendi ri . I ni rumahnya j uga. Kapan pun di a i ngi n kemari , sudah pasti kuteri ma. Nada i tu berubah tegas. Mudah-mudahan di a ti dak akan merepotkan .... Keenan tidak pernah merepotkan. Seluruh keluargaku di 9 Poyan: Panggi lan si ngkat untuk paman yang bernama Wayan. 52 sini malah senang kalau dia datang. Lagi-lagi nada itu tegas memotong, seolah Wayan i ngi n percakapan i tu cepat usai . Lena menghela napas. Teri ma kasi h kalau begi tu. Cuma satu yang i ngi n aku pasti kan. Ayahnya memberi i zi n Keenan kemari , kan? Sudah. Adri sudah kasi h i zi n ... Oke. Ti dak ada masalah lagi kalau begi tu. Sunyi lagi. Lena pun tahu sudah saatnya pembicaraan itu di sudahi . Bandung, Okt ober 1999 ... Keenan menai ki anak tangga eskalator sekali gus dua-dua, menyusuli orang-orang yang berdiri diam di kanan-kiri, ber- usaha ti ba di lantai pali ng atas secepat-cepatnya. Saat i a sampai, sudah ada Eko dan Noni berdiri sambil mengacung- kan ti ga lembar ti ket bi oskop. My man. Ri ght on ti me. Pintu bioskopnya udah dibuka, LuI hImnyu beIum muIuI, kok, sumbuL Eko. Tenang. Mi numan buat lu udah gua beli i n, kata Noni , menunj ukkan sekantong plasti k beri si mi numan kotak dan makanan ri ngan. Sori banget telat, ya. Tadi gua keti duran, uj ar Keenan dengan napas yang masi h terengah. Ti ba-ti ba i a tersadar sesuatu. Ada yang kurang di si tu. Si Keci l mana? Kugy kedatangan tamu agung dari Jakarta. Bi asaaa ..., seloroh Noni . Keni ng Keenan berkerut. Tamu agung? Maksudnya? Cowoknya di a, si Oj os, lagi ngapeli n di a ke Bandung. Jadi nggak mungki nlah gabung sama geng mi dni ght ki ta i ni , ti mpal Eko. Kalau Oj os si h pasti candle li ght di nner gi tu, deh .... 53 I ya. Satu-satunya kesempatan Kugy nai k kasta dari Pe- madam Kelaparan, Eko terkekeh. Keenan terdiam sejenak. Gua baru tahu Kugy punya pa- car. Di Jakarta? Noni mengangguk, Pacarnya dari SMA. Galak, Eko menambahkan. Nggak, ah ..., sanggah Noni . Ke semua teman ceweknya nggak. Ke semua teman cowoknya? Wui i i h ... galakan Oj os dari pada menwa kam- pus. Pengalaman pri badi , ya? I tu karena Oj os bi sa men- deteksi , cowok-cowok mana yang di am-di am naksi r Kugy, tauk, ledek Noni sambi l menoyor bahu Eko. UngkIL Leruuuus! Eko LergeIuk. BerurLI Ojos bukun cuma galak kayak menwa, tapi j uga sensi kayak herdernya poli si .... Percakapan i tu berlanj ut terus hi ngga keduanya me- masuki ruangan bi oskop, dan Keenan hanya mengi kuti dari belakang dengan mulut terkunci . KEENAN! Suara yang ia kenal. Nada ceria yang ia hafal. Derap lang- kah setengah berlari yang khas. Namun, entah kenapa, kali i ni Keenan agak enggan menoleh ke belakang. Di tari knya napas dalam-dalam sebelum ia akhirnya membalikkan pung- gung. Hai , Gy. HuI, huI. GImunu muIum MInggu kemurIn? Seru yu, hIm- nya? Noni sampai kemi mpi -mi mpi gi tu. Sori ya, aku nggak gabung. Udah makan malam belum? Pemadam Kelaparan yuk ..., dengan semangat ti nggi Kugy menyerocos. 54 Saya masi h kenyang, dan harus cepat pulang. Banyak tugas. Nggak pa-pa, ya? Keenan meni mpali ri ngkas. No pr oblemo, Kugy tersenyum lebar, sebetulnya si h aku kepi ngi n ngobrol, tapi ya udah, nanti -nanti aj a. Tentang? Mmm ..., Kugy berpi ki r sej enak, udah hampi r dua mi nggu aku kasi h maj alah yang ada cerpenku i tu, tapi ... he-he ... kok, kamu belum komentar, Kugy mesem-mesem, nggak maksa, si h ... cuma penasaran aj a. Keenan menarik napas panjang untuk kedua kali. Boleh j uj ur? tanyanya. Hurus, dong! seru Kugy munLu. Saya nggak suka. Letupan dalam hati Kugy mendadak seperti di banj ur ai r dingin. Padam. Air mukanya seketika berubah, meski ia ber- usaha tampi l tenang. Buat orang yang nggak tahu kamu, cerpen i tu mungki n bagus. Tapi saya merasa dongeng-dongeng kamu j auh lebi h otenti k, lebi h ori si nal, dan lebi h mencermi nkan kamu yang sebenarnya. Dalam cerpen i tu, saya ti dak menemukan di ri kamu. Yang saya temukan adalah penuli s yang pi ntar me- rangkai kata-kata, tapi nggak ada nyawa, sambung Keenan lagi . Seluruh persendian tubuh Kugy serasa dikunci. Kata-kata Keenan seolah menyulapnya menj adi patung. I a cuma bi sa merasakan air ludahnya tertelan seperti bola bakso yang tak sempat terkunyah. Maaf ya, Gy. Kalau memang kamu kepi ngi n saya j uj ur, ya i tulah opi ni saya. Nggak kurang, nggak lebi h. Kugy mengangguk keci l. Makasi h udah j uj ur, ucapnya pelan. Tak lama kemudi an, Keenan pami t pulang, dan Kugy te- tap berdi ri di tempatnya. Merenungi kata demi kata yang 55 menusuknya bagai hunusan pedang es. Menyaki tkan sekali - gus membekukan. Membuatnya bungkam tanpa bi sa me- lawan. Malam i tu Kugy terj aga lama di tempat ti dur. Telentang menghadap langit-langit kamar kosnya dengan pikiran yang terus berputar dan hati yang teraduk-aduk. I a tak mengerti mengapa komentar Keenan meni nggalkan dampak yang begi tu dalam. I a j uga tak mengerti mengapa i a begi tu me- nunggu-nunggu pendapat Keenan, seolah pendapat manusia satu itulah yang terpenting. I ronisnya, semua orang terdekat- nya, termasuk Oj os, menyukai dan memuj i -muj i cerpennya. Hanya Keenan yang begi tu tegas dan tanpa tedeng ali ng- ali ng menyatakan ti dak suka. Sehari an Kugy bertanya dan bertanya: apa yang salah? Bagai mana mungki n Keenan menyebutnya penuli s yang cuma pi ntar merangkai kata tapi tak bernyawa? Padahal i a setengah mati mengerj akan ceri ta pendek i tu. Seti ap kata di pi li hnya dengan cermat dan teli ti . I a menuli s dengan plot yung suduh dIuLur uIk. SeLIu konIk dImuncuIkun dengun momen yang sudah di perhi tungkan. I a hafal mati formula dan teori dari pedoman membuat ceri ta yang bai k dan be- nar. Mungki nkah selera Keenan yang salah? Kugy terduduk tegak. Membuka maj alah yang memuat cerpennya, dan mulai membaca dari awal hingga akhir. Lalu ia menyalakan komputer, membuka salah satu jle dongeng- nya, dan juga membacanya saksama. Kugy mulai menyadari sesuatu. Dalam dongengnya, i a seolah berlari bebas, sesuka hati . Dalam cerpen i tu, i a seperti berj alan meni ti tali , ber- hati -hati dan penuh kendali . Dan ada satu perbedaan yang kini menjadi sangat jelas baginya: dalam dongengnya ia ber- 56 ceri ta untuk memuaskan di ri nya sendi ri , sementara dalam cerpennya i a berceri ta untuk memuaskan orang lai n. I ngatannya pun kembali mundur ke siang tadi, dan kem- bali ia rasakan perih sayatan kata-kata Keenan. Namun, kali i ni Kugy i kut merasakan kebenarannya. 57 Bandung, Desember 1999 ... Tempat kos yang lengang i tu semaki n terasa sepi karena hampi r semua penghuni nya sudah kembali ke kota masi ng- masing untuk menikmati liburan semester. Hanya segelintir yang tersi sa. Keenan memasukkan barang-barang terakhirnya sebelum tas i tu resmi di amankan dengan gembok keci l. Pintu kamarnya yang setengah terbuka tahu-tahu terbuka lebar. Bimo, teman kosnya, muncul sambil menenteng tr avel bag. Hai , Nan. Jadi mau i kut ke Jakarta pakai mobi l gua, nggak? Masi h ada tempat untuk satu lagi . Keenan menggeleng. Nggak, Bi m. Gua pakai kereta api nanti sore. Udah beli ti ket. Salam buat anak-anak, deh. Bimo yang sudah mau beranjak pergi mendadak menahan langkahnya, seperti teri ngat sesuatu. Oh, ya ... selamat, ya. Untuk? Kata anak-anak, I P lu terti nggi satu angkatan. Nggak 7. BULAN, PERJALANAN, KITA 58 percuma lu di sebut Si luman Kampus, kerj anya pulang me- lulu, ngerem di kamar kayak beruang, Bi mo terkekeh. Keenan hanya tersenyum seki las, entah harus merasa bangga atau tersi ndi r. Tapi i a cukup suka sebutan i tu. Si - luman Kampus. Begi tu Fi at kuni ng i tu menepi , Keenan yang sudah me- nunggu di teras depan langsung menghampi ri bagasi mobi l dan memasukkan tasnya. Baru setelah membuka pi ntu, i a tersadar akan satu sosok yang ti dak i a duga kehadi rannya. Kugy? Kamu ke Jakarta hari i ni j uga? tanya Keenan heran. Hai, Nan. Aku tukeran tiket sama Eko, jawab Kugy ber- seri -seri . Keenan ganti menatap Eko, Gua pi ki r, Fuad di ti ti p ke Noni dan lu pulang ke Jakarta hari i ni sama gua. Ternyata gua baru bi sa ke Subang lusa, Nan. Jadi Eko nemeni n gua dulu di Bandung, Noni menj elaskan. Oh. Oke. Keenan berkata pendek. Sebersi t perasaan aneh menyusupi hati Kugy, yang me- lengkapi kecurigaannya selama ini. Tadinya Kugy berasumsi bahwa sebulan ini Keenan banyak menyendiri karena belajar mati -mati an, dan i tu memang di bukti kan oleh I P terti nggi yang di rai hnya. Tapi baru sore i ni Kugy merasakan adanya alasan lai n. I a merasa di hi ndari oleh Keenan. Tanpa banyak bi cara, Keenan mengempaskan tubuhnya di j ok belakang. Tungkai kaki nya yang panj ang membuat lututnya selalu nyari s beradu dengan j ok depan. Dengan ekor matanya, Kugy mengamati. Sebagaimana ia mengamati sepatu Keenan yang kali i ni tampak baru di cuci bersi h, se- bagai mana i a tahu Keenan sedang mengenakan kemej a j i ns 59 lengan panj ang yang dulu di pakai saat menggandeng ta- ngannya di bi oskop, sebagai mana i a hafal aroma sampo yang meruap dari rambut Keenan yang tergerai. Kugy meng- amati dan mengi ngat i tu semua. Untuk apa, i a pun tak me- ngerti . Namun, semua i tu melekat dalam memori nya, telah lama menghantui nya, tanpa bi sa i a kendali kan. Keenan memejamkan matanya sejak sepuluh menit pertama kereta api i tu bertolak dari Stasi un Bandung. I a terbangun oleh karena haus yang menggigit dan hening yang dirasakan terlalu lama dari seharusnya. Saat matanya membuka, kereta i tu memang sedang berhenti di sebuah stasi un keci l. Dan Kugy ti dak ada di sebelahnya. Dari kasak-kusuk orang di sekeliling, Keenan menyimpul- kan bahwa kereta itu sudah berhenti lama di sana, dan keter- lambatan i ni mulai menggeli sahkan banyak penumpang. Penasaran, Keenan pun memutuskan untuk keluar dan bertanya langsung pada petugas. Muhun. Ada kereta yang anj lok, Cep. Jadi ki ta tertahan di si ni , mungki n setengah j am sampai sej am. Belum ada pemberi tahuan. Petugas stasi un i tu menj elaskan. Di atas kepalanya tergantung plang: Stasiun Citatah. Kereta itu bah- kan belum menempuh separuh perj alanan. Langi t mulai remang, pertanda sore mulai menua. Awan mendung yang sejak tadi bergelantungan mulai merintikkan selapi s geri mi s ti pi s. Meski di anj urkan menunggu di dalam kereta, Keenan merasa tak i ngi n kembali ke sana cepat- cepat. I a mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang seki ranya membuat perasaannya tertari k. Dan matanya ter- tumbuk pada pelataran depan stasi un. Cep! Jungun juuh-juuh! 60 Sayup, Keenan mendengar petugas tadi memperingatkan- nya. Namun, i a merasa kaki nya terundang untuk keluar, menuj u j alanan pedesaan yang setengah becek, berhi askan satu-dua warung kopi yang mulai menyalakan lampu petro- maksnya untuk menyambut gelap malam. Di sebuah warung, Keenan berhenti . Aneka gorengan yang terpajang di sana tampak menarik, belum lagi bersisir- si si r pi sang susu yang kuni ng masak tampak bergelantung di kayu penyangga tendanya. Mangga, ngopi dulu, Den. I bu tua pemilik warung me- nyapa ramah. Baru saja Keenan hendak duduk di bangku kayu itu, tiba- ti ba dari si si seberangnya muncul kepala dan kedua tangan mungi l yang sedang merai h pi sang susu. Kugy? HeI! Uduh bungun? Kok bIsu nyume sInI jugu? Kugy heran bukan mai n. Hmm. Radar Nept unusmungki n? cet us Keenan, antara geli dan takj ub. I a pun duduk di sebelah Kugy dan memesan secangki r kopi panas. Keduanya l angsung mengobrol dan tertawa-tawa, tak habis pikir bagaimana me- reka bi sa berakhi r di tempat yang sama tanpa j anj i an. Sebentar ... sebentar ... ti ba-ti ba Kugy memotong pem- bicaraan. Wajahnya tampak siaga seolah-seolah sesuatu akan menyeruak muncul. Ada apa? Keenan i kut meli hat ke sekeli li ng. Bau i ni ... kamu ci um, nggak? Kugy mengendus- endus. Kamu kentut? Bukun! Kugy memberenguL, nI buu Lunuh yung buru kena hujan ... kecium, nggak? Kugy lantas menghirup napas dal am-dal am, berkal i -kal i , dan mukanya seperti orang ekstase. Sedaaaaap ..., gumamnya. 61 Keenan i kut mengendus, dan mulai i kut menghi rup. Gy ... tambah lagi wangi kopi , ni h ... hmmm ... enaaak .... Kugy mencomot kuli t pi sang, Tambah lagi ni h wangi pi sang ... asoooy .... Keduanya si buk membaui i ni -i tu, tanpa menyadari i bu pemi li k warung sudah mulai waswas meli hat kelakuan me- reka. Geri mi s, wangi tanah kena huj an, kopi , dan pi sang ... dahsyat. Aku nggak bakal lupa kombi nasi i ni . Kugy ter- senyum lebar, kilau di matanya kian bersinar tertimpa sinar lampu. Stasi un Ci tatah, warung, lampu templok, dan ... kamu. Saya j uga nggak bakal lupa. Mendengar itu, Kugy termangu. I a merasa tergerak untuk mengatakan sesuatu, tapi li dahnya kelu. I a i ngi n bertanya, apakah intuisinya benar? Bahwa Keenan dengan halus telah menghi ndari nya. Bahwa ada keanehan yang terj adi antara mereka berdua, tapi entah apa. Namun, Kugy tak tahu harus memulai dari mana. Kembali dalam keheningan, mereka duduk diam. Keenan menyeruput kopinya perlahan. Begitu juga Kugy dengan teh panasnya. Namun, kali i ni heni ng i tu ti dak menj engahkan. Seti ap deti k berguli r sej uk dan khi dmat, seperti tetes huj an yang ki ni turun satu-satu. Nan ... kamu benar soal cerpenku i tu, ti ba-ti ba Kugy memecah sunyi , aku nggak menj adi di ri ku sendi ri . Aku bikin cerita itu untuk cari duit, untuk cari pengakuan doang .... Keenan mengangkat kepalanya, menatap balik pada Kugy yang tengah menatapnya lekat-lekat. Makasi h, ya. Kalau bukan karena kamu berani j uj ur sama aku, mungki n aku nggak akan menyadari i tu semua. Nggak berarti aku bakal berhenti nuli s cerpen sama sekali , 62 si h. Tapi sekarang aku bi sa meli hat di ri ku apa adanya, di mana kelemahanku, dan di mana kekuatanku. Senyum mengembang di waj ah Keenan. Hangat. Gy, j alan ki ta mungki n berputar, tapi satu saat, entah kapan, kita pasti punya kesempatan jadi diri kita sendiri. Satu saat, kamu akan j adi penuli s dongeng yang hebat. Saya yaki n. Kugy menghela napas, pandangan matanya mengembara. Geri mi s, meluki s, menuli s ... satu saat nanti , ki ta j adi di ri ki ta sendi ri , gumamnya lambat, seperti mengej a. Seperti mengucap doa. Dari jauh terdengar pengumuman bahwa kereta api akan segera di berangkatkan. Mereka berdua pun beranj ak dari sana. Tanpa terburu-buru. Menapaki tanah becek dengan hati -hati . Tepat sebelum kereta berj alan, kaki mereka men- j ej ak gerbong. Di gang antargerbong yang sempit dan berguncang keras, keduanya berdiri sejenak. Kugy bisa merasakan jarak Keenan yang begitu dekat di punggungnya, membaui aroma minyak wangi yang samar terci um dari kemej anya, dan terasa se- sekali waj ah Keenan menyentuh rambutnya. Meski tempat mereka berdi ri sangat beri si k, Kugy dapat mendengar Keenan berbi si k di sela-sela rambutnya yang berkibar ditiup angin. Entah Keenan berbisik untuknya, un- tuk di ri nya sendi ri , atau untuk mereka berdua. Namun, de- ngan j elas Kugy menangkap ti ga kata yang di bi si kkan Keenan: Bulan, perj alanan, ki ta .... Baru keti ka duduk di bangkunya yang bersebelahan de- ngan j endela, Kugy menyadari bahwa bulan bersi nar ben- derang di angkasa. Tanpa bisa ditahan, Kugy merasa pelupuk matanya menghangat, dan pandangannya berkaca-kaca. I ngin rasanya ia membungkus bisikan Keenan tadi, menyimpannya di hati . Ti ga kata yang tak sepenuhnya i a pahami , tapi nyata i a alami saat i ni . Bulan. Perj alanan. Mereka berdua. 63 Sudah sej am Oj os menunggu di kafe i tu, segala macam mi - numan dan donat aneka rasa sudah i a pesan sampai perut- nya penuh sesak. Dan akhi rnya bergaunglah pengumuman bahwa kereta api Parahyangan yang di tumpangi Kugy telah ti ba. Segera i a beranj ak dari sana dan menunggu di mulut pi ntu keluar. Dari j auh Oj os sudah bi sa mengenali sosok mungi l i tu. Rambut sebahunya yang tergerai beradu dengan ransel besar yang seolah menenggelamkan tubuh keci lnya, belum lagi j aket j i ns yang sudah bi sa di pasti kan hasi l mi nj am saki ng kebesarannya. Namun, sesuatu di balik kekacauan berbusana itulah yang membuat sosok itu mencuat di mana pun ia ber- ada. Dari j arak seperti i ni pun Oj os bahkan sudah bi sa me- li hat hi dupnya bi nar kedua mata i tu, merasakan hangat ke- hadirannya, tawanya yang lepas tanpa beban ... kening Ojos tahu-tahu berkerut. Matanya memicing. Ada seseorang yang berj alan di sebelah Kugy. Orang yang ti dak i a kenal. Sak- sama, Oj os mengamati , seperti menj alankan scanni ng. Ke- ni ngnya semaki n berkeri ut. Ojos! Kugy meIumbuIkun Lungun, IuIu menghumIrInyu setengah berlari . Hi , Babe, Oj os merai h pi nggang Kugy, dan mengecup- nya di pipi. Sigap, ia melepaskan ransel dari bahu Kugy lalu menyampi rkan barang besar i tu di bahunya. Jos, kenali n. I ni sepupunya Eko .... Keenan. Keenan langsung mengulurkan tangan dan ter- senyum ramah. Hai . Joshua. Oj os menyambut tangan i tu. Sebelah ta- ngannya tak lepas merangkul Kugy. Sampai ketemu semester depan, ya, Gy. Selamat me- nuli s. 64 Selamat meluki s. Jangan lupa .... Kugy menempelkan kedua telunj uknya di ubun-ubun seperti antena. Seketika Keenan tertawa renyah. Radar Neptunus ..., ia lalu i kut menempelkan kedua telunj uk di ubun-ubun. Mata Ojos tak lepas mengamati itu semua, bahkan ketika Keenan sudah pamit pulang dan membalik pergi. Ada gelom- bang yang tertangkap oleh radarnya. Gelombang yang meng- i syaratkan keti dakberesan, si tuasi yang ti dak aman. Dan Oj os ti dak merasa nyaman. 65 Mej a makan dengan empat kursi i tu baru di i si ti ga orang, satu kursi masi h kosong. Meski hanya berti ga, suasana di meja makan itu terasa semarak. Dua bersaudara laki-laki itu mengobrol tanpa henti seolah sudah tahunan tak bertemu. I bu mereka sesekali meni mpali , atau i kut tertawa bersama. Terdengar suara pintu depan terbuka, dan seseorang me- masuki ruang makan, duduk di kursi keempat. Hai , Pa ..., Jeroen dan Keenan menyapa. Maaf ya, kali an j adi menunggu. Tamu i tu sudah Papa suruh datang ke kantor saj a, tapi di a maksa datang ke si ni karena udah nggak ada waktu lagi , katanya. I ts okay. Lena tersenyum sambi l menuangkan teh pa- nas ke cangkir suaminya. Keenan punya pengumuman buat kamu, tuh. Oh, ya? Apa, Nan? tanya ayahnya sambil meminum teh i tu sedi ki t demi sedi ki t. Keenan melirik ibunya, seperti ragu untuk bicara. Mmm ... I P saya 3,7 semester i ni . Terti nggi di angkatannya, Lena menambahkan dengan senyum berseri . 8. MEMULAI DARI YANG KECIL 66 Bagus, sahut ayahnya datar, ditambah sedikit manggut- manggut. Namun, ada kepuasan yang tak bisa disembunyikan membersit di wajahnya. Sudah kubilang kamu memang co- cok kuli ah di Ekonomi . 0,3 lagi untuk I P sempurna, semes- ter depan ki ra-ki ra bi sa? Mungki n, j awab Keenan pendek. Apa pun yang kamu butuh, komputer baru, buku-buku referensi ... bi lang saj a. Nanti Papa si apkan. Saya mau mi nta waktu. Cangki r teh i tu segera di letakkan di mej a. Maksud kamu? Saya mi nta ekstra semi nggu dari j atah li buran kuli ah. Di a mi nta waktu lebi h lama di Ubud ... Lena berusaha menj elaskan. Aku ngerti maksudnya, potong ayahnya taj am. Kamu mi nta i zi n semi nggu bolos kuli ah, gi tu? Keenan mengangguk. Buat Papa, kuli ah kamu harus j adi pri ori tas. Dan kamu sudah membuktikan itu di semester ini. Lalu ... kamu malah mi nta hadi ah berupa ... bolos kuli ah? Keenan mengangguk lagi . Aneh. Nggak ngerti , ayahnya geleng-geleng kepala, lalu, barusan kamu bilang mau meningkatkan I P kamu sam- pai 4, gimana itu bisa terjadi kalau belum apa-apa langsung bolos semi nggu? Saya kan nggak j anj i , Pa. Saya cuma bi lang: mungki n. Nan, j angan mulai sok pi ntar, ya .... Pa, saya nggak minta macam-macam. Saya nggak minta kendaraan. Saya nggak mi nta komputer baru. Saya nggak minta buku apa-apa. Saya cuma minta waktu tambahan satu mi nggu di tempat Pak Wayan. Nada bi cara Keenan mulai mengeras. Tapi mi nta bolos i tu namanya macam-macam. Se- 67 mInggu IugI! BuuL uu sIh kumu Iumu-Iumu umuL dI Ubud? Saya udah kasi h enam bulan buat Papa. Dan sekarang saya cuma mi nta satu mi nggu .... Memangnya kamu kuli ah buat saya? sergah ayahnya. Keenan tak menj awab, hanya menghela napas, seolah menghadapi pertanyaan retori s yang semua orang di si tu tahu j awabnya. Tawa canda yang tadi semarak seperti menguap tanpa bekas, berganti dengan ketegangan yang sunyi. Empat orang duduk kaku tanpa suara. Aku yaki n Keenan nanti bi sa mengej ar keti nggalan satu mi nggunya, akhi rnya Lena berkata. Terserah, sahut suami nya setengah menggumam, lalu berdi ri dan pergi . Semua perlengkapannya sudah terkemas rapi . Begi tu j uga dengan Jeroen yang bahkan sudah si ap packi ng sej ak dua hari yang lalu. Di a akan menemani abangnya beberapa hari di Ubud, sebelum menyusul teman-temannya yang study tour di Kuta. Jeroen mengaku bisa mati bosan di Ubud yang sepi , tapi i a rela mengorbankan beberapa hari li burannya demi menghabi skan waktu bersama Keenan. Hanya ada satu hal yang Keenan i ngi n lakukan sebelum di a pergi ke bandara sebentar lagi . Di bukanya buku keci l beri si kan daftar nomor telepon teman-temannya, mencari satu nama. Halo .... Suara remaj a cewek menyambutnya. Selamat pagi , bi sa bi cara dengan Kugy? Suara dari uj ung sana terdengar ri uh, berlatar belakang sekIun bunyuk orung yung berbIcuru. Kugyyy! TeIeooon! 68 DI kumur mundI kuyuknyu! Terdengur udu suuru erem- puan yang menyahut. Gy! umu umuL sIh? Beruk, yu? TeIeon, Luh! Adu suuru laki -laki meni mpali . Lalu terdengar langkah kaki berderap menuruni tangga. Enuk uju, IugI dI uLus, Luuk! BenLuuur! BerurLI sIuu Luh yung dI kumur mundI? Kok buu? WoI! Adu yung kenLuL, yu? Nguku! Halo, akhi rnya terdengar suara Kugy menyapa. Hai , Gy. Mata Kugy membundar seketi ka. Keenan? I ya. Rame banget di rumah kamu. Lagi ada acara? Oh, nggak. Ti ap hari memang begi ni , Kugy tertawa kecil, kamu ... apa kabar? Kok, tumben telepon? He-he, bu- kannya nggak boleh, lho. Cuma aneh aj a. Bukan aneh gi mana, si h. Cuma ... yah .... Kugy mulai salah ti ngkah. Saya mau ke Bali , mungki n sampai sebulan. Mau pa- mi tan. Oh .... Habis ini saya juga mau telepon Eko atau Noni. Pamitan j uga, gugup Keenan menambahkan. Mau oleh-oleh apa? Hmm. Apa, ya? Kugy berpikir-pikir, Kaus barong udah punya li ma, sarung pantai ada ti ga, mi ni atur papan surjn ada satu .... Kacang asi n? Aku Luhu! seru Kugy, SesuuLu yung ngguk boIeh dI- beli . Jadi di curi ? Kugy tergelak, Bukan. Sesuatu yang harus di bi ki n. Oke, Keenan tersenyum, saya j anj i . Terasa ada sesuatu yang mengali ri darahnya. Kugy me- rasa hangat. Terasa ada sesuatu yang menari ki kedua ujung bi bi rnya. Kugy merasa i ngi n terus tersenyum. Seki las Kugy 69 meli hat bayangannya di lemari kaca, dan merasa tolol sen- di ri . Gy ... udah harus cabut, ni h. Sori nggak bi sa telepon lama-lama. Bai k-bai k, ya. Sampai ketemu semester depan. Si p. Sampai ketemu semester depan. Dan telepon i tu di tutup dari uj ung sana. Kugy meletakkan gagang telepon dengan hati -hati , lalu terduduk lama. Percakapan telepon barusan tak sampai dua meni t, tapi serasa waktu telah me- lemparkan j angkarnya dan berhenti di sana. Dan ki ni per- lahan Kugy mencabut j angkar tadi , kembali ke ruang ke- luarga rumahnya, kembali bersama kegaduhan yang ruti n berlangsung di sana. Ubud, Desember 1999 ... Meski terletak di Desa Lodtunduh yang agak jauh dari pusat kota, semua orang di Ubud tahu keberadaan kompleks ke- luarga satu i tu. Di sana ti nggallah Pak Wayan dan keluarga besarnya, di sebuah tanah berbuki t-lembah yang di lewati sungai dengan luas hampi r li ma hektar. Semua anggota ke- luarga i tu menj adi seni man-seni man besar. Ada yang men- dalami luki s, uki r, patung, tari , bahkan peraj i n perhi asan. Seolah-olah semua ragam seni di Bali memi li ki waki lnya masi ng-masi ng di keluarga tersebut. Satu bulan di tempat keluarga Pak Wayan membayar seluruh keri nduan Keenan terhadap seni, sekaligus mengisi baterainya untuk berbulan- bulan ke depan. I bunya adalah sahabat lama Pak Wayan, dan Keenan me- ngenal sosok pria itu sejak kecil. Pertemuannya dengan Pak Wayan terbilang jarang, tapi amat membekas di hati. I a ber- temu dengan pri a i tu hanya j i ka i bunya mengunj ungi pa- meran luki san Pak Wayan di galeri di Jakarta. I ni lah kun- 70 jungan pertamanya ke Desa Lodtunduh, tempat yang selama i ni cuma i a li hat dari foto-foto yang di ki ri mi Pak Wayan. Keenan langsung jatuh cinta pada tempat itu. I a merasa bisa ti nggal selamanya di sana. Sejak pindah ke Amsterdam, baru kali inilah Keenan ber- temu langsung dengan Pak Wayan lagi . Keduanya tak ber- henti berkorespondensi . Keenan selalu mengi ri mkan foto- foto luki sannya, begi tu j uga dengan Pak Wayan. Keenan bahkan berkorespondensi dengan beberapa keponakan Pak Wayan yang seumur dengannya, dan mereka akrab seperti saudara meski belum pernah bertemu langsung. Kedatangan- nya kali i ni memang lebi h terasa seperti mengunj ungi ke- luarga di kampung halaman. Ti dak seti ap hari Keenan menghabi skan waktunya untuk meluki s, terkadang i a merasa cukup puas hanya menontoni aneka kegi atan seni yang di lakukan sanak-saudara i tu. Se- hari an i ni i a cuma mengunti t Banyu, salah satu keponakan Pak Wayan, yang sedang mengerj akan pesanan patung. Pak Wayan berdi ri tak j auh dari sana, tempat Keenan j ongkok di sebelah Banyu dengan mata nyari s tak ber- kedi p. Tertari k belaj ar mahat, Nan? Seri us sekali . Keenan tertawa ri ngan. Cuma mengagumi , Poyan. Saya belum pernah coba. Poyan sendi ri bi sa memahat? Pak Wayan ganti an tertawa sambi l memampangkan ke- dua telapaknya, I ni j ari kuas. Bukan j ari perkakas. Bi ar saj alah i tu j adi j atahnya Banyu dan bapaknya. Di coba saj a, Nan. Si apa tahu cocok ..., Banyu i kut meni mpali . Keenan melihat sekelilingnya. Bonggol-bonggol kayu dan perkakas pahat yang berserakan. Ai r mukanya mulai me- nunj ukkan ketertari kan. Sudah, tunggu apa lagi ? Mumpung bapaknya si Banyu 71 j uga lagi di si ni . Jadi kamu bi sa tanya-tanya. Karya mereka ini bahkan disegani di Desa Mas, pusatnya seni patung, Pak Wayan i kut memanas-manasi . Oke, oke. Hari ini saya nonton dulu aja, Poyan, sambil mesem-mesem Keenan berkata. I a pun kembali menontoni Banyu dengan seti a. Menj elang petang, Keenan kembali masuk ke studi o patung keluarga Pak Putu. Kali i ni i a cuma sendi ri an di sana. Di studi o i tulah Pak Putu dan anaknya, Banyu, bi asa bekerj a. Hanya terpi sahkan sepetak taman dengan studi o luki s Pak Wayan. Ada banyak bahan mentah berbagai ukuran yang terong- gok di sana. Keenan mengenali beberapa. Ada kayu sono- keling, kayu kamboja, kayu suar, kayu belalu, kayu ketapang, dan beberapa elemen tambahan seperti akar, serat, serta ranti ng-ranti ng. Setelah membolak-bali k beberapa bahan, Keenan akhirnya mengambil sepotong kayu yang berukuran agak keci l. Memulai dari yang keci l, pi ki rnya. Tak lama kemudi an, Keenan mengambi l posi si , menyi apkan perkakas yang i a butuhkan, dan mulai memahat. Sampai larut malam i a tak keluar-keluar dari sana. 72 Jakar t a, Desember 1999 ... Kugy punya kesi bukan baru sekarang. I a kembali seperti anak sekolah yang punya tugas prakarya. I a memfotokopi semua sketsa dari Keenan, lalu memotongnya menj adi kotak-kotak. Pr i nter keci l di kamarnya tak henti -henti ber- bunyi , mencetak seluruh dokumen dongengnya. Setelah se- mua siap, Kugy mulai menggabungkan teks-teks dongengnya dengan sketsa-sketsa Keenan, membuat semacam buku buatan tangan. Dan ia mengerjakan setiap detail dengan se- penuh hati . Ada satu tanggal yang mengi nspi rasi nya untuk membuat buku i tu. Tanggal i tu j ugalah yang mendorongnya untuk bekerj a dengan semangat penuh. Kugy sudah meli ngkari tanggal i tu di kalendernya. Tanggal yang hanya terpaut se- hari dari ulang tahunnya sendi ri . 9. PROYEK PERCOMBLANGAN 73 Kut a, mal am t ahun bar u 2000 ... Keenan memutuskan keluar dari gua beruang-nya, turun gunung dari Ubud. Malam i ni i a i kut dengan Banyu dan Agung ke Kuta untuk bertahun baru. Jalan Legi an penuh sesak dengan orang-orang, mobi l-mobi l bahkan nyari s tak bergerak. Hampir setiap kafe dipadati pengunjung yang sam- pai tumpah ruah ke trotoar j alan. Mereka berti ga bahkan harus bi cara dengan berteri ak-teri ak. Jadi , ki ta mau ke mana? seru Banyu pada keduanya. Mobi l mereka sudah di parki r di sebuah rumah dan mereka memutuskan untuk j alan kaki . Keenan mengangkat bahu, berdi ri di pi nggi r j alan saj a sudah terasa sedang berpesta saki ng ramai nya. Sej uj urnya, i a malah i ngi n cepat pulang ke Lodtunduh. Agung menunj uk satu kafe di poj okan j alan. Ke si tu suju! Lu LemuLnyu PurLu, Lemun suyu, kILu usLI bIsu duuL meju! Mereka berti ga akhi rnya bergerak menuj u kafe temaram berhiaskan ornamen-ornamen Buddha yang hanya beberapa puluh meter dari tempat mereka berdi ri tadi . Namun, lang- kah Keenan sempat tersendat keti ka i a meli hat wartel keci l yang menyempi l di antara toko-toko. Agung, Bunyu, sebenLur yu. Ngguk sumuI IImu menIL! seru Keenan sambi l memasuki wartel i tu. Ada satu bi li k yang kosong. Keenan segera merogoh dompetnya, mencari catatan keci l yang i a seli pkan. Nomor telepon seluler yang i a hubungi tersambung ke kotak suara. I a mencoba satu nomor lagi . Halo .... Keenan masih ingat suara itu. Suara yang juga mengang- kat telepon dari nya terakhi r kali . Halo, bi sa bi cara dengan Kugy? 74 Sebentar, ya, suara i tu menyahut mani s. Dan saat kop telepon dijauhkan, suara manis itu berubah menjadi teriakan IunLung, Kugyyy! BuuL kumu IugI, nIh! Cuek deh ngung- kuLIn LeIeon buuL orung IuIn Lerus! Kok ngguk udu yung telepon aku si h dari tadi ? Uduh, LerImu nusIb uju! Adu suLu orung Lerdengur me- nyahut. Dasar ABG. Entar tuaan di ki t kamu bakal males teri ma telepon, tauk. Kalo teleponnya buat orang lai n melulu, nggak usah nunggu tua, sekarang j uga udah males. Lalu terdengar suara derap kaki menuruni tangga. Se- j enak kemudi an telepon i tu berpi ndah tangan. Halo? Keenan spontan tersenyum. Sepotong halo yang baru saja i a dengar sudah cukup membuat suasana hati nya kem- bali cerah. Kamar kamu di lantai atas, ya? Saya selalu dengar kamu lari -lari turun tangga. Keenan? Kugy hampir melonjak dari tempat duduknya. HuI! Au kubur? Kabar baik. Saya lagi di Kuta, mau tahun baruan dengan keponakan-keponakannya Pak Wayan. Tadi ti ba-ti ba i nget kamu, dan kepi ngi n nelepon. Saya pi ki r kamu nggak bakal ada di rumah. Nggak ada acara? Tawaran banyak, tapi aku tolak semua, Kugy terke- keh. Ada acara di rumah? Nggak j uga. Aku lagi ada kerj aan. Mata Keenan membesar, Sebegi tu penti ngnya sampai melewatkan tahun baruan segala? Hmm ... begi t ul ah, j awab Kugy sambi l mel i r i k j emari nya yang masi h bersaputkan si sa lem aki bat kegi atan tempel menempelnya sej ak beberapa hari terakhi r. 75 Di si ni kan lebi h awal sej am, dan sebentar lagi udah mau j am 12. Jadi ... selamat tahun baru, ya, Keci l. Jangan cepat gede, nanti nggak seru lagi . Entah mengapa, omongan Keenan yang setengah ber- canda i tu malah membuat Kugy terharu. Makasi h. Selamat tahun baru j uga, ucapnya setelah menelan ludah terlebi h dulu. Saya sebetulnya pi ngi n ceri ta banyak. Tapi begi tu nele- pon, malah bi ngung. Mungki n nanti aj a kalau ki ta ketemu di Bandung lagi , ya. Dalam hati , Kugy merasakan sebersi t kecewa. Agaknya percakapan telepon ini tidak akan lebih dari dua menit lagi. Oleh-oleh buatkunggak lupa, kan? Kaus barong? gurau Keenan, yang langsung disahut ge- lak tawa di uj ung sana. Sementara i tu pi ki rannya melayang pada satu benda yang hampi r tak lepas dari tangannya be- berapa hari terakhi r i ni , yang membuat Pak Wayan dan Banyu geleng-geleng kepala saking seriusnya Keenan mengu- lik benda satu itu, bolak-balik dihaluskan dan disempurnakan seti ap hari . Pokoknya kamu utang Pemadam Kelaparan kalau sampai nanti cuma bawai n kaus barong, atau sarung pantai , atau mi ni atur papan surjn .... Kacang asi n? Seneng amat si h sama kacang asi n. Saya bakal bawai n i tu semua, plus sesuatu yang saya bi ki n. Jadi , ki ta tetap nge-date ke Pemadam Kelaparan. Gi - mana? Setuj u, uj ar Kugy berseri -seri . Tak lama kemudi an, telepon i tu di sudahi . Kembali Kugy meli ri k j am. Dugaannya benar. Telepon dua meni t i tu kem- bali terj adi . Dan kembali Sang Waktu membuang sauhnya, berhenti di sana. Dan kembali Kugy mendapatkan di ri nya 76 tertambat dalam ruang dan waktu yang membeku, tempat segala kenangan tentang mereka di kri stalkan. Bandung, Januar i 2000 ... Tiga orang i tu menduduki meja kebangsaan mereka dengan membawa pi ri ng masi ng-masi ng. Keti ganya j uga membawa ki sah masi ng-masi ng seputar kegi atan mereka selama li - buran semester. Eko memulai dengan menceri takan program penyem- buhan yang telah di j alani Fuad. Fuad udah ganti mesi n, ibarat orang nyawanya diganti baru. Sekarang Fuad bodinya doung 1zq, LuI IsInyu uduh MIruhorI. Yang dalam bahasa I ndonesi a arti nya adalah ...? Stati sti k mogok Fuad akan menurun dan hi dup kali an lebi h tenteram, demi ki an penutup dari Eko. Horeee! Kugy dun NonI bersoruk. Lu ngapai n aj a, Gy? tanya Noni . Gua banyak di rumah. Merenungi nasi b. Nggak ada yang lebi h menari k? Eko melengos. Gua j uga lagi bi ki n .... Kugy terdi am sej enak, merasa ti dak perlu melanj utkan. Gantung amat, celetuk Noni . Lu ngapai n aja, Non? Kugy balas bertanya, cepat-cepat mengali hkan bola panas i tu. Wajah Noni seketi ka cerah seperti di sorot lampu, seperti hendak menyampaikan berita spektakuler yang disimpannya sej ak tadi . Gua udah ceri ta di ki t ke Eko soal i ni , dan di a j uga setuj u kalo rencana i ni sangat bri li an. Mata Kugy ikut berbinar. Duduknya menegak. Kayaknya seru, ni h ..., desi snya penasaran. Di mulai dengan Latar Belakang Masalah, celetuk Eko. 77 Oke. Latar Belakang Masalah. Ehm. Jadi begi ni , Noni mulai memaparkan, selama i ni ada keti mpangan di geng kita. Lu punya pacar, gua punya pacar, cuma Keenan doang yang jomblo. Dan anak itu kayaknya terlalu antisosial untuk cari pacar sendi ri . Jadi .... Napas Kugy mendadak tertahan. Jadi ... Neng satu ini mau mencoba peruntungannya jadi Mak Comblang, timpal Eko seraya menyentuh sekilas ujung hi dung Noni . Gua punya saudara, sepupu nggak langsung sih, tapi hu- bungan ki ta lumayan deket. Di a lama ti nggal di Melbourne. Sekarang i ni di a lagi cuti kuli ah, pulang ke I ndonesi a buat magang di perusahaan bokapnya. Dia mau main ke Bandung mi nggu depan. Pas banget momennya dengan Keenan pu- lang dari Bali , Noni melanj utkan. Badan Kugy rasanya semakin tidak rileks. Terus? tanya- nya. Terus ... ya, mereka berdua mau dipertemukan, gitu lho, Jeng Kugy, Eko menyambar. Memangnya Keenan mau di comblangi n gi tu? Kok gua nggak yakin, kata Kugy. I a sungguh tidak bisa memaksakan di ri untuk tampak antusi as dengan proyek Noni . Jangan ketahuan, dong. Semuanya harus na-tu-ral, Noni mengeja, yang tahu percomblangan ini cukup kita ber- ti ga doang. Kali an berdua aj a, deh. Gua nggak bakat nyomblangi n orang. Stati sti k kegagalan gua seratus persen, sahut Kugy malas. Tubuhnya yang tadi tegak ki ni kembali bersandar ke kursi . Lu kok pesi mi s gi tu, Gy, tukas Eko. Bayangkan, nanti ki ta bi sa tr i ple-date. Gua dan Noni , lu dan Oj os, Keenan dansi apa namanya? Wanda. 78 dan Wanda. Seru, kan? Yah, gua hargai optimisme lu. Tapi udahlah, mereka ber- dua ketemu aj a belum. Belum tentu nyantol. Nggak usah mengkhayal tr i ple-date dulu, kata Kugy, hampi r tak bi sa menutupi nada suaranya yang berubah ketus. Bukannya lu yang selama i ni seorang pengkhayal profe- si onal? Aneh, komentar Eko. Noni terkekeh, Kalo cuma soal nyantol, gua yaki n me- reka bakal nyantol. Oh, ya? Kugy menyahut sangsi . Li hat aj a nanti , Noni tersenyum si mpul. Bukan hanya karena pembi caraan di Pemadam Kelaparan tadi siang, sudah beberapa minggu belakangan ini Kugy me- rasa ada yang ti dak beres dengan di ri nya. Meski rasanya sudah di uj ung li dah, Kugy belum bi sa mengurai kan apa yang sesungguhnya terj adi . Ti dak j uga pada di ri nya sendi ri . I a merasa sudah saatnya bicara dengan seseorang. Kugy ber- harap bi sa memperoleh kej elasan dengan seti daknya mem- berani kan di ri untuk berceri ta. Di ketuknya pi ntu Noni yang setengah terbuka, Non ... lagi si buk? Noni tengah berbi cara dengan seseorang di ponselnya. Namun, i syarat tangannya menyuruh Kugy untuk masuk. Kugy pun duduk menunggu di sudut tempat ti dur. Oke ... weekend depan udah pasti , ya? Perlu di j emput? Ya. Nanti aku sama Eko j emput kamu ke hotelmu aj a, baru kita jalan bareng. I ya ... nanti ada teman-temanku juga. Oke. SumuI keLemu, yu! Take car e ... bye! Noni meletakkan ponselnya, Sori , Gy. Gua baru teleponan sama Wanda. Whats up? 79 Mendengar nama i tu, kembali rasa ti dak nyaman me- rambati tubuh Kugy. I a merasa maki n ti dak beres. Di tatap- nya Noni yang juga menatapnya dengan tatapan menunggu. Entah kenapa, ti ba-ti ba Kugy merasa Noni bukanlah orang yang tepat untuk di aj ak bi cara masalah i ni , ti dak dengan adanya proyek percomblangan yang seperti nya betul-betul di seri usi sahabatnya i tu. Kenapa, Gy? Noni bertanya lagi . Nggak. Nggak jadi. Gua lupa mau ngomong apa. He-he. Sori , Kugy pun bangki t berdi ri . Yakin? Noni mengamati air muka sahabatnya. Hari ini lu banyak gantung, deh. Mungkin udah saatnya gua bertobat dan banyak berbuat bai k, cetus Kugy asal sambi l ngeloyor pergi . Dasar gi la, Noni nyengi r, lalu menutup pi ntu kamar- nya. 80 Lewat pukul li ma, Kugy baru sampai ke tempat kosnya. I a baru saj a kembali dari pertemuan Klub Kakak Asuh yang mengundangnya untuk menjadi pengajar sukarela di sebuah sekolah dasar darurat. Sekolah i tu akan di namai Sakola Alit dan akan mengambil tempat di alam terbuka di daerah perbuki tan Boj ong Koneng. Tepatnya, mereka tak punya dana cukup untuk menyewa bangunan dan terpaksa melak- sanakan kegi atan belaj ar mengaj ar di saung-saung ladang atau di bawah pohon. Kamu nggak percaya kan di kota secanggih Bandung ini masi h ada anak-anak yang nggak bi sa baca tuli s, padahal umur mereka sudah sembi lan-sepuluh tahun? kata Ami pada Kugy di pertemuan tadi . Jadi , ki ta harus mulai dari mana? Kugy bertanya. Ki ta akan bagi ti ap kelas sesuai kemampuan mereka masing-masing. Kelas paling dasar hanya akan belajar mem- baca, menghi tung, dan menggambar. Persi s pelaj aran anak TK. Tapi dalam satu kelas umurnya bisa bervariasi, dari mu- lai empat tahun sampai sepuluh tahun. 10. KURATOR MUDA 81 Kugy terdiam mendengar penjelasan itu. Matanya tak le- pas mengamati foto-foto anak-anak yang akan di bi na oleh Ami dan teman-temannya. Kamu pikirkan dulu aja, Gy. Kita berkomitmen mengajar mereka empat hari semi nggu. Jadi lumayan menyi ta wak- tu. Berapa sukarelawan yang sudah terkumpul sekarang? Dua orang, termasuk aku. Anak yang harus di aj ar? Dua puluh dua. Kugy terdi am lagi . Oke, aku kabari dalam mi nggu i ni , ya. Sepanjang perjalanan pulang, Kugy tak bisa menanggalkan wajah anak-anak itu dari ingatannya. Perhatiannya baru ter- ali h saat i a membuka pi ntu kamar dan meli hat ada setum- puk benda asi ng di tempat ti dur. Kugy menyalakan lampu. MuLunyu un LerbeIuIuk. Nooon! konLun Kugy berLerIuk. Terdengar ada suara yang menyahut dari kamar sebelah. Tak lama, Noni muncul di pi ntu. Keenan ke si ni ? tanya Kugy segera. I ya, tadi di a mampi r sama Eko, cari lu, tapi nggak ada. Di a ti ti p oleh-oleh, tuh. Udah li hat, ya? Kugy mengangguk, menatap kaus putih bergambar barong dan sarung hi tam bercorak yang terli pat rapi . Di atasnya tergeletak papan surjn mi ni dan sekotak kacang asi n. Nanti malam gua sama Eko janjian mau ke tempat kos- nya. Mau i kut, nggak? Muu! Muu! Kugy menjuwub seLenguh berseru. Tuk sung- gup menyembunyi kan kegembi raan yang membeludak. Keti ka Noni sudah keluar, Kugy membuka laci mej a belaj arnya. Sekadar mengecek buku buatan tangannya yang kini sudah rampung. Sesuatu serasa merekah di hatinya. Tak sabar rasanya menanti malam datang. 82 Udah siap, Gy? Noni melongok ke kamar Kugy dan sedikit terperanj at, tumben lu agak cakepan. Nggak ... bi asa aj a, kok. Gugup, Kugy merapi kan baj u terusan hitam selututnya. Baju terbaik yang pernah ia miliki dan tak pernah keluar lemari saki ng i sti mewanya. Tahu- tahu, Kugy menyambar j aket j i ns Karel dan buru-buru me- ngenakannya. Yaaah ... rusak lagi, deh, Eko tertawa, tapi lebih sesuai dengun hLruh Iu, Gy. Tiba-tiba sesosok perempuan tak dikenal muncul di balik punggung Eko dan Noni . Tubuh semampai i tu melangkah anggun dalam j i ns ketat dan tank-top. Sepatu wedge yang tebal dan trendi tampak serasi dengan tas keci l yang i a pe- gang. Rambut panj ang i tu tampak tertata rapi seperti baru keluar dari salon. Semi li r parfum jorcl terci um di udara ti ap kali perempuan i tu bergerak. Dan semua i tu membuat Kugy terpaku. Gy, kenali n. I ni sepupu gua, Wanda, Noni berkata. Wanda, i a mengulang namanya dengan nada merdu bak resepsi oni s kantor. Kugy meneri ma uluran tangan Wanda. Tampak bari san kuku terlapi s cat bi ru metali k yang berki lau terti mpa si nar lampu. Kugy pun menyadari, bola mata Wanda dilapisi lensa kontak bi ru yang serasi dengan warna kukunya. Seti ap i nci penampi lan Wanda seperti di rencanakan dengan matang. Satu hal yang rasanya mustahi l di lakukan Kugy. Non, shall we? Wanda memutar tubuhnya menghadap Noni . Gua nyusul bentar lagi . Kali an duluan aj a ke depan, ujar Kugy. Dan ketika tiga orang itu pergi, Kugy mengempas- kan tubuhnya ke tempat ti dur. Perasaannya campur aduk. 83 Ada kegeli sahan yang nyari s tak bi sa i a tahankan. Segala sesuatu tentang Wanda, rencana Noni , dan aneka kemung- ki nan yang bi sa terj adi malam i ni , seperti melumpuhkan si stemnya. Dan Kugy akhi rnya memutuskan sesuatu. I a berlari ke depan, menemui teman-temannya yang su- dah menunggu di mobi l, membuat alasan palsu yang mem- batalkan kepergiannya ke tempat kos Keenan. Sebagai ganti, Kugy meri ngkuk di tempat ti durnya semalaman. Dari dalam kamar, Keenan sudah bisa mendengar Fuad me- nepi . Tak lama, i a mendengar langkah-langkah kaki men- dekati kamarnya. Keenan pun segera berdi ri , membuka pi ntu. Sej enak i a menyadari detak j antungnya yang sedi ki t bertambah cepat, seolah menganti si pasi sesuatu. Pi ntu terbuka. Tampak Noni dan Eko nyengi r selebar- lebarnya. Si Keci l mana? tanya Keenan langsung. Terdengar suara hak sepatu beradu dengan ubin dari ke- j auhan, menuj u arah mereka. Sor r y, guys. I j ust dr opped my contact. Untung ketemu lagi .... Keenan terheran-heran meli hat seorang cewek ti nggi tak di kenal berj alan ke arah mereka dengan mata berkedi p- kedi p seperti orang keli li pan. I a ganti menatap Noni dan Eko, memi nta penj elasan. Nan, ini Wanda. Sepupu gua dari Melbourne. Kamu per- nah dengar Galeri Warsi ta di Menteng, nggak? Nah, ayah Wanda i tu pemi li knya. Wanda senang luki san j uga. Di a po- koknya ngerti banget soal yang seni -seni gi tu. Gua bi lang j uga ke di a kalo lu hobi meluki s. Wanda ceri tanya lagi hunti ng luki san di Bandung, lho, Noni menyerocos seperti tukang obat sedang promosi . 84 Dengan gestur agak kaku, Keenan berkenalan dengan Wanda. Sementara di belakang punggung Wanda, Eko men- deli k-deli k penuh maksud, memi nta di undang masuk. Oh, sori . Masuk, yuk ..., gelagapan Keenan menyi lakan sambil membuka pintunya lebar. Maaf agak berantakan, ya. Belum sempat beres-beres setelah pulang dari Bali .... Tanpa menunggu penjelasan Keenan selesai, Wanda lang- sung menerobos masuk. Matanya sudah terkunci pada luki san-luki san yang menyebar di seluruh penj uru ruangan i tu. Bak seorang kurator profesi onal, i a menelaah luki san demi luki san dengan teli ti . Perhati annya begi tu terpusat seolah yang lai n sudah melesak ke perut Bumi dan ti nggal i a sendi ri bersama luki san-luki san Keenan. Dengan bi ngung Keenan memandangi kegi atan Wanda yang menekuni lukisannya seperti hendak menelanjangi. Se- mentara di li hatnya Eko dan Noni mesem-mesem di poj ok kamar. Keenan merasakan banyak tanda tanya di udara ma- lam i ni . Kamu sudah pernah pameran? tanya Wanda pada Keenan, sementara matanya terus terpaku pada luki san. Belum .... Luki san kamu sudah pernah masuk galeri ? Belum .... Keenan menggeleng lagi. Saya melukis hanya karena hobi aj a, masi h i seng-i seng. Ah. Such a shame, Wanda tersenyum ti pi s, kamu sa- ngat, sangat berbakat. Oh, ya? Ali s Keenan mengangkat. Menurut kamu luki san-luki san i ni cukup layak masuk galeri ? Layak? kali i ni Wanda mendongak menatap Keenan, tergelak halus, harusnya kamu cari nafkah dari meluki s. Ai r muka Keenan berubah seketi ka. I a mulai melangkah mendekati Wanda dan menyimak ucapannya sungguh-sung- guh. 85 Kamu peluki s potret yang sangat bagus. Semua obj ek kamu hi dup, mendetai l, guratan dan gari s kamu tegas, akurat. Dan uni knya, kamu menggabungkan luki san potret dengan abstrak dalam satu fr ame. Abstrak kamu juga sangat kuat. Bi asanya, peluki s hanya kuat di salah satu, tapi kamu kuat di keduanya. I mpr essi ve, tutur Wanda dengan decak kagum. Keenan menelan ludah. Baru kali i tu seseorang mengo- mentari luki sannya dengan sangat seri us. Kunj ungan i ni mendadak menj adi menari k. Malam i tu, Noni dan Eko terpaksa menggantungkan na- si b perut mereka pada Mas-Mas pengantar pi zza. Wanda dan Keenan mengobrol soal duni a luki san dengan asyi knya hingga tak menggubris desakan Noni dan Eko untuk makan malam di luar. Sambi l menyuap potongan pi zza ke mulut, Noni men- j ulurkan sebelah tangannya di am-di am, mengaj ak Eko ber- salaman. Mi si mereka berhasi l. Sej ak tadi , Kugy tetap terj aga di kamar. Berbagai kegi atan sudah i a lakukan untuk mendi straksi , tapi pi ki rannya tetap terikut dengan Fuad, menuju tempat kos Keenan, dan men- ci ptakan seri bu satu skenari o tentang apa gerangan yang terj adi malam i ni . Ti dak mungki n ada cowok nor mal yang tidak ter tar ik dengan Wanda ... tapi Keenan mungkin beda, di a meli hat kuali tas yang lai n ... tapi cowok tetap saja co- wok ... tapi mungki n Wanda membosankan, nggak ser u, dan nggak nyambung ... tapi kalau secanti k i tu, si apa lagi yang peduli soal ser u dan nyambung ... dan benak Kugy pun tak berhenti berceloteh. Saat pi ntu kamar sebelahnya kedengaran membuka, me- 86 lonjaklah Kugy dari tempat ti dur. Berdi ri di dekat pi ntu ka- marnya dengan lagak malas-malasan. Belum ti dur, Gy? Tadi katanya banyak kerj aan, terus sakit perut, terus mau tidur cepat, kata Noni sambil melirik Kugy yang bersandar di dinding sambil menguap-nguap dan garuk-garuk kepala. Baru mau ti dur, ni h. Tadi nuli s dulu, Kugy menguap lagi , gi mana debut Mak Comblang ki ta? Sukses? Dari skala 1-100, nilai gua 95. Yang 5 sisanya hanya un- tuk j aga-j aga si apa tahu Keenan atau Wanda mendadak amnesi a, cetus Noni mantap. Kugy terkekeh, Opti mi s banget si h ente. Emangnya Keenan mau sama ti pe cewek Barbi e kayak Wanda gi tu? Kugy dar li ng, Wanda i tu kurator muda. Bokapnya yang punya Galeri Warsita di Menteng, jelas Noni dengan senyum kemenangan, awalnya memang si Keenan kayak sedi ki t alergi , tapi begi tu Wanda mulai ngomentari n luki sannya ... dIu berubuh kuyuk orung dIsIre! SukIng IuuduruLunnyu me- reka berdua ngobrol, yang ada ki ta batal makan ke luar, cuma order pi zza, dan gua sama Eko akhi rnya mi nggat ke warnet. Gi la, ki ta di angguri n kayak tembok. Kugy i kut tertawa. Namun, terasa tawar dan sumbang. Li dahnya seperti kelu untuk memberi kan tanggapan apa pun. Akhi rnya i a memi li h permi si ti dur. Ada sesuatu yang remuk di hati Kugy, dan pecahan-pe- cahannya seolah menyebar ke seluruh tubuh, membuatnya meri ngkuk memeluk guli ng menahan pedi h. Dan segala ke- resahan dan kebi ngungannya selama i ni j uga i kut memun- cak, meledak, hi ngga kesedi han i tu tak tertanggungkan lagi . Buti r demi buti r ai r mata pun mulai melelehi pi pi nya. Sej enak Kugy mengangkat mukanya, meli ri k buku do- ngeng buatannya yang ki ni tergeletak di mej a. I a langsung mengernyi t. Mendadak i a merasa bodoh. Buku i tu tampak 87 buruk. Dan Kugy pun membenamkan mukanya kembali ke dalam guli ng. Jengah meli hat hasi l karyanya sendi ri . Dalam benaman guli ng i tu, untuk pertama kali nya Kugy menyadari ... i a telah j atuh ci nta pada Keenan. Pagi i tu, Kugy bangun dengan mata sembap. Terpaksa i a membungkus es batu dalam sapu tangan lalu mengompres- kannya ke mata. Dengan satu mata yang terbuka, i a mem- buka catatannya lalu memencet sederet nomor di ponsel- nya. Ami? Hai, ini Kugy. Aku udah memutuskan ... iya ... aku mau jadi pengajar di Sakola Alit. Mulai secepatnya bisa? I ya ... aku si ap, kok. Setelah pembi caraan i tu selesai , Kugy mengembuskan napas lega. I a harus berbuat sesuatu. I a harus mencari ke- si bukan. I a i ngi n melupakan pedi h i tu, apa pun caranya. Dan tawaran Ami mendadak menj adi ti ket keluar yang pa- li ng bai k. I a lalu teri ngat sesuatu. Sebuah benda buatannya yang sudah terbungkus rapi dengan kertas kado. Kugy mengam- bi lnya dari dalam laci . Membuka lemari pakai annya yang bergabung dengan beberapa dus keci l beri si barang-barang bekas. Kugy membuka salah satu dus lalu menjebloskan ben- da i tu di sana. Belum cukup puas, di benamkannya lagi dus kecil itu di dalam tumpukan benda lain. Sementara ini, Kugy i ngi n sekali melupakan benda i tu. Perasaan i tu. 88 Angkutan kota Colt L-300 yang sudah tua dan kepayahan nanj ak i tu hanya mengantarkan mereka berti ga sampai di mulut sebuah j alan setapak. Matahari pagi terasa hangat menyentuh kuli t muka setelah seki an lama mereka ter- perangkap dalam mobi l. Kugy, Ami, dan I cal sejenak saling berpandangan sebelum mereka menuruni j alan tanah i tu. I ni adalah hari pertama mereka resmi mengaj ar di Sakola Ali t. Ti dak ada yang bi sa membayangkan apa yang akan mereka hadapi . Sambi l me- nenteng masi ng-masi ng sebuah papan tuli s keci l dan me- nyandang ransel yang penuh sesak dengan alat tuli s dan buku-buku, ketiga orang itu mulai melangkah memasuki ja- lan menurun yang dinaungi rimbunan pohon bambu di kiri- kanan. Setelah kurang lebih setengah jam berjalan kaki, sampai- lah mereka di sebuah masjid. Banyak anak kecil berlarian di sekitarnya. Seorang bapak berpeci yang sedang duduk sambil merokok, cepat-cepat bangki t berdi ri dan menyambut me- reka. 11. SAKOLA ALIT 89 Neng Ami ... kumaha 10 , Neng? Damang 11 ? Bapak i tu menj ulurkan uj ung tangannya untuk menyalami Ami . Pak Somad, kenalkan, i ni teman-teman saya yang nanti ikut ngajar, Ami memperkenalkan ketiga temannya satu per satu, Pak Somad ini yang membantu mengumpulkan anak- anak dari kampung si ni , Ami lalu ganti an mengenalkan. Muhun 12 , sahut Pak Somad, hari ini baru ada lima be- las anak, Neng. Sisanya mungkin baru besok atau lusa. Mak- lum, banyak yang sambi l kerj a j uga. Nggak apa-apa, Pak. Ki ta mulai sekarang aj a. Saungnya di sebelah mana, ya? Oh, mangga, mangga. 13 Di antar ku Bapa 14 , buru-buru Pak Somad memati kan rokok kreteknya lalu mulai me- manggi li anak-anak yang tercerai -berai di seki tar masj i d. Tak lama, mereka pun berj alan beramai -ramai menuj u se- buah saung yang berukuran cukup besar di pi nggi r ladang cabai . Sekumpulan anak i tu akhi rnya di bagi dalam ti ga kelas. Ami kebagi an di saung besar, I cal mendapat tempat di se- buah saung agak keci l yang terpi sah seki tar seratus meter, dan Kugy kebagi an di bawah pohon. Kugy pun bergegas menyiapkan ruang kelas-nya. Meng- gelar ti kar plasti k untuk mereka semua duduk, menyandar- kan papan tuli snya di pohon, dan membagi kan buku serta alat tulis. Di hadapannya kini sudah ada lima anak dari mu- lai umur empat sampai sembilan tahun. Semuanya mengaku ti dak bi sa membaca dan menuli s. Sej enak Kugy menghela napas, mereka-reka harus memulai dari mana. 10 Bagai mana. 11 Sehat. 12 Betul. 13 Si lakan, si lakan. 14 Oleh Bapak. 90 Selamat pagi , sapa Kugy semani s mungki n. Tak ada yang menj awab. Ada yang asyi k mencari kutu di kepala te- mannya, ada yang langsung merobek kertas dari bukunya dan bi ki n kapal-kapalan, ada yang kerjanya teri ak-teri ak te- rus memanggi li temannya di saung sebelah, dan ada j uga yang menatapnya bergemi ng seperti meli hat hantu. Keri ngat di ngi n Kugy menetes. Laki-laki setengah baya itu berjalan menuju ruang kantornya yang terletak di bi langan Menteng, Jakarta Pusat. I a hanya mengenakan kemeja linen dan celana kain, dan begitulah ia bi asa berkantor sehari -hari . Kantornya hanya satu ruangan dari keseluruhan galeri yang luas i tu. Galeri mi li knya me- mang galeri terbesar di Jakarta. I a menj alankannya hanya berdua dengan sahabatnya, Syahrani , yang j uga sudah pu- luhan tahun menj adi kolektor karya seni , dan akhi rnya me- nikah dengan seorang perupa terkenal yang karya patungnya pun menghi asi berbagai sudut galeri i tu. Selamat pagi , Pak Hans, sekretari snya menyapa. Pagi , Mi a. Wanda sudah di dalam? Sudah, Pak. Dari setengah j am yang lalu. Laki -laki i tu meli ri k j am tangannya, Wah, raj i n banget di a. Pantas tadi langsung hi lang dari rumah sehabi s sa- rapan. Mor ning, Hans. Mor ning, Mia, seorang ibu berkacamata menghampi ri mereka. Meski nyari s polos tanpa ri asan, wa- j ahnya tampak cerah. Hanya seoles ti pi s li psti k merah tua mewarnai bi bi rnya. Selendang bati k membungkus lehernya seperti syal. Met pagi , Ran. Gi mana pameran patung Teguh di Jer- man? Sukses? Hans menyapa mi tranya. 91 Wonder ful. They love i t, those str ange bules, Syahrani tertawa ringan, so, hows our young and beautiful cur ator ? Di a nelepon aku semalam. Seperti nya di a semangat banget, tuh. Katanya banyak dapat luki san bagus di Bandung. Tapi kali ini dia agak aneh, Hans geleng-geleng kepala, dia bahkan nggak mau kasih aku sneak pr evi ew. Tadi pagi kami sarapan bareng di rumah, lalu di a langsung meng- hi lang. Ternyata sudah duluan kemari , dari setengah j am yang lalu malah. Oh, ya? Lets see what she got, then. Syahrani ter- senyum dan menggosokkan kedua telapak tangannya seolah hendak menganti si pasi sebuah kej utan. Hans pun membuka pi ntu kantornya yang sedari tadi tertutup, melangkah masuk bersama mi tranya. Wanda menyambut keduanya dengan senyum merekah. Semuanya tampak sudah rapi i a persi apkan, termasuk pro- yektor yang sudah menyala dan terhubung ke laptop-nya. Wanda langsung menghampi ri Syahrani dan memeluknya, Tante Rani , I mi ss you so much .... Mi ss you too, dear . Papi mu ceri ta, kamu semangat ba- nget mau presentasi pagi ini, kata Syahrani sambil menjawil pi pi Wanda. Wanda mengangguk mantap, lalu tanpa banyak bicara ia langsung memulai mempresentasikan slide-slide foto lukisan yang sudah i a persi apkan. Wanda memulai dengan karya peluki s pali ng seni or terlebi h dahulu, hi ngga foto demi foto berlalu, dan Wanda tiba pada koleksi terakhirnya. Napasnya sej enak di hela sebelum mulai memberi kan ulasan. Wanda tampak sedikit tegang. Yang ini adalah karya pelukis muda. Menurut saya dia sangat gifted. Karyanya segar, otentik. De- ngan manaj emen yang bai k, menurut saya di a bi sa punya prospek luar bi asa. 92 Si apa namanya? Keenan? tanya Syahrani sambi l mem- baca-baca arsi p yang sudah di persi apkan Wanda di mej a. I ya. Di a yang temannya Noni di Bandung i tu, Papi . Wanda berkata sambi l meli ri k ayahnya. Sudah pernah pameran? tanya ayahnya. Wanda menghela napas. I a sudah menduga pertanyaan i tu pasti muncul. Belum, j awabnya. Pernah masuk di galeri mana? Syahrani i kut bertanya. Pertanyaan kedua yang pasti muncul. Belum pernah, j awab Wanda lagi . Syahrani dan Hans berpandang-pandangan. Well, Hans berdehem, kalau soal di a berbakat, saya setuj u. Otenti k? Bi sa j adi . Tapi , anak i ni keli hatannya masi h berproses dan belum mencapai ti ti k kematangannya sebagai peluki s. Saya lihat dia seperti masih mencari identitas. Kasih satu-dua ta- hun lagi , mungki n di a baru layak masuk ke Warsi ta. Ekspresi Wanda seketi ka berubah. Mulutnya mengerut. Papi , tapi saya yaki n di a punya sesuatu. Hes li ke a r aw di amond .... Persis, sahut ayahnya santai, r awmentah. Dia bagus, tapi mentah. Saya setuj u dengan semua poi n kamu, Hans, Syahrani angkat bi cara, tapi ada faktor lai n yang bi sa j adi perti m- bangan, yai tu kej eli an Wanda meli hat talenta baru. Warsi ta memang terkenal dengan koleksi karya-karya pelukis mapan, tapi nggak ada salahnya galeri i ni j uga memulai membuka peluang untuk peluki s baru. I ni bi sa j adi kredi t buat ki ta j i ka kelak peluki s i ni berkembang bagus. Hans tersenyum keci l, Sudah ada berapa puluh peluki s baru yang antre ingin masuk sini dan kita tolak, lalu kenapa yang satu i ni bi sa mendapat perkecuali an? Karena di a berbeda, Papi , Wanda menyambar tegas. Syahrani sekilas memeriksa arsip Keenan sekali lagi. Ada 93 selembar foto Keenan di sampi ng luki sannya yang i kut di - lampi rkan di sana. Karena ... I thi nk our Wanda li kes hi m. Muka Wanda langsung merah padam. Mulutnya si ap membuka, tapi i a kehi langan kemampuannya berkata-kata. Bercanda, Sayang, cepat Syahrani menambahkan sambil tertawa halus. Anak i ni memang berbakat. Dan saya pi ki r di a layak di beri kesempatan. Hans mengangkat bahunya ri ngan. Oke. Ki ta li hat saj a nanti perkembangannya. Napas Wanda melega. Meski ia masih terusik dengan apa yang di lontarkan padanya barusan, senyum puas yang me- nyembul di waj ahnya sungguh tak bi sa i a tahan. Bandung, Febr uar i , 2000 ... Rasa pegal yang mulai menyerang kaki nya menunj ukkan bahwa sudah cukup lama i a berdi ri di sana. Keenan mulai berpi ki r barangkali sudah saatnya i a menyerah dan pulang. Namun, i a mengedarkan pandangannya sekali lagi , meneli ti waj ah-waj ah yang lalu-lalang di seki tarnya. Akhi rnya, tam- pak sekelebat si luet yang i a cari . Rambut sebahu yang ter- gerai, jaket jins yang hampir setiap hari dipakai, ransel yang tampak ti dak proporsi onal karena ukurannya terlalu besar unLuk Lubuh emukuInyu .... Kugy! Keenun berseru. Yang di panggi l malah terus berj alan. Terpaksa Keenan mengej ar dan menari k tangannya. Kugy memej amkan mata sebelum berbali k dan menyetel muku oIos, HeIoooo! Rekun ugen! Au kubur? Keenan menatapnya tak percaya. Kamu ke mana aj a? Ada ..., j awab Kugy bergumam. Gy, saya tuh nggak pernah betah lama-lama di kampus. 94 Tapi gara-gara nyari i n kamu, hampi r seti ap hari saya nong- krong di sini, nunggu di tempat yang sama, dan kamu nggak pernah nongol, uj ar Keenan. Kamu si buk banget, ya? Baru pertama kali i tu Kugy mendengar nada bi cara Keenan terdengar agak emosi onal, ti dak lagi kalem seperti bi asa. Di a seperti orang yang sungguh-sungguh kehi langan. Yah, lumayan sibuk ..., Kugy kembali menjawab dengan suara berkumur. Ulang tahun kamu udah lewat, kata Keenan dengan nada menyesal. Ulang tahun kamu j uga, balas Kugy pelan. Maaf ya, nggak sempat kasi h selamat. Tapi waktu i tu aku udah ti ti p pesan ke Eko. Nggak bi sa ngomong sendi ri ? Kugy menelan ludah. Pertanyaan i tu di lontarkan dengan halus, tapi sorot mata Keenan begi tu menusuk, dan Kugy merasa seperti tertuduh. Waktu itu kan pas Wanda lagi da- tang ke Bandung, dan aku nggak mau ganggu. Kali an ber- empat kan ada acara sendi ri Dan saya ngundang kamu j uga, potong Keenan, saya nggak pernah bikin acara itu untuk eksklusif berempat, kok. Gy, kamu sahabat saya, nggak mungki n saya Nan, kadang-kadang sahabat yang bai k i tu j ustru harus tahu di ri , Kugy ganti an menyambar, aku kan udah bi lang, karena j ustru nggak mau ganggu makanya aku Kamu sebetulnya kesal sama saya, ya? Kesalsoal apa? tanya Kugy tegang. Keenan mengangkat bahu, Nggak tahu. Yang jelas alasan nggak mau ganggu i tu kok kedengarannya agak basi , ya. Kugy terdiam. Mana mungkin bisa jujur, batinnya. Justru alasan j uj urnya yang bakal j adi j uara basi . Saya sebetulnya punya sesuatu buat kamu. Tadinya saya mau kasi h untuk hadi ah ulang tahun kamu .... 95 I ts okay, Nan. Kapan-kapan aja, sahut Kugy cepat, sam- bi l mengusahakan senyum lebar di mulutnya. Malam mi nggu i ni ki ta mau nonton mi dni ght kayak bi asa. I kut, yuk. Kamu selalu di tanyai n sama Mas I tok, tuh. Ki taberempat? Kugy bertanya hati -hati . Mungkin berlima. Katanya weekend ini Wanda mau da- tang lagi ke Bandung. Li hat nanti , ya. Aku usahai n, ucap Kugy dengan nada yang dibuat serileks mungkin. Dua r atus per sen pasti nggak bakalan i kut, sambungnya dalam hati . Luki san saya bakal masuk ke Galeri Warsi ta, Keenan menambahkan, gara-gara i tu Wanda bolak-bali k terus ke Bandung. MuLu Kugy membeIIuk, Wuh! SeIumuL, yu! kuII InI Iu sungguhan tulus mengatakannya. Keenan Aquaneptuni a- mani a ... j adi peluki s beneran. Hebat. Keenan tergelak. Sej ak kapan nama saya j adi Keenan apa tadi ? Kleptomani a? Aquaneptumania. Resmi ditahbiskan barusan, Kugy nye- ngi r. Beneran ... aku i kut senang. Kamu memang pantas kok masuk galeri seperti Warsi ta. Cuma masalah waktu. Makan bareng, yuk. Saya trakti r. Pemadam Kelaparan? Kugy menghela napas. Perutnya sudah keroncongan sejak tadi . Dan ti dak ada manusi a lai n yang pali ng i deal untuk menemani nya makan si ang selai n Keenan. Hmm ... sori . Aku harus cabut, ada j anj i dengan Ami dari Klub Kakak Asuh. Kapan-kapan, ya? Keenan sejenak terdiam mendengar respons Kugy. Udah dua kali kamu ngomong kapan-kapan ke saya hari i ni . Moga-moga nggak ada yang keti ga kali , ucapnya pelan. Kugy tak berani menatap Keenan langsung. Perasaan se- perti tertuduh i tu kembali menyerangnya. Duluan, ya, 96 kembali setengah berkumur Kugy berkata, dan cepat-cepat i a berlalu dari sana. Kaki nya melangkah besar-besar, mata- nya terus menekuni aspal. Kalau nggak begi ni , kamu akan ter j ebak ter us, Kugy. Seperti merapal mantra, Kugy meng- ulang-ulang kali mat i tu dalam hati nya. 97 Bandung, Mar et 2000 ... Pria berkacamata itu sudah siaga berdiri dengan empat tiket bi oskop di tangan. Ada beberapa helai ti ket lagi tersi mpan di kantong belakang ki ri dan kanan. I ni sudah menj adi pe- kerj aan tetapnya hampi r seti ap malam Mi nggu. Sej ak Eko sering menitip beli tiket midnight, banyak teman-teman Eko lainnya yang juga ikut memakai jasanya, sampai-sampai dia harus mulai mengerahkan beberapa teman untuk ikut mem- bantu. Mus Lok! Pri a i tu menoleh. Tampak rombongan Eko muncul di tangga eskalator. Nah, i ni buat Mas Eko dan Mbak Noni , i ni buat Mas Keenan dan ... Mbak Pacar Baru. Tanpa beban, I tok me- nyerahkan ti ket i tu masi ng-masi ng dua lembar ke tangan Eko dan Keenan. Mereka berempat spontan tertawa. Nama saya Wanda, Mas. Tapi nggak pa-pa j uga kalau 12. JENDERAL PILIK & PASUKAN ALIT 98 di sebut Mbak Pacar Baru, celetuk Wanda sambi l menger- li ng ke arah Keenan yang berdi ri di sebelahnya dengan muka memerah. Mbak Kugy nggak pernah i kut lagi , ya, Mas Keenan? Resmi putus nih ceritanya? I tok mesem-mesem dengan ta- tapan haus gosi p. Mas I tok, j angan aneh-aneh, deh. Beli i n ti ket bi oskop aj a, Eko mulai protes. Hebat Mas Keenan, ya. Mentang-mentang ganteng, pa- carnya ganti-ganti, cantik-cantik lagi, I tok masih terus ber- komentar. Transaksi pun berjalan seperti biasa, dan cepat-cepat me- reka berlalu dari hadapan Mas I tok sebelum manusi a i tu terus mengorek-ngorek i nfo ti dak penti ng. Memangnyakamu pernah pacaran sama Kugy? tanya Wanda pelan. Keenan hanya menggeleng. Entah kenapa, i a ti dak ber- selera untuk panj ang lebar menj elaskan. Kugy dan Keenan pacaran itu selamanya hanya akan ada di otak Mas I tok seorang, Eko menambahkan sambi l ter- kekeh. Dalam hati nya, Keenan merasa tersenti l dengan ucapan Eko, sekali pun tahu bahwa temannya hanya ber- canda. Tauk tuh Kugy. Si buk banget sekarang. Di a j adi guru relawan buat sekolah darurat gi tu, hampi r ti ap hari ngaj ar. Pulangnya sore terus, habis itu nggak pernah keluar kamar, Noni berceri ta. Aneh. Emangnya dia ngajar sampai malam? Memangnya ada layar tancap midnight di Bojong Koneng? Kalo kata gua, ada faktor si buk dan sok si buk, Eko meni mpali lagi . Nan, ar e you okay? Keenan tersentak dengan pertanyaan Wanda yang ti ba- ti ba, dan i a pun tersadar bahwa Wanda memperhati kannya 99 saksama sejak tadi. Sebagai jawaban, Keenan tersenyum se- ki las. Beli popcor n, yuk, Wanda tahu-tahu menggamit tangan- nya, dan mereka berdua berj alan menuj u mesi n popcor n di dekat sana. Keenan seolah terempas ke lorong waktu. Semua i ni terasa seperti dejavu. I a mengenal adegan ini. Malam Ming- gu, tempat yang sama, mesin popcor n yang sama. Bedanya, orang yang bergandengan dengan tangannya waktu itu ada- lah Kugy. Bandung, Apr i l 2000 ... Sambil rebahan di atas karpet, Ojos mengamati wajah pacar- nya sej ak tadi . Rambutnya yang semaki n panj ang, kaus Lake Tobaseragam ti dur favori tnyasudah semaki n lu- suh, celana pendek bati knya yang berkeri ut-keri ut, mata bundarnya tampak seri us menekuni buku J.R.R. Tolki en yang tebalnya mi nta ampun. Oj os pernah bercanda, buku setebal i tu lebi h cocok buat senj ata melawan anj i ng galak keti mbang buat bacaan. Seumur hi dupnya, Oj os tak mem- bayangkan akan bi sa membaca sepuluh persen saj a dari j umlah buku yang di baca Kugy. Mulai merasa di amati , Kugy pun mengangkat mukanya. Mau baca j uga, Jos? Aku ada Donal Bebek .... Oj os menggeleng. Kugy pun kembali pada bacaannya. Oj os kembali mengamati . Ruangan i tu kembali heni ng. Lama. Gy .... Hmm? Ar e you okay? Kugy menatap Oj os, I m okay. Kenapa, Jos? 100 Kamu j adi lebi h di am akhi r-akhi r i ni . Ada yang kamu pi ki ri n? Kugy seperti terusik mendengar pertanyaan itu, tapi cepat i a tersenyum. Nggak ada. Pali ng-pali ng soal Sakola Ali t. Muri d ki ta tambah banyak sekarang. Kamu si buk banget ngurusi n sekolah i tu. Aku betah ngaj ar di sana. Anak-anak i tu .... Kugy ber- decak, kadang-kadang aku yang merasa banyak belajar dari mereka. Tapi kamu sekali-sekali harus memperhatikan diri kamu j uga, dong. Kamu tambah kurus. Makanku tetap sadi s, kok. I ya, tapi akti vi tas kamu j uga gi la-gi laan. Kamu harus i sti rahat. Badan kamu sampai habi s, gi tu. Bukan. I tu karena anakonda di perutku juga tambah be- sar .... Gy, aku seri us. Jos, I m okay, tandas Kugy, ... oke? Tak lama, Kugy kembali tenggelam dalam bacaannya, dan ruangan i tu kem- bali heni ng. Gy .... Hmm? Kamu butuh li buran. Li buran apa? Ki ta ke Si ngapur, yuk. Weekend aj a. Omku baru beli apartemen di daerah Orchard. Ki ta bi sa stay di sana. Nggak punya uang. Aku bayari n. Nggak mau. Waktu kamu dari Seni n sampai Jumat di habi skan buat anak-anak i tu. Aku cuma mi nta satu weekend doang. Masa si h kamu nggak bi sa kasi h? 101 Jos, hari i ni malam Mi nggu, dan aku bareng sama kamu. Apa bedanya? Kamu nggak bareng sama aku, Oj os berkata pedas, kumu bureng sumu ToIkIen! Dun Iu un bungkIL berdIrI, meni nggalkan ruang i tu dan Kugy yang termangu. Hari Mi nggu pagi . Ti dak bi asanya Oj os bangun sepagi i tu. Tapi karena di a j anj i menemui Noni yang ruti n lari pagi di Gasibu, Ojos pun dengan terpaksa menyeret badannya untuk menyeti r ke daerah Gedung Sate. Nongkrong di dekat pen- j ual mi numan sambi l menunggu Noni menyelesai kan pu- taran terakhi rnya. Tak lama, Noni datang menghampi ri , langsung meneng- gak ai r mi neral botol yang sudah di sedi akan Oj os. Hebat banget si h lu, Non. Baru malamnya nonton mi d- ni ght, kok bi sa pagi nya udah j oggi ng lagi , komentar Oj os. Masi h kurang kurus ni h, Jos. Dua ki lo lagi , deh. Lagi kej ar target. Ojos melengos. Apa lagi si h yang mau di kurusi n? Dasar cewek-cewek. Nggak ngerti gue. Temen lu tuh yang jadi ku- rus padahal nggak j oggi ng. Maksud luKugy? I tu dia yang pingin gue tanya sama lu, sampai gue bela- belai n bangun nyubuh begi ni , ai r muka Ojos berangsur se- ri us. Di a kenapa si h, Non? Kenapa memangnya? Lu kan ti ap hari ketemu di a. Merasa ada yang aneh nggak, si h? Noni berpi ki r sej enak. Mmm. Di a memang j arang j alan sama ki ta akhi r-akhi r i ni . Si buk sama Ami di Sakola Ali t. 102 Ti ap hari kayaknya di a kecapean kali , ya. Sama gua aja jadi j arang ngobrol. Kalo ada yang penti ng-penti ng doang. Selai n Sakola Ali t, ki ra-ki ra ada faktor lai n nggak? Noni berpi ki r lagi , lalu mengangkat bahu. Di a ..., Oj os seperti berat mengatakannya, nggak lagi dekat sama cowok lai n, kan? Keni ng Noni kontan berkerut. Cowok lai n? Setahu gua nggak ada. Ojos kelihatan menimbang-nimbang, seperti ingin meng- ungkapkan sesuatu yang lebi h berat lagi . Kalo dengan Keenan ... di a nggak Spont an, Noni t er gel ak, sampai hampi r t er sedak. Aduuuh ... lu kena si ndrom Mas I tok j uga ternyata. Si apa tuh Mas I tok? Never mind, Noni mengibaskan tangannya, setahu gua, mereka berdua memang dekat, nyambung, tapi nggak ada apa-apa. Keenan malah lagi naksi r-naksi ran sama sepupu gua yang dari Melbourne i tu. Oh, ya? Mereka udah j adi an? Belum, si h. Pali ng bentar lagi , Noni terkekeh, gua lho Mak Comblang-nya. Tak lupa i a menambahkan dengan nada bangga. I nformasi Noni terasa membawa sedi ki t ketenangan bagi Oj os, tapi kecemasan i tu tak sepenuhnya hi lang. Gue ti ti p Kugy, ya, Non. Kalau ada ada apa-apa, tolong kabari n gue. Lu tenang aj a, Jos. Mungki n Kugy memang lagi fokus banget ke kegiatan barunya itu. Kan dia memang gitu anak- nya. Kalo udah suka sesuatu, suka j adi asyi k sendi ri . Namun, ingatan Ojos kembali ke adegan di Stasiun Gam- bi r malam hari i tu. Sorot mata Kugy, sorot mata Keenan, dan gaya antena yang seolah-olah merupakan bahasa sandi antara mereka berdua. Dalam hatinya, Ojos yakin ia tak per- nah salah. Radarnya tak pernah salah. 103 Di butuhkan waktu delapan kali pertemuan untuk meluluh- kan hati mereka, muri d-muri d Kugy yang ki ni berj umlah sebelas orang itu. Sedikit di antara mereka yang lancar ber- bahasa I ndonesi a. Hampi r semuanya terus-terusan meng- gunakan bahasa Sunda. Sementara Kugy sama sekali ti dak bi sa berbahasa Sunda. Setelah dua mi nggu, masi ng-masi ng pi hak mulai sali ng mempelaj ari . Ki ni , anak-anak i tu mau lebi h banyak memakai bahasa I ndonesi a, dan Kugy pun di - aj ari secara ti dak langsung i sti lah-i sti lah Sunda oleh anak- anak itu. Alhasil, bahasa Sunda Kugy yang centang perenang menj adi salah satu hi buran favori t mereka. Selain menjadikan dirinya sendiri dagelan, Kugy akhirnya menemukan cara lai n untuk memoti vasi mereka belaj ar membaca. Awalnya, Kugy membawa setumpuk buku-buku dongeng klasik, termasuk koleksi Donal Bebeknya yang ber- j ubel. Terkaget-kagetlah Kugy keti ka mengetahui bahwa anak-anak i tu ti dak mengetahui sama sekali keberadaan Thumbeli na, Putri Salj u, Ci nderella, Praj uri t Ti mah, dan tokoh-tokoh dongeng kl asi k l ai nnya. Donal Bebek dan Mickey Mouse pun hanya sebatas tahu gambar di kaus saja. Dan tersadarlah ia, bahwa dunia kanak-kanaknya dan dunia anak-anak di Sakola Ali t sangat j auh berbeda. Kugy akhirnya membuat perjanjian dengan anak-anak itu, setiap kali mereka berhasil naik tingkat membaca, maka Kugy membuatkan dongeng tentang mereka. Seluruh tokohnya di- ambi l dari masi ng-masi ng anak, lengkap dengan ornamen- ornamen pendukung yang ada dalam kehi dupan mereka. Bu Kugy! Suyu muu judI JenderuI! Seorung unuk meng- acungkan tangannya sambi l membusungkan dada keti ka Kugy pertama kali menceri takan rencananya i tu di depan kelas. 104 Dalam hati nya, Kugy bersorak gembi ra. Anak i tu, Pi li k, adalah anak yang pali ng tua dan di segani di antara muri d- muri d lai n. Usi anya sembi lan tahun, dan belum bi sa baca tulis. Seminggu pertama, Kugy habis dipelonco oleh Pilik. I a tak berhenti -henti berceletuk, tertawa keras-keras, mengo- mentari Kugy dengan bahasa Sunda yang tak dimengertinya, dan Kugy sadar sedang di perolok-olok. Walau sempat mangkel luar bi asa, Kugy tahu anak i tu sesungguhnya cerdas dan berj i wa pemi mpi n. Tak heran, Pi li klah yang pali ng bersemangat menyambut i de dongeng Kugy, dengan catatan: i a harus j adi tokoh utama, ali as j adi Jenderal. SeLuju! JenderuI PIIIk! SIuu yung muu IkuLun IugI? Lu- nya Kugy pada semua. Melihat Pilik begitu antusias, yang lain pun langsung ikut mengajukan diri. Maka hari itu, terbentuklah: Jenderal Pilik dan Pasukan Ali t. Ada j uga Hogi si Ayam Pelung Keramat, Palmo si Kambing Nekat, Gogog si Anjing Jago Renang, dan tokoh-tokoh hewan yang diadopsi dari peliharaan mereka di rumah. Seti ap hari sepulang sekolah, Kugy menyempatkan di ri bermai n bersama mereka di kampung. Dan seti ap hari pula, ia menuliskan petualangan mereka dalam sebuah buku tuli s. Kendati dengan kemampuan baca yang terbata-bata, anak-anak i tu selalu ri uh bersorak-sorai dan bertepuk ta- ngan menyemangati satu sama lain ketika mereka bergiliran membaca dongeng mereka sendiri. Sejak hari itu, Pilik men- j adi sahabat seti anya. Dan Kugy menj adi i dola mereka se- mua. Sore i tu, setelah semua muri dnya pulang, kembali Kugy duduk di saung keci lnya, menuli skan ki sah petualangan Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Dari kej auhan terdengar kokok ayam pelung yang lantang dan panj ang. Hogi ..., gumam Kugy. Dan tangannya spontan mencoret-coret 105 gambar ayam j antan dengan bulu-bulu hi tam berki lau yang mekar sempurna. Tiba-tiba tangannya berhenti. Lho ... kok j adi kayak Stegosaurus ..., gumamnya sendi ri an. Ngapai n, Gy? Kugy terlonj ak kaget mendengar suara yang ti ba-ti ba muncul dari belakang. Eh, si I cal. Gua pikir Pak Somad lagi razia saung, Kugy terkekeh, gua lagi i seng-i seng bi ki n i lustrasi . Tapi gagal total. Ya, kata Ami , metode dongeng lu sukses berat, puj i I cal, lalu matanya melirik coretan tangan Kugy, tapi jangan di paksai n pakai gambar, deh. Kugy tergelak. Untuk soal satu i tu, gua tahu di ri , kok. Gambar ayam purbakala i ni cukup gua, lu, dan Tuhan aj a yang tahu. Gua punya teman, jago banget ngegambar. Mungkin dia bi sa sekali -sekali ki ta undang j adi guru gambar di si ni . Anak Seni Rupa? I TB? Bukan. Anak kampus ki ta, kuli ah di Manaj emen. Di a satu kos sama Bi mo, sobat gua. Jantung Kugy seketi ka seperti di tusuk. Nanti gua coba hubungi lewat Bi mo, deh. Si apa j uga yang nggak terketuk hati nya li hat gambar lu i tu, Gy, uj ar I cal geli . Kugy i kut tersenyum, tapi senyuman i tu sudah berubah masam. Seperti nya i a tahu si apa yang I cal maksud. Susah payah ia berlari, menghindar, dan menenggelamkan diri da- lam duni a baru i ni . Ti ba-ti ba saj a, orang i tu akan di undang lagi untuk bergabung. Kalau sampai i tu terj adi , Kugy tak tahu harus lari ke mana lagi . 106 Jakar t a, Mei 2000 ... Kugy ti dak bi sa lari kali i ni . Gara-gara pulang ke Jakarta nebeng Fuad yang ki ni sudah bi sa menempuh perj alanan luar kota, Kugy tak bisa menghindar ketika Noni mengajak- nya mampi r ke Galeri Warsi ta. Apa maksud dan tuj uan ki ta ke sana, si h? Kugy ber- tanya setengah protes, Beli luki san? Kagak mampu. Li hat luki san Keenan? Udah seri ng. Jadi , apa? I ni namanya: suppor t, Sayang. Kita harus menunjukkan dukungan ki ta pada Keenan. I ni hari bersej arah buat di a, Noni berpi dato, bayangi n, pertama kali luki sannya masuk galeri, eeh ... langsung ke galeri besar kayak gitu. Nggak se- mua peluki s muda bi sa punya kesempatan kayak Keenan. Masa ki ta nggak bangga sebagai sahabat-sahabatnya? Meski mukanya kurang rela, dalam hati Kugy setuj u de- ngan semua yang di ucapkan Noni . I a hanya malas meng- hadapi adegan-adegan yang seki ranya bakal pedas di mata. Ki ta cuma mampi r bentar, kan? Ngeli hat luki sannya di - paj ang terus ki ta pulang? Kugy memasti kan sekali lagi . 13. RENCANA BESAR WANDA 107 Eko sedi ki t terbatuk, Jadi gi ni , Gy. Sore i ni akan ada acara high tea di galeri untuk memperkenalkan koleksi baru- nya Warsita, salah satunya lukisan Keenan. Nanti bakal ada peluki s-peluki s, wartawan, kolektor, kurator .... Kugy Iungsung ucuL usI. KuIIun kok Legu, sIh! BIIung- bIIung, dong! Guu kuyuk nuI buron begInI .... Kepala Eko langsung menoleh ke belakang. Lu adalah manusi a pali ng cuek dan pe-de yang gua tahu. Masa gentar sama acara gi tu doang? Bukan acara besar, kok. Kata Wanda, cuma seki tar li ma puluh orang yang di undang .... Li ma puluh? Kugy setengah berteri ak. Gua pokoknya Lunggu dI mobII! Yah ... j angan gi tu, dong, Gy. Lu keli hatan oke, kok .... Kuguk udu! Lukus Kugy. KuIIun uju yung Lurun, guu Lunggu dI mobII. TILIk! Namun, bukan j atahnya Kugy untuk bi sa kabur hari i ni . Saat Fuad ti ba di pelataran parki r galeri , mereka berti ga langsung di sambut oleh Wanda dan Keenan yang datang semobi l dan j uga baru parki r. Hi , guys. Thanks ya udah mampi r, Wanda menyapa mereka. Kali ini baju Wanda serba si lver , serasi dengan tas, sepatu, dan kuku-kuku. Ri asan waj ahnya lengkap seperti penyanyi mau pentas. Kugy meli ri k bajunya sendi ri . Ada sebersi t penyesalan di hati nya. Kalau saj a i a tahu akan di bawa ke Galeri Warsi ta dulu, i a pasti akan lebi h membenahi dandanannya. Namun, bukan j atahnya untuk tampi l si ap hari i ni . I a harus pasrah dengan kaus eks-pani ti a Fun Bi ke yang sablonannya sudah memudar dan resmi tercantum dalam daftar calon lap mobi l Oj os yang si ap di culi k dari lemari pakai annya seti ap saat. Keenan langsung menghampi ri Kugy dengan sumri ngah, Hai , Gy. Saya nggak nyangka kamu i kut. 108 Aku juga nggak, Kugy tersenyum masam. Rasanya ingin i a menci ut j adi semut lalu mi nggat dari si tu. Mi nggat dari Wanda yang seperti artis I bu Kota siap naik panggung, dari Keenan yang berkemej a rapi dan terli hat sangat tampan, dari pemandangan j emari Wanda yang meli ngkar di lengan Keenan, dari Noni dan Eko yang tampaknya sangat bangga dengan keberhasi lan proyek perj odohan mereka. Namun, bukan j atahnya untuk bi sa mi nggat hari i ni . Di poj okan i tu, terdapat mej a besar tempat berbagai aneka teh dan mi numan di hi dangkan, lengkap dengan penganan kecil yang ditata apik di nampan-nampan perak. Di sanalah Kugy bercokol, meminum bercangkir-cangkir teh dan menge- nyangkan perutnya dengan kue-kue yang tinggal comot dari tempat i a berdi ri . Memang kamu nggak boleh di kasi h makan grati s, bi ki n rugi pani ti a. Kugy menoleh, mendapatkan Keenan yang sudah berdi ri di sampi ngnya. I ni modus operasi standar mahasi swa ku- rang gi zi ..., Kugy menyahut susah payah, mulutnya masi h penuh dengan kue. Keenan menatapnya hangat, Saya senang kamu bisa da- tang. Kugy mau tak mau tersenyum. Selalu ada kesejukan yang mengali ri tubuhnya ti ap kali meli hat tatapan i tu. Aku ter- haru lihat lukisan kamu dipajang tadi. Buatku, lukisan kamu yang pali ng bagus dari semua yang ada di galeri i ni , ucap Kugy polos, mmm ... tapi aku nggak ngerti apa-apa soal luki san. I ni si h cuma selera, dan mungki n, yah, karena kamu sahabatku, tambahnya sambi l mesem-mesem. 109 Keenan bali k tersenyum, Kamu nggak perlu ngerti lu- ki san untuk suka luki san. Cukup pakai hati aj a. Mendengar kalimat Keenan, napas Kugy langsung meng- hela. Setuj u. Pakai hati saj a, i a pun meni mpali pelan. Mas I tok nyangka ki ta putus. Teh yang baru di seruput Kugy nyari s tersembur lagi ke- luar dari mulutnya. Ha-ha-ha ... di j agat raya i ni mungki n cuma Mas I tok yang tahu kapan kita jadian. Kita berdua aja nggak tuh .... Sekarang, di a nyangka saya pacaran sama Wanda. Tawa Kugy masih berlanjut, tapi berangsur hambar, hing- ga akhi rnya surut sama sekali . Si apa tahu Mas I tok i tu se- benarnya cenayang. Di a bi sa meli hat apa yang terj adi di masa depan ... Kugy menelan ludah, Kamunggak tertarik pacaran sama Wanda? Keenan tak langsung menj awab. Matanya berali h pada Wanda yang berdiri di ujung ruangan dan tampak sibuk ber- bi cara dengan orang-orang. Kugy mengi kuti arah mata Keenan. Dan ki ni mereka berdua menatap obj ek yang sama. Kalo aku j adi cowok ..., bego banget kalo nggak suka sama Wanda ... gumam Kugy. Mungkin aja cowok sebego itu ada, gumam Keenan ba- li k. Darah Kugy terasa berdesi r. Ada yang melonj ak dalam hati nya. Jadi ... kamu Namun, arah mata Keenan mendadak berubah. Keluarga saya datang. Sori , saya ti nggal dulu, ya, Gy .... Kugy terpaksa mengangguk, menelan apa yang i ngi n i a ucapkan, dan membi arkan Keenan melesat ke arah pi ntu depan. Matanya ikut mengamati. Kugy sudah pernah melihat keluarga Keenan dari foto, tapi baru kali i ni lah i a meli hat langsung. I bunya yang orang Belanda tampak lebi h canti k 110 dari foto, berbaju serba putih, dengan rambut panjang yang di gelung ke atas. Ayahnya menj ulang ti nggi seperti Keenan, juga tampak gagah dengan jas biru tua yang dipadu dengan j i ns. Ada seorang anak remaj a laki -laki berambut i kal yang i kut bersama mereka, mukanya mi ri p Keenan tapi dengan kuli t lebi h gelap. Jeroen ..., desi s Kugy sendi ri an. Bersamaan dengan i tu, tampak seseorang yang i kut ber- gabung, menyalami mereka satu-satu dengan senyuman canti k. Wanda. Mulut Kugy langsung manyun. Tahu-tahu tangan Kugy ada yang menari k. I tu ortunya Keenan. Si ni , gua kenali n, kata Eko yang muncul di sam- pi ngnya bersama Noni . Tante Lena, Om Adri, Jeroen, apa kabar? Eko menyapa keti ganya. Hai , Eko, sapa Lena sambi l memeluk keponakannya, hai , Noni .... I ni Kugy, Tante. Sahabatnya Noni, Eko memperkenalkan Kugy yang berdi ri di belakangnya. Lena langsung menoleh ke arah Keenan, Ooh ... ini yang namanya Kugy? Keti ga anak i tu, plus Wanda, langsung berpandang-pan- dangan mendengar nada mencuri gakan yang terlontar dari i bunya Keenan. Keenan ceri ta banyak tentang kamu, Kugy. Katanya kamu suka menuli s ceri ta, ya? Kugy nyengir lebar, antara gugup dan senang, I ya, Tante .... Keenan kagum sekali dengan ceri ta-ceri ta buatan kamu. Kugy pun kontan berdehem. Ehm. Di a memang fans saya, Tante. Tapi sayangnya sampai sekarang cuma di a doang yang nge-fans, yang lai n nggak ... ha-ha .... Semua orang di situ ikut tertawa, kecuali Wanda. Tante, Om, mari saya antar keli li ng, aj aknya sambi l menari k le- 111 ngan Keenan hi ngga semua orang terpaksa i kut bergerak. Mata Kugy tak bi sa lepas dari kuku-kuku bercat perak yang meli ngkar erat di lengan Keenan bagai kan rantai besi . Tibalah mereka di depan empat lukisan Keenan yang su- dah terbingkai indah dan tergantung rapi di panel. Keempat- nya tampak berkilau disorot oleh lampu halogen. Terdengar suara Lena yang tercekat, dan mata itu berkaca-kaca. Semen- tara suami nya hanya berdi ri bergemi ng. Seketi ka Lena me- rangkul Keenan dan berbi si k, I k ben er g tr ots op j ou. 15 Mama bangga sekali , vent. Ada agenda apa lagi , ya? Ki ta harus ke mana lagi seka- rang? tanya ayah Keenan pada Wanda. Wanda menatapnya bi ngung. Mmm ... nggak ada apa- apa lagi , Om. Si lakan saj a li hat-li hat. Mungki n Om dan Tante mau mi num? Ki ta ada teh, wi ne .... Maaf, saya nggak bi sa terlalu lama, uj ar ayah Keenan lagi , Lena, li ma belas meni t lagi ki ta j alan, ya? Mama bisa pulang dengan saya. Kalau Papa mau duluan, si lakan saj a, sambar Keenan. Ada ketegangan yang seketika merembet dan menginfeksi semua. Jeroen, kamu nanti i kut saya? tanya ayahnya. Jeroen tampak gelagapan, Mmm ... aku mau jalan-jalan sama Mas Eko dulu, Pa. Suasana tak nyaman i tu di selamatkan oleh seorang pe- layan yang hadi r di antara mereka dan menawarkan ma- kanan dan minuman. Eko, Noni, Kugy, dan Jeroen langsung menyi bukkan di ri dengan kegi atan mengunyah. Kamu duluan saj a, Dri . Aku nanti i kut Keenan, Lena berkata pada suami nya, aku mau li hat-li hat lebi h lama di si ni . 15 Saya selalu bangga padamu 112 Nai k apa kali an nanti ? Memangnya Keenan ada ken- daraan? Nanti pakai mobi l saya, Om, Wanda cepat meni mpali . Kunyahan Kugy langsung berhenti mendengar i tu. Oke. Terserah kali an, kata ayahnya si ngkat. Tak lama, i a benar-benar berlalu dari tempat i tu. Meski Keenan berusaha bersi kap waj ar, semua yang di sana merasakan perubahan sikapnya. Seolah ada awan men- dung yang menggantungi Keenan dan tak kunj ung-kunj ung pergi , bahkan hi ngga acara sore hari i tu selesai . Wanda tak langsung beranj ak sesudah mengantar i bu dan adi k Keenan pulang. I a dan Keenan duduk di beranda de- pan, di bawah pergola yang beratapkan tanaman merambat Mandevilla dengan bunga-bunga putih yang menjuntai, ber- temankan dua gelas ai r yang sedari tadi tak mereka sen- tuh. Papa kamu nggak setuj u kamu meluki s, ya? tanya Wanda memecah keheni ngan. Keenan menggeleng. Dari keci l, yang saya suka cuma meluki s. Tapi , nggak tahu kenapa, Papa kayak alergi sama segala sesuatu yang ada hubungannya dengan luki san. Mama juga dulu pelukis, tapi sejak menikah Mama berhenti. Papa nggak kepingin saya tinggal terus di Amsterdam karena takut saya j adi seni man. Papa pi ki r dengan saya kuli ah Manaj emen, hobi meluki s bi sa hi lang dengan sendi ri nya. Tahunya .... Kamu malah ketemu aku, Wanda menyambung. Keenan menghela napas. Geti r. Dan keti ka luki san saya bisa masuk ke galeri seperti Warsita, saya yakin Papa shock. Mungki n di a merasa terancam. 113 Papa kamu pasti punya bi sni s sendi ri , ya? I ya, di a punya perusahaan tr adi ng, ekspor-i mpor. Di a bangun semuanya sendi ri dari nol. Kok, kamu tahu? Papi ku j uga sama. Dan aku anak tunggal. I know the pr essur e, Wanda tersenyum, untungnya, aku suka dengan bi sni snya Papi . Dan aku pi ngi n banget seri us di bi sni s seni . Tapi tetap saj a, aku j uga harus kerj a keras membukti kan sama Papi dan Tante Rani kalau aku sanggup ikut menjalan- kan Warsi ta. Perlahan, Wanda meletakkan tangannya di atas tangan Keenan, Ki ta sebetulnya senasi b, ucapnya se- tengah berbi si k. Nan, kalau boleh aku tahu, apa yang se- benarnya pali ng kamu i ngi nkan? Keenan menoleh, menatap Wanda lekat-lekat. Menj adi di ri saya sendi ri , j awabnya tegas. Begi tu ada kesempatan, saya nggak takut ninggalin ini semua. Satu-satunya yang bi- kin saya bertahan cuma karena saya masih bergantung pada Papa. Saya belum mandi ri . Dengan meluki s, kamu bi sa mandi ri . Aku yaki n sama kemampuan kamu. Cuma masalah waktu. Keenan tersenyum seki las. Yah, berarti ti nggal tunggu si apa yang mau beli luki san-luki san i tu, kan? Your e absolutely r i ght, Wanda mengangguk. I a lantas terdi am dan matanya menerawang, tapi otaknya berputar keras memi ki rkan sesuatu. Sekembali nya dari rumah Keenan, semalaman Wanda terbari ng di tempat ti durnya. Berpi ki r dan berpi ki r. Ter- susunlah sebuah rencana yang akan i a j alankan secepatnya. Wanda tak sabar menunggu pagi ti ba. Dari pukul setengah sepuluh pagi , Wanda sudah ti ba di ga- leri . Menelusuri daftar panj ang j ari ngan kolektor dan pe- 114 langgan Warsi ta, menandai sederet nama. Jemari nya yang lenti k mulai menari -nari di atas tuts telepon, menghubungi nama-nama i tu satu per satu. Om Hali m? I ni Wanda, Om. Katalog Warsi ta yang baru sudah diterima? Di bagian belakang ada koleksi dari pelukis baru, namanya Keenan, sudah sempat di li hat? I ya, di a me- mang masi h baru, Om. Tapi prospeknya bagus, kok .... Apa kabar, Tante Li en? I ni Wanda dari Warsi ta. Dari katalog baru ki ta, ki ra-ki ra sreg sama yang mana, Tante? Kalau aku sih rekomen pelukis baru, yang namanya Keenan, ada di bagian belakang. Mmm. Belum, Tante, dia belum pa- meran, tapi .... Sehari an, Wanda dengan tekun meneleponi satu-satu orang yang ada dalam daftarnya, hingga akhirnya ia menye- rah. Tak satu pun dari mereka yang tertari k untuk ber- i nvestasi pada luki san Keenan. Alasannya semua sama, Keenan masi h terlalu muda dan belum punya rekor yang meyaki nkan. Wanda menelaah daftarnya sekali lagi. Semua orang yang i a kontak adalah pemai n-pemai n lama yang sudah terbi asa mengoleksi luki san peluki s ternama. Barulah Wanda me- nyadari tantangan yang di maksud ayahnya. Ayahnya benar. Galeri Warsi ta bukanlah tempat yang cocok untuk luki san Keenan, setidaknya untuk masa sekarang ini. Wanda meng- gi gi ti bi bi rnya, otaknya pun berputar lagi . I a harus mengu- bah strategi nya. Jemari nya kembali menari di atas tuts telepon, tapi kali ini ia tak lagi melihat daftar yang sudah disusunnya. I a me- neleponi teman-temannya sendi ri . Pasha, ini gue, Wanda. Gue minta tolong, ya? Gue cuma butuh data lo doang buat customer li st gue. Nggak ... lo nggak perlu beli luki san ... tapi ceri tanya elo yang beli . Boleh, ya, Say? Thanks .... 115 Vi rna? Dear , would li ke to ask you for a favor . Gue mau beli lukisan, tapi gue nggak bisa pakai data gue sendiri. Jadi, atas nama lo boleh, ya? Gue cuma pinjam data doang, kok .... Dalam waktu si ngkat, empat luki san Keenan terj ual su- dah. Di bel i ol eh empat orang yang berbeda. Namun, kesemuanya di bayar oleh satu orang yang sama: Wanda. 116 Bandung, Juni 2000 ... Ji p CJ-8 yang di kendarai Bi mo dan Keenan berhenti di se- buah puskesmas kecil yang punya parkiran cukup untuk satu mobi l. Gila, ini sih tempat gua biasa pergi off-r oad sama anak- anak klub, celetuk Bi mo sambi l mengedarkan pandangan. Matanya berhenti di satu bukaan j alan. Sempi t dan curam. Kata I cal, kita ikutin jalan ini, kira-kira setengah jam, terus nanti ada masj i d. I cal nunggu ki ta di sana, uj arnya seraya sesekali menyi bak dedaunan bambu yang menggempur me- reka dari ki ri -kanan. Di kepalanya, Keenan membayangkan si keci l Kugy yang menempuh j alan i ni seti ap hari nya demi mengaj ar. Hati nya mendadak terenyuh. Di masjid yang dimaksud, I cal sudah menunggu mereka. Dan mereka berj alan kaki lagi menuj u ladang cabai tempat saung mereka mengaj ar. Tak lama, mereka ti ba di sebuah saung bambu. Ada Ami yang langsung menyambut Keenan dan Bi mo. 14. BUKU HARTA KARUN 117 I tu tempat gua ngaj ar, I cal menunj uk saung keci l yang terletak di tengah buki t. Kugy ngaj ar di sana, tangan I cal lalu menunj uk pohon beri ngi n besar yang di bawahnya ter- dapat sepuluhan anak lesehan di atas ti kar. Dari kejauhan, Keenan bisa melihat siluet Kugy yang me- munggungi nya. Tangan keci lnya bergerak-gerak li ncah se- perti sedang memperagakan sesuatu. Ki ta nggak ada i katan apa-apa, lho, Nan. Karena ceri ta- nya kamu pengaj ar tamu, kapan pun kamu mau ngaj ar, kamu bi sa datang. Ti dak ada keharusan waktu atau apa pun, Ami menj elaskan. Anak-anak i ni semangat banget pi ngi n belaj ar gambar, tapi kita satu pun nggak ada yang bisa. Asal lu muncul sekali- sekali aj a, mereka pasti udah senang, I cal menambahkan. Saya ngaj ar di kelas si apa dulu, ni h? tanya Keenan se- raya menyandangkan ransel beri si peralatan gambar yang sudah i a bawa. I cal dan Ami sali ng berpandangan. Bebas. Terserah kamu aj a, j awab Ami . Saya ke sana dulu, ya, Keenan menunjuk ke arah pohon beri ngi n. Tempat yang pali ng i ngi n i a datangi sej ak tadi . Keenan muncul tepat saat Kugy sedang beraksi sebagai dom- ba Garut si ap ngamuk yang ceri tanya akan di kalahkan oleh Jenderal Pilik dan Pasukan Alit. Masih dalam posisi menung- ging dengan kedua tangan membentuk tanduk, Kugy terpaku saat mengenali ransel marun beri ni si al K yang tahu-tahu muncul di depan mukanya. Sepasang sepatu yang i a kenal. Kedua tungkai kaki yang rasanya tak asi ng. Cepat-cepat, Kugy berdi ri , mendapatkan Keenan yang tersenyum si mpul sambi l membuat tanda antena dengan kedua j ari nya. 118 Agen Keenan Klappertaartmani a si ap beroperasi , sapa Keenan dengan posi si tegap seperti perwi ra. Kata sandi ? tanya Kugy. Mukanya seri us. Pi sang susu. Kugy tampak berpikir keras. Hmm. Baiklah. Silakan ber- gabung. Mukanya berubah cerah seperti bi asa, Anak- Anuuuk! KILu keduLungun guru Lumu. Numunyu ... Kung Keenun! Keenan mengernyit. Nama itu terdengar aneh di kuping- nya. Rangginang 16 ? Seorang anak berceletuk, disambut pekik tawa yang lai n. Eh, Pi li k. Kamu belum tahu Kang Keenan i ni bi sa apa. Dia bisa gambar apa saja yang kalian maudalam waktu ti- duk IebIh durI suLu menIL! Keenan mengernyi t lagi . Satu meni t teh sakumaha 17 ? Pi li k bertanya kembali . Satu menit itu enam puluh detik. Jadi kalian harus ber- hi tung satu sampai enam puluh, bareng-bareng semuanya. Yang belum bi sa, i kuti saya. Tapi semua harus i kut meng- hi tung. Si aaap? SAAAP! Anuk-unuk ILu menjuwub seremuk. Kali an mau di buatkan gambar apa, ayo? Keenan ber- tanya seraya bersi aga di sampi ng kertas besar dan spi dol yang sudah berdi ri tegak di atas sandaran kayu yang i a bawa. Gumbur sI HogI! seorung unuk berLerIuk. Keenan mengernyi t untuk yang keti ga kali . Apa tuh Hogi ? bi si knya pada Kugy. Ayam jago, besar, hitam, pokoknya ganteng. Oke? Kugy 16 Sej eni s makanan ri ngan khas Jawa Barat terbuat dari beras. 17 Seberapa. 119 lalu berali h lagi pada muri d-muri dnya, Si ap berhi tung, bar udak 18 ! SuLu ... duu ... LIgu ... emuL ... IImu ... Beramai -ramai mereka menghi tung sampai enam puluh. Di hi tungan keempat puluhan, Keenan sudah ongkang- ongkang kaki . Gambar ayam pesanan mereka sudah si ap. Tercenganglah anak-anak i tu meli hat gambar ayam yang tampak hidup muncul di hadapan mereka dalam waktu sing- kat. Mereka bersorak-sorai kesenangan. Langsung terlontar- lah bertubi -tubi permi ntaan beri kutnya untuk Keenan. Gumbur roboL! Gumbur esuwuL! Gumbur Puk Somud! Sehari an i tu Keenan meladeni permi ntaan mereka. Ti ap gambar selalu di sambut cengangan kagum dan sorak-sorai . Hari i tu, kehadi ran Keenan di tengah mereka bak seorang super star di antara para pemuj a. Gambar-gambar yang i a buat terpaksa di bagi -bagi kan untuk mereka bawa pulang. Dan mereka menerimanya dengan bangga seolah baru men- duuL Lundu Lungun durI bInLung hIm LerkenuI. Kang Keenan sering-sering datang, ya? pinta Pilik sam- bi l memasukkan gulungan gambar dari Keenan ke dalam tasnya yang terbuat dari karung bekas tepung terigu. Nanti bi ki ni n gambar saya sama Pasukan Ali t. Keenan tak sepenuhnya paham apa yang dimaksud Pilik, tapi tak urung i a mengangguk. Oh, ya. Saya Jenderal Pi li k. Tong hi lap 19 ! Pi li k mem- busungkan dadanya lalu menj abat tangan Keenan dengan mantap. I a lantas berlari -lari keci l menyusul teman-teman- nya. Pasukaaan ... dagoan euy! 20
Keenan menoleh ke arah Kugy. Saya nggak ngerti, entah
18 Anak-anak. 19 Jangan lupa. 20 Tunggu, dong. 120 kamu yang selalu berhasi l membuat orang-orang j adi ke- bawa aneh, atau memang kamu selalu berj odoh dengan orang-orang aneh. Kugy terkikik. Anak itu memang ajaib. Dulu kami sem- pat jadi musuh bebuyutan. Tapi begitu berhasil kutaklukkan, sekarang malah j adi kompak banget sama aku. Satu kelas j uga i kutan kompak, karena mereka semua nurut sama Pi li k. Apa rahasi anya, Agen Karmachameleon? Keenan ber- tanya dengan tampang seri us. Dengan tak kalah seri us, Kugy menyambar sesuatu dari dalam tasnya bagaikan menghunus pedang. I ni rahasianya, Agen PoIIerLjesmunIu! seru Kugy, dI Lungunnyu Lergenggum sebuah buku tuli s lecek. Apa i tu? Manual Manusi a Aneh? Kugy langsung duduk di sampi ng Keenan. Matanya ber- kilat-kilat pertanda semangatnya menyala-nyala. Lihat, Nan. I ni adalah seri petualangan yang kubuat selama aku menga- j ar di si ni . Tokohnya adalah muri d-muri dku sendi ri . Dulu mereka males banget belajar baca, terus aku bikin perjanjian dengan mereka. Aku j anj i akan membuatkan dongeng ten- tang mereka, tapi mereka harus mau belaj ar baca, supaya nanti mereka bi sa baca ki sah petualangan mereka sendi ri . Dan j adi lah i de i ni : Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Semua tokoh dalam seri al i ni aku ambi l dari kehi dupan mereka sendi ri . Ni h, ada Hogi si Ayam Pelung Keramat ... Palmo si Kambi ng Nekat ... Gogog si Anj i ng Jago Renang ... Somad Sang Pendekar Tanpa Tanda- Tanda .... Kugy memperli hatkan halaman demi halaman dengan semangat, anak-anak i ni nggak kenal yang namanya Teddy Bear, Barney, atau Elmo. Dan mereka cuma bengong waktu aku kasih tahu soal Snow White, Peter Pan, Red Riding Hood ... tapi , begi tu aku bi sa membuat sesuatu dari duni a mereka 121 sendi ri , sesuatu yang mereka kenal, mendadak kayak ada sesuatu yang di hi dupkan dalam di ri mereka. Seperti ada kebanggaan, harapan, semangat ..., Kugy sampai berhenti mengatur napasnya, seperti ada keaj ai ban. Keenan pun menghela napas panj ang. Tersadar bahwa napasnya sedari tadi i kut tertahan karena terhanyut ceri ta Kugy. Kamu hebat, decaknya, itu memang keajaiban. Saya bi sa merasakan, anak-anak tadi nyaman banget dengan di ri mereka sendi ri . Kamu berhasi l memanci ng karakter mereka keluar. Mereka j adi percaya di ri , punya harga di ri . Punya kebanggaan. Kugy menggeleng, Mereka yang hebat. Aku cuma saksi mata yang kebetulan numpang lewat. Nggak tahu Sakola Alit bi sa bertahan di si ni sampai kapan. Tapi aku merasa ber- syukur banget punya kesempatan i ni . Keenan menatap ki lauan di bola mata Kugy. Dan Kugy menatap balik kedua mata jernih itu tanpa ada rasa jengah. Lama mereka terdi am. Hanya angi n yang berbunyi lewat gemeri si k daun. Hanya serangga-serangga pohon yang ter- dengar bersahut-sahutan. Mereka berdua hanya sali ng me- natap tanpa suara. Saya kehi langan kamu, ucap Keenan akhi rnya, nyari s berbi si k. Kugy merasa matanya akan berkaca-kaca, seiring dengan arus perasaan yang begi tu kuat, yang seolah hendak men- jebol dadanya. Dan, sungguh, ia tidak tahu harus merespons apa. Sorot mata Keenan seperti merenggut semua perbenda- haraan kata di benaknya. Akhi rnya, Kugy memi li h untuk menunduk. Sesama agen harus sali ng mendukung. Sebentar lagi kamu bakal j adi peluki s profesi onal. Waktu aku di Warsi ta, aku sempat dengar Wanda cerita. Dia bilang, kalo kamu me- mang i ngi n seri us j adi peluki s, kamu harus meluangkan 122 waktu banyak untuk nambah koleksi luki san kamu. Terus, kamu harus pameran, keli li ng-keli li ng. Kamu nggak akan sempat lagi gambar di bawah pohon seperti begi ni , tutur Kugy dengan nada yang di buat setenang mungki n, per- j alananku masi h panj ang di bandi ng kamu. Kamu sudah ke- temu orang yang bisa mendukung impian kamu, Kugy mu- lai merasa kata-kata i tu membebani mulut, tapi i a harus tetap mengucapkannya, ci ta-ci ta hi dup kamu lebi h penti ng dari apa pun. Ki ta i ni punya mi si , Nan. Makanya ki ta di - ki ri m ke si ni oleh Neptunus. Dan sebentar lagi kamu ber- hasi l. Jangan sampai rusak di tengah j alan hanya gara-gara kita cuma menuruti keinginan sendiri doang, Kugy menelan ludah, tak tahu harus bi lang apa lagi , yang namanya bus satu perusahaan i tu ti dak boleh sali ng menyali p. Ti ba-ti ba Kugy merasa dagunya di angkat. Kembali me- nemukan tatapan Keenan yang menembus j antung. Gy, saya nggak ngerti kamu ngomong apa, ucap Keenan lembut, makasih kamu udah mau ngertiin soal impian saya, cita-cita saya, dan kesempatan yang sekarang ini sedang da- tang untuk saya. Tapi di luar i tu semua, saya kehi langan kamu. Kamu menghi lang akhi r-akhi r i ni . Halus, Kugy menj auhkan waj ahnya, hi ngga genggaman j ari Keenan di dagunya lepas. Aku nggak ke mana-mana, kok, j awab Kugy li ri h sembari mengusahakan sebuah se- nyum, sekarang kamu tahu di mana markasku. Tinggal cari aku di bawah pohon i ni . Terdengar suara langkah kaki mendekati mereka. Ami muncul dari arah belakang. Gy, Nan, pulang, yuk? Mum- pung Bimo masih nungguin di depan. Kita sesak-sesakan aja berli ma kayak pi ndang, aj ak Ami sambi l terkekeh. Yuk! Kugy bungkIL berdIrI. Tahu-tahu tangan Keenan menahannya. Saya dan Kugy 123 pulang naik angkot, Mi. Kalian duluan aja pakai mobil Bimo. Jadi nggak perlu kayak pi ndang. Oke? Yaki n? tanya Ami l agi . Di l i hatnya kontras antara Keenan yang tampak yakin dan Kugy yang ragu. Sebetulnya Kugy sudah i ngi n protes, tapi genggaman tangan Keenan yang mencengkeram kuat di pergelangannya seperti meng- i syaratkan di a untuk di am di tempat. Yaki n. Ki ta nai k angkot aj a, Kugy akhi rnya bersuara. Duh, AmI! Setelah bayangan Ami menjauh, Keenan melepaskan geng- gamannya. Sebagai upah kamu ngi lang, hari i ni saya mau sehari an booki ng kamu. Coba kontak ke manaj er saya dulu, namanya Mami Noni . Mumpung sekarang lagi low-season, j adi bi sa dapat harga murah, Kugy nyengi r sambi l mendorong bahu Keenan pelan. Si sa hari i tu mereka habi skan di j alan, bersama-sama. Mereka berj alan-j alan ke toko buku, i seng-i seng ke Kebun Bi natang di Taman Sari , ngopi sore di Jalan Dago, hi ngga akhi rnya Keenan mengantar Kugy pulang ke kosannya. Di depan gerbang besi bercat puti h i tu mereka berdua berdi ri . Langi t mulai gelap dan lampu-lampu di taman de- pan mulai menyala. Sahut-sahutan serangga malam lamat- lamat terdengar. Keci l, saya pulang dulu, ya. Hari i ni sangat, sangat me- nyenangkan. Makasih untuk semuanya, ucap Keenan. Nada- nya terasa berat. Kaki nya terasa berat untuk bergerak. Sebagai bonus sudah booki ng aku sehari an i ni , aku ada kenang-kenangan untuk kamu, Kugy menyerahkan buku lecek beri si kan ki sah petualangan Pi li k. Keenan tampak terkej ut meneri manya. Gy ... tapi i ni harta karun kamu .... 124 Nggak pa-pa. Buku i tu udah habi s. Aku lagi nuli s di buku baru. Tapi ... masa buku yang lama i ni di kasi h ke saya? Keenan masi h tak percaya. Cuma i tu yang bi sa aku kasi h. Aku j uga seneng banget hari i ni , ucap Kugy berseri -seri . Serta-merta lengan Keenan terentang, dan Kugy terpana keti ka i a sudah ada dalam rengkuhan Keenan. Sej enak se- kuj ur tubuh Kugy kaku bagai papan. Matanya pun masi h membelalak. Pi ki rannya bertanya-tanya, apa gerangan yang terjadi? Hingga perlahan panas tubuh Keenan mulai meram- bat, mencairkan otot-otot Kugy yang tadi terkunci, memejam- kan kelopak matanya yang tadi terbuka, dan dengan segenap hati i a mulai meresapi bahwa di ri nya sedang di peluk. Beberapa deti k kemudi an, pelukan i tu melonggar, lalu lepas. Keenan tersenyum samar dan mengacak rambut Kugy sekilas. Mulai salah tingkah. Kamu baik-baik, ya, Kecil, gu- mam Keenan. Cepat, i a membali kkan punggung dan pergi . Kamu j uga, Kugy menggumam bal i k. Ti dak yaki n Keenan mendengar suaranya atau ti dak. Namun, i a yaki n degup j antungnya terdengar saat tubuhnya di rengkuh oleh Keenan tadi, sebagaimana ia juga mendengar degup jantung Keenan. Di bawah sinar lampu mejanya, Keenan membuka buku tulis pemberi an Kugy. Berderetlah tuli san tangan keci l-keci l dan rapi seperti dicetak. I a membaca kisah demi kisah. Tergelak- gelak sendi ri . Tuli san Kugy mampu menghadi rkan pertun- j ukan si nema di otaknya, yang memutar alur ceri ta dan menghi dupkan tokoh-tokohnya seolah mereka semua me- wuj ud nyata. Keenan tak bi sa berhenti membaca. 125 Perhati annya tahu-tahu tertumbuk pada coretan tangan Kugy. Keenan tak bi sa menebak makhluk apa i tu yang ber- usaha di gambar Kugy kalau saj a i a tak meli hat tuli san Hogi di bawahnya. Di beberapa halaman berikutnya, tam- pak Kugy mencoba lagi . Menggambar manusi a berpeci de- ngan struktur tak proporsional, dan di bawahnya tercantum keterangan Somad Sang Pendekar. Dari guratannya, Keenan bi sa membayangkan betapa Kugy berusaha keras untuk menggambar. I a bi sa membayangkan ai r muka Kugy yang seri us, seolah sedang menci pta luki san mahakarya. Rasa haru tahu-tahu merembesi hati Keenan. Buku i tu pun di tutup. Lalu Keenan menggeser kursi nya ke depan kanvas kosong yang stand by di sebelah meja. Su- dah lama kanvas i tu kosong. Sej ak i a pulang ke I ndonesi a, belum pernah lagi Keenan tergerak untuk membuat luki san baru. Namun, malam ini ia merasakan dorongan itu. Seolah ada sesuatu yang memi nta di j emput olehnya. Apa i tu, Keenan tak tahu pasti . I a hanya memasrahkan tangan-ta- ngannya bergerak, menari dan menoreh di atas kekosongan, hi ngga sesuatu i tu mewuj ud perlahan di atas kanvasnya. Keenan meluki s dan meluki s, hi ngga pagi ti ba. 126 Pukul dua si ang. Lazi mnya, kos-kosan baru kembali ber- penghuni setelah sore. Eko ti dak kaget meli hat betapa sepi - nya tempat kos itu, apalagi penghuninya memang cuma lima orang. Yang aneh justru ketika salah satu penghuni di kosan i tu malah ada di tempat. Bahkan sudah berhari -hari ti dak muncul di kampus sama sekali . Pintu kamar itu dibukakan dari dalam. Keenan berdiri di hadapannya, masi h dengan rambut acak-acakan dan mata setengah terbuka. Gi le. Baru bangun lu? Hmm, Keenan menggumam, lalu kembali mengempas- kan tubuhnya ke tempat ti dur. Kata Bi mo udah beberapa hari i ni lu nggak kuli ah. Kenapa bi sa gi tu, Bos? Tangan Keenan menunj uk ke arah kanvas. Wow. Luki san baru? Ck-ck-ck ... sadi s. Luki san keren gi la, Eko berdecak kagum. Yang i tu belum selesai .... Wah. Lukisan belum selesai yang keren gila, Eko cenge- 15. MENCARI KETULUSAN 127 ngesan. Anyway, gua datang ke si ni sebetulnya sebagai pengantar pesan dari Wanda yang udah beberapa hari i ni nyari i n elu. Di a bi lang, di a punya kabar superpenti ng buat lu, tapi lu nggak bisa dihubungi. Dia juga bilang, udah saat- nya lu punya HP. Dan, sore ini Wanda bakal datang ke Ban- dung khusus buat nemui n lu. Ada apa, ya? Eko mengangkat bahu. Mana gua tahu. Tapi kayaknya penting banget. Jadi, siang ini gua nganterin lu ke toko HP, oke? Ogah, Keenan menj awab dengan suara berkumur ka- rena mulutnya masi h membenam di bantal. Dasar seni man gaptek. Di era mi leni um i ni , sungguh absurd adanya kalo lu nggak punya HP. Males. Belum butuh. Anyway yang kedua: lu sebetulnya udah j adi an belum sama Wanda? Kali i ni Keenan melepaskan mukanya dari bantal. Per- lahan, i a duduk tegak di atas tempat ti dur. Oke, oke. Gua ralat pertanyaan gua. Sebetulnya, lu suka nggak si h sama di a? Eko bertanya lagi . Gua sebetulnya lebi h tertari k dengan ... kenapa lu bi sa tahu-tahu nanya gi tu? Keenan bertanya bali k. Well, udah hampi r li ma bulan kali an kenal dan j alan bareng. Jelas-j elas kali an nyambung. Jelas-j elas di a selalu bela-belain nemuin lu, bahkan dialah orang yang paling ber- jusu buuL kurIer Iu. Dun jeIus-jeIus ... dIu ... Wundu, gILu! Kurang apa lagi sih cewek satu itu? Cowok sehat mana yang nggak ngiler ngacak-ngacak tanah lihat dia? tutur Eko ber- api -api . Sooo? Sowhat? Keenan menyahut polos. Kening Eko kontan berkerut. Nan, udah saatnya lu jujur sama gua. Ar e you str ai ght? 128 Keenan tergelak pelan, Terakhi r gua cek si h i ya. Harus ada sesuatu yang nggak beres kalo lu sampe nggak suka sama Wanda. Gua bukannya nggak suka. Sama sekali gua nggak ada masalah dengan Wanda. Di a bai k, pi ntar, dewasa, dan lu bener, untuk urusan seni , gua ngerasa nyambung banget. Di a j uga banyak bantu gua. Gua sadar i tu. Urusan canti k? Nggak usah di perdebatkan. Orang buta j uga mungki n tahu kalo di a canti k. Tapi ... untuk j adi an ..., Keenan menghela napas, nggak tahu, ya. Ada sesuatu tentang di a yang gua belum yaki n. Eko menatapnya tak percaya. Man! Kalo ternyata lu bu- kan gay, lu adalah cowok hetero yang sangat nggak tahu dIrI! Nun, uduh beruu muIum MInggu dIu yung duLung ke Bandung ngapeli n lu? Lu bertapa di gua beruang berapa hari doang aj a, di a yang bela-belai n nyusuli n. Apa yang bi ki n lu nggak yaki n, si h? Keenan menggeleng, Nggak tahu. Pokoknya ada sesuatu yang rasanya belum ... pas. Eko mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Nyerah, deh. Nyeruh! Iu un bungkIL berdIrI, Yung jeIus, kuIo Iu ternyata nggak punya feeli ng sama di a, j angan j uga lu nge- gant ungi n, apal agi ngasi h har apan. Nggak fai r buat Wanda. Siang itu, akhirnya Keenan pergi makan ditemani sepupu- nya. Mereka tak lagi membahas masalah tadi . Namun, se- pulangnya Eko, barulah Keenan termenung di kamarnya. Aki bat pembi caraan i tu, i a j adi terpi cu untuk merenungkan lebi h dalam peri hal hubungannya dengan Wanda. Untuk pertama kali nya Keenan di paksa berhadapan dengan pe- rasaannya. 129 Malam i tu, Wanda memberani kan di ri untuk pergi ke tem- pat Keenan sendi ri an tanpa di pandu Eko dan Noni . Se- panj ang j alan, i a berharap-harap cemas ti dak tersasar. Dan akhi rnya i a berhasi l. Wanda tersenyum sendi ri saat ti ba di depan pintu gerbang tempat kos Keenan. Tak sabar rasanya i a mengumumkan kabar bai k i tu. Tak lupa, Wanda mengecek bayangannya di kaca sebelum masuk. Baj unya kali i ni serba merah, dengan rok j i ns mi ni yang memamerkan tungkainya yang jenjang. Riasannya ma- si h sempurna. Semuanya tampak beres. Diketuknya pintu itu hati-hati. Keenan? I ts me. Wanda, panggi lnya merdu. Beberapa deti k kemudi an, pi ntu i tu terbuka. Keenan, yang mengenakan kemeja putih dengan wajah bersih sehabis mandi, menyambutnya dengan senyum lebar. Napas Wanda sontak tertahan. Hai , Wanda. Kamu canti k banget, puj i Keenan tulus. Wanda tersi pu, senyum senangnya tak bi sa di bendung. You look ver y handsome as well, ucapnya malu-malu. Dan kalo di gabung, ki ta berdua kayak bendera. Si ap di - kerek, Keenan tertawa renyah, masuk, yuk. Saya ada ke- j utan buat kamu. Wanda memeki k keci l, Kej utan buatku? Keenan tak menj awab. I a hanya menangkupkan kedua tangannya di atas mata Wanda, lalu mengarahkan langkah gadi s i tu ke hadapan kanvas. Setelah i tu, barulah Keenan melepaskan tangannya. Lama Wanda mematung. Menatap lukisan di hadapannya tanpa berkedi p. Kamu suka? Baru banget saya selesai kan. Nan ... thi s i s i t, bi si k Wanda, thi s i s the r eal YOU. Maksud kamu? Wanda memegangi dadanya yang sesak oleh rasa kagum, 130 Oh, gosh. Papi pasti akan berkomentar lai n kalau li hat lu- ki san kamu yang i ni .... Memangnya Papi kamu sempat berkomentar apa soal luki san saya? Oh, nggak, Papi suka luki san kamu, tapi Papi bi lang kamu masi h harus menggali potensi kamu lagi untuk me- nemukan ... apa, ya? Wanda langsung keli hatan geli sah, Mmm ... your si gnatur e. Your X factor . Sesuatu yang benar-benar menjadi kekuatan kamu. Dan menurutku, kamu menemukannya di luki san i ni . Kamu kok nggak pernah ceri ta soal i tu? Cepat Wanda mengutas sebuah senyum lalu menggeng- gam tangan Keenan, Well, aku punya kabar yang lebih pen- ti ng lagi buat kamu. Ready? Keenan mengangguk. Kaki Wanda pun berjinjit, dan ia berbisik tepat di kuping Keenan, Luki san kamu di Warsi ta ... laku terj ual. Empat- empatnya. Di tangan Keenan, Wanda menyelipkan selembar cek atas nama Galeri Warsi ta. Kali i ni Keenan yang mematung lama. Berusaha men- cerna kata-kata Wanda yang rasanya sangat suli t di percaya. Keenan mengulang-ulang kalimat itu dalam hatinya. Lukisan- nya ... empat-empatnya ... laku ter j ual. I a tahu betul apa arti nya i tu. Tak ada yang bi sa mengukur kebahagi aan yang i a rasakan. Langkah terakhi r menuj u i mpi annya terwuj ud sudah. Perlahan, Keenan melepaskan jemarinya yang digenggam Wanda. Sebagai ganti , i a mendekap Wanda sepenuh hati . Makasi h untuk kesempatan yang kamu kasi h, desi snya, saya nggak bi sa bi lang apa-apa lagi . Wanda merapatkan tubuhnya, tenggelam lebi h dalam ke pelukan Keenan. I ni sudah lebih dari cukup, bisiknya lem- but. 131 Keenan dan Wanda memi li h makan malam di salah satu restoran di puncak Kota Bandung, di daerah pegunungan yang berpemandangan lampu kota. Meski duduk di bagi an dalam restoran, angi n di ngi n tetap terasa menusuk saat semi li rnya menyentuh kuli t. Kamu kedi ngi nan? tanya Keenan khawati r. Sedari tadi di li hatnya Wanda mengusap-usap lututnya yang terbuka. Lumayan, Wanda mengangguk, aku boleh pi ndah du- duk di dekat kamu, ya. Sebelum di i yakan, Wanda sudah duluan beranj ak ke se- belah Keenan. Di bangku panj ang i tu, Wanda leluasa me- numpangkan setengah tubuhnya, dan tanpa ragu lengannya langsung meli ngkar memeluk pi nggang Keenan. Saat itu juga Keenan langsung merasa tubuhnya berubah kaku. Ri si dengan posi si Wanda yang tahu-tahu menempel seperti anak kanguru. Ehm. Maksud saya, kalau memang kamu kedi ngi nan, kamu bi sa pakai j aket saya, uj ar Keenan ki kuk. Never mi nd. Begi ni lebi h hangat, sahut Wanda seraya mempererat pelukannya. Keenan kehi langan argumen. Namun, poros tubuhnya tetap tegang pertanda tak nyaman. Wanda mulai merasakan si nyal i tu. Pelukannya pun me- longgar. Ar e you okay? Kamu risi ya kalo pacaran di depan umum? Seketi ka Keenan melepaskan lengan-lengan Wanda yang membeli t tubuhnya. Wanda, sori banget. Saya nggak mau kamu salah paham. Tapi ... rasanya, ki ta belum pernah se- pakat untuk pacaran, ucapnya hati -hati . Ai r muka Wanda langsung berubah. Tubuhnya beri ngsut menj auh. Well ... nggak semua pacaran harus di mulai de- 132 ngan proses nyatai n, kan? Aku pi ki r, selama i ni ki ta berdua ... memang .... Kali mat Wanda mulai tersendat, matanya berkaca-kaca. Have I been embar assi ng myself? Jadi ... kamu ... nggak suka sama aku? Bukan gi tu, sergah Keenan cepat, gi mana mungki n saya nggak suka sama kamu? Kamu bai k, kamu perhati an, kamu banyak banget bantui n saya ... tapi , memangnya ki ta harus langsung pacaran? Bi bi r Wanda kontan mengatup, rahangnya tampak me- ngeras. Nan, aku udah kerja keras untuk kamu dan lukisan kamu. Semua ucapan kamu barusan bi ki n hati aku saki t. Mendengar itu, serta-merta Keenan merangsak mendekat. Wanda sampai terlonjak kaget. Tak siap mengantisipasi. Di- tatapnya mata Wanda dalam-dalam sambi l bertanya, Se- lama ini kamu bantu saya karena lukisan sayaatau karena saya? Wanda menelan ludah, gugup. Namun, ia berusaha keras mengendalikan kegentarannya. Keenan, I m a pr ofessional, desi snya. Luki san kamu sangat bagus, prospek kamu luar bi asa, bahkan lebi h dari yang kamu sadari . Tapi i tu semua nggak ada hubungannya dengan perasaan aku. Tatapan Keenan yang menghunjam sama sekali tidak ber- kurang i ntensi tasnya. Terus, perasaan kamu sendi ri gi - mana? tanyanya. Tenang dan taj am. Wanda pun memberani kan di ri menentang sorot mata Keenan. Sudah tak bisa mundur, pikirnya. I m i n love wi th you, i a akhi rnya berkata. Jelas dan tegas. Sesuatu terasa bergetar dalam hati Keenan. Tatapan mata- nya melunak. Lama sudah Keenan berusaha menyelami dua bola mata yang selalu di lapi si lensa kontak berwarna-warni itu, mencari sesuatu yang selama ini belum ia temukan. Ke- tulusan. Sekalipun masih samar, Keenan merasa ada sesuatu yang barusan muncul dalam di ri Wanda. Sesuatu yang be- 133 lum pernah i a temui sebelumnya. Barangkali , i tulah ke- tulusan yang di cari nya. Terus, perasaan kamu sendi ri gi mana? Wanda meng- ulang pertanyaan persi s sama yang di aj ukan Keenan tadi . Bedanya, ia mengutarakannya dengan lebih tenang dan per- caya di ri . Gi li ran Keenan yang menelan ludah. Cahaya li li n yang kekuni ngan menerpa waj ah Kugy. Kom- bi nasi antara langi t malam, remang kafe tenda i tu, dan ca- haya li li n, membuat i a tampak sangat canti k di mata Oj os yang tak lepas mengamati sej ak tadi . Waj ah pacarnya i tu j uga keli hatan sendu. Sorot matanya melayang j auh entah ke mana. Mi ki ri n apa, si h? Kugy sedi ki t tersentak. Namun, senyumnya berangsur terbi t meli hat tampang Oj os yang cemberut. Kenapa? Aku sering ngelamun, ya? Maaf, ya, Jos. Akhir-akhir ini aku me- mang lagi agak tulali t. Kamu ada masalah? Nggak, Kugy menggeleng, tepatnya, nggak tahu. Pe- rasaanku suka agak aneh aj a belakangan i ni . Ada hubungannya dengan aku? Kugy lama menatap Oj os sebelum akhi rnya menj awab, Nggak. Gy, aku merasa ki ta kurang banget quali ty ti me berdua. Pi ngi n banget deh ki ta j alan bareng ke mana, li buran kek .... Maksud kamu ke Si ngapur? Kugy melengos, Aku kan udah bi lang, aku nggak mau. Nggak ..., nggak harus Si ngapur. Kalo ke Bali aj a, gi - 134 mana? Berdua? Ki ta bi sa pergi rame-rame. Anak-anak di Jakarta pada pi ngi n cabut, kok. Yang j elas, di sana ki ta berdua bi sa bener-bener ri leks, have fun Aku nggak punya uang, potong Kugy, tabunganku si h ada, tapi bukan buat li buran. Aku mau nabung beli laptop. Ti ba-ti ba, Oj os meletakkan sesuatu di atas mej a. Mata Kugy memi ci ng. Dua lembar ti ket pesawat. Jos ... kamu beli i n aku ti ket? Nggak ada lagi alasan untuk kamu ngomong nggak. Oke? tegas Oj os dengan senyum mengembang. Memangnyamau berangkat kapan? Kita berangkat awal bulan depan. Cabut hari Jumat, pu- lang Mi nggu. Nanti aku langsung antar kamu ke Bandung pakai mobi l. Pokoknya semua beres, aku yang ar r ange. Kamu ti nggal bawa tas sama badan doang. Kugy menghela napas. Di li hatnya ekspresi Oj os yang sangat berharap. Tak habis akal, Ojos lantas mengambil tiket i tu dari mej a lalu menempelkannya di j i dat. Memasang muka memelas seperti anak anj i ng hi lang i nduk. Please, Gy? Wuf ... wuf ... wuf .... Kugy pun tertawa, dan mengangguk. Hampi r tengah malam saat sedan hi tam i tu kembali me- masuki halaman parki r hotel di daerah Ci umbuleui t tempat Wanda menginap. Keenan menemaninya berjalan hingga ke lobi. Perapian yang menyala di sana tampak mulai menyurut api nya. Sofa-sofa kosong tanpa tamu. Pi ano gr and hi tam yang semalaman tadi berdenti ng pun sudah terkunci . Kamu ke kamar aj a duluan. Saya tunggu di si ni . Bentar 135 lagi taksi saya j uga datang, kata Keenan. Wanda menggeleng. Aku mendi ngan kedi ngi nan di si ni , dari pada kehi langan momen sama kamu, uj arnya pelan. Lai n kali , i ngat-i ngat kalo i ni Kota Bandung. Pakai rok mi ni malam-malam gi ni hanya di sarankan bagi yang udah kebal dan terlati h nahan angi n kayak bencong di Jalan Veteran. Kamu tuh, kok nggak romanti s banget si h sama aku, raj uk Wanda manj a, masa aku malah di samai n sama ben- cong? Lho, si apa yang nyamai n? Keenan tergel ak pel an, Cuma ngi ngeti n aj a, lai n kali kamu lebi h bai k pakai celana panj ang, bawa j aket atau sweater . Lai n kali i tu kapan? panci ng Wanda lagi . Keenan pura-pura berpi ki r dengan muka j ahi l. Mmm. Malam Mi nggu depan? Wanda langsung berseri -seri . Kaki nya berangsur maj u, kedua tangannya lantas di gantungkan di leher Keenan, So, ki tapacaran? Keenan tersenyum si mpul. Lembut, i a menari k lepas ta- ngan Wanda, mengecup jemarinya pelan. Kita jalani pelan- pelan, ya. Meski api perapi an berada beberapa meter di belakang, tampak j elas mata Wanda berbi nar benderang. Di ngi nnya malam bahkan si rna. Seluruh tubuhnya di j alari hawa ba- hagi a yang terasa begi tu hangat. Terdengar suara mobi l memasuki pelataran lobi . Taksi yang di pesan Keenan sudah datang. Baru saj a i a mau ber- bali k melangkah, tahu-tahu tangannya di tahan. You know what? Wanda berkata li ri h, Kamu nggak perlu pulang malam i ni ke kos. Kamu bi sa di si ni sama aku. Keenan hanya tersenyum lalu mengecup halus keningnya, 136 Pelan-pelan, Wanda. Tak lama, taksi i tu melaj u pergi meni nggalkan hotel. Wanda masi h terpaku di tempatnya. Rasanya i ngi n i a me- lesat menembus atap saki ng gembi ranya. Ti ba-ti ba i a ter- ingat seseorang. Noni. I a harus menelepon Noni. Malam ini j uga. 137 Kugy merogoh kantongnya dan mengambil anak kunci kecil i tu, membuka sendi ri gembok pagar tempat kosnya. I a su- dah menganti si pasi kepulangannya yang larut malam dan sudah mengaj ukan di ri nya sebagai j uru kunci malam i ni . Deretan kamar di kori dor i tu sudah gelap, ti rai -ti rai su- dah tertutup. Namun, di li hatnya lampu kamar Noni masi h menyala, bahkan terdengar suara bernada ti nggi khas Noni yang sedang mengobrol dengan terpeki k-peki k. Baru saj a tangannya mau mendarat di handel pi ntu ka- marnya, pintu Noni terbuka. Mata sahabatnya itu membela- Iuk segur seerLI buru mukun rujuk cube. Gy! Tebuk uu yung buru suju LerjudI! TudIII ... burusuuun ... muIum InIII ... aduh, nggak boleh beri si k, ya? Nggak kuat ni i i h ... Lu kebelet pi pi s? tanya Kugy, meli hat Noni yang sam- pai membungkuk-bungkuk seperti menahan sesuatu. Bukan, gi la. Gua baru di telepon sama Wanda. Aduuuh ... seneng banget gua .... Noni terki ki k-ki ki k sendi ri , Tadi Wanda sama Keenan kencan berdua, gitu. Terus, nggak tahu gi mana, pokoknya Wanda akhi rnya nembak si Keenan ... 16. SALAH BERHARAP 138 monyong, ya? Dasar cowok-cowok sekarang. Bikin susah aja. Kok bukan si Keenan yang nembak duluan, coba? Emang dia makhluk aneh sih, kayak elu. Nggak bisa ditebak maunya apa. Terus .... Noni mengambi l napas, mengatur antara tawa dan kata-kata yang berbalapan di mulutnya. Sementara i tu mulut Kugy seperti memahi t. Jantungnya terasa berdebar lebi h kencang menunggu kelanj utan ceri ta Noni . Terus, habi s di tembak gi tu, Keenan ngomong gi ni ke Wanda: nggak mungki n saya nggak suka sama kamu. Ya IyuIuuh! ucu bungeL deh sI Keenun. GeII guu dengernyu. Terus, mereka pulang ke hotelnya Wanda. Oh my God ... gi la, i ni romanti s banget .... Noni menempelkan kedua ta- ngannya di pipi, Di dekat perapian, Gy ... nggak ada siapa- sIuu IugI ... cumu mereku berduu ... duh, Eko uyuh, nIh! Nggak pernah ngaj ak gua ke tempat kayak gi tu. Yang ada Pemudum KeIuuruuun 'muIu! Terus, Non? desak Kugy, mulai tak sabar. Mereku judIun, kuLu NonI berserI-serI. Tu-duuuu! Pro- yek berhusII! CunggIh bungeL guu judI Muk CombIung! Iu lalu menari -nari keci l. Kugy merasa sebagi an dari di ri nya menguap. Hampa. Terus? tanyanya lagi . Gy, lu kok nggak kasi h selamat atau apa gi tu ke gua? Noni bertanya heran meli hat reaksi Kugy yang di ngi n. Congr ats, Mak Comblang Mi leni um. Terus, apa lagi ceri tanya? Lu bayangin aja sendiri. Di tempat yang segitu romantis, pakai perapi an segala, cuma berdua, lagi j atuh ci nta. Nga- pai n lagi gua tanya-tanya? uj ar Noni sewot. Lu kok nggak antusi as, si h? I ni kan proyek ki ta bersama. Kugy menggeleng keci l. Sei ngat gua, i tu proyek lu dan Eko. Tapi apa pun yang terj adi gua i kut senang, tuturnya 139 ri ngkas. Gua masuk duluan, ya. Capek banget. Ni te, ni te. Tanpa menunggu reaksi lebi h panj ang lagi dari Noni , Kugy langsung melangkah masuk ke kamarnya. Menutup pi ntu. Bahkan untuk menyalakan lampu saj a, Kugy tak punya daya. Dalam gelap, i a berdi ri mematung. Terli ntas j elas di kepalanya sore hari di Galeri Warsi ta, saat Keenan dan i a sama-sama memandangi Wanda dari kej auhan, dan ter- dengar j elas di kupi ngnya waktu i tu, apa yang di ucapkan Keenan .... Kugy menggeleng, barangkali waktu i tu i a salah menangkap, atau i a salah berharap ... meli ntas j elas di kepalanya si ang hari di bawah pohon beri ngi n dekat ladang cabe, saat Keenan berkata bahwa i a kehi langan di ri nya, Kugy takkan lupa cara Keenan menatapnya .... Kugy pun menggeleng, barangkali waktu itu ia salah melihat, atau lagi- l agi sal ah berharap. Dan terl i ntasl ah petang di pi ntu gerbang, saat ia mendapatkan dirinya dipeluk, degup jantung yang terasa berdenyut bersama .... Kugy pun menggeleng, barangkali waktu i tu i a salah. Selama i ni i a salah. Terakhir, ingatannya berlabuh pada bisikan Keenan yang i a si mpan, yang i a kenang hampi r seti ap malam. Ti ga kata yang selalu menj adi penyej uk bagi hati nya. Bulan, per - j alanan, ki ta. Kugy menggeleng lagi . Bulan yang sama ada di angkasa malam i ni . Namun, rasanya lai n sekali . Mem- bayangkannya saja terasa begitu pedih di mata. Kugy meng- usap matanya yang basah. Sekali. Dua kali. Dan berapa kali pun ia mengusap, air mata itu tak kunjung berhenti menga- li r. Jakar t a, Jul i 2000 ... Layar ponselnya yang berwarna ti ba-ti ba menyala. Waj ah Wanda sekonyong-konyong cerah bagai matahari si ang bo- 140 long. Si gap, di tutupnya pi ntu kamarnya yang tadi setengah membuka. I a i ngi n meni kmati telepon i tu tanpa di ganggu. Hai , Sayang. Kamu lagi ngapai n? I mi ss you alr eady. Aku lagi bengong di kamar. Kamu ke si ni , dong, Wanda tertawa ri ngan, j ust ki ddi ng, Sweeti e. Kamu harus raj i n meluki s di Bandung. Karena, bentar lagi aku mau atur su- paya kamu bi sa pameran. Di uj ung sana, Keenan pun tertawa. Justru karena i tu saya telepon kamu sekarang. Tawa Wanda pudar. Jadi , kamu telepon aku untuk urusan bi sni s doang? Keenan kontan nyengir. Jangan sensitif gitu, dong. Kata- nya profesi onal. Ya, udah. Mau ngomongi n apa? tanya Wanda ketus. Saya kepi ki r apa yang pernah kamu bi lang, bahwa di lukisan saya yang terbaru ada karakter yang berbeda dengan luki san saya yang lai n. Saya j uga ngerasa gi tu. Saya cuma mau mi nta pendapat kamu aj a, kalau saya bi ki n luki san seri al dengan tema yang sama, gi mana? I de bagus, komentar Wanda pendek. Sej ak tahu luki san saya laku, perspekti f saya benar- benar berubah. Saya merasa maki n yaki n untuk mengambi l j alan i ni . Duduk Wanda menegak, Jalan apa maksud kamu? Saya cuma mau meluki s. Mungki n sudah saatnya saya memperti mbangkan untuk benar-benar mandi ri . Selesai se- mester i ni saya akan coba bi cara sama Papa untuk nggak usah meneruskan kuli ah. Kamu tahu apa arti nya i tu, kan, Nan? uj ar Wanda de- ngan penekanan, Kamu akan menggantungkan di ri se- penuhnya ke penj ualan luki san kamu. Kamu nggak bi sa mai n-mai n. Saya memang nggak mai n-mai n, tegas Keenan. 141 Dan aku j uga nggak mai n-mai n soal pameran. Kamu harus siapkan dua puluhan lukisan, tiga puluh lebih bagus, sambung Wanda. Bayangan akan pameran membuat darah Keenan ter- pompa adrenali n. Semangatnya memuncak. Oke, si ap, j awabnya mantap. Aku kasi h kamu waktu enam bulan. Demi kamu, aku mau panj angi n cuti kuli ahku satu semester lagi . Terdengar napas panj ang Keenan mengembus. Wanda, kamu udah banyak banget bantui n saya ... kadang-kadang, saya ngerasa nggak enak .... Nan, this is how I am, potong Wanda, kalo aku sayang dan yaki n sama seseorang, aku nggak akan tanggung-tang- gung. Kamu nggak perlu merasa nggak enak. Aku nggak mi nta apa-apa, j ust ... love me. Okay? Terdengar sunyi di uj ung sana. Nan? panggi l Wanda. Kamu mau ngomong sesuatu ... atau ... speechless? Sori , saya beneran nggak tahu mau ngomong apa, j a- wab Keenan akhi rnya. Nggak pa-pa. Lama-lama aku biasa, kok. Mungkin kamu ekspresi fnya hanya di depan kanvas. Tapi nggak di depan aku, Wanda berkata, separuh menyi ndi r. Sunyi lagi di uj ung sana. Wanda melengos. Ya udah, kayaknya aku malah bi ki n kamu nggak nyaman. Ki ta ngomongi n yang lai n aj a kalo gi tu. Tanpa menunggu terlalu lama, pembi caraan mereka lan- car lagi seperti ali ran sungai . Dan walau akhi rnya per- cakapan telepon i tu di tutup dengan mani s, Wanda sedi ki t gondok. I a mulai terganggu dengan si kap Keenan yang se- olah j engah seti ap kali percakapan mereka mulai menyi ng- gung soal perasaan. Seolah-olah kata ci nta dan sayang ada dalam daftar tabu Keenan. Dari pertama kali mereka 142 dekat hi ngga resmi j adi an pun, belum pernah satu kali pun Keenan mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Ponsel Wanda berderi ng lagi . Ya, Vi rna? Whats up? Hmm. Sori , gue emang lagi bete. What? Duh, lo bi ki n gue tambah bete, deh .... Sori banget, ya, sahut Vi rna, gue bener-bener nggak ada tempat buat nyimpan lukisan itu. Sebetulnya Pasha juga sama. Di a nggak enak aj a sama lo. Jadi ki ta berdua sama- sama nggak bi sa nampung, Say. Wanda berdecak kesal. Cuma ni ti p gi tu aj a masa nggak bi sa, si h? Lo taro di kamar ti dur lo, kek. Gantung di kamar mandi , kek. Lo pi ki r i tu poster ukuran A3? Lagi an di ndi ng rumah gue i tu di kuasai nyokap gue. Di a nggak demen luki san mo- dern. Tahu sendi ri seleranya kayak apa, luki san kudalah ... i kan koi ... nenek-kakek gue ..., Vi rna membela di ri , di tempat lo masa nggak ada space? Rumah lo kan segede-gede apaan tauk. Bukan gi tu. Masalahnya Wanda cepat-cepat menelan kembali kata-katanya. Peri hal i ni cukup di a sendi ri yang tahu. Ya udah. I ts okay. Besok gue suruh orang untuk ambi l lagi , deh. Sekali an luki san yang ada di Pasha. Selepas telepon dari Virna usai, Wanda berkeliling rumah- nya sendi ri . Mencari tempat persembunyi an yang aman. Dan pencariannya pun berakhir di kamarnya sendiri: kolong tempat ti dur. Di saung tempat Ami mengaj ar, keti ganya berkumpul. Ami bahkan seperti ingin menangis ketika hendak menyampaikan kabar yang sudah i a si mpan sej ak tadi . 143 Kugy, I cal ... Sakola Ali t akhi rnya di loloskan untuk i kut perlombaan antar-SD se-Kecamatan. Kugy dan I cal langsung melonjak kegirangan. I cal bahkan sampai berlari mengeli li ngi saung sambi l bersorak-sorai . Kugy pun tak kalah, i kutan di belakangnya. Aku tahu, ki ta di i zi nkan i kut karena mereka si mpati , atau kasi han, atau karena mereka juga yaki n ki ta nggak ba- kal menang, Ami terkekeh, aku nggak ambi l pusi ng. I ni bukan soal kalah dan menang. Tapi keti ka anak-anak Ali t bi sa parti si pasi dan ketemu dengan peserta dari sekolah lai n, pasti semangat mereka terpacu lagi untuk seri us se- kolah. I ni akan menjadi pengalaman yang baru buat mereka. Jadi , ki ta akan i kut lomba baca pui si , lomba menyanyi pu- puh Sunda, dan lomba mengarang. Hari i ni ki ta tentukan si apa-si apa yang i kutan, ya, lanj ut Ami lagi . SIu Lemur! Kugy berseru. ombunyu kuun dun dI mana, Mi ? Hari Sabtu mi nggu depan. Di Taman Lalu Li ntas. Kugy berLeuk-Leuk Lungun sukIng gembIrunyu, AsyIIIk! Mereka semua pasti senang banget bi sa sekali an mai n di sana. Beberapa saat kemudi an, ekspresi mukanya berubah. Kugy teri ngat sesuatu. Sebentar ... Sabtu depan? I ya, Gy. Kenapa? Akuada j anj i mau ke luar kota. Ami menggi gi t bi bi rnya. Wah. Kalau tanpa kamu, ki ta berdua pasti kerepotan. Bukan cuma soal menemani , tapi kalau anak-anak tahu kamu nggak akan i kut, mereka pasti nggak semangat. Kamu tuh panutan mereka, Gy. Kugy berpikir keras. Kasih waktu sampai Senin, ya. Tapi aku usahakan banget untuk i kut. Please, ya, Gy. Karena hari Senin kita udah harus mulai nyi api n anak-anak, kata Ami penuh harap. Kugy meli ri k j am tangannya. Oj os sedang dalam per- 144 j alanan ke Bandung. Ji ka i a memutuskan untuk membatal- kan kepergi annya ke Bali , entah apa yang akan terj adi malam i ni . Keenan berdiri memandangi lukisannya sendiri. Lukisan de- ngan objek sebelas anak kecil. Sepuluh sedang berbaris me- lingkar, dan seorang anak dengan topi caping hadir di depan bari san sebagai pemi mpi n. Di bagi an belakang kanvas, Keenan menuli skan j udul: Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Keenan memperhati kan guratan kuasnya sendi ri . I ni bu- kan masalah tekni k, pi ki rnya. Ada sesuatu dalam obj ek- obj ek i tu yang membuat luki san yang satu i ni mencuat di - bandi ngkan luki san-luki sannya yang lai n. Sesuatu yang meremangkan bulu kuduk. Sesuatu yang membangki tkan gej olak dalam bati n si apa pun yang meli hatnya. I a melangkah mundur, mengamati sekali lagi. Kehidupan. Keenan akhi rnya menyi mpulkan dalam hati . Luki san i ni begi tu berenergi . Ada kehi dupan yang di pancarkan dengan sangat kuat dan menyentuh. Matanya lantas tertumbuk pada satu benda di mej a belaj arnya. Buku tuli s kumal yang di beri kan Kugy beberapa bulan yang lalu. Keenan teri ngat apa yang pernah i a ucap- kan, bahwa buku tuli s i tu merupakan harta yang harusnya di si mpan Kugy sendi ri . Tak pernah i a sangka, di ri nyalah yang menjadi penemu harta karun i tu. Kugy telah mewari s- kan sesuatu yang sangat berharga, melebi hi perki raan me- reka berdua. 145 Film komedi yang ditonton mereka barusan bahkan tak sang- gup membuat tawanya lepas seperti biasa. Sepanjang malam, dari mulai saat perj alanan, makan malam, sampai bubaran bioskop, Kugy berada dalam status siaga. Terus meraba-raba momen yang ki ra-ki ra tepat untuk menj adi celahnya bi cara pada Oj os. Mbuk Kugy! TIbu-LIbu Lerdengur seseorung memunggII- nya. Kugy menoleh. Mas I tok, agen pengantre tiket langganan- nya Eko, melambaikan tangan dengan tawa lebar. Kugy pun balas melambai . Ke mana aj a, Mbak? Kok udah nggak pernah nonton mi dni ght rame-rame lagi? Mas Eko seringnya berdua doang sama Mbak Noni . Kita udah ganti aktivitas, Mas. Sekarang seringnya main gapleh rame-rame, j awab Kugy asal. Suyu dIujuk dong, Mbuk! Mus Lok Lerbuhuk, KIruIn gara-gara Mbak Kugy sama Mas Keenan putus, terus pada punya pacar baru, kelompoknya j adi pecah. I ni pacar baru- nya, Mbak? 17. TIGA KATA SAJA 146 Oj os dan Kugy serentak membeku kaku mendengar omongan Mas I tok yang tanpa tedeng ali ng-ali ng i tu. Bu- kun, Mus. nI edIsI Iumu. DuIuun, yu! Kugy buru-buru me- nyudahi , lalu menggandeng tangan Oj os pergi dari si tu. Sepanj ang perj alanan, Oj os memasang muka cemberut. Bungkam seri bu bahasa. Saat mobi lnya sampai di depan tempat kos Kugy, barulah Ojos bersuara. Ada sesuatu yang belum pernah kamu bi lang ke aku, dan aku perlu tahu? tanyanya. Tentang apa? balas Kugy pelan. Perasaannya mulai ti - dak enak. Gy, Mas I tok i tu mungki n orang pali ng sok tahu se- duni a, tapi aku yaki n di a punya alasan sampai bi sa bi lang begi tu. Memangnya ada apa antara kamu dan Keenan? Kugy diam sejenak. Nggak ada apa-apa, jawabnya pen- dek. Ojos menggeleng. Gue mungkin orang paling cemburuan di dunia, tapi radar gue nggak pernah salah. Udah, deh. Ju- j ur aj a. Lo suka sama di a, kan? Di a j uga suka sama lo? Hati Kugy terasa menci ut. Kalau Oj os sudah mulai me- makai gue-lo padanya, berarti anak itu marah betulan. Jos, Keenan udah punya pacar. Aku j uga udah punya pacar. Kami berdua cuma sahabatan. Nggak lebi h, nggak kurang. Suka ya suka aj a. Nggak ada urusan punya pacar atau nggak, tandas Oj os lagi . Aku nggak bi sa i kut ke Bali , ti ba-ti ba Kugy menceplos. I a bahkan kaget sendiri begitu kata-kata itu terlontar begitu saj a dari mulutnya. What? Oj os tersentak. Sakola Ali t i kut perlombaan antar-SD hari Sabtu depan. Nggak mungkin kalau aku sampai nggak ikut. Aku tahu kamu udah beli ti ket dan udah si api n semuanya. Tapi aku benar- benar nggak bi sa. Ki ta li burannya kapan-kapan aj a ya 147 Gue kok nggak yaki n yang namanya kapan-kapan i tu bakal ada, potong Oj os dengan nada ti nggi . Kugy terdi am. Banyak hal berkecamuk di benaknya, tapi li dahnya seperti kelu. Ti dak tahu harus bereaksi apa. Terdengar Oj os menghela napas berat. Gue capek j adi nomor keseki an dalam hi dup lo. Sej ak lo di Bandung, gue ngerasa maki n terpi nggi r. Lo kayak punya duni a sendi ri . Kayaknya cuma gue yang usaha buat ngerti i n lo, Gy. Cuma gue yang usaha buat ki ta berdua. Mata Kugy mulai terasa panas. Dadanya mulai terasa se- sak. Dari pertama kita jadian, gue selalu berusaha ngejar du- nia lo. Tapi lo bukan cuma lari, lo tuh terbang. Dan lo suka lupa, gue masi h di Bumi . Kaki gue masi h di tanah. Gi mana ki ta bi sa terus jalan kalo tempat ki ta berpi jak aja beda, tu- tur Oj os geti r. Ai r mata Kugy mulai merembesi pi pi . Satu demi satu. Namun, mulutnya masi h belum bi sa berkata-kata. Lo suka sama Keenan, Gy? Lo j atuh ci nta sama di a? Li nangan ai r mata di pi pi Kugy maki n deras. Perlahan, i a menggeleng, Apa pun perasaanku sama Keenan, aku sa- yang banget sama kamu .... I ni memang bukan cuma soal Keenan, tapi pri ori tas buat gue di hidup elo. Sekarang, kita bikin semuanya seder- hana aj a, Gy. Berangkat hari Jumat depan sama gue, atau lo tetap di Bandung. Pilih yang mana? Ojos bertanya lugas. Namun, nada i tu terdengar peri h, suara i tu bergetar. Tapi ... tapi aku bener-bener nggak bi sa berangkat. Sabtunya kan aku harus ... apa ki ta nggak bi sa pergi hari lai n Sederhana, kan, Gy? Lagi -lagi gue yang harus berkor- ban, gumam Oj os pahi t. 148 Kugy terdi am lagi . Hanya terdengar i sakan pelan. Pergi dengan gue hari Jumat, atau semuanya selesai sampai di si ni , Oj os menandaskan ulang. Kenapa harus pakai ulti matum begi ni , si h? Kenapa nggak bisa diundur aja? I ni bukan pilihan, Jos. I ni namanya memojokkun! seru Kugy uLus usu. Ojos menatap pacarnya dalam-dalam, lalu berkata pelan, Karena kalo lo emang sayang sama gue, sekarang j uga lo bi sa tahu j awabannya. Bahkan dari tadi harusnya lo udah tahu. Pembi caraan i ni nggak perlu ada, Gy. Meski keduanya sama-sama membi su, suasana di dalam mobi l i tu pengap oleh berbagai macam emosi dan pe- rasaan. Akhirnya, Ojos membukakan pintu Kugy. Gue tunggu lo di ai r por t hari Jumat si ang. Pesawat ki ta take-off j am ti ga. Kalo lo nggak datang, berarti semuanya selesai , ucapnya li ri h. Sebelum keluar dari mobil, Kugy menatap Ojos sekali lagi dengan matanya yang basah. Dalam waktu yang sedemikian si ngkat, semua kenangan mereka selama hampi r ti ga tahun terki las bali k. Kugy pun berlari masuk, menerobos kamar- nya. Sesak di dadanya tak tertahankan lagi , dan Kugy me- nangis sepuasnya. I a sudah tahu apa yang akan ia putuskan. Dan i a menangi s untuk perpi sahan yang belum terj adi . Namun, akan terj adi . Kedua pasangan i tu akhi rnya memutuskan untuk meng- habiskan malam Minggu mereka dengan berkumpul bersama di tempat kos Keenan. Dua kotak martabak asi n dan mani s yang sudah hampir ludes isinya mengambil tempat di tengah li ngkaran mereka duduk. Noni dan Wanda tampak seri us 149 berdi skusi . Noni berencana untuk merayakan ulang tahun- nya yang ke-20 bulan September depan di rumah Wanda. Rumah di daerah Kebayoran Baru i tu punya taman yang luas, cocok dengan konsep gar den par ty yang i ngi n di buat Noni . Karena acara i tu cukup besar, Noni mempersi apkan dari j auh-j auh hari , di bantu oleh Wanda yang terkenal se- bagai par ty maker andal. Wanda sibuk mencatat ini-itu, lalu menyerahkan catatan- nya pada Noni . Buset ... lu gape banget, si h, Noni terkagum-kagum membaca catatan Wanda. Bikin acara beginian doang sih makanan gue sehari-hari. Hampir semua acara di Warsita gue yang koordinasi. Nggak perlu sewa EO, Wanda tersenyum bangga. Pokoknya kalo lo ada detai l tambahan lagi , kabari n aj a, nanti gue yang atur. Sambi l memeti k gi tar dan berselonj or santai , Eko pun i kut berceletuk, Di am-di am ternyata Wanda punya bakat mandor. Penampilannya juga makin lama makin kayak man- dor. Excuse me? Wanda mendeli k, Coba perjelas, apa yang di maksud dengan penampi lan mandor? Permainan gitar Eko langsung memelan. Tersadar bahwa dirinya baru saja menyenggol dawai Wanda yang paling sen- sitif, yakni masalah penampilan. Namun, mulut jahil Eko tak sanggup di berangus. Mmm ... gua perhati i n, maki n hari dandanan lu maki n santai , sementara dulu kan lu Mi ss Matchi ng abi s, Eko cengengesan, kuku lu udah nggak warna-warni , terus sekarang baj u lu kayaknya kegedean se- muakalo dulu kekeci lan, he-he. Kaus gede banget i tu lu dapet dari mana, coba? Punya Keenan. Jaket yang tadi lu pake punya si apa? 150 Punya Keenan. Noni pun tak dapat menahan tawa keci lnya. Hi -hi ... bener banget kata Eko, sebetulnya gua juga udah pingin ko- mentar. Dandanan lu maki n mi ri p Kugy, Wan. Pantes aj a, IormuIunyu uduh sumu. Buju-buju dueL mInjem! Ekspresi Wanda berubah drasti s. Apalagi meli hat Eko yang langsung terbahak-bahak mendengar celetukan Noni . Melihat itu, Keenan cepat-cepat berusaha menetralisasi, Se- betulnya gua yang minta ke Wanda, kalau di Bandung men- di ngan pakai baj u yang prakti s-prakti s aj a, kan di ngi n .... WoI! Adu erbeduun besur unLuru berdundun rukLIs dun berdandan a la Kugy. Kalo kata gua, dia lebih cocok di kate- gori yang kedua, Eko ngakak-ngakak lagi . Muka Wanda kontan memerah. Meski i a berusaha i kut tertawa, suasana hatinya rusak berantakan sudah. Sepanjang si sa malam i tu, ti nggal Keenan yang kena getahnya, semen- tara Eko dan Noni pami t pulang duluan. NyebeIIn bungeL sIh Eko! Sok ngerLI fashi on. Kayak di a aja yang paling bener pakai baju. Noni juga, nyama-nyamain aku sama Kugy. Memangnya aku separah i tu? gerutu Wanda panj ang lebar. Keenan tak berkomentar dan membi arkan Wanda me- lampiaskan kekesalannya. I a memilih membuka buku sketsa lalu asyik mencorat-coret. Menjadi pendengar sekaligus tem- pat sampah yang bai k. Namun, Wanda seperti tak mau berhenti. Aku cuma se- kali -sekali doang pakai baj u kamu. I tu j uga kalo memang kepepet. Sementara kalo Kugy itu udah jadi style, jadi tr ade- mar k! ci bi rnya sewot. I nget nggak waktu Kugy datang ke Warsi ta? Emangnya mungki n aku pakai baj u kayak gi tu? I di h. Gi la aj a .... Ngapain sih masalah gitu doang diributin? Keenan men- dongak, mukanya menunj ukkan bahwa i a mulai terganggu. Sudah hampi r sej am topi k omelan Wanda ti dak berubah. 151 Wanda terdi am. Meraj uk. Aku cuma sebel aj a. Kok, di - bandi ngi nnya sama Kugy. Kugy kan ancur banget Buat saya, di a bai k-bai k aj a, potong Keenan tegas. Buat saya, kamu j uga bai k-bai k aj a. Mau Mi ss Matchi ng, mau nggak, saya nggak ambi l pusi ng. Tapi Kugy kan Sebenarnya kamu ada apa sih sama Kugy? Keenan ber- tanya agak keras. Kamu ada apa sama Kugy? Wanda malah bertanya bali k. Keenan mengerutkan keni ng. Aku udah li hat j udul luki san kamu yang baru. Ali t i tu nama sekolah tempat Kugy ngaj ar, kan? Kamu teri nspi rasi gara-gara di a? Hebat banget i tu anak sampai di bi ki nkan lu- ki san segala, uj ar Wanda si ni s. Keenan menghela napas, dongkol. I ya, memang saya buat luki san i tu dari ceri ta yang Kugy buat tentang anak- anak di sekolahnya. Terus? Nan, aku mungki n kolokan, but I m not stupi d. I m not bli nd. Aku li hat gi mana cara kamu meli hat di a. Baj u-baj u yang kamu suruh aku pakai ... dan sekarang lukisan itu. You have feeli ngs for her , dont you? Wanda bertanya taj am. Kali i ni Keenan terdi am. Dont you? cecar Wanda lagi . Wanda, i ni mulai konyol. Kamu cuma cemburu ber- lebi han Your e damn r ight I am! Dan udah selayaknya aku cem- buru. Memangnya kamu pi ki r aku nggak tahu kalo kamu sebenarnya sedang berusaha mengubah aku j adi di a? Well, I tell you thi s: you wi ll fai l! Karena aku bukan di a, dan ngguk ukun ernuh muu judI dIu! Wundu menunduskun. Dadanya turun nai k saki ng emosi nya. Keenan menatap Wanda lama. Wanda, kamu bebas per- 152 caya apa pun yang kamu mau. Saya nggak bi sa mengubah anggapan kamu. Hanya kamu sendiri yang bisa. Kalau kamu merasa begi tu soal saya dan Kugy, saya teri ma. Saya nggak bisa bikin kamu yakin sama saya. Hanya kamu sendiri yang bi sa, ucapnya datar. Bullshi t, desi s Wanda. Mau saya antar pulang? Keenan bangki t berdi ri . Wanda menepis tangan Keenan yang mencoba menggamit bahunya. Ada yang bi sa kamu lakukan supaya aku yaki n, Wanda lantas menentang mata Keenan lurus-lurus, lihat ke mataku, and say that you love me. Keenan tampak terkej ut mendengar tantangan Wanda. Namun, kedua mata mereka telanj ur beradu, dan tak bi sa lagi Keenan menghi ndar. I ts so simple, Nan. Aku hanya mau dengar kamu bilang ti ga kata i tu, bi si k Wanda. Jarak mereka hanya terpaut se- kian senti. Sorot matanya memburu Keenan ke dasar hatinya yang terdalam. Mulut Keenan tampak setengah membuka, otot-otot mukanya t egang sepert i bersi ap mengat akan sesuat u. Namun, setelah seki an lama, tetap tak ada sepatah kata keluar. Hanya embusan udara kosong yang terbata-bata. Wanda menggigit bibirnya yang bergetar menahan tangis. Air matanya pun tak terbendung lagi. Dalam sekejap, isakan- nya meledak. Wanda langsung menyambar tasnya dan ber- lari menuj u pi ntu. Secepat ki lat, Keenan menahan tangannya. Wanda ... suyu mohon, jungun ergI ... muuhn suyu ... Bercampur dengan senggukan, Wanda berteri ak, Maaf? Damn i t, Keenun! Aku ngguk buLuh muuI kumu. I just want you to love me. Why cant you j ust love me? Lagi , Keenan tak bi sa menj awab. I a hanya menari k Wanda ke arahnya, berusaha memeluk Wanda yang me- 153 ronta, menghi raukan kepalan-kepalan ti nj u lemah yang di - lancarkan Wanda dengan frustrasi , hi ngga akhi rnya Wanda menyerah. Menangi s sej adi -j adi nya di dal am pel ukan Keenan. Baru kali i tu Keenan merasa sedemi ki an pi lu. Rasa ber- salah yang sangat kuat terasa memenuhi seluruh rongga tubuhnya sampai ke tulang, dan i a merasa sesak luar bi asa. Dan yang membuat hati nya lebi h pedi h lagi , meski desakan i tu begi tu kuat, tetap Keenan tak bi sa memaksakan mulut- nya mengatakan apa-apa. Hanya lengannya yang semaki n erat mendekap, j emari nya tak henti membel ai rambut Wanda, berusaha menenangkan i sakannya yang terus men- j adi . Keenan terus berharap dalam hati , semoga i tu cukup. 154 Bandung, Agust us 2000 ... Terdengar langkah kaki berlari di koridor, semakin lama se- maki n dekat, dan ternyata langkah i tu berhenti di depan pi ntu kamarnya. Menyusul ketukan bertubi di pi ntu. Masuk ..., kata Kugy, matanya tak lepas dari layar kom- puter. Gy! NonI menerobos musuk, mukunyu unIk. u uLus sama Oj os? tembaknya tanpa basa-basi . Kugy menatap Noni tanpa bersuara, lalu mengangguk keci l. Ya, ampun. Kenapa? Kok bi sa? Gua baru teleponan sama Oj os. Di a sedi h banget. Kok lu nggak langsung bi lang sama gua? Sebetulnya kalian ada apa, sih? Lu kenapa? Per- tanyaan Noni berentet seperti peluru senapan otomati s. Kugy benar-benar tak tahu harus menjawab apa. I a hanya mengangkat bahu. Memang udah saatnya kali, Non, sahut- nya pendek. Kok jawaban lu gitu sih, Gy? Kok lu nggak terbuka sama 18. KEPERGIAN DAN KEHILANGAN 155 gua? Gua kan sayang banget sama kali an berdua. Gua i kut sedih, tauk, kata Noni kecewa. Kalian kan pasangan legen- dari s, bi ki n orang-orang ngi ri , kali an tuh cocok banget ... Kugy tersenyum getir. Please, deh, Non. Gua sama Ojos i tu bedanya kayak langi t dan sumur. Semua i ni kayak bom waktu yang ti nggal tunggu meledak. Tampang Noni langsung berubah seri us. Gy, lu sahabat gua. Gua pasti belain elu. Tapi terus terang, kali ini gua nge- li hat lu memang j adi berubah. Lu kayak sengaj a menari k diri. Ojos juga ngerasa gitu, dan dia udah lama ngomong ke gua. Di a ngerasa ada sesuatu yang aneh. Gua dan Eko j uga ngerasa kehi langan lu, Noni terdi am sej enak, gua nggak enak ngomong gi ni . Tapi sebagai sahabat, gua harus j uj ur sama lu. Ki ta semua kehi langan Kugy yang dulu. Lama Kugy membisu. Dalam benaknya ia berusaha keras untuk merangkai penj elasan demi penj elasan, tapi yang i a temukan hanya sebongkah benang kusut. I a tak tahu lagi harus memulai dari mana. Semua sudah bercampur aduk. Thanks for your concer n, Non, kata Kugy akhi rnya, tapi gua bai k-bai k aj a, kok. Gua nggak tahu Kugy yang dulu i tu yang mana. Tapi i ni lah gua. Kalau memang ternyata ber- ubah, ya teri malah gua apa adanya. Sama seperti gua me- neri ma lu, Eko, Oj os, Keenan ... apa adanya. Menurut gua, i tu yang bi sa ki ta lakukan sebagai sahabat. Jelas terlihat ekspresi protes di muka Noni, tapi kata-kata Kugy seperti membungkam mulutnya. Noni pun bangkit ber- di ri . Whatever , Gy. Terserah, uj arnya di ngi n. Pi ntu kamar i tu kembali menutup. Kugy termenung di kursi komputernya. Seki las i a meli hat bayangannya di cer- min. I a mengerti kehilangan yang dimaksud Noni. Sama se- perti sahabatnya, ia pun merasakan kehilangan itu. Namun, Kugy tak tahu harus ke mana mencari . Semua terlalu kusut bagi nya. 156 Jakar t a, Agust us 2000 ... Atmosfer di ruangan i tu terasa mengi mpi t. Di mej a makan segi empat yang kosong tanpa makanan i tu, Keenan dan ayahnya duduk berhadap-hadapan. I bunya duduk di tengah- tengah seumpama wasi t ti nj u yang mengamati pertarungan dengan tegang. Sementara Jeroen mengurung diri di kamar, i a pali ng ti dak tahan mendengar orang bertengkar. I nilah yang membuat saya nggak pernah setuju dia pergi ke AmsLerdum! nI! uyuh Keenun berkuLu IunLung, enu ... li hat anak kamu, di a pi ki r di a si apa? Berani -berani mi nta berhenti kuli ah hanya gara-gara luki sannya laku segeli nti r. Dia nggak mikir bahwa saya, bapaknya, sudah setengah mati banting tulang buat bayar seluruh biaya sekolahnya dari dia kecil sampai sekarang, ayahnya lalu menoleh pada Keenan, buwu sInI kuIkuIuLor! KILu hILung-hILungun sIuu yung keluar bi aya pali ng besar. Bi sa nggak kamu bayar Papa un- tuk mengganti kan uang sekolah kamu dari cek yang kamu LerImu durI WursILu? Ayo! KILu hILung! Dari waj ahnya, Keenan tampak sudah mau meletus, tapi i a menahan di ri , mengeraskan rahangnya kuat-kuat. I ni bukan soal uang, Pa, ujarnya tertahan. Sampai kapan pun saya nggak bi sa mengganti kan semua yang sudah Papa ka- si h. Tapi saya benar-benar nggak kuat lagi untuk pura-pura betah kuli ah. Saya nggak kuat meneruskan sesuatu yang saya nggak suka. Sementara hati saya ada di tempat lai n. Apa si h masalah kamu? Tanpa banyak usaha saja kamu bIsu duuL P uIIng LInggI! Au susuhnyu kumu Leruskun kuli ah? tanya ayahnya gemas. I tu bukan dunia saya, Pa, Keenan menyahut pelan, bu- kan i tu j alan hi dup yang saya mau. Adri tertawa keci l , menggel eng-gel engkan kepal anya. 157 Kamu tahu apa tentang hi dup? Kamu masi h dua puluh ta- hun. Kumu ngguk Luhu uu-uu! Saya cukup tahu bahwa hi dup yang sekarang i ni saya j alankan adalah hi dup yang Papa mau, bukan yang saya mau, kata Keenan geti r. Saya i ngi n berhenti kuli ah mulai dari semester depan. Dan saya ti dak akan membebani Papa lagi . Saya akan cari uang dan membi ayai hi dup saya sen- di ri . Keenun! Let op j e woor den! 21 Lena menyambar se- keti ka, ga ni et al te ver . 22 Jangan asal ngomong kamu .... Adri pun sontak bangki t berdi ri , menatap anaknya tak percaya. Kamukamu belum tahu seuj ung kuku pun ten- Lung hIdu! Jungun IkIr suyu Lerkesun dengun usuhu kumu yang sok kepi ngi n mandi ri i tu. Kamu nggak tahu apa yang kamu hadapi di luar sana Maaf, saya bukannya mau menyaki ti kali an berdua de- ngan keputusan saya i ni , tapi saya betul-betul nggak bi sa maksai n di ri lagi , sela Keenan tegas. Lena sudah i ngi n berbi cara, tapi tangan suami nya ter- angkat menahannya, Oke. Kalau memang i tu yang kamu mau, silakan. Suara Adri terdengar tegas dan garang. Mu- lai deti k i ni , saya berhenti membi ayai kamu. Mandi ri lah sana. Si lakan kamu rasakan sendi ri hi dup yang sebenarnya. Kamu urus di ri kamu sendi ri . Saya ti dak mau tahu lagi . enu un Luk bIsu menuhun dIrI IugI, AdrI! Kumu jugu j angan i kutan ngawur. Ki ta bi carakan lagi semua i ni bai k- bai k .... Keenan malah i kut bangki t berdi ri . Sudah, Ma. Het i s goed zo 23 . Memang itu yang saya inginkan. Saya mau beres- beres sekarang, lalu pulang ke Bandung, uj arnya tenang. 21 Berhenti bi cara. 22 Jangan kelewatan. 23 Kalau memang begi tu, ti dak apa-apa. 158 Ya. Biarkan dia pergi, Adri menyahut, jangan ditahan- tahan. AdrI! Keenun! KuIIun berduu sumu suju, kerus keuIu dun gengsI LInggI! roLes enu. Ayo, duduk IugI, bukun begi tu cara menyelesai kan masalah i ni . Pasti ada j alan ke- luar yang lebi h bai k. Namun, bai k Keenan maupun ayahnya ti dak tertari k un- tuk duduk kembal i . Keduanya tetap berdi ri di tempat masi ng-masi ng dengan sorot mata beradu. Laat maar zi tten 24 , Lena. Ki ta li hat saj a nanti , si apa yang akan kembali ke pi ntu rumah i ni , merengek mi nta maaf, dan menelan kembali semua ucapannya, ucap Adri di ngi n. Keenan tersenyum samar. Ya, ki ta li hat saj a nanti . Bandung, Agust us 2000 ... Sekembalinya ke Bandung, Keenan tak menunda-nunda lagi rencananya. I a sadar bahwa i a tengah melakukan perom- bakan hi dup besar-besaran. Perasaannya bercampur antara semangat sekali gus gentar. Namun, Keenan tahu i a tak bi sa mundur lagi . Sel ama l i bur j eda semester i ni , bol ak-bal i k Keenan mengurus surat pengunduran dirinya ke bagian administrasi kampus. Dibantu Bimo, Keenan pun pindah dari tempat kos- nya dulu ke tempat kos yang j auh lebi h keci l, di dalam se- buah gang di daerah Sekeloa, yang ongkos sewanya berkali li pat lebi h murah di bandi ngkan tempat kosnya yang dulu. Keenan mulai menata ulang hi dupnya di Bandung. Cek dari Warsi ta tak di sentuhnya sama sekali . I a hanya berni at 24 Bi arlah ki ta tunggu dulu 159 mencai rkannya j i ka kelak kondi si nya sudah sangat kepepet. Keenan hanya mengandalkan si sa tabungan pri badi yang i a mi li ki . Sebagai konsekuensi nya, i a tahu di ri nya ti dak bi sa lagi bergaya hi dup seperti dulu. Segalanya berubah seka- rang. Bimo meletakkan dus yang terakhir ke lantai. Kamar kos keci l i tu bahkan terlalu sesak rasanya menampung mereka berdua. Buru-buru Bi mo membuka pi ntu agar udara segar masuk. Lu adalah orang pali ng gi la yang pernah gua tahu, Bimo menggeleng-gelengkan kepalanya, entah itu karena lu nekat atau bloon, tapi gua salut sama keberani an lu. Keenan hanya nyengi r sambi l mengusap-usap kepalanya sendi ri , Gua j uga nggak ngerti i ni gi la atau malah waras. Yang jelas, i ni lah rasanya hal pali ng benar yang pernah gua lakukan. Lu emang sinting nggak kepalang. I P terbaik dua semes- Ler berLuruL-LuruL, ee ... muIuh cubuL! TrunsIer IImu duIu, kek. Kasihani orang-orang kayak gua yang I P-nya satu koma gi ni , Bi mo tergelak. Tenang. Selama gua masi h di Bandung, gua pasti bi sa bantui n lu. Udah tahu harus cari gua ke mana, kan? Keenan tersenyum. Si apa aj a yang udah tahu lu di si ni ? Belum ada si apa-si apa lagi . Eko? Keenan menggeleng. Bagi Bi mo, i tu menj adi petunj uknya untuk ti dak perlu bi lang pada si apa-si apa soal kepi ndahan Keenan. Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya, tapi Bi mo merasa lebi h bai k menunda hi ngga saat yang tepat. Angkatan ki ta akan kehi langan si lumannya, Bi mo menghela napas seraya menepuk bahu Keenan. 160 Siapa tahu setelah nggak jadi mahasiswa, gua malah jadi macan kampus. Gua mohon j angan, Nan. Bentar lagi ada cewek-cewek ungkuLun buru, dun guu oguh bersuIng sumu Iu, monyong! Bi mo tergelak lagi , dan tak lama kemudi an i a pami t pulang. Sepeni nggal Bi mo, Keenan termenung di kamar barunya yang terletak sendirian di loteng. Juntaian tali jemuran yang sali ng si lang di depan j endelanya akan menj adi peman- dangan ruti n seti ap hari . Kuci ng-kuci ng yang berj emur santai di atap tetangga akan menjadi teman setianya. Udara panas i ni akan i a hi rup sampai entah berapa lama. Barang- barangnya yang padahal tak banyak i tu bahkan terasa me- nyesaki saki ng keci lnya kamar i tu. Namun, untuk pertama kali nya setelah pulang ke I ndonesi a, Keenan merasakan ke- bebasan. Kugy memutuskan mengambi l semester pendek bulan i ni . Terkadang, ia merasa keputusannya itu adalah usaha pelarian dari suasana ti dak enak yang mengungkungnya keti mbang melulu keputusan akademi s. Lebi h bai k membenamkan di ri dalam pelajaran dan tugas menumpuk ketimbang berhadapan dengan Noni yang menj aga j arak, Eko yang j uga i kut meng- hi lang, Keenan yang lebi h tak tentu ri mbanya, dan perasaan bersalahnya pada Oj os yang belum surut-surut j uga. Sepulang dari kampus dan mengaj ar di Ali t si ang i tu, Kugy benar-benar penat dan ingin langsung cepat mendarat di kasur. Namun, langkahnya yang gegap gempita berangsur menj adi pelan dan berj i ngkat keti ka i a meli hat si Fuad ter- parkir di halaman tempat kosnya. Sehati-hati mungkin, Kugy menyeli nap masuk menuj u kamarnya. Gy! Eko muncuI dI huduunnyu durI buIIk InLu kumur 161 Noni. Bertepatan dengan Kugy yang sudah membuka handel pi ntu kamar. Manusi a satu i ni ... lama ngi lang, sambung Eko lagi . Mau tak mau Kugy melayani dulu basa-basi i tu. Lu kali yang ngilang. Gua kan di sini terus, katanya sambil nyengir lebar. Masa? Kok, ti ap kali gua ke si ni lu j uga nggak pernah ada. Ti ap gua aj ak pergi lu nggak pernah mau. Kata anak- anak, lu ambi l SP, ya? Pi ngi n cepat lulus terus ni nggali n kita, ya? Eko menoyor jidat Kugy pelan, Huuuh ... curang. Ke mana aj a, si h? Kangen tauk. I ya, gua juga kangen. Tapi gua sibuk banget belakangan i ni , Ko, j awab Kugy j uj ur. Jangankan untuk mai n dengan Eko dan teman-temannya yang lai n, ti dur si ang pun sudah j adi kesempatan langka bagi nya. Sibuk boleh sibuk, tapi minggu depan sempatkan datang, ya? Datang ke mana? tanya Kugy. Ultah Noni. Masa lu belum tahu, sih? Eko berdecak ge- mas, Dia kan mau bikin acara di Jakarta, gede-gedean. Kita j ustru mau berangkat ke Jakarta sore i ni , di a mau si ap- si api n acaranya .... Mendengar Eko berbi cara dengan seseorang, Noni i kut menongolkan di ri . Mukanya tampak berubah keti ka tahu orang yang ngobrol dengan Eko ternyata Kugy. Hei , Gy. Baru pulang? sapanya enggan. Hai , Non, j awab Kugy setengah bergumam. Eko melihat Noni dan Kugy bergantian. Kayaknya kalian berdua perlu bi cara, deh. Gua tunggu di depan aj a, ya. I a pun langsung melenggang dari sana, tanpa memeduli kan pelototan dari kedua perempuan i tu. Katanya mi nggu depan mau bi ki n acara, ya? Seru, dong, Kugy mencoba membuka pembi caraan. Kaku. 162 I ya. Mudah-mudahan. Semua teman gua udah pada tahu, kok. Anak-anak yang dari Jakarta udah mau datang. Sebagi an anak-anak dari Bandung j uga pada i kut, sahut Noni dengan penekanan, seolah-olah menunj ukkan fakta bahwa Kugy secara i roni s malah menj adi orang yang bela- kangan tahu. Kugy menyadari betul maksud yang tersi mpan di bali k i ntonasi Noni . Sori ya, gua tahu pembi caraan ki ta terakhi r agak kurang enak. Juj ur, gua j uga nggak nyaman j adi di ngi n-di ngi nan sama lu begi ni . Sekali lagi maaf ya, Non. Kayaknya memang gua yang nggak sensi ti f dan j adi terlalu cuek sama lu, sama kali an. Noni mengangkat mukanya dan menatap Kugy. I a pun menyadari dirinya terlalu sayang pada makhluk aneh di ha- dapannya i tu, dan tak mungki n i a marah berlama-lama. I ts okay, Gy. Gua j uga mi nta maaf kalo terlalu nyam- purin urusan lu sama Ojos. Gua yakin lu pasti punya alasan lu sendiri, dan gua nggak berhak ngutak-ngatik. Gimanapun juga, lu tetap sahabat gua, kata Noni. Seulas senyum mulai terbi t di waj ahnya. Tapi , gua bol eh r equest sesuatu, nggak? Anythi ng, Kugy membalas tersenyum. Gua mi nta lu datang ke pesta ultah gua mi nggu depan, ya. Lu adalah sobat gua terlama, Gy. Lu tahu gua dari keci l sampai umur kepala dua begi ni . Sangat berarti buat gua kalo lu bi sa hadi r. Please? Noni memohon. Gua pasti datang, j awab Kugy mantap. Noni langsung menghambur memeluk Kugy. Jangan ngi- lang lagi ya, Nyet, bi si knya. Kecuali kalo lagi berburu pi sang, bi si k Kugy lagi . Noni tertawa. Gua cabut ke Jakarta dulu. Gua tunggu mInggu deun dI rumuh Wundu, yu! Kugy menelan ludah. Jantungnya terasa mengkeret se- 163 ki an senti . Rumah Wanda? i a berusaha meyaki nkan pen- dengarannya. Yup. Gua bi ki n gar den par ty, mi nj em halaman rumah- nya Wanda yang segede setan. Pokoknya bakal mantap ba- nget. Wanda yang jadi EO-nya. Tugas lu ti nggal datang dan have fun, oke? kuLu NonI cerIu. Duh, Gy! See you next week! Kugy balas melambai. Lama memandangi Noni yang ber- lari -lari keci l dengan ri ang gembi ra sampai bayangan sa- habatnya i tu menghi lang di bali k pi ntu gerbang. Terasa ada beban baru yang menghunj am pundak Kugy begi tu tahu di mana pesta itu diadakan. Benaknya seketika bergerak maju, membayangkan suasana pesta i tu nanti , dan aneka peman- dangan yang sekiranya akan menusuk mata. Kugy masuk ke kamarnya dengan langkah terseret. Sore i ni terasa semaki n penat. 164 Wanda nyari s pi ngsan keti ka di bawa masuk ke tempat kos Keenan yang baru. Untung saja i a masih sanggup mengum- pulkan kekuatan untuk bertahan duduk di atas kasur ti pi s di si tu. Nan, kamu ngapai n sampai harus ti nggal di tempat ka- yak gi ni ? Aku hargai banget keberani an kamu untuk ber- henti kuli ah demi seri us meluki s, tapi ... i ni ... ekstrem numunyu! Kumu ke JukurLu uju. NunLI uku yung curIkun tempat, buj uk Wanda sambi l sesekali mengelap waj ahnya sendi r i dengan t i su. Bandung memang l ebi h sej uk di bandi ngkan Jakarta, tapi kamar Keenan yang berada di loteng dan beratapkan asbes itu terpanggang sinar matahari si ang hi ngga terasa panas dan pengap. Saya lebi h bai k di Bandung, Wan. Bi aya hi dup di si ni lebi h murah. Dan saya bi sa mempersi apkan di ri untuk me- lukis tanpa banyak diganggu, ujar Keenan sambil membuka jendela dan pintu lebar-lebar agar ada angin yang berembus masuk. Gi mana mungki n kamu mel uki s di t empat busuk 19. TRAGEDI PESTA NONI 165 begi ni ? tukas Wanda, tangannya tak henti -henti mengi pas- ngi pas muka. Keluargaku punya vi lla di Puncak. Nanti aku bi sa bi lang Papi kalo kamu mau ti nggal di si tu dulu buat meluki s. Aku yaki n Papi bakal kasi h i zi n. Gi mana? Nggak usah. Di si ni enak j uga kok kalo sudah malam. Bisa lihat langit luas, tinggal selonjoran aja di luar, Keenan tersenyum, mau coba? Wanda melengos. Mau berapa lama kamu ti nggal di si ni ? Keenan mengangkat bahu, Nggak tahu. Yang pasti , begi tu saya sudah punya cukup modal dari hasi l penj ualan luki san, saya pasti cari tempat ti nggal yang lebi h bai k. Tapi saya nggak mi ki ri n i tu dulu sekarang. Yang penti ng saya mempersi apkan di ri untuk pameran, meluki s sebanyak- banyaknya. Mentang-mentang obj ek luki san kamu anak-anak me- larat, jadi kamu harus ikut-ikutan melarat, ya? kata Wanda ketus seraya meli pat tangannya di dada. Keenan mengeraskan rahangnya, mengumpul kan ke- sabaran. Saya bi sa antar kamu pulang ke hotel kalau me- mang kamu udah nggak betah di si ni . Ki ta ketemu besok untuk bareng ke Jakarta. Oke? Kamu nanti nginap di mana kalau di Jakarta? Kamu kan nggak bisa pulang ke rumahmu. Aku bukain kamar di hotel, ya? Aku nanti temeni n kamu. Nggak usah. Saya ti nggal di tempat Bi mo. Mendengar jawaban Keenan, Wanda pun bangkit berdiri. Ya udah, terserah. Aku mau pulang sendiri aja. Kita ketemu besok, katanya pendek. Keenan tahu Wanda sedang merajuk. Namun, ia memilih untuk ti dak menahannya dan membi arkan Wanda pergi . Di depan pintu, tahu-tahu Wanda berbalik. Mukanya me- rah padam. Antara kepanasan dan kesal. You know what, 166 Nan? Aku udah nggak bi sa ngi tung berapa cowok yang se- tengah mati berj uang ngedeketi n aku hanya untuk dapat sepuluh persen perhatian yang aku kasih ke kamu. Mungkin Eko dun NonI memung benur. Kumu memung ... uneh! Punggung i tu lantas berbali k sekali gus, bergegas pergi . Wan ... hati -hati . Terdengarlah suara batok kepala beradu dengan kayu. Keenan kontan meringis. Atap di atas tangga itu rendah banget. Kamu harus nunduk Namun, Wanda sudah tak mau dengar apa-apa. Suara hak sepatunya terdengar beradu buru-buru dengan tangga. Kekesalannya dengan tempat i tu lengkap sudah. Kesempatan untuknya li bur akhi rnya ti ba. Walaupun cuma sehari, Kugy memanfaatkan waktu luang itu sebaik-baiknya. Setelah sehari an bermalas-malasan dan mai n ke warnet, Kugy pergi ke supermarket sendi ri an untuk mengi si lemari makanannya yang sudah kosong. Sambi l bersenandung, Kugy menenteng keranj ang belanj anya ke bagi an mi numan untuk memborong j us buah kesukaannya. Terperanj atlah i a meli hat Wanda sedang berbelanj a, mengambil minuman yang sama. Kugy cepat-cepat kabur ke area lai n. Namun, perasaannya mengatakan bahwa Wanda j uga berj alan ke arah yang sama. Tepat di belakangnya. Kugy si buk berdoa supaya Wanda ti dak mengenali sosok- nya. Di area perabot rumah tangga, Kugy pun terpoj ok. Tak bisa menghindar lagi. Wanda sedang berjalan lurus ke arah- nya. Spontan, Kugy mencomot segagang sapu. Meli ndungi mukanya di balik ijuk hitam. Langkah itu terdengar semakin dekat. Kugy berusaha mengi ngat-i ngat mi mpi si al apa yang 167 di alami nya tadi malam hi ngga hari i ni bi sa berbelanj a di supermarket yang sama dengan Wanda, dengan jalur belanja yang sama pula. Kugy? Suara i tu menyapa sekali gus bertanya. Terpaksa, Kugy menurunkan gagang sapu i tu. Meng- huduI Wundu dengun Luwu seIebur mungkIn. HuI, Wundu! Belanj a sapu j uga? Nggak. Aku cuma lewat aj a, Wanda tersenyum mani s, sapunya gede banget, Gy. Buat nyapu j alan? Buat terbang, Kugy membalas dengan senyum yang le- bi h mani s. Sampai kapan di Bandung? Nanti juga udah pulang ke Jakarta. Bareng Keenan. Aku lagi belanj a buat di a, ni h. Kasi han, di a kan suka kerj a sam- pai malam, suka nggak ada makanan, Wanda lantas me- nunj ukkan keranj angnya yang sudah penuh sesak. Kalo sebanyak i tu si h di a pasti butuh bantuan. Nanti aku bantu ngabi si n deh, Kugy terkekeh. Kening Wanda berkerut. Memangnya kamu tahu tempat ti nggal di a yang baru? Memangnya dia pindah dari tempat kosnya? Kugy gan- ti an terheran-heran. Senyum mani s kembali menghi asi muka Wanda. Kamu nggak tahu, ya? Keenan udah berhenti kuliah. Dia mau total meluki s. Dan di a pi ndah kos. Mulut Kugy otomati s menganga. Keenan berhenti ku- li ah? Kokdi anggak kasi h tahu, ya? ucapnya terbata. Kayaknya di a cuma kasi h tahu orang-orang dekat aj a, ujar Wanda sambil mengangkat bahu. Anyway, dia lagi si- buk mempersi apkan di ri buat pameran. Sesudah i tu di a akan pi ndah ke Jakarta, bareng sama aku. Karena sesudah itu kami berdua harus keliling bareng untuk promosi lukisan- nya, tuturnya ri ngan, di a masi h ri but sama keluarganya gara-gara keputusannya berhenti kul i ah. Makanya , 168 Wanda mengembuskan napas panj ang, mukanya tampak pri hati n, selai n aku, di a nggak punya si apa-si apa lagi sekarang. Kugy l ama terdi am. Berusaha mencerna keterangan Wanda satu per satu. Salam buat Keenan, ya. Kugy akhir- nya berkata pelan. Wanda mengangguk. Kamu datang ke acaranya Noni , kan? I ts goi ng to be fun. Noni, Eko, aku, dan Keenan, akan j adi host-nya. Aku usahakan, jawab Kugy ringkas. I a pun pamit pergi dari situ. Kugy berjalan pulang untuk menenangkan hatinya yung bergejoIuk. u Luk bIsu mendehnIsIkun erusuunnyu. Benang kusut i tu terasa tambah kusut. Kugy sungguhan kaget dengan keputusan Keenan, sekali gus kecewa karena tak di beri tahu langsung. I a pun patah hati mengetahui ke- dekatan Wanda dan Keenan yang sedemi ki an dalam. Men- dadak, Kugy merasa bodoh. Selama ini ia menyangka punya tempat spesial dalam hidup Keenan. Ternyata ia salah. Diri- nyu kInI Luk IebIh durI hgurun Luk berurLI. Jakar t a, Sept ember 2000 ... Halaman luas dengan kolam renang i tu mulai di penuhi orang-orang yang berseliweran. Obor-obor mulai dipancang- kan di taman, dan mej a-mej a beri si makanan mulai meng- ambi l posi si . Wanda tampak yang pali ng si buk hi li r mudi k mengatur i ni -i tu. Noni menyaksi kan persi apan acaranya sendi ri dengan muka tegang. Di kelompok perkawanan mereka, selai n Wanda yang dijuluki Miss Matching, dan Kugy yang dikenal sebagai Mother Ali en, Noni menyandang gelar sebagai Madam Perfect. Bagi Noni , segala sesuatu harus sempurna 169 dan bebas er r or . Tahu-tahu si kutnya di senggol oleh Eko. Kamu tuh, ri leks dong, Sayang. Jangan segalanya di - pi ki ri n. Kan udah banyak yang bantui n. Ada aku, Wanda, Keenan , celetuk Eko. Anak-anak pasti datang nggak, ya? Kalo tahu-tahu nanti sepi gi mana, Ko? Kok, sampai j am segi ni masi h belum ada yang nelepon atau kasi h kabar. Yang dari Bandung kalo tahu-tahu pada ngebatali n pergi gi mana, ya? rentet Noni geli sah. Ya udah, ki ta pesta sendi ri aj a. Makan sampai bego, Eko tertawa. Kumu jungun bIkIn Lumbuh Legung, dong! NonI cem- berut. SouInyu, uku uduh Luhu kumu! DILungguIn kumu LeLu stres, dibercandain kamu stres juga, ya mendingan bercanda- lah. Mi ni mal aku yang hepi . Kugy datang kan, ya? kata Noni sambil menggigit kuku- nya. Pasti lah. Gi la aj a kalo sampai di a nggak muncul. Medali nya udah si ap, kan, Ko? Beres! Bandung, Sept ember 2000 ... Sudah setengah jam lebih Kugy memandangi ransel besarnya yang tergeletak di lantai dalam keadaan kosong. Sudah se- dari tadi seharusnya ransel itu terisi. Sudah sedari tadi pula di ri nya harus bersi ap dan berangkat ke stasi un kereta api . Namun, sedari tadi Kugy di am di tempat duduknya. Mem- bayangkan apa yang terj adi j i ka i a ti dak datang, sekali gus apa yang terj adi i a j i ka hadi r di pesta i tu. Ji ka i a ti dak datang, Noni pasti kecewa. Dan maki n ge- 170 naplah kesi mpulan sahabatnya i tu bahwa i a memang ber- ubah, menghi ndar, dan menjauh. Ji ka i a datang, hati nyalah yang remuk. Kugy membuka jaketnya, melemparkannya ke lantai, lalu mengempaskan tubuhnya ke kasur. Setengah dari di ri nya kesal sendi ri , menyadari betapa manusi a satu i tu telah me- ngacaukan hidupnya, membuat ia kehilangan kemampuannya untuk cuek dan berlagak tak peduli. Keenan telah membuat- nya seperti orang lumpuh. Setengah dari di ri nya pun takj ub dan terpana. Baru kali i tu i a menyadari betapa dalam perasaannya untuk Keenan dan betapa j auh hati nya telah j atuh. Dan sebagai kesi m- pulan, Kugy tahu bahwa i a akhi rnya memi li h ti dak pergi . Maaf ya, Non bi si knya sendi ri an. Jakar t a, Sept ember 2000 ... Halaman i tu ki ni di padati manusi a. Li li n dan obor menyala di segala sudut. Musik berdegup dari pengeras suara. Semua orang tampak meni kmati suasana. Namun, muka Noni masi h seperti baj u tak di setri ka. Untuk keseki an kali nya, Noni mendatangi Eko. Udah telepon ke rumahnya? Di a udah sampai ? tanyanya resah. Kata orang rumahnya, dia nggak jadi ke Jakarta. Kalau- pun i ya, pasti langsung ke si ni , dan nggak pulang dulu, j awab Eko, berusaha setenang mungki n. Nggak j adi ke Jakarta? Mata Noni membelalak. MUNGKI N, Noni . Mungki n nggak j adi . Nggak ada yang tahu pasti, oke? Eko berusaha meredam kegelisahan pacar- nya, HP-nya mati dari tadi . Telepon di tempat kos j uga nggak ada yang angkat. Ket er l al uan deh Kugy , Noni ber kat a l i r i h. 171 Kekecewaan tak bi sa di sembunyi kan dari waj ahnya. Terdengar suara seseorang memanggi l mereka dari ke- juuhun. NonI! Eko! BenLur IugI LIu IIIIn! SIu-sIu dI dekuL sInI, yuk! seru Wundu. Lunglai , Noni berj alan ke dekat mej a tempat kuenya nanti di paj ang. Wanda berdi ri di sana sambi l senyum- senyum.Hi , guys. Aku punya bonus buat kali an, Wanda menyambut mereka dengan dua gelas beri si champagne. Dom Peri gnon. Aku ambi l satu botol dari lemari nya Papi . Ssst, diam-diam ya, ini khusus buat kita doang, lho, Wanda ceki ki kan sendi ri . Eko mengambi l satu gelas. Sementara Noni menggeleng, Buat lu aj a, Wan, katanya dengan muka enggan. Oh, come on, gi r l! Have fun! Kenapa sih muka lo kusut banget? tanya Wanda seraya menenggak i si gelas yang di - tolak Noni . Ki ta mulai aj a ti up li li nnya, yuk? aj ak Noni langsung. Oke. Semuanya udah siap, kan? Wanda pun meletakkan gelasnya yang sudah kosong dalam sekejap itu. Medali yang mau di kasi h ke Kugy udah ada, Ko? Tangan Eko spontan merogoh ke kantong belakangnya. Memastikan barang itu ada. Noni punya ide sejak lama ingin mengalungkan medali -medali an untuk Kugy pada pesta ulang tahunnya yang ke-20 i ni sebagai tanda persahabatan mereka. Sebuah medali emas yang mereka berdua pesan di toko olahraga, bertuli skan: Sahabat Ter bai k dan Ter awet. Eko menelan ludah. Meski medali itu telah terparkir dengan bai k di kantongnya, i a ti dak yaki n benda satu i tu akan pu- nya manfaat malam i ni . Pakai aja medalinya buat ganjal meja, gumam Noni se- raya ngeloyor pergi . 172 Ti dak ada yang tahu bahwa sebetulnya pesta ulang tahun Noni itu sudah rusak berantakan. Sebagian besar tamu yang di undang dari luar Jakarta ti dak datang. Dan yang pali ng fatal adalah ketidakhadiran Kugy. Prosesi penyerahan medali Sahabat Terbaik dan Terawet yang telah disiapkan matang oleh Noni tidak terjadi. Namun, keempat sekawan itu mam- pu bersandiwara dengan baik, hingga tamu-tamu yang hadir merasa pesta i tu berj alan bai k-bai k saj a. Yang ganj i l hanya- lah Noni yang menghi lang dengan cepat, mengaki batkan acara usai lebi h di ni dari yang di perki rakan. Pukul sepuluh, hampi r semua tamu sudah pulang. Segeli nti r orang saj a yang tersi sa, dan sebagi an besar adalah pegawai -pegawai dari rumah Wanda sendi ri . Keenan mendatangi Eko yang sedang ikut gotong-royong membereskan kursi . Ko, Noni mana, si h? tanyanya. Mi gr ai ne, Eko melengos, bi asalah, si Madam Perfect satu i tu. Nggak tahan stres. Masi h untung lari nya cuma ti - duran, nggak ngadu-ngadui n kepala ke tembok. Lu yaki n Noni nggak apa-apa? 20. KEBOHONGAN GIGANTIS 173 Eko mengangguk, Tadi udah tidur, kok. Dan ada kakak- nya yang nemeni n j uga, j awabnya, kayaknya j ustru elu yang harus ngej agai n seseorang. Si apa? Eko tak langsung menjawab. Dari bawah kolong meja, ia mengeluarkan sebotol Dom Peri gnon yang sudah ti ga per- empat kosong. Kalo tadi nggak gua si ta, udah pasti botol i ni keri ng sampai tetes terakhi r. Ti nggal j adi vas bunga. Wanda ...? Keenan terenyak. Di a di mana? Eko mengangkat bahu. Mendi ngan lu cari di a sekarang dan langsung antar ke kamarnya. Kalau sampai Om Hans li hat anaknya mabok champagne hasi l curi an, wah ... ki ta semua pasti kena. Keenan cepat mengedarkan pandangannya. Oke, gua cari di a. Tampak si luet dua orang sedang berj oget di poj okan dekat kolam renang, di i ri ngi alunan musi k dari plat yang masi h aktif berputar. Keenan seketika mengenali keduanya: Wanda dan I van, DJ pesta malam i tu. Hi, babe ... kamu ke mana aja? Berseri-seri, Wanda me- nyapa Keenan. Gerakannya tampak terhuyung-huyung. Justru I van yang kelihatan tersentak, dan langsung buru- buru melepaskan tangannya yang meli ngkar di pi nggang Wanda. Hai , Nan. Whassup ..., sapanya, berusaha santai . Keenan tak menj awab. Tangannya langsung merentang, mengaj ak Wanda pergi . Wanda, kamu mabok, tandasnya langsung. Saya antar kamu ke kamar. Sekarang. Wanda menyambut tangan Keenan sambil sempoyongan. Berat tubuhnya seketi ka di j atuhkan ke dekapan Keenan. I cant walk ..., bi si knya di kupi ng Keenan. 174 Kalau kamu masi h bi sa j oget, kamu pasti masi h bi sa j alan. Ayo, dengan nada tegas, Keenan melepaskan rang- kulan Wanda lalu menggandengnya. Susah payah, Wanda pun berusaha mengi kuti langkah Keenan. Nan ... j angan cepat-cepat dong, raj uknya. Namun, Keenan tak menghiraukan, ia terus berjalan dengan i rama yang sama, dan tangannya tak lepas menggi ri ng Wanda. Sesampainya di depan kamar Wanda, Keenan baru meng- henti kan langkahnya. Kamu nggak seharusnya mi num se- banyak i tu. Kontrol sedi ki t, kenapa si h? tegurnya pedas. Wanda menatap lurus-lurus mata Keenan, dan malah ter- senyum. Kamu marah karena aku mi num, atau karena I van? tanya Wanda, dan senyumnya terus melebar, Ar e you j ealous? Dari yang saya lihat, I van cuma efek samping. Penyebab utamanya karena kamu kebanyakan mi num. Kamu ber- untung ayah kamu belum pulang, tandas Keenan lagi . Wanda tertawa ri ngan, Ah, he wouldnt know the di ffer ence. Papi lebi h jago membaca luki san dari pada anak- nya sendi ri .... Kamu harus istirahat, Wanda. Minum air putih yang ba- nyak. Mandi air panas dulu kalau perlu, ujar Keenan seraya membukakan pi ntu kamar i tu. Saya pulang dulu, ya. What? Wanda langsung menari k Keenan masuk, lalu menuLu InLu kumurnyu. Kumu ngguk boIeh uIung! Sejenak Keenan melirik pintu yang sudah tertutup di ba- lik punggungnya. Dan seperti membaca gerak mata Keenan, Wanda cepat menyel i nap dan bersandar menghal angi pi ntu. Wanda ... please ... j angan kayak anak keci l ... saya harus pergi , uj ar Keenan setengah mengeluh. Why? Kenapa harus pergi? Aku mau kamu temenin aku. 175 Dan kamu kan pacarku. I want you to stay. Karena kamu lagi nggak sober , thats why, Keenan ber- kata lagi , dan saya nggak mau ki ta melakukan hal yang bodoh hanya karena kamu mabok. Mendengar perkataan Keenan, Wanda tertawa lepas. Aku Luh kuyuk ucurun sumu homo, Luhu ngguk! kuLunyu lantang. Dengan gerakan sekali gus, Wanda merangkul leher Keenan, Kamu bi sa bayangi n apa yang di lakukan cowok kayak I van kalau di a punya kesempatan i ni ? Di kamar i ni , berdua sama aku? bi si knya dengan bi bi r yang di tempelkan di atas bi bi r Keenan. Sontak, Keenan menahan napas, menari k j auh lehernya. Wanda, tolong dengar bai k-bai k. Bukannya saya nggak mau, dan bukannya saya nggak ngerti kesempatan apa yang saya punya. But your e dr unk. Thi s i s not r i ght. TuIk! Your e such a hypocr ite! teriak Wanda kesal. Gue ngguk mubok uju Io ngguk ernuh muu! Ngguk usuh ukuI alasan sober atau nggak. You never wanted me. You never loved me. You never di d! Padahal gue udah mati -mati an mengusuhukun seguIunyu buuL eIo! Gue uduh muu kusIh semuunyu buuL eIo! Keenan terdi am. Walaupun i a tahu Wanda ti dak sedang dalam keadaan sepenuhnya sadar, tak urung kata-kata i tu kembali mengusi k rasa bersalahnya. Lembut, i a berusaha menari k Wanda dan mendekapnya. Namun, Wanda sudah terlalu emosional. Ditepiskannya tangan Keenan dengan ka- sar. Gue ngguk buLuh dIhIbur! Gue ngguk buLuh dIkusIhunI! Gue ogah terus ngemis-ngemis perhatian sama lo kayak orang ngguk unyu hurgu dIrI! PergI, sunu! Wundu berLerIuk muruh, tangannya mengacung tegas menunjuk ke arah pintu. Pulang uju ke Bundung, buIIk ke koLuk subun busuk ILu! PergI! Keenan berusaha mencamkan pada dirinya sendiri bahwa 176 Wanda sedang dipengaruhi alkohol, bahwa ia tidak sungguh- sungguh mengucapkan i tu semua. Dengan nada sewaj ar mungki n, Keenan mencoba pami t dengan sopan, Ya, udah. Kamu istirahat malam ini, ya. Saya akan mampir ke sini lagi besok .... Apa bedanya besok sama malam ini? Memangnya kalau besok lo j adi mau sama gue? sambar Wanda dengan nada yang semaki n ti nggi , For get i t, Keenun! Ther e wi ll be no tomor r ow for you! Dengan gerakan sempoyongan, Wanda lantas membung- kuk, menyi bak bed cover tempat ti durnya yang menj untai menyentuh lantai , lalu menari k keluar gulungan-gulungan kurLon besur. AmbII InI! Buwu uIung IugI! Wundu mengem- paskan benda-benda i tu. Kerongkongan Keenan seperti tercekat. Perasaannya lang- sung tak enak. Di ambi lnya satu gulungan i tu, membuka se- di ki t lapi san karton pembungkusnya. Begi tu Keenan tahu bahwa gulungan i tu adalah kai n kanvas, seketi ka lututnya terasa lemas. Jantungnya berdegup kencang. Keenan me- nyadari j umlah gulungan karton i tu pun persi s sama ... empat. Jumlah luki sannya yang di paj ang di Galeri Warsi ta dan di laporkan telah laku terj ual. Dengan sedi ki t gemetar, Keenan menghampi ri Wanda. Tolong jelaskan sebi sa kamu, kenapa luki san saya bi sa ada di si ni ? tanyanya dengan suara tertahan. Kurenu ... IukIsun Io dIbeII sumu GUE! Puus? Keenan mematung. Berusaha mencerna kali mat Wanda. Berusaha memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Pikiran- nya merangkaikan semua kejadian selama ini, menghubung- kannya dengan i ntui si yang selama i ni tak pernah bi sa i a j elaskan. Peri sti wa demi peri sti wa terhubung, dan i a seolah menyaksikan sebuah kebohongan menggelembung, merekah ki an besar, dan ki ni berdi ri lurus-lurus di hadapan. Keenan serta-merta memali ngkan muka, tak kuat meli hat Wanda. 177 Saat menyaksi kan perubahan ai r muka Keenan, mulai ti mbul rasa pani k di hati Wanda. Nan ..., aku nggak ber- maksud j ahat. Aku cuma i ngi n nolong kamu ..., katanya terbata. Keenan merasa kebohongan i ni terlalu gi ganti s untuk i a cerna. Kepalanya berputar. Hati nya teraduk-aduk. Galeri Warsi ta, cek i tu, rasa percaya di ri nya, keyaki nannya untuk mel uki s ... i mpi annya musnah satu demi satu dal am hi tungan deti k. Sei ri ng dengan kedoknya yang i kut meluruh, ai r mata pun mulai membasahi mata Wanda. Kemarahannya yang tadi meledak-ledak berganti dengan esktrem menjadi tangi s tersengguk-sengguk. Nan ... I m sor r y ... aku tahu itu salah. Please under stand, aku sayang banget sama kamu ... dont leave ... please .... Wanda tahu-tahu melorot, bersimpuh di atas kedua lututnya, memeluk kaki Keenan. Kembal i Keenan hanya mematung. Matanya mel i ri k Wanda yang menangi s menj adi -j adi sambi l merangkul erat pahanya. Terasa celana panj angnya melembap karena ai r mata. Namun, Keenan tak mampu bereaksi apa-apa, i ngi n bi cara pun ti dak. Kegalauan yang i a rasakan ternyata me- lampaui amarah, melampaui segala reaksi emosi yang i a kenal. Lama Keenan membi arkan Wanda tersedu-sedan sambi l meratapkan segala penyesalannya, hi ngga perlahan, Keenan melepaskan rangkulan tangan Wanda di kaki nya, lalu me- nari knya lagi untuk kembali berdi ri . Keenan ... please, say somethi ng, anythi ng ... kamu boleh marah-marah kayak apa aja, aku rela, aku siap terima, tapi j angan pergi .... Keenan memungut gulungan-gulungan i tu dengan hati remuk redam. Uang kamu akan saya kembali kan. Utuh. 178 Dan saya akan bawa pulang lagi semua lukisan ini, katanya li ri h. Wanda menatapnya pi lu. Nan ... j angan pergi ... Kamu bi sa bel i l uki san-l uki san i ni , Wanda, desi s Keenan sambil membuka pintu, tapi kamu nggak akan per- nah bi sa membeli saya. Di panggulnya keempat luki san i tu, berj alan pergi dan tak menoleh lagi . Bandung, Sept ember 2000 ... Ada li ma si li nder karton yang sudah di bawanya ke kantor ekspedi si i tu: empat luki san yang i a bawa dari rumah Wanda, dan satu i kut di tambahkannya: luki san Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Formulirnya sudah selesai? Petugas itu bertanya sambil melirik formulir yang sedari tadi diberikannya pada Keenan tapi tak kunj ung di i si . Sebentar, Pak ... j awab Keenan. Di li hatnya sekali lagi keli ma si li nder yang sudah tergulung dan teri kat rapi i tu. Dengan berat, akhi rnya i a melengkapi formuli r pengi ri man paket tersebut. Setelah formuli r di kembali kan, petugas tadi mengecek sekali kelengkapan i si an Keenan. UbudBali , ya? Ti ga- empat hari sudah sampai , gumamnya. Ada yang bi sa di - bantu lagi ? Keenan menggeleng. Petugas lai n pun datang untuk mengambi l gulungan- gulungan i tu. Pak ... tolong hati-hati, sela Keenan cemas, bisa tolong ditempel stiker fragile? Dan jangan sampai kena air. Tolong ya, Pak. Makasi h. 179 Sambi l tersenyum makl um, petugas i tu menyi apkan sti ker-sti ker petunj uk yang di mi nta Keenan. Sampai keli ma benda i tu di masukkan ke gudang, mata Keenan tak lepas mengawasi. Sejenak lagi, kelima lukisannya akan berlayar ke Pulau Dewata, dan Keenan merasa benar- benar seperti hendak melepaskan mereka ke khayangan. Entah kapan bi sa meli hatnya lagi . Dalam hati , i a telah mengucapkan selamat ti nggal pada i mpi annya, pada luki sannya. Namun, apakah i a sungguhan si ap, Keenan tak berani lagi memeri ksa. Yang i a tahu dan yaki ni , luki san-luki san i tu akan berada di tangan yang bai k. Saat i ni , i tulah yang lebi h penti ng. 180 Setengah j am yang lalu, kamar i tu masi h gelap. Sekarang cahaya lampu sudah membayang dari ti rai j endela, dan papan berhuruf warna-warni yang tergantung di pintu sudah bertuli skan: NONI ADA. Kugy memandangi kamar i tu de- ngan hati kecut. Sudah tiga hari sejak pesta ulang tahun itu, dan baru ma- lam ini Noni kembali dari Jakarta. Mereka belum bicara lagi sejak itu. Tepatnya, Kugy tak punya cukup keberanian untuk menghubungi Noni . Sampai hari i ni pun li dahnya masi h kelu, tak tahu harus bi lang apa. Pi ntu i tu membuka. Noni keluar dari dalam membawa kantong sampah yang si ap di buang. Kugy pun tersentak. Namun, sudah terlambat untuk bergerak ke mana-mana. Noni mengangkat mukanya sedikit, menyadari bahwa ada Kugy sedang berdi ri di kori dor. Cepat, mata Noni berpali ng ke arah lai n. Hai , Non ..., Dengan suara pelan dan sedi ki t bergetar, Kugy menyapa. Noni tak menjawab, melirik pun tidak. I a berjalan keluar seolah Kugy tak punya wuj ud. 21. HAMPA YANG MENYAKITKAN 181 Sempat meli ntas di pi ki ran Kugy untuk mengej ar Noni dan berbicara lebih panjang, tapi kakinya terasa kaku. I a tak punya cukup nyali . Akhi rnya Kugy masuk ke kamarnya. I a sadar, sebuah perang dingin resmi dimulai. Dan entah kapan akan berakhi r. Pukul sepuluh malam. Lambungnya ri uh rendah seolah te- ngah berlangsung pertandi ngan bola. Terakhi r di a makan adalah tadi siang, dan tampaknya lambungnya tak akan men- dapat olahan baru sampai besok si ang lagi . Keenan menepuk-nepuk pelan perutnya, berbi si k sen- di ri an, Sabar, ya. Jangan masuk angi n dulu, karena saya harus li hat langi t. Terduduklah Keenan di dekat j emuran yang bi sa i a da- tangi dengan cuma membuka jendela kamar. Di sana ia bisa memandang hamparan atap rumah lai n beserta pendar- pendar lampu di ri mba gang yang padat i ni . Keenan menengadah. Dari tempat i a duduk, langi t tam- pak berhi askan sali ng-si lang tali j emuran, beberapa kolor dan j i ns ti dak keri ng yang tampak masi h di angi n-angi nkan. Ti dak apa-apa, pi ki rnya. Memandang angkasa malam ada- lah peli pur sederhana yang membantunya sedi ki t merasa lebi h bai k. Sesungguhnya, Keenan tak keberatan dengan rasa lapar i ni . Bagi nya, i tulah bagi an dari konsekuensi yang harus di - tanggungnya dengan mengi ri t seti ap rupi ah dari si sa uang- nya yang tak seberapa lagi. Namun, tak ada yang bisa meng- obati kekosongan j i wanya. Dan rasa kosong i ni l ebi h menyaki tkan dari apa pun. Nasi bisa dibeli, tapi rasa percaya? Seluruh uang di dunia i ni ti dak cukup membeli nya, pi ki r Keenan geti r. Uang me- 182 mang tidak akan pernah bisa jadi ukuran. Rasa percaya dan uang ada di di mensi yang sama sekali lai n. Ki ni i a yaki n i tu. Ludahnya terasa memahi t. Baru kali i ni i a merasa pri - hati n pada di ri nya sendi ri . Kalau bi sa, i a i ngi n mengi ri m kembang tanda dukaci ta. Tak punya r asa per caya ... tak ada kebanggaan ... hampa. Dan kembali Keenan merenung: bagaimana hampa bisa menyakitkan? Hampa harusnya ber- arti ti dak ada apa-apa. Ti dak ada apa-apa harusnya berarti ti dak ada masalah. Termasuk rasa saki t. Sayup-sayup terdengar lagu dari kaset yang di putar di kamarnya: Far e thee well my br i ght star I t was a br i ef, br i lli ant mi r acle di ve that whi ch I looked up to and I clung to for dear li fe ... your last dr amati c scene agai nst a ni ght sky stage. Mendadak sesuatu menyusupi hampanya. Rasa sedi h. Masa gemi lang i tu datang, sekej ap, dan tak lebi h dari se- buah drama besar. Dan Keenan merasa seperti aktor malang yang bermi mpi melampaui skenari onya. Ti ba-t i ba waj ah neneknya di Amst erdam mel i nt as. Keenan teri ngat hari terakhi r mereka bersama, saat Oma memasakkannya sup kacang merah yang mereka ni kmati dalam heni ng. Kesedi han yang mereka berdua si mpan dan tak tuntas terungkapkan. Keenan mengkhayalkan bi sa kem- bali ke sana malam i ni , meni nggalkan semuanya tanpa ke- cuali. Namun, kedua kakinya hanya sanggup mengantarkan- nya ke atap i tu. Tak bi sa lebi h j auh lagi . I ngatan akan Oma dan langi t malam berbaur. Semuanya lebur dan tampak kabur dari mata yang basah oleh ai r mata. 183 Bandung, Okt ober 2000 ... Kugy tak bisa melupakan pagi ini. Untuk pertama kalinya ia pi ndah mengaj ar ke saung baru yang di bangun oleh orang- orang kampung. Keberadaan Sakola Ali t serta konsi stensi Ami dan kawan-kawan akhi rnya menari k si mpati penduduk seki tar. Berkat gotong-royong warga, satu saung baru di - di ri kan. Mereka khawati r kegi atan belaj ar mengaj ar di Sakola Ali t terganggu karena musi m huj an sudah ti ba, se- mentara mereka tahu bahwa ada kelas yang selama i ni di - j alankan di bawah pohon. Meski semua anak senang dan bersemangat dengan tem- pat baru mereka, tak urung muka anak-anak pagi i tu kusut karena hari i ni mereka belaj ar perkali an dan pembagi an. Kugy mengamati anak di di knya yang tampak mutung dan tak bergai rah. I a sendi ri mulai i kut putus asa. Belum ber- hasi l mendapatkan cara yang lebi h kreati f untuk mengaj ar. Ti ba-ti ba seorang muri dnya, Dadi , berlari ke arah saung dengan tergesa. Wajahnya berseri-seri, tangannya menunjuk ke arah belakang. Tawanya merekah, memampangkan gi gi seri nya yang ompong. Bu Ugi i i i ... ada Pak Guru Rang- gi nang ..., serunya lantang. Ranggi nang? Kugy bertanya dalam hati . Saat i a me- longok ke arah yang di tunj uk Dadi , sadarlah i a si apa yang di maksud anak i tu. Dan sungguhan Kugy tak si ap. Keenan , desi snya. Sej enak Kugy menunduk, memej amkan mata, berusaha mengumpulkan tenaga dan kekuatan. Dalam sekej ap, tawa segar muncul di wajahnya, dan ia pun menyapa dengan ceria, HuIo, Puk Guru! SeIumuL duLung dI keIusku yung buru! Keenan tersenyum. Ada kehangatan yang seketi ka me- menuhi rongga hati nya meli hat tawa lebar Kugy yang khas. Keenan menamakannya tawa pengampun, karena layaknya 184 matahari yang tak menyimpan memori ataupun dendam dan senantiasa memandikan Bumi dengan sinarnya, tawa itu pun membawa efek yang sama bagi di ri nya. Kehangatan yang lahir tanpa pretensi. Tanpa perlu usaha. Pengampunan mur- ni . Setel ah Keenan mendekat, barul ah Kugy menyadari perubahan yang terj adi . Keenan tampak lebi h kurus. Dan kedua matanya menunjukkan bahwa ia lelah. Kugy pun me- nyadari , perubahan yang sama j uga terj adi pada di ri nya sendi ri . Apa kabar, Kecil? sapa Keenan. Kamu kok tambah ke- ci l .... Pemadam Kelaparan baru nai ki n harga soalnya, j adi asupan makanan ke badanku agak berkurang, Kugy ter- kekeh. Kamu j uga kurusan. Kamu bai k-bai k? Keenan mengangkat bahu sambi l nyengi r. Lumayan, j awabnya si ngkat. Kehadi ran Keenan seketi ka membawa suasana berbeda. Semua anak merasa Keenan adalah penyelamat yang akan membebaskan mereka dari pelaj aran yang memusi ngkan pagi itu. Pilik langsung menandak-nandak kegirangan sambil berLerIuk, Gumbur! Gumbur! Gumbur! Kugy menggeIeng-geIengkun keuIu, Ngguk, ngguk! Ku- li an tetap harus belaj ar Matemati ka .... Ucapan Kugy di sambut ri uh protes. Keenan mengambil sepotong kapur dan mulai menggam- bar. Dengan cepat, i a menggambar enam layang-layang. Ayo, di hi tung, layang-layangnya ada berapa? Anak-anak i tu berhi tung dari satu sampai enam. Sekarang ... Pilik ceritanya harus bagi dua layang-layang i ni dengan Dadi , Keenan menari k gari s, Jadi , Pi li k punya berapa, dan Dadi punya berapa? TIgu! Mereku menjuwub seremuk. 185 Di sudut saung Kugy tersenyum. Tampaknya hari i tu i a harus membi arkan kelasnya di ambi l ali h oleh Keenan. Kelas Kugy bubar agak lebi h si ang dari bi asanya. Persi s se- perti kunj ungan Keenan sebelumnya, layaknya penggemar bertemu idola, dengan berbagai cara anak-anak itu menahan Keenan lebi h lama agar lebi h banyak menggambar. Sebubarnya anak-anak, Kugy dan Keenan gotong royong membereskan saung. Kadang-kadang aku berharap kamu j adi pengaj ar tetap di si ni , kata Kugy. Supaya? Ya, supaya anak-anak ada yang mengajarkan menggam- bar, dan sepertinya lewat gambar banyak sekali cara penga- j aran kreati f yang bi sa kamu lakukan, yang aku sendi ri nggak sanggup .... Oh. Ki rai n bi ar ki ta ti ap hari ketemu, celetuk Keenan j ahi l. Kugy tergelak. Ya, i tu boleh j uga j adi bonus. Aku nggak keberatan ketemu kamu ti ap hari . Saya j uga nggak. Keduanya terdi am sej enak. Kugy tahu-tahu meletakkan ransel yang tadi nya sudah si ap di sandangkan di bahu. Kamu ke mana aj a si h, Nan? Ada, sahut Keenan setengah menggumam. Kok nggak bi lang-bi lang kamu pi ndah tempat kos? Ceri tanya panj ang, Gy. Kamu bi sa mulai ceri ta sekarang, tegas Kugy sambi l duduk bersi la. Saya udah nggak kuli ah lagi dari awal semester. Saya mengundurkan di ri , Keenan bertutur sekenanya. 186 Ya, aku tahu. Dari Wanda ... Kugy menyahut lirih. Ke- luarga kamu gi mana? Mereka setuj u? Saya belum ketemu mereka lagi. Ayah saya sangat tidak setuj u pasti nya. Lama Kugy termenung. Segari s senyum lalu membersi t di waj ahnya. Kamu ber ani banget , Nan. Aku sal ut . Akhirnya, demi melukis kamu mengambil keputusan sebesar i tu, ucapnya tulus. Saya nggak meluki s lagi . Kugy nyaris mencelat dari lantai. Kekenapa? tanyanya terbata. Saya salah selama i ni , saya pi ki r meluki s adalah j alan hi dup saya, tapi ternyata bukan, j elas Keenan dengan da- tar. Tapi ... bukannya kamu mau pameran? Aku sempat ke- temu Wanda, dan di a ceri ta kalau kamu lagi konsentrasi mel uki s, terus kamu bakal kel i l i ng-kel i l i ng, pi ndah ke Jakarta ... Keenan tersenyum samar. Dia cuma bercanda. Pameran, galeri , keli li ng-keli li ng ... semuanya cuma bercanda. Aku nggak ngerti ..., Kugy menggelengkan kepala, mak- sud kamu ... rencana pameran i tu nggak pernah ada? Om Hans sej ak awal sebetulnya nggak setuj u luki san saya masuk ke Warsi ta, karena menurutnya karya saya be- lum matang. Tapi karena Wanda yang mi nta, luki san saya bi sa lolos. I ya ... tapi kan ... luki san kamu pada akhi rnya laku. EmuL-emuLnyu dIbeII orung! Lu kun berurLI bukLI kuIuu IukIsun kumu memung dImInuLI! Oleh satu orang tepatnya, Keenan berkata getir, Wanda. Di a yang ternyata membeli semua luki san saya, dan di - sembunyi kan di rumahnya. Saya nggak sengaj a tahu. Di a yang kelepasan gara-gara mabok waktu ulang tahun Noni . 187 Kugy menatapnya tak percaya, Jadi ... selama i ni ... Selama ini semuanya nggak lebih dari cerita cewek kaya yang jatuh hati sama seorang pemimpi. Tapi ini bukan salah siapa-siapa kok, Gy, Keenan tersenyum samar, saya nggak menyalahkan Wanda, apalagi Om Hans. Saya yang terlalu bego. Bukan berarti kamu harus mengorbankan i mpi an kamu gi tu aj a dong, Nan. Masa cuma gara-gara seorang Wanda kamu j adi berhenti meluki s ..., protes Kugy tak tertahan- kan. I ni bukan masalah Wanda, potong Keenan keras, kamu bisa bayangin? Saya sudah mengundurkan diri dari sekolah, saya sudah keluar dari rumah. Dengan nai f dan yaki nnya saya merasa bi sa membukti kan sama keluarga saya, sama orang-orang, kalau saya mampu mandi ri dari meluki s Yu kuIo gILu bukLIkun, dong! Kugy buIus memoLong, Kenapa malah berhenti ? Kugy menatap Keenan tak me- ngerti , Nan, kamu adalah peluki s pali ng hebat yang aku tahu. Terserah Om Hans mau ngomong apa, Wanda punya moti vasi apa, kolektor-kolektor i tu punya peni lai an apa ... buatku, kamu meluki s dengan seluruh j i wa kamu, dan i tu yung enLIng! Gy ... kalau saya memang peluki s yang sehebat yang kamu kira, udah dari dulu-dulu Om Hans langsung melolos- kan luki san saya. Nggak usah pakai di buj uk-buj uk sama Wanda segala. Dan kalau memang saya pelukis yang sebagus yang kamu ki ra, waktu pameran katalog barunya Warsi ta sudah pasti ada yang membeli luki san saya. Nggak perlu Wanda yang sampai pura-pura beli . Jadi, cuma gara-gara penilaian satu galeri, dan sekelom- pok orang yang entah si apa, kamu mengorbankan semua mi mpi kamu. Gi tu? Nada bi cara Kugy ki an merunci ng. Wake up, Gy, Keenan melengos, Warsi ta bukan se- 188 kadar galeri . Dan orang-orang i tu adalah kolektor luki san yang berpengalaman. Kamu atau Eko bisa aja bilang lukisan saya bagus karena kali an teman-teman saya. Tapi orang- orang i tu lebi h tahu. Kugy menggeleng lagi. No. YOU wake up! Nggak peduli galeri bilang apa, nggak peduli orang-orang itu punya penga- laman apa, harusnya kamu yaki n sama di ri kamu sendi ri . Bener banget, balas Keenan tegas. Saya harus bangun dan lihat kenyataan. Dan ini realitasnya. Lukisan saya cuma jadi sarana seorang Wanda yang cuma mau pe-de-ka-te. Dan ketololan sayalah yang memungki nkan di a melakukan i tu semua. Kamu bi lang i ni bukan masalah Wanda, tapi dari tadi kamu bolak-balik selalu kembali mengungkit dia dan galeri- nya. Justru aku yang nggak meli hat bahwa i ni soal Wanda uLuu WursILu. nI uduIuh souI kumu dun keyukInun kumu! ujar Kugy setengah mengeluh. Nan ... selama ini kamu yang menginspirasi aku untuk tetap yakin pada impian-impianku. Gara-gara kamu aku semangat bi ki n dongeng lagi . Aku nggak rela kamu menyerah gi tu aj a Suyu ngguk ernuh mInLu judI unuLun sIuu-sIuu! Nggak usah menambah beban saya dengan omongan seperti ILu! Keenun menukus. SeLenguh membenLuk. Seketika Kugy bungkam. Dengan sedikit gemetar, tangan- nya membereskan si sa barangnya yang tercecer, lalu i a me- nyandangkan tasnya di bahu. Bersi ap pergi dari sana. Ter- nyata selama i ni aku keti nggi an meni lai kamu ..., desi snya tanpa lagi menatap Keenan. Tak lama, langkah-langkahnya yang besar membawa Kugy dengan cepat menghi lang di bali k ri mbunan bambu. I a berj alan buru-buru tanpa me- noleh. Di tempatnya, Keenan duduk di am dan hanya sanggup menatapi . Banyak kata yang i a sesali tapi telanj ur terucap. 189 Namun, untuk menahan Kugy, ia bahkan tak punya percaya diri yang cukup untuk itu. Angin dingin yang berembus me- nyentuh kuli tnya seolah menembusi pori , memasuki nadi , dan meni nggalkan perasaan kehi langan yang menj alar ke seluruh tubuh. Mendadak, Keenan menggigil. Tak hanya ke- hi langan, i a pun merasa di ti nggalkan. 190 Sendi ri an di kamarnya, Kugy mulai menuli s seperti orang kesetanan. Malam i tu i a berni at menumpahkan semuanya dalam lembaran-lembaran kertas kosong. Dalam sekej ap, bi dang petak puti h i tu teri si penuh oleh tuli san tangannya. Sambi l menuli s, tak j arang ai r matanya i kut terseli nap, me- ni nggalkan j ej ak-j ej ak ti nta yang memecah di atas kertas. Kugy tak tahu itu air mata sedih atau marah, dan ia tak lagi peduli . Baru pada lembar keti ga, kecepatan menuli snya mulai melambat. Perasaan yang tadi campur aduk mulai menunjuk- kan waj ah asli nya. Seharusnya i a bersukaci ta saat tahu hu- bungan Keenan dan Wanda usai . Seharusnya i a lega keti ka tahu Keenan tidak jadi pindah ke Jakarta dan meninggalkan di ri nya gara-gara harus mempromosi kan luki san. Tapi ter- nyata ti dak. Kugy pun tersadar, i ni lah patah hati yang se- sungguhnya. Hati nya pernah hancur keti ka tahu Keenan harus bersama orang lai n, tapi hati nya baru benar-benar patah keti ka tahu bahwa Keenan bukanlah sosok yang se- lama i ni i a ci nta. 22. PULANG KE UBUD 191 Pada lembar keti ganya, Kugy mulai menangi s sedi h. Ti - dak banyak lagi yang i a tuli s. Hanya beberapa bari s penye- salan. Kugy menyadari , selama i ni i a telah menci ptakan sendi ri i lusi tentang Keenan dan menci ntai i lusi i tu. Ke- nyataannya, Keenan rapuh dan lemah. Terdengar suara pi ntu di kamar sebelah membuka. Tak lama, terdengar langkah Noni di koridor. Mendengar suara- suara i tu, Kugy menelan ludahnya yang terasa pahi t. Tak hanya i a kehi langan ci ntanya, i a pun telah kehi langan Noni dan Oj os gara-gara ci nta i tu. Orang-orang yang i a ci nta. Di li patnya lembar-lembar kertas tadi , di bentuknya men- j adi ti ga perahu kertas. Di seberang kampus, ada sebuah permukiman yang dilewati kali . I tulah ali ran ai r terdekat yang bi sa Kugy temukan. Pagi itu, sebelum kuliah, Kugy menyempatkan diri mam- pi r ke kali . Terdapat beberapa anak keci l yang sedang asyi k menangkapi kecebong. Kugy beri ngsut maj u, menj auhi me- reka. I a tak i ngi n mi si penti ngnya gagal secara prematur hanya karena anak-anak tadi tak jadi menangkapi kecebong, dan malah lebi h tertari k pada barang yang i ngi n i a hanyut- kan. Setelah merasa berada di j arak aman, barulah Kugy ber- henti dan mendekat ke tepi kali . Dari dalam ranselnya, i a mengeluarkan ti ga perahu kertas. Tak ada saluran lai n, tak ada teman bi cara lai n ... hanya Neptunus, bati nnya. Satu demi satu, i a mengapungkan perahu-perahu kertas- nya ke kali . Sesuatu seperti lepas dari hatinya seiring dengan melaju- nya perahu-perahu tadi . Kugy merasa lebi h lega bernapas. Seki an lama sudah ri tual i ni terkubur, dan di butuhkan 192 seki an banyak peri sti wa untuk membangki tkannya kembali . Kugy lupa betapa melegakannya perasaan ini, saat cerita dan beban hati nya di hanyutkan ai r menuj u lautan. Betapapun j auhnya perj alanan i tu. Bandung, November 2000 ... Hari pertama di bulan November. Keenan di kagetkan oleh kedatangan Bi mo yang muncul di tempat kosnya pagi -pagi . Hai , Nan ... apa kab? Bi mo sampai menghenti kan kali matnya keti ka sepenuhnya menyadari apa yang i a li hat, gi la, lu kurus banget, Nan. Keenan, yang berdiri di pintu, hanya tersenyum. I tu ada- lah komentar klasik yang selalu ia terima setiap kali bertemu dengan teman kampusnya. Hai , Bi m. Masuk, yuk, sapa Keenan seraya membuka pi ntu kamarnya lebi h lebar, menyi lakan Bi mo masuk. Gua mau ngasi h i ni , Bi mo menyerahkan sepucuk amplop puti h. Keenan meneri ma surat i tu dan seketi ka mengenali tu- li san tangan yang tertera. Alamat pengi ri m di sampul bela- kung umIo ILu mengonhrmusI duguunnyu. SuruL durI Puk Wayan di Ubud, di ki ri mkan ke alamat kosnya yang lama. Surat i ni ... kapan sampai ? tanya Keenan. Sebetulnya udah cukup lama, Nan. Mungkin hampir dua mi nggu. Tapi baru sampai ke tangan gua semi ngguan yang lalu. Dan baru sekarang gua baru sempat ke si ni . Sori , ya, j elas Bi mo. Nggak apa-apa. Thanks, Bi m. Harusnya gua aj a yang ambi l ke sana. Nggak perlu sampai lu ke si ni .... BImo LergeIuk. hu! u bIsu Luhu udunyu suruL InI durI mana? Telepati? HP lu kagak punya, kosan ini kagak punya 193 LeIeon! Nun ... nun ... kuyuknyu Iu uduh kekurusun sumuI otak lu agak ci ut ... Oh, i ya. Bener j uga ... Keenan i kut mesem-mesem. Sarapan, yuk. Gua yang traktir. Kapan lu terakhir makan enak? Keenan berpi ki r, lalu menggelengkan kepala. Kalau soal enak, kayaknya si h makanan gua enak-enak aj a. Tapi kalau enak dan mahal ... hmm ... gua sampai udah nggak i nget LerukhIr kuun. OLuk uduh cIuL! BImo Lerkekeh. SIu! MuhuI dun enuk i t i s then! Acara sarapan bersama Bimo ternyata berlanjut hingga men- j elang sore. Keenan kembali menj enguk kampus dan nong- krong seharian bersama teman-teman lamanya. Keenan ter- sadar betapa i a meri ndukan kebersamaan semacam i tu. Sejak insiden di rumah Wanda, ia lama menyendiri dan me- ngurung di ri bak seorang pertapa. Kedatangan Bi mo benar- benar terasa bagai angi n segar di tengah atmosfer j i wanya yang pengap. Keenan membuka jendela kamar kosnya lebar-lebar. Tem- pat ini pun butuh angin segar setelah seharian tertutup dan terpapar panas matahari siang. I a menimang-nimang amplop i tu, bertanya-tanya adakah surat i tu menj adi angi n segar berikutnya. Keenan menggeleng sendirian, seolah menyesali pi ki rannya sendi ri . I a lelah berharap. Tanpa pi ki r panj ang lagi , Keenan membuka surat i tu. Terdapat dua lembar kertas surat bertulis tangan dan selem- bar kertas tambahan. Seketi ka Keenan terenyak keti ka me- nyadari apa kertas i tu. Langsung i a membaca dengan ter- gesa-gesa. Setelah selesai , Keenan pun mematung. Lama. Keenan memandangi kertas-kertas di pangkuannya. Pi ki rannya masi h berusaha mencerna dan hati nya berusaha 194 beradaptasi dengan berbagai lonjakan perasaan yang sontak muncul ketika membaca surat dari Pak Wayan. Untuk kedua kali nya, Keenan membaca surat tersebut. Kali i ni dengan lebi h lambat. Pak Wayan menceri takan betapa kagetnya di a keti ka di - ki ri mi luki san-luki san Keenan yang seperti j atuh dari langi t saki ng tak terduganya. Sekali pun di surat pengantarnya Keenan menuliskan sejelas-jelasnya bahwa itu semua adalah kenang-kenangan sekali gus tanda teri ma kasi h untuk apa yang di dapatnya selama di Bali , Pak Wayan merasa ada se- suatu yang luar bi asa yang telah terj adi dalam hi dup Keenan. Namun, Pak Wayan ti dak berhasi l menghubungi Keenan untuk bertanya langsung. Salah satu luki san Keenan yang pali ng di suka oleh Pak Wayan lantas di beri rangka kayu dan di paj ang begi tu saj a di studi onya. Beberapa mi nggu kemudi an, luki san i tu men- curi perhatian seorang kolektor lukisan dan ia tertarik ingin membeli . Pak Wayan sudah mengatakan bahwa luki san i tu tidak dijual, tapi orang itu benar-benar gigih dan bersikeras i ngi n membeli . Pak Wayan bi lang, orang i tu seperti terkena ci nta buta. Jatuh hati habi s-habi san pada luki san Keenan. Pak Wayan lalu mi nta maaf j i ka di ri nya lancang, tapi kata hatinya mengatakan untuk melepaskan lukisan Keenan pada orang tersebut. Dalam suratnya, Pak Wayan menuli s: ... seper ti cinta yang satu har i ber talian tanpa bisa dijelas- kan, saya mer asa luki san i tu menemukan j odohnya. Saya kenal bai k dengan or ang yang membeli luki san kamu i tu, makanya saya yaki n luki san i tu ber ada di tangan yang tepat. Dia membelinya bukan semata-mata untuk investasi, tapi kar ena ci nta. Keenan lanjut membaca: Lukisan yang satu itu memang sangat bagus dan r ohnya kuat. Sekali pun saya sendi r i i ngi n sekali menyi mpannya, saya j uga ti dak mau meng- 195 hambat r ezeki kamu. Semoga uang i ni bi sa ber manfaat banyak. Kapan kamu pulang ke r umahmu di Ubud? Saya dan keluar ga besar di si ni selalu menghar apkan kamu pu- lang. Tolong ber i kabar secepatnya setelah kamu mener ima sur at i ni . Kembali Keenan memandangi selembar kertas yang di - seli pkan di dalam dua lembar surat tadi . Selembar cek se- ni lai ti ga j uta rupi ah. Di sana di tuli skan keterangan: Pem- beli an luki san: Jender al Pi li k dan Pasukan Ali t. Si sa hari i tu di habi skan Keenan dalam perenungan. Sore berganti malam. Langit jingga berganti hitam. Dan ia masih merenung. Banyak yang berkecamuk di benaknya. Hal-hal yang tadi nya tak terli ntas dan tak di gubri s. Ada keraguan, t r auma, dan gent ar . Namun, kal i mat sat u i t u t er us mengi ang-ngi ang: Kapan kamu pulang ke r umahmu di Ubud? Jakar t a, November 2000 ... Perempuan i tu ti dak sanggup menahan ali ran ai r matanya. Mereka berjanji bertemu pada jam tatkala ia hanya sendirian dan semua orang lain sedang berada di luar rumah. Hatinya seketika tersayat dan teriris melihat anaknya sendiri muncul sembunyi-sembunyi seperti narapidana kabur dan takut ter- tangkap. Keenan pun terpaksa membi arkan i bunya menghabi skan seperempat j am pertama pertemuan mereka untuk me- nangi s. Tapi ... kamu ... sehat-sehat kan, Nan? Lena kemudi an bertanya patah-patah. Sehat, Mam. Biarpun jadi kurus gini, saya nggak pernah saki t, kok, j awab Keenan, berusaha santai . 196 Kamu bi sa pulang kapan pun kamu mau. Percaya sama Mama. Papa kamu pasti melunak. Di luarnya saja dia keras, tapi sebenarnya di a kehi langan sekali sama kamu .... Keenan tersenyum ti pi s. Saya i ngi n ketemu Mama hari i ni bukan karena saya kepi ngi n pulang ke rumah. Tapi ... saya j ustru i ngi n pami t. Lena langsung tersentak. Pami t? Ke mana? Keenan tak segera menj awab. I a mengeluarkan amplop berisi surat dari Pak Wayan dan menyerahkannya pada ibu- nya. Tolong baca i ni , Ma. Lena pun mulai membaca. Napas panj angnya menghela keti ka i a sampai pada akhi r surat. I a seketi ka tahu arti per- temuan i ni . Perpi sahan yang kedua kali akan segera terjadi . Namun, kali ini, ada semacam kelegaan karena ia tahu anak- nya akan terj aga dengan bai k. Saya akan tinggal dengan Pak Wayan, ujar Keenan man- tap, lusa saya berangkat. Lena menatap anak sulungnya dari matanya yang ter- saput ai r. Menyadari betapa bocah keci lnya telah tumbuh besar menj adi seorang laki -laki dewasa yang memi li ki j alan hidup sendiri. Sejenak lagi Keenan terbang dengan sayapnya, menuj u tempat dan kehi dupan yang i a pi li h. Ti dak di ri nya, atau si apa pun, yang mampu membendung kepakan sayap- sayap i tu. Suara Lena bergetar saat i a mengucap, Bai k-bai k di sana, ya? Jangan bi ki n susah Pak Wayan. Keenan menelan ludah. Sangat kentara i bunya berusaha kelihatan tegar demi dirinya. Mata Keenan mulai panas. Pan- dangannya mulai mengabur. Keenan terpaksa mengatur napasnya terlebi h dahulu sebelum bi sa lanj ut berkata-kata. Saya ada satu permi ntaan lagi , Ma .... Apa i tu? Tolong j angan bi lang si apa-si apa saya ada di Ubud. 197 Bahkan Jeroen nggak perl u tahu. Cukup Mama yang tahu. Lena merasa dadanya sesak. Saya benar-benar ingin memulai halaman baru. Dari nol lagi. I ni jalan hidup saya, Ma. Dan saya nggak mungkin kem- bali ke penj ara yang sama. Lama Lena tercenung, sampai akhirnya kepalanya meng- angguk. Berat. Perlahan, Keenan bangki t berdi ri . Mengecup keni ng i bu- nya, dan mendekapnya erat. Seti ap buli r deti k berguli r pe- nuh arti . Hanya heni ng dan ai r mata yang j atuh sesekali dari mata keduanya. 198 Ubud, November 2000 ... Dua puluh jam Keenan terduduk dalam bus yang mengantar- kannya dari Bandung hi ngga termi nal Ubung. Selama dua puluh jam, matanya tetap membeliak terjaga. Sesuatu dalam perj alanan i ni membuatnya geli sah sekali gus bersemangat. Keenan menyadari, ini adalah salah satu keputusan terbesar yang pernah dibuatnya selama hidup. Dalam hati ia pun me- rasa, sesuatu yang besar akan menanti nya di Ubud. Dari jendela bus, tampak Pak Wayan dan keponakannya, Agung, menunggu di termi nal. Keenan langsung mengenali dua sosok yang sama-sama ti nggi besar i tu hi li r mudi k me- makai setelan lengkap: sarung, kemej a, dan udeng. Seperti habi s baru selesai upacara. Poyan! Agung! Keenun meIumbuIkun Lungun begILu mengi nj akkan kaki ke tanah. Serta-merta terbit tawa cerah di wajah Pak Wayan, semen- tara Agung dengan gesi t langsung berlari menghampi ri Keenan dan membantu membawakan tasnya. 23. MENANGKAP BINTANG 199 Agung, rupanya ada yang harus cepat-cepat ki ta kasi h makan sebelum di a di li ri k sama anj i ng-anj i ng seluruh Bali karena di sangka tulang berj alan, Pak Wayan terkekeh. Keenan i kut terkekeh, Setuj u, Poyan. Saya nggak nolak di kasi h makan, apalagi kalau dalam waktu dekat. Pak Wayan tergelak seraya merangkul Keenan erat-erat, Saya senang sekali kamu pulang ke si ni . Keluarga di Ubud sudah menunggu. Hati Keenan berdesi r mendengarnya. Haru. I a pun ter- sadar betapa i a meri ndukan konsep i tu: pulang, dan ... keluar ga. Mobi l i tu ti ba di sebuah gerbang kayu ti nggi yang di api t pohon-pohon ri ndang dan semak-semak tanaman rambat yang tumbuh besar dan rapat. Di bali k gerbang kayu i tu langsung terlihat puncak pura yang mencuat hingga tampak dari j alan. Di lahan hektaran i tulah ti nggal keluarga besar Pak Wayan dalam beberapa rumah terpi sah. Terdapat pula sekurang-kurangnya tiga studio kerja besar yang menampung segala macam aktivitas dan barang-barang seni yang digarap oleh keluarga seni man i tu. Napas Keenan sontak tertahan meli hat gerbang kayu i tu lagi. Rumahnya yang baru. I a tak bisa membendung senyum yang menyunggi ng otomati s di mulutnya. Pak Wayan ti dak melebi h-lebi hkan keti ka mengatakan bahwa sel uruh kel uarganya tel ah menunggu. Lagi -l agi , Keenan harus terenyak haru keti ka meli hat keluarga Pak Wayan berkumpul di teras saat mobi l mereka ti ba di ha- laman depan kompleks i tu. 200 Beli 25 ! Au kubur? Bunyu, suIuh suLu keonukun Puk Wayan yang akrab dengan Keenan, langsung menyongsong dan merangkul Keenan dengan hangat. Di susul Pak Putu, ayah Banyu, l al u yang l ai nnya. Waj ah-waj ah yang tak asi ng. Kamar kamu yang dulu sudah dibersihkan. Sekarang di- tambah lemari pakai an, karena katanya Keenan sudah mau tinggal terus di sini, ya? ujar I bu Ayu berseri, adik ipar Pak Wayan sekali gus i bu kandung dari Agung. I ya, Bu. Rencananya begitu, jawab Keenan dengan tawa lebar. I ni , saya bawakan oleh-oleh sedi ki t dari Bandung, Bu. Buat semua yang di sini, Keenan pun menyerahkan se- kantong besar aneka makanan yang i a sempatkan beli di toko oleh-oleh sebelum menai ki bus kemari n. Mata kamu keli hatan capek sekali , Nan, celetuk Pak Nyoman, adi k Pak Wayan yang j uga sama-sama peluki s. Di j alan saya nggak bi sa ti dur, Pak. Saya belum ti dur dari kemari n. Tapi rasanya masi h oke, kok, sahut Keenan. Wuh! Kumu hurus ceuL IsLIruhuL kuIuu gILu, sumbur I bu Ayu, Ti dur dulu saj a. Nanti malam baru di bangunkan untuk makan sama-sama, ya? Boleh, Bu. Terima kasih banyak, Keenan menjawab de- ngan anggukan semangat. I a sama sekali ti dak keberatan dengan i de i tu. Begi tu kaki nya kembali ke rumah i ni , se- luruh sistemnya seolah melepas beban dan ketegangan yang menumpanginya sejak berangkat, hingga lelah tubuhnya pun akhi rnya terasa. uhde! unggII bu Ayu. ToIong kumu unLur Keenun dulu, j angan lupa nanti si apkan mi num. Ali s Keenan sedi ki t berkerut. Nama i tu asi ng. Dan se- sosok asi ng yang sedari tadi berdi ri malu di poj ok, tertutup 25 Beli : Panggi lan untuk laki -laki (saudara/ umum). 201 orang-orang, menyeruak keluar. Menatap Keenan sambil se- tengah menunduk. Keenan, kenalkan, i ni Luhde Laksmi . Keponakan saya dari keluarga di Ki ntamani , j elas Pak Wayan. Luhde j uga akan tinggal di sini. Dia dititipkan oleh bapaknya, Pak Made Suwi tna, yang datang berkunjung waktu tahun baru. Waktu kamu li buran terakhi r kali kemari . I ngat? Keenan mengangguk. I a i ngat Pak Made, sepupu Pak Wayan yang juga koreografer tari Bali yang sangat terkenal. Sej enak i a mengamati Luhde. Seki las, Luhde seperti remaj a perempuan pada umumnya. Tubuhnya mungi l, dan si kap malu-malunya membuat ia tampak makin ringkih. Yang men- cuat adalah rambut panj angnya yang di bi arkan terurai me- lewati bahu hingga menyerupai selendang hitam yang meng- gantung hi ngga pi nggul. Namun, meski tampak ri ngki h dan pemalu, kedua mata besar i tu berbi nar penuh rasa i ngi n tahu. Keenan tertegun. Ada sesuatu yang tak asi ng dari so- sok yang baru pertama kali i a temui i tu. Entah apa. Lagaknya saj a pemalu. Padahal di a banyak tahu, sam- bung Pak Wayan lagi sambi l terkekeh. Muka Luhde langsung memerah. Mari, Beli. Saya antar, ucap Luhde sambi l cepat-cepat berj alan. Meski i a berkata dengan volume pelan, tapi terdengar j elas suara i tu begi tu beni ng seperti embun. Panggi lnya Keenan saj a, sahut Keenan. Dengan sungkan, Luhde mengangguk. I stirahat dulu, Nan. Nanti malam kita bicara-bicara lagi. Santai saja. Kamu tidak perlu ke mana-mana lagi, ujar Pak Wayan sambi l menepuk bahu Keenan. Keenan menatap wajah-wajah itu sekali lagi. Memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi. Sudah terlalu lelah ia ber- mi mpi . 202 Bandung, November 2000 ... Eko memandangi Noni yang sedang membereskan isi lemari pakai annya. Belakangan i ni kegi atan mereka sudah banyak bergeser. I a dan Noni lebi h banyak menghabi skan waktu berdua. Masi h ada beberapa kelompok teman yang seri ng j alan bareng dengan mereka, tapi rasanya ti dak pernah lagi sama. Mau sampai kapan si h kali an di em-di eman begi ni ? Ti ba-ti ba Eko berceletuk. Noni terpaku sejenak. Tapi dengan cepat, ia kembali me- neruskan kegiatannya melipat baju. Maksud kamuaku dan Kugy? I ya, j awab Eko setengah melengos. Memangnya enak kayak begi ni ? Padahal kali an satu kos. Aku kan j adi serba salah mau menempatkan diri. Kamu pacarku, Kugy sahabat- ku, tapi kali an nggak sali ng ngomong. Noni mengangkat bahu. Habi s mau gi mana? Apa kamu nggak li hat kayak apa di a sekarang? Negurnya aj a males. Dagu Noni menunj uk ke arah j endela. Eko menengok sedi ki t ke luar, di li hatnya Kugy baru saj a pulang. Mukanya yang lucu ki ni mengeras sehi ngga ke- li hatan j udes. Matanya cekung seperti orang kelelahan. I a lebi h mi ri p rumah angker. Pendi am, muram, seakan-akan beban duni a ada di pundaknya. Males nggak lu kalo di a tampangnya kayak gi tu ti ap hari , celetuk Noni lagi . Udah deh, Ko. Aku si h merasa percuma. Udah pasti ki ta nggak akan bi sa bali k lagi kayak dulu. Kugy tuh udah berubah banget. Kenapa ya di a? Sej ak ngaj ar di Ali t, terus putus sama Oj os, di a j adi berubah banget. Aku j uga nggak ngerti . Dan di a kayaknya nggak mau terbuka sama aku. Ya, udah. 203 Eko menatap Noni lurus-lurus. Kamu nggak kehilangan, apa? Kenapa si h kamu nggak coba ngedeketi n di a, kek, ngaj ak ngobrol pelan-pelan, kek .... Noni bali k menatap Eko. Taj am. Harusnya, di a yang coba ngedeketin aku, ngajak aku ngobrol pelan-pelan, minta muuI kurenu ngguk duLung ke ucuruku. Bukun sebuIIknyu! Eko terdi am. Di bi arkannya Noni kembali si buk dengan mulutnya yang memberengut. Non ..., ucapnya pelan setelah seki an lama heni ng, kamu tahu nggak, ki j ang yang lari nya cepat kayak ki lat, bi sa beku kayak patung kalau ketemu si nga .... Kumu ngguk nyumbung! Maksudku, saki ng ketakutannya ki j ang i tu sama si nga, dia malah kehilangan kemampuannya untuk lari. Dia malah nggak bi sa gerak sama sekali . Terus ... hubungannya apa dengan aku? Pernah nggak kamu kepi ki r, saki ng merasa bersalahnya Kugy sama kamu, dia jadi kayak kijang itu. Dia malah nggak bisa ngapa-ngapain. Dia jadi kaku, diam, dan menutup diri, bukun kurenu dIu yung keIngIn. TuI ILu reeks yung ngguk bi sa di a lawan, saki ng merasa salah sama kamu. Di a j adi takut ngedeketi n kamu. Noni gantian terdiam lama. Lalu, sambil melipat bajunya yang terakhi r, i a pun bergumam, Please deh, Ko. Nggak usah sok nganalisis kayak psikolog. Dari dulu kamu memang selalu ngebelai n di a. Di mata kamu, Kugy memang nggak pernah salah. Dan usai berkata demi ki an, Noni bergegas pergi meni nggalkan kamarnya. Meni nggalkan Eko yang ter- bengong-bengong sendi ri . Bertanya-tanya, apa gerangan yang i a lakukan hi ngga Noni j adi korslet begi tu. 204 Ubud, November 2000 ... Di bawah naungan bale 26 , Keenan diam mematung. I ni ada- lah mi nggu keti ga i a ti nggal di Lodtunduh. Keenan mulai merasa tak ada bedanya dengan gerombolan ayam kampung yang dipelihara Pak Wayan di halaman belakang. Disembelih tidak, dijual telurnya tidak, hanya dibiarkan saja berkeliaran bebas sampai tua. Barangkali Pak Wayan cuma membutuh- kan kehadi ran mereka, suara mereka, gerak-geri k mereka untuk menghi dupkan suasana. Terkadang, Keenan merasa gerombolan ayam itu bahkan lebih berguna dari dirinya. Se- kalipun setiap hari ia berusaha membantu pekerjaan rumah apa pun sebi sanya, tetap i a ti dak merasa berguna. Keenan mulai merasa lelah dan frustrasi dengan semua ini. Kebaikan dan ketulusan Pak Wayan beserta seluruh keluarganya justru membuat i a semaki n ti dak enak hati . Selama ti ga mi nggu, i a hanya menumpang ti dur dan makan. Dan bukan untuk i tu i a seharusnya di si ni . Seharusnya i a ... ber kar ya. Di hadapannya sudah ada kanvas polos, di sampi ngnya berserakan semua peralatan meluki s. Ti ap pagi i a menyi ap- kan perangkat yang sama di tempat yang sama. Namun, belum ada secercah pun dorongan di hati nya. Ti ba-ti ba, dari belakang punggungnya, terdengar sesuatu bergesek dengan lantai kayu. Keenan otomati s menoleh ke belakang. Kaget meli hat Luhde sudah duduk bersi mpuh di tangga bale. Luhde pun sama kagetnya. Tampangnya lang- sung pucat seperti mali ng tertangkap basah. Hai, Tuan Putri. Kok bisa parkir di situ? Kapan muncul- nya? Keenan menyapa sambi l tertawa. Sudahdari tadi, jawab Luhde terbata. Saya mau lihat Keenan meluki s. 26 Balai . 205 Keenan tergelak lagi . Kamu nggak sayang waktu, apa? Karena dari tadi berarti kamu cuma melihat saya melamun, bukan meluki s. Luhde tersenyum. Pelukis yang baik bisa mengungkapkan semuanya, termasuk kekosongan sekali pun, dengan suara- nya yang lembut dan li ri h Luhde berkata. Sej enak, Keenan tertegun. Kamu tuh ... pendi am, tapi sekali nya ngomong kok pi ntar banget, si h. Luhde pun beri ngsut, duduk di sebelah Keenan. Kalau pelukis-pelukis di sini biasanya punya satu sumber inspirasi. Sepanjang hayatnya melukis, mereka akan melukis berdasar- kan sumber yang sama. Tapi j ustru dengan begi tu, mereka bisa mencapai tingkat penjiwaan paling tinggi. Mungkin hal seperti i tu yang perlu Keenan cari . Kembali Keenan terpana mendengar kata-kata Luhde. Sama sekali ti dak menyangka ucapan sedemi ki an bi j ak dan bernas akan meluncur dari mulut gadis tujuh belas tahun di hadapannya. Seperti Poman, i nspi rasi nya adalah sesaj en, akhi rnya semua luki sannya adalah gambar sesaj en. Kalau Poyan, i nspi rasi nya adalah upacara adat. Beli Banyu, sekali pun luki sannya abstrak, tapi sumber i nspi rasi nya sebenarnya adalah corak kai n Bali . Perhati kan saj a semua luki sannya. I ya, kan? dengan asyi k, Luhde berceloteh, Kalau Keenan sudah dapat j odoh-nya, pasti tangannya langsung lancar. Dan luki sannya dari ke hari akan semaki n bagus. Keenan melongo. Jodoh? Setiap pelukis pasti memiliki jodoh-nya masing-masing. Kalau mereka mau bertekun sekali gus berserah, pasti me- reka akan menemukannya. Jadi, Keenan jangan cepat putus asa. Kadang-kadang kanvas kosong j uga bersuara. Tanpa kekosongan, si apa pun ti dak akan bi sa memulai sesuatu, lanj ut Luhde lagi . 206 Kali i ni Keenan ti dak tahan lagi . Sesuatu menyesak di dadanya. Sudah lama i a i ngi n bi cara dengan seseorang ten- tang kesuli tan dan tekanan yang i a alami . Dan mendadak, hari i ni Luhde muncul seperti malai kat penolong yang me- ngetuk pi ntu pertahanannya. Luhde ... saya benar-benar nggak tahu harus mulai dari mana ... saya ... bahkan nggak yaki n saya bi sa meluki s lagi ..., susah payah Keenan ber- kata. Luhde tak langsung merespons. I a mendekati kanvas ko- song di hadapan Keenan. I ni ... anggaplah i ni langi t ..., kat anya ser aya menyent uhkan j emar i nya di kanvas, seperti nya langi t i ni kosong. Tapi ki ta tahu, langi t ti dak pernah kosong. Ada banyak bintang. Bahkan tidak terhingga banyaknya. Keenan harus percaya i tu. Langi t i ni cuma tertutup awan. Kalau Keenan bisa menyibak awan-awan itu, Keenan akan menemukan banyak sekali bi ntang. Dan dari sekian banyak bintang, akan ada satu yang berjodoh dengan ki ta. Saya akan berdoa supaya Keenan cepat menemukan bi ntangnya, ucap Luhde sambi l menundukkan kepala dan menangkupkan tangannya di depan dada. Tak lama, i a beri ngsut menuj u tangga, meni nggalkan Keenan sendi ri an lagi di bale. Sampai senj a, Keenan tak beranj ak dari sana. Berbari ng telentang menghadap langi t, dan mencoba meli hat j auh ke bali k awan, mencari sesuatu di sana. 207 Bandung, Desember 2000 ... Pagi-pagi, sambil menyandang ransel besar yang gemuk ter- isi buku, Kugy berjalan cepat meninggalkan tempat kos yang sepi di ti nggal para penghuni nya untuk berli bur. I a benar- benar ti dak buang waktu. Ti dak ada lagi li buran di agenda- nya. I a kembali mengambil mata kuliah sebanyak-banyaknya di semester pendek. Ki ni fokusnya hanya satu: cepat lulus. Hampir tidak ada lagi yang menahannya di Bandung, se- lai n kampus dan Sakola Ali t. Sebagi an besar i mpi annya, masa-masa bahagi a persahabatannya sudah ti dak ada lagi . Hubungannya dengan Noni tidak mengalami perbaikan. Sa- habat yang di kenalnya sej ak keci l sekarang telah menj adi orang asi ng. Kugy pun merasa sudah berada di puncak keti dak- nyamanan ti nggal di tempat kosnya, dengan j arak hanya satu kamar dengan Noni yang sudah tak pernah bi cara de- ngannya. Ti dak mungki n selamanya i a berlagak seolah-olah Noni ti dak tampak. I a terlalu lelah untuk i tu. Di am-di am, 24. PEMBELI PERTAMA 208 Kugy mulai mencari tempat kos baru yang akan segera i a tempati begi tu semester baru di mulai . Kugy pun nyaris berhenti menulis. Tak peduli lagi dengan ambi si nya menj adi penuli s dongeng. Daya khayalnya ter- ganti kan oleh rangkai an pi ki ran logi s yang bekerj a mekani s bagai robot untuk belaj ar, belaj ar, dan hanya belaj ar. Satu-satunya kegi atan menuli s yang tersi sa hanyalah perahu-perahu kertas yang diapungkannya di kali. Kugy bah- kan merasa surat-surat itulah yang membuat dirinya mampu bertahan waras dan kuat. Ceri ta hati nya pada Neptunus yang entah ada entah ti dak. Tak j adi masalah. Seti ap kali meli hat perahu kertasnya bergerak terbawa arus kali , Kugy kembali bi sa bernapas lega. Hati nya kembali lapang. I a bercerita soal keluh-kesahnya, keresahan batinnya, dan kerinduannya pada semua yang dulu begitu indah. Termasuk keri nduannya pada Keenan. Satu perahu kertas terlipat di dalam kantongnya. Akan ia apungkan di kali nanti sebelum pergi ke kampus. Andai perahu i tu di buka, maka hanya akan terbaca satu paragraf pendek: Neptunus, semua nelayan yang sedang mencar i ar ah akan di ber i petunj uk oleh bi ntang di langi t. Semoga di a menemukan bintangnya dan kembali menemukan jalannya pulang. Ubud, Desember 2000 ... Seti ap pagi , di bale yang sama, kanvas demi kanvas mulai teri si . Jari dan kuas i tu tak pernah berhenti menari -nari , menorehkan gari s dan warna. Awan-awan itu akhirnya berhasil tersibak, dan setiap hari- nya Keenan bertemu dengan langit bersih yang siap dilukisi. 209 Satu benda yang sama selalu menemani nya. Sebuah buku tuli s lecek penuh tuli san tangan. Dulu, tangan mungi l Kugy yang menari-nari di tiap lembarnya. Kisah-kisah petualangan Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Dari teras rumah utama, Luhde di am mengamati bale i tu. Poyan ..., bi si knya pada Pak Wayan. Dia luar biasa berbakat, ya. Lukanya juga mulai sembuh. Dia mulai kembali seperti Keenan yang dulu, komentar Pak Wayan, seolah mengetahui arah pi ki ran Luhde. Luhde tersenyum menatap pamannya. Wajahnya berseri- seri . Keenan sudah menemukan bi ntangnya. Akhi r Desember ti ba. Bali mulai di penuhi oleh turi s, ter- masuk Ubud. Hawa liburan pun ikut merasuk pada Keenan. I a mulai merasa harus sej enak mengambi l cuti si ngkat dari aktivitas kreatifnya yang sangat menggebu-gebu selama sebulan terakhir. Belakangan, ia lebih sering tertidur di bale keti mbang meluki s. Namun, sore i tu, ti dur si angnya ter- ganggu. Badannya ti ba-ti ba di guncang oleh Luhde. Keenun ..., bungun! DI guIerI udu Lumu yung muu keLemu kumu. Ayo ... bungun! Dengan berat, Keenan membuka matanya. Tanpa bi sa mengurai apa gerangan yang terj adi , tangannya sudah di - tari k oleh Luhde, dan tampak Banyu sudah si ap dengan se- peda motor untuk mengantarkannya ke galeri . Suyu nunLI nyusuI! LerIuk uhde berburengun dengun suara deruan motor Banyu yang segera melesat menuj u ga- leri dengan Keenan terbonceng di belakang. Perj alanan dari rumah Pak Wayan ke galeri hanya ti ga menit. Keenan bahkan belum sempat mengumpulkan nyawa- 210 nya. Masi h sambi l agak terhuyung, di a memasuki galeri , menemui Pak Wayan. Ada tamu si apa, Poyan? tanyanya sembari menggosok-gosok mata. Nuh, InI dIu eIukIsnyu. Buru bungun LIdur! Hu-hu-hu ..., Pak Wayan malah menertawai nya keras-keras. Ada seorang laki -laki muda yang berdi ri di sampi ngnya, i kut senyum-senyum. Neci s meski hanya memakai kaus polos dan jins. Tubuhnya tegap dan terawat. Wajah itu bersih dan t ampan. Dari pengamat an seki an det i k, Keenan bi sa menyi mpulkan i a pasti datang dari kota besar di luar Bali , kemungki nan besar Jakarta. Keenan, ini penggemar fanatik lukisanmu, yang membeli luki sanmu pertama kali . Datang j auh-j auh dari Jakarta un- tuk menanyakan karyamu yang baru. Saya yang beri tahu kalau kamu sudah kembali ti nggal di si ni . Tergopoh-gopoh, Keenan l angsung memperkenal kan di ri . Luki san kamu maki n matang sekarang, puj i pri a i tu, saya terkagum-kagum sej ak tadi . Luar bi asa. Teri ma kasi h, sahut Keenan sambi l tersenyum lebar, tak mampu menyembunyi kan rasa senang dan bangga yang seketi ka menyeruak di hati nya. Untuk pertama kali nya i a meli hat ada orang yang menyukai luki sannya dengan tulus. Luki san mana yang ki ra-ki ra Mas suka? tanyanya sopan. Pria itu menebar pandangannya, menyapu lukisan-lukisan Keenan yang terpaj ang mengi tari tempat mereka berdi ri . Juj ur, saya nggak bi sa memi li h. Kalau boleh saya tanya, sebenarnya semua luki san i ni rangkai an ceri ta, ya? Keenan mengangguk-anggukkan kepal a bersemangat. Betul sekali . Tokoh-tokohnya sama, cuma petualangannya saja yang beda-beda. Saya terinspirasi oleh seri petualangan anak-anak karya sahabat saya. Tema lukisan yang saya buat 211 disesuaikan dengan ceritanya. Lebih mirip ilustrasi, jadinya. Hanya saj a dalam bentuk luki san. I tu di a masalahnya, pri a i tu tertawa ri ngan, saya j adi nggak bi sa mi li h. Kalau bi sa, saya kepi ngi n beli semuanya. Jadi saya punya koleksi lengkap. Kalau beli banyak, nanti dapat di skon menari k, Mas, canda Keenan sambi l terkekeh, tapi , kalau boleh tanya balik, sebetulnya apa sih yang membuat Mas tertarik dengan luki san saya? Pri a i tu mengambi l ancang-ancang bi cara. Seolah meng- anti si pasi pertanyaan yang sudah lama i a si apkan j awaban- nya. Pertama, tema lukisan kamu unik. Tidak umum, tulus, dan tanpa pretensi. Kedua, menurut saya, gaya melukis kamu i tu fr esh. Ori si nal. Rapi , i lustrati f, tapi ti dak terasa seperti ilustrasi. Rasanya tetap seperti monumen tersendiri, dan bu- kan pelengkap sesuatu. Keti ga, dan i ni yang pali ng penti ng, luki san kamu punya roh yang kuat. Saya sudah hobi koleksi lukisan sejak lama. Dan bagi saya, lukisan yang bagus adalah luki san yang bi sa membuat orang merenung. Tapi luki san kamu bukan cuma membuat orang merenung, malah bi sa mengundang orang untuk masuk ke duni a kamu. I tu peng- al aman apresasi yang luar bi asa. Kamu perlu tahu, j arang sekali ada luki san yang punya keti ga unsur tadi sekali gus. Keenan menelan ludah. Tidak tahu harus bagaimana me- nanggapi i tu semua. Dengan sangat terpaksa, saya harus mengambi l dua lu- kisan saja hari ini. Tapi pastinya saya akan mengoleksi lebih banyak luki san kamu, sambung pri a i tu lagi , sambi l ber- j alan ke arah luki san yang i a pi li h, berapa harganya? Keenan menelan ludah lagi. Matanya melirik ke arah Pak Wayan, meratap mi nta tolong. 212 Selembar cek bertuli skan 10 j uta tergeletak di atas mej a. Ti dak terlalu susah kan menentukan harga karya sen- diri? Butuh pembiasaan, tapi makin lama nanti kamu makin pi ntar, kok, Pak Wayan tertawa keci l. Keenan geleng-geleng kepala, Saya masih nggak percaya, Poyan. I ni pertama kali nya saya li hat langsung ada orang yang beli lukisan saya. Tiba-tiba Keenan mengambil tangan Pak Wayan, menggenggamnya sambil menundukkan kepala, Poyan ... teri ma kasi h sekali buat semuanya. Saya nggak tahu harus bi lang apa, atau melakukan apa. Kalau Poyan nggak keberatan, saya i ngi n membagi setengah dari pen- j ualan i ni dengan galeri . Dengan cepat, Pak Wayan menggeleng. Nggak, nggak ada i tu. Kamu peluki s baru, dan kamu sudah seperti anak saya sendi ri . Kamu butuh uang i tu untuk bekalmu. Jangan pi ki rkan dulu soal keuntungan galeri . Saya bi sa cari rezeki dari karya saya sendi ri . Kalau memang saya benar-benar butuh bantuanmu, saya akan bi lang. Tapi ti dak sekarang. Oke? uj arnya tegas. Keenan merasa tak punya pi li han selai n mengangguk. Luhde, si ni kamu. Kok malah ngi nti p dari si tu, Pak Wayan memanggi l keponakannya yang sedari tadi hanya berdi ri mengamati dari bali k parti si . Tampak Luhde keluar pelan-pelan sambi l tersenyum malu. Berj alan menghampi ri mereka. Kenapa ngi nti p? Naksi r sama tamu tadi , ya? goda Keenan. Ng ... ngguk! bunLuh uhde, unIk. Eh, benar i tu si Keenan. Nanti kalau kamu cari j odoh, cari yang seperti i tu. Ganteng, sukses, masi h muda ... ci nta senI IugI! ceIeLuk Puk Wuyun sumbII Lerbuhuk. Jungun muu sama yang kayak kita-kita ini. Kantongnya sakit asma, napas- nyu suLu-suLu! 213 Wajah Luhde kian merah jambu. Dalam hatinya, ia sama sekali ti dak sepakat dengan pamannya. Ubud, mal am t ahun bar u 2001 ... Akibat desakan semua orang, Keenan akhirnya setuju mem- beli ponsel. Sambi l duduk di tepi pantai Ji mbaran, i a me- ni mang-ni mang benda keci l yang masi h terasa asi ng di ta- ngannya. Tidak banyak data nomor telepon yang tersimpan di pon- selnya. Hanya keluarga di Bali dan beberapa nama yang i a pi ndahkan dari buku alamatnya yang lama. Keenan meli ri k j am di layar ponselnya. Li ma meni t se- belum pergantian tahun. Suara di belakangnya makin ingar- bi ngar, berlomba dengan suara ombak yang terdengar dari depan. Jempolnya bergerak, mencari satu nama i tu. Dan begi tu nama i tu muncul di layar, i a tertegun sendi ri . Bati n- nya menyapa spontan: Apa kabar kamu, Keci l? Mendadak Keenan geli sah. I a ti dak yaki n apakah nomor i tu masi h berlaku. Namun, entah mengapa, ada desakan kuat untuk ... i a memencet tombol hi j au bergambar si mbol telepon ... connecting. Keenan mengamati lekat satu kata itu berkedi p dan berpendar di layarnya. Bi sakah i a berbi cara? Sanggupkah ia ...? Tidak. Keenan memejamkan mata, jempol- nya memencet tombol merah. Di sconnecti ng. Jakar t a, mal am t ahun bar u 2001 ... Sebagi an besar keluarganya tengah berkumpul di depan teve. Sebagi an yang beracara sedang asyi k bermalam tahun baru di berbagai tempat. Kugy termasuk yang berkumpul di 214 depan teve. Selain karena tidak ada undangan apa-apa untuk- nya, ia memang malas keluar. Rasanya tidak ada yang lebih menyenangkan selai n selonj oran kaki di sofa, makan ce- mi lan, sambi l mengomentari apa pun yang muncul di layar kaca lalu tertawa-tawa sendi ri . Ti ba-ti ba Kugy terduduk tegak. HP aku bunyi , ya? Bukan. I tu suara dari teve, komentar Kevi n pendek. HP aku di mana, sih? Kugy mulai membongkari bantal- bantal sofa. Kev, ayo berdi ri bentar, Kugy mendorong tu- buh kakaknya, kayaknya di duduki n sama kamu. Ngguk mungkIn! PunLuLku sensILII. PusLI kerusu kuIo udu yang ganj al, cetus Kevi n asal. Tapi Kugy ti dak menyerah. I a terus mendorong tubuh Kevi n dan mencari -cari di sela-sela sofa. Aduh, Gy! Auun sIh, nIh! Nyodok-nyodok ngguk jeIus! Gunggu, Luuk! omeI KevIn. NIh, bener, kun? Huuuh! So much for sensi ti vi ty! Di et uju duIu bIur unLuLnyu kecIIun! Kugy Iungsung mengecek ponselnya yang di temukan persi s di bawah Kevi n. Kening Kugy berkerut. Nomor yang tak ia kenal. Namun, matanya tak lepas mengamati deretan angka i tu. Rasanya ada sesuatu di sana. Kugy pun mengi ri m pesan: I ni si apa? Satu j am berlalu. Pesan i tu ti dak di balas. Lena membuka pi ntu kamarnya, mendapatkan suami nya masi h terduduk di depan teve yang menyala. Adri, kamu belum mau tidur? Sudah jam dua pagi, lho, katanya sambi l menguap. Pria itu mendongak sejenak, mendapatkan istrinya sudah berki mono dengan muka mengantuk. Sebentar lagi . Kamu 215 duluan saj a ti dur. Acara tevenya bagus. Nanti saya nyusul kalau sudah selesai , oke? j awabnya lugas. Lena mengi nti p layar teve seki las. Ti dak yaki n dengan arti bagus yang dimaksud oleh suaminya. Tapi ia memilih untuk ti dak mempermasalahkan dan kembali ke kamar. Sepeni nggal i stri nya, Adri kembali menatap teve dengan pandangan kosong, seperti yang i a lakukan sedari berj am- j am yang lalu. Di dalam kepalanya ada program yang ber- j alan sendi ri . Kenangan, pertanyaan, lamunan tentang satu orang. Keenan. Keenan ... di mana kamu sekar ang, Nak? Ber tahun bar u di mana? Apakah kamu kesepian? Kelapar an? Kedinginan? Dan ia hanya bisa menyapa dan menanyakan itu semua da- lam hati . Dalam kesunyi an. Dalam keti adaan. Setengah mati , Adri berusaha menahan. Hi ngga pada satu ti ti k rasanya ti dak lagi tertahankan. Dan sebuti r ai r mata pun berguli r di pi pi nya. 216 Bandung, Januar i 2001 ... Belum genap semi nggu kepi ndahannya ke tempat kos baru. Kugy masi h menyesuai kan di ri dengan li ngkungan dan suasana yang berbeda. Jarak tempat kosnya kini lebih dekat ke kampus, sehi ngga Kugy maki n leluasa untuk bolak-bali k. Pas dengan programnya yang i ngi n secepat-cepatnya lulus. Belum semua barang-barangnya tertata dengan rapi . Se- ti ap sore, Kugy menci ci l beres-beres sendi ri an. Dan, entah mengapa, i a mulai meni kmati kesendi ri an i ni . Sepi i ni . Sudu! Yu-huu! Kulonuwun! Terdengar teri akan ma- nusi a yang mengganggu gendang teli nga. Kugy segera meletakkan buku-bukunya dan bergegas me- nuj u pi ntu. Eko? Benar saj a. Begi tu pi ntu di buka, tampaklah Eko dengan cengIrun Ieburnyu yung khus. HuI, MoLher AIIen! EKO? Kugy tercengang seperti betulan meli hat ali en. Koktahu gua di si ni ? Tanya sama anak-anaklah, jawab Eko ri ngan, gua tadi ti ba-ti ba i nget lu. Jadi kepi ngi n nengok. Kangen gua. 25. HADIAH DARI HATI 217 Kugy menghela napas, dibarengi senyum cerah yang lang- sung mengembang. Gua j uga kangen sama elu, sahutnya sungguh-sungguh. SInI Iu, gIIu! Dengun gerukun ceuL Eko merungkuIkun tangannya ke leher Kugy dan mengacak-acak rambutnya. Mereka berdua tertawa-tawa. Ada yang perlu gua bantu, nggak, Gy? Lu pasti masi h beres-beres, kan? Bantui n beresi n buku sambi l bayari n gua makan nanti malam, yuk. Eko langsung memonyongkan mulut. Monyet, dumel- nya, yang begi ni ni h yang bi ki n orang nyesel. Kugy t er bahak ker as. Sel amat dat ang di j ebakan BuLmun! Tak lama kemudi an, keduanya sudah berj ongkok sambi l membereskan si sa barang Kugy yang masi h berserakan di lantai . Noni tahu lu ke si ni , Ko? Ti ba-ti ba Kugy bertanya. Nggak. Tapi nanti gua bi lang ke di a, j awab Eko, kenapa? Nggak pa-pa. Mmm .... Kugy menghentikan kegiatannya sej enak, meni mbang-ni mbang apakah akan meneruskan kali matnya atau ti dak. Yes? tanya Eko lagi . Selama i ni gua ngi ra, lu i kut ngej auhi n gua. Walaupun gua sebetulnya pi ngi n banget bi sa ngobrol dan dekat sama lu kayak dulu, tapi yah, gua ngerti posisi lu yang serba sulit, karena lu pacarnya Noni , dan mau nggak mau harus memperti mbangkan perasaan di a, j elas Kugy li ri h. Tapi , j uj ur, gua kehi langan banget sama kali an berdua. You know what, Gy? Eko menatapnya lurus-lurus, Gua seneng dan lega lu akhi rnya pi ndah kos. Karena seti daknya gua punya jarak yang lumayan netral untuk bisa dekat sama lu lagi . Gua bi sa temenan sama lu, ngunj ungi n lu sekali -se- 218 kuII, Lunu guu hurus kesereL-sereL konIk Iu sumu NonI. Gua j uga kehi langan banget sama lu. Sekarang ini Noni masih berproses menyembuhkan sakit hatinya. Gua nggak tahu sampai berapa lama. Dan walaupun dia pacar gua, dan gua temenan sama lu dari kita ABG, gua nggak mau mencampuri urusan kali an berdua. Gua percaya kali an akan punya j alan sendi ri untuk menyelesai kan ma- salah kalian. Yang penting buat gua sekarang, gua bisa tetap dekat dengan kalian berdua, sesuai dengan apa yang selama ini kita semua jalankan. Noni pacar gua, dan lu sahabat baik gua. Apa pun yang terj adi di antara kali an berdua, nggak akan mengubah arti lu dan Noni buat gua, lanj ut Eko tegas. Kugy terdiam. Kehilangan kata-kata. Makasih, Ko, ucap- nya setengah berbi si k, seumur hi dup, gua nggak pernah bi sa membayangkan jadi melankoli s di depan lu, tapi ... ke- datangan lu hari ini, dan apa yang barusan lu bilang, adalah hal teri ndah dalam hi dup gua sepanj ang tahun i ni . Eko tersenyum keci l. Namun, dalam hi tungan deti k, se- nyumannya si rna. Si alan ... tahun i ni kan baru j alan seuIuh hurI! Terung uju guu judI yung uIIng Induh, monyong! Uduh guu bunLuIn Iu beres-beres, dIsuruh LrukLIr Iu mukun, IugI! KeuruuuL! Tawa mereka berdua pecah seketi ka. Tahun i ni baru j alan sepuluh hari , dan lu udah berhasi l guu jebuk duu kuII! nI erLundu buruk buuL hIdu Iu, Ko .... Kugy tergelak-gelak di lantai . Yup, dan mimpi buruk gua sudah akan dimulai sebentar IugI. uur, nIh. Mukun, yuk! Eko bungkIL berdIrI. Lho, kamar gua kan belum beres? protes Kugy. Lu aj a sama keluarga melankoli s lu yang beresi n, Eko terkekeh. Eh, ada recehan buat angkot, nggak? Lu nggak bawa Fuad? 219 Ada. Tapi begi tu nyampe di depan kos lu, di a langsung mogok gitu. Jadi, paling gua titip Fuad dulu di depan, nanti pas mau pulang, gua mi nta tolong lu buat dorongi n di ki t. Ya? Kugy memandang Eko geram. Kok, gua mulai merasa gua yang si al? Ubud, Febr uar i 2001 ... Sebuah halaman baru resmi terbuka untuknya. Keenan men- jalani hidup dengan ritme baru. Sepanjang hari kegiatannya tak pernah lepas dari berkesenian dan berupacara, layaknya anggota keluarga yang lai n. Ji ka tak si buk meluki s, i a tak pernah luput membantu keluarga Pak Wayan, dari mulai upacara ngagah hi ngga ngaben. Ki ni , dengan fasi h Keenan memakai udeng dan sarung Bali ke mana-mana. I a lebi h banyak berteman dengan pemuda-pemuda asli , sesekali i kut nonton sabung ayam, membaur bersama mereka tanpa merasa ri si dan cang- gung. Namun, dari semua orang, Pak Wayanlah yang pali ng bahagia dengan kehadiran anggota keluarga baru ini. Keenan sudah di anggap putranya sendi ri , seorang anak yang selalu ia dambakan dan bisa ia banggakan. Keenan, yang tak hanya berbakat di seni lukis, ternyata bisa memahat dengan halus. Dengan cepat, i a mempelaj ari uki ran-uki ran dasar Bali se- perti patr a kuta mesi r , taluh kakul, dan pungelan. Bahkan kemampuannya melebi hi seni man-seni man muda setempat yang seri ng berlati h di studi o keluarga Pak Wayan. Keti ka luki san Keenan di puj i -puj i orang, Pak Wayanlah yang merasa pali ng tersanj ung. Tanpa ragu dan permi si dulu, i a selalu mengenalkan Keenan dengan berkata: Ni ki 220 putr an ti ti ange ane lanang 27 , I Wayan Keenan. Alhasi l, Keenan yang terbengong-bengong mendengar nama barunya i tu. Ji ka tak sedang pergi ke mana-mana, Keenan hanya menghabi skan waktunya di bale. Meluki s, atau sekadar mengobrol dengan Luhde yang selalu seti a menemani nya. Keenan harus mulai belaj ar bahasa Bali . Dengan gaya- nya yang dewasa, Luhde mulai menasi hati . Boleh. Aj ari n, dong, tantang Keenan. Cobu IkuLI suyu, yu! uhde berdehem, Cang boj ok 28 ... Cang boj ok ... ... car e boj og. 29
Dengan patuh dan serius, Keenan mengikuti, Cang bojok
car e boj og. Pi ntar, Luhde manggut-manggut sambi l menahan se- nyum. Arti nya apa? tanya Keenan. Tawa Luhde menyembur. Artinya: saya jelek seperti mo- nyeL! serunyu, IuIu Lerbuhuk-buhuk sendIrI. Keenan gant i an manggut -manggut . Oooh ... i ya. Memang, si h. Tawa Luhde kontan berhenti . Udah deh, kamu tuh nggak pantes j ahi l i n orang, Keenan terkekeh. Makanya, nulis aja. Kan katanya mau jadi penuli s terkenal. Luhde tersenyum, I ya. Nanti seperti Keenan dan teman- nya. Saya menuli s ceri ta, lalu Keenan buatkan luki san. Ucapan Luhde seperti membekukan udara. Keenan pun terpaku. 27 I ni anak laki -laki saya yang pali ng besar. 28 Saya j elek. 29 Seperti monyet. 221 Luhde yang ti dak menyadari perubahan i tu, terus ber- celoteh, Di keluarga saya, semua orang bi sa bi ki n macam- macam. Beli Banyu pandai memahat, Beli Agung pandai meluki s, semua kakak kandung saya penari hebat. Cuma saya yang ti dak seperti mereka. Tapi , menurut Poyan, se- sungguhnya kata-kata j uga bi sa di luki s, di uki r, bahkan di - tari kan. Jadi , saya tetap bi sa meluki s kata-kata sei ndah lu- ki san, menguki r kata-kata secanti k uki ran, dan membuat kata-kata menari gemulai seperti tari an. Saya setuju dengan Poyan. Kamu punya bakat itu, tanpa harus banyak usaha. Saya sendi ri seri ng terpesona dengan kata-kata kamu, puj i Keenan tulus. Dan ... kamu seri ng mengi ngatkan saya pada seseorang. Kenangan i tu cuma hantu di sudut pi ki r. Selama ki ta cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia tetap j adi hantu. Nggak akan pernah j adi kenyataan. Keenan tersentak dengan ucapan Luhde yang sama sekali ti dak i a duga. Begi tu j uga dengan Luhde, yang seperti nya pun ti dak berencana untuk melontarkan kali mat i tu. Maaf, ya. Saya bukan bermaksud lancang, ucap Luhde cepat, tapi ... kalau boleh tahu, siapa sih yang menulis buku i tu? tanyanya sehati -hati mungki n. Soalnya, saya per- hati kan, Keenan nggak bi sa meluki s kalau buku i tu nggak ada di dekat-dekat Keenan. Di a sahabat saya waktu kuli ah, j awab Keenan pendek. Orangnya pasti pi ntar dan j i wanya halus, komentar Luhde lagi . Keenan ti dak menj awab. Sahabat kamu i tu perempuan, ya? I ya. Kali an pasti sangat dekat, ya? Dulu si h i ya. Kapan-kapan, boleh nggak saya di kenalkan sama di a? 222 Kali ini Keenan mendongak, mengadu matanya langsung dengan Luhde. Untuk soal yang satu i tu, saya nggak bi sa j anj i , sahutnya ketus. Kenapa? Karena saya nggak yaki n akan ketemu di a lagi . Masi h banyak pertanyaan yang terpendam dalam benak Luhde, pertanyaan yang sudah i a tumpuk dan si mpan sejak l ama. Namun, nada pahi t yang terl ontar dari kal i mat terakhir Keenan tadi membuat ia urung mengungkapkannya. Mungki n memang t ak per l u i a menget ahui . Hanya memahami . Karena tanpa perlu berkata-kata, Keenan telah berceri ta banyak dari luki sannya, dari kesehari annya, dari di amnya. Lebi h dari yang Keenan sadari . Jakar t a, Febr uar i 2001 ... Sekeluarnya dari ruang i tu, Lena membaca lagi lembaran hasil laboratorium yang baru saja dianalisis dokter beberapa meni t yang lalu, yang membuat suami nya di olehi -olehi se- deret resep obat dan beraneka petuah i ni -i tu. Kok, bi sa begi ni , si h? Padahal kamu selalu di bawakan makan dari rumah. Kegi atan kamu j uga nggak banyak ber- ubah. Aku nggak ngerti , deh, Lena geleng-geleng kepala sendi ri . Memangnya ada sesuatu yang aku nggak tahu? Adri menyalakan mesi n mobi l. Maksud kamu? Tadi dokter bi lang, bi sa j adi karena faktor stres. Mung- ki n nggak kamu stres tentang sesuatu, dan kamu belum ceri ta ke aku? tanya Lena lagi . Ah, stres apa? Sekarang semua penyaki t di bi langnya gara-gara stres, komentar suami nya sambi l mel engos. Nggak ada apa-apa, kok. 223 Sepanj ang perj alanan, dalam kompartemen pi ki rannya, Ardi menyadari sesuatu. I a bisa memilih tidak terbuka pada dokter, bahkan i stri nya, tapi i a ti dak bi sa membohongi dirinya sendiri. Satu hal tidak pernah lepas dari pikirannya, menggerogoti nya dari dalam secara pelan-pelan. Keenan. Ubud, Mar et 2001 ... Luhde sedang menyeduhkan kopi kayu mani s bagi seluruh keluarga. Kegi atan ruti nnya seti ap hari , seti ap sore. Dan i a nyari s menumpahkan termos beri si ai r panas yang sedang i a pegang, karena ti ba-ti ba Keenan muncul dari belakang, memegang kedua bahunya. Hei , mi nggu depan kamu ulang tahun, ya? tembak Keenan langsung. Luhde membali k badan. Waj ahnya sekonyong-konyong cerah. Keenan kok tahu? Di beri tahu si apa? Banyu. Keenan pun tersenyum, Mau delapan belas ta- hun, ya? Udah bukan anak keci l lagi , ni h, godanya. Kamu mau kado apa? Li psti k? Parfum? Luhde tersipu. Nggak. Saya nggak mau yang seperti itu, uj arnya sambi l menangkupkan kedua tangannya di pi pi . Lho, kenapa? Kan biasanya perempuan seusia kamu mu- lai kepingin dandan. Atau mau dibeliin baju? Nanti kita cari ke Kuta, yuk. Luhde tambah kuat menggelengkan kepala. Nggak ... ngguk muu! Tungunnyu sekurung suduh menuLu muku. Oke, oke. Jadi , maunya apa? Buku? Luhde terdiam sejenak. Berpikir. Pelan-pelan, ia menurun- kan kedua tangannya dari pi pi . Saya sudah tahu, katanya pelan. Dan Luhde pun mengutas senyum. Satu senyum yang 224 mengubah waj ah lucunya menj adi canti k dan ... dewasa. Saya i ngi n, satu karya Keenan yang di buat dengan se- penuh hati , ucap Luhde. Jerni h dan j elas. Keenan terenyak. Pertama, oleh kecanti kan Luhde yang tak pernah i a sadari sebelumnya. Dan kedua, oleh kali mat yang meski ia pahami betul maksudnya, rasanya tak sanggup i a penuhi . Keenan menelan ludah. Semua luki san saya di - buat dengan sepenuh hati . Kalau kamu mengi ngi nkan salah satu di antaranya, kamu boleh pi li h yang mana aj a. Atau kalau kamu mau di buatkan khusus, saya j uga bersedi a me- luki s untuk kamu. Luhde menggeleng lembut. Semua lukisan itu dibuat de- ngan ci nta Keenan pada seni . Tapi ada satu yang berbeda. Begi tu saya meli hatnya, saya sampai meni ti kkan ai r mata. Yang satu itu ... indah sekali. Dan dia menjadi indah karena Keenan membuatnya dengan ci nta yang lebi h dalam dari sekadar ci nta Keenan pada seni . Kal i i ni Keenan kehi l angan kemampuan unt uk merespons. Dalam sekej ap, Luhde berubah menj adi gadi s remaj a yang pemalu. Saya cuma i ngi n menyi mpannya. Ti dak ada maksud lain. Kalau memang tidak mungkin, juga tidak apa- apa. Maaf ya kalau saya sering lancang sama Keenan, tutur- nya dengan nada sesal. Cepat, Luhde mengangkat baki berisi cangki r-cangki r kopi i tu dan berlalu dari sana. Keenan tertegun di tempat. Satu dilema besar menyerang hati nya. Di lema yang sebelumnya tak pernah ada. 225 Ubud, Mar et 2001 ... Malam menj elang petang, saat semua orang sudah terlelap, seseorang masi h berada di luar kamarnya. Menatap langi t malam yang jernih, yang memunculkan serakan bintang tak terhi ngga banyaknya. Keenan duduk sendi ri an dengan posi si menengadah. I a ingin mengenang malam-malam seperti ini, saat ia berbaring di atap kamarnya di Bandung, menikmati jernih dan luasnya angkasa, memi ki rkan orang yang sama. Di tangannya tergenggam sebuah pahatan kayu sebesar genggaman tangan. Sesuatu yang ia buat setahun lebih yang lalu. Sesuatu yang tak pernah i a sempat beri kan. Sesuatu yang i a bersi hkan hampi r seti ap hari , tapi cuma bi sa di - ni kmati sendi ri . Pahatan i tu berbentuk hati yang di penuhi reli ef abstrak menyerupai gelombang ai r di seluruh per- mukaannya. Begi tu rapi dan detai l. Keti ka membuatnya, le- her Keenan sampai saki t selama satu mi nggu. I a tersenyum sendi ri an mengi ngatnya. 26. LEMBARAN BARU 226 Diamati dan dirabanya lagi relief itu. Di antara motif ge- lombang ai r tadi , tersembunyi lah dua i ni si al yang kalau di - amati dengan saksama baru terbaca: K & K. Mendadak, terdengar bunyi angin yang bertiup bagai seru- li ng. Menggoyangkan kentungan-kentungan bambu yang tergantung di tepi atap, yang seketi ka melantunkan be- bunyi an merdu. Keenan bergi di k kedi ngi nan saat angi n i tu mengembusi kuli tnya. Namun, i a masi h belum i ngi n beran- j ak. I a teri ngat bebunyi an i tu. Lebi h dari setahun yang lalu, bercampur dengan satu lagu yang dulu ia putar hampir tiap malam saat memahat sendi ri an di si ni . Lagu yang selalu mengingatkannya pada orang yang sama. Pelan, hanya untuk di dengar di ri nya sendi ri , Keenan mulai bersenandung: And my bi tter pi ll to swallow i s the si lence that I keep/ That poi sons me, I cant swi m fr ee/ The r i ver i s too deep/ I am no wor se i n love wi th your ghost/ I n love wi th your ghost ... Nada terakhi rnya menggantung di udara. Menyi sakan suara bambu dan suara-suara dalam kepalanya. Keenan ter- i ngat kata-kata Luhde. Kenangan hanyalah hantu di sudut pikir. Dan selama ini, ia telah memelihara sebuah cinta pada kenangan, pada wujud yang tak lebih dari bayangan, sekali- pun Kugy adalah bayangan teri ndah yang pernah hi dup da- lam hati nya. Keenan memej amkan mata. Meresapi peri h yang me- rasuki seluruh sel tubuh. Namun, ia pun tahu, sudah saatnya i a melepaskan bayangan i tu. Keenan mengecup pelan pa- hatannya. Keci l ... mungki n i ni memang bukan untuk kamu, bisiknya. Baru sekali itu Keenan merasakan perihnya perpi sahan yang di lakukan sendi ri an. 227 Hari hampi r pagi . Kokok ayam sudah terdengar dari ber- bagai j urusan. Semburat matahari mulai terli hat, perlahan menggeser j erni h langi t malam dan bi ntang-bi ntang. Keenan tahu kamar i tu ti dak di kunci . Dan i a pun ti dak berni at membangunkan si empunya kamar. Hati -hati , i a membuka pi ntu kayu i tu. Melangkah sepelan mungki n. Tampak Luhde tertidur pulas dengan wajah damai, tubuh- nya terbungkus seli mut sampai leher, dan rambutnya yang panj ang tergerai bebas di atas bantal. Dengan gerakan serba lambat karena tak ingin menimbul- kan suara, Keenan meletakkan pahatan kayu tadi di sebelah Luhde, lalu berkata li ri h, Selamat ulang tahun .... Bandung, Mei 2001 ... Eko kembali j anj i an dengan Kugy di Pemadam Kelaparan. Makan si ang bersama, seperti yang bi asa mereka lakukan seti daknya dua kali semi nggu belakangan i ni . Sebuah ri tme baru yang benar-benar menj adi oasi s bagi Kugy setelah se- ki an lama. Ekolah satu-satunya sahabat terdekat bagi nya sekarang. Siang itu, Kugy membahas rencana pengambilan SKS-nya dua semester ke depan. Apa yang i a rencanakan membuat Eko tercengang-cengang. Bungk Lokek! JudI Iu ngujuIn semInur durI semesLer i ni ? Mata Eko seperti mau lompat keluar dari wadahnya. Terus ... semester depan lu udah bi sa skri psi ? Kugy mengangguk sambi l tersenyum-senyum keci l. Wah, Gy ... waaah ... Eko geleng-geleng kepala, I ni kurung ujur numunyu. Ngguk soun! Dun InI ngguk eIu bungeL! Kugy memperlebar cengi rannya. Coba tolong di perj elas, 228 maksudnya nggak elu banget i tu, apa? Gua tahu, lu kalo udah terobsesi sama sesuatu memang kayak orang kesurupan j i n Prambanan, suka raj i n nggak kIru-kIru. TuI ... InI ... bIdung ukudemIs IormuI, Gy! Munu pernah lu segi la i ni sama sekolah? Napsu banget si h pi ngi n ceeL beres! nI ngguk normuI, Luuuuk! omeI Eko unjung lebar. Kugy terbahak. Berarti , selama i ni ki ta temenan sej ak SMP masi h belum cukup untuk lu memahami gua luar da- lam. Gua napsu pi ngi n cepet lulus bukan karena gua ci nta kuli ah. Justru gua pi ngi n cepat-cepat keluar, makanya gua ngebut gi la-gi laan. Eko mengeluarkan ooh panjang. Matanya mendelik pe- nuh arti . Jadi ... ceri tanya ada yang mau kabur dari sesuatu, ni h? Kugy mengerutkan keni ng, Kabur apaan, si h. Namun, sesuat u t er sent i l di dal am hat i nya ol eh ucapan Eko barusan. Ai r muka Eko berubah seri us. Gy, gua nggak pernah mau tanya macem-macem sama lu karena gua menghargai pr i vacy lu. Gua tahu lu bukan ti pe orang yang di ki t-di ki t curhat. Jadi, selama ini gua lebih banyak nunggu bola. Kalo lu mau ceri ta, ya syukur. Kalo nggak, gua j uga nggak akan maksa. Tapi , please, gua cuma mau tanya satu hal: ada apa dengan lu sejak setahun yang lalu? Lu berubah drasti s, me- nari k di ri , dan ki ta nggak pernah tahu kenapa. Lama Kugy menatap Eko, tanpa bi sa bersuara. Di teng- gorokannya sudah membuncah aneka cerita yang siap mun- tah keluar. Namun, lagi -lagi , i a merasa lumpuh. Kugy pun menggeleng sambil tersenyum tipis, Sori, ya, Ko. Gua masih belum bi sa ceri ta. Eko menghela napas panj ang. Lu nggak kangen masa- masa geng mi dni ght ki ta zaman dulu, apa? 229 Kangen, j awab Kugy pelan, tapi gua j uga nggak ke- beratan dengan kondi si sekarang. Kadang-kadang, rasanya lebi h enak malah. Lebi h lega. Terserah, deh, sahut Eko seraya mengangkat bahu. Keduanya terdi am. Gua kangen Keenan, kata Eko ti ba-ti ba. Di a ke mana, ya? Hati Kugy seperti kena setrum di gardu li stri k begi tu mendengar nama i tu di sebut. Sebi sa mungki n, i a berusaha tampak tenang dan tak terpengaruh. Lu kan sepupunya, nggak bi sa tanya keluarganya yang di Jakarta? Keluarganya aj a nggak tahu di a di mana. Oh, gumam Kugy pendek. Meski ai r mukanya tak ber- ubah, tapi ti mbul gelombang besar dalam hati nya. Lu unuk kuyuk hIIung dIcuIIk UO. Ngguk udu bekus! Gi la, ya. Kok bi sa gi tu, si h? Gua nggak ngerti ... tahu-tahu Eko mendongak menatap Kugy, lu berdua tuh emang orang uneh! Yung suLu uduh mIngguL, yung suLu nIuL kubur! Kenuu si h lu pada? Kugy tak kuat menahan senyum meli hat sewotnya Eko. Marah-marah kayak gi tu pertanda sayang, tauk. Sayang-sayang ... nyebelin lu, Gy, sahut Eko sambil ma- nyun. Tapi gua masi h bermi nat kok j adi temen lu lamaan di ki t. Mungki n karena sayang, atau mungki n karena pada dasarnya gua hobi mengoleksi spesies langka dan jelek kayak lu. Kugy tertawa. I love you, too. DIem! Ubud, Okt ober 2001 ... Ti dak sampai setahun. Luki san Keenan mulai ramai di - bicarakan orang. Namanya mulai beredar di kalangan galeri 230 dan kolektor. Namun, Keenan belum berminat untuk masuk ke pasaran galeri Jakarta, i a bertahan di galeri Pak Wayan di Ubud. Beberapa kolektor yang pernah membeli karyanya dengan raj i n menanyakan luki sannya yang terbaru, dan pe- mi nat baru yang tertari k pada karyanya j uga terus ber- tambah. Namun, ti dak ada yang segesi t kolektor yang satu i tu. Pembeli luki sannya yang pertama. I a bahkan seolah-olah membaca si klus kreati vi tas Keenan. Jarang sekali i a ke- duluan oleh pembeli lain. Sepertinya ia terobsesi untuk me- ngumpulkan seri lengkap dari luki san seri al Keenan yang sekarang mulai di gunj i ngkan di mana-mana. Keenan sendiri merasa lucu ketika tahu lukisannya men- j adi perebutan dan perbi ncangan. Di hadapannya terbuka buku tabungan yang baru di bukakan oleh Pak Wayan. Se- telah mengalami masa-masa tersuli tnya di Bandung, i a tak pernah bermi mpi akan punya uang sebanyak i tu. Dan ti ba- tiba Keenan tergerak untuk bertanya, Poyan ... apa jadinya kalau saya tahu-tahu mentok? Jenuh? Atau ... gimana kalau orang-orang i tu yang bosan dengan luki san saya? Pak Wayan terkekeh pelan mendengar pertanyaan itu. I a menarik kursi lalu duduk di hadapan Keenan. Kita memang ti dak pernah bi sa menduga selera kolektor. Ki ta j uga ti dak pernah bi sa mengendali kan pendapat kurator. Mereka i tu musiman seperti buah, jawab Pak Wayan sambil tersenyum lebar, tapi , kekhawati ran kamu ada benarnya. Sebenarnya di ri ki ta sendi ri lah yang pali ng susah di duga. Akan ada satu saat kamu akan bertanya: pergi ke mana semua i nspi rasi ku? Ti ba-ti ba kamu merasa di ti nggal pergi . Hanya bi sa di am, ti dak lagi berkarya. Keri ng. Tapi ti dak selalu i tu berarti kamu harus mencari obj ek atau sumber i nspi rasi baru. Sama seperti j odoh, Nan. Kalau punya ma- salah, ti dak berarti harus cari pacar baru, kan? Tapi rasa 231 ci nta kamu yang harus di perbarui . Ci nta bi sa tumbuh sen- di ri , tapi bukan j ami nan bakal langgeng selamanya, apalagi kalau ti dak di peli hara. Mengerti kamu? Karena ti dak yaki n, Keenan memi li h untuk menggeleng. Pak Wayan berpi ki r sej enak. Begi ni . Sekarang kamu se- dang menj ali n ci nta dengan Jenderal Pi li k. Ceri ta-ceri ta i tu menjadi sumber inspirasi kamu. Jodohmu. Supaya Jenderal Pi li k bukan cuma hi dup di buku tuli s i tu, melai nkan di hati kamu, ci nta i tu harus di peli hara. Selama Jenderal Pi li k be- lum benar-benar hi dup dan mendarah dagi ng bersama kamu, selama i tu kamu harus selalu hati -hati . Mengerti ? Kali i ni Keenan mengangguk. Namun, i a tak menduga, betapa dalam makna yang tersembunyi dari percakapan sore i tu. Jakar t a, mal am t ahun bar u 2002 ... Saat semua orang rumahnya sudah terti dur. Kugy memi li h tetap terj aga di teras depan. Bertemankan obat nyamuk bakar dan Santai , anji ng basset cokelatnya, yang sedari tadi terti dur santai di kaki nya. Dua kali tahun baru i a lewatkan tanpa resolusi apa-apa. Berbeda dengan kebiasaannya yang gemar melakukan ritual menuli s target dan khayalan di atas kertas lalu menyem- bunyi kannya di satu tempat untuk di baca lagi pada malam tahun baru berikutnya. Persis seperti Santai yang gemar me- nyembunyi kan tulang di satu tempat, untuk satu hari kem- bali i a gali dan ni kmati . Namun, di hadapannya terl etak secari k kertas dan pulpen. Hanya saj a bukan untuk resolusi . Setelah seki an lama merenung, Kugy pun menyambar pulpen dan mulai menuli s: 232 Neptunus, kali i ni saya benar -benar ber har ap sur at i ni betulan sampai ke laut. Kenapa begi tu? Kar ena saya kepingin jujur : saya kangen sekali. Saya kehilangan sekali. Dan, saya mer asa, malam ini dia dekat sekali dengan laut. Ti ti p salam, ya. Awas kalo nggak di sampei n. Saya mogok j adi agen. Kugy melipat kertas itu menjadi perahu. Baru siang nanti i a bi sa menghanyutkannya di kali dekat rumah. Khusus un- tuk malam i ni , i a harus memi ki rkan cara lai n. Kugy lalu mendekapkan surat i tu di dadanya. Memej amkan mata. Mengkhayalkan bentangan laut luas dan suara ombak. I a pernah bi lang pada Keenan, suara ombak adalah lagu alam yang pali ng merdu. Dan Kugy ki ni merasa mendengar ombak bersahutan. Di mana pun kamu ... semoga pesan i ni sampai , meski tanpa per ahu ... aku sangat kehi langan kamu. Sanur , mal am t ahun bar u 2002 ... Di tepi pantai , Keenan melamun menatap ombak laut. Me- nyadari bahwa akan selalu ada saat di mana ia merasa harus berhenti , memi ki rkan sosok satu i tu. Kamu pasti senang sekali kalau bi sa di si ni ... dekat de- ngan laut ... kamu per nah bi lang, suar a ombak adalah lagu alam yang pali ng mer du. Napas Keenan menghela panj ang. Sedang apa kamu sekar ang, Keci l? Keenun! Suuru seorung rIu memunggIInyu. DIIkuLI de- ngan suara perempuan yang j uga memanggi l namanya. Keenan kembali di i ngatkan, i a sedang berada di tengah-te- ngah pesta tahun baru di rumah mi li k teman bai k Pak Wayan. Halaman belakang yang langsung menghadap pantai memungki nkannya untuk sej enak meni kmati keluasan i ni 233 tanpa perlu di usi k kerumunan orang. Nan, ayo, ke dalam sebentar. Kamu di cari Pak Wayan, aj ak pri a i tu. Sementara Luhde langsung beri ngsut ke si si Keenan dan merangkul lengannya. I a begitu bersinar dan ceria malam ini. Untuk pertama kali nya, Luhde menghadi ri sebuah pesta. Namun, yang paling membahagiakannya adalah semata-mata i a bi sa mel ewat kan pengal aman per t ama i ni dengan Keenan. Maaf, ya. Saya sempat keluar sebentar dan ni nggali n kamu. Nggak pa-pa, kan? kata Keenan seraya mengelus pe- lan punggung tangan Luhde. Ti dak apa-apa, dari tadi saya di temani ngobrol, Luhde meli ri k pri a di sebelahnya. Keenan tertawa keci l, Teri ma kasi h udah mau di ti ti pi n Luhde, Mas. Semoga nggak kapok. No pr oblem. Seru kok ngobrol sama Luhde. Pi ntar, dan banyak kej utan, sahut pri a i tu sambi l melempar senyum. Hampir otomatis, Luhde langsung menunduk tersipu, se- erLI reeks uLrI muIu yung Iungsung menguncu jIku Ler- senggol. Namun, dalam hati nya, i a senang bukan mai n. Luhde tahu, pria itu bukan orang sembarangan. Dialah pem- beli luki san Keenan yang pertama, dan ki ni pri a i tu dan Keenan tak ubahnya dua orang sahabat. Seti ap kali datang ke Bali , pri a i tu selalu mampi r ke galeri , menyempatkan waktu untuk berj alan-j alan dan ngobrol bersama Keenan dan keluarganya. Dan malam i ni , pri a i tu bahkan memi li h bertahun baru bersama mereka di Bali . Mereka berti ga lalu kembali ke rumah. Sambi l berj alan, Keenan menyempatkan di ri untuk menoleh ke arah laut untuk terakhi r kali nya. Dari kej auhan, si sa ti upan terompet kertas masi h terdengar. Kembali mengi ngatkannya bahwa tahun baru telah di mulai . Lembaran baru telah di buka. 234 Kepalanya pun berputar. Menghadap ke depan. Meni ng- galkan pantai di belakangnya. Jakar t a, Januar i 2002 ... Kugy telah lulus semi nar dengan ni lai A. Dan i a meraya- kannya dengan pulang ke Jakarta setelah berbulan-bulan ti- dak pernah pulang. Pada Mi nggu si ang i tu, seluruh anggota keluarganya komplet berkumpul di ruang teve. Keriuhan dan lemparan celetukan menj adi ci ri khas seti ap kali The K Fami ly berkumpul. Jadi , semester depan kamu ti nggal skri psi , Gy? tanya kakak perempuannya, Kari n. Yup! Kevi i i n ... kok lu lelet, si i i h? D3 tapi udah mau empat tahun dan masi h belum menunj ukkan gej ala kelulusan. Ka- lah sama Kugy yang S1, ti mpal Kari n lagi sambi l menj i tak kepala Kevi n, adi k laki -laki nya. Heh! Yung enLIng husII ukhIr! buIus KevIn. u IIhuL dong, gue kan gaul, penuh prestasi , Kugy kan ner d. Ya te- rang aj a di a cepet kuli ahnya. Nggak ada kegi atan lai n. 27. JANJI ADALAH JANJI 235 Koleksi T-shi r t unILIu uju Iu bIIung resLusI! Kev ... Kev ... celetuk Kugy. Kevi n Si Pani ti a Sej uta Event, Kari n menambahkan sambi l terkekeh. Nah, lu bi ki n kausnya, gi h. Nanti acara apa pun lu cukup pakai satu kaus i tu aj a. I ya, Kev. Kamu tuh kok j adi pani ti a terus toh? Bentar- bentar minta izin nggak kuliah, bilangnya karena jadi panitia gerak j alanlah ... lomba caturlah ... pameran motor ... ke- juaraan bulutangkis ... fashion show ... kok, nggak ada habis- nya, komentar ayahnya sambi l lalu. Terus, kusLunyu segILu Lerus, Pu. PunILIuuu ... Lerus! Kugy terpi ngkal-pi ngkal. u Luh yung uneh! Ngguk usyIk judI munusIu! Buru kuIIuh LIgu Luhun uduh muu skrIsI! Auun, Luh? roLes Kevi n. I tu namanya nggak meni kmati hi dup .... Memangnya sesudah lulus nanti , kamu mau ngapai n, Gy? tanya Karel, abangnya yang pali ng besar. Kerju, dong! Kerj a apa? I bunya bertanya. Jadi panitia, cetus adik bungsunya, Keshia, sambil ceki- ki kan. Gy ... Gy ... Kevi n ganti an geleng-geleng, emangnya enak cepet kerja? Kerja tuh capek, tauk. Enakan juga kuliah. Tuh, entar hasi lnya kayak Kari n, badannya ti nggal tulang sama dosa doang. u yung obesILus! KurIn mendeIIk ke uruh KevIn. Gue bukannya gemuk, kakakku sayang. Tapi kurang ti nggi , Kevi n membela di ri . Kamu bermi nat kerj a di bi dang apa, Gy? tanya Karel lagi . Hmm ... yang pasti harus ada nuli s-nuli snya, tapi kalau bisa bukan wartawan, karena aku nggak terlalu bakat di jur- nali sti k. 236 Lu bukannya mau j adi ... apa dulu, tuh? Tukang ..., Kevi n berusaha mengi ngat-i ngat, tukang .... Tukang ban, cetus Keshi a lagi . Tukung dongeng! KevIn meneukkun Lungun. Lu dIu! Juru dongeng, ralat Kugy sebal. Entar aj a, kalo udah tua, udah pensi un. Kalo di kerj ai n sekarang, mana ada dui t- nya. Karel mengangkat alis. Tumben Kugy mikirin duit, ujar- nya. Sekarang aku udah reali sti s, kata Kugy sambi l ter- senyum seki las. Ada rasa geti r di mulutnya saat kali mat i tu terucap. Oke, aku akan bantu cari i n, ya. Ada temanku yang lagi set-up perusahaan adver ti si ng sendiri, siapa tahu dia butuh copy wr i ter . Nanti aku tanyakan. Mungki n kamu bi sa ma- gang dulu, sambi l nunggu wi suda. Yang penti ng kamu se- lesai kan skri psi kamu dulu semester i ni , kata Karel. Muu! Muu! Ngguk dIgujI duIu jugu ngguk uu-uu! su- hut Kugy bersemangat. Baru semeni t yang lalu ngaku-ngaku reali sti s, sekarang udah ngomong nggak usah di gaj i . Dasar lu mental relawan, Gy! Munu bIsu kuyu? komenLur KevIn sumbII LerLuwu- tawa. uguk Iu ... kuyuk unILIu udu uungnyu uju! KuIo durI ke- pani ti aan lu yang seabrek i tu ada dui tnya, seratus ri bu aj a sekali, sekarang lu udah punya rumah sendiri kaliii ... Karin tertawa lebi h keras lagi . Namun, pi ki ran Kugy sudah terbang j auh, menuj u ke- lulusannya, menuj u hari pertamanya bekerj a. Apa pun ... di mana pun i tu ... yang penti ng i a bi sa keluar dan membuka halaman baru. 237 Ubud, Mar et 2002 ... Pak Wayan memandangi keponakan perempuannya yang tengah tekun menuli s di bale. Tangan mungi l i tu tampak asyik mencorat-coret di atas notes tebal yang selalu dibawa- nya ke mana-mana. Meskipun sudah dibelikan satu set kom- puter, Luhde tetap lebi h suka menuli skan ceri ta dengan ta- ngan. De, sedang nuli s ceri ta apa kamu? tanya Pak Wayan lembut, seraya duduk depan Luhde. Ceri ta anak-anak, Poyan, kata Luhde, dan tangannya terus menuli s. Kamu masi h seri us i ngi n j adi penuli s, ya? I ya, Poyan. Saya mau menuli s ceri ta anak-anak, nanti Keenan yang buatkan gambarnya. Pak Wayan tertegun. Di pandangi nya lagi Luhde dengan matanya yang berbi nar penuh semangat, keseri usan dalam nadanya, seolah-olah i a tengah mencurahkan seluruh hi dup dan j i wanya ke dalam kertas. De ... Poyan ka ngomong kej ep. 30
Luhde langsung meletakkan pulpennya, menutup buku-
nya. Ji ka Pak Wayan sudah mulai bi cara dalam bahasa Bali padanya, berarti pamannya i tu sedang i ngi n membi carakan sesuatu yang seri us. Kedua orang i tu lantas duduk berha- dapan. Poyan mengerti, kamu sudah mulai dewasa. Hatimu su- dah i ngi n pergi ke satu tempat, berlabuh, dan menetap. Tapi , perj alanan hati i tu bukannya tanpa ri si ko. Wujuh uhde sekeLIku bersemburuL meruh. Reeks yung selalu terj adi keti ka i a malu atau ri si . Maksud Poyan apa? 30 Poyan i ngi n bi cara sebentar. 238 Dari semua orang di rumah ini, Poyan yang paling dekat dengan kali an berdua. Poyan bi sa merasakan perubahan di antara kali an ... Keni ng Luhde berkerut tanda protes, Si apa? kamu dan Keenan, Pak Wayan dengan lugas ber- kata. Luhde tak bersuara lagi . Hanya matanya saj a yang me- ngerj ap gugup. Hati -hati , De. Pelan-pelan. Jatuh sedi ki t-sedi ki t, j angan sekaligus. Belajar dari pengalaman pamanmu sendiri ... ujar Pak Wayan lembut. Namun, senyum samar di waj ahnya i tu terli hat geti r. Perlahan, Luhde mengangguk. I a tahu ki sah yang di - maksud pamannya. Ti dak mudah menj adi bayang-bayang orang lai n. Lebi h bai k, tunggu sampai hati nya sembuh dan memutuskan da- lam keadaan jernih. Tanpa bayang-bayang siapa pun, lanjut Pak Wayan lagi. Ditepuknya bahu Luhde pelan, lalu beranjak pergi dari sana. Luhde mematung lama di tempatnya. Merenungi seki an banyak hal yang otomati s berseli weran di dalam kepalanya j i ka hal satu i tu di sentuh. Terakhi r, matanya berlabuh pada buku tuli snya sendi ri . Menyadari apa yang selama i ni telah ia usahakan dan upayakan dengan sepenuh hati. Menyadari bayang-bayang apa yang dimaksud oleh pamannya. Matanya pun terasa panas. Bandung, Mei 2002 ... Eko terlambat datang lagi. Padahal Noni sudah harus berang- kat dari tempat kosnya sej ak sepuluh meni t yang lalu. Se- tengah tahun terakhi r i ni , Noni mengaj ar les pri vat Bahasa 239 I nggri s untuk anak-anak SMP. Semi nggu sekali i a pergi ke rumah salah satu murid lesnya untuk mengajar. Dengan wa- j ah memberengut dan tangan meli pat di dada, Noni me- nunggu di teras depan. Beberapa tasnya yang beri si kertas- kertas dan buku-buku sudah terparki r di dekat kaki kursi . Melihat pemandangan itu, Eko sudah langsung membaca nasi b apa yang akan meni mpanya. Non Noni mengangkat semua barang bawaannya. Bergegas menuj u Fuad dengan mulut terkunci rapat. Si ni , aku bawai n ... Nggak usah, sambar Noni ketus. Udah, langsung pergi aj a. Aku udah telat banget, ni h. Sori banget, Non ... KuIo kumu memung ngguk sunggu jemuL, bIIung dong! Aku bisa naik angkot kok, atau naik taksi, atau nebeng sama si apa kek. Tapi kalo gi ni kan j adwalku j adi berantakan. Ka- si han muri d-muri dku j adi nunggui n. Kamu ke mana, si h? Tadi ada emer gency, Non. Sori i i ... sori i i ... Eko me- mohon-mohon ampun. Emer gency apa? Komputernya Kugy sempat cr ashed, sementara di a kan udah mau si dang dua mi nggu lagi . Jadi tadi di a pani k ba- nget, dan aku nolongi n di a bawai n komputernya ke tempat servi s. Untung datanya bi sa selamat. Gi la. Nggak tahu apa j adi nya deh kalo sampai harus ngeti k ulang lagi . Noni i ngat, sudah beberapa mi nggu belakangan i ni , Eko bolak-bali k ke tempat kos Kugy dengan alasan membantu anak itu skripsi. Bahkan pernah satu kali Eko terpaksa mem- batalkan j anj i kencannya dengan Noni karena membantu Kugy mengeti k sampai malam. Sepanjang jalan dari tempat kosnya menuju rumah murid lesnya, Noni di am membi su. 240 Fuad berhenti di tepi pagar rumah yang di tuj u. Eko me- mati kan mesi n dan menatap Noni dengan putus asa, Non ... ngomong, dong. Kamu kan bi asanya maki -maki , ngomel- ngomel, apa kek ... jangan diam gitu, dong. Lebih baik kamu marah-marahi n aku dari pada aksi bi su gi tu. Sambil menenteng tas-tasnya sendirian dengan susah pa- yah, Noni keluar dari mobi l. Non! Tunggu, dong! Aku bunLuIn! Kumu kenuu, sIh? Eko buru-buru keluar dari mobi l menyusul Noni yang ber- j alan cepat seperti orang mi nggat. Lebi h bai k, kamu tunggui n aj a tuh Kugy selesai si dang, baru ketemu aku lagi . Percuma kalo sekarang-sekarang. Buung-buung wukLu. MuIuh bIkIn hIduku Lumbuh reoL! tukas Noni pedas seraya terus berj alan. Bandung, Juni 2002 ... Sambil diiringi album Duran Duran dan berjoget-joget kecil, Kugy mengecek lagi kelengkapan dokumennya untuk pre- sentasi besok, termasuk catatan-catatan yang sudah i a buat untuk menjawab aneka pertanyaan saat sidang. Memastikan segala sesuatunya siap, termasuk dirinya. I a lalu mengembus- kan napas panj ang. Hati nya si ap. Musi k i ni pun terasa ma- ki n sedap. Aman terkendali ? tanya Eko, j uga sambi l berj oget ke- ci l. Delapan-enam, Komandan, Kugy menj awab mantap sumbII mengucungkun jemoI. Eh, kILu bIkIn koreogruh, yuk, Ko. Kayak j oget praj uri t gi tu. Si apa takut? kata Eko sambi l mengentak-entakkan ke- pala. Li hat ni h, Gy. Maksud gerakan kepala i ni ni h, gua ceri tanya goyang-goyang kagum gi tu. Gua nggak nyangka 241 sobat gua j adi salah satu segeli nti r gerombolan laknat yang lulus di bawah empat tahun. Mendadak Kugy menghenti kan j oget praj uri tnya. Ko ... makasih, ya, ia berkata sungguh-sungguh. Gua bener-bener berutang budi sama lu. Nggak tahu apa j adi nya skri psi i ni kalo nggak ada lu. Udah gua bi lang, j angan sok melankoli s di depan gua. Yang ada gua pi ngi n nyolok mata lu, Eko terkekeh. Gua serius, gila, kata Kugy lagi. Kalo ada apa pun yang bi sa gua bantu buat lu, please let me know, ya. I owe you one. Mendengar i tu, Eko pun berhenti bergoyang. Di am, ber- pi ki r. Sebetulnya ... ada, si h. Gua pi ngi n mi nta tolong se- suatu. Anythi ng. Gua minta lu bicara sama Noni setelah lu sidang. Baikan lagi, gih, Eko berubah serius, Gua juga nggak jamin kalian langsung bisa akur. Tapi setidaknya lu nyoba satu kali untuk bi car a sama di a. Oke? kat anya l embut . Buat gua? Please? Dari semua kemungki nan permi ntaan Eko, Kugy pali ng enggan membayangkan yang satu itu. Tapi janji adalah janji. I a pun mengangguk. Pi ntu i tu membuka, dan Noni langsung menyambutnya de- ngan ucapan datar, Ya. Ada apa? Kamu masi h marah, Non? tanya Eko hati -hati . Nggak penti ng, j awab Noni pendek, selama Kugy be- lum si dang, apa pun j adi nggak penti ng .... Besok di a si dang, sela Eko, kamu bi sa datang untuk kasi h suppor t. Di a pasti seneng banget kalo kamu ada. 242 Di a atau kamu yang seneng? Non! KuIIun Luh Lemenun uduh beruu Luhun, sIh? Musu kalah sama masalah begi ni an doang? Masalahnya apa j uga nggak j el as, tahu-tahu di em-di eman, terus dua-duanya sama-sama keras kepala. Heran, Eko mulai dongkol. Buatku, masalahnya selalu j elas, yai tu: di a NGGAK JEAS! Thats i t! tegas Noni . Dan yang bi ki n semua i ni maki n-maki n menyebalkan adalah karena kamu selalu ada dI Ihuk dIu! Noni ... i tu nggak benar sama sekal i . Aku nggak berpi hak, j ustru aku kepi ngi n kali an Kamu tuh naif atau pura-pura polos, sih, Ko? Noni ber- decak ti dak sabar, Ngaku aj a, kenapa si h? Eko mengerutkan ali s. Ngaku apa? Kamu naksi r di a dari SMP. Jauh sebelum ki ta pacaran. I ya, kan? Dan sebagian dari diri kamu yang tergila-gila sama Kugy tuh nggak berubah. Kamu selalu memuj a di a. Di a nggak pernah salah buat kamu. Aku tahu kamu sayang ba- nget sama aku, dan kamu pacarku, tapi sebagi an hati kamu selalu ada buat Kugy. I ya, kan? Noni setengah mati me- nahan tangi s. Suaranya bergetar-getar. Apa yang selama i ni i a tahan-tahan akhi rnya keluar j uga. Eko mengungu Luk ercuyu. Non! DIu suhubuLku! Aku suyung bungeL sumu munusIu gIIu ILu! TuI bukun suyung yang seperti kamu sangka. Ampun, deh. Kamu kenapa, si h? Tunyu sumu dIrI kumu sendIrI! Kumu Luh KENAPA? seru Noni putus asa. Pintu itu membanting di depan muka Eko. Dan seberapa kali pun dia mengetuk dan memanggil-manggil, pintu itu tak membuka. 243 SI DANG yang di lakukan secara terbuka i tu di tonton oleh teman-teman terdekat Kugy. Ada Ami , I cal, Eko, Bi mo, dan beberapa teman lai n. Hanya Eko yang menunggu sampai pengumuman si dang. Mereka berdua duduk di bangku ta- man dekat ruang si dang. Ti dak banyak bi cara. Dengan dua gelas j us buah di tangan masi ng-masi ng, pandangan yang sama-sama kosong, menunggu dengan tegang. Mas Danar, petugas admi ni strasi yang sudah akrab de- ngan Kugy, tahu-tahu melongokkan kepalanya dari dalam kunLor. Gy, engumumunnyu uduh keIuur! unggIInyu. Dari muka Mas Danar kayaknya lu dapet A, Gy ... bisik Eko yang berj alan di belakang Kugy. Kok, gua malah ngelihat di mukanya tergambar huruf C ... atau bahkan nggak lulus? Huuu ... tegang, ni h, Ko ... Kugy melangkah sambi l meri ngi s-ri ngi s. Ni h, saya tempel, ya. Si lakan baca sendi ri , kata Mas Danar sambi l merekatkan kertas hasi l ni lai pengumuman ti ga si dang yang di gelar tadi pagi . Berhubung hanya ada ti ga nama di sana, dengan cepat 28. ADVOCADO 244 Kugy menemukan namanya. I a dan Eko sama-sama terce- ngang. Aplus? teri ak Eko. Kugy menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya sudah mau terjun bebas keluar. Kooo ... gua nggak percaya .... NIIuI Iu uIIng LInggI, monyong! KumreL! BungsuL! He- buL bungeL sIh Iuuu! Eko berLerIuk kesenungun sumbII meng- goyang-goyang bahu Kugy. Spontan, Kugy membali k badan. Memeluk Eko erat. Thank you, ya, Ko. Kalo bukan karena lu, gua nggak akan mungki n bi sa berhasi l hari i ni , bi si knya terharu. Eko sempat tersentak kaget dengan reaksi yang ti ba-ti ba i tu. Namun, lambat laun badannya yang mengunci mulai mengendur, i a pun mendekap Kugy bali k. Sama-sama, Gy. Gua hepi banget buat lu ... tahu-tahu satu tangannya men- jitak kepala Kugy pelan, eh, awas lu ya, jangan pakai acara nangi s segala. Udah cukup gua j adi kacung lu dua bulan, j angan sampai bi ki n gua malah terharu atas kesi alan gua selama i ni .... Perlahan, Kugy melepaskan pelukannya. Sesudah i ni , gua yang mengabdi j adi kacung lu, katanya berseri . Eko merogoh kantong, menyerahkan kunci mobi l. Lu bi sa mulai dengan j adi sopi r. Del apan-enam, Komandan, Kugy menyahut si gap. Mari , saya antar. Saya kasi h makan. Saya kasi h mi num. Tapi nanti tetap saj a Komandan yang bayar. Anuk buuh ngehe emung Iu! semroL Eko sumbII Ler- gelak. Dari kej auhan, seseorang mengamati keduanya berj alan berangkulan. Noni . Pagi tadi, ia merasa menyesal atas tuduhannya pada Eko. Dan, tiba-tiba, ia juga tergerak untuk menemui Kugy ke kam- 245 pus demi memberikan dukungan. Dengan segala kegentaran dan keengganan yang padahal masi h membebani hati nya, Noni berhasil melawan itu semua untuk akhirnya datang ke kampus dan mencari Kugy ke ruang si dang. Namun, apa yang di li hatnya barusan memupuskan keduanya. Sebagi an di ri nya remuk keti ka meli hat satu hal yang pa- li ng i a takutkan ternyata menj adi kenyataan. Eko memang mencintai Kugy. Dan, dari apa yang ia lihat barusan, seperti- nya ci nta i tu ti dak hanya searah. Noni berusaha keras untuk tetap kuat berj alan pergi de- ngan tegak. Dadanya nai k turun, menahan tangi s. I a ber- harap seandai nya saj a bi sa terbang dan cepat-cepat pergi dari tempat i tu. I a ti dak kuat lagi . Rasanya sudah lama sekali Kugy ti dak ke tempat i tu. Tem- pat yang di huni nya dua tahun bersama Noni . Rumah per- tamanya di Bandung. Dan tak lama lagi i a akan meni ng- gal kan kota i ni . Kugy berdi am sebentar, memandangi sudut-sudut di tempat kos itu. Sudut-sudut yang membang- ki tkan rentetan kenangan di benaknya. Kugy lalu meng- geleng kepala sendi ri an, seolah-olah i ngi n menepi s sesuatu. Kembali melangkah menuj u kamar i tu. Seki las membaca tuli san: NONI ADA. Kugy mengetuk pi ntu. Tak lama, pi ntu membuka, dan tampaklah Noni yang terkej ut bukan mai n. Sama sekali ti - dak menyangka kedatangan Kugy. Kugy mengangkat kedua sudut bibirnya tinggi-tinggi, ter- senyum seIebur mungkIn. HeIo, Non! Au kubur? Noni ti dak bereaksi sama sekali . Hanya menatap Kugy dengan tatapan ti dak mau di ganggu. Gua lulus si dang tadi pagi , Non. Dan Karel udah cari i n 246 gua kerja di Jakarta, gua mulai coba magang sambil nunggu wi suda. Jadi , gua mau pami tan, sekali an pi ngi n ngobrol- ngobrol aj a, dengan nada secerah mungki n Kugy berceri ta. Hmm. Boleh masuk? tanyanya hati -hati . Namun, Noni bergemi ng di tempatnya. Selamat buat kelulusan lu. Tapi gua lagi banyak kerj aan. Sori , katanya dengan nada datar. Ada yang bi sa gua bantu, nggak? Kugy menawarkan di ri . Noni hanya menggeleng. Non ... sebenarnya gua pi ngi n bi cara sesuatu sama lu. Gua pi ngi n ki ta temenan lagi kayak dulu. Gua mau mi nta maaf atas semuanya. Selama i ni gua bi ngung mulai dari mana ... terbata-bata Kugy berusaha menj elaskan. Gy, gua hargai maksud lu, sela Noni , tapi buat gua, semua itu udah jadi sejarah. Dan gua merasa lebih baik hu- bungan ki ta kayak gi ni aj a. Jauh lebi h mudah buat gua. Buat elu. Dan mungki n buat Eko. Sesuatu seperti menyodok hati nya ti ba-ti ba. Namun, Kugy ti dak tahu pasti apa. Kenapa gi tu, Non? Rahang Noni mengencang. I ngi n sekali rasanya i a mun- tahkan semua kekesalannya selama i ni seperti berondongan peluru. Namun, i a pun tak tahu harus memulai dari mana. Seumur hi dup gua temenan sama lu, gua harus mengakui lu lebi h canti k, lebi h pi ntar, lu serba bi sa, tapi gua nggak mau si ri k sama lu, karena gua sayang banget sama lu, Gy. Tapi baru kali ini gua sakit hati sama lu, karena lu meman- faatkan semua kelebihan lu untuk kepentingan lu sendiri .... Noni berkata dengan suara tertahan. Kugy terlongo mendengar kali mat-kali mat i tu. Berusaha mencerna, memahami, dan tetap belum ia temukan maksud Noni yang sebenarnya. Gua tahu Eko memang simpati sama kondisi lu. Dia sa- 247 yang sama lu. Dulu ki ta semua j uga gi tu. Tapi j angan gara- gara cuma ti nggal di a sendi ri an yang masi h nganggap lu, terus lu merasa lebi h. Kalo lu memang punya hati , lu bakal tahu menempatkan posi si lu di mana. Belagak temen, tapi makan temen. Atau j adi orang asi ng, tapi nggak makan temen. Gua sarankan lu pilih yang kedua. Karena gua nggak punya tempat buat lu lagi , selai n posi si i tu. Non ... Iu suIuh sungku ... LoLuI! Kugy sumuI menuhun napas saki ng kagetnya. Gua nggak ada ni atan kayak gi tu sama sekali ... nggak pernah ada apa-apa di antara gua dan Eko selai n temenan doang .... Oke. Gua mau mengaku satu hal sama lu, potong Noni tajam, tadi siang gua datang ke kampus, mau kasih suppor t untuk lu si dang. Nah, sekarang gi li ran gua mau tanya sama lu, muka Noni semaki n kencang, pernah nggak Oj os me- nemani gua dengan seti anya bermi nggu-mi nggu? Pernah nggak gua meluk-meluk Oj os di depan umum? Kugy terkesi ap. Berusaha setengah mati memahami apa yang tengah terj adi , apa yang Noni li hat, apa yang Noni kira. Astaga, Non ... maksud lu kejadian tadi siang di kam- pus? Gua tuh ... ya ampun, Non ..., Kugy nyaris kehilangan kata-kata, gua sobatan sama Eko udah hampi r sepuluh ta- hun, ki ta udah kayak kakak-adi k. Mana bi sa lu samai n hu- bungan gua dan Eko dengan hubungan lu dan Oj os? Kalo lu memperhi tungkan perasaan gua, lu nggak perlu membela di ri kayak gi tu. Lu cuma perlu tahu di ri . Jangan sok polos, Gy. Eko selalu punya hati buat lu. Sekarang ting- gal gi mana elunya aj a. Masi h nganggap gua ada atau nggak. Kugy menunduk lunglai , mengi ngat perj alanannya se- tahun ke belakang, dua tahun ke belakang, ti ga tahun ke belakang ... mendadak i a lelah luar bi asa. I tu adalah hal pali ng tolol yang pernah gua denger dari lu, ucapnya 248 pelan. Hati Noni langsung tertusuk mendengarnya. Namun, i a berusaha tampak tegar. Nah, sekarang lu ngerti , kan? Kenapa gua tadi bi lang nggak ada yang perlu di ubah dari hubungan ki ta? Lebi h bai k gi ni , deh, cetusnya di ngi n. Kugy pun mengangguk. I ya, lebi h bai k gi ni . Pi ntu i tu pun di tutup. Kugy pun membali kkan badan. Pulang. Begi tu sampai di tempat kosnya, Kugy ti dak buang waktu. Malam i tu j uga, i a berkemas-kemas. I a akan pulang ke Jakarta secepat mungki n. Ti dak ada lagi yang menahan- nya di si ni . Sama sekali . Malam i tu Kugy pun memutuskan, segala kenangan dan perkara yang hanya akan membebani hati nya, i a buang j auh-j auh. Noni resmi menj adi satu di antaranya. Jakar t a, Agust us 2002 ... Kugy mematut-matut di ri di kaca. Kegi atan yang telah di - lakukannya bolak-bali k sej ak setengah j am yang lalu. Ba- rangkali i ni lah rekor terlama i a bercermi n. Selama i ni bah- kan ia jarang menggunakan jasa cermin karena tidak terlalu peduli apa yang di li hatnya di sana. Namun, hari i ni , i a me- rasa ada yang benar-benar ti dak beres. Ada yang salah dengan rok selutut yang di kenakannya, dengan sepatu hak li ma senti yang menempel di kaki nya, dengan clutch bag i tu, dengan rambutnya yang mendadak bervolume karena di -r oll sej ak pagi tadi . Gua kok ancur banget, si h? keluhnya pada Kari n, yang merupakan penyalur semua barang yang ki ni ada di badan- nya i tu. Yang ancur adalah mata lu dan wawasan busana lu se- lama i ni , Kugy. Kalo orang mau ngantor, supaya tampak 249 menari k, enak di li hat, dan profesi onal, ya begi ni dandanan- nyu! Karel, yang baru selesai sarapan, melongok dari pi ntu. Gy, berangkat, yuk Kali matnya terhenti . Karel bengong menatap adi k perempuannya. Kamunggak salah i nfo, kan, Gy? Kamu bakal j adi co- py-wr i -ter , ej a Karel penuh penekanan, bukan fa-shi on e-di -tor ! Jugu bukun re-se-sIo-nIs! Dun bukun S-P-G! Kari n mendeli k sewot. Karel, i ni namanya STYLE, oke? Sesuatu yang bukan keahli an kamu. So ... leave i t to the exper t, please? Kari n, aku udah seri ng ke kantor adver ti si ng tempat Kugy nanti kerj a. Bosnya aj a ngej i ns kalo ke kantor. Dan Kugy bakal di tempatkan di bagi an kreati f. Dalam hal i ni , I am the exper t. So, please, j angan j adi kan adi k ki ta keli nci percobaan fashi on-mu, oke? balas Karel tegas. Iine, jne, Kari n melengos, udah j elas, masalahnya di si ni adalah kesenj angan selera. GIIIrun Kugy bersoruk gIrung. Hore! JudI uku ukuI buju- ku aj a, ya? I a pun berlari -lari masuk kamar untuk ganti baj u. Tak lama Kugy kembali dari kamarnya. Kalo gi ni gi - mana? i a berdi ri di ruang makan, memi nta pendapat se- mua. Kugy, berdi ri dengan rok panj ang hi tam yang di beli nya untuk si dang skri psi , kemej a puti h peni nggalan penataran P-4, j aket j i ns Karel yang nyari s menutup tubuhnya seperti sarung HP, dan tak lupa, j am tangan Kura-kura Ni nj a-nya yang mencuat hi ngga rasanya menggaplok mata. Karel menelan ludah, kembali meli ri k Kari n, memi nta pertolongan. 250 Sebelum masuk, Kugy mengamati kantor i tu sej enak. Ter- tera tuli san besar berwarna hi j au daun di di ndi ng batu: AdVocaDo. Segalanya masi h serba baru. Berlokasi di derah perumahan Jakarta Selatan, gedung mungi l dua lantai i tu sangat arti sti k dan bergaya galeri . Desai nnya serba mi ni - mali s, tapi ada aksen warna-warna berani seperti pi ntu dan kusen serba merah, patung-patung logam dengan lapi s alu- minium cemerlang. Kantor itu pun dilingkungi taman tropis bergaya Bali yang ri mbun dan asri . I nteri ornya ti dak kalah memukau. Dari mulai pencaha- yaan hi ngga furni tur, Kugy segera tahu bahwa selera pemi - li knya di atas rata-rata. Dan dari terli hatnya barang-barang seni di mana-mana, dengan mudah Kugy menyi mpulkan bahwa pemi li k kantor i ni seorang penci nta seni yang bukan sembarangan. Sambi l menunggu bersama Karel di sofa depan, mata Kugy tak henti -henti nya j elalatan ke sana kemari , menga- gumi calon kantor barunya. Tak lama, seseorang berj alan keluar menghampi ri me- reku. KureI! HuI! Karel langsung bangkit berdiri, dan keduanya berangkulan akrab. Kugy spontan i kut berdi ri . Kaku. I a menyadari se- suatu. Jarang sekali ia terkesiap melihat seseorang. Namun, kehadi ran orang i tu memang seketi ka mengubah atmosfer ruangan. Dal am benaknya, Kugy membayangkan sosok Remi gi us Adi tya yang j auh lebi h tua. Tapi ternyata pemi li k biro iklan AdVocaDo ini masih sangat muda, berpenampilan gaul dengan kemej a lengan pendek, j i ns hi tam, dengan wa- j ah tampan dan segar seperti baru keluar dari spa. Remi, kenalin, ini adik gua, Kugy, Karel menyorongkan Kugy ke muka. Remi gi us, i a berkata ramah sambi l menj abat tangan Kugy, panggi l aj a Remi . 251 Karel menggeleng cepat, No ... no, panggi l Pak Remi . Remi tertawa renyah. No, Karel. Remi . Please. Kugy i kut tersenyum. Kugy, i a memperkenalkan di ri . Makasih banget ya buat kesempatannya, kata Karel lagi. Mudah-mudahan di a nggak malu-malui n. The K fami ly? Gua percayalah, Remi tergelak, resume kamu j uga sangat bagus, kok, tambahnya pada Kugy, dan kamu masuk pada saat yang tepat. Oh, ya? Kugy terlongo. Ki ta lagi banyak banget proyek baru, medi a campai gn, pokoknya kenyang, deh. Sudah bi sa di pasti kan kamu lang- sung si buk, uj ar Remi santai , yuk, kamu bi sa mulai seka- rang. Saya kenali n dulu sama ti m yang lai n, ya. Kugy bisa merasakan telapak tangannya berkeringat per- tanda gugup. Masih terbayang jelas suasana kampus, tempat kosnya, Sakola Ali t. Rasanya semua i tu baru kemari n i a alami . Dan sekarang i a sudah memulai sesuatu yang sama sekali baru. Mendadak, Kugy ingin terbang kembali ke Ban- dung saat i tu j uga. 252 Jakar t a, Sept ember 2002 ... Kugy tak percaya bi sa lolos dari sebulan pertamanya di AdVocaDo. I a resmi menyandang ti tel pegawai termuda ka- rena dialah satu-satunya yang bekerja dengan status magang sambil menunggu ijazah. Kugy ditempatkan di satu tim yang dikepalai seorang cr eative dir ector yang juga membawahkan beberapa ti m lai n di AdVocaDo. Ti m yang i a tumpangi ter- di ri dari seorang ar t di r ector bernama Si ska, dan seorang copy wr i ter seni or bernama I man. Lantai bawah menj adi lantai area untuk bagi an account, sementara departemen kreatif menghuni lantai dua. Suasana lantai bawah lebi h terti b dengan orang-orang yang berbaj u lebi h rapi , sementara lantai dua i ngar-bi ngar, urakan, dan lebi h berantakan. Kugy adalah bagi an dari lantai dua, me- nempati satu pojok berpartisi, dengan sebuah meja dan satu set komputer. Remi benar. I a memang langsung sibuk luar biasa. Seben- tar-sebentar ada yang nongol di balik partisinya; Gy, tolong 29. BUMI PUN BERPUTAR 253 di -scan ya, sambi l menyerahkan setumpuk gambar; Gy, tolong fotokopi i ni semua, ya, sambi l menyerahkan se- tumpuk dokumen; Gy, gambar yang udah ditandain, tolong di gunti ngi n, ya. ki ta mau buat dummy stor yboar d, sambi l menyerahkan setumpuk maj alah dan gunti ng keci l. Kugy merasa, satu-satunya pekerj aan yang belum di peri ntahkan padanya adalah membuat kopi atau teh, dan i tu pun hanya karena sudah ada ojjce bo dan ojjce irl. Kadang-kadang, Kugy merasa lebih tepat disebut senior ojjce irl ketimbang seorang j uni or copy wr i ter . Jam kerj anya pun tak tentu. Sementara para ojjce bo dan ojjce irl sudah bi sa pulang dari pukul enam sore, Kugy kadang harus menetap sampai pukul sebelas malam, apalagi kalau sudah menj elang presentasi pada kli en, pada- hal saat presentasi nya nanti i a ti dak pernah di i kutsertakan. Begi tu sampai di rumah, Kugy pun harus menghadapi berondongan pertanyaan dari keluarganya yang begi tu ber- semangat dengan karier barunya. Sebentar-sebentar ada saja yang mengusi knya untuk bertanya; Gy, gi mana kerj aan lu? Betah, nggak?; Gy, udah bi ki n i klan apa aj a, ni h?; De- nger-denger bos lu ganteng, ya?. Kugy selalu menjawab apa adanya, bahwa selama bekerja di AdVocaDo ia semakin ahli menggunti ng, memotong, dan cekatan memfotokopi . Dan semua i tu kelak berguna j i ka i a memutuskan untuk bi ki n kios fotokopi sendiri. Kadang, semua pertanyaan itu ia jawab dengan dengkuran, menggeletak di sofa ruang tamu dan ter- ti dur sampai pagi . Jumat. Hari yang pali ng di tunggu oleh Kugy karena berarti selepas hari i ni i a akan punya dua hari untuk bermalas- malasan. Setidaknya, di akhir pekan besok, ia terbebas tugas 254 karena belum ada lagi pi tchi ng yang mendesak. Pi ki rannya sudah melayang ke akhir hari, ke tempat tidur, bermain de- ngan Santai , dan melalap tumpukan komi k Jepangnya yang sudah begi tu banyak tertunda. Namun, si ang i ni i a harus terj ebak dalam rapat i nternal, membahas sebuah produk permen cokelat yang berencana akan kampanye besar-besaran. Sementara Kugy tahu keter- li batannya tak akan lebi h dari menggunti ng dan men-scan. Sambi l mengaduk-aduk secangki r kopi nya, Kugy berusaha memasang tampang menyi mak, padahal i a sudah mau mati bosan. I man berusaha keras meyakinkan Remi atas usulan kon- sepnya, Tapi teks i ni catchy banget, Bos. Memang banyak yang terpaksa di persi ngkat, supaya ada ruang buat vi sual. Tapi pesannya kan tetap j elas. Remi berpi ki r, I ya, si h. Tapi ... kenapa, ya? Saya kok merasa belum ... kena. Udah banyak i klan produk sej eni s yang pakai angle sama. Kalo konsep tim kita sih lebih condong ke narasi, supaya mengukomodusI muunyu kIIen yung keIngIn hLur roduknyu bi sa maksi mal keluar. Tammi es Barcokelat Swi ss, r eal car amel, cr i spy wafer , hazelnut cr me, bla-bla-bla ... ki ta push aj a semua keterangan i tu, usul Fani , dari ti m lai n. Remi menggeleng. Basi , ah. Dan kayaknya nggak cocok buuL rohI segmen yung mereku Lembuk. I ya, tapi , kan mau kli ennya gi tu. Di a pi ngi n kuali tas cokelatnya tersampaikan, karamelnyalah, wafernya, rasanya, gumbur kemusunnyu. KuIo bukun nurusI uLuu Leks gruhs, uu lagi ? desak I man. Gi na, account di r ector , berdehem, Teman-teman, tanpa bermaksud bi ki n kali an tambah stres, tapi sebenarnya i ya, saya cuma mau ngi ngeti n kalo mereka memang sengaj a pi tchi ng dengan produk yang susah. Tapi , begi tu yang satu 255 i ni gol, semua produk mereka bakal lari ke ki ta. Tahun i ni produsennya mau launchi ng empat produk di I ndonesi a. Tammi es Bar cuma kasus uj i coba doang. Tapi sekali gus yang pali ng menentukan. Jadi , ki ta maj u pakai yang mana, ni h? Ti m saya, I man, atau Fani ? tanya Tasya, ti m terakhi r yang j uga presentasi - nya di tolak mentah-mentah oleh Remi . Remi menghela napas. Sor r y, guys. Saya masi h belum puas. Muka-muka protes langsung bermunculan. Kerj a keras mereka beberapa hari bi sa j adi percuma, bahkan harus mengulang lagi dari awal. Remi menebarkan pandangan, tatapan-tatapan geli sah yang menunggu keputusannya. Ke- cuali yang satu i tu. Mata Remi tertumbuk pada Kugy yang tampak mengaduk-aduk kopi di uj ung mej a sana, dengan satu si ku menopang dagunya yang sudah mau roboh, dan kelopak setengah menggantung pertanda ngantuk nyari s pi ngsan. Saya pi ngi n tahu pendapat yang belum bi cara. Kugy, menurut kamu gi mana? Mendengar namanya disebut, seketika kantuknya melesat kabur. Kugy terduduk tegak. Kenapa ... pendapat? Tentang apa, ya? Yang lai n langsung ceki ki kan meli hat pemandangan ko- mi kal i tu. Antara Kugy yang bagai kan muri d tertangkap ba- sah ti dur di kelas, dengan Remi yang bagai kan guru ki ller si ap menghukum. I klan Tammi es Bar. Apa pendapat kamu? Remi meng- ulang. Suara i tu menaj am. Oh! MusIh ngomongIn yung LudI? suhuL Kugy oIos. Cekakak-cekikik di ruang itu makin menjadi. Benar-benar hi buran, pi ki r mereka semua. Menurut kamu ... dari keti ga konsep tadi ... mana ... 256 yang ... paling mengena? Remi sengaja melambatkan tempo bi caranya, seolah menj elaskan pada anak keci l. Kugy diam sejenak, memeras otaknya agar memutar balik memori tentang rapat yang sudah berlangsung sej ak sej am yang lalu i tu, yang mudah-mudahan masi h tersi mpan di kepalanya. Mmm ... saya nggak suka tiga-tiganya, akhirnya i a berkata. Suara ketawa-ketiwi sontak lenyap. Muka-muka jahil tadi berubah seri us dalam sekej ap. Oke. Alasan kamu? tanya Remi penasaran. Menurut saya, ti ga-ti ganya standar. Suasana yang sudah heni ng tadi sekarang beku. Tatapan taj am menghunj am Kugy dari ki ri -kanan. Kali i ni kantuknya benar-benar si rna, dan Kugy mulai sadar apa yang barusan i a utarakan, plus konsekuensi nya. Tapi sudah kepalang basah untuk mundur. Terpaksa i a me- lanj utkan, Ti ga konsep tadi memang padat i nfo, tapi cere- wet. Secara vi sual, ti ga-ti ganya memenuhi syarat tapi nggak nendang. Kalau saya j adi penonton, saya nggak kepi ngi n beli , tuh. Bi asa-bi asa aj a soalnya. Nggak bi ki n ngi ler. Ki ta harus membuat Tammies Bar ini bikin orang penasaran dan kepi ngi n coba. I man tidak tahan lagi, Teori sih gampang. Tapi realisasi konsepnya gi mana? cetusnya dengan nada ti nggi . Kugy terdi am. Sumpah, aku j uga nggak tahu, balasnya dalam hati . Namun, semua orang di ruangan i tu sudah me- nanti j awabannya seperti si nga-si nga kelaparan. Terlalu ga- nas dan buas untuk diberi jawaban tidak tahu. Dan akhir- nya, Kugy memilih untuk menceletukkan apa pun yang lewat di pi ki rannya pertama kali . Gi ni ... bayangkan: ti ba-ti ba muncul backgr ound hi tam, sunyi, tanpa musik, tanpa suara, seperti teve kita mendadak mati, tapi tidak ... muncullah selapis wafer, lalu mengalirlah 257 hazelnut cr me, lalu selapi s wafer lagi , lalu melelehlah ca- r amel, lalu mencairlah lapisan cokelat, menutupi semuanya, lalu berjatuhanlah butiran r i ce cr i spy, lalu cokelat itu mem- beku. Dengan efek bunyi yang dramati s. Seperti waktu I ceman mau membekukan satu Gotham Ci ty. Terakhi r, co- kelat i tu terbungkus. Tammi es Bar. Dan muncul satu ka- li mat: Kelezatan Tanpa Banyak Kata. Ruangan itu tetap sunyi. Namun, sunyi yang kali ini lain. Semuanya hanyut bersama vi suali sasi i de Kugy dalam pi - ki ran mereka masi ng-masi ng. Tagli ne-nya oke, Fani berkata li ri h. Mukanya masi h ti - dak rela, tapi i a sungguhan suka. Nggak standar, Tasya mengakui . Saya suka efek teve mendadak mati itu, lanjutnya lagi, dan efek I ceman tadi whatever i t i s. But i ts memor able. Jujur, gua kayaknya jadi pingin beli, tuh. Ngebayanginnya aja ngiler, celetuk Siska. Pe-er berat memang jadi di visual, tapi gua optimis bisa banget dikejar. Gina terkekeh, Ekonomis pula. Nggak usah pakai ji ngle, over dub, dan sebagai nya. I man meli ri k ke arah Remi . Di i kuti oleh semua mata. Ti nggal di a yang belum bersuara. Remi menepukkan tangannya ke mej a, Si p. Done, deal. Tammies Bar, Kelezatan Tanpa Banyak Kata, efek dan visual persi s dengan apa yang di deskri psi kan Kugy. Langsung j a- lan, ya? Khusus untuk pi tchi ng i ni , saya mau Kugy j adi pr oj ect leader . Si ap-si ap presentasi , ya, Gy. Good luck, Remi pun berdi ri , menatap Kugy hangat dan menepuk ri - ngan bahunya, and good j ob. Kugy merasa darahnya mendadak hangat. Dan kete- gangan yang tadi mengunci tubuhnya berangsur mencai r. Mukanya berangsur berseri . Kugy sadar, barangkali i ni lah 258 akhir kariernya menjadi petugas prakarya AdVocaDo, sekali- gus hari pertamanya sungguhan bekerj a. Lena langsung melesat ke rumah saki t begi tu i a mendapat kabar dari kantor suami nya. Setengah berlari , kaki nya me- langkah terburu-buru di kori dor, mencari kamar tempat Adri di observasi . Tak lama, Jeroen pun datang menyusul, masi h dengan seragam sekolah. Di kamar i tu, suami nya terbari ng dalam posi si setengah duduk. Waj ahnya pucat. Namun, tampak j elas i a berusaha keli hatan bai k-bai k saj a. Hai, Lena ... Jeroen ... sambutnya dengan senyum yang di paksakan muncul. Papa kenapa? Saki t apa? tanya Jeroen pani k. Nggak pa-pa ... cuma str oke ri ngan. Ni h ... tangan yang kanan tahu-tahu aj a nggak bi sa gerak. Tapi sebentar j uga normal lagi kok. I ni udah mulai bisa gerakin jari dikit-dikit, j awab Adri , berusaha menenangkan anaknya. Str oke i tu kenapa si h, Ma? Jeroen ganti an bertanya pada i bunya. Macam-macam, Sayang. Bi sa karena terlalu capek, atau stres, atau .... Lena bahkan tak sanggup menyelesai kan ka- li matnya karena masi h terengah dan shock, meski i a j uga berusaha tampak tenang, kekhawatiran mendalam yang ter- pancar di mukanya tak bi sa di sembunyi kan. Adri bisa melihat itu. Aku nggak pa-pa. Betul. Fisioterapi beberapa mi nggu aj a pasti udah bi sa normal lagi , ucapnya lagi sambil mengelus lengan istrinya dengan sebelah tangan. Semuanya akan normal lagi .... I a mengulang, lebih seperti untuk menenangkan di ri nya sendi ri . Lena termenung. Baginya, ini lebih dari sekadar masalah 259 hsIoLeruI. u IebIh mengkhuwuLIrkun uu yung Luk Lerucu, apa yang tersembunyi kan, dan apa yang masi h akan terus membayangi keluarga mereka dari hari ke hari . Ubud, Sept ember 2002 ... Sedari tadi tangannya sudah menggenggam kuas blok. Kanvas putih sudah siap di hadapannya. Namun, tak sesapu pun warna tergores di sana. Tangannya seperti lumpuh. Sej ak i a kembali meluki s lagi dua tahun lalu, baru kali i ni Keenan merasa buntu. Perasaan i tu sungguh asi ng. Bahkan menakutkan. Keenan dapat merasakan energi kegeli sahan yang ber- gerak menyusupi tubuhnya. Lambat laun, ki an merasuk. Keenan mulai resah. Langi t sore yang cerah pun tak ada makna baginya hari ini. Ada yang salah. Namun, rasanya tak bi sa menunj uk apa-apa, si apa-si apa. Tampak Banyu berj alan melewati bale. Keenan langsung memunggIInyu, Bunyu! uhde ke munu, yu? Dia tadi pergi ke pura kota. Sebentar lagi pulang, jawab Banyu sambi l terus melenggang. Barangkali karena belum ada Luhde, pikir Keenan. Biasa- nya jika dia ada di sini, semuanya baik-baik saja. Akhirnya i a memutuskan untuk berbari ng, dan menunggu. Namun, badannya bolak-balik terus seperti kepanasan. Keresahan itu makin tidak tertahankan. Keenan hanya menunggu, dan me- nunggu .... Keenan ... kamu cari saya, ya? Suara Luhde muncul dari belakang. Serta-merta Keenan bangki t, mukanya lega bukan mai n. De, kamu kok lama banget si h pergi nya? uj ar Keenan se- raya menari k tangan Luhde. 260 Luhde terkej ut dengan sambutan ekstra hangat i tu. Keenan sudah menunggu dari tadi? Maaf, ya. Mmm ... me- mangnya ki ta j anj i an? Keenan tertawa lepas. Nggak, ki ta memang nggak j an- j i an. Tapi hari i ni rasanya aneh. Seperti ada yang kurang. Dan nggak tahu kenapa, saya merasa kehi langan kamu. Aneh rasanya kamu nggak ada menemani saya di si ni . Luhde menelan ludah. Tak pernah membayangkan kata- kata itu akan terlontar dari mulut Keenan. Belum usai kaget- nya, i a di kej utkan lagi dengan Keenan yang tahu-tahu me- rebahkan kepala di pangkuannya. Damai sekali rasanya kalau sudah begi ni ... gumam Keenan. Matanya memej am. Tubuh Luhde menegang. Namun, di bi arkannya Keenan yang tampak begi tu ri leks beralaskan si mpuhan kaki nya. Pelan-pelan, Luhde berusaha membi asakan di ri nya dengan kondi si i tu, pemandangan i tu. De, kok saya nggak bi sa meluki s hari i ni , ya? Ti ba-ti ba Keenan bersuara. Hati saya hampa, kepala saya kosong. Nggak ada yang mengali r keluar seperti bi asanya. Waj ar kalau Keenan j enuh. Sudah berbulan-bulan ham- pi r ti dak pernah berhenti berkarya, ucap Luhde. Mungkin saya jenuh, ya? sahut Keenan, tapi ... gimana kalau ternyata bukan sekadar jenuh? Mungkin nggak saya Dan Keenan rasanya tidak bisa meneruskan ucapannya. Kadang-kadang langi t bi sa keli hatan seperti lembar hi - tam yang kosong. Padahal sebenarnya ti dak. Bi ntang kamu tetap ada di sana. Bumi hanya sedang berputar, Luhde me- lanj utkan dengan lembut. Keenan mengembuskan napas panj ang, berharap bahwa memang benar demikian. Digenggamnya tangan Luhde, lalu di letakkan di atas dadanya. Nggak tahu apa j adi nya kalau nggak ada kamu, bi si knya. 261 Mereka berdua kembali ke dalam keheni ngan. Namun, sepotong bisikan itu terasa bergaung memenuhi seluruh pe- losok ruang bati n Luhde. Belum pernah i a mendengar Keenan mengutarakan perasaannya segamblang i tu, sej elas i tu. Belum pernah Luhde merasa sebahagi a i ni . Perlahan, satu tangannya bergerak, menelusuri rambut Keenan. Mem- belai nya dengan penuh perasaan. Luhde berharap, dalam setiap gerakan jemarinya, Keenan dapat merasakan apa yang i a rasakan. 262 Jakar t a, Sept ember 2002 ... Begi tu kaki nya melangkah ke lobi kantor, Kugy langsung mendapat pesan untuk menemui Remi di ruangannya. Kugy meli ri k j am. Aki bat persi apan presentasi Tammi es Bar, su- dah empat hari terakhi r i a masuk kantor di atas pukul se- belas siang. Setiap malam ia harus bekerja sampai larut, dan Kugy benar-benar ti dak sanggup membuka mata sebelum pukul delapan pagi. Kugy tidak heran kalau hari ini ia bakal dapat teguran. Si ang, Kugy. Si lakan masuk, Remi menyambutnya de- ngan ceri a. Di dalam ruangan i tu ternyata j uga sudah ada Gi na, account di r ector . Sori , ya. Saya agak telat. Kemari n, sesudah presentasi , badan saya rasanya capek banget. Jadi , di rumah saya se- ngaj a ti dur terus, takut saki t, j elas Kugy polos. Oh, ya. Kamu memang harus jaga kesehatan, Gy. Bener- bener j angan sampai saki t. Soalnya ..., Gi na tersenyum si mpul, i a meli ri k Remi . 30. AGEN NON-AQUARIUS 263 Tammi es Bar gol. Kli en ki ta suka banget sama konsep kamu. Mereka mau launch kampanye besar-besaran, Remi melanj utkan. Mereka j uga kepi ngi n j alan dengan ki ta untuk semua produk barunya. Tapi ... Gina berdehem, mereka kepingin i de yang secemerlang Tammi es Bar, konsep yang out of the box, fr esh, j adi .... Remi langsung menyambar, Ki ta mau kamu yang j adi pr oj ect leader untuk produk-produk mereka. Kugy ternganga. Saya? Tapi ... kok ... kenapa saya? Karena, saya pi ki r kamu punya syarat i tu semua. I de kamu fr esh, out of the box, dan j ustru karena kamu anak baru, kamu belum banyak di storsi i ni -i tu. Kamu punya ka- rakter yang pas untuk spi ri t kli en i ni . Dan j arang-j arang j uga ki ta punya kli en yang memi li h untuk nggak mai n aman. Jadi , saya pi ki r, si nergi mereka dan kamu bakal co- cok banget, papar Remi lugas. Tapi ... saya belum pengalaman ... presentasi aj a baru i kutan sekali .... Kan kamu punya ti m, dar li ng? Ya, mereka pasti bantu kamulah, uj ar Gi na sambi l tertawa ri ngan. Kugy berusaha mencerna ucapan yang barusan ia dengar. Di apunya ti m? Dari tukang fotokopi , ti ba-ti ba sekarang di a punya ti m sendi ri ? Dalam hati nya, i a sudah i ngi n me- lorot ke lantai , terpi ngkal-pi ngkal. Walaupun i a tahu Remi dan Gi na ti dak mai n-mai n, semua i ni terlalu lucu bagi nya. Namun, i a berusaha setengah mati menunj ukkan muka se- ri us. Oke, Kugy menghela napas, bi ngung mau berkomentar apa, j adi Jadi , kalau ki ta meeti ng lagi , kamu punya kerj aan lai n selai n ngelamun dan nahan ngantuk, cetus Remi di barengi senyum keci l. 264 Congr ats, yuuu! GInu menumbuhkun. Tak lama, Kugy keluar dari ruangan i tu. Kembali ke po- j ok keci lnya. Cekakak-ceki ki k sendi ri an sepuasnya di sana. Sudah setengah jam Kugy menunggu taksinya yang tak kun- j ung datang. I ni lah ri si ko j i ka pulang pada waktu standar orang-orang bubaran kantor, yakni kompeti si kendaraan umum yang sangat ketat. Namun, Kugy terlalu lelah untuk mencoba alternati f lai n selai n taksi . I a hanya i ngi n duduk tenang di jok belakang, bahkan kalau mungkin tertidur, dan tahu-tahu sudah sampai di rumah. Katanya mau pulang cepat. Kugy menoleh ke sampi ng. Remi tengah berdi ri di si si - nya. Berpakai an lebi h rapi dari bi asa. Taksi saya belum datang-datang, jawab Kugy, mau ada acara lagi , ya? Rabu gaul? Kugy terkekeh. Tadinya memang mau ada appointment. Tapi dibatalkan. Kamu mau pulang, ya? Saya antar sekali an, yuk? Taksi nya di -cancel aj a. Dan sebelum Kugy sempat membuka mulut, Remi sudah keburu berbicara pada Anita, resepsionis kantor, untuk membatalkan pesanan taksi Kugy. Dan sebelum Kugy merancang basa-basi untuk merespons aj akan tersebut, Remi sudah keburu berkata, Tunggu di sini, ya. Saya ambil mobil. Sebentar kemudian, dia sudah menghilang. Kembali lagi bersama mobi lnya di pelataran lobi , pi ntu depan yang sudah di bukakan, t i nggal menunggu Kugy mel angkah masuk. Kugy memasuki mobi l Remi dengan sedi ki t canggung. Walaupun Remi senanti asa bersi kap ri leks kepada para ba- wahannya, Kugy tetap sungkan j i ka harus di antar pulang 265 oleh bosnya sendi ri . Namun, Remi tampak datar dan bi asa- bi asa saj a. Kugylah yang akhi rnya memutuskan untuk me- redam kecanggungannya sendi ri . Mobi l i tu bersi h sekali . Wangi j ok kuli t meruap ber- campur pengharum mobi l. Alunan musi k berkumandang sayup. Dan, mendadak telinga Kugy siaga. Dead Or Alive? tanyanya langsung. Mulutnya pun langsung i kut bernyanyi , You spi n me r i ght r ound ... baby, r i ght r ound, li ke a r ecor d, baby, r i ght r ound, r ound r ound .... Kokkamu tahu grup ini? Suka New Wave juga? tanya Remi, takjub. Memang dulu kamu udah lahir waktu zaman- nya lagu i ni ? Ya udahlah, Kugy tergelak. Tapi orang-orang bi lang saya memang kelainan. I ni tuh musik yang saya dengar dari keci l, dan selera musi k saya, nggak tahu kenapa, dari dulu nggak berubah-rubah sampai sekarang. Saya kayak stuck di musi k 80. Nggak bi sa dengar yang lai n, Kugy menj elas- kan. I ya. I tu unik, Remi pun manggut-manggut setuju, tapi saya nggak terlalu kaget. Karel sudah bilang kalau kamu me- mang uni k. Dalam kasus saya, kata uni k i tu seri ngnya merupakan ungkapan halus dari kata aneh. Bagi saya, hi dup terlalu si ngkat untuk di lewatkan de- ngan bi asa-bi asa saj a. Saya orang yang sangat apresi ati f terhadap segala sesuatu yang uni k, aneh, dan nggak bi asa, Remi berkata tenang, mungki n karena i tu j uga saya mau teri ma kamu kerja di AdVocaDo. I ntui si saya bi sa membaui keanehan. Dan ternyata betul, saya nggak salah pi li h. Senyum Kugy melebar tanpa bi sa i a tahan. Remi , ma- kasi h ya untuk kesempatannya j adi pr oj ect leader . Saya sa- dar banget, modal saya sebetulnya cuma beruntung Remi langsung menggeleng. Kalau kamu menang lotere, i tu baru namanya cuma modal beruntung. Tapi kamu lai n, 266 kamu memang punya bakat alam. Kamu hanya ti nggal j adi di ri kamu sendi ri , dan j adi lah kamu di posi si kamu yang sekarang. Yang orang-orang seperti kamu butuhkan sebenar- nya cuma kesempatan. Kugy cuma bi sa manggut-manggut pelan tanpa suara. Terlalu salah tingkah untuk berkata apa-apa. Kugy melempar pandangannya ke j endela sebagai di straksi , mengamati lalu li ntas yang padat dan nyari s ti dak bergerak pada j am bu- baran kantor i ni . Kamu buru-buru banget harus pulang? Remi bertanya. Memangnya kenapa? Macetnya parah, ni h. Mendi ngan ki ta tunggu sampai agak lengang baru j alan lagi . Keberatan, nggak? Nggak , Kugy menggeleng pelan. Remi menunj uk sebuah kafe yang terletak di tepi j alan, hanya seratus meter dari posisi mobil mereka. Kita mampir ke sana dulu aj a, yuk? Kopi nya lumayan enak. Oke, Kugy mengangkat bahu ringan. Namun, dalam hati- nya ia tercengang-cengang sendiri. Hari yang aneh, pikirnya. Tak hanya i a ti ba-ti ba nai k pangkat drasti s, i a j uga di antar pulang dan di aj ak nongkrong oleh bos nomor satunya. Tak sabar rasanya i ngi n menuli s surat laporan untuk Neptunus. Selepas dua cangki r cappucci no, dua porsi es kri m, dan se- piring besar kentang goreng, mereka tak ubahnya dua teman sebaya yang berbincang asyik tanpa jarak dan hierarki. Kugy lupa perbedaan umur mereka yang terpaut delapan tahun, dan kasta pangkat mereka yang bagai kan bumi dan langi t yang satu anak magang lulus kemari n sore, yang satunya lagi pemi li k perusahaan. Kugy berceri ta dari mulai masa keci lnya hi ngga ter- 267 dampar di AdVocaDo karena kesenangannya berurusan de- ngan kata-kata. Seperti bi asa, i a berceri ta dengan gaya pen- dongengnya yang bersemangat dan berapi-api. Remi bereaksi dari mulai mendengarkan serius, melongo, tersenyum, sam- pai terpi ngkal-pi ngkal. Mulai menyesal kan merekrut aku j adi pegawai ? Kugy bertanya kocak sambi l berkacak pi nggang. I a sudah benar- benar nyaman menj adi di ri nya sendi ri di hadapan Remi . Sebagai pegawai, saya tetap merasa kamu salah satu aset pali ng menj anj i kan yang pernah saya temukan. Sebagai te- man, i ya, kayaknya saya mulai menyesal ..., Remi terkekeh geli , tapi saya j uga mau dong j adi agen rahasi a Neptunus .... Zodi ak kamu apa? Li bra. Kugy menggeleng dengan tampang seri us, Susah. Salah satu syarat dasar j adi agen Neptunus adalah berzodi ak Aquari us. Kalau Li bra, j adi agen apa ya cocoknya? Agen BULOG ... kerj anya ni mbang beras. Boleh. Karena agen Neptunus j uga butuh makan nasi , toh? Apalagi aku. Jadi ki ta asas sali ng membutuhkan aj a. Kayaknya nggak i mbang, Gy. Saya kasi h kamu nasi , kamu kasi h saya apa? Ai r laut? Seafood, jawab Kugy mantap, buat teman makan nasi. Gi mana? Keren nggak, tuh? Oke. Besok malam, ya? Kita di nner di restoran seafood. Ada yang enak banget di Radi o Dalam. Ki ta j alan j am 6-an aj a dari kantor. Kugy merasa kej adi an di lobi tadi berulang. Ji ka di - ibaratkan permainan silat, tanpa ia sempat mengambil kuda- kuda, dengan si gap dan li hai Remi sudah memasukkan se- rangan berkali -kali . Dan Kugy kalah telak. Tak sempat 268 bersi ap dan tak sanggup melawan. Perlahan, kepalanya mengangguk. Meneri ma aj akan Remi . Bandung, Sept ember 2002 ... Permi si ... Mbak Noni ? Noni yang sedang menyapu kamarnya langsung menyan- darkan sapunya ke di ndi ng dan menghampi ri pi ntu. Maha- siswa angkatan baru bernama Ellen yang sekarang menghuni kamar sebelahnya sedang berdi ri sambi l memegang sesuatu di tangannya. I ya, Ellen. Kenapa? Mbak, tadi aku baru beres-beres lemari . Terus ada satu dus yang keti nggal an. I si nya cuma kertas-kertas sama barang-barang bekas gi tu. Tadi nya mau kubuang, tapi un- tungnya aku sempat periksa lagi. Aku menemukan ini, Mbak ... Ellen menyerahkan benda yang di pegangnya. Kotak persegi panj ang berlapi s kertas kado warna bi ru polos. Noni menyambutnya dengan keni ng berkerut. Benda i tu cukup tebal dan berat. Bentuknya mi ri p buku atau album foto. Yang dulu ti nggal di kamar i ni kan temannya Mbak Noni , ya? Mungki n i tu punya di a, Mbak, kata Ellen lagi . Saya belum pernah li hat barang i ni sebelumnya, si h, Noni mengangkat bahu, tapi nggak pa-pa, saya simpan saja. Nanti kalau ketemu orangnya akan saya tanyakan. Makasi h ya, Ellen. Sepeni nggal tetangga barunya, Noni meni mang-ni mang benda i tu di pangkuannya sambi l merenung. Sudah pasti barang i ni mi li k Kugy, pi ki rnya. Dan Noni merasa keti ban sial karena mau tak mau menjadi orang yang harus ketitipan barang Kugy yang keti nggalan. 269 Seli ntas tebersi t kei ngi nan untuk membuka bungkusan itu, tapi Noni ragu. Akhirnya ia membuka laci meja belajar- nya, menyi mpan benda i tu di sana. Nggak usah di pi ki r i n. Noni pun kembali menyambar sapu yang tersandar di di n- di ng. Jakar t a, Sept ember 2002 ... Kugy menghi tungi cangkang udang di kedua pi ri ng mereka. Kamu kalah dua, katanya pada Remi . Tapi di klasemen kerang rebus, kamu kalah ti ga, balas Remi yang sedari tadi menghi tungi cangkang kerang. Kalo i tu bukan salahku, tapi keti mpangan porsi dari restoran i ni . Kalo di pi ri ngku ada ekstra sepuluh kerang, pasti semuanya j uga kumakan, tauk, protes Kugy. Lu numunyu nusIb! RemI nyengIr. JudI, mukun suyu udah cukup banyak buat j adi agen Neptunus, nggak? Sebentar, sebentar, Kugy berpikir. Dalam primbon per- aturan agen, andai kan agen non-Aquari us i ngi n bergabung, maka syarat-syaratnya adalah: pertama, harus j ago makan seafood .... Yang i tu udah lolos, dong, sela Remi . Kugy memandangi lagi pi ri ng-pi ri ng kosong hasi l per- j uangan mereka sej am terakhi r. Oke, boleh, deh. Syarat pertama lolos. Kedua, harus bi sa bi ki n perahu kertas .... Si ni , saya bukti kan, kata Remi seraya menyambar se- Iembur umeL menu yung LergeIeLuk sebuguI uIus mukun dI atas mej a. Dengan cekatan, i a meli pat-li pat kertas i tu, dan tak lama kemudi an j adi lah sebuah perahu. Wuh! HebuL! Kugy berLeuk Lungun. SyuruL keduu Io- Ios! Remi menggosokkan kedua telapak tangannya dengan mata berbinar, Saya mulai optimis, nih. Apa syarat berikut- nya? 270 Kugy berpi ki r lagi , dan berpi ki r. Terakhi r, i a tersenyum lebar-lebar. Belum di susun sampai syarat keti ga ... hehe, menyusul, ya. HRD-nyu uyuh! omeI RemI bercundu, PuduhuI uduh semunguL, nIh! Secepatnya saya bawa peri hal persyaratan i ni ke forum departemen HRD Kerajaan Bawah Laut. Nanti dikabari lagi, ya, Mas. Sabar ... sabar, uj ar Kugy sok seri us. Mendadak, ruangan i tu j adi temaram. Beberapa lampu di mati kan. Keduanya pun tersadar, restoran i tu sudah mau tutup. Para pelayan sudah berdi ri memandangi mereka de- ngan senyum di paksakan. Sopan, sekali gus i ngi n mengusi r. Sambi l menahan tawa geli , keduanya beranj ak dari sana. Kugy ti ba di rumahnya pukul sebelas lebi h. Salam untuk Karel, ya, kata Remi sebelum Kugy keluar dari mobi l. Nanti aku sampai kan, Kugy mengangguk, makasi h ya makan malamnya. Pi ntu pun membuka, dan setengah kaki Kugy sudah melangkah keluar. Ti ba-ti ba Remi menahannya, Gy, bentar. Ti ti p i ni , ya, katanya sambil menyerahkan perahu kertas yang tadi ia lipat di restoran. I ni buat apa? tanya Kugy heran. Buat kamu hanyutkan besok. Saya i ngi n ki ri m pesan buat Neptunus, Remi menj awab halus, di i kuti sorot mata yang menghangat. Kugy tertegun meli hat gradasi perubahan i tu. Mmm ... pesan? Well, berarti kamu harus nulis sesuatu di kertas ini, sahutnya cepat. Kugy menyadari di ri nya mulai gugup. No pr oblem, si ni , saya tuli s dulu, uj ar Remi santai . I a menyalakan lampu, mengambi l pulpen dari tasnya, mem- buka li patan kertas, menuli s sebentar di atas dashboar d, melipat ulang perahu itu dan memberikannya kepada Kugy. 271 Dan karena kamu kuri rnya, kamu boleh baca i si pesan saya, kok, tambah Remi lagi . Dan sorot mata i tu, entah kenapa, ki an membuat Kugy gugup. Sebetulnya di larang melakukan surat-menyurat sampai lamaran kerja positif dikabulkan, tapi ... aku coba, ya. Cuma nggak j anj i lhooo ... Kugy tertawa, si ap menutup pi ntu. I ts okay, Remy mengangkat bahu, namanya j uga usaha. Bye, Gy. Sampai besok. Bye! Kugy melambaikan tangan. Memandangi mobil itu melaj u hi ngga hi lang di ti kungan j alan. Tanpa menunggu lebi h lama, di bukanya li patan-li patan perahu kertas i tu, membaca tulisan Remi yang tertera di bagian belakang pam- eL resLorun, dIerbunLukun enerungun Iumu juIun: Makasih sudah mengir imkan agen Kugy ke kantor saya, dan membuat malam i ni menjadi malam yang sangat me- nyenangkan. Saya nggak kepi ngi n-kepi ngi n amat kok j adi agen, saya lebi h kepi ngi n di temani makan lagi sama agen kamu yang satu i tu. Mudah-mudahan di a mau. Kugy pun mematung bersama selembar kertas di tangan- nya. Di hati nya terasa ada kebi ngungan, kegugupan, dan j uga ... rasa senang. Kugy tak bi sa menentukan mana yang lebih dominan. Ketiganya bercampur jadi satu. Entah nama- nya apa. Kugy merasa satu-satunya penawar yang jitu adalah ... ti dur. 272 Jakar t a, Okt ober 2002 ... Untuk pertama kali nya Kugy i kut acara gather i ng bi ro-bi ro periklanan. Sebagai anak baru dan anak bawang, inilah ma- lam pertamanya bergaul dan beri nteraksi dengan sesama pekerj a peri klanan, meli hat langsung tokoh-tokoh yang se- lama i ni hanya i a kenal namanya saj a, dan berkenalan de- ngan orang-orang dari berbagai kantor, dari mulai yang se- ni or sampai sesama anak bawang. Acara yang berlangsung di sebuah wi ne lounge i tu di - hadi ri hampi r seratus orang. Sedari tadi penganan yang di - suguhkan adalah gelas-gelas berisi anggur merah dan putih, serta makanan-makanan ri ngan berukuran mungi l yang di - edarkan di atas baki . Perut Kugy yang belum di i si nasi mulai menunj ukkan reaksi pemberontakan. I man ... di si ni nggak bi sa pesan nasi , ya? bi si knya pada I man. I man kontan tertawa. I ni wi ne lounge, Neng. Dan kalo 31. ARISAN TOILET 273 udah jam segini kayaknya mereka udah nggak menyediakan makan besar. Kecuali kalo lu keluar dan cari nasi goreng di pi nggi r j alan. Oke, deh. Thanks i nfonya, j awab Kugy masam. I a me- nebar pandangan. Semua orang kelihatannya tidak ada yang bermuka kelaparan seperti di ri nya. Entah karena mereka lebih berpengalaman sehingga sudah mengantisipasi dengan makan malam duluan, atau pergaulan dan wi ne kadang- kadang bi sa mengenyangkan perut. Yang j elas, ti dak bagi - nya. Matanya lantas tertumbuk pada Remi . Manusi a satu i tu seperti madu yang dikerubungi para lebah. Yang melingkari- nya semua perempuan. Tampak jelas mereka berusaha sekali mencuri perhati an Remi dengan mengobrol, atau melucu, atau apa pun, hanya sekadar supaya Remi mengali hkan se- bentar tatapannya dan meladeni barang satu atau dua kali - mat. Mereka yang baru bergabung berkesempatan untuk sejenak menyerobot, cium pipi kiri-kanan, sambil melingkar- kan tangan mereka sej enak di pi nggang Remi . Namun, se- sudah satu ti ket sosi al i tu berlalu, mereka kembali harus menunggu giliran. Kugy menontoni itu semua sampai akhir- nya tersenyum geli . Entah apa yang mengarahkan tatapan Remi , ti ba-ti ba saja matanya menemukan Kugy yang tengah mengamatinya. Buru-buru, Kugy membuang muka. Jantungnya seperti men- ci ut mendadak. Malu-malui n, pi ki rnya. Dan Kugy tambah geli sah keti ka menyadari bahwa Remi keluar dari li ngkaran lebahnya, berj alan menuj u tempat i a berdi ri . Kok sendi ri an, Gy? Nggak mi ngle? tanya Remi yang sekarang sudah berdi ri di sampi ngnya. Lagi cari makanan, Kugy menj awab dengan cengi ran lebar. Tuh ... Remi menunjuk baki berisi roti-roti mungil dan 274 ,keri pi k yang di saj i kan sej umput-sej umput di mangkok ker- tas. Cari yang porsi nya lebi h ni at, sahut Kugy sambi l me- nepuk perutnya, anakonda-ku mulai aksi huru-hara, ni h. Kayaknya nggak mungkin lagi disumpal makanan basa-basi. Aku pami t duluan, ya. Mau cari makan aj a. Saya temani , ya? Li ma belas meni t? Saya pami tan dulu sama orang-orang. Ketemu di pi ntu depan, ya. Remi pun melesat pergi . Kugy tergagap mau mengatakan sesuatu, tapi manusia itu sudah lenyap di kerumunan orang. Gi la, ngomong i ya aja belum. I a berdecak takj ub atas kegesi tan Remi . Sambi l menunggu Remi , Kugy pergi ke toi let. Di depan cermi n, sekumpulan perempuan sedang berj aj ar memper- bai ki dandanan mereka. Semuanya ti dak ada yang i a kenal. Namun, dengan cepat, Kugy bi sa mengi kuti pembi caraan massal yang sedang terj adi di sana. SIuIun. MukIn gunLeng Luh orung! Gua mau di kerem semi nggu sama di a. Gua sebulan. Hayo? Lu tahu Sandy, AE-nya Vi aAd? Di a sempat sukses lho nge-date sama Remi . Beberapa dari mereka langsung mangap. Haa? Sandy? Damn! Lucky gi r l! Faktor bemper depan, tuh .... Mereku LergeIuk bersumu. IsIk Io! Tapi , cuma sebatas kencan doang, nggak sampai pa- caran. I yalah, segede-gedenya toket, mau dibawa sampai mana, si h? Akhi rnya kan yang ngaruh tetap faktor kepala. Bo, please, deh. Di ndi ng sekarang pada punya kupi ng, seseorang berceletuk dengan setengah berbi si k, Jadi , mak- 275 sud lo, Sandy nggak punya otak? Oops! Tawanya langsung berderai , di i kuti semua temannya. Well, si apa pun yang cuma modal bodi doang, nggak bakalan lama. I ni kan zaman i nner beauty. I ye, maksudnya apa yang ada di i nner -nyu buju eIo! Mereka tertawa lagi . Jadi , sekarang Remi lagi nggak deket sama si apa-si apa? Sti ll eli gi ble? Kayaknya masi h. Mata-mata gua di Alpukat si h belum ngelapor apa-apa. Eh, nggak ada anak Alpukat, kan? Tiba-tiba satu orang berceletuk. Kugy langsung memali ngkan kepalanya ke arah tembok. Alpukat adalah julukan gaul untuk AdVocaDo. Diam-diam, Kugy bersyukur dengan status anak barunya sehingga muka- nya belum di kenal dalam li ngkup pergaulan tersebut. Bo, nggak ngaruhlah kalo pun di a lagi ada pacar. Se- beIum junur kunIng berdIrI, komeLIsI musIh Lerbuku! HurI gInIII ... junur kunIng uduh ngguk nguruh! SebeIum BENDERA KUNNG berdIrI, komeLIsI LeLu Lerbuku! Huhu! NujIs Io! Seusai mendapat gilirannya masuk ke kamar mandi, Kugy cepat-cepat menyelinap keluar. Hawa di dalam toilet itu pe- ngap rasanya. Bukan karena temperatur, tapi karena per- saingan ketat demi atensi seorang Remigius Aditya. Sungguh i a ti dak sangka, manusi a i tu sebegi tu populernya. Meli hat bagaimana Remi begitu diminati, Kugy tidak bisa memutus- kan haruskah ia merasa beruntung atau justru sial. Andaikan perempuan-perempuan i tu tahu bahwa dalam li ma meni t di ri nya akan keluar makan bersama Remi , Kugy ragu bi sa keluar dari toi let tadi dalam keadaan utuh. 276 Kugy baru saja melahap tandas sepiring nasi goreng, dan ia sudah ngi ler meli hat roti bakar yang di pesan Remi . Aku mau pesan j uga, ah ..,. katanya seraya celi ngak-celi nguk mencari pelayan. Dahsyat, ya, makan kamu. Tapi saya bingung, larinya ke mana semua, ya? Badan mungil tapi kok muat sih makanan sebanyak gi tu? Remi tak habi s pi ki r. Ususku di mana-mana. Kalo tanganku di belek, ketemu- nya juga usus, seloroh Kugy. Tak lama, ia memesan setam- puk roti bakar dan segelas cokelat panas. Cewek-cewek pasti ngi ri sama kamu, komentar Remi lagi . Spontan, tawa Kugy menyembur. Malam i ni aku bi sa bi lang kalo ucapan kamu ada benarnya, tapi bukan karena faktor makanku. Tapi ..., Kugy mencoba menelan tawanya, j ustru karena teman makanku. Remi mengerutkan keni ngnya. Maksud kamu? Aku baru sadar aku sedang makan dengan the most wanted eligible bachelor yang dipuja-puja dan diperebutkan hampir semua cewek di acara tadi, Kugy terkikik geli, sam- pai ada forum ari san yang bahas kamu di toi let tadi . Remi tersenyum sambi l melengos. Apa, si h. Nggak pen- ti ng, katanya seraya mengi baskan tangan. Memang, sahut Kugy, tapi lucu aj a. Karena kayaknya cuma aku satu-satunya yang nggak nyadar betapa ..., nada i tu meragu, antara melanj utkan atau ti dak, ... betapa ber- harganya kesempatan ini, Kugy menahan napas, setidaknya dari kacamata mereka, cepat-cepat i a menambahkan. Remi menatap Kugy. Tatapan yang sama keti ka Remi memberi kan perahu kertas di mobi lnya beberapa mi nggu 277 yang lalu. Dan kembali Kugy merasakan kegugupan sama menyerangnya. Saya lebih senang kalau kamu nggak nyadar. Kamu bisa j adi di ri sendi ri , saya j uga. Dan menurut saya i tulah yang pali ng menyenangkan dari pertemuan ki ta selama i ni , kata Remi lembut. Kugy menelan ludah. Setuj u, menj adi di ri sendi ri i tu memang yang pali ng enak, i a menyahut sekenanya. Sambil menyeruput teh panas, Remi pun berkata ringan, Mereka yang justru nggak tahu betapa berharganya kesem- patan i ni buat saya. Bertepatan dengan i tu, roti bakarnya datang. Kugy lang- sung menyantap dengan lahap. Antara masi h lapar dan upaya mengompensasi salah tingkah. Dalam hatinya, ia mu- lai merasa ada yang ti dak beres dengan i ni semua. Dengan Remi . Dengan di ri nya. Ubud, November 2002 ... Di bale tempat i a menghabi skan ratusan hari nya, Keenan duduk bersandar pada ti ang kayu. Sama seperti hari -hari sebelumnya. Namun, segalanya tak lagi sama. Bali tak lagi sama. Bom yang meledak di Kuta sebulan yang lalu tak hanya meledakkan satu tempat saj a. Seolah ada kabut asap yang terus tersi sa, bertengger, dan menyeli muti sei si Bali . Me- nyi hi r pulau bahagi a i ni menj adi pulau kecemasan. Semua orang bi cara tentang masa depan Bali . Masa suram yang akan menj elang. Meski seluruh keluarganya selamat karena tak ada yang tinggal di Kuta, duka yang sama tetap terasa di rumah besar Pak Wayan. Tak ada yang luput dari si hi r i tu. Termasuk 278 Keenan. Bedanya, Keenan telah merasakan kesuraman da- lam bati nnya bahkan sebelum bom meledak di Kuta dan mengubah segalanya. Untuk keseki an kali , Keenan membolak-bali k buku tuli s itu dengan resah. Semua halaman sudah habis ia baca, bahkan berkali -kali dan tak terhi tung lagi . Semua ceri ta sudah habi s i a wuj udkan ke dalam luki san. Yang tersi sa dari buku i tu hanyalah selembar terakhir yang kosong. Dan itu jugalah yang sudah i a hadapi beberapa bulan terakhi r i ni . Kanvas kosong. Hampir semua orang berkomentar senada, Objek lukisan kamu selama i ni sudah senyawa dengan kamu. Kenapa kamu harus bi ngung mau meluki s apa? Dan di ri nya hanya bi sa di am. Bagai mana bi sa i a menj elaskan bahwa semua yang ia lukis adalah karya Kugy di sebuah buku tulis kumal, dan keti ka semua ki sah dalam buku i tu habi s ... habi slah i nspi rasi nya. Bukannya Keenan ti dak mencoba beri maj i nasi di luar buku Kugy. Sudah ratusan kali i a coba, tapi tetap saja ti dak bisa. Bukan dirinya yang ikut dalam petualangan itu, bukan di ri nya yang menuli s semua ceri ta i tu. Dan semua puj i an yang orang sampai kan untuk luki sannya ki ni j ustru terasa menyudutkan, membawanya pada satu kesi mpulan, bahwa i a ti dak ada apa-apanya tanpa buku i tu. Satu kenyataan yang begi tu mengeri kan. Tepat dua tahun sejak kedatangannya ke Lodtunduh. Te- pat dua tahun i a memulai segalanya di bale i ni . Hati nya gentar membayangkan bahwa segalanya pun bi sa berakhi r di si ni . Ada apa dengan kamu, Gus? Kenapa kondi si mu menurun sekali . Kamu kembali seperti waktu pertama kali datang 279 kemari, ucap Pak Wayan sehati-hati mungkin. Keenan tam- pak seperti boneka kaca yang pecah ji ka sedi ki t saja tersen- ti l. Semi li r angi n mengembus, melewati mereka berdua, menggoyang kentungan bambu. Bebunyian yang kini bahkan terasa peri h menusuk hati nya. Keenan rasanya tak sanggup berkata-kata. Hanya menunduk dan memandangi lantai kayu di bawah kaki nya. Kamu bisa cerita apa saja pada Poyan, kata Pak Wayan lagi , tapi kalau kamu belum merasa si ap, ti dak apa-apa. Saya ti dak akan memaksa. Sebenarnya susah payah Keenan berusaha mengurai - kan kebekuan yang mengadangnya selama i ni , sebenarnya saya i ngi n bi cara, Poyan. Tapi ti dak tahu mulai dari mana ... saya , matanya mengerj ap-ngerj ap bi ngung. Keti daktahuan adalah awal yang bai k. Segala sesuatu di awal i dengan ti dak tahu, i kuti saj a ..., Pak Wayan menepuk lembut bahu Keenan. Semuanya hi lang, Poyan. Semuunyu! BegILu suju! Suyu nggak bisa melukis. Saya nggak tahu harus melukis apa lagi .... Kamu ti dak sendi ri an, Nan. Semua orang sedang ber- kabung di pulau i ni . Keenan menggeleng keras, Bukan cuma karena i tu, Poyan! sergahnya. Sudah lama saya nggak bi sa meluki s. Saya benar-benar buntu. Seperti ada yang mati di dalam si ni , Keenan menunj uk dadanya sendi ri , dan kalau saya nggak menghasi lkan apa-apa, saya merasa nggak berguna ti nggal di si ni . Setengah meratap, i a berkata. Gus, semua orang di si ni sudah menganggap kamu ke- luarga. Meluki s atau ti dak, kehadi ranmu berarti buat kami . Ngerti? Jangan bebankan hal seperti itu pada dirimu sendiri. Ti dak satu kali pun saya pernah mensyaratkan sesuatu su- 280 paya kamu bisa tinggal di sini. I ni rumahmu. Dan ingat, se- mua peluki s pun pernah mengalami apa yang kamu hadapi sekarang. Saya j uga pernah. Bahkan bertahun-tahun, Gus. Tapi bukan berarti ki ta harus menyerah. Meluki s adalah j a- lan yang saya pilih, jodoh saya. Dan bukannya itu juga jalan yang kamu pi li h? Kepala Keenan semaki n dalam merunduk. Hati nya tam- bah remuk mendengar i tu semua. Gus, bersabar. Jangan bebani dirimu seperti ini. Rumah- mu di si ni . Kamu ti dak usah lari lagi , tegas Pak Wayan. Keenan mendongak, nanar menatap pri a yang sudah di - anggapnya ayah sendi ri , memohon pertolongan. Buku i tu habi s, Poyan, bi si knya. Pak Wayan terkesi ap. Seter gantungkah i tu di a? Setelah di am beberapa saat, Pak Wayan pun berkata pelan, Mau tidak mau, buku itu harus ada yang meneruskan, Gus. Atau, kamulah yang berusaha mencari bi ntang baru. Mengerti maksudku? Tidak mudah, saya tahu. Sekarang ini, terimalah saja kalau kamu belum bisa melukis lagi. Jalan itu akan ter- buka dengan sendi ri nya. Jauh di dalam hati nya, Pak Wayan sangat memahami kepedihan Keenan. Luka yang sama pernah dialaminya. Pu- luhan tahun yang lalu. Susah payah, i a berusaha bangki t, tertati h-tati h, mencari sesuatu yang baru untuk mengganti - kan bi ntang hati nya, i nspi rasi nya. Ki ni i a sudah kembali berdiri tegak. Namun, ia sadar, bintang yang sama tak akan pernah kembali untuk yang kedua kali . Jakar t a, November 2002 ... Sej ak pagi tadi , Adri merasa ada yang ti dak beres dengan tubuhnya. I a bangun pagi dengan rasa lelah yang luar biasa. 281 Dan lelah i tu tak kunj ung pergi meski pun i a sudah sarapan dan senam ri ngan, seperti yang bi asa i a lakukan seti ap hari untuk menyegarkan badannya. Meski pun begi tu, Adri tetap memi li h pergi ke kantor. I a ti dak i ngi n Lena curi ga dan mempertanyakan soal kesehatannya j i ka i a memi li h ber- i sti rahat di rumah. Pak Adri , ada telepon dari Pak Ong dari Malaysi a. Suara sekretari snya terdengar dari i nterkom telepon. Adri mengangkat telepon dan mulai berbi cara dengan relasi nya. Setelah dua meni t berbi cara, tangan kanannya yang memegang gagang telepon tahu-tahu gemetar. Dan da- lam hi tungan deti k, gemetar i tu berubah menj adi bergetar. Dalam kekagetannya, Adri segera memencet tombol speaker karena tangannya tak bi sa lagi memegang telepon. Maaf, Pak Ong, seperti nya saya harus menelepon Anda kembali ... saya .... Dan ti ba-ti ba sesuatu seperti menyapu seluruh tubuhnya, mengi sap kekuatannya. Dalam sekej ap, Adri melorot j atuh ke lantai . Tubuhnya terbuj ur kaku. Tak bergerak lagi . 282 Ubud, Desember 2002 ... Kali ini Keenan berusaha. Benar-benar berusaha. Memutus- kan bahwa i a ti dak akan menyerah kalah pada kebuntuan- nya. Buku tulis itu disimpannya di kamar dan tak pernah ia bawa lagi ke mana-mana. Keenan mencamkan pada di ri nya sendiri bahwa jiwa seorang seniman adalah jiwa yang bebas, bukan j i wa yang terpenj ara atau tergantung. I a i ngi n ter- bebas dari buku i tu. Sudah saatnya. Keenan pun meluki s, dan meluki s. Ada Luhde yang duduk setia di sampingnya. Kuas-kuas- nya saya bersi hkan, ya, kata gadi s i tu sambi l mengambi li kuas-kuas Keenan yang sudah mengeras. Satu pekerj aan yang sudah bi asa i a lakukan sej ak keci l dengan telaten ka- rena seri ng membantu saudara-saudaranya yang peluki s. Makasi h, De, sahut Keenan. Dan sej enak i a berhenti , mengamati Luhde yang dengan tekun mencuci kuas-kuasnya. Kamu seperti malai kat .... Kali mat i tu terlontar begi tu saj a tanpa bi sa i a tahan. Ekspresi murni yang bergerak dari hati . 32. NINJA ASMARA 283 Luhde mendongak. Saya senang melihat Keenan melukis lagi , ucapnya tulus. Keenan tersenyum, Saya meluki s untuk kamu. Cepat, Luhde menunduk. Pi pi nya bersemu merah. Ya, tapi Keenan j uga meluki s untuk di ri Keenan sendi ri , kata- nya setengah berbisik. Namun, bibirnya tak kuasa memben- tuk senyuman. Keenan meletakkan kuas yang sedang ia pegang. Sesuatu mendorongnya untuk bergerak mendekati Luhde. Duduk di hadapan gadi s i tu. Dengan pelan dan khi dmat, Keenan ber- kata, Ti ti ang tr esne teken Luhde 31 . Tangan Luhde yang tadinya sibuk bergerak langsung ber- henti . Jantungnya seperti berhenti berdegup. Dua tahun i a menanti . Dua tahun i a berharap. Dua tahun i a mendekat, mencurahkan apa pun yang ia mampu dan ia sanggup beri- kan. Baru kali itulah ia mendengar Keenan mengungkapkan perasaannya. Langsung dan sederhana. Luhde mengangkat mukanya perlahan-lahan. Menatap mata Keenan dengan perasaan campur aduk. Antara ba- hagi a, haru, dan tersi pu. Keenan menahan napas meli hat kei ndahan yang terben- tang di hadapannya. Dan sesuatu menggerakkannya untuk terus mendekat. Mengecup lembut bi bi r Luhde. Jakar t a, Desember 2002 ... AdVocaDo ki ni punya topi k hangat yang selalu di ulas si apa pun, di mana pun, dan kapan pun: Kugy. Ti dak hanya po- puler karena di anggap pr odi gy atas i de-i denya yang gi la, Kugy juga punya julukan baru, yakni Si Ninja Asmara. Ju- 31 Saya ci nta pada Luhde. 284 lukan i tu khusus di perolehnya karena ti dak ada satu pun yang menyangka sarjana kemarin sore berjam tangan Kura- kura Ni nj a telah berhasi l mematahkan hati banyak perem- puan yang selama i ni mengi ncar Remi . Kedekatan Remi dan Kugy selama dua bulan terakhir su- dah terlalu kentara untuk di abai kan. Hampi r seti ap hari Remi terli hat mengantar Kugy pulang. Seti daknya dua atau ti ga kali dalam semi nggu, mereka pergi bersama untuk ma- kan malam. Kugy, duduk di jok depan mobil Remi, menjadi sebuah pemandangan yang di saksi kan hampi r seti ap hari oleh satu kantor. Sementara itu, Si Ninja Asmara sendiri tak ambil pusing, bahkan tak menyadari bahwa di ri nya tengah j adi sorotan. Bagi Kugy, tugasnya yang bertumpuk terlampau menyi ta waktu dan tak sempat lagi i a memi ki rkan lej i tan kari ernya yang mengagetkan semua orang. Dan bagi nya, Remi adalah teman jalan yang begitu menyenangkan hingga membuatnya tak lagi peduli akan kompeti si di luar sana. Kugy ti dak me- rasa ada dalam sebuah kompeti si apa-apa. Di ri nya ti dak merasa punya target atau agenda untuk dekat dengan Remi. Semuanya mengali r begi tu saj a. Dan urat cueknya terlalu kuat untuk memusi ngkan apa kata orang. Malam i tu, teman-teman kantornya berencana untuk clubbi ng ramai -ramai . Meski tadi nya enggan, Kugy di daulat untuk i kut. Akhi rnya bergabunglah i a dengan segerombolan orang dalam gelap remang di i ri ngi dentuman musi k yang menekan jantung. Banyak wajah yang tak asing. Kebanyakan ia temui waktu acara gather i ng bulan lalu. Ada sekelompok perempuan yang j uga i a kenali . Ar i san Toi let, Kugy men- j uluki dalam hati . Kugy bi sa bertahan agak lama kali i ni karena i a sudah dat ang dengan per si apan makan mal am sebel umnya. Namun, lewat dua j am, i a mulai geli sah. Perut kenyang 285 tidak berarti menjadi betah. Sementara hampir semua orang sudah pindah medan kesadaran, Kugy, yang cuma numpang berdi ri sej ak tadi , menj adi pi hak terasi ng karena nggak nyambung. Pelan-pelan ia beringsut, dengan rencana kabur secara bertahap. Tahu-tahu, badannya berbenturan dengan bahu sese- orung. SorI, sorI ..., Kugy reeks memInLu muuI. Buru suju i a mencoba melangkah ke arah lai n, sudah ada sosok baru yang menghalangi j alannya. Kugy mencoba mundur, dan ternyata berbenturan lagi dengan badan seseorang. Akhirnya Kugy tersadar, i a sedang di kepung. Kamu yang namanya Kugy? Salah satu dari mereka ber- tanya. Kugy mengamati muka i tu, dan mengenali nya sebagai anggota Ari san Toi let. I ya, saya Kugy ..., katanya sambi l mengangguk. Curi ga. Yang lagi magang di AdVocaDo, kan? Ada yang ber- tanya lagi . Kugy mengangguk. Remi ke mana? Kok nggak bareng? Seseorang yang lain lagi bertanya. Ngnggak, nggak tahu, jawab Kugy. I a mulai tidak nya- man dengan interogasi ini. Kugy benar-benar tidak tahu apa maksud mereka. Udah lama pacaran sama Remi ? Nada i tu ketus dan menusuk. Nggak pacaran kok ..., Kugy menggelengkan kepala. Bi- ngung. Kalo i ya j uga nggak pa-pa, j angan j adi mi nder gi tu, dong. SeIumuL, yuu! Ucuun ILu dIburengI dengun senyum. Senyum yang ti dak menyenangkan. I ya, kok bisa, sih? Susuknya keluaran dari dukun mana, Jeng? Yang bertanya pun tergelak sendi ri . 286 Eh, jungun suIuh. JImuL dese Luh jum Lungunnyu, Iho! Makanya lu semua pada beli . Cari di Pasar Baru, gi h. Lu cari j am Spi derman, lu Superman, lu cari j am Barbi e ... okoknyu jum IusLIk yung noruk! Menurut maj alah Vogue, that i s so 2002, you know! Dan mereka tertawa. Kugy mulai merasa teri nti mi dasi dengan percakapan se- tengah bercanda setengah cari gara-gara tersebut. Yang jelas, bagi nya semua i tu mulai ti dak lucu. I a kepi ngi n kabur se- cepatnya. Namun, langkahnya di bendung dari kanan-ki ri , dan Kugy tak bi sa bergerak. Tahu-tahu, ada lengan yang menyeruak li ngkaran i tu, menggami t dan menari k tangan Kugy keluar. Remi berdi ri dengan senyuman kari smati knya, menatap mereka semua dengan sopan, Sori , pi nj am Kugy-nya, ya. Lalu, seolah sudah ratusan kali melakukannya, Remi me- meluk pi nggang Kugy dengan luwes, merapatkan tubuh Kugy ke arah tubuhnya. Pulang, yuk, katanya ri ngan. Dan j emari nya membelai rambut depan Kugy. Tak hanya mereka yang terlongo, Kugy pun kaget bukan mai n. Namun, i a menj aga agar kekagetannya ti dak terbaca. Kugy lalu tersenyum manis pada Remi, menggenggam balik tangan Remi yang melingkar di pinggangnya, Yuk, katanya dengan anggukan kecil, pandangannya pun beralih ke Arisan Toi let, duluan, ya ..., i a berkata dengan nada seramah mungki n seraya berlalu dari sana. Sesampai nya di luar, keduanya tertawa terpi ngkal-pi ng- kal. Lihat nggak muka cewek yang tadi berdiri di sebelahku? AsII kuyuk cecuk bunLuLnyu cooL! seru Kugy sumbII me- megangi perutnya yang terkocok, What a show! Benar- benur brIIIun! 287 Remi melihat jam tangannya, Baru jam satu, nih. Makan bubur dulu, yuk. Boleh, kata Kugy ri ang. Dan mereka berj alan menuj u parki ran. Barulah Kugy menyadari sesuatu, dari dalam club tadi sampai mobi l, tangan Remi tak lepas-lepas dari pi ng- gangnya. Bubur yang tadi menggunung di mangkok sudah lenyap, yang tersi sa hanyalah lapi san ti pi s, yang i tu pun masi h di - sendoki Kugy dengan semangat. Kalau saya j adi tukang bubur, saya bakal j adi kan kamu br and ambassador . Kamu dapat omzet sepuluh persen dan makan grati s seseri ng dan sebanyak apa pun yang kamu mau. Dan saya cuma mi nta kamu makan persi s kayak gi tu di depan pengunj ung. Mereka pasti ngi ler luar bi asa, dan kepi ngi n nambah bi arpun udah kenyang, uj ar Remi yang sedari tadi memperhati kan Kugy. Dasar orang i klan, celetuk Kugy. Ganti an mengamati Remi yang masih menghabiskan buburnya. Sejak kapan sih kamu tertari k ke duni a adver ti si ng? tanyanya penasaran. Dari lulus kuliah. Saya mulai magang seperti kamu, jadi j uni or ar t di r ector . Terus saya pernah nggak sengaj a j adi pr oj ect leader satu produk, dapat kli en yang gede banget, dan mereka suka banget sama ide saya. I klan yang saya buat j uga sukses. Saya malah dapat awar d tahun i tu, dan se- sudahnya hampi r seti ap tahun dapat penghargaan terus. Saya lalu keluar dari tempat kerja saya yang lama, coba-coba bi ki n sendi ri . Untungnya kli en-kli en saya yang lama terus mendukung, makanya AdVocaDo bi sa seperti sekarang. Kugy manggut-manggut. I a i ngat sederet plakat peng- 288 hargaan Remi terpaj ang di di ndi ng kantor. Mereka semua bi lang, dulu Remi di anggap pr odi gy duni a peri klanan. Tapi, ini memang pekerjaan yang selalu kamu inginkan? Atau ada passi on lai nkah? tanya Kugy lagi . Remi menggeleng. I ni duni a saya. Dari keci l saya tuh udah j ago bi ki n dagangan orang laku, Gy. Orangtua saya, saudara-saudara saya, ti ap mereka bi ki n apa saj a, mereka suka i seng tanya sama saya, terus saya kasi h i de-i de untuk bi sni s mereka, eh ... semuanya sukses. Waktu sekolah dan kuliah juga sama, saya sering bantu event sekolah atau kam- pus, semuanya berhasil. Dan saya puas banget mengerjakan- nya. Wow, Kugy berdecak kagum, kamu orang yang sangat, sangat beruntung. Kamu menci ntai pekerj aan kamu, dan kamu j uga sukses di bi dang yang kamu ci ntai . Pasti banyak banget yang ngi ri sama kamu. Mungki n, Remi mengangkat bahu, yang j elas saya cuma ngi ri sama satu. Si apa? Peluki s. Kugy seperti tersenti l mendengarnya. Peluki s? Kok bi sa? Lukisan adalah hiburan saya yang paling menyenangkan, Remi menjelaskan, matanya berbi nar, para peluki s i tu bi sa melahi rkan duni a baru lewat j i wa mereka ... berkata-kata dengan gambar ... warna ... komposi si ..., i a menghela napas panjang, kalau saya dilahirkan kembali, saya kepingin j adi peluki s. Kugy terdi am. Semua yang di ceri takan Remi mengi ngat- kannya pada seseorang. Kalau kamu? Kalau di lahi rkan lagi , mau j adi apa? Kugy menj awab mantap, I kan paus. 289 Ubud, Desember 2002 ... Luhde terbangun lebi h pagi dari bi asanya. Entah kenapa. Ti ba-ti ba saj a i a terlonj ak dari tempat ti dur. Perasaannya tak enak. Pelan-pelan, i a bangki t dari tempat ti dur. Berj alan ke luar. Belum ada siapa-siapa yang terlihat. Namun, kupingnya mendengar sesuatu. Dari arah bale. Saat i a mendekat, barulah j elas suara apa i tu. Dan ter- kej utlah Luhde keti ka meli hat apa yang terj adi . Keenan te- ngah berdi ri ... menyobek luki sannya sendi ri . Luki san yang baru di buatnya beberapa hari lalu. Keenun! seru uhde sumbII Lergooh berIurI nuIk ke bale. Kenapa kamu? Keenan tertegun meli hat Luhde yang muncul tanpa di - duganya. Tangannya masi h menggenggam kanvas yang su- dah tercabi k menj adi dua. Kekenapa lukisannya disobek? Luhde bertanya, cemas dan takut. Luki san i ni nggak bagus, j awab Keenan datar. Tapi ... itu lukisan Keenan yang pertama lagi setelah se- ki an lama ... dan menurutku, luki san i tu bagus ... apanya yang salah? ratap Luhde kebi ngungan. De, saya nggak bi sa meluki s seperti dulu lagi , kata Keenan li ri h. KuLu sIuu? Keenun ngguk boIeh ngomong begILu! Kumu hurus kusIh kesemuLun udu dIrI kumu sendIrI! Kenuu Iu- ki sannya harus di rusak? desak Luhde bercampur tangi s. Direbutnya cabikan kanvas itu dari tangan Keenan. Kenapa di rusak? tangi snya lagi . Karena ... lukisan itu ..., Keenan tergagap, tak bisa men- jelaskan. Bagaimana bisa ia mengungkapkannya tanpa meng- hancurkan hati Luhde? Bahwa lukisan itu tak memiliki nya- 290 wa dan kekuatan yang sama? Bahwa lukisan itu tak sanggup menggerakkan dan mewaki li hati nya sebagai mana luki san- luki sannya yang dulu? Dan Luhde pun tak bisa lagi berkata-kata. I a sungguh tak mengerti, dan sebagian dirinya tidak terima. Pertama kalinya Keenan meluki s ... untuknya. Dan luki san i tu berakhi r de- ngan tercabi k menj adi dua. Masih pagi sekali, De. Anginnya dingin. Kamu masuk ke kamar lagi saj a. Cuma i tu yang bi sa Keenan bi lang. I a pun membalikkan punggungnya, menatap pekarangan yang sepi, yang j auh lebi h mudah di hadapi keti mbang waj ah Luhde yang pi lu. Saya i ngi n di si ni , bi si k Luhde. Hati -hati , di dekati nya sosok laki -laki yang amat di ci ntai nya i tu. Memeluknya per- lahan dari belakang. Membenamkan ai r matanya di sana. Jakar t a, Desember 2002 ... Lena termenung di pi nggi r tempat ti dur rumah saki t. Adri baru melewati masa kri ti s selama dua hari , dan hari i ni i a sudah mulai si uman. Sesekali terj aga dan membuka mata, meski tubuh i tu tetap kaku seperti papan. Str oke yang kali i ni menyerangnya j auh lebi h kuat di bandi ngkan serangan yang pertama. Dokter bahkan meragukan kondi si nya akan kembali seratus persen seperti semula. Di butuhkan ke- ujuIbun, mereku bIIung. BerbuIun-buIun hsIoLeruI un u- ling hanya akan mengembalikan tujuh puluh sampai delapan puluh persen kondi si suami nya. Bahkan, kenyataan bahwa Adri masi h hi dup pun sudah harus di kategori kan sebagai keaj ai ban. Mudah-mudahan keaj ai ban i ni berlanj ut, kata mereka lagi . Saat seperti inilah baru sepi itu terasa. Jeroen baru akan kembali ke rumah saki t setelah j am sekolahnya usai nanti 291 siang. Di ruangan itu, hanya dirinya dan suaminya yang ter- bari ng tak bersuara. Lena bangki t berdi ri . Membelai -belai rambut suami nya. Dan i a putuskan untuk berbi si k di teli nga suami nya, meng- aj ukan pertanyaan-pertanyaan yang selama i ni belum ter- j awab: ada apa sebenar nya? Apa yang selama i ni kamu sembunyi kan? Apa yang bi sa kubantu? Lama Lena berdiri seperti itu, terus membelai-belai halus, dan berbisik di telinga suaminya, sampai akhirnya ekor mata- nya menangkap sesuatu. Kelopak mata Adri kembali mem- buka. Lena segera menatapnya, tersenyum, lantas menggenggam tangan yang terasa kaku bagai kawat i tu. Hai ..., sapanya lembut. Mata i tu mengerj ap. Berceri ta. Memohon. Lena membelai waj ah suami nya, Aku di si ni ... kamu akan sehat lagi ... kamu akan bai k-bai k lagi seperti dulu ..., Mata i tu mengerj ap lebi h cepat. Semaki n sarat dengan pesan. Tapi tak ada satu bunyi pun yang keluar. Lena mulai membaca sorot yang geli sah i tu. Apa yang bi sa aku bantu, Dri ? Dengan segala daya yang entah dari mana, otot-otot muka Adri mulai bergerak. Sedi ki t demi sedi ki t. Mulut i tu bergetar, mengel uarkan bunyi kerongkongan yang ter- tahan. Kkk ... kk ... kee .... Lena terkesi ap. Tangannya langsung memencet tombol untuk memanggi l perawat. I ya, apa, Adri ? Kamu mau bi - lang apa? Lena mendekatkan kupi ngnya ke depan mulut Adri agar bi sa mendengar lebi h j elas. Dengun suuru LerImIL dun beIenggu hsIk yung Luk me- mungki nkannya untuk berbi cara, Adri berusaha setengah 292 mati untuk mengucapkan satu kata i tu: Kkk ... kee ... nan ... Begi tu kata i tu terucap, mata Adri kembali memej am. Otot-otot waj ahnya kembali menegang. Lena pun terenyak di tempat duduknya. Keenan? I tukah penyebabnya? Selama i ni , Adri ti dak menunj ukkan ke- peduli an sama sekali tentang keberadaan Keenan, bahkan mengi ngatkannya berkali -kali untuk ti dak pernah mencari Keenan, sampai anak itu yang menghubungi mereka duluan. Sej ak Keenan pergi , tak satu kali pun Adri membahas ma- salah Keenan, bahkan menyebut namanya pun tidak. Seolah- olah memori nya sudah i a ri ngkus dan bekukan hi ngga satu hari nanti , saat Keenan yang kembali ke rumah dan me- mohon maaf. Sesuai dengan apa yang di maui nya. Mendadak, Lena di serang perasaan bersalah yang men- dalam. Di alah satu-satunya yang tahu ke mana Keenan pergi . Di alah satu-satunya yang tahu pasti bahwa anak i tu baik-baik saja. Sementara, suaminya bertahan dalam ketidak- tahuan, dalam sikap tak mau tahu dan tak mau peduli. Pada- hal, selama ini, mungkin saja Adri terus bertanya-tanya, dan akhi rnya tergerogoti dari dalam oleh pertanyaan yang tak ada j awaban: di mana Keenan? Tak ada j alan lai n, pi ki r Lena. I a harus menj emput Keenan pulang. 293 Sejak pernikahannya dengan Adri, Lena belum pernah meng- i nj akkan kaki nya lagi di Pulau Bali . Dua puluh satu tahun yang lalu adalah terakhi r kali nya. Perasaan yang luar bi asa asi ng meli puti nya begi tu pesawat yang di tumpangi nya ber- si si an dengan laut, si ap mendarat. Ti balah i a di Bandara Ngurah Rai, disambut alunan gending Bali yang sayup-sayup berkumandang dari kotak-kotak pengeras suara. Lena ti dak pernah tahu apakah di ri nya si ap kembali ke si ni . Ada pe- rasaan ingin berbalik pulang ke Jakarta, perasaan menyesal, sekali gus rasa ri ndu yang hebat. Lena tak sanggup membayangkan apa rasanya di per- j alanan nanti , meli hat begi tu banyak hal yang dapat mem- bangki tkan kenangan-kenangan yang selama i ni sudah ber- hasi l i a kubur rapat-rapat. Kenangan saat i a masi h ti nggal di pulau i ni , saat i a masi h meluki s, saat i a masi h bersama Wayan. Sebelum melangkahkan kaki ke gerbang luar, Lena duduk terlebih dahulu untuk menenangkan diri. Mengingatkan diri- nya untuk ti dak terbelenggu perasaan-perasaan yang tak 33. KEKUATAN MENCINTA 294 menentu, yang hanya akan menj ebaknya ke dalam perang- kap masa lalu. Mencamkan dalam hati nya bahwa i a datang kemari hanya untuk menj emput anaknya. Cukup i tu yang perlu ia ingat. Nanti malam, ia sudah kembali pulang. Lepas dari tempat i ni . Lepas dari kenangan i ni . Menit demi menit. Meter demi meter. Perjalanan yang men- cabik-cabik hatinya sejak tadi akhirnya tiba di puncak. Sam- pai lah i a di gerbang depan rumah i tu. Lena ti dak tahu ke- kuatan mana yang bisa menggiring dirinya kembali ke sana, untuk sekadar mampu berdiri tegak menunggu pintu itu ter- buka. Penj aga rumah yang membukakan pi ntu memi nta Lena untuk menunggu di teras depan. Tak l ama, terdengar langkah-langkah yang mendekati . Bahkan dari tempo ber- jalannya, Lena sudah tahu siapa gerangan yang datang meng- hampi ri . Halo, Wayan, sapanya dengan senyum. Pak Wayan tertegun. Lama. Saya mau ketemu dengan Keenan, ucap Lena lagi . Apa ada masalah? tanya Pak Wayan dengan suara ter- tahan. Adri masuk rumah saki t. Kena str oke, j elas Lena pen- dek. Pak Wayan tertegun sej enak. Sebentar, saya panggi lkan Keenan, desisnya. Pijakan kakinya seolah ingin membelesak menembus lantai. Sesaat, ia bahkan merasa sedang bermim- pi. Segalanya meluruh di hadapan perempuan itu. Kekuatan- nya, pertahanannya, bahkan di ri nya tak lagi sama ji ka Lena ada. I a merasa tersesat di rumahnya sendiri. Meski limbung, Pak Wayan berj alan ke belakang, memanggi l Keenan. 295 Tak pernah terli ntas di benak Keenan, i bunya akan duduk ber sama di a di bal e, ber t emankan angi n dan suar a kentungan bambu. Kangen dan pi lu bercampur j adi satu. Mama i ngat, kamu pernah bi lang, kamu ti dak mau pu- lang ke penjara yang sama. Mama juga ngerti, inilah rumah- mu sekarang. Tapi, Mama nggak mungkin pulang ke Jakarta tanpa kamu, Lena berkata. Keenan mengangguk, berat. Saya pasti pulang, Ma. Nggak mungkin saya membiarkan Papa, Mama, dan Jeroen, uj arnya pelan, saya hanya nggak kebayang apa yang saya kerj akan nanti di Jakarta. Saya udah nggak kuli ah. Di si ni pun saya nggak bi sa meluki s lagi . Saya nggak bi sa apa-apa untuk bantu Mama. Mama cuma butuh kamu ada. I tu saja, tegas Lena, dan i tu j uga yang di butuhkan papamu. Cuma nama kamu yang di a sebut, Nan. Seluruh badannya lumpuh, tapi di a bi sa mengucapkan nama kamu. Cuma kamu yang di a tunggu. Hati Keenan remuk redam mendengarnya. Apa pun, Ma. Apa pun yang Papa mi nta, yang Papa butuhkan dari saya, akan saya penuhi sebi sa saya. Ki ta berangkat malam i ni pakai pesawat terakhi r, ya? Mama nggak bi sa ti nggal lebi h lama lagi , Lena menggeng- gam tangan anaknya. Keenan bangkit dan merangkul ibunya. Saya beres-beres sekarang j uga, bi si knya. Perpi sahan yang terj adi begi tu cepat tak di duga-duga ter- nyata sanggup membuat seorang Luhde bertransformasi . Dengan tegar dan tenang, ia membantu Keenan bersiap. Tak 296 ada rengekan, atau raj ukan, bahkan pertanyaan. Seolah i a sudah bersi ap untuk hari i tu ti ba. Hari i tu Luhde menjelma menj adi perempuan dewasa pada usi anya yang baru sem- bi lan belas tahun. I a menyerahkan setumpuk baj u yang sudah di li pat rapi pada Keenan, I ni yang terakhir dari lemari. Kalau memang masi h ada yang keti nggalan, nanti saya ki ri m ke Jakarta. Keenan meneri manya dengan pi lu. Si kap Luhde yang demi ki an j ustru membuat hati nya tambah hancur. Semua barang Keenan yang ada di studio sudah diberes- kan oleh Beli Agung. Kalau memang tidak terlalu berat, bisa Keenan bawa malam i ni j uga. Kalau ti dak, nanti bi sa me- nyusul, sekali an dengan barang-barang yang lai n, Luhde menebarkan pandangannya, mengecek kamar itu sekali lagi, mencari barang-barang yang masi h terlupa. Semuanya su- dah si ap, i a mengangguk mantap, mari , saya bantu bawa sebagi an. Keenan tak tahan lagi . Di letakkannya kembali tas yang sudah di angkat Luhde. Saya akan kembali ke si ni , De. Saya j anj i . Begi tu ayah saya sembuh, dan keluarga saya sudah kembali bai k-bai k, saya j anj i akan pulang kemari . Saya akan kembali untuk kamu, ucap Keenan sungguh-sungguh. Maaf, saya nggak bi sa kasi h apa-apa ... di bandi ngkan dengan semua yang su- dah kamu kasi h selama saya di si ni .... Kamu sudah pernah ada j uga sudah cukup, potong Luhde. Saya akan kembali , ulang Keenan lagi . Luhde menatap Keenan, matanya mulai berkaca-kaca, suaranya mulai gemetar, I kuti saj a kata hati kamu. Ke mana pun itu. Hati tidak bisa bohong, ucapnya lirih, kalau memang kamu ti dak kembali , saya mengerti . 297 Luhde, tolong, j angan bi cara seperti i tu. Ti ti ang me j anj i 32 , ucap Keenan sungguh-sungguh. Seutas senyum haru muncul di waj ah Luhde. Keenan nggak percaya, ya? Mendengar Keenan punya ni at begi tu, benar-benar sudah lebih dari cukup untuk saya. Tanpa perlu di bukti kan. Sebentar saj a Keenan ada di si ni , sudah mem- buat di ri saya lebi h berarti . Keenan mendekap Luhde. Lembut seolah mendekap ka- pas puti h yang halus, sekali gus erat seolah i a tak i ngi n me- lepas. Tunggu saya, ya, bi si k Keenan tepat di kupi ngnya. Perlahan, Luhde melepaskan pelukan Keenan. I a merai h sesuatu yang sej ak tadi di bawanya dalam bungkusan kai n. I ni ... kamu bisa bawa lagi, Luhde menyerahkan benda itu ke genggaman tangan Keenan. Seketika Keenan mengenali benda yang diberikan Luhde. I a pun terperanj at. Kenapa di kembali kan ke saya? I ni kan untuk kamu. Luhde menunduk. Perih sekali rasanya harus jujur. Saya tahu. Bi arpun Keenan sudah lama kasi h i ni untuk saya, se- l al u saya merasa benda i ni bukan mi l i k saya. Entah kenapa. Luhde Laksmi , li hat i ni bai k-bai k, Keenan mengangkat dagu Luhde, menatapnya lurus-lurus. Dibukanya bungkusan kai n yang menutupi uki ran i tu, di bukanya telapak tangan Luhde, kemudi an i a letakkan uki ran i tu di atasnya. I ni . Saya beri kan pada kamu untuk yang kedua kali nya. Ti dak akan ada yang keti ga kali , Keenan pun tersenyum. Luhde ikut tersenyum. Sebulir air mata mengalir di pipi- nya. Saya pergi , ya, ucap Keenan seraya mengelus rambut Luhde. Mengecup bi bi rnya, dan mendekapnya sekali lagi . 32 Saya sudah berj anj i . 298 Dalam dekapan Keenan, Luhde mendekap uki ran i tu di dadanya. Erat, seolah tak mau berpisah, karena ia tahu, hati ti dak pernah bi sa berbohong. I a tahu waktunya tak banyak. Dalam beberapa j am, perem- puan i tu akan kembali hi lang dari hi dupnya. Meski seluruh sel tubuhnya tergetarkan oleh perasaan gentar, Wayan sadar i a tak punya kesempatan lai n selai n saat i ni . Keenan masih membereskan barang-barangnya di kamar, dan Lena tengah menunggu sendi ri an di serambi rumah utama. Wayan berj alan menghampi ri nya. Lena, yang men- dengar suara langkah kaki , langsung menoleh ke belakang. Dan i a lebi h kaget lagi keti ka mendapatkan Wayan sedang berj alan mendekati nya, menggeser kursi , dan duduk di ha- dapannya. Kamu ti dak perlu bi cara apa-apa, Lena, kata Wayan segera, kamu hanya perlu mendengar. Dan apa yang i ngi n kusampaikan tidak banyak. Wayan memberanikan diri me- natap ke dalam mata Lena, terlepas dari darahnya yang se- perti berhenti mengali r hanya dengan duduk sedekat i ni dengan perempuan yang begi tu di ci ntai nya. Dua puluh tahun aku habi skan cuma untuk melupakan kamu. Tapi tidak sedetik pun aku menyesal. Keenan, adalah ci nta kedua teri ndah yang pernah kualami setelah kamu. Aku menyayangi di a seperti anakku sendi ri . Aku berteri ma kasi h untuk kesempatan yang kamu dan Adri beri kan, se- hi ngga di a bi sa menj adi bagi an hi dupku seperti sekarang. Lewat kehadi ran Keenan, aku belaj ar memaafkan di ri ku, kamu, Adri, dan semua yang dulu kita lalui. Seiring dengan ali ran kali mat yang telah di pendamnya puluhan tahun, Wayan merasa hati nya melega. 299 Jangan pernah beri tahu Keenan kalau aku sangat men- ci ntai i bunya. Bi ar saj a di a memandang aku tak lebi h dari sekadar sahabat lama orang tuanya, Wayan pun beranj ak berdi ri , semoga Adri cepat sembuh. Wayan ..., sergah Lena, aku ... mi nta maaf. Kamu nggak perlu mi nta apa-apa, Lena. Semuanya aku lepaskan untuk kamu. Wayan tersenyum ti pi s. Sesuatu seolah membuncah i ngi n keluar dari dadanya, Lena nyari s tak bi sa berdi ri dan berucap, tapi i a pun tahu kesempatan i ni mungki n tak akan ada lagi . I a harus bi cara. Aku harus meninggalkan kamu waktu itu. Aku tidak mung- kin mengorbankan Keenan dalam perutku. Dan keputusanku bukan karena Adri ... bukan karena hatiku yang memilih dia ... tapi karena kandunganku .... Lena ... sudah. Aku tahu. Aku mengerti . Dan aku bahagi a kamu memi li h untuk mempertahankan Keenan. Antara aku dan Adri waktu i tu Apa pun yang terj adi antara kali an berdua, ti dak lagi penti ng buatku sekarang. Kali an sudah membukti kannya dengan bertahan bersama sekian lama. Aku senang dia mam- pu menyayangi dan mengurusmu dengan bai k, Wayan mengatur napasnya yang menyesak, hati kamu mungki n memi li hku, seperti j uga hati ku selalu memi li hmu. Tapi hati bi sa bertumbuh dan bertahan dengan pi li han lai n. Kadang, begi tu saj a sudah cukup. Sekarang aku pun merasa cu- kup. Lena merasakan kedua matanya panas, tapi tak ada ai r mata yang keluar. Kami semua mendoakan kali an dari si ni , kata Pak Wayan. I a mengelus seki las punggung tangan Lena di atas mej a, lalu berbali k pergi . Lena kembali duduk sendi ri an di serambi . Tetap tak ada ai r mata yang keluar, meski hati nya kembali menangi skan 300 tangisan panjang yang telah menghantuinya puluhan tahun. Tangisan yang selamanya harus terkurung dalam kesunyian. Tangi san yang harus kembali di kuburnya dalam-dalam. Suasana di rumah i tu tak lagi sama. Sesuatu telah hi lang. Semua orang bi sa merasakannya. Selepas kepergi an Keenan dan Lena, ti nggallah Luhde dan Pak Wayan, duduk di bale. Berseli mutkan kabut tebal perasaan mereka masi ng-masi ng. Jadi ... i tu meme-nya Keenan, uj ar Luhde, menyesah kabut yang bergantung sej ak mereka pertama kali duduk di sana. Canti k, ya. Sama canti knya dengan yang di luki san Poyan, lanjut Luhde sambil membayangkan wajah di lukisan pamannya. Lena puluhan tahun yang lalu. Satu-satunya lu- ki san potret Lena yang masi h di si mpan oleh pamannya. Kenapa Poyan tidak kasih lihat lukisan itu ke meme-nya Keenan? Kapan lagi di a datang kemari ? Bagai mana kalau di a ti dak pernah ke si ni lagi .... Sudahlah, De, sela Pak Wayan, ti dak ada gunanya lagi . Laki -laki i tu pun berdi ri dan berj alan menj auh. Luhde memandangi punggung pamannya dengan pe- rasaan sesal. I a ti dak bermaksud membuat pamannya ber- tambah sedi h. Kedatangan Lena tadi pasti nya sudah me- morak-porandakan hati pamannya, menguak l uka-l uka berumur puluhan tahun. I a menyesal telah menambahkan duka yang tak perlu, hanya karena tak sanggup menahan di ri untuk bertanya. Semenjak pamannya berpisah dengan Lena, pria itu tidak pernah j atuh ci nta lagi . I a memi li h hi dup sendi ri dan ti dak meni kah dengan perempuan mana pun. Bagi nya, Lena adalah yang terakhi r dan tak terganti kan. Lebi h bai k hi dup 301 sendi ri dari pada hi dup dalam kebohongan, begi tu kata pa- mannya selalu. Poyan terkenal dengan luki san-luki san upacara Bali nya, tapi orang-orang terdekatnya tahu, obj ek i tu hanyalah pe- lari an belaka. Luki san Poyan yang dulu j auh lebi h bagus, begi tu kata mereka yang tahu. Dulu, Poyan hanya meluki s perempuan. Satu perempuan yang sama. Entah ke mana luki san-luki san i tu sekarang. Tersebar di kolektor atau ter- si mpan entah di mana. Yang j elas, pamannya ti dak pernah lagi meluki s seperti dulu. I a bahkan sempat berhenti ber- tahun-tahun. Dari semua luki san yang dulu i a buat, hanya satu yang masi h di si mpannya. Dan dari satu luki san yang tersi sa i tulah Luhde mengenalnya. Lena. Perempuan yang begi tu di ci ntai Poyan dan tak pernah bi sa di mi li ki nya. Bi ntang j atuh yang menggeli nci r pergi dari tangannya dun Luk ernuh IugI bIsu Iu Lungku, begILuIuh dehnIsI Poyan atas ki sah ci ntanya dengan Lena. Dan sepanj ang hi dupnya, Poyan berdi am dalam kesendi ri an dan kenangan. Ci ntanya pada Lena cukup untuk menemaninya sekali dan selamanya, pamannya pernah berkata. Bahkan cukup bagi Poyan untuk mencintai Keenan seperti anaknya sendiri, meski karena ke- hadi ran Keenanlah i a harus berpi sah dengan Lena. Lekat, Luhde memandangi punggung pamannya yang ki an menghi lang di gelap malam dan bersatu dengan ba- yangan pepohonan. Dari pri a i tulah i a belaj ar tentang ke- kuatan hati , kekuatan menci nta. Dan hari i ni , hati nya i kut di uj i . Jakar t a, Desember 2002 ... Kugy terpaksa pulang larut lagi dari kantor. Sambi l me- nunggu taksi pesanannya, i a nyari s ti dur duduk di sofa lobi 302 saking letihnya. Tiba-tiba pintu terbuka, empat orang masuk dengan suara gaduh. Mereka membawa luki san besar yang terbungkus karton. Tampak satpam kantor mengarahkan empat orang i tu untuk mencopot luki san besar di di ndi ng belakang mej a resepsi oni s, lalu memasangkan luki san yang baru di sana. Kegaduhan pun berlanj ut, Pak Satpam dengan semangat memberI komundo, Yu! Yu! Geser kIrI sedIkIL ... kebunyukun ... yu! Yu! KusIh kunun buwuh ... sLo! Cuku! MunLu! Wui h ... cakepan gambar yang baru, ni h, satpam i tu lantas berkomentar di i ri ngi decak kagum. Kugy tergerak untuk berdi ri dan i kut meli hat. Mulutnya pun menganga. I ni i ni luki san dari mana, Pak? tanyanya tergagap. Dari rumah Pak Remi , Bu. Di suruh di pi ndahi n ke si ni . Sengaj a malam-malam supaya nggak ganggu orang kerj a, katanya, satpam i tu menj elaskan. Tak lama, rombongan pengangkut tersebut pergi . Dalam hati , Kugy bersyukur semua orang i tu cepat ber- lalu dan i a bi sa berdi ri sendi ri an di sana. Menatap luki san yang diterangi lampu spot itu sepuasnya. Seumur hidupnya, belum pernah i a terpana seperti i ni . Seolah hati nya di - renggut oleh luki san i tu, dan terperangkaplah i a dalam ma- gi s sebuah kehi dupan lai n. Sesuatu dalam lukisan itu terasa tak asing. Kawanan anak kecil, bermain bersama hewan-hewan. Sederhana, tapi begitu bernyawa dan bersuara. Seakan-akan di ri nya ada di sana, bermain bersama, merasakan kebahagiaan dan cerahnya du- ni a mereka. Aduh, Kugy terkaget sendi ri , kok j adi nangi s, si h ..., omelnya pelan seraya menyeka matanya yang tahu-tahu basah. Dan ti ba-ti ba hati nya di landa ri ndu yang luar bi asa dalam. I a teri ngat Sakola Ali t. Muri d-muri dnya. Pi li k. 303 Mata Kugy lalu mencari -cari nama peluki s di bi dang besar indah itu. Tidak ada nama tertulis. Hanya inisial kecil di uj ung kanan bawah: KK. 304 Jakar t a, Desember 2002 ... Baru sehari Keenan tiba di Jakarta dan langsung menunggui di rumah sakit terus-menerus, semua orang seketika melihat perbai kan yang pesat dari kondi si ayahnya. Meski Adri be- lum bisa bicara dan bergerak banyak, kehadiran Keenan se- olah menyulut api semangat hidupnya. Air mukanya tampak mulai segar, dan hampi r selalu ada perkembangan baru da- lam hi tungan j am. Lena sedang mengurus i zi n agar suami nya bi sa di bawa pulang ke rumah. I a yaki n, keaj ai ban yang dulu di sebut- sebut oleh dokter, telah hadi r. I a telah menj emputnya pu- lang. Keluarganya kembali utuh. Di tepi tempat ti dur ayahnya berbari ng, Keenan duduk sejak kemarin malam. Tak lepas mengamati dan mengawasi. Tak pernah i a bayangkan, pri a yang begi tu gagah, energi k, dan gesi t, bi sa terbari ng tak berdaya seperti i tu. Keenan ingin memastikan dirinya ada setiap kali ayahnya membuka mata dan memanggil dengan suara lemah yang lebih berupa 34. MALAM TERAKHIR DI UJUNG TAHUN 305 erangan. Namun, Keenan tahu namanyalah yang selalu di - sebut. Pi ntu membuka pelan, Lena masuk dengan hati -hati . Nan, besok Papa boleh kita bawa pulang, katanya berseri- seri . Keenan mengembuskan napas lega. Mama sudah dapat rekomendasi suster yang bi sa bantu merawat Papa di rumah. Fi si oterapi nya j uga sudah bi sa di - mulai pelan-pelan. Ma ..., Keenan ingin bertanya sesuatu, ragu, kantornya Papa siapa yang ngurus? I tulah satu pertanyaan yang paling enggan i a tanyakan, tapi cepat atau lambat pasti akan ter- ungkap. Keenan tahu persi s bagai mana kantor i tu bergan- tung pada ayahnya. Usaha tr adi ng yang dijalankan ayahnya i tu murni mi li knya seorang. Di alah orang nomor satu dan penentu di kantor tersebut. Tak ada yang bisa menggantikan posisinya. Entah berapa lama kantor itu bisa bertahan tanpa kehadi ran ayahnya. Ekspresi Lena kontan berubah drasti s. Sama seperti Keenan, ia pun menghindari pembahasan mengenai hal satu itu, meski tahu bahwa cepat atau lambat mereka berdua ha- rus membicarakannya. Lena lalu menggeser kursi, duduk di hadapan Keenan, menggenggam tangan anaknya. Nan ... Mama tahu kita tidak punya banyak pilihan, tapi untuk sekarang, lebi h bai k ki ta fokus saj a pada kesehatan Papa. Kamu nggak perlu terlalu memi ki rkan soal kantor Papa sudah satu mi nggu lebi h di si ni , Ma, potong Keenan. Waktu berj alan terus tanpa mau tahu. Harus ada yang mau mengambi l ali h, kalau nggak ... semuanya beran- takan. Termasuk ki ta. Lena pun menunduk. Berharap di ri nya tak perlu meng- ucapkan satu permintaan itu. Satu hal yang selama ini meng- 306 ganj al dan sudah menyesak i ngi n keluar, tapi i a tak pernah tega memi ntanya pada Keenan. Saya akan menggantikan Papa, Keenan tiba-tiba berujar li ri h. Lena mendongak. Terperangah. Saya nggak tahu harus mulai dari mana, Ma. Tapi saya akan coba sebi sa saya, lanj ut Keenan. Lena mempererat genggaman tangannya, Dari semua orang di duni a i ni yang bi sa Papamu percaya untuk meng- ganti kan di ri nya, hanya kamu orangnya. Kamu pasti bi sa, Nan. Namun, bersamaan dengan mengucapkan kalimat itu, hati Lena pun tersayat. I a tahu betapa mahal pengorbanan yang di beri kan anaknya. Keenan lagi -lagi terpaksa mem- bunuh semua mi mpi nya, ci ta-ci tanya. Menanggalkan kuas, kanvas, dan ci ntanya. Jakar t a, mal am t ahun bar u 2003 ... Semi li r angi n pantai mengembus halus, terasa hangat di kuli t, walaupun waktu sudah bergerak lebi h sej am dari te- ngah malam. Dengan kaki telanjang, Kugy duduk di ayunan. Kaki nya mengayuh setengah menyeret, memai nkan pasi r dengan j emari nya. Kamu j adi keli hatan kayak anak keci l kalau duduk di ayunan, cetus Remi yang berdi ri di belakangnya. Hei , kok nggak di dalam? Kugy membali kkan badan, menunjuk cottage yang ingar-bingar oleh anak-anak kantor. Berdasarkan i ni si ati f beberapa orang, yang di sambut oleh sebagi an besar lai nnya yang kebetulan ti dak punya acara khusus, mereka bertahun baru bersama di Ancol. Menyewa satu cottage besar dan membuat acara sendi ri . 307 Sumpek, jawab Remi pendek, lalu berjalan menghampiri Kugy, mendorong ayunannya pelan. I ya, enak di si ni , dengar suara laut. Lagu alam pali ng merdu. Setuj u. Tahun lalu saya j uga tahun baruan di pantai . Ombaknya j auh lebi h merdu dari i ni . Oh, ya? Di mana? Di Sanur. Tahun lalu, aku mengkhayal kepi ngi n tahun baruan di pantai dari teras rumah, Kugy terkekeh. Tahun i ni kesampai an, dong. Akhi rnya bi sa ke pantai j uga. Kugy mengangguk l ucu, Yup. Ancol dul u. Mudah- mudahan tahun depan bi sa upgr ade j adi Sanur. Nggak usah nunggu tahun depan kalo cuma mau ke Sanur. Mau kapan? Yuk, saya temeni n, kata Remi sambi l tersenyum. Mi nggu depan? Ayo. Mmm ... bulan depan? Ayo. Tengah tahun? Ayo. Kok ayo terus, si h? Kamu ni h, nggak ada perlawanan banget, Kugy tergelak. Dan ti ba-ti ba kursi ayunannya ber- putar. Remi telah memutarnya hi ngga mereka berdua ki ni berhadapan. Remi lalu membungkukkan badannya, mendekatkan wa- j ahnya pada waj ah Kugy. Ke mana pun i tu, dari mulai wa- rung nasi goreng sampai Pantai Sanur ... kapan pun itu, dari mulai hari ini sampai nggak tahu kapan, selama bisa bareng sama kamu, saya mau. Kugy terkesi ap. Pi ki rannya berusaha mengej ar apa yang 308 di katakan Remi , sekali pun hati nya sudah tahu. Sudah lama tahu. Remi ... kamu i tu ... atasanku ..., uj arnya terbata. Remi mengangguk. I ya, saya tahu i ni semua menyalahi etika perkantoran mana pun. Saya mempersulit posisi kamu. Juga mempersulit diri saya sendiri. Tapi, kalau cuma karena i tu saya j adi nggak j uj ur pada hati saya sendi ri , buat saya i tu lebi h nggak masuk akal. Kugy menelan ludah, Tapi ... kamu ... temannya Karel .... Kamu ada masalah kalau pacaran sama cowok yang le- bi h tua? Pacaran sama teman abang kamu? Remi terse- nyum si mpul. Mendengar kata pacaran, j antung Kugy berdegup lebi h kencang dan tubuhnya mengunci . Tegang. Kugy berusaha menenangkan hatinya, mengatur napasnya. Berusaha sebisa mungki n menatap Remi dengan tenang dan berkata tanpa gemetar, Aku ada masalah pacaran dengan siapa pun kalau aku belum benar-benar tahu apa yang sebenarnya di a rasa- kan. Tampak air muka Remi berubah. Manusia yang biasanya selalu tampil rileks dan luwes itu kini terlihat gelisah. Mulut- nya setengah membuka, tapi tak ada kata-kata yang terlon- tar. Dengan gugup, ia membuang pandangannya sebentar ke arah lai n, seolah mengumpulkan kekuatan untuk bi cara. Kamu ..., suara i tu bergetar, kamu adalah alasan baru saya ke kantor seti ap hari . Kamu bi ki n saya semangat ... bi ki n saya ketawa ... bi ki n saya kepi ngi n melakukan banyak hal ... bikin saya nyaman ..., Remi berhenti sejenak, menenangkan j antungnya yang j uga berdebar tak keruan, kamu ... bukan cuma bi ki n saya kagum, tapi j uga j atuh ci nta. Giliran Kugy yang kehilangan pertahanan, kehilangan ke- mampuan untuk berpura-pura tenang. Dalam hati nya, ter- 309 j adi perseteruan hebat. Untuk pertama kali nya i a ber- hadapan dengan sebuah dilema yang sebelumnya tak pernah ada. Sebelum ini, ia tahu persis siapa yang ia idamkan, impi- kan, dan harapkan. Namun, ki ni semuanya tak j elas lagi . Yang i a tahu, Remi begi tu dekat, nyata, dan terj angkau. Remi hadi r dalam hari -hari nya, bukan mi mpi nya. Kamu sadar nggak, si h? Saya tergi la-gi la sama kamu, bi si k Remi halus. Kugy ti dak yaki n di ri nya bi sa berkata-kata. Namun, untuk pertama kali nya, Kugy meli hat sosok di hadapannya i tu dalam makna yang berbeda. I a hanya berharap Remi bi sa meli hat i tu. Membaca dari matanya. Di lema hati nya telah usai . Hati nya telah memi li h. Seakan mendengar apa yang tak terucap, Remi pun ter- senyum lembut. I a bergerak mendekat, menghampi ri waj ah Kugy, mendaratkan bibirnya di atas bibir Kugy. Menciumnya dengan segala perasaan yang selama i ni i a pendam. Suara ombak yang menyapu dari belakang menyeli muti mereka berdua dalam alunan merdu yang tak berkesudahan. Namun, suara yang sama seolah mengi ngatkan Kugy akan sesuatu. Dalam hati , i a mengucapkan selamat ti nggal pada satu nama yang begitu lama melekat di hatinya. Melepaskan- nya pada angi n dan ombak. Menghanyutkannya di ai r laut. Merel akannya l epas bersama mal am terakhi r di uj ung tahun. Di teras rumahnya, Keenan berdi am sendi ri an. Meni mang- ni mang telepon selulernya di genggaman. Meli hat sederet nomor yang sedari tadi terpampang di layar ponselnya dan tak kunjung ia hubungi. Nomor satu itu selalu disimpannya, tanpa pernah tahu apakah nomor i tu masi h berlaku atau 310 ti dak. I a hanya i ngi n menyi mpannya, meli hatnya sesekali . Seperti malam i ni . Meski ki ni j arak mereka mendekat, ti dak lagi terpi sah lautan, Keenan malah merasa mereka menj auh. Entah kenapa. Keci l, kamu j auh sekali r asanya. Semoga kamu masi h mengi ngat saya. Bandung, Januar i 2003 ... Hari pertama perkuli ahan setelah li buran selesai . Hari per- tama dari semester terakhi r bagi Noni , dan j uga Eko. Noni mulai menyorti r dan mengepak buku-buku per- kuliahan awal yang sudah tidak dibutuhkannya lagi. Kamar- nya sudah seperti gudang yang sesak dengan barang-barang yang bertahun-tahun tak terpakai tapi di bi arkan bertahan hanya karena i a selalu sayang membuang barang. Penyaki t yang selalu di protes Eko dan memberi nya predi kat tam- bahan, yakni : Tukang Pulung. Sudah hampir setengah jalan ia menyortir, tiba-tiba mata- nya terbentur pada satu barang yang i a j ebloskan di laci berbulan-bulan yang lalu tanpa pernah di li ri k lagi . Sebuah bi ngki san berwarna bi ru yang terti nggal di kamar Kugy lalu di ti ti pkan padanya. Noni mengambi l benda i tu dan meletakkannya di pang- kuan. Pasti i ni kado dari Oj os, yang terti nggal atau sengaj a di ti nggal oleh Kugy, duganya dalam hati . Tangannya ber- gerak i ngi n membuka, tapi Noni mengurungkan ni at i tu. Bi arpun barang i ni tercecer bahkan gelagatnya seperti di - buang, tetap i ni urusan pri badi Kugy, pi ki r Noni . Tapi ... masa aku mau si mpan ter us di si ni ? Akhi rnya, tanpa pi ki r panj ang, Noni membukanya. 311 Sebuah scr apbook. Tanpa judul. Di dalamnya direkatkan potongan-potongan gambar. Seti ap gambar bersebelahan dengan ceri ta yang di tuli s tangan. Noni seketi ka mengenali tulisan itu. Tulisan tangan Kugy. Noni pun mengenali cerita- ceri ta yang di tuli s di sana. Kumpulan ceri ta yang di buat Kugy bertahun-tahun tanpa pernah i a publi kasi kan, hanya di pamerkannya ke beberapa orang, termasuk di ri nya. Di halaman pertama, terlekatlah fotokopi tuli san tangan Kugy sewaktu keci l. Noni pun hafal tuli san i tu. Kugy seri ng menuli skannya di buku-buku dongeng koleksi nya, terutama pada buku-buku yang ia anggap spesial. Sebuah kutipan dari W.B Yeats: MurI Lerus muju, huI Juru-juru Dongeng! Tangkaplah seti ap sasaran tuj uan hati . Dan j angan takut. Segala sesuatunya ada, segala sesuatunya benar, Dan Bumi hanyalah sebuti r debu di bawah telapak kaki ki ta. Noni i ngat, Kugy keci l amat bangga dengan kuti pan i tu. Waktu i tu Kugy bi lang padanya, Non, aku i ngi n j adi Juru Dongeng. Sementara Noni sendi ri belum mengerti maksud tuli san i tu apa. Tapi Kugy sudah. Di sampul pali ng belakang, terdapat seli pan yang bi sa dipakai untuk menyimpan sesuatu. Noni tidak akan menge- ceknya jika saja ujung kertas putih yang diselisipkan di sana ti dak menyembul keluar. Di ambi lnya kertas i tu. Sebuah amplop puti h, beri si sehelai kartu. Happy Bi r thday? gu- mam Noni sendi ri an. Si apa yang ulang tahun? Noni lantas membuka kartu i tu dan membaca tuli san Kugy: Har i i ni aku ber mi mpi . Aku ber mimpi menuliskan buku dongeng per tama- ku. 312 Sej ak kamu membuatkanku i lustr asi -i lustr asi i ni , aku mer asa mi mpi ku semaki n dekat. Belum per nah sedekat i ni . Har i i ni aku j uga ber mi mpi . Aku ber mi mpi bi sa selamanya menuli s dongeng. Aku ber mi mpi bi sa ber bagi duni a i tu ber sama kamu dan i lustr asi mu. Ber sama kamu, aku ti dak takut lagi menj adi pe- mi mpi . Ber sama kamu, aku i ngi n member i j udul bagi buku i ni . Kar ena hanya ber sama kamu, segalanya ter asa dekat, segala sesuatunya ada, segala sesuatunya benar . Dan Bumi hanyalah sebuti r debu di bawah telapak kaki ki ta. Selamat Ulang Tahun. Keenan! Noni langsung menduganya. Tak mungkin salah lagi . Buku i ni pasti di peruntukkan bagi Keenan. Noni me- li hat tanggal yang tertera di sudut kanan atas: 31 Januar i 2000. Tangannya yang memegang kartu itu mendadak melemas. Noni cukup mengenal Kugy untuk mengetahui kedalaman kata-kata yang ditulisnya, perasaan sedahsyat apa yang men- dorongnya. Pelan-pelan, Noni merangkai kan semuanya. Pelan-pelan, Noni tahu, mengapa dulu Kugy selalu meng- hi ndar, mengapa Kugy ti dak datang ke pestanya, mengapa Kugy akhi rnya memi li h pi sah dengan Oj os, mengapa Kugy seperti orang tertekan. Pelan-pelan, i a paham. Semuanya. Di seli pkannya lagi kartu i tu dengan hati -hati . Noni sam- pai ingin menangis karena miris. Tiga tahun bukanlah waktu yang si ngkat untuk memendam dan di am. 313 Eko berlari tergopoh-gopoh menuju kamar Noni seusai me- maki rkan Fuad di halaman depan. Noon ... Nooon ..., panggi lnya sambi l berlari . Noni segera keluar kamar. Kenapa, Ko? Burusun Nyoku kusIh Luhu, Keenun uduh dI JukurLu! Noni terenyak. Di adi Jakarta? Pulang ke rumahnya? I ya. Di a pulang karena Oom Adri kan saki t parah. Kata Nyokap, selama i ni ternyata di a di Bali , Eko menj elaskan dengan semangat, aku pokoknya harus ketemu manusia itu. AsII, okoknyu uku ucuk-ucuk Luh unuk! Eko berLerIuk ke- gi rangan, Pas banget ya di a pulang? Jadi , di a bi sa dateng ke acara ki ta bulan depan. Ko ... aku j uga mau ke Jakarta, Noni berkata li ri h. Kamu mau i kut ketemu Keenan? Aku mau ketemu Kugy. Gi li ran Eko yang terenyak. Kamu ... yaki n? Kamu udah si ap? Noni mengangguk. Aku mau mi nta maaf. Jakar t a, Januar i 2003 ... Keenan memandangi bayangannya sendi ri dalam cermi n yang tergantung di tembok kamarnya. Sudah semi nggu i ni i a menj alani ruti ni tas yang sama. Menatap bayangannya yang terbungkus dalam kostum yang terasa asi ng. Celana kain, kemeja rapi, sepatu loafer , ia bahkan mengantongi se- helai dasi yang kadang-kadang di butuhkan. I a bangun setiap pagi dan bekerja di kantor ayahnya. Ber- kendara bersama j utaan manusi a Jakarta lai n yang pergi 314 bekerj a dan pulang pada waktu yang sama. Tak j arang i a pulang setelah makan malam. Selai n untuk menyi asati ma- cet, begi tu banyak yang harus i a pelaj ari . Betapa waktu berj alan cepat di si ni . Berlari dan mem- banj i r. Jauh berbeda dengan hari -hari nya di Ubud di mana waktu terasa hanya berjalan, bahkan menetes. Keputusannya untuk segera mengambi l ali h tugas ayahnya telah menyi ta semua energi dan fokusnya. I a bahkan belum merasa me- luangkan waktu yang cukup untuk hidup di rumah, bersama orangtua dan adi knya. Satu-satunya hiburan yang membuat hatinya sejuk hanya- lah pemandangan ayahnya yang ki an membai k dari hari ke hari. Setiap pagi, di kursi roda, ia melepas Keenan pergi de- ngan senyum. Dan jika ia pulang, Jeroen selalu menyempat- kan diri untuk menungguinya, demi mengobrol sebentar se- bel um t i dur . Dan mamanya yang sel al u memast i kan segalanya bai k, segalanya cukup. Selai n keluarganya, tak satu pun teman dan saudaranya yang sempat i a temui . I a bahkan belum mengontak si apa pun. Terlalu lama ia hilang hingga Keenan tidak tahu harus memulai dari mana. Napasnya mendadak menghela. Eko. I a teri ngat sepupunya satu i tu. Dan betapa i a meri ndukannya. Kugy ... Keenan pun terduduk di tempat ti dur. Begi tu keluar dari Pulau Bali, ia sudah merasa dihadapkan lagi de- ngan segala kenangan tentang Kugy. Di angkasa ... di awan ... di j al anan ... semua memori dan perasaan seol ah berlomba-lomba untuk bangkit. Walaupun kini kemungkinan untuk bertemu Kugy j auh lebi h besar, tetap Keenan ti dak men gi n gi n k an n ya. Sedapat mun gk i n t i dak mengi ngi nkannya. Keenan meraupkan tangannya ke muka. Berharap andai ada satu cara, satu penghapus besar yang bisa membersihkan otaknya dari kenangan i tu, sebersi t perasaan yang selalu 315 bercokol dan mengusiknya dari waktu ke waktu, yang mem- buatnya terkadang merasa bersalah pada Luhde. Mendadak, Keenan gemas sendi ri . Mengapa manusi a satu i tu begi tu susah di lupakan? I a lalu bangkit berdiri. Mengecek bayangannya sekali lagi. Kemudian berangkat pergi. Masuk ke pusaran waktu Jakarta yang cepat. Berharap dengan demi ki an, bayangan Kugy ter- enyahkan j auh-j auh. 316 Hari Mi nggu. Hari kemerdekaan bagi Kugy. Dalam arti , i a bi sa ti dur semerdeka-merdekanya. Namun, ti ba-ti ba, bahu- nya diguncang-guncang seseorang. Dan mengukur dari mata- nya yang masi h sangat berat, Kugy tahu bahwa hari masi h terlalu pagi untuk bangun. Gyyy ... bunguuun! Bunguuun! WooIII! Kugy seketika curiga dirinya masih mimpi. I a hafal betul teri akan-teri akan barbar i tu, tapi ... mana mungki n! Kugy lantas menari k seli mutnya lebi h ti nggi . Gyyy! Suuru ILu kIun meIengkIng. Bungun, dooong! Tegu bungeL sIh, guu uduh juuh-juuh duLeng, nIh! Kugy memaksakan kelopak matanya membuka. Non? gumamnya tak percaya. I a terduduk langsung. Dan serta- merta, Noni mendekapnya. Lengkaplah mi mpi aneh i ni , pi - ki r Kugy. Masi h li nglung. Gy ... muuhn guu, yu. SorI bungeL unLuk semuunyu, bi si k Noni di kupi ngnya. Dan tak l ama, Noni mul ai tersengguk-sengguk. Non, elu kenapa? Kugy bertanya bi ngung. 35. PANGERAN SEJATI 317 Gua baru ngerti sekarang. Tiga tahun, Gy. Dan gua baru ngerti ... sori , ya ... kata Noni di sela i sakannya. Ti ga tahunapaan? Kugy tambah bi ngung. Perlahan, Noni melepaskan rangkulannya, lalu merai h tasnya, menyerahkan sebuah bungkusan pada Kugy. Maaf, Gy. I ni gua bungkus ulang. Gua kepaksa buka. Barang i ni keti nggalan di kamar kos lu yang lama. Kugy tercengang meli hat benda i tu kembali ke hadapan- nya. Badai besar seketi ka menyapu hati nya. Kepala Kugy pelan menggeleng. Nggak semesti nya buku i ni kembali ke gua, kok, Non. Lu ambi l lagi aj a, di si mpan, atau di apai n kek, terserah, katanya geti r. Noni menggel eng. Si ap mel edakkan t angi s beri kut . Kenapa lu nggak pernah ngomong, Gy? Kalau dulu gua tahu tentang perasaan lu, pasti nggak begi ni .... Sebetulnya gua selalu pingin kasih tahu, Non ... tapi gua ngerasa nggak bi sa apa-apa keti ka lu dan Eko berencana untuk mengenalkan Wanda ke Keenan ... dan gua lihat misi kalian berhasil ... sementara gua sendiri masih pacaran sama Oj os ... gua bi ngung mau bi lang apa, mau bersi kap apa ... lebi h bai k gua j auh sekali an dari kali an semua .... Mata Kugy mulai berkaca-kaca. Dan soal Eko .... Tangi s Noni meledak tak tertahan. Gy ... gua yang harus minta maaf soal itu. Sebegini lama kita sahabatan, gua nggak pernah mau mengakui kalau gua selalu cemburu sama lu, gua selalu merasa ada di bawah bayang-bayang lu ... makanya, begitu Eko kelihatannya masih merhatiin dan dekat sama lu, reaksi gua j adi berlebi han ... padahal di a nggak ada maksud apa-apa. Gua cemburu ngelihat persahabatan kalian, ngelihat kalian tetap deket. Sementara gua sama lu malah jauh, Noni menerangkan sambi l berurai ai r mata. Kugy tak sanggup bi cara lagi . Hanya memeluk Noni dan mengusap-usap punggung sahabatnya. 318 u muuhn guu kun, Gy? AsuI Iu jugu muuhn guu, Non, kuLu Kugy IIrIh. Keduanya berpelukan lama. Mencai rkan apa yang sudah membeku selama hampi r ti ga tahun. Gua j uga mau kasi h tahu sesuatu ... bi si k Noni . Bahwa lu sebenarnya Batman? Noni nyari s tersedak karena ledakan tawa yang bentrok dengun Isuk LungIs. Monyong! mukInyu eIun, BerILu se- ri us, ni h ... Oke, oke. Apa? Kugy meli pat tangannya, si ap mende- ngar. Berhubung ortu-ortu udah mendesak, yah, you know lah, j adi ..., Noni berdehem, bulan Februari depan, tepat pada hari Valenti ne, gua dan Eko tunangan. Kugy melongo. Gua ... kok ... kayaknya lebih siap dengar kalo lu sebenarnya Batman. Noni terpi ngkal-pi ngkal sambi l menghapusi ai r matanya, Dusur orung gIIu ... guu kungen bungeL sumu Iu! Kugy tersenyum. Tergerak sekali lagi untuk memeluk Noni. Selamat ya, Non. So happy for you. Emang udah ja- tah kali an berdua untuk sali ng menghancurkan hi dup satu sama lai n, selorohnya, kali an memang pasangan pali ng serasi . Gua bahagi a, dua sahabat gua bi sa j alan bareng se- j auh i ni . You guys tr uly deser ve i t. Makasi h, Gy, sahut Noni , but, you know what? Se- betulnya, dari dulu, gua dan Eko merasa lu dan Keenan adalah pasangan pali ng serasi . Kali an tuh sama-sama aneh ... ancur ... nggak j elas u memujI uLuu menghInu sIh, Non? Yung jeIus, dong! Jungun seLenguh-seLenguh gILu! Lukus Kugy sok guIuk. Noni nyengi r, Jadi , kalau satu saat kesempatannya ada, lu akan kasi h buku i tu ke Keenan? 319 Waj ah Kugy berubah seri us. I a lalu menggeleng. Buku i tu hanya bi sa gua kasi h ke seseorang yang bakal mengi si hati gua selamanya. Dan, seperti nya orang i tu bukan di a. Noni terdiam. I ngin rasanya mengatakan pada Kugy, bah- wa Keenan telah pulang, bahwa Kugy ki ni berada satu kota dengannya. Namun, lidahnya kelu. Biarlah Kugy tahu sendiri satu saat nanti , bati nnya. Sekarang, giliran gua mau kasih tahu sesuatu, Kugy ter- senyum cerah. I a keli hatan berbunga-bunga. Noni menyadari perubahan ai r muka sahabatnya. Lu IugI juLuh cInLu, yu? SIuIun. Sumu sIuu, huyo? BIIung! Non ... guu unyu ucur! Kugy IuIu jIngkruk-jIngkruk sendi ri , kegi rangan. Noni menj eri t hi steri s. Si apaaaa? Bos guu sendIrI! Hu-hu! Kugy LerLuwu-Luwu. Noni mengernyi t. Kalo gua Batman, lu I nem Pelayan SeksI! BIsu-bIsunyu judIun sumu bos sendIrI. Ngehe emang Iu! TuI Luk Iumu NonI IkuL LerLuwu, I m happy for you, too. Kenali n, dong. Pasti lah. Nanti pas acara tunangan lu, gua aj ak di a, ya? AsyIIIk! NonI berLeuk Lungun. TIbu-LIbu, dengun ge- rakan gesi t i a mengalungkan sesuatu di leher Kugy. Eh, eh, eh ... apaan, ni h? Kugy kaget dengan benda asi ng yang tahu-tahu tergantung di lehernya. Selamat. Kamu berhasi l j adi j uara satu. Ti dak ada yang menggeser posi si lu buat gua, Gy, ucap Noni sambi l ter- senyum ceri a. Kugy membaca tuli san di medali emas i tu. Sahabat Ter - baik dan Ter awet. Napasnya langsung tertarik ulur panjang- panj ang. Setengah mati menahan haru. Seri us, Non ... gua tetap lebi h si ap kalo lu sebenarnya Batman ..., desi s Kugy. 320 Sesampai nya di depan pagar rumah i tu, Eko langsung ber- temu muka dengan tantenya yang sedang menyi rami ta- naman pot di seki tar gazebo taman. TunLe enu! unggIInyu. Lena segera meletakkan penyemprot di tangannya, dan menghampi ri Eko dengan tangan membentang. Ekooo ... ya, ampun. Apa kabar kamu? Bai k, Tante, Eko balas merangkul tantenya. Mama kasi h tahu aku, katanya Keenan SETAN AAS KEPARAT! Tuhu-Luhu udu suuru kerus yang berteri ak dari arah rumah. TOKA BERANTAKAN! SonLun, Eko membuIus. Reeks berIkuLnyu uduIuh memInLu muuI udu LunLenyu, Maap, maap, Tante ... i tu bukan memaki , tapi ungkapan sayang Sebelum kali matnya selesai , Eko sudah keburu di tubruk dan di rangkul. Keenan dan Eko, berpelukan, tertawa-tawa, dan tak henti-hentinya saling mengumpat. Lena meringis-ringis sen- di ri mendengar pertukaran maki an antara kedua anak i tu. Tak lama kemudi an, mereka masuk ke rumah, ke kamar Keenan. Setelah kenyang bertukar makian, sepanjang siang kedua- nya bertukar cerita. Saling tercengang dan takjub atas cerita masi ng-masi ng. Jadi, lu skripsi semester ini? Tengah tahun lulus? Yeah! Welcome to the r eal wor ld! Keenan menepuk bahu Eko. Bi asa aj a kali . Tepat waktu, si h, tapi standarlah. Masi h ada yang lebi h gi la dari pada gua. Rekan ali en lu, tuh. Kugy udah lulus dari tahun lalu. Udah kerj a. Sukses pula, tutur Eko. 321 Ada sentakan dalam hati nya begi tu mendengar nama i tu di sebut. Kugy? Kerj a di mana di a? tanya Keenan. Di perusahaan adver tising, gitu. Jadi copywr iter . Sesuai- lah dengan bi dangnya. Keenan mengangkat ali s, Gua pi ki r bi dang di a adalah nuli s dongeng. Nan? Hello? Please, deh. HurI gInI nuIIs dongeng! u kata ki ta hi dup di negeri peri ? Eko terbahak. Lha elu ... si apa yang bakal nyangka seor ang Keenan bi sa j adi busi nessman di I bu Kota? Sentakan kedua dalam hati nya. Well, gua si h berharap i ni cuma sementara. Yang j elas, untuk sekarang i ni , gua nggak ada pi li han, Ko. Keluarga gua nggak punya pi li han, Keenan berkata, berat. Eko gantian menepuk bahu sepupunya. Gua ngerti, man. Apa pun yang bi sa gua bantu, let me know, oke? Keenan tersenyum, Jangan ge-er, ya. Tapi ngeli hat lu doang, tanpa lu perlu ngapa-ngapai n, rasanya hi dup gua kembali normal. Gombal gi la, Eko memonyongkan mulut, sej ak kapan j uga hi dup lu normal? Good poi nt, Keenan mengangguk sepakat. Kapan ya gua bi sa ketemuan sama lu dan Noni ? Ki ta j alan ke mana kek .... SIu! AuIugI NonI dun Kugy buru rujukun. Kun us, tuh. Ruj ukan? Memangnya mereka kenapa? tanya Keenan. Badannya langsung menegak. Lu nggak tahu? Sejak pesta ultahnya Noni mereka nggak ernuh ngomongun IugI. NyurIs LIgu Luhun! BuyungIn uju. Aj ai b nggak, tuh. Sentakan yang keti ga kali . Keenan masi h belum bi sa bereaksi netral dengan memori malam satu i tu. Kenapa Noni dan Kugy bi sa sampai gi tu, ya? gumamnya. 322 Eko tak menjawab, hanya mengangkat bahu. I a i ngi n bi - lang bahwa Noni telah berceri ta padanya soal kado ulang tahun yang tak pernah sempat Kugy beri kan, tentang pe- rasaan yang Kugy pendam bertahun-tahun, dan bagai mana perasaan tersebut menjadi alasan utamanya untuk menying- ki r dari pertemanan mereka waktu i tu. Namun, Eko j uga ragu, apakah hal i tu ada gunanya. Keenan sudah punya ke- kasi h di Ubud. Kugy sudah punya kehi dupan sendi ri . Ji ka ada satu hal yang i a dambakan, hanyalah mereka berempat bisa bersahabat lagi. I tu saja sudah cukup. Kalaupun Keenan harus tahu, bi arlah i a tahu sendi ri , bati n Eko. Anyway, good luck buat Februari , ya. Gua pasti hadi r, uj ar Keenan seraya merangkul bahu Eko. Hadir? Setelah ngilang segitu lama, gua bakal membiar- kan lu CUMA hadi r? Eko melengos. Abi s ngapai n, dong? Lu bakal jadi best man gua di sana. Alias ... tukang cin- ci n. Tawa Keenan menyembur. Satu kehormatan buat gua. Tapi , asal lu tahu, best man dan tukang ci nci n i tu adalah dua hal yang nggak nyambung. Eko berpi ki r sej enak. Jadi , harusnya ... r i ng man? Setelah bermi nggu-mi nggu kerj a lembur, tubuh Kugy me- nyerah kalah. Pada hari ulang tahunnya, Kugy terpaksa me- rIngkuk dI LemuL LIdur kurenu sukIL u. DuIum huLI, Kugy bersyukur. I a sudah mendengar desas-desus bahwa satu kan- tor bermaksud mengerjai nya habi s-habi san hari i ni , dan i su utamanya justru bukan dalam rangka perayaan ulang tahun, melai nkan gara-gara i a ki ni resmi menjadi pacar Bos Besar. Ulang tahunnya hanyalah alat tumpangan strategi s di mana 323 semua kawannya punya kesempatan untuk meluapkan emosi dan ekspresi apa pun atas hubungan barunya dengan Remi. Entah i tu sekadar mengucapkan selamat, meni mpuk pakai telur, membanj ur ai r, dan seterusnya. Sehari an penuh i a hanya teronggok di tempat ti dur, ber- t i mbunkan bant al dan gul i ng. Kugy meni kmat i bet ul i sti rahat i ni . Ti ba-ti ba terdengar suara ketokan di pi ntu. Kugy meli ri k j am. Bahkan belum pukul tuj uh malam. MusIh kenyung! Aku mukun muIumnyu nunLI uju! seru Kugy tanpa beranj ak dari kasur. Namun, pi ntu i tu tetap membuka. Dan muncullah Remi , dengan wajah bersinar diterangi lilin kecil. Kugy mengangkat badannya sedi ki t. Remi ? Kue tar ? Remi masuk hati -hati , membawa kue tar cokelat keci l dengan satu li li n yang menyala, sei kat bunga aster segar, bernyanyi pelan, Happy bir thday to you ... happy bir thday to you .... Kugy langsung terduduk tegak. Antara kaget dan i ngi n tertawa. Namun, ia terpaksa menunggu Remi menyelesaikan dulu lagunya, dan kemudi an meni up li li n yang di sorongkan ke mukanya. Usai lilin itu padam, tawa Kugy langsung lepas, Kumu, Luh! Au-uuun sIh, ukuI rosesI gInIun seguIu? Kenapa memangnya? Ada masalah? Kugy menggeleng cepat, pi pi nya merah padam. Aku malu. Ki kuk kalo di perlakukan kayak gi ni , uj arnya pelan. Aneh, balas Remi geli , tukang khayal tapi kena j urus cemen gi ni aj a ki kuk. Kelamaan j omblo, ya? i a lantas me- ngecup keni ng Kugy, Selamat ulang tahun ya, Kugy-ku. Badan kamu masi h hangat. Kugy menempelkan telapak tangannya di keningnya sen- di ri , I ya, ternyata masi h. Tapi rasanya aku udah bai kan, kok. Apalagi setelah kamu muncul bawa kue dan bunga barusan. Lumayan ada bahan ledekan, Kugy terkekeh. 324 Saya punya sesuatu yang bi sa bi ki n kamu sej ukan, lantas Remi mengeluarkan kotak hi tam rampi ng dari kan- tong celananya, i ni ... hadi ah ulang tahun untuk kamu. Kugy terbengong-bengong meli hat kotak yang terbuka di hadapannya. Seuntai gelang yang terdiri dari batu-batu mu- ngi l berwarna bi ru cemerlang. Benda i ni barangkali nggak akan matchi ng dengan j am Kura-kura Ni nja kamu. Tapi , tolong di pakai , ya? Remi lalu memasangkan gelang i tu di pergelangan ki ri Kugy. I ni namanya batu lapis lazuli, ia menerangkan, warna birunya pali ng menyerupai bi ru laut. Jadi , kalau kamu kangen pantai, kangen laut, kamu bisa lihat warna birunya di gelang i ni . Kali i ni Kugy hanya di mampukan untuk di am dan me- nelan ludah. Kenapa lagi sekarang? Remi tersenyum seraya mengelus pi pi Kugy. Aku nggak tahu kamu sedang pakai j urus apa, tapi ... aku belum pernah dapat hadi ah sei ndah i ni , bi si k Kugy. I a lalu menggerakkan tubuhnya yang masi h lemah untuk mendekap Remi seerat mungki n, Makasi h, ya. Aku akan pakai ti ap hari . Saya nggak pakai j urus apa-apa, Gy, Remi balas ber- bi si k, I j ust love you. Sesederhana i tu. Dalam dekapan Remi , Kugy menyadari sesuatu. Keenan mungki n adalah Pangerannya saat i a masi h berumur 18 ta- hun. Sebuah dongeng indah. Namun, inilah kenyataan seder- hana yang membangunkannya dari ti dur panj ang dalam alam dongeng. Remi lah Pangeran Sej ati nya. Remi nyata, ada, dan menci ntai nya. 325 Jakar t a, Febr uar i 2003 ... Jumat sore. Acara pertunangan Noni dan Eko di mulai dua jam dari sekarang. Berhubung tak sempat lagi pulang ke ru- mah, Kugy sudah membawa semua perlengkapannya ke kantor. Dan i a baru saj a keluar dari toi let untuk berganti baj u dan berdandan sebi sanya. Kugy mematut di ri di kaca, mengecek penampi lannya sekali lagi . I a mengenakan gaun beledu selutut warna biru tua. Gaun pertama yang dibelinya lagi setelah bertahun-tahun. Kugy jatuh ci nta pada gaun i tu karena potongannya yang sederhana hingga ia tak canggung untuk berangkat dari kantor dengan gaun i tu, sekali gus cu- kup mewah hi ngga i a ti dak perlu merasa mi nder untuk menghadiri resepsi pertunangan sekalipun. Terakhir, ia me- ngenakan gelang lapi s lazuli yang di hadi ahkan Remi . Kugy pun tersenyum puas. Cukup satu benda mungil itu saja me- li ngkar di pergelangannya, i a langsung merasa segalanya sempurna. 36. REUNI KELOMPENCAPIR 326 Kugy lalu menghampiri Remi ke ruangannya. Remi, yuk, udah jam li ma, ni h. Macet lho di jalan. Acaranya kan mulai setengah tuj uh. Remi , yang sedang berbi cara di ponsel, langsung me- nyudahi pembi caraannya cepat-cepat, lalu menatap Kugy sambi l tercekat. Yuk? Kugy mengajak sekali lagi sambil tersenyum lebar, Kok bengong? Napas panj angnya menghela, dan Remi menggi gi t bi bi r- nya geli sah. Oke, saya bengong karena dua hal. Pertama, kamu ... sumpah, canti k banget .... Senyum Kugy tambah sumri ngah, Dan yang kedua? Saya nggak bi sa i kut. Ha? Kugy berseru kaget. Tapi tapi kan kamu udah junjI muu nemenIn uku! KILu kun junjIun durI duu mInggu yung IuIu! Remi menghampi ri Kugy, meremas kedua bahunya. Gy, sori , barusan banget agency dari Vector Poi nt telepon, me- reku IngIn suyu resenLusI hnuI ke kIIen kILu hurI InI. Bos mereka harus ke luar negeri besok pagi . Jadi nggak ada waktu lagi . Kugy sudah mau nangis rasanya. Remi ... tapi ini sobat- sobatku dari keci l ... aku kepi ngi n banget ngenali n kamu ke mereka ... dan acara i ni penti ng buatku .... Gy, kalau memang saya bisa, saya pasti pergi. Tapi saya benar-benar nggak bi sa. I ll make i t up to you. Saya j anj i . Kugy merusu keuLusun ILu suduh hnuI dun Luk udu gunu- nya lagi di a merengek dan berkeluh kesah. Remi ti dak bi sa i kut dan di ri nya harus mencoba reali sti s. Perlahan, Kugy mengangguk. Remi mengambil tangan Kugy dan menciumnya, Malam i ni saya di waki li oleh si bi ru i ni aj a, ya, uj arnya sambi l mengusap gelang yang meli ngkar di pergelangan Kugy. 327 Keenan tergopoh-gopoh keluar dari mobil, dan langsung me- lesat memasuki rumah Eko. Tante Erniibunya Ekosudah menunggunyu dI InLu beIukung. Nun! OuIuh! Kenu muceL, ya? Untung masi h keburu. Ayo, masuk dari si ni . Acaranya sudah mulai. I ni, kotak cincinnya, kamu pegang, seru Tante Erni seraya menyerahkan kotak keci l ke tangan Keenan. Keenan menyusup dan menyi si p di sela-sela punggung orang-orang hi ngga akhi rnya ti ba di sebelah Eko dan Noni . Seluruh otot muka Eko langsung melonggar keti ka me- lihat Keenan akhirnya hadir tepat waktu. Tapi mereka sudah tak sempat lagi mengobrol, hanya saling lempar senyum dan kode-kode j arak j auh. Dari pintu depan, Kugy, yang juga baru datang, berjuang untuk bisa menembus kerumunan tamu. Apalagi kerumunan sanak saudara yang berbari s di pali ng depan adalah lapi san yang paling alot untuk ditembus. Namun, Kugy tak mau ke- hilangan momen. I a ingin melihat pertukaran cincin itu dari dekat. Gi li ran otot muka Noni yang melonggar keti ka meli hat Kugy tahu-tahu menyeruak muncul dari kerumunan orang, melambai-lambai kecil. Manusia satu itu muncul juga, pikir- nya lega. Tak terbayang j i ka Kugy kembali menghi lang dan melewatkan pertunangannya. Kugy menarik napas haru. Noni terlihat begitu cantik da- lam kebaya merah j ambu, dan Eko terli hat gagah dengan setelan j asnya. Pertukaran ci nci n pun akan segera di mulai . Semua orang menanti keluarnya kotak keci l yang akan di - buka oleh Eko. Dan seketi ka ... napasnya tertahan. Kugy mengerjapkan mata, meyakinkan bahwa dirinya tidak sedang berhalusi nasi atau kena ti puan opti k. Demi apa pun, Kugy sangat mengenali orang yang berdi ri di sebelah Eko, yang 328 menyerahkan kotak ci nci n padanya, dan bagai mana orang i tu tertawa ... cara i a menatap Eko dan Noni ... matanya yang bersi nar hangat ... Kugy menggel engkan kepal a sendi ri an. I ni nggak mungki n. Pada saat yang bersamaan, sebuah i ntui si menggi ri ng mata Keenan memandang ke arah tempat Kugy berdi ri . I a tertegun. Juga ti dak yaki n dengan pengli hatannya. Seluruh rongga tubuhnya seketika teraliri oleh hawa hangat. Rasanya utuh dan damai. Cuma satu orang yang mampu membuatnya seperti i tu. Dan orang i tu tak perlu melakukan apa-apa lagi selai n hadi r dan ada. Namun, Keenan masi h terlalu sukar memercayai matanya. Apa yang i a li hat terlalu i ndah untuk di percaya. Keti ka kedua mata mereka akhi rnya sali ng menemukan, barulah keduanya yaki n bahwa mereka ti dak berhalusi nasi . Deti k i tu j uga Kugy rasanya i ngi n lari , secepat-cepatnya dan sejauh-jauhnya. Namun, pada saat yang bersamaan, ke- dua kaki nya seperti beku. Tertancap kaku di lantai tempat i a berdi ri . Dan Kugy tetap mematung seperti i tu keti ka Keenan akhi rnya bergerak mendekat. Keenan bagai melangkah di lautan kala badai . Namun, seperti terhi pnoti s, kaki nya terus di gerakkan untuk men- dekat. Kugy? panggi lnya pelan, Apa kabar? Hanya i tu yang sanggup i a katakan. Bai k, j awab Kugy pendek. Hanya i tu yang sanggup i a j awab. Ti ba-ti ba, kerumunan orang mendesak mereka. Para tamu mulai bergerak menyalami Eko dan Noni . Pandangan keduanya terhalangi orang-orang yang lalu lalang di antara mereka berdua. Keenan terperanj at dengan kehi l angan ti ba-ti ba i tu. Panik, ia lantas meraih tangan Kugy, membuat anak itu ber- seru kaget karena ti ba-ti ba badannya tertari k maj u. 329 Sori, Gy. Kamu kaget, ya? Buru-buru, Keenan meminta maaf. Kebi ngungan sendi ri atas reaksi nya tadi . Sebuah pe- rasaan kehi langan yang rasanya tak si ap di alami nya lagi . Nggak pa-pa, Nan, Kugy mencoba tersenyum. Keenan i kut tersenyum. Senyuman mereka pertama kali lagi setelah seki an lama. Ki ta salami n mereka, yuk, aj ak Keenan sambi l terus menggandeng tangan Kugy. Eko dan Noni sudah melambai-lambai melihat Kugy dan Keenan yang berj alan menghampi ri . Muka keduanya cerah bukan mai n. WoI! My Ri ng Man! Dan lu ..., Eko merangkul Kugy, my r i ng wor m. Aduh! Senung, yu! KILu ngumuI IugI beremuL! NonI berseru gembi ra. Kugy memandangi keduanya dengan tawa lebar sekaligus LuLuun enuh Lunyu, yu, yu? Ngguk nyungku! Ngguk udu pertanda nggak ada beri ta, tahu-tahu ki ta berempat lagi . I ya, setuj u, Keenan mendeli k penuh arti ke arah Eko dan Noni , pani ti a reuni nya canggi h, ni h. Eko langsung menggamit tangan Noni. Oke, kita berdua keliling-keliling dulu, bersosialisasi dululah, biasaaa ..., ujar Eko sambi l cengengesan, kali an makan dulu kek, ngobrol kek, nanti kalo udah agak sepi kita ngumpul berempat, ya? Dan cepat-cepat, Eko dan Noni berlalu dari hadapan Kugy dan Keenan. Meni nggalkan mereka berdua dengan segala kecanggungan yang ada. Makan, Gy? Keenan menawarkan, basa-basi. Rasa lapar- nya sudah mencelat hi lang begi tu i a meli hat Kugy tadi . Kugy menggeleng, enggan. Dalam ruang bati nnya yang kini berkecamuk, tak ada ruang lagi untuk memikirkan ma- kanan. Bentar lagi , deh. Kamu lapar, ya? Nggak. Saya juga nggak kepingin makan, jawab Keenan j uj ur. 330 Akhirnya mereka berdua duduk di taman belakang rumah Eko, berbekalkan dua gelas es buah yang j uga tak kunj ung di sentuh. Aku nggak nyangka, Kugy membuka suara, memecah kecanggungan yang sudah mulai terasa melumpuhkan, akan ketemu kamu dengan format kayak begi ni , i a tersenyum lalu mengerling pada Keenan yang mengenakan jas tiga kan- ci ng warna hi tam dengan dasi berwarna perak tua. Rambut Keenan, yang dulu di bi arkan tumbuh panj ang, ki ni pendek dan rapi . Nggak pantes, ya? sahut Keenan di i kuti tawanya yang renyah. Kugy tak menj awab, karena i a tak mungki n mengatakan j awaban yang j uj ur: bahwa Keenan keli hatan begi tu lai n, bahwa Keenan tak pernah berhenti membuatnya terpukau. Saya juga nggak nyangka ketemu kamu dalam ... gaun, Keenan berkomentar ragu-ragu. Kamu maki n canti k, sam- bungnya dalam hati . Kamu membuat saya yaki n bahwa Charles Darwi n memang benar. Evolusi i tu memang bi sa terj adi . MonyeL! semroL Kugy sumbII LerLuwu. Ya, persi s. I tu di a. Dari monyet berantakan sampai j adi manusi a canti k bergaun velvet, seloroh Keenan di i kuti ge- lakan tawa. Namun, dengan cepat, mereka kembali terdi am. Suara- suara yang menderu dalam bati n masi ng-masi ng masi h ter- lampau bi si ng, tapi begi tu susah untuk di ungkap. Kamu ke mana aja? tanya Kugy akhirnya, setelah sekian lama pertanyaan i tu menggantung di benaknya. Ke Bali, jawab Keenan lugas. Terlalu banyak kisah yang tertunda. I a tak tahu lagi harus mengawali dari mana. Kugy tersenyum pahi t mendengar j awaban i tu. Ke Bali . Begi tu saj a? Semudah i tu kamu ngi lang, nggak ada kabar, 331 terus kamu ti nggal ngomong ke Bali kayak orang baru pu- lang li buran, Kugy meni mpali datar, tapi sesuatu dalam nada suaranya terasa taj am menuki k. Nggak semudah i tu, Gy. Saya nggak sekadar pergi , ngi - lang dan li buran, Keenan menatap Kugy bali k, geti r. Saya pergi untuk memulai sesuatu yang baru. Saya pergi ke mana suara hati saya memi li h. Dan gi mana pun cara saya pergi dulu, i tu adalah pi li han yang terbai k waktu i tu. Saya nggak menyesal sedi ki t pun, lanj utnya tegas. Kugy rasanya tak sanggup untuk lanjut bertanya. Keenan telah memi li h untuk meni nggalkan mereka semua, meni ng- galkan di ri nya, tanpa kabar. I tu adalah pi li hannya, bukan kesalahannya. Ti dak ada yang salah, bati n Kugy. Mungki n aku yang memang ter lalu ber har ap. Terus ... kenapa kamu kembali lagi ke si ni ? Apa karena pi li han hati kamu j uga? tanya Kugy pelan. Bukan, Keenan menj awab. Apa adanya. Kalau gi tu, buat apa kembali ke si ni ? Suara Kugy ki ni terdengar peri h. Kenapa mal ah ni nggal i n pi l i han hati kamu? Saya pulang untuk keluarga saya. Papa saya saki t, Gy. Lumpuh gara-gara str oke. Kalau bukan karena i tu, j uj ur, saya mungki n nggak akan pernah kembali ke si ni lagi , j a- wab Keenan pahit, saya sekarang kerja di kantor papa saya. Papa sedang terapi terus. Kondi si nya udah j auh lebi h bai k. Kalaupun saya sekarang harus mengambi l ali h posi si nya, mudah-mudahan nggak untuk selamanya. Aku turut pri hati n, ya, Nan. Aku benar-benar nggak tahu kalau papa kamu saki t, kata Kugy sungguh-sungguh, perlahan ia menatap Keenan, tapi, kalau papa kamu baikan, sesudah i tu kamu akan pergi lagi ? I kut suara hati kamu lagi ? 332 Keenan terdi am. Tatapan Kugy menyadarkannya bahwa hatinya ingin berada di dua tempat. Dan meski hatinya telah i a j aga rapi untuk seseorang yang menanti nya nun j auh di sana, pertemuan singkat dengan Kugy langsung menjungkir- bali kkan apa yang selama i ni i a bangun dengan hati -hati dan susah payah. Meli hat Keenan yang membi su, Kugy menghela napas. Batinnya berteriak semakin menjadi-jadi. Buat apa dia kem- bali ? Buat apa muncul sejenak lalu menghi lang lagi nanti ? Sementara sej enak saj a kehadi ran Keenan mampu meng- obrak-abri k seluruh tatanan hati nya. Jemari Kugy bergerak, menggenggam untai an batu keci l yang meli ngkar di per- gelangan tangan ki ri nya, berusaha mencari kekuatan di sana. Gelang kamu bagus. Lapi s lazuli ? Kugy tersentak mendengar komentar Keenan yang tak terduga. I a cuma mengangguk, dan tak bi sa menolak keti ka Keenan meraih pergelangannya, mengamati gelangnya lebih saksama. I ni gelang yang pali ng cocok buat agen rahasi a Neptu- nus, ucap Keenan sambi l tersenyum keci l, i a meli ri k Kugy, bukan Neptunus yang kasi h, kan? Kugy menggeleng. Pacarku yang kasi h, jawabnya spon- tan. Lebi h cepat di a tahu, lebi h bai k. Oh, sahut Keenan pendek, berusaha menyamarkan ge- taran dalam suaranya, berarti di a memang memahami kamu dengan bai k. Teman kerj a? I ya. Copy wr i ter j uga? Di a atasanku. Keenan membunyikan oh pendek yang kedua kali. Le- bi h tua, dong? 333 I ya. Di a seri us sama kamu? Kugy mengangkat bahu, Yang j elas, aku nggak pernah mai n-mai n. Kali i ni Keenan bahkan tak tergerak untuk menyahuti apa pun. Kugy menghela napas. Gi li rannya. I a meni mang-ni mang dari celah mana pertanyaan i ni bi sa di lontarkan. Perem- puan Bali kan ayu-ayu, ada yang nyantol, nggak? tanyanya dengan nada yang di upayakan terdengar ri ngan. Keenan mengangguk. Pacar saya sekarang memang orang Bali asli. Keponakannya Pak Wayan, ujarnya langsung. Di a masi h muda, tapi kepri badi annya sangat dewasa. Peluki s j uga? ti mpal Kugy, berusaha antusi as. Keenan menatap Kugy sej enak. Bukan. Di a suka me- nuli s. Seperti kamu. Kugy merasa mulutnya mendadak pahi t. Oh, ya? Di a suka nuli s apa? Di a ..., Keenan menerawang, di a sastrawati yang sangat alami , secara tuli san dan li san. Ngobrol dengan di a ... rasanya kayak lagi baca buku petuah-petuah bi j ak. Di a bi sa menuli s apa saj a. Tapi sekarang i ni di a kepi ngi n menuli s ceri ta anak-anak. I ngin rasanya Kugy berkomentar, sekadar untuk memberi- kan kesan wajar, tapi ia tidak sanggup. Ada sayatan di hati- nya. Pedi h. Tanpa sepenuhnya i a sadari , j emari nya kembali bergerak, menggenggam gelang bi runya. Aku senang kamu pulang. Setengah mati cari mitra kerja, nih. Kehidupan agen ruhusIu LIduk IugI seru Lunu kehudIrunmu! Menduduk, Kugy berkata ri ang. Nah, sekarang kamu pi ki r. Gi mana caranya saya bi sa eksis terus jadi agen, sementara satu-satunya orang di dunia yang menganggap saya agen rahasi a Neptunus, ya, cuma 334 kamu doang? Tanpa kamu, status agen rahasi a saya nggak berlaku. Keenan menj awi l uj ung hi dung Kugy. Kugy tersenyum lebar. Akhirnya, semua kembali normal. Selama mereka ti dak lagi menyentuh urusan hati mereka yang pali ng dalam, semua bai k-bai k saj a. Dan ki ni mereka bebas berbicara apa pun, tentang perjalanan dan kehidupan Keenan di Lodtunduh, ceri ta pekerj aan Kugy di kantor ... dan pembi caraan mereka seakan tak ada habi snya. Tak terasa, tamu di rumah Eko sudah menyusut setengah. Suasana menj adi lengang. WoI, PerkumuIun Orung Aneh! Uduh ngubIsIn nusI berapa pi ri ng? Eko ti ba-ti ba menepak punggung keduanya dari belakang. Tampak Noni datang menyusul. Mereka ber- empat ki ni duduk bersama di atas ubi n. Gerah ya pake baj u begi ni ? Coba bi sa pake kaus oblong sama sarung, Eko mengeluh sambi l membuka j asnya. Terus mi num kopi tubruk sama si ngkong goreng, de- ngeri n radi o AM, bahas harga sayur-mayur dan j adwal pa- nen ladang ..., Keenan melanj utkan. GenIus! seru Kugy. GImunu kuIo reunI InI kILu buuL dengan tema ... Kelompencapi r 33 ? Eko mengernyit melihat keduanya, Gua kok lebih setuju memakai tema Ali en Ressurecti on, ya? Aku seLuju dengun Ide KeIomencuIr! Aku Injum kos- Lum ke Mumu kumu, yu! NonI berkuLu udu Eko, dun Iung- sung lari ke dalam rumah. Kembali lagi membawa empat kaus dan empat sarung. Tak lama, semua pakaian mereka berganti. Empat cangkir mi numan panas. Sepi ri ng makanan keci l. Malam berlalu 33 Si ngkatan dari : Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pi rsawan. Si aran i nformasi bagi petani dan nelayan di I ndonesi a yang sempat ruti n di tayangkan di TVRI pada masa pemeri ntahan Presi den Suharto. 335 terlalu cepat. Terlalu si ngkat untuk mengi ri ngi obrolan me- reka dan keri nduan mereka akan satu sama lai n. Tanpa te- rasa, ayam j antan berkokok dari kej auhan, membukti kan berguli rnya malam yang terlalu cepat untuk mereka ber- empat. 336 Jakar t a, Mar et 2003 ... Kegi atan Noni dan Eko di kampus yang mulai melonggar memungki nkan mereka berempat cukup seri ng berkumpul. Setidaknya dua minggu sekali mereka menyempatkan untuk bertemu. Dan mi nggu i ni , rumah Keenan yang mendapat gi li ran. Lena sangat gembi ra menyambut mereka semua. Sudah lama i a ti dak meli hat Keenan bergaul dengan teman-teman lamanya. Dan bagi nya i tu pertanda bahwa Keenan mulai kerasan hidup di Jakarta. Saking senangnya, Lena rela mem- bi ki nkan begi tu banyak makanan sampai -sampai mej a makannya nyari s tak muat lagi . Empat-empatnya bengong meli hat mej a makan yang pe- nuh sesak i tu. Ma, ki ta kan cuma berempat? tanya Keenan, I ni si h mukunun buuL skuIu kendurIun! Keenan lupa memperhi tungkan peli haraan ki ta semua, Tante, sambar Eko, Kugy pelihara anakonda, saya pelihara 37. TABIR YANG TAK BISA DITEMBUS 337 ular naga, Noni punya keluarga si nga, Keenan ngasuh rom- bongan tunawi sma Mus Eko! Jeroen keIuur durI kumurnyu. Jeroen? Eko benar-benar pangling. Anak SMP yang ke- cil itu kini sudah menjulang tinggi, hampir menyamai tinggi badannya. Jeroen sudah masuk SMA sekarang. Kamu peli hara apaan bi sa j adi segede gi ni ? Jeroen terkekeh, Peli hara grup ronggeng. Lena mendelik, Memang nih anak satu. Pacarnya banyak bener. Pusi ng deh, Tante di rumah merangkap resepsi oni s. Telepon krang-kri ng terus nyari i n Jeroen. Dan orangnya beda-beda semua. Lho, nggak pa-pa, Tante. I tu untuk mengimbangi abang- nya yang nasi bnya agak lai n, ti mpal Eko lagi . Ti ba-ti ba terdengar suara roda berputar. Ayah Keenan keluar dari kamarnya. Tangannya sudah bergerak lancar me- mutar roda. I a tersenyum ramah menyapa semuanya. Walau- pun bi caranya agak pelan, arti kulasi nya sudah j elas dan mendekati normal. Sesampai nya di dekat mej a, Adri pun mi nta di bantu berdi ri . I a berj alan hati -hati menuj u kursi . Ayahnya Keenan sekarang sudah bi sa jalan lagi , hampi r semua sudah bisa kembali seperti dulu, tapi masih pelan-pe- lan, Lena menerangkan dengan bangga. Kugy mengamati semua itu dengan saksama. I ni r upanya pengor banan Keenan. Mudah-mudahan memang ti dak un- tuk selamanyasekalipun itu berarti Keenan mungkin akan pergi lagi entah ke mana. Mendadak muncul sayatan pedi h lagi di hati nya. Namun, Kugy memi li h untuk ti dak meng- indahkan. Malam seperti ini terlalu berharga untuk dilewat- kan dengan kepedi han. 338 Kali an duluan, deh. Besok pagi kan kali an masi h harus ke Bandung. Bi ar gua yang nganteri n Kugy, uj ar Keenan di beranda depan. Yaki n? tanya Noni dan Eko hampi r berbarengan. Nggak ngerepoti n? Kugy menyusul bertanya. Keenan menggeleng mantap, lalu melepas keduanya pu- lang. Ti nggal i a, Kugy, dan bebunyi an serangga malam. Gy, saya sebenarnya pingin ngomong sesuatu. Bagi saya, hal i ni sangat pri badi , dan hanya menyangkut ki ta berdua. Makanya saya nggak pi ngi n ngomong di depan Noni dan Eko. Meski tetap tampi l tenang, Kugy kontan ti dak keruan. Jantungnya berdegup kencang. Keenan menatap Kugy dalam-dalam. Gy, saya harus ber- teri ma kasi h sama kamu. Untuk? Dan Kugy meli hat Keenan mengeluarkan se- suatu dari bali k punggungnya. Benda yang i a bawa sej ak mereka beranj ak ke serambi tadi . Kamu sudah memi nj amkan sesuatu yang sangat ber- harga buat saya. Tapi barang ini harus saya kembalikan lagi, karena i ni memang mi li k kamu. Keenan lalu menyerahkan sebuah buku tuli s yang ki ni sudah kumal. Kugy tercengang, tak percaya i a akan meli hat buku i tu lagi . Jenderal Pi li k? tanyanya bergetar. Buku ini pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup saya, Keenan berkata lembut, dan kamu akan tahu kenapa. Tapi saya nggak mau ngasi h tahu dengan cara yang bi asa- bi asa aj a. Kugy tambah bi ngung. Buku kumal i tu di teri manya de- ngan perasaan campur aduk, Jadi ... selama i ni , kamu me- nyi mpan buku i ni terus? Waktu kamu di Bali j uga? Dan saya baca hampir tiap hari, Keenan menambahkan. 339 I a tersenyum. Kamu sadar nggak? Kamu akan j adi penuli s dongeng yang luar bi asa. Kerongkongan Kugy tercekat. Sudah lama sekali ti dak ada yang mengatakan hal itu padanya, bahkan menyinggung secui l pun tentang duni a satu i tu. Termasuk di ri nya sen- di ri . Kali i ni , saya i ngi n memi nta satu hal lagi dari kamu, ucap Keenan separuh berbi si k. Saya i ngi n mi nta satu hari saj a. Saya i ngi n mengaj ak kamu ke satu tempat. Kapan kamu bisa, kasih tahu saya. Nanti kamu akan ngerti kenapa buku i tu begi tu penti ng buat hi dup saya. Kugy tak paham apa yang Keenan maksud, tapi tak urung kepalanya mengangguk. Hari Sabtu pagi . Pukul tuj uh kurang li ma, Keenan sudah nongkrong di ruang tamu Kugy. Tak lama kemudi an, Kugy keluar. Masi h dengan rambut basah dan mata yang melek terpaksa. Ternyata kamu memang serius gilanya. Bener-bener ha- rus j am tuj uh, ya? sapa Kugy dengan j alan yang masi h se- di ki t sempoyongan. Hari i ni cuma ada satu aturan yang berlaku, uj ar Keenan sok tegas, aturan saya. Aku mau di perbudak seperti Eko dan Fuad memper- budakku bertahun-tahun, ya? tanya Kugy lunglai . Pokoknya hari i ni tugas kamu cuma satu, Gy: percaya sama saya. Oke. Aturan pertama, membawa beberapa baj u cadangan. Udah? Keenan mengecek. Udah. Bagus. Aturan kedua: HP mati . Dari mulai ruang tamu i ni , sampai nanti kamu kembali lagi ke si ni . 340 Si ap. Beberapa menit kemudian, mereka berangkat dari rumah Kugy. Sepanj ang j alan, Kugy keasyi kan mengobrol sampai - sampai tak sadar mobil itu sudah sampai di mulut tol Cikam- pek. Nan, gumamnya, setelah mendeteksi keanehan yang terj adi , ngomong-ngomong, ki ta mau ke mana, si h? Keenan nyengir. Tujuan pertama pagi ini: Bandung. Kita j enguk Pi li k. Ke Bundung? PIIIk? Kugy Lererunguh. Horeee! LerIuk- nya sambi l melompat-lompat di tempat duduknya. Satu mobi l terguncang-guncang. Sudah ti ga j am mereka menempuh perj alanan, menembusi j antung Kota Bandung, terus ke arah utara. Nan, aku nggak ngerti , kata Kugy, kok, kamu kepi ki r buat j enguk Pi li k segala, si h? Padahal kamu cuma dua kali ketemu mereka. Harusnya i de menj enguk i ni munculnya dari aku, guru mereka, yang hampir ketemu tiap hari selama dua tahun. Udah, deh. Nggak usah tanya-tanya, Keenan menyahut santai , i tu j uga bagi an dari kej utan hari i ni . Mobil Keenan mendekati lokasi kampung Pilik. Jalan se- tapak menuj u Sakola Ali t sudah keli hatan. Saya harus parki r di si ni kan, ya? tanya Keenan keti ka meli hat plang puskesmas yang dulu menj adi patokannya. I ya ... tapi , bi asanya ada pos j aga Mang Sukri di si ni ... ke mana, ya? Kugy celi ngukan. Mereka berdua keluar dari mobi l. Dulu, di sebelah puskesmas i tu ada saung dari kayu yang merangkap pos ronda. Saung kayu yang bi asanya di - gawangi oleh Mang Sukri ki ni sudah tak ada. Puskesmas 341 keci l i tu pun tampak sepi , tak terawat. Seperti sudah tak terpakai berbulan-bulan. Gy, daerah ini kayaknya berubah, gumam Keenan sam- bi l meli hat sekeli li ng. Kugy ikut menebarkan pandangan. Keenan benar. Daerah i tu sudah berubah. Jalan setapak menuj u Sakola Ali t men- j adi lebi h besar, rumput-rumput pun sudah gundul, seperti sering dilalui kendaraan. Sekumpulan pohon bambu rimbun yang bi asanya meneduhi mobi l yang parki r di tempat i tu sudah ti dak ada lagi . Si nar matahari menerpa langsung, membuat semuanya keli hatan lebi h gersang. Mereka mulai menapaki j alan. Pemandangan yang me- reka temui ki an asi ng saj a. Mereka berpapasan dengan ba- nyak pekerj a yang mengangkuti pasi r, semen, batu-batu. Dan terkej utlah mereka keti ka setengah kampung tempat Pi li k bermuki m sudah rata dengan tanah. Hamparan tanah merah terbentang luas. Tak ada rumah penduduk. Tak ada l adang. Hanya truk-truk besar, mesi n backhoe, mesi n pengaduk semen, dan para pekerja yang hilir mudik di lahan besar i tu. Kugy dan Keenan melongo melihat itu semua. Sakola Alit hi lang tanpa bekas. Tanpa buang waktu, mereka mencari penduduk yang ma- si h tersi sa, dan bertanya sana-si ni . Bade di damel j anten perumahan 34 , j awab salah satu orang yang berhasi l Kugy cegat. Seorang pengangkut kayu bakar. Rumah-rumah di sini pada ke mana, Pak? tanya Keenan. Atos ngar alih. Sadayana atos digusur 35 , Bapak itu men- j awab seraya merentangkan tangannya. Ke mana? desak Kugy lagi . 34 Akan di j adi kan perumahan. 35 Sudah pi ndah. Semuanya sudah di gusur. 342 Duka atuh, Neng. Da pabur encay .... 36 I a mengangkat bahu. Upami Bapa ter ang teu Pak Usep ayeuna di mana 37 ? Dengan agak terbata-bata, Kugy berusaha berkomuni kasi dalam bahasa Sunda. Oh. Pak Usep anu gaduh kebon sampeu 38 ? Muhun, muhun. Anu putr ana nami na Pi li k 39 , Kugy mengangguk-angguk antusi as. Pak Usep mah kagusur ka caket susukan 40 , Neng. De- ngan pri hati n, bapak i tu berkata. Kugy tahu benar susukan yang di maksud. Sebuah kali keci l yang nyari s keri ng dan kotor. Tempat i tu ti dak terlalu j auh dari pembuangan sampah. Kamu tahu tempatnya, Gy? tanya Keenan. Kugy mengangguk. Kita susul ke sana, yuk, gumamnya. I a sudah bi sa membayangkan kondi si seperti apa yang di - hadapi Pi li k dan keluarganya. Setelah mengucapkan teri ma kasi h, keduanya bergegas pergi . Dan bayangan Kugy ti dak salah. Malah lebi h buruk. Ada beberapa gubuk yang berdiri di pinggir kali tersebut. Gubuk- gubuk reyot yang tak layak di sebut rumah. Satu-dua orang tampak lalu lalang di seki tar gubuk. Lu Puk Use! Kugy berseru. Neng UgI! Puk Use Luk kuIuh LerkejuL. u Iungsung me- longok ke dalam gubuknya, Bu ... bu ... kadieu, enggal! I eu, aya gur u-gur una Pi li k 41 ! Seorang i bu berdaster lusuh keluar dari si tu. Seolah me- 36 Ti dak tahu, Non. Soalnya berpencar. 37 Kalau Bapak tahu nggak Pak Usep sekarang ada di mana?. 38 Yang punya kebon si ngkong. 39 Betul, betul. Yang anaknya bernama Pi li k. 40 Pak Usep tergusur ke dekat kali . 41 KemurI, ceuL! nI udu guru-gurunyu PIIIk!. 343 li hat malai kat, i a menghambur ke arah Kugy, memeluknya erat. Bu Ugi ... si Pi li k, Bu ..., tangi snya serta-merta. Tubuhnya berguncang. Pak Usep hanya bi sa di am dan tertunduk sedi h. Seketi ka i tu j uga, Kugy dan Keenan tahu, ada sesuatu yang ti dak beres. Kembali hanya mereka berdua ditemani embusan angin dan gemeresi k bambu. Dari tempat mereka berdi ri , kebi si ngan pembangunan r eal estate i tu hanya terdengar sayup-sayup. Sesekali burung berseli weran, berki cau, lalu hi nggap di atas ni san kayu yang terpancang di hadapan mereka berdua. Pilik beristirahat di sana. Sebuah makam seadanya. Yang tersi sa hanya kenangan suaranya yang gaduh, lari nya yang gesi t, rambutnya yang gundul, dan si nar matanya yang cer- dus. Semuunyu beruLur buguIkun hIm duIum keuIu Kugy. Sement ar a ser i bu sat u penyesal an muncul di benak Keenan. Di tangannya, Keenan menggenggam sebuah buku ta- bungan, yang akan di hadi ahkan bagi Pi li k dan Sakola Ali t. Uang yang i a si si hkan dari hasi l penj ualan luki sannya se- lama i ni . Dengan geti r i a memandangi ni san i tu, menyadari betapa i roni snya reali tas saat harus bersandi ng dengan du- ni a dongeng. Kei ndahan duni a Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t yang terwuj udkan dalam semua karyanya, serta ke- nyataan hi dup seorang anak bernama Pi li k bi n Usep yang harus tergusur karena keluarganya tak punya bukti ke- pemilikan tanah, harus tinggal dalam sebuah gubuk di ping- gi r pembuangan sampah, dan menderi ta ti fus ti ga bulan yang lalu tanpa mampu mencari pertolongan medis. Puskes- mas sudah lama di tutup. Pak Usep bi lang, tak sampai se- 344 mi nggu, kondi si Pi li k turun drasti s, dan akhi rnya tubuh keci lnya menyerah. Pi li k pergi membawa mi mpi nya untuk bi sa masuk SMP. Coba kalau aku sempat nengoki n di a ... aku beneran nggak tahu, Nan ... aku j uga hi lang kontak dengan Ami ... padahal ... Pi li k ... mesti nya di a punya kesempatan ... anak i tu pi ntar ..., Kugy berkata tersendat-sendat. Har usnya kesempatan i tu ada. Keenan terduduk pi lu, merangkul Kugy yang bersi mpuh sambi l teri sak. Aku sering kangen sama Pilik ... sama anak-anak ... tapi aku udah nggak pernah sempat lagi nengok mereka ... aku masih punya satu buku tulis petualangan Pasukan Alit yang bahkan mereka belum sempat baca ..., tangis Kugy lagi, lalu membenamkan kepalanya dalam rengkuhan Keenan. Mena- ngi skan semua penyesalan yang tersi sa dalam hati nya. Suatu saat mereka pasti baca, Gy, sahut Keenan li ri h, kamu j angan berhenti menuli s. Sesaat, Keenan merasa terempas kembali ke masa lalu. Kala i a dan Kugy masi h berbagi mi mpi yang sama. Saat yang mereka butuhkan hanyalah alam dan satu sama lai n. Saat sebuah momen sederhana bersama Kugy dapat meng- kri stal dan hi dup lestari dalam hati nya. Namun, waktu ber- j alan dan Bumi berputar, membawa mereka begi tu j auh. Reali tas dan dongeng terpi sahkan tabi r yang rasanya tak akan pernah bi sa i a tembus. 345 Kugy termenung mel i hat buku tabungan yang di bawa Keenan. Beraneka ragam perasaan melanda hati nya. Antara haru, terkej ut, dan geti r. Kugy tak menyangka betapa ki sah yang i a tuli s telah berperan begi tu besar dalam hi dup Keenan. I a terharu dengan kesungguhan Keenan untuk ber- teri ma kasi h padanya, pada Sakola Ali t, dan Pasukan Ali t. Namun, ia juga getir melihat kenyataan bahwa niat baik me- reka semua tak sanggup menolong Jenderal Pi li k. Kamu akan kasi h uang i ni ke mereka, Nan? tanya Kugy. Ya. Ke Pak Usep, Pak Somad, dan semua keluarga Pa- sukan Ali t yang kena gusur, j awab Keenan tegas, saya nggak mungki n menyi mpannya lagi . Uang i ni sudah saya anggap menj adi hak mereka. Lalu ... kita mau ngapain lagi sekarang? Kugy mengusap waj ahnya. Penat. Saya masi h mau mengaj ak kamu ke suatu tempat. Aturan hari i ni masi h berlaku, Gy, Keenan tersenyum sambi l mengusap pelan tangan Kugy. 38. PENCULIKAN PALING INDAH 346 Kugy mengangguk pasrah. I a tak punya cukup tenaga un- tuk protes. Tak cukup kemauan. Apa pun rencana Keenan, i a hanya i ngi n di am di mobi l dan mengi kuti ke mana arah nasi b membawanya. Tak lama, mobi l SUV i tu pergi meni nggalkan daerah Boj ong Koneng, lalu keluar dari Kota Bandung. Kugy terti dur separuh terakhi r perj alanan entah ke mana i tu. I a hanya tahu bahwa mobi l mereka pergi mengarah Kota Garut, lalu terus ke Selatan menuj u Pameungpeuk. Sisanya ia tak sadarkan diri. Tertidur pulas dengan sandaran j ok merebah ke belakang. Matanya terbuka ketika mobil Keenan akhirnya berhenti. Pertama-tama, Kugy meli hat angkasa luas yang terbentang dari kaca mobil. Langit berwarna kemerahan. Menyala bagai di sulut api . Arakan-arakan awan tampak merona j i ngga di - tel an ufuk Barat. Hal kedua yang di sadari nya adal ah deburan ombak yang dahsyat dari arah bawah. Hal keti ga, Kugy menyadari bahwa Keenan ti dak ada di sampi ngnya. Sontak, Kugy terduduk. Tersadarlah i a bahwa mobi l i tu tengah terparkir di atas tebing berumput hijau. Di hadapan- nya terhampar laut luas. Dan di bawah sana, tampak ombak berputar dan berpusar, sali ng memecah dan mengempas, menyapu hamparan karang dengan buih putih. Cepat-cepat, Kugy keluar dari mobi l. Belum tuntas rasa kagetnya, Kugy masi h harus terpana meli hat ratusan kelelawar yang ti ba-ti ba mengepak ber- samaan dari bawah tebing, membentuk segomplok awan hi- tam yang sejenak memenuhi langit. Terkesiap dengan semua kei ndahan yang mendadak hadi r di depan matanya, Kugy hanya bi sa terduduk di atas rumput. 347 KecII! Suuru Keenun berLerIuk memunggIInyu. Kugy menoleh ke samping. Tampak Keenan melambaikan tangan dari sebuah saung beratapkan ilalang. Kugy langsung berlari -lari menghampi ri nya. Nan? Ki ta sebenarnya di mana, si h? Kugy bertanya keras. Selamat datang di Ranca Buaya, Keenan tersenyum lebar, i ni bagi an dari peraturan saya hari i ni , yai tu kamu harus rela di culi k ke mana pun. Saya pernah ke pantai i ni nggak sengaj a, bareng Bi mo dan anak-anak kampus. Saya langsung jatuh cinta. Bertahun-tahun pingin ke sini lagi, tapi nggak pernah sempat. Baru sekarang bi sa kembali lagi . Sama kamu. So, enjoy. I a lalu menyorongkan minuman di- ngi n yang di bawanya dalam cool box. Kugy mengambi l mi numan yang di sodorkan Keenan. Muka protesnya perlahan berubah. Well, Agen Keenan Si malakamani a, aku harus mengakui , i ni adalah penculi kan yang sangat menyenangkan, Kugy terkekeh, cheer s. Cheer s. Keduanya lalu duduk di pi nggi r tebi ng, beralaskan rum- put dan bertemankan dua mi numan kaleng di ngi n, me- ni kmati matahari terbenam hi ngga pupus di telan malam. Menghayati keluasan Samudra I ndia yang membentang dari tempat mereka duduk. Menj elang gelap, SUV i tu turun dari tebi ng, menuj u bagi an pantai landai tempat beberapa pedagang makanan berjualan. Malam yang masih muda terlihat jernih. Taburan bintang muncul tanpa perlawanan awan. Dan bulan bersinar megah dalam masa purnamanya. I ni ... adalah mi i nstan pali ng enak yang pernah aku coba seumur hi dup, komentar Kugy seraya melahap mi rebus yang di pesannya. I a sudah memasuki mangkuk yang kedua. 348 Keenan meli ri k bungkusan bekas mi i nstan yang masi h tergeletak di mej a. Emang, ada bedanya, ya? Jelas ada, kata Kugy yaki n, faktor pertama adalah nggak makan dari si ang, faktor kedua adalah ... i ni warung dengan pemandangan teri ndah yang pernah aku kunj ungi . Restoran paling mahal di Jakarta aja kalah sama warung ini. I ya, nggak? Setuj u, Keenan pun bergerak ke mangkoknya yang ke- dua, j adi , nggak nyesel kan di culi k? Kugy berhenti mengunyah. Kalo boleh tahu, maksud kamu hari i ni sebetulnya apa si h, Nan? Keenan i kut berhenti , sej enak menatap Kugy. Beresi n dulu makannya. Nanti saya kasih tahu. Tapi nggak sekarang, dan nggak di si ni . Mata Kugy langsung membeli ak. Jadi ... ki ta masi h pi ndah tempat lagi ? Keenan mengangguk, Dua puluh meter ke depan. Pantai Ranca Buaya hampir seluruhnya dibingkai oleh ham- paran karang, kecuali satu cerukan yang di pakai sebagai pelabuhan kapal nelayan, yang letaknya persi s di depan warung-warung makanan. Dekat dari sana, masi h tersi sa sebagi an keci l pantai kosong yang ti dak di parki ri perahu. Di bagian itu, Kugy dan Keenan akhirnya berkesempatan untuk merendam kaki mereka dalam ai r laut, di atas pasi r pecahan kerang berwarna kri m kekuni ngan. Ratusan anak ombak berki lau perak di ti mpa si nar bulan. Karang-karang keci l bermunculan, tampak mengi lap di sepuh bui h ombak. Selai n mereka berdua, tak ada lagi orang di sana. 349 Setelah kenyang bermai n ombak, Kugy mendamparkan tubuhnya di atas pasi r. Kenyang begi ni ... pali ng enak ti dur, celetuknya. Mau di bi ki ni n tempat ti dur nggak? Keenan bertanya. Gi mana caranya? Keenan melesat ke mobi lnya, kembali membawa ember keci l dan sekop. Yu, umun! Kumu muu berLunI? Kok, buwu seko se- gala? Kugy tergelak. Nggak usah banyak tanya adalah salah satu aturan yang berlaku hari i ni , Keenan menj awab santai , lalu si buk me- ngerj akan sesuatu. Kamu ngapain, sih? Masih dalam posisi telentang meng- hadap langi t, Kugy bertanya. Mendadak, tubuhnya terangkat. Keenan menggendongnya tanpa di sangka-sangka. Nuuun! Kumu nguuIIIn? LerIuk Kugy, sonLun. Beberapa detik kemudian, tubuhnya mengempas kembali ke pasi r, ke dalam sebuah lubang dangkal. I ni tempat ti dur yang nggak bi sa di dapatkan di hotel termahal sekali pun. Tempat ti dur pasi r. Alami ah dan j uga LerueuLIk kurenu unyu eIek reeksIoIogIs, seerLI Lukung obat Keenan menerangkan, sambi l terus meni mbuni Kugy dengan pasi r yang di sendoknya dengan ember. Yang di kubur ti dak protes, malah terki ki k-ki ki k geli . Bu- ti ran pasi r yang menghambur menggeli ti k saraf-saraf kuli t- nya. Gi mana tempat ti durnya, Keci l? Asyi k, kan? Keenan tersenyum penuh kemenangan. Hotel bi ntang li ma lewaaat ..., desah Kugy seraya me- mej amkan mata. Setelah tubuhnya terti mbun pasi r, Keenan lalu i kut berbari ng di sebelahnya. 350 Jelas lewatlah. I ni namanya hotel bi ntang sejuta, sahut Keenan, r oom ser vi ce-nya I ndomi e rebus sama teh tawar, Iuus kumur seIuus-Iuusnyu, LemuL LIdur reeksI, dun li ve musi c nonstop ... suara ombak. Lagu alam pali ng merdu. Mendengar kali mat Keenan yang terakhi r, Kugy sontak menoleh. Kamu kok? Kamu boleh menganggap i ni hadi ah ulang tahun ter- tunda, kamu boleh menganggap ini perayaan kecil reuni kita berdua, kamu boleh menganggap i ni apa pun ..., Keenan beringsut mendekat, menatap lekat Kugy yang telentang ter- tutup pasi r, yang j elas, i ni ungkapan teri ma kasi h untuk semua i nspi rasi berharga yang sudah kamu kasi h untuk saya. Kugy merasa sekujur tubuhnya kaku. Dan timbunan pasir yang mengurungnya semaki n membuat i a merasa tak ber- daya. Tak bi sa bergerak, tak j uga bi cara, hanya menatap bali k waj ah Keenan yang memayungi nya dengan j arak yang begi tu dekat. Keci l ... saya selalu i ngat kata-kata kamu. Kamu pali ng suka sama suara ombak. Moga-moga kamu senang, ya, di si ni , lanj ut Keenan lagi . I ni Kugy hampi r tak sanggup melanj utkan, i ni ha- di ah pali ng i ndah yang pernah aku teri ma seumur-umur. Makasi h, ya. Keenan menggeleng, Saya yang berterima kasih, Gy. Dan saya masi h punya satu hadi ah lagi . Aturannya j uga sama, kamu harus nurut apa pun yang saya suruh. Oke? Sekarang, tutup mata. Kugy menurut meski gugup bukan mai n. Dalam kondi si mata terpejam, ia dapat jelas merasakan wajah Keenan men- dekat. Napasnya yang terasa hangat meniupi kulit mukanya. 351 Jantungnya berdebar kencang dan rasanya ia ingin mencelat keluar dari tempat ti dur pasi rnya, tapi Kugy sungguhan ti - dak sanggup bergerak. Buka mul ut kamu .... Dengan l embut , Keenan memi nta. Ragu, Kugy membuka mulutnya perlahan. Sesuatu me- nyentuh bi bi rnya, dan memasuki rongga mulutnya. Kugy hafal bau i tu. Napasnya yang tadi tertahan seketi ka melega. Tapi i a tak bi sa bi cara lagi karena mulutnya sudah penuh terj ej al. Pi sang susu kesukaanmu, Keenan tertawa keci l. Saya bawa sesi si r, tuh. Sambil mengunyah, Kugy berkomentar, Panitianya cang- gi h, ni h. Kamu kok i ngat semuanya si h, Nan? Keenan menempelkan kedua telunj uknya di ubun-ubun menyerupai antena. Radar Neptunus, celetuknya ri ngan. Oke, rekan agenku. Main cour se udah, sekarang desser t, terus apa lagi sesudah i ni ? tanya Kugy. Air muka Keenan berubah serius. Gy, perjalanan ke sini kan butuh enam jam dari Bandung. Tiga jam lagi ke Jakarta- nya. Kalau ki ta paksakan pulang malam i ni pasti capek ba- nget. Gi mana kalau ki ta pulang besok subuh menj elang sunr i se? Terus, ki ta ti dur di mana? Nggak beneran di tempat ti - dur i ni , kan? Tenang. Saya penculik bertanggung jawab, kok, Keenan pergi lagi ke mobilnya, kembali membawa dua sleeping bag. Ki ta bi sa gelar i ni di saung belakang, atau di pantai j uga boleh. Terserah kamu, Nona Keci l. Hmm ... hmmm ..., Kugy berpi ki r-pi ki r, kalau aku si h pi ngi nnya di si ni , tapi , aman nggak, ya? Aman, j awab Keenan mantap, pani ti a penculi kan j uga sudah menganti si pasi soal keamanan. 352 Oh, ya? Gi mana caranya? Berdoa. Noni mengerutkan keni ng saat meli hat nomor tak di kenal menghubungi ponselnya. Namun, i a memutuskan untuk mengangkatnya. Halo? Hai . I ni dengan Noni ? Suara cowok yang ti dak i a kenal. I ya, betul, kata Noni , i ni dengan si apa? I ni Remi .... Remi berpi ki r sej enak, mmm ... pacarnya Kugy. Oh! NonI kugeL sendIrI. Numu ILu LIduk usIng. Kugy sudah menyebutkannya berkali -kali . Yang i a ti dak sangka- sangka adalah Remi meneleponnya tanpa hujan tanpa angin. Pukul sebelas malam. Maaf, ya, ganggu malam-malam, saya tadi dapat nomor telepon kamu dari adiknya Kugy. Mau tanya, kira-kira kamu tahu nggak Kugy di mana? Seharian ini HP-nya nggak aktif, dan orang rumahnya nggak ada yang tahu di a pergi ke mana. Wah, saya j uga nggak tahu, kata Noni j uj ur. Kata adi knya, Kugy lagi seri ng ngumpul sama teman- teman kampusnya. Barangkali Noni tahu sesuatu? Sebetulnya yang di maksud Keshi a dengan teman kam- pus itu ya termasuk saya juga, sih, sahut Noni sambil nye- ngir, kita dulu punya geng berempat gitu, Mas Remi. Bela- kangan memang lumayan sering main bareng lagi. Tapi hari i ni setahu saya nggak ada j adwal ngumpul, tuh. Ke mana ya di a? Kok sampai ngi lang tanpa kabar? ta- nya Remi cemas. Mas Remi , kalo kata aku, Kugy pasti bai k-bai k aj a. Di a 353 kan memang suka aneh. Besok pali ng j uga udah muncul lagi , Noni terkekeh. Entah mengapa, omongan Noni tidak membuat Remi ber- tambah tenang. Sebali knya, kepalanya j ustru maki n pu- si ng. Tak ada yang membangunkannya. Kugy membuka mata dan menemukan langi t yang sudah semu kemerahan. Cepat- cepat i a mengeluarkan di ri dari sleepi ng bag. Saat i a me- noleh ke sampi ng, sleepi ng bag Keenan sudah tergulung rapi , dan penghuni nya entah ada di mana. Ti nggal i a sen- di ri an di saung i tu. Kugy pun berjalan mendekati pantai. Angkasa seperti ter- belah dua. Semu kemerahan di ufuk ti mur, dan sebagi an lagi masi h bi ru tua, menyi sakan j ej ak malam dan kawanan bintang. Sementara bulan masih menyala perak, bundar ba- gai kan sebuti r muti ara yang bertengger di tepi langi t, si ap j atuh di telan mulut faj ar. Tak j auh dari nya, tampak si luet Keenan tengah berdi ri menghadap pantai . Menyadari Kugy yang ada di dekatnya, Keenan pun me- noleh. Mendapatkan Kugy yang samar di terangi cahaya la- ngi t, tersenyum padanya. Rambutnya yang halus berki bar di ti up angi n. Di matanya, kei ndahan pagi yang sej ak tadi i a ni kmati ti ba-ti ba memperoleh sai ngan. Selamat pagi , Nona Keci l. Pagi, Meneer Penculik, Kugy menyapa balik seraya ber- j alan ke si si Keenan. Sini, deh, Keenan menarik tangan Kugy lembut, aturan terakhir yang nggak boleh kamu protes. I zinkan saya seperti ini sebentar aja, bisiknya, lalu perlahan Keenan bergerak ke belakang punggung Kugy, merangkulkan kedua tangannya, 354 memeluk Kugy dari belakang. Di kupingnya, Keenan berkata, Ke mana pun hi dup membawa ki ta berdua, saya harus j u- j ur, karya kamu menj adi i nspi rasi terbesar saya. Kalau bo- leh, saya i ngi n terus berbagi karya dengan kamu. Kugy, Ke- ci l, mau nggak kamu nuli s dongeng lagi ? Kugy menelan ludah. Aku mau, asal kamu mau melukis lagi . Aku mau. Demi Pi li k, bi si k Keenan. Demi kamu. Demi Pi li k, Kugy balas berbi si k. Dan demi kamu. Keheni ngan seakan memi li ki j antung. Denyutnya terasa satu-satu, membawa apa yang tak terucap. Sej enak berayun di udara, lalu bagai kan gelombang ai r bi si kan i tu mengali r, sampai akhi rnya berlabuh di hati . Tanpa di sadari , Keenan mempererat pelukannya. Meni k- mati denyutan heni ng. Karena hanya saat mereka bersama, i a bi sa menci ci pi keabadi an. Meski hanya sesaat. 355 Sesampainya di rumah, yang pertama kali Kugy lakukan ada- lah menelepon Remi . Dan reaksi pertama yang i a teri ma adalah di marahi . Kamu sadar apa yang kamu perbuat pada saya? tanya Remi dengan suara tertahan. Jelas i a berusaha meredam emosi nya, yang andai saj a bi sa di lepas, barangkali i a sudah berkata-kata dengan nada ti nggi . Kamu udah nyi ksa saya, bi ki n saya stres, nggak bi sa ngapa-ngapai n selai n nyari i n kamu ke siapa pun yang saya bisa, selain nunggu kabar dari kamu yang saya tunggui n sampai subuh dan nggak ada j uga. Kugy terkesi ap. Remi ... sori .... Kamu sadar, nggak? Satu menit telepon dari kamu, bah- kan ti ga puluh deti k aj a, akan membuat keadaan i ni j auh berbeda. I ya ... aku tahu ... tapi .... Kamu keterlaluan, Gy. Remi berkata di ngi n, tapi me- nusuk. 39. KARYA BERSAMA 356 Semuanya mendadak, Remi . Aku ke Bandung ... dan tahu-tahu bekas muri dku meni nggal ... j adi aku .... Oke, Gy, apa pun alasan kamu, saya terima. Tapi bukan i tu yang j adi masalah. Apa yang bi ki n kamu sampai nggak kasih kabar sama sekali? Apa yang terjadi sampai HP kamu nggak akti f sehari semalam? Soalnya ..., Kugy memej amkan mata kuat-kuat. Aku nggak mungki n bi lang. Soalnya HP-ku keti nggalan di ka- mar, kata-kata i tu akhi rnya meluncur, dalam keadaan mati . Sori . Aku memang teledor. Terdengar sunyi dari uj ung sana, lalu helaan napas pan- j ang. Sekali lagi kamu ngi lang begi tu, Gy, dan ada apa-apa dengan kamu, saya nggak yaki n bi sa memaafkan di ri saya sendi ri . Remi ... aku nggak kenapa-napa kok .... Dan gi mana caranya saya tahu i tu kalau kamu nggak bi sa di hubungi ? Percuma, Gy. Kugy tak bi sa berkata apa-apa lagi . Gy, satu hari kamu akan sadar kalau saya nggak bi sa kehilangan kamu. Kamu ... terlalu berharga buat saya. Kamu nggak bisa membayangkan betapa kesiksanya saya kemarin. Tolong, j angan pernah lagi kamu ngi lang kayak gi tu. Tanpa bisa Kugy kendalikan, air mata tahu-tahu saja me- rembesi pi pi nya. Ucapan Remi menyadarkannya akan se- suatu. Ya, udah. Yang penti ng kamu udah pulang. Nggak ada yang lebih penting dari itu, Remi berkata, seolah menasihati di ri nya sendi ri , kamu sehat, Sayang? Capek? Masi h se- di h? Aku baik-baik, Kugy berkata dengan nada tertekan, ber- usaha meredam j ej ak tangi snya. Nanti malam saya ke rumah, ya. I ya. Aku tunggu, ya, Kugy menyahut. Dan begi tu tele- 357 pon dari Remi berakhi r, i a terduduk lama, mengusapi ai r matanya yang turun satu-satu dan seperti tak mau berhenti. I a menyadari, semalam ia telah berkesempatan untuk pulang ke negeri dongengnya. Sebuah duni a yang sempurna dan perasaan cinta yang rasanya abadi. Namun, inilah kenyataan yang sesungguhnya. I ni lah hi dup yang i a j alani . Meski tak sei ndah negeri dongeng, tapi di ri nya sudah memi li h. Pahi t, Kugy kembali menyadari bahwa Keenan hanyalah pangeran negeri dongengnya. Ki sah mereka berdua hi dup dalam khayalan i ndah yang tak mungki n terwuj ud. Remi adalah kenyataannya. Dekat, terjangkau, dan jelas-jelas men- ci ntai nya. Kugy pun ti dak yaki n bi sa memaafkan di ri nya sendiri jika ia harus menyakiti Remi. Ketidakjujurannya kali i ni sudah lebi h dari cukup. Hari Seni n. Menj elang pulang kantor, Keenan ti dak tahan lagi . Setelah menahan berj am-j am ti dak menghubungi anak satu i tu, si stem tubuhnya seolah mengi syaratkan kehausan yang amat sangat. Sekadar untuk mendengar suaranya, tawa- nya, ceki ki knya. I a lantas menghubungi ponselnya. Hai , Nona Keci l. Lagi ngapai n? Meneer PencuIIk! Suuru ILu Lerdengur begILu rIung. Aku masih di kantor. Dan baru mikirin kamu. Tadinya aku mau SMS. Oh, ya? Ganti an suara Keenan yang menj adi ri ang. Ada apa, Gy? Si ap-si ap, ya, Kugy berdehem, hari i ni ... aku nuli s IugI! SerIuI JenderuI PIIIk i s baaack! teri aknya. Bola mata Keenan seketi ka berbi nar-bi nar. Sesuatu ter- sulut dalam hati nya begi tu mendengar teri akan Kugy. Gy, saya punya i de, dengar bai k-bai k ya, nanti kasi h tahu pen- 358 dapat kamu, sejujur-jujurnya ..., kata Keenan serius. Setiap kamu selesai menuli s satu ki sah, saya akan membuatkan i lustrasi nya dalam bentuk luki san. Saya nggak tahu persi s gi mana bentuk akhi rnya, entah j adi buku atau pameran, atau keduanya, yang jelas kita kerja bareng. Selama ini Jen- deral Pi li k cuma di kenal lewat luki san saya aj a, tapi orang- orang nggak tahu i de pelopornya apa. Menurut saya, sudah saatnya kamu juga tampil keluar, sebagai pencipta serial ce- ri ta Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Kugy terenyak. Jadikitapunya karya bersama? ucap- nya tak percaya. Keci l, sebelum kamu tahu pun, bagi saya, ki ta sudah berkarya bersama. Bedanya, kali ini kita melangkah bareng- bareng. I tu pun kalau kamu memang bersedia, Gy. Akan jadi satu kehormatan besar buat saya. Dengan penuh kesung- guhan, Keenan berkata. Lama Kugy ti dak menyahut. I a butuh waktu untuk men- cerna semua i tu. Mendadak, i mpi annya terasa mendekat, terasa mungki n. Sesuatu yang tadi nya i a pi ki r terlalu ti nggi dan muluk, ti ba-ti ba membumi . Berada tepat di hadapan. Dan yang i a butuhkan hanya keberani an untuk melangkah. Oke. Kapan ki ta mulai ? Mantap, Kugy akhi rnya ber- suara. Jakar t a, Apr i l 2003 ... Dibutuhkan seminggu untuk Kugy menyelesaikan setiap seri Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t. Dan i tu mengharuskan Keenan untuk menj emput naskah baru seti ap mi nggunya. Khusus untuk seri al satu i ni , Kugy menuli s dengan tangan dalam buku tulis, sebagaimana yang dilakukannya di Sakola Ali t dulu. Baru setelah i tu, Keenan menyuruh sekretari snya 359 untuk mentranskri p naskah Kugy ke dalam dokumen kom- puter. Banyak jam kantor yang Kugy bajak untuk berkhayal dan menulis serialnya. Omongan-omongan sumbang mulai mun- cul dari sana si ni . Si ndi ran-si ndi ran halus menjadi ruti ni tas baru yang i a teri ma seti ap hari . Yah, gi tu deh, fenomena anak bau kencur, semangatnya j uga tai -tai ayam. Otak bri li an tapi nggak di dukung profesi onali sme sama aj a boong. Pr odi gy ternyata punya j adwal kedaluwarsa j uga, ya. Dan kupi ng Remi lah yang pali ng panas mendengar se- mua i tu. I a tahu persi s kemampuan Kugy. Kalau saj a anak i tu sedi ki t berusaha, semua pekerj aannya akan kelar dalam sekej ap mata. Masalahnya, fokus Kugy tersedot tanpa si sa untuk sesuatu yang ia tidak tahu. Jika di kantor, Kugy selalu kedapatan bekerja di mejanya dengan sungguh-sungguh, tapi tugasnya ti dak ada yang selesai . Hari i ni Remi terpaksa menegur Kugy. Gy, saya udah nggak bisa minta waktu tambahan lagi ke klien. Mereka udah harus syuting seminggu lagi. Nggak bisa nggak. Tapi sampai sekarang, stor yboar d belum ada, kon- sepnya j uga masi h gonta-ganti melulu. Kamu kan pr oj ect leader . Keputusan harus datang dari kamu. Kalo kamu nggak bi sa fokus, satu ti m kamu berantakan. Kugy bergemi ng menatap Remi . Entah bagai mana harus mengatakannya, bahwa i a memang belum mengerj akan apa pun sampai detik ini. Entah bagaimana bisa mengungkapkan bahwa Remi sudah saatnya untuk ti dak terlalu bergantung padanya, ti dak terus-terusan menj adi kannya pr oj ect leader , karena Kugy sendi ri ti dak bi sa mengendali kan energi dan perhati annya yang teri sap ke dalam pusaran kuat di mensi Jenderal Pi li k. Rasanya i a seperti zombi e di kantor. Tubuh- 360 nya ada di sana tapi hanya cangkang kosong belaka. Semen- tara i si nya berada di tempat lai n, mengerj akan hal lai n. Kamu ada masalah apa, si h? tanya Remi lagi . Mata Kugy mulai berkedip-kedip, tanda ia berpikir keras. Aku sedang ada proyek baru ..., katanya pelan. Proyek? Remi mengerutkan ali s. Aku sedang bi ki n seri al dongeng. Remi seketika mengembuskan napas panjang, mengusap- usap waj ahnya. Gy, kayaknya saya nggak perlu mengi ngat- kan kamu soal prioritas. Kamu udah cukup gede untuk bisa menyusun skala prioritas kamu sendiri. Yang saya khawatir- kan, kamu nggak bi sa memi lah antara profesi dan ... hobi , uj arnya taj am, saya nggak kepi ngi n ngomong begi ni . Tapi kamu di gaj i di si ni untuk menci ptakan konsep i klan, bukan j adi penuli s dongeng. Terserah kalau di rumah kamu mau menghabi skan semalam suntuk untuk bi ki n dongeng. Tapi bukan di si ni . Tugas kamu di si ni adalah memenuhi target dan deadli ne kamu ... tepat waktu. Kugy hanya bi sa di am. I a sadar di ri , posi si nya sangat le- mah. Ti dak ada gunanya membela di ri . Dari kacamata apa pun, i a j elas bersalah karena mengesampi ngkan pekerj aan- nya. Jadi kapan stor yboar d bi sa beres? Secepatnya. Sore i ni . Sebelum j am enam. Tegas, Remi menutup pembi caraan mereka. Pukul setengah enam sore, Kugy menyerahkan hasi l pe- kerj aannya. Remi membolak-bali k sketsa-sketsa i tu. Ternyata ... kalau memang kamu mau, kamu bisa, kan? katanya sambi l tersenyum keci l. 361 Kugy balas tersenyum. Tawar. Malam i ni ki ta di nner , yuk? Seafood? Kugy mengangguk. Samar. Malam i tu, di restoran seafood langganan mereka, Remi memutuskan untuk mendesak Kugy agar bicara sejujur-jujur- nya. Di genggamnya kedua tangan Kugy erat-erat, Kali i ni , kamu harus terbuka, ya, ucapnya sungguh-sungguh, se- betulnya kamu punya masalah apa? Kugy menatap Remi, kembali dengan tatapan yang sama. Begi tu banyak yang i ngi n terucap, tapi ti dak bi sa di ungkap. I a ti dak yaki n Remi akan mengerti . Nggak ada masalah. Aku cuma keasyikan nulis dongeng. Kamu benar, kok. Masalahku barangkali hanya nggak bi sa memi lah mana hobi dan mana profesi . Gy, sebenarnya kamu masalah nggak dengan kondi si ki ta yang sekantor? Kugy menggeleng perlahan. Sekantor dengan kamu me- mang mengundang banyak tantangan, tapi nggak pernah j adi masalah buatku, gumamnya. Kamu nggak ada masalah dengan si apa pun di kan- tor? Nggak, sama sekali , j awab Kugy lagi . Kamu udah nggak betah kerj a? Kali i ni Kugy tertohok. I a merasakan kebenaran dalam kali mat Remi . Dari keci l, satu-satunya yang aku kepi ngi n hanyalah j adi penuli s dongeng, akhi rnya Kugy berusaha menguraikan kejujuran yang selama ini begitu sukar ia bagi, aku tahu, kedengarannya pasti konyol, bego, infantil. Mana ada orang sampai umur segi ni masi h punya ci ta-ci ta kayak gi tu. Mungki n aku j uga kedengaran nggak tahu di ri . Aku punya kerjaan sebagus ini, tapi malah disia-siakan. Masalah- nya ... belakangan i ni , aku menyadari sesuatu. Aku nggak bi sa maksai n di ri menyukai apa yang sebetulnya bukan 362 mi natku, walaupun aku mampu. Aku j uga nggak bi sa pura- pura lupa dengan ci ta-ci taku, i mpi anku. Bi arpun satu duni a ngegoblok-gobloki n aku, tapi memang i ni yang aku mau. Aku pingin jadi penulis dongeng. Dari dulu sampai sekarang ... nggak berubah. Jadi, demi cita-cita itu, kamu mau mengorbankan karier kamu? Remi bertanya hati -hati . Kalau memang perlu, i ya, aku mau, Kugy mengangguk pasti . Kalau ada satu celah keci l untuk aku bi sa mewuj ud- kan i mpi anku, pasti aku akan kej ar. Dan aku rela ni nggali n pekerj aanku sekarang ..., sej enak Kugy berhenti , Remi , celah i tu akhi rnya ada ..., i a berkata nyari s berbi si k. Aku memang belum bi sa ceri ta banyak. Tapi , yang j elas, aku nggak mau menyi a-nyi akan kesempatan i tu. Kamu yaki n? desak Remi lagi . Aku yaki n, suatu saat, apa yang sekarang kamu bi lang hobi , akhi rnya bi sa j adi profesi ku yang baru. Barangkali uangnya nggak banyak, tapi aku nggak peduli , Kugy meng- hela napas, mungki n kamu nggak bakalan pernah ngerti Saya ngerti, sergah Remi. Saya justru sangat mengerti, ulangnya penuh penekanan. Kamu mau r esi gn, Gy? Tatapan Kugy berubah nanar. Dalam sekejap, semua yang telah i a lewati terki las bali k dalam benaknya. Setahun ter- akhi r kari ernya di AdVocaDo, pertemuannya dengan Remi , semua konsep yang berhasil ia cetuskan, semua proyek yang berhasi l i a pi mpi n, begadang bermalam-malam, hari -hari kurang ti dur, Ari san Toi let, perahu kertas yang di ti ti pkan Remi padanya, malam bersej arah di pi nggi r Pantai Ancol, dan ki ni i a harus kembali berhadapan dengan Remi untuk satu keputusan besar. Meni nggalkan AdVocaDo. Tempat i a bersuaka saat i ngi n meni nggalkan kehi dupan lamanya di Bandung. 363 Dengan berat, Kugy mengangguk. Aku merasa lebih baik ti dak bertahan. Rasanya i ni lebi h bai k buat kamu, buat ti m yang lai n, dan yang pasti ... lebi h bai k j uga buatku. Saya nggak akan menghalangi kamu. Seketi ka, ada beban raksasa yang terangkat dari hati nya. Kugy sendi ri ti dak menyangka sedemi ki an besar arti ke- putusannya i tu. Senyum cerah terbi t alami ah di waj ahnya. I a menggenggam bali k tangan Remi , mengecupnya. Remi ... makasih kamu udah mengerti. Aku nggak tahu lagi harus bi lang apa. Kamu memang nggak perlu bi lang apa-apa. Sebagai atasan, saya sedi h karena kehi langan salah satu anak buah terbai k. Tapi sebagai orang yang menci ntai kamu, saya ba- hagi a karena kamu berhasi l memi li h yang terbai k untuk hi - dup kamu, Remi tersenyum lembut. Aku akan menyelesai kan semua proyek yang udah se- tengah j alan. Baru sesudah i tu aku resmi mengundurkan di ri . Kalo gi tu gi mana, Sayang? Kugy bertanya dengan ekspresi j enaka. Remi menggeleng. Kalo cuma itu patokannya, seminggu lagi juga kamu udah bisa kelarin semuanya. Kamu akan aku tahan sampai ... hmm, Remi senyum-senyum kecil, sampai outi ng kantor ke Bali . Bulan Mei i ni . Oho-ho, kalo urusan outing sih, udah nggak jadi pegawai pun aku dengan nggak tahu malunya bakal tetap i kutan, Kugy terbahak. Si sa malam pun mengali r dengan i ndah. Remi sendi ri tersadar akan sesuatu malam i ni . Keputusan Kugy untuk keluar dari AdVocaDo ternyata melegakan hati nya, tanpa i a duga-duga. Untuk pertama kali nya, Remi merasa bebas un- tuk menci ntai Kugy tanpa ada beban apa-apa. Untuk per- tama kali nya, i a terbebas dari keteri katan profesi onal yang 364 selama i ni membayangi hubungan mereka. Dan malam i tu, tekadnya semaki n bulat untuk membahagi akan dan men- dukung Kugy, ke mana pun kekasihnya ingin melangkah dan menggapai impiannya. Dari sekian bulan mereka resmi ber- pacaran, Remi belum pernah sebahagi a dan seri ngan i ni melangkah. Ubud, Apr i l 2003 ... Poyan ... Luhde memanggi l pamannya hati -hati . Ada apa, De? Luhde sejenak ragu untuk meneruskan atau tidak. Sudah berbulan-bulan i a ti dak meli hat Keenan. Sementara, selama setahun kemari n mereka bertemu seti ap hari tanpa kecuali . Hati nya tersi ksa bukan mai n. Ri ndunya seolah tak terperi . Dan i a menyadari segala keterbatasan kondi si mereka. Namun, rasanya Luhde tak mampu bertahan sebegi ni lama tanpa bertemu Keenan. Jakarta i tu seberapa j auh dari si ni , Poyan? Kalau nai k pesawat hanya satu setengah j am, kata pa- mannya sambi l terus meluki s. Luhde teri ngat tabungannya yang tak seberapa. Kalau dengan bus? Sehari semalam, kata Wayan lagi . I a lantas meli ri k ke- ponakannya. Kamu mau ke Jakarta? Buat apa? Nggak ada gunanya. Lebi h bai k di si ni , menunggu Keenan yang da- tang, katanya langsung. Dalam hati, Luhde terperanjat mendengar omongan yang tak di sangka-sangka i tu. Cepat-cepat, i a menyeli nap keluar dari studi o pamannya. 365 Sel at Sunda, Mei 2003 ... Tekad hati nya bulat sudah. Dengan mengandalkan semua tabungannya, Luhde berangkat nai k bus ke Jakarta. Poyan sedang pergi ke Lombok selama semi nggu, dan i tulah ke- sempatannya untuk melaksanakan perj alanan nekat i ni . Di ni hari , sambi l memandangi lautan dari atas feri yang menyeberangkannya ke Pul au Jawa, Luhde meri ngkuk sendirian di atas kursi kayu di dek kapal. Menutupi kakinya yang kedinginan dengan jaket. Seumur hidupnya, belum per- nah ia menginjakkan kaki di luar Pulau Bali. I a tidak punya secercah bayangan pun tentang kondi si Kota Jakarta selai n apa yang dilihatnya di teve. Hanya satu carik kertas bertulis- kan alamat rumah Keenanlah yang menj adi patokannya. Luhde hanya bi sa berdoa i a terli ndungi selama perj alanan i ni . Matanya dipejamkan kuat-kuat. Berusaha tidak memikir- kan hal-hal lai n kecuali berada di rumah Keenan sore nanti . 40. MENEMUKAN OASIS 366 Jakar t a, Mei 2003 ... Uangnya hanya tersi sa seratus ri bu rupi ah. Luhde tak tahu lagi apa yang harus ia perbuat jika ia sampai tidak menemu- kan alamat rumah Keenan. Dengan segala keleti han aki bat perjalanan panjang dan jantung yang berdebar-debar tegang, Luhde memencet bel rumah serba puti h i tu. Seorang perempuan membuka pi ntu. Luhde kenal betul waj ah i tu. Selamat sore, I bu Lena, sapanya sopan. Satu tangannya menenteng tas beri si baj u, satu tangannya lagi menenteng kantong plasti k beri si oleh-oleh. Lena menatap gadi s di hadapannya. Nyari s tak percaya. Kamukeponakannya Wayan, kan? Luhde? Betul, Bu, Luhde menj awab. Lega bukan mai n. Nasi b- nya terselamatkan sudah. Keenan seperti meli hat hantu keti ka mendapatkan Luhde berdiri di teras depan rumahnya, berdiri santun menyambut kedatangannya. Sementara Keenan hampi r saj a menabrak tembok garasi saki ng kagetnya. Tergopoh-gopoh, i a turun dari mobi l. Luhde? desi s Keenan. Meli hat Keenan kembali di hadapannya, Luhde bahkan tak mampu bergerak. Hanya bola matanya saj a yang ki an bersi nar mengi kuti seti ap gerak Keenan yang melangkah mendekati nya. Kamukenapa bi sa ada di si ni ? tanya Keenan takj ub. Perlahan, mengelus pi pi Luhde, seolah-olah i ngi n meyaki n- kan sekali lagi bahwa Luhde memang ada. Gadi s i tu tersenyum, lalu mengambi l tas komputer yang 367 tersampi r di bahu Keenan. Mari , bi ar saya yang bawa- kan. Deti k i tu j uga Keenan langsung mendekap Luhde. Mi nggu malam. Hari i ni telah menj adi hari penj emputan naskah. Sebuah ri tual yang di tunggu-tunggu Kugy seti ap mi nggunya. Keenan akan muncul di depan pi ntu, dan Keshi a, adi knya, langsung mengeluarkan sej uta gaya demi menarik perhatian Keenan yang ditaksirnya diam-diam, dan Kugy akan punya sej uta bahan ej ekan baru yang bi sa di - pakai nya untuk mengerj ai Keshi a. Kugy sendi ri di am-di am punya kesempatan mengi si baterai hati untuk semi nggu ke depan. Tak sabar rasanya menunggu Mi nggu malam ti ba. Namun, Kugy merasa ada yang aneh dengan hari Minggu ini. Sejak pagi hingga petang, ia belum mendapat kabar apa- apa dari Keenan. Akhirnya Kugy memutuskan untuk menele- pon duluan. Halo, rekan agen. Udah siap bertugas belum? Kugy me- nyapa ceri a. Hai , Gy. Suara Keenan terdengar kaku. Jam berapa mau ke si ni , Nan? tanya Kugy lagi . Mmm ..., Keenan mengembuskan napas berat dan pan- jang. Malam ini saya nggak bisa, Gy. Mungkin baru minggu depan. Maaf, ya. Kugy ti ba-ti ba merasa dadanya sesak. Suara Keenan ter- dengar begi tu j auh sekarang, seolah terpi sahkan banyak se- kat. Oke, mi nggu depan j uga nggak apa-apa. Tapi , kalau boleh tahu, kenapa kamu nggak bisa datang malam ini? Ada urusan? Saya ada tamu dari Bali , Keenan berkata, canggung, pacar saya yang dari Ubud. 368 Oooh ..., gumam Kugy panj ang. Sama sekali ti dak me- nyangka. Matanya terpejam sebentar, mencari kekuatan. No pr oblemo! dalam hati Kugy bangga dengan nada suaranya yang terdengar wajar, tapi, berarti kita agak mulur, ya. Soal- nya, mi nggu depan malah aku yang pergi . Oh, ya? Ke mana? Ada acara outi ng bareng kantor, ke Bali . Bali ? Keenan menelan ludah. Nggak masalah, Gy, kata Keenan dengan nada seri leks mungki n, mungki n sesudah kamu pulang, saya bi sa kasi h kamu kabar bai k. Otot Kugy menegang. Kabar bai k, katanya? Kugy men- j eri t dalam hati . Jangan-j angan .... Saya berhasi l menghubungi salah satu kolektor luki san saya yang punya penerbitan buku. Dia sangat tertarik waktu saya kasih tahu soal proyek kita. Dan dia fans berat Jenderal Pi li k sej ak lama. Kalau memang ternyata di a tertari k me- nerbi tkan, berarti ki ta maki n dekat lagi dengan i mpi an ki ta punya karya bareng, Keenan menerangkan dengan sema- ngat. Senyum lebar seketi ka menghi asi waj ah Kugy. Nan, andai kan aku mercon, sekarang aku udah meledak, ni h. Untung bukan, Keenan terkekeh, kalo kamu hancur berantakan, proyek i ni j uga bubar j alan. Kugy i kut tertawa. Ya udah, deh. Sampai ketemu dua mi nggu lagi , berarti . Salam buat ...? Luhde. Ya. Salam buat Luhde, Kugy mengulang. Oke. Dah, Keci l. Dah. Kugy menutup telepon rumahnya pelan-pelan. I a tahu, i a bahagi a bukan mai n mendengar kabar dari Keenan tentang kemungki nan seri alnya di terbi tkan menj adi buku. Namun, pada saat yang bersamaan, percakapan tadi j uga membuatnya sedi h. Lagi -lagi , Kugy merasa tertampar oleh 369 kenyataan. Seakan hidup terus-terusan ingin mengingatkan- nya bahwa ada sekat antara mereka berdua yang tak di - tembus. Dan ia hanya bisa menerima dan mengikhlaskannya. Hati mereka telah memi li h. Di gazebo taman rumah Keenan, mereka duduk berdua. Me- ni kmati ti upan angi n malam Jakarta yang hawanya sedang suam-suam. Kamu kepanasan, ya, ujar Keenan sambi l menyeka bu- tir keringat di pelipis Luhde. Angin di sini nggak seperti di Ubud. Memang nggak. Tapi rasanya malah lebi h enak, ucap- nya sambi l meli ri k Keenan malu-malu, soalnya bi sa dekat dengan kamu. Saya merasa bersalah sama kamu. Kenapa? Luhde bertanya heran. De, saya di si ni ngantor, bahkan sampai hari Sabtu. Nggak seperti di Ubud. Ki ta bi sa bareng terus sehari an. Kamu udah hampir tiga hari di Jakarta, belum satu kali pun saya sempat ngajak kamu jalan-jalan. Kamu cuma nungguin saya pulang kantor seti ap hari . Sama sekali saya nggak keberatan, sela Luhde, saya senang di si ni . Bi sa bantu meme-nya Keenan. Jeroen j uga bai k. Saya seri ng di ajak jalan-jalan di seki tar si ni . Dan, bi ar hanya ti ga-empat j am sehari saya bi sa ketemu Keenan, su- dah lebi h dari cukup. Keenan j angan merasa bersalah. Saya yang datang mendadak, di hari kerj a, j adi memang sudah ri si ko saya. Luhde, Luhde .... Keenan geleng-geleng kepala seraya mengelus-elus rambut Luhde yang tergerai . Saya masi h 370 nggak habis pikir, kamu kok bisa nekat ke Jakarta sendirian. Gi mana kalau Poyan tahu? Saya akan pulang sebelum Poyan kembali dari Lombok, sahut Luhde cepat. Kapan Poyan pulang? Tiga hari lagi. Lusa saya pulang, pakai bus, jadi sebelum Poyan sampai Lusa kamu pulang. Tapi tidak boleh lagi pakai bus, po- tong Keenan tegas. Luhde menatap cemas. Bagai mana mungki n, uangnya bahkan tak cukup untuk nai k bus yang nyaman. Kamu akan saya antar. Ki ta ke Bali pakai pesawat, Keenan melanj utkan. Mata Luhde membundar. Keenanakan i kut ke Bali ? Keenan tertawa kecil sambil mengangkat bahu. Daripada ki ta di Jakarta berhari -hari dan cuma punya waktu bareng ti ga-empat j am, lebi h bai k saya yang ke Bali . Bi ar saya di sana cuma sebentar, tapi ki ta akan punya waktu sehari an. Saya janji, nggak akan membocorkan rahasia ini pada Poyan. Asal kamu mengi zi nkan saya mengantar ke Lodtunduh. Kalau saya petasan, sekarang i ni saya sudah meledak saki ng bahagi anya, cetus Luhde. Pi pi nya bersemu merah. Keenan terkesi ap. Baru semalam, i a mendengar kali mat serupa terlontar dari mulut Kugy. Entah apa arti nya i ni . Sanur , Mei 2003 ... Matahari yang teri k membuat pi pi Kugy seperti tomat ra- num. Sudah sehari an i a di j emur, tapi anak i tu ti dak ter- ganggu. I a tetap li ncah ke sana kemari mencoba segala ma- cam permai nan. Sehabi s melayang-layang di udara dengan par asai li ng, i a mencemplung ke laut dengan banana boat 371 yang terguli ng dua kali , mencoba j et ski , dan apa saj a yang tersedi a. Kugy dengan semangat mencoba semuanya. Perhati an, teman-teman semua, Dani , pani ti a rom- bongan, kembali berbi cara melalui pengeras suara, sehabi s dari si ni , acara ki ta adalah shoppi ng di Kuta, di lanj utkan dengan makan malam di Ji mbaran. Pengumuman i tu langsung di sambut dengan ri uh ren- dah. Males belanj a, ah, Kugy berbi si k pada Remi . Pi ngi nnya ngapai n, dong? Aku pi ngi n motret. Udah berat-berat pi nj am kamera dari Karel, tapi dari tadi belum sempat hunti ng obj ek foto. Di Kuta si h mau motret apa? Toko? Bola mata Remi berkilat, seperti mendapat ide. Kita ka- bur aj a, yuk, i a berbi si k bali k. AsyIk! de ILu Iungsung dIsumbuL gembIru oIeh Kugy. Gi mana caranya? Gampang. Ki ta cari tr anspor t di pi nggi r j alan, terus cabut. Nanti malam tinggal nyusul mereka ke Jimbaran. Gi- mana? uksunukun! seru Kugy beruI-uI. TuI ... kILu ergI ke mana? Remi hanya tersenyum tanpa menj awab. Ubud, Mei 2003 ... Beberapa hari ini tampak perubahan besar pada Pak Wayan. I a keli hatan bergembi ra, ri ang, dan bersemangat. Semua orang tahu penyebabnya: Keenan. Semenjak Keenan menginjakkan kaki lagi ke Lodtunduh, hari -hari bersantai di bale sambi l mengobrol sehari an de- ngan Keenan pun kembali lagi . Tak hanya Luhde yang me- 372 rasa bahagi a dengan kepulangan Keenan, Wayan pun me- nemukan oasi s yang selama i ni i a ri ndukan. Meski i a sadar semua i tu hanya akan berlangsung dalam hi tungan hari saj a. Si ang i tu, Keenan dan Banyu sedang pergi ke Denpasar, mengurus tiket pulangnya ke Jakarta yang mengalami penun- daan. Sementara Luhde sedang pergi ke pura. Sendirian, Pak Wayan meni kmati sore hari nya di galeri . Sebuah mobi l Ki j ang yang ti dak i a kenal tahu-tahu me- nepi di depan galeri . Pak Wayan keluar menghampi ri . Dan betapa kagetnya i a keti ka mengenali sosok yang keluar dari pi ntu depan. Remi? Apa kabar? Kapan sampai di Bali? Kok nggak ka- si h kabar sebel umnya? tanyanya l angsung memberon- dong. Memang rencananya mau kasi h kej utan untuk Pak Wayan, Remi tertawa. Kedua pri a i tu sali ng berangkulan, akrab. Ke mana saj a? Lama sekali nggak muncul, kata Pak Wayan lagi . Tahun i ni pekerj aan di kantor banyak sekali , Pak. Ke- betulan aj a kantor saya lagi outi ng ke Bali , j adi saya bi sa kabur sebentar mampi r ke Ubud, sekali an li hat-li hat. Mari , mari . Masuk dulu, aj ak Pak Wayan segera. Eh, kamu sendi ri an kemari ? Berdua, Pak. Tapi teman saya mau j alan-j alan sendi ri sambi l foto-foto. Kalau rombongan yang lai n sekarang se- dang di Kuta, jelas Remi seraya melangkah masuk ke dalam galeri . Mereka lalu berj alan bersama mengi tari galeri i tu, sem- bari Pak Wayan menerangkan satu demi satu luki san yang terpampang. Usai meli hat semua, Remi pun bertanya, Lu- ki san Keenan belum ada lagi , Pak? 373 Pak Wayan menghela napas. Remi belum menyer ah juga, pi ki rnya. Belum ada, j awabnya si ngkat. Sebenarnya di a menghi lang ke mana si h, Pak? Keenan ... hmmm ... di a ..., Pak Wayan tampak ragu- ragu, di a ada urusan keluarga yang sangat mendesak akhi r tahun kemari n, dan harus kembali ke rumahnya. Dulu di a pernah berpesan agar saya ti dak memberi tahu si apa pun tentang kepergi annya. Jadi , saya mi nta maaf, Remi . I ni masalah j anj i . Remi menatap lelaki i tu lekat. Pak, saya menghargai j anj i Bapak. Tapi , bagi saya, Keenan bukan sekadar peluki s yang luki sannya saya beli , di a sudah saya anggap adi k saya sendi ri . Saya heran, kok di a menghi lang begi tu saj a, dan berhenti berkarya. Sudah lama sekali sej ak terakhi r karya di a di j ual di si ni . Hampi r setahun di a berhenti meluki s. Ya, sudah. Begi ni saja. Saya akan mi nta i zi n dulu untuk memberi tahu nomor kontaknya ke kamu. Kalau di a setuju, saya akan menghubungi kamu secepatnya, akhi rnya Pak Wayan berkata. Tergugah meli hat kesungguhan Remi . Terima kasih, Pak. Saya sangat menunggu kabar tentang Keenan, kata Remi lagi . Sudah berbulan-bulan Wayan menutupi kabar tentang Keenan dari semua kolektor yang menghubunginya. Namun, Remi gi us memang berbeda. Dalam hati nya, Wayan ti dak nyaman dengan semua ini, ditambah dengan kenyataan bah- wa sekarang Keenan juga ada di Bali. I a berharap Remi dan Keenan dapat bertemu kembali , entah bagai mana caranya. 374 Ubud, Mei 2003 ... Entah mengapa, intuisinya terusik ketika melihat pura ini di perj alanan tadi . Sebuah pura yang keci l dan sepi , terletak persi s di tepi j alan. Ti dak ada yang i sti mewa j i ka di amati sekilas pintas. Namun, Kugy merasa harus berhenti di sana, membi arkan Remi pergi ke galeri langganannya sendi ri an. Dengan kamera pi nj aman yang bergantung di leher, Kugy mulai mencari -cari sudut-sudut menari k yang bi sa menj adi objeknya. Gayanya sudah seperti fotografer profesional. Me- nyadari kemampuannya yang mi nus dalam menggambar, belakangan ini Kugy mulai terpikir untuk mengompensasinya dengun benLuk IuIn, yuknI IoLogruh. Tiba-tiba lensanya berhenti pada satu objek. Saking indah- nya, sejenak Kugy tak bisa bereaksi apa-apa selain melongo. Seorang gadis Bali tengah bersimpuh sambil menata sesajen yang dibawanya. Gadis itu lalu menyalakan dupa, mengambil sepucuk bunga, dan mengayunkannya pelan di udara dengan penuh perasaan. Seperti seorang penari . Matanya terkatup, 41. BUKU DAN PAMERAN 375 mulutnya merapalkan sesuatu. I a tengah berdoa. Ada pe- rasaan haru yang menyerbunya ketika melihat pemandangan i tu. Waj ah ayu gadi s i tu tampak begi tu tulus. Bagai kan se- buah si mbol hi dup pengorbanan dan pengabdi an. Kugy be- lum pernah meli hat sesuatu yang sebegi tu menggugah. I a baru tersadar keti ka gadi s i tu mulai membuka mata. Cepat-cepat Kugy membi di k kameranya, memotretnya, ber- kali -kali , tak mau kehi langan satu momen pun. Seperti tahu sedang di amati , gadi s i tu menoleh. Men- dapatkan Kugy yang sedang berlutut tak j auh dari si tu. Buru-buru i a berdi ri , bergegas pergi . HeI, Mbuk! Jungun ergI duIu! Kugy segeru mengejur- nya. Langkah gadis itu menyurut. Maaf ya, saya nggak per- mi si dulu. Cuma i seng, kok. Saya lagi belaj ar motret. Maaf sekali lagi, ya, ucap Kugy sungguh-sungguh. I a lantas meng- ulurkan tangannya dan tersenyum ramah. Kenalkan, saya Kugy, dari Jakarta. Gadis itu ikut tersenyum seraya menyambut uluran tangan Kugy. Malu-malu. Nama saya Luhde, ucapnya pelan. Hati Kugy terlonj ak mendengar nama i tu. Luhde? Ke- betulan, saya punya teman yang nama pacarnya Luhde lho, kelakarnya. Orang Bali yang namanya Luhde kan banyak. Bukan saya saj a, sahut Luhde sambi l tertawa keci l. Oh, gi tu, ya, ti mpal Kugy polos, kamu ti nggal di desa i ni ? Luhde mengangguk. Saya ti nggal dengan keluarga pa- man saya. Asli nya saya dari Ki ntamani . Kalau Mbaknya mengi nap di Ubud, atau si nggah saj a? Saya menginap di Sanur. Ramai-ramai dengan satu kan- tor. Sekarang sih hanya singgah sebentar saja. Nanti malam ada acara lagi di Jimbaran, jelas Kugy, tapi, jangan panggil Mbak, dong. Kugy aj a. 376 Kugy? Dengan canggung, Luhde mencoba. Nah, gi tu, Kugy tergelak, kamu lucu banget, si h. Luhde i kut tertawa. Tak lama, kedua perempuan i tu du- duk bersama di pelataran pura. Mengobrol i ni -i tu dengan luwesnya, seperti dua teman lama. Luhde terkesan dengan Kugy yang begitu ceria, menyenangkan, pintar, dan mandiri. Semua kualitas yang ia dambakan. Sebaliknya, Kugy tersen- tuh dengan kehalusan, kecerdasan, dan kedewasaan Luhde. I a tak menyangka gadi s yang terli hat lugu i tu mempunyai pemikiran yang bijak dan mendalam, perasaannya halus se- kali gus taj am, dan Luhde punya banyak kei ngi nan untuk maj u. Keduanya makin antusias ketika tahu bahwa mereka ber- bagi hobi yang sama, yakni menuli s. Kugy sedang membuat buku ceri ta? Wah, hebat sekali , mata Luhde berbi nar-bi nar, kapan di terbi tkan? Masi h belum tahu kapan. Tapi mudah-mudahan sudah ada kabar mi nggu depan. Yah, semoga aj a gol. I ni ci ta-ci ta saya dari keci l, j awab Kugy bersemangat. Saya j uga punya ci ta-ci ta sama dari keci l. Tapi saya ti dak tahu karya saya mau di apakan, mau di kemanakan, mungki n hanya akan saya si mpan sendi ri , sahut Luhde li ri h. Kamu menuli s apa? Fi ksi j uga? Saya juga lagi senang bikin cerita anak-anak. Saya ingin mengangkat hi kayat kuno Bali , tapi di kemas lagi dalam ki sah kanak-kanak. Banyak hal bai k dari kebudayaan Bali yang bisa diangkat. Bukan cuma melayani turis. Tapi seperti- nya orang-orang tidak tertarik untuk tahu, Luhde menjelas- kan. Kugy menggeleng. Ki ta nggak pernah tahu kalau nggak di coba. Kamu j angan berhenti nuli s, lalu Kugy merogoh ranselnya, mengeluarkan pulpen dan secari k kertas. Kugy 377 lantas menuli skan alamat lengkap, nomor telepon, dan e- mai l. Luhde, kalau ada sesuatu yang i ngi n kamu ki ri mkan, ceri ta-ceri ta kamu atau apa saj a, tolong j angan segan-segan untuk mengirimkannya ke saya. Atau kalau kamu suatu hari berencana ke Jakarta, j angan lupa mampi r. I ni , supaya kamu nggak nyasar, saya juga tuliskan patokan jalannya se- kali an, ya, dengan seri us Kugy menuli skan semuanya de- ngan lengkap. Luhde terpana meli hat tangan Kugy yang menari -nari di atas kertas. I a menahan napas melihat tulisan itu. Lengkap sekali. Kugy sangat baik. Terima kasih banyak, katanya de- ngan suara bergetar. Nanti , kalau buku saya benar-benar j adi terbi t, kamu akan saya ki ri mkan satu kopi . Mau? Muu! BeLuI, yu. Jungun sumuI Iuu, InLu uhde enuh harap. I a lalu ganti an menuli skan alamatnya. Luhde Laksmi , gumam Kugy membaca kertas yang di - berikan Luhde. Nama kamu cantik sekali. Pas dengan orang- nya. Kugy perempuan tercantik yang pernah saya lihat, balas Luhde, tulus. Makasi i i h ..., Kugy tertawa lepas, ngomong-ngomong, mata kamu normal, kan? Luhde hanya tersenyum dan mengangguk, perlahan men- dekapkan cari kan kertas dari Kugy ke dadanya. Ti ba-ti ba tampak sebuah mobi l berhenti di seberang j alan. Suara klakson berbunyi pendek satu kali. Kugy segera bang- ki t berdi ri , mengemasi ransel dan kameranya. Saya udah di j emput. Kamu di si ni aj a. Bi ar saya nyeberang ke depan. Sampai ketemu lagi, ya. Jangan lupa hubungi saya kalau ada apa-apa. Saya senang sekali kenalan dengan kamu hari ini, Kugy lalu merangkul Luhde. 378 Saya j uga sangat senang. Sampai ketemu lagi , ucap Luhde. Tubuhnya kaku. Teri ma kasi h, ya, Kugy. Kugy tertawa kecil. Terima kasih apa? Saya belum kasih apa-apa sama kamu. Justru saya yang harus teri ma kasi h sama kamu. Udah mau saya foto. Luhde tak bi sa berkata apa-apa lagi . Hanya tangannya ki an erat menggenggam cari kan kertas i tu. Tanpa berkedi p, di pandangi nya dari j auh Kugy yang melambai kan tangan, menyeberangi j alan, lalu masuk ke dalam mobi l yang lang- sung melaj u i tu. Luhde lalu berj alan ke depan. Memandangi punggung mobil itu hingga menghilang. Dan tetap ia berdiri di tempat- nya, menatap ke arah yang sama, walau yang dilihatnya kini tinggal debu jalanan saja. Luhde ingin berlari rasanya, entah ke mana. Begi tu meli hat tuli san tangan tadi , Luhde langsung tahu si apa yang i a hadapi . Tak mungki n salah lagi . Bagai mana bi sa i a ti dak hafal tuli san tangan i tu, bertahun-tahun i a membacanya, meresapi berlembar-lembar cerita yang ditulis- kan oleh tangan yang sama dalam sebuah buku tuli s usang. Bagaimana bisa ia tidak hafal. Keenan selalu membawa buku i tu ke mana-mana, menj adi kannya bi ntang i nspi rasi selama karier melukisnya yang cemerlang di Ubud. Keenan melukis dengan penuh ci nta, dengan hati dan nyawa. Kugy ti dak akan menyangka betapa dalam rasa teri ma kasihnya tadi. Luhde berterima kasih atas pertemuan mereka, berteri ma kasi h atas kesempatan meli hat sosok i tu secara langsung. Luhde bersyukur karena ki ni i a tahu apa yang menj adi alasan Keenan bi sa menj angkarkan hati nya begi tu dalam. Dan, meski dengan susah payah, Luhde berusaha mensyukuri kepedi han yang menyayat hati nya sekarang. Deti k i ni . 379 Luhde berbali k. Kembali ke pura. Kembali bersembah- yang. Dan kali ini ia tak menahan apa-apa. Kekuatannya le- nyap. Tak sebuti r ai r mata pun sanggup i a bendung. Dan Luhde memutuskan untuk membiarkan segalanya mengalir. Apa adanya. Hari terakhi rnya di Ubud. Sore nanti , Keenan sudah harus terbang kembali ke Jakarta. Begi tu selesai berkemas, i a keliling-keliling mencari Luhde. Di mana-mana Luhde tidak keli hatan. Keenan bi sa merasakan, Luhde menghi ndari nya sej ak ke- mari n. I a keli hatan lebi h pendi am, seperti memendam se- suatu. Setelah mencari ke sana kemari, Keenan menemukan- nya mengurung diri di kamar. Lama Keenan mengetuk-ngetuk pi ntu, hi ngga akhi rnya pi ntu i tu di bukakan. De, kamu kenapa? Saki t? Luhde menggeleng. Jadi ? Luhde cuma di am. Beberapa j am lagi saya udah harus ke ai r por t. Kalau kamu punya unek-unek, sampaikan sekarang. Jangan malah aksi bi su gi tu. Saya nggak tenang pergi dari si ni . Nanti ... kamu i kut ke ai r por t, kan? Luhde menggeleng lagi . Lebi h bai k saya nggak i kut mengantar, gumamnya. Kamu kenapa, si h? Kamu marah? Kesal sama saya? Bi - lang, dong, buj uk Keenan. Namun, Luhde malah tersenyum padanya. Senyuman yang asi ng. Keenan belum pernah me- li hat ekspresi semacam i tu di waj ah Luhde. Begi tu berj arak. Saya nggak mungki n begi ni terus, ucap Luhde separuh berbisik, melepas kepergian kamu, tanpa tahu kapan kamu akan kembali , dan apakah kamu mau kembali ...., 380 Luhde, ngomong apa si h kamu? protes Keenan. Keenan ti dak harus kembali lagi kalau memang ti dak mau. Jangan terbeban oleh j anj i Keenan pada saya. De, selama i ni ki ta bertahan karena ki ta sali ng percaya. Apa jadi nya kalau kamu sendi ri mulai ragu-ragu seperti i ni . Kamu nggak percaya lagi sama saya? tanya Keenan, mulai gusar. Luhde tergagap. Saya percaya kamu akan selalu ber- usaha menepati j anj i kamu ... tapi , sampai kapan Keenan bi sa bertahan begi tu terus? Kamu kayak nggak kenal saya, Keenan berkata putus asa, kalau kamu percaya sama saya, berarti kamu j uga ha- rus percaya bahwa j anj i i tu bi sa bertahan. Tolong, bantu saya. Saya nggak akan kuat kalau hanya berusaha sendirian, pi nta Keenan lagi . Luhde tampak tercekat. Badannya gemetar halus, me- nahan sesuatu. Justr u aku i ngi n membantumu. De, j angan nangi s, bi si k Keenan lembut. Ti ba-ti ba gadi s i tu menghambur, memeluk Keenan erat. Saya memang egoi s, saya ti dak mau kehi langan kamu. Ti - dak mau ..., tangi snya pi lu. Keenan tetap ti dak mengerti apa yang membuat Luhde begi tu galau. Namun, i a tak i ngi n mempersoalkannya lagi . I a hanya i ngi n menghi bur dan menenangkan Luhde. Sementara kata-kata yang sama terus berulang dari mulut Luhde, mengi si segala ruang yang ada di antara mereka, di kamar i tu: Saya ti dak mau kehi langan kamu .... Jakar t a, Mei 2003 ... Minggu Malam. Saatnya Keenan menjemput naskah Jenderal Pilik yang sempat tertunda. Namun, malam ini, ia sekaligus 381 menj emput Kugy untuk pergi makan malam. Dari baj u kamu, kok, mencuri gakan, si h? Memangnya kita mau makan di mana? tanya Kugy melihat Keenan yang muncul dengan sweater tur tle neck hi tam. Rambut Keenan yang sudah agak panj ang masi h terli hat basah. I a tampak begi tu segar dan ... tampan. Terdengar sayup-sayup Keshi a yang menjerit histeris. Sedari tadi anak satu itu sudah nong- krong untuk mengi nti p kedatangan Keenan. Yang j elas bukan di warung I ndomi e, kata Keenan ka- lem. Ganti baj u bentar, ya. Jangan sampai salah kostum, ni h, Kugy menatap di ri nya sendi ri yang hanya memakai kaus oblong dan j i ns. HIdu DurwIn! SekuII IugI, LernyuLu evoIusI ILu memung udu! Tumben-Lumben seorung Kugy KurmuchumeIeon me- ngenal konsep salah kostum, komentar Keenan geli . Kugy langsung manyun. Sayang Karel udah ti nggal di rumahnya sendi ri sekarang. Jadi j aketnya nggak ada yang bisa dibajak, ujarnya sambil ngeloyor pergi, kasih tahu tuh sama Darwi n, sementok i tulah evolusi ku, tauk. Keenan memi li h sebuah restoran Jepang terkenal di Hotel MuIIu. Kugy Iungsung ucuL. Nun, kumu yung bener uju! nI sIh IungIL sumu sumur bedunyu dengun wurung ndomIe! omelnya. Kamu, tuh. Udah pernah mengunjungi hotel bintang se- j uta, tapi masi h mi nder ngeli hat tempat begi ni an doang, sahut Keenan ri ngan. Awas kalo nggak bawa duit cukupan, ya, kata Kugy was- was. Dasar mental Pemadam Kelaparan. 382 Mereka berdua mendapat tempat duduk di dekat jendela. Dari bali k buku menu Keenan meli ri k dan bertanya, Gy, ngerti nggak mau pesan apa? Atau mau saya yang Mulut- nya tiba-tiba terkunci. Apa yang ia lihat membekukan segala- nya. Kugy, tengah asyi k membaca menu, setengah menun- duk, dan bagai mana penerangan di restoran i tu menyentuh wajahnya membuat ia kelihatan amat cantik. Bibirnya merah tanpa pulasan li psti k, ali snya hi tam seperti arang, matanya berkilau, dan semuanya itu seperti dilukis di atas kulit pucat- nya yang j erni h dalam remang si nar lampu. Sementara j emari nya yang mungi l asyi k bermai n-mai n dengan uj ung rambutnya yang sehalus rambut bayi i tu. Kugy memang tak pernah berubah. Bahkan sejak pertama kali mereka bertemu, saat i a di j emput di stasi un kereta. Li ma tahun si lam. Keenan tak pernah lupa saat i tu. Setelah seki an lama, i a menyadari bahwa i a sudah menyukai Kugy sejak perjumpaan mereka yang pertama. Kugy yang unik. I a seolah-olah mencuat dari lautan banyak orang, di mana pun i a berada. Aku pesan ... Kugy berpi ki r keras, lama, hmm. Gi ni , deh. Apa pun yang kamu pesan, kali kan dua. Strategi bagus, Keenan nyengi r. Seusai memesan, Keenan lantas memberikan cangkir ber- isi ocha panas ke tangan Kugy. Saya sengaja bawa kamu ke si ni , karena rasanya ki ta layak merayakan sesuatu. Dan ... apakah itu? Kugy menggosokkan kedua tangan- nya, bersemangat. Ki ta sudah punya penerbi t ... dan pameran sekali gus. Kugy terlonj ak dari tempat duduknya. Kamu ... kamu nggak boongi n aku, kan? Keenan menebarkan pandangannya ke sekeliling restoran, Saya ngaj ak ke si ni cuma buat ngeboongi n kamu doang? Come on. 383 Kugy menutupkan tangannya ke muka, menj eri t dalam bekuun LeIuuknyu. GIIuuuu ... uku ngguk ercuyu! Nuuun! Thi s i s a dr eam come tr ue! I t i s, Gy. Mi mpi ki ta berdua j adi kenyataan. Keenan tersenyum sambi l menghela napasnya. Orang yang saya temui namanya Pak Gi nanj ar, di a salah satu pembeli awal luki san saya. Selai n punya penerbi tan, di a j uga kolektor lu- kisan, bahkan punya saham di beberapa galeri. Pak Ginanjar tertarik banget waktu tahu saya melukis serial Jenderal Pilik lagi , tapi ... yang membuat di a mati -mati an tertari k dengan proyek i ni adalah keti ka tahu bahwa kamu, penci pta dan penuli s seri al Jenderal Pi li k dan Pasukan Ali t, akan ber- kolaborasi langsung dengan saya. Saya sempat kasi h li hat juga foto-foto lukisan Jenderal Pilik yang baru dan sebagian naskah kamu. Pak Gi nanj ar punya i de untuk bi ki n dua ma- cam buku. Yang satu untuk konsumsi umum, formatnya se- perti buku ceri ta bi asa, i lustrasi nya akan di buat lebi h ri - nganmungkin saya akan coba pakai cat air. Nah, yang satu lagi formatnya buku seni, bentuknya coffee table book, yang isinya adalah cerita kamu plus lukisan saya dari awal sampai yang terbaru. Rangkaian pameran bakal dibuat untuk mem- promosi kan buku i ni . Dan, Gy, i ni akan menj adi pameran tunggal saya yang pertama .... Dan peluncuran bukuku yang pertama, Kugy berkata, tercekat. No, Keenan menggeleng, dua buku sekali gus, r emem- ber ? Dua buku kamu akan di luncurkan berbarengan. Kugy gantian menghela napas panjang. Semua ini rasanya sukar di percaya. Terlalu i ndah untuk di percaya. Mi nggu depan, Pak Gi nanj ar i ngi n ketemu kamu. Ki ta nanti pergi barengan, ya? lalu Keenan mengangkat cangki r ocha-nya, cheer s, Gy. Untuk Pi li k. 384 Untuk Pi li k, Kugy tersenyum hangat, dan ... untuk ki ta. Untuk ki ta. 385 Remi meli ri k j am tangannya. Sudah lewat li ma meni t dari j anj i pertemuannya. Tak bi asanya i a terlambat. Apalagi i ni hari Minggu. I a tidak punya alasan kuat untuk muncul tidak tepat waktu. Namun, perjalanannya menuju hotel ini sempat terhambat karena ada keramaian lalu lintas tak terduga aki- bat parki ran mobi l yang berbondong-bondong ke pameran besar dekat sana. I a membuka pesan di ponselnya, memasti kan sekali lagi lokasi meeti ng-nya. Oke ... coffee shop ..., gumamnya sen- di ri an. Dan pi ntu li ft membuka. Remi bergegas melangkah keluar. Bertubrukan dengan seseorang yang mau masuk ke li ft. Sori ..., katanya cepat, nyari s berbarengan dengan pri a yang di tubruknya, yang sama-sama j uga mengucap maaf. Mas Remi ? Remi yang sedari tadi menunduk, sontak mendongak mendengar namanya di panggi l. Terkesi ap bukan kepalang ketika mengenali pria di hadapannya. Keenan? I a bertanya, ragu. 42. KASTIL YANG MASIH BERDIRI TEGAK 386 Apa kabar, Mas? Saya benar-benar nggak nyangka bi sa ketemu di si ni ..., Keenan menj abat tangan Remi erat- erat. Remi masi h bengong. Tak lama, i a merangkul Keenan. Saya yang lebih nggak nyangka lagi ... hampir setahun saya cari kamu. Kamukok, bi sa di si ni ? Saya sekarang tinggal di Jakarta, Mas. Sejak akhir tahun kemari n. Masi h meluki s? Keenan tertawa lebar. Baru mulai lagi , j awabnya sum- ri ngah. RemI Iungsung meneuk buhunyu. Bugus! Bugus! Lu yang saya tunggu-tunggu. Saya mau li hat-li hat, dong. Boleh, Mas. Sekarang i ni saya malah mau mempersi ap- kan pameran, di bantu oleh Pak Gi nanj ar. Wah, curang kamu. Kok, Pak Gi nanj ar duluan yang di - kontak. Lupa ya sama pembeli pertama? seloroh Remi . Nggak mungki n lupalah, Mas, Keenan terkekeh, tapi saya harus cari waktu yang tepat untuk ketemu Mas Remi . Sebetulnya, sejak minggu lalu, waktu Pak Wayan kasih tahu kalau Mas Remi datang ke galeri, saya sudah kepingin sekali mengontak. Tapi begi tu sampai di Jakarta, masi h banyak banget kerj aan, j adi saya tunda. Kamu kerj a apa di si ni ? Saya sedang bantu ayah saya, Mas. Beliau lagi sakit. Dan sekarang saya menj alankan perusahaannya. Tr adi ng com- pany. Remi melongo untuk yang kedua kali. Kamu ... di perusa- haan tr adi ng? Nggak ada pantes-pantesnya, ya, Mas? Keenan nyengir. Yah, mudah-mudahan cuma sementara. Ayah saya sudah mulai membai k, kok. Tapi masi h belum tahu berapa lama lagi saya harus terus kerj a di kantor, j elas Keenan lagi . 387 Keenan, ki ta harus j anj i ketemuan, nggak bi sa nggak, kata Remi tegas. Setelah berbulan-bulan nunggui n kabar kamu, seti daknya saya berhak untuk satu kali ngopi ba- reng. Pasti , Mas, kata Keenan, tapi kartu nama saya ke- ti nggalan. Bareng dompetnya. Makanya sekarang saya mau ke mobil dulu untuk ngambil. Dicatat di HP aja, ya. Keenan lantas mengej akan nomor telepon selulernya. No pr oblem, kartu nama saya j uga habi s, i ni nomor saya, ya. Remi ganti an menyebutkan nomornya. Lagi ada acara di si ni , Mas? Saya ada meeti ng di coffee shop. Kamu? Saya sedang di nner dengan teman saya. Oke. Saya tunggu kabar dari kamu, ya? Mi nggu i ni ? Boleh. Dalam mi nggu i ni . Keenan mengangguk man- tap. Li ft i tu lalu kembali menutup. Di dalamnya, Keenan geleng-geleng kepala. Takj ub sendi ri . Seki an lama berusaha menutupi j ej ak, malam i ni i a harus bertemu dengan Remi dengan cara yang sama sekali ti dak di duga. Barangkali me- mang sudah waktunya, pi ki r Keenan. Sementara i tu, dalam perj alanannya menuj u coffee shop, pi ki ran Remi masi h terpaku pada pertemuannya dengan Keenan tadi. Masih sulit memercayai apa yang terjadi. Hidup dengan tak tertebaknya mengantarkan Keenan begi tu saj a di depan mukanya pada suatu malam, padahal seki an lama su- dah ia mencari Keenan dengan segala macam cara. Tidak ada yang kebetulan, pikir Remi, terlepas dari kesanggupan dirinya memahami makna besar di bali k pertemuan i tu. 388 Remi ti dak mai n-mai n dengan ni atnya. I a menel epon Keenan, antusi as i ngi n bertemu. Nanti sore kebetulan saya akan pergi ke daerah kantor kamu, kalau kamu ada waktu kosong, saya i ngi n mampi r seki tar sej am, bi sa? Oke, Mas. Nanti kalau udah dekat kantor, telepon aj a. Saya nggak ke mana-mana, kok, j awab Keenan. Dan Remi memang menepati janjinya. I a tiba tepat waktu. Terlongo-longo, i a memasuki ruangan kerj a Keenan. Ter- nyata, kamu benar-benar di rektur, celetuknya terkesi ma. Memang Mas sangka apa? Satpam? Keenan tertawa ke- ci l. Saya masih nggak habis pikir. Bukannya dulu kamu per- nah bi lang, kamu nggak suka dan nggak bakat bi sni s? Well, sampai sekarang sebetulnya juga masih gitu, kok, Keenan tersenyum kecut, ah, udah deh, ceri tanya pan- j ang. Waktu saya j uga masi h sej am. Ayolah, buj uk Remi . Akhi rnya Keenan menyerah, menceri takan semua. Dari mulai kisah Galeri Warsita sampai ayahnya yang jatuh sakit. Alhasi l, Remi tambah terlongo-longo. I tu ... ceri ta yang luar bi asa. Saya sama sekali nggak nyangka, Remi geleng-geleng, selama di Bali , kamu ke- li hatannya nggak punya masalah apa-apa. Tapi sej uj urnya, saya selalu merasa ada sesuatu yang i sti mewa dalam proses hi dup kamu. Termasuk waktu kamu tahu-tahu lenyap dari peredaran. Saya yaki n, sesuatu yang besar pasti terj adi . Lagi -lagi , Keenan tersenyum kecut. Udah, deh. Ngo- mongin yang lain aja, katanya sambil mengibaskan tangan, lebi h bai k sekarang dengar ceri ta Mas Remi . Remi mengangkat bahu. Hmm ... nggak banyak yang bisa saya ceritakan, plus, sebentar lagi saya juga udah harus j alan. 389 Tentang pekerj aan, mungki n? Love li fe? Keenan nye- ngi r. Mendadak, ai r muka Remi berubah. Berseri -seri . Hmm, untuk yang terakhi r kamu sebut barusan, sebetulnya saya punya ceri ta. Tepatnya, sebuah rencana. Dan saya belum pernah kasi h tahu si apa-si apa soal i ni . Termasuk yang ber- sangkutannya sendi ri . Wah, seru, ni h, Keenan terkekeh. Saya ... lagi terpikir untuk tunangan. Atau, yah, melamar dulu. AIIs Keenun mengungkuL. Wow! SeIumuL yu, Mus. BIur- pun saya belum kenal orangnya. Yang pasti, dia cewek yang sangat beruntung. Kapan-kapan, kenali n, ya. Sebetulnya, waktu saya ke Bali menemui Pak Wayan ke- marin, dia ikut dengan saya ke Ubud. Tapi sayangnya nggak i kut mampi r ke galeri gara-gara di a mau memotret di pura. Kamu ... wah ... kamu juga pasti cocok sama dia. Dia sangat menyenangkan, cerdas, pokoknya ..., Remi sampai harus mengatur napasnya, di a sangat i sti mewa buat saya. Keenan tersenyum lebar. Saya percaya, Mas. You must be so i n love. I am, Remi tersenyum lebar, belum pernah merasa seperti i ni . Seumur hi dup saya. Dan, sepanj ang hi dup saya, nggak akan saya lupakan bantuan Mas Remi dulu. Kalau bukan karena Mas Remi ter- tarik sama lukisan Jenderal Pilik saya yang pertama, mung- ki n saya sudah berhenti meluki s. Jadi , kalau Mas Remi bu- tuh bantuan apa pun, soal rencana besar i tu, atau apa pun, kasi h tahu, ya. Si apa tahu saya bi sa bantu, ucap Keenan sungguh-sungguh. Keenan, kamu nggak berutang apa pun. Justru satu ke- hormatan bi sa punya karya pertama kamu, uj ar Remi se- raya merangkul hangat bahu Keenan. Tak lama kemudi an, 390 dua orang itu berpisah. Tanpa tahu betapa besar persamaan di antara mereka berdua. Ubud, Mei 2003 ... Luhde menyandarkan kepalanya di di ndi ng, memandangi pamannya yang duduk memunggungi nya. Sudah beberapa hari ini pamannya giat melukis. Mungkin karena baterainya sempat teri si dengan kedatangan Keenan beberapa waktu lalu. Sudah beberapa hari ini, Luhde malah tidak bisa tidur. Hati nya resah. Nyari s ti dak pernah tenang. Dan, sama se- perti pamannya, i tu pun di sebabkan kedatangan Keenan. Poyan .... Ada apa, De? Bagai mana ki ta bi sa tahu kapan waktunya untuk me- nyerah, dan kapan waktunya untuk bertahan? Mendengar pertanyaan Luhde, Pak Wayan berbal i k. Poyan j uga ti dak pernah tahu, j awabnya lugas. Dulu, Poyan memutuskan untuk menyerah. Membiarkan meme-nya Keenan memilih orang lain. Kapan Poyan merasa bahwa i tulah keputusan yang tepat? De, sej uj urnya, apakah i tu menyerah, atau j ustru ber- tahan ... Poyan ti dak pernah tahu. Bahkan sampai hari i ni . Apakah i ni menyerah namanya? Barangkali betul begi tu. Tapi dalam apa yang di sebut menyerah, Poyan terus ber- tahan. Poyan ti dak tahu. Tapi hi dup yang tahu. Luhde menggigit bibirnya. I a ingin mengucapkan sesuatu, sekali gus gentar dengan reaksi pamannya nanti . Namun, de- sakan i tu sangat kuat. Poyan ... j angan marah kalau saya ngomong begi ni , tapi ... saya nggak mau j adi seperti Poyan. Atau seperti meme-nya Keenan. Sepuluh, dua puluh tahun dari hari i ni , saya masi h terus-terusan memi ki rkan orang yang sama. Bi ngung di antara penyesalan dan peneri maan. 391 Wayan terdi am mendengar luncuran kali mat dari mulut keponakannya. I a seperti dicekoki segenggam pil pahit sekali- gus. Geti r, pedi h, tapi i a merasakan kebenaran dalam kata- kata Luhde. Kamu benar. Jangan jadi seperti Poyan, ujar- nya li ri h. Tapi , bagai mana saya bi sa memutuskan i tu? ratap Luhde. De, Poyan percaya hi dup i ni sudah di atur. Ki ta ti nggal melangkah. Sebi ngung dan sesaki t apa pun, semua sudah di si apkan bagi ki ta. Kamu ti nggal merasakan saj a, Wayan berkata lembut, rasakan saja, De. Kamu pasti tahu jawaban- nya. Begi tu j uga dengan di a. Ti dak ada yang bi sa me- maksakan, apakah Keenan memang untuk kamu atau ... untuk orang lai n. Jantung Luhde serasa berhenti berdegup. Poyan sudah tahu. Pada akhirnya, tidak ada yang bisa memaksa. Tidak juga janji, atau kesetiaan. Tidak ada. Sekalipun akhirnya dia me- mi li h untuk tetap bersamamu, hati nya ti dak bi sa di paksa oleh apa pun, oleh si apa pun. Luhde menunduk. Menyembunyi kan matanya yang ber- kaca-kaca. I a memahami apa yang di ucapkan pamannya. Yang belum i a pahami adalah, mengapa harus sesaki t i ni rasanya? Jakar t a, Mei 2003 ... Seperti bi asanya, hampi r seti ap malam Mi nggu, i a meng- i nj akkan kaki di teras rumah i ni . Namun, malam i ni terasa lai n. Remi menyempatkan di ri untuk sej enak menatap langit-langit, kursi, meja, ubin, semua yang ada di teras itu. Karena malam i ni mungki n akan menj adi malam yang ber- 392 sej arah, dan teras i ni menj adi saksi nya. Badannya ti ba-ti ba menggigil sejenak. Dan saat Kugy keluar dengan tawa ceria- nya, mendadak perut Remi terasa mulas. Hai , Sayang, sapa Kugy, tangannya menggenggam se- tumpuk foto, ki ta mau j alan-j alan ke mana malam i ni ? Belum tahu, kata Remi, setelah menelan ludah berkali- kali, rasanya sih, saya lagi agak malas ke mana-mana. Tapi, ki ta li hat nanti ya. Kalau cuma di si ni , nggak pa-pa j uga, kan? Nggak masalah, sahut Kugy ri ngan. Aku mau kasi h li hat foto-fotoku di Bali . Lumayan lho hasi lnya, lanj utnya sambi l cengengesan. Dengan semangat, Kugy memperli hatkan hasi l karyanya satu per satu. Remi mengamati sambi l mengomentari , Oh, i ya ... bagus, hmm, yang i ni j uga bagus .... Namun, pi ki rannya ti dak melekat pada foto Kugy barang satu pun. Remi si buk bertanya-tanya dalam hati . Apakah sekar ang saat yang tepat? Ya. Har us sekar ang. Atau minggu depan? Jangan. Tapi , si apa tahu lebi h bai k. Mungki n bukan di r umahnya. Di tempat lai n. Di mana? Kapan? Malam i ni ? Nuh! Yung InI master pi ece-nyu! TIbu-LIbu Kugy me- nahan sej umlah foto. Remi terkagetkan dari lamunannya. Eng-i ng-eng .... Kugy menj aj arkan foto-foto i tu. Wow ... ya, ya, yang i ni memang ... sebentar, keni ng Remi berkerut, diamatinya lagi objek foto-foto itu lebih sak- sama, saya kenal sama perempuan i ni , gumamnya. Luhde? sebut Kugy ragu-ragu. Kamu kenal Luhde? Yu! uhde! DIu ILu keonukunnyu Puk Wuyun yung guIerI- nya saya datangi waktu di Ubud, Remi tertawa sendi ri , j adi , saya ketemu pamannya, kamu malah ketemu ke- ponakannya. Lucu. Jadi ... kamu kenal Luhde i ni ? Kugy masi h tak per- caya. 393 Saya udah kenal keluarga i tu lumayan lama. Waktu i tu saya malah sempat tahun baruan dengan Luhde dan ke- luarganya, tahun .... Remi mengi ngat-i ngat, tahun 2000. Waktu i tu di a masi h ABG, Remi terkekeh, di a pacaran sama pelukis favoritku, itu lho, yang lukisannya saya pajang di foyer kantor. Tiba-tiba sesuatu menusuk hati Kugy. Lukisan itu. Remi, kalau boleh tahu, si apa si h peluki snya? tanya Kugy tegang, sei ngatku, cuma ada i ni si al KK di luki san i tu. Namanya Keenan. Lukisannya semua tentang anak-anak. Bakatnya luar biasa. Saya penggemar fanatiknya, Remi men- j elaskan, lancar, tanpa beban. Luki san di a sempat meng- hilang dari peredaran hampir setahun. Orangnya juga nggak tahu di mana. Padahal dulu kami cukup seri ng ketemu. Ti ba-ti ba, mi nggu lalu saya ketemu di a, benar-benar nggak senguju! TernyuLu dIu suduh Induh ke JukurLu. Suyu semuL mai n ke kantornya sebentar. Di a bi lang, baru-baru i ni di a meluki s lagi . Bahkan katanya mau pameran. Ada gempa yang mengguncang hati nya seketi ka. Pan- dangan Kugy berubah nanar. Rasanya di a hafal ki sah i tu. Lebi h dari sekadar hafal ... aku mengenalnya. Keenan. Luhde. Keenan dan Luhde. Selama i ni .... Remi mengamati perubahan air muka Kugy dan bingung sendi ri . Kugy keli hatan tegang. Gy, sebetulnya, malam i ni ada yang i ngi n saya sampai - kan ke kamu. Dengan hati -hati sekali , Remi berkata. Otot- otot muka Kugy masi h tampak kaku, memelototi nya tanpa suara. Gy? panggi l Remi lembut, kamu nggak pa-pa? Kugy menatap Remi, miris. I a ingin berusaha mengatakan tidak apa-apa dengan nada sewajar mungkin. I a ingin ber- usaha agar apa yang baru saj a di dengarnya dapat lewat tanpa bekas bagai semi li r angi n. I a i ngi n berusaha malam i ni kembali normal. I a i ngi n i tu semua. Namun, i a ti dak sanggup. 394 Kugy ingat perasaan ini. Sama seperti ketika ia tahu soal Wanda dulu. Bedanya, kali i ni i a begi tu menyukai Luhde. Bahkan, jatuh sayang. Dan meski selama ini ia yakin bahwa hatinya sudah berubah, lagi-lagi ia harus menyadari dengan cara yang geti r, bahwa hati nya belum berubah. Di hati nya, ternyata Keenan masi h menj adi Pangeran, bertakhta dalam sebuah kasti l i mpi an yang masi h berdi ri tegak hi ngga deti k i ni . Namun, kehadi ran Luhde meruntuhkan segalanya bagi Kugy. Kasti lnya hancur rata dengan bumi . Dan Kugy tak punya pi li han lagi . Mer eka pasti sangat menci ntai . Mer eka pasti akan sangat bahagi a ber dua. Luhde seper ti seor ang malai kat. Sayang, kamu kenapa? Suara Remi menggugahnya. Dengan berat, Kugy terpaksa berkata, Remi ... maaf ya, aku ingin sendirian dulu malam ini. Aku nggak marah sama kamu, atau apa pun. Tapi , aku benar-benar butuh waktu sendi ri dulu. Maaf sekali lagi , ya. Remi lama menatap Kugy. Oke, kalau memang i tu yang kamu butuhkan, sahutnya li ri h. Tak lama kemudi an, Remi pulang, berusaha berbesar hati. Pasti akan ada saatnya, ia membatin. Mungkin minggu besok ... mungki n mi nggu depan ... pasti ada saatnya. 395 Jakar t a, Juni 2003 ... Keenan muncul di ruang tamu rumah Kugy lebi h awal. Se- perti bi asa, Keshi a yang mengkhususkan di ri untuk mem- buka pi ntu. Sore i tu, Keenan memakai kemej a li nen puti h lengan pendek dan j i ns bi ru. Cukupan untuk membuat Keshia kabur ke kamarnya dengan muka merah padam, dan di dalam sana i a j i ngkrak-j i ngkrak kegi rangan sendi ri an. Keenan tampak ri leks sekali gus bersemangat. Hari i ni i a j anj i membawa Kugy untuk menemui Pak Gi nanj ar, yang juga sama-sama sudah tidak sabar ingin bertemu Kugy. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, dalam minggu ini mereka bahkan sudah bi sa menandatangani kontrak kerj a sama untuk penerbitan dongeng serial Jenderal Pilik dan Pasukan Ali t. Tak lama, Kugy keluar menemui Keenan. Wajahnya agak lebi h pucat dari bi asa. 43. CINCIN DALAM KOTAK PERAK 396 Hai, Nan, sapanya, kok, cepat amat datangnya? Bukan- nya baru j am tuj uh ki ta j anj i sama Pak Gi nanj ar? Saya pi ngi n ngaj ak kamu makan es kri m dulu, cetus Keenan berseri -seri . Kugy tersenyum samar, lalu mengangguk. Kamu bai k-bai k aj a? Kugy kembali mengangguk, kembali melempar senyum. Segalanya har us ter kendali , i a mencamkan dalam hati . Sepanjang jalan, Kugy lebih banyak diam. Hanya Keenan yang akti f melempar berbagai topi k obrolan, dan i a hanya menanggapi sekenanya. Sesampainya di parkiran restoran es kri m favori t mereka di Kemang, beban di hati nya terasa ki an menyesak. Keti ka mereka melangkah keluar mobi l, Kugy j uga merasa langkah kaki nya bertambah berat. Mereka berdua lantas memasuki restoran, duduk di tepi j endela. Geri mi s keci l turun di luar sana. Kugy membuang pandangannya ke j endela, mengamati huj an. Keenan mengamati Kugy diam-diam. Sinar mata itu tam- pak sedang berlari dari sesuatu. Keenan menyadari sepenuh- nya keganj i lan yang berlangsung sej ak tadi . Kugy, kamu beneran nggak pa-pa? tanyanya, memasti kan sekali lagi . Beneran, Kugy tersenyum cepat. Untungnya, ia tersela- matkan oleh buku menu yang datang ke mej a mereka. Pesanan seperti biasa? tanya Keenan, yang dibalas ang- gukan bi su dari Kugy. I a lalu memesan menu reguler me- reka berdua. Sepiring besar ucjje dengan empat macam es kri m dan saus cokelat. Sepuluh meni t kemudi an, pi ri ng i tu datang bersama dua sendok keci l dan dua gelas ai r puti h. Kugy mengambil sendok kecilnya dengan sedikit enggan. Perutnya mendadak kehi langan sensor lapar. Gy, ada apa, si h? Keenan bertanya setelah heni ng me- li puti mereka seki an lama. 397 Kamu yang kenapa. Kok, nanya i tu melulu dari tadi , Kugy berusaha santai . Keenan menatap kedua mata Kugy. Keci l, kamu nggak pernah pi ntar bersandi wara. Kugy tersentak mendengar ucapan Keenan. Perlahan, i a meletakkan sendoknya. Lama Kugy menunduk. Berusaha menerjemahkan badai di batinnya ke dalam kata-kata. Nan ... boleh nggak aku mi nta i sti rahat menuli s dulu? akhi rnya Kugy berkata. Menuli s Jenderal Pi li k maksud kamu? sahut Keenan, Boleh aj a, Gy. I ni kan proyek kamu j uga. Kamu sesuai kan saja dengan kenyamanan kamu. Saya bisa minta waktu yang lebi h mundur ke Pak Gi nanj ar. Nggak masalah, lanj ut Keenan, kamu butuh waktu berapa lama ki ra-ki ra? Se- mi nggu? Kugy menatap Keenan, geli sah. Sebulan? pi ntanya. Keni ng Keenan kontan berkerut. Sebulan? Kamu ya- ki n? Kugy menggeleng. Mungki n lebi h, sahutnya li ri h, aku nggak tahu pasti . Keenan i kut meletakkan sendoknya. Kugy Karmacha- meleon, kali ini kamu harus jujur. Ada masalah apa sebenar- nya? Kerongkongan Kugy tercekat, seperti ada sebongkah duri an menyumbat lehernya. Aku ..., susah payah Kugy berkata, aku ... nggak mau ketemu kamu dulu untuk beberapa waktu. Ada beberapa hal yang harus aku bereskan ..., napasnya tertahan, dengan di ri ku sendi ri . Nanti kalau udah waktunya, ki ta pasti ketemu lagi . Boleh tahu apa yang harus kamu bereskan? tanya Keenan lembut. Kugy menggeleng. Nggak sekarang. Sekarang ... aku cuma mau pulang. 398 Keenan menatap sepi ri ng penuh es kri m di hadapannya, mengingat janji dengan Pak Ginanjar dalam dua jam lagi, ia lalu mengembuskan napas berat. Oke. Saya antar kamu pu- lang. Kugy menggeleng lagi . Nggak usah, Nan. Aku mau pu- lang sendiri pakai taksi. Maaf ya aku udah bikin kamu repot. Aku j uga nggak bermaksud bi ki n kamu bi ngung. Tapi .... Kugy, saya antar kamu pulang. Sekarang, Keenan me- nyela dengan nada yang mulai mengeras. Gelengan kepala Kugy tambah kuat. I a bahkan bangki t berdi ri . Nggak. Aku mau pulang sendi ri , Nan. Kamu boleh marah sama aku. Tapi aku benar-benar harus pergi . Maaf ya .... Kugy langsung bali k badan, setengah berlari menuj u pi ntu restoran, melesat pergi ke tepi j alan, mencegat taksi , sebelum Keenan sempat mengej arnya. Begitu duduk di dalam taksi, impitan di dadanya seketika melonggar. Kugy kembali bisa bernapas. Sigap, disambarnya HP dari dalam tas, langsung memati kannya. I a hanya i ngi n sendi ri . I a hanya i ngi n sepi . Ter nyata aku ti dak kuat ... aku ti dak kuat ... berulang- ulang, Kugy meratap dalam hati . Langi t sudah menggelap keti ka taksi i tu memasuki pe- rumahan tempat Kugy ti nggal. Mbak ... Mbak ... i ni udah sampai di kompleksnya, rumahnya sebelah mana, Mbak? Sopir taksi itu memanggil-manggil Kugy yang tertidur di jok belakang. Kugy terbangun dengan kaget. Oh, sori ... sori ... belokan pertama langsung kanan, Pak. Rumah kedua sebelah ki ri . Sopi r i tu menurut. Yang ada sedan hi tam i tu, Mbak? tanyanya seraya menunj uk sebuah mobi l hi tam yang ter- 399 parki r di depan rumah Kugy. Sedan hi tam? Tubuh Kugy sontak lemas lunglai . Remi ? Ya. Di sini aja, Pak. Kugy keluar dari taksi dengan eng- gan. Rasanya i ngi n meloncat masuk lagi dan pergi entah ke mana. Ti dak i ngi n bertemu dengan si apa-si apa. Tapi sudah terlambat. Remi, yang menunggu di teras depan, sudah me- li hat kedatangan Kugy. Sayang, kok HP kamu mati ? tanyanya langsung. Tadi , akhi rnya saya mengandalkan feeli ng aj a. Langsung mampi r ke si ni . Untung kamu cepat pulang. Remi memeluk Kugy. Tubuh i tu kaku. Kamunggak pa-pa? tanyanya. Kugy rasanya i ngi n meledak mendengar pertanyaan i tu lagi . Nggak apa-apa, j awabnya si ngkat. Kamu mau ganti baj u dulu? Remi bertanya lagi . Nggak usah, Kugy tersenyum, lalu duduk di kursi. Ada apa, Remi ? Remi agak terkejut dengan reaksi yang tidak biasanya itu. I a mengamati ekspresi Kugy, berusaha mencari perbedaan, tapi ti dak menemukan apa-apa. Sej enak Remi mengatur napas. I ni saatnya. Kalau i ngi n j adi kej utan, i ni saatnya. Sebetulnya ada yang i ngi n saya sampai kan ke kamu malam i ni , dengan hati -hati sekali Remi berkata. Saya nggak tahu apakah malam i ni saat yang tepat atau bukan. Dan kapan pun saat yang di sebut tepat i tu, pada akhi rnya saya pasti harus bicara sama kamu. Cepat atau lambat. Hari ini atau minggu depan, atau bulan depan, atau tahun depan. Sama aj a, Gy. Jadi , tolong dengar kata-kata saya ..., Remi tahu-tahu berlutut di hadapan Kugy. Kerongkongan Kugy tercekat. Rasa keselak i tu datang lagi. Gempa itu terulang kembali. Tanpa disadari, punggung- nya mundur, menempel pada sandaran kursi . Dari kantong celananya, Remi mengeluarkan sebuah ko- tak berwarna perak. Kugy Ali sa Nugroho, saya nggak tahu 400 apakah ci nci n i ni pas dengan j ari kamu atau nggak, saya nggak sempat ngukur, cuma ngi ra-ngi ra. Tapi yang saya tahu, cinta kitalah yang paling pas untuk hidup saya. Cincin i ni saya tawarkan untuk kamu teri ma, untuk kamu pakai . Tapi sebetulnya, yang saya tawarkan adalah hati saya, hidup saya. Kalau kamu mau berbagi itu semua, tolong terima cin- ci n i ni . Ci nci n i tu telah Remi sodorkan, begi tu dekat dengan j emari Kugy. Namun, Kugy tak bereaksi . Remi mendongak, mendapatkan Kugy yang tampak terkesi ap. Di a sungguhan kaget. Hati-hati, Remi mengambil tangan kiri Kugy. Meraih j ari mani snya, lalu memasukkan ci nci n i tu perlahan-lahan. Gy ... ci nci nnya pas, bi si k Remi tertahan. Lembut, i a mengecup j ari Kugy yang ki ni di li ngkari sebuah ci nci n ber- matakan berli an r ose cut. Dada Kugy menyesak. Napasnya mulai satu-satu. Seti ap kata yang diucapkan Remi seperti balok beton yang mengim- pi t dadanya. Dan ci nci n berki lau yang tersemat di j ari nya itu bagaikan hantaman godam yang menjadi gong dari rang- kaian balok beton yang menghunjaminya. Kugy memejamkan mata. Semua yang ia alami dan ia dengar hari ini berada di luar kesi apannya, kekuatannya. Bi bi rnya mengunci . Pung- gungnya terus menj auh hi ngga melekat erat pada sandaran kursi . Remi mulai membaca gelagat aneh i tu. Mulai merasa pani k. Gelagapan. Gy ... sori , saya nggak bermaksud bi ki n kamu shock, ujarnya gugup. Look, kamu nggak perlu jawab apa-apa sekarang. Saya ngerti. Kamu mungkin butuh waktu. Apa pun yang kamu butuhkan, please let me know. Oke? Kugy masih tidak bereaksi. Masih menatap Remi dengan nanar dan tubuh kaku. Kamu butuh waktu sendi ri dulu? Saya bi sa pergi se- bentar. Kalau nanti kamu sudah si ap, kasi h tahu aj a. Nanti saya akan ke si ni lagi , tanya Remi sehalus mungki n. 401 Kugy mengangguk pelan. Masi h tanpa suara. Oke. Saya ti nggal dulu, ya? Please call me. Remi lalu berdi ri , mengecup keni ng Kugy, dan beranj ak dari sana. Begi tu mobi l Remi menghi lang dari depan rumahnya. Kugy langsung menghambur masuk ke rumah, mengunci di ri di kamar. Ti dak keluar lagi . Pukul sebelas malam. Tahu-tahu bel rumahnya berbunyi . Karel bergegas keluar kamar. Baru ti ga bulan i a pi ndah ke rumah barunya itu. Belum banyak yang tahu alamat tempat tinggalnya yang sekarang. Tamu yang berkunjung selarut ini, tanpa pemberi tahuan, patut di waspadai . Karel mengi nti p seki las dari ti rai . Ti dak ada mobi l. Ke- palanya melongok untuk mengi nti p lebi h j auh. Matanya memicing, berusaha mengenali sosok yang tengah berdiri di depan pi ntu, membawa satu tas. Kugy? Karel terperanjat. Cepat-cepat ia membuka pintu. Kugy ... ngapai n? Kamu sama si apa? Kugy, dengan muka kusut, menghadap abangnya dengan mengi ba. Karel ... aku mau j adi parasi t dulu di si ni . Boleh, ya? Sudah ti ga hari sejak kejadi an di restoran es kri m i tu. Kugy masi h belum bi sa di hubungi . Keenan ti dak tahu lagi si apa yang bisa ia mintai keterangan. Noni adalah upaya terakhir- nya. Non ... kapan ke Jakarta? Pertanyaan pertama Keenan begi tu telepon i tu di angkat. Mmm ... lusa. Kenapa, Nan? Kok, suara lu tegang ba- nget? tanya Noni curi ga. 402 Gua mau ketemuan sama lu, ya. Ada yang pi ngi n gua tanya. Soal? Kugy. Kenapa Kugy? Di a ngi lang. Lu tahu di a di mana? Nggak. Kenapa si h tuh anak? Kayaknya lagi hobi ngi - lang, ya? Noni tertawa keci l, teri ngat kej adi an Remi yang j uga pernah meneleponnya, melaporkan hal serupa. Lu udah tanya orang rumahnya? Udah. Kayaknya mereka kompakan untuk nggak kasi h tahu. Mungki n Kugy yang sengaj a nggak kepi ngi n di cari . Yah, kalo gi tu, bi ari n aj alah. Lagi nyepi kali . Entar j uga pulang lagi , ti mpal Noni santai . Kalo cuma soal pulang lagi sih, gua juga yakin dia bakal pulang sendiri. Tapi bukan cuma itu masalahnya. Gua tetap pi ngi n ketemu lu. Kayaknya ada sesuatu yang perlu ki ta obroli n soal Kugy. Oke? Lusa, ya? desak Keenan lagi . Noni menelan ludah. Belum pernah ia mendengar Keenan begi tu bersi kukuh. Rumah dengan model townhouse i tu hanya punya dua ka- mar, luas bangunannya pun ti dak terlalu besar, tapi lebi h dari cukup untuk Karel huni sendi ri an. Kehadi ran satu orang tambahan saj a seharusnya menj adi kan rumah i tu se- marak, apalagi kalau manusi anya adalah Kugy. Namun, ke- hadi ran adi knya selama ti ga hari di sana malah membuat suasana jadi mendung. Kugy benar-benar berbeda dari biasa- nya. Anak i tu j adi pendi am, murung, dan lebi h banyak me- ngurung di ri . Tempat kesukaannya adalah balkon keci l di bagi an belakang rumah, tempat menj emur pakai an. Kugy 403 bi sa berj am-j am nongkrong di sana. Entah melamunkan apa. Terdengar suara langkah kaki beradu dengan anak tangga besi . Adi knya baru turun dari balkon belakang. Gy, makan malam dulu, yuk. Aku bawai n nasi goreng, ni h, aj ak Karel. Belum lapar, kata Kugy pendek. Nggak mungkin banget kamu belum lapar. Ayo, makan, Karel menaruh bungkusan itu langsung ke atas piring Kugy, kemudi an mengambi lkan pi ri ng dan sendok. Setelah i tu, Karel mulai makan duluan. Makan, Gy, aj aknya lagi . Dengan lunglai, Kugy membuka bungkusannya, menyuap beberapa sendok. Ogah-ogahan. Kugy hanya menghabi skan setengah, lalu berhenti , membungkus kembali si sa nasi go- rengnya. Kembali di am. Karel mengamati nya tanpa berkomentar. Setelah meng- habi skan nasi nya, barulah Karel angkat bi cara. Kamu mau sampai berapa lama di si ni ? tanyanya kalem. Kugy mengangkat bahu. Belum tahu. Kenapa? Kamu mulai sebel ya li hat aku di si ni ? Karel tertawa keci l, Nggak. Bukan i tu masalahnya. Tapi aku mulai sebel karena kamu nggak ngomong-ngomong. I a lantas meli pat tangannya di dada, Aku nggak akan sebel lagi kalau kamu mau ceri ta. Jadi , cepetan ceri ta. Seka- rang. Kugy menatap abangnya. Tatapan orang meratap mi nta tolong. Begitu banyak yang ingin ia muntahkan keluar. Kugy pun sudah lelah menyi mpan semuanya sendi ri an. Kamu harus tanya aku sesuatu dulu ..., kata Kugy setengah ber- bi si k. Dalam kepala Karel, berseli weran begi tu banyak per- tanyaan. Tahu-tahu, matanya menangkap ki lauan ci nci n 404 yang terterpa sinar lampu. Benda mungil yang melingkar di j ari mani s ki ri adi knya i tu serta-merta mencuri perhati an Karel. Ci nci n i tu dari Remi ? i a pun bertanya spontan. Kugy memang hanya butuh satu pertanyaan. Pertanyaan apa saj a. Ti dak j adi masalah. I a hanya i ngi n di bantu untuk membuka pi ntu bendungan yang sudah i ngi n j ebol. Dari mulutnya, mengali rlah lancar semua ceri ta. Ki sah yang su- dah berusia empat tahun lamanya, dari mulai Keenan, Ojos, Remi , Luhde, hi ngga ci nci n di j ari nya. Karel ... aku bi ngung. Aku bi ngung sama di ri ku sendi ri . Aku nggak ngerti kenapa aku bereaksi begi ni keti ka Remi kasih cincin ini. Apa yang salah dengan dia? kata Kugy pu- tus asa, aku j uga nggak ngerti kenapa aku sampai kayak begi ni waktu tahu soal Luhde. Padahal kan, harusnya ... harusnya .... Menurut kamu, yang harusnya terj adi gi mana? tanya Karel lembut. Harusnya ... aku senang. Harusnya aku bahagi a untuk Keenan karena dia punya seseorang kayak Luhde. Harusnya aku j uga bahagi a karena punya seseorang kayak Remi . Ha- rusnya ... aku senang dapat ci nci n i ni . Tapi .... Tapi ? Tapi ... kok, aku malah di si ni ? ratap Kugy, Kok, aku malah kabur? Kugy, kepala kamu akan selalu berpi ki r menggunakan pola harusnya, tapi yang namanya hati selalu punya aturan sendi ri , kata Karel sambi l tersenyum. I ni urusan hati , Gy. Berhenti berpi ki r pakai kepala. Secerdas-cerdasnya otak kamu, nggak mungkin bisa dipakai untuk mengerti hati. De- ngeri n aj a hati kamu. Tertegun Kugy mendengar kali mat Karel. Perlahan, ke- palanya menggeleng. Karel, aku bingung banget. Aku nggak 405 tahu lagi hatiku bilang apa, ucapnya tertahan, pokoknya ... pokoknya .... Pokoknya apa? Pokoknya ... nggak mungkin aku nyakitin Remi. Dan aku nggak akan pernah rela kalau Keenan sampai nyaki ti n Luhde. Karel mengangguk. Oke. Kalau i tu memang betul kata hati kamu, i kuti saj a. Nggak akan pernah mungki n salah. I a lalu berdi ri , menepuk pi pi adi knya. Kugy memandangi abangnya yang mengambi li pi ri ng-pi - ri ng kotor dari mej a. Karel ..., panggi lnya. Kenapa, Gy? Kugy tak tahu harus bi lang apa. Kembali hanya meman- dangi abangnya dengan sorot meratap yang penuh makna dan tanya. Karel menghampi ri adi knya. Di belakang kompleks i ni ada sungai keci l. Kamu bi ki n perahu kertas, gi h. Curhat ke Neptunus. Siapa tahu ada jawaban. I a tersenyum kecil, lalu beranjak masuk ke kamarnya. Meninggalkan Kugy sendirian di mej a makan. Sebari s kali mat Karel terus mengi ang. Kalau memang betul i tu kata hati kamu, i kuti saj a. 406 Noni sudah sampai duluan di restoran es kri m di bi langan Kemang, tempat ia janjian dengan Keenan. Tak sampai lima meni t menunggu, mobi l SUV Keenan memasuki parki ran. Tampak Keenan keluar dari mobi l, masi h memakai setelan kantor. Hai , Pak Di rektur Muda. Ganteng amat, sapa Noni . Nggak sempet ganti baj u, Non. Tadi ada meeti ng, terus langsung ke sini, kata Keenan seraya mengempaskan tubuh- nya ke sofa. Noni geleng-geleng kepala. Gua masih harus menyesuai- kan diri dengan Keenan yang Direktur. Aneh banget rasanya denger lu baru meeti ng, nggak Keenan banget, i a terge- lak. Yang gua banget apa, dong? tanya Keenan sambi l nye- ngi r. Mi salnya, Non, sori , gua baru begadang semaleman gara-gara ngelukis atau Non, sori, gua baru selesai pameran di galeri anu atau kalaupun harus pakai i sti lah meeti ng: Non, sori , gua baru selesai meeti ng sama Kugy untuk pe- 44. CINTA TAK BERUJUNG 407 ngembangan ali en nati on cabang Jakarta Ti mur. Lantas, Noni terki ki k-ki ki k sendi ri . Ekspresi Keenan langsung berubah begi tu nama satu i tu di sebut. Non, ada apa dengan Kugy sebenarnya? Lu tahu sesuatu? Seminggu ini gua belum teleponan lagi sama dia, sahut Noni . Bukan cuma soal seminggu ini, Non. Feeling gua, kayak- nya ada sesuatu yang lebi h lama dari i tu, Keenan mem- buang pandangannya ke jendela, ingatannya kembali ke sore itu, di tempat dan meja yang sama, saat Kugy tahu-tahu me- ni nggalkannya, berlari mencegat taksi , dan tak pernah ada kabar lagi sesudah itu. Eko pernah cerita, lu dan Kugy sem- pat nggak sali ng ngomong selama hampi r ti ga tahun. Boleh tahu ada apa antara kali an waktu i tu? Noni terkesi ap mendengar permi ntaan Keenan. Teri ngat kado bersampul bi ru yang terti nggal di kamar kos Kugy. Kartu ucapan itu. Memangnya ... lu ngerasa ada hubungan- nya dengan Kugy ngi lang? tanya Noni , sedi ki t enggan. Keenan mengangkat bahu. Nggak tahu. Tapi gua merasa akan sangat terbantu kalau lu bi sa ceri ta soal i tu. Nggak tahu kenapa. Lama Noni terdi am. Akhi rnya, i a memutuskan. Ceri ta gua dan Kugy bisa menyusul belakangan. Tapi, ada satu hal yang berhubungan dengan i tu, dan ... udah saatnya gua harus j uj ur, Noni berhenti sebentar, Nan, i ni nggak gampang gua omongi n, j adi , mendi ngan gua t embak langsung aj a: Kugy ci nta sama lu. Tampak i a tertegun sendi ri sesudahnya, l antas menggel engkan kepal a, Eh, salah, salah, Noni meralat, Kugy ci nta mati sama lu. Napas Keenan langsung tersendat. Dari waktu di a masi h pacaran sama Oj os. Dari sebelum 408 lu ketemu Wanda. Dan gua yakin, perasaan dia masih nggak berubah, sampai hari i ni . Ganti an, Keenan membi su. Lama. Gua nggak tahu persi s apa yang terj adi sampai di a ngi - lang. Tapi lu bener. Kemungki nan besar ada hubungannya dengan i tu semua, lanj ut Noni lagi . Hubungan dia dengan cowoknya gimana? tanya Keenan. Noni kembali menggeleng. Nggak tahu persi s, Nan. Waktu gua datang ke rumahnya lagi sejak kita diem-dieman, she seemed to be so in love. But who knows? Segala sesuatu- nya bi sa berubah, Noni terdi am sebentar, dan mungki n justru karena ada beberapa hal langka di dunia ini yang su- sah berubah, sambungnya pelan. Di a di mana, ya, Non? tanya Keenan. Pandangannya kembali menerawang ke j endela. Noni i kut terdi am. Tampak berpi ki r keras. Mendadak, ali snya terangkat. Nan ... ki ta kok bego banget. Tanya cowoknyu uju! Lu kenal? Kenal. Gua ada nomor teleponnya. Yu uduh! TeIeon, gIh! Nah, masalahnya ..., Noni berdehem, pulsa gua yang nggak ada. Keenan menghela napas. I ni berarti bukan soal bego atau nggak bego. I ni masalah kesejahteraan sosial. Pantesan dari tadi lu cuma mi ssed call doang bi sanya. Pakai HP lu aj a. Tapi , nanti gua yang ngomong, oke? Noni lalu membuka buku alamat di ponselnya, Ni h, gua di kte, ya. Kosong ... delapan ... satu .... Keenan memencet nomor yang Noni sebutkan. Jempolnya lalu menekan tombol call. Ti ba-ti ba, muncullah sebari s nama di layarnya: Remi gi us Adi tya. 409 Remi ? gumamnya tak percaya. Lho. Lu kenal? Noni i kut bertanya. Nada i tu tersambung. Tak lama, terdengar ucapan halo dI ujung sunu. Reeks, Keenun menyeruhkun onseInyu udu Noni . Halooo? Mas Remi ? Hai , i ni Noni , Mas. Temannya Kugy. I ya ... i ni memang pakai HP-nya Keenan. Aku j uga baru tahu kalau Mas Remi ternyata kenal sama Keenan. Lha, ki ta semua memang teman-teman kuli ahnya Kugy, Mus. h, buru udu Luhu, yu! Amuuun ... NonI LerLuwu- tawa. Naaah, i tu di a. Ki ta j uga lagi nyari i n Kugy, Mas. Ki rai n Mas Remi tahu di a di mana ... Keenan termenung. Celotehan bernada ti nggi khas Noni seolah memantul ke ruang hampa. I a tak lagi peduli apa yang di bi carakan Noni di telepon. Hanya i a sendi ri an di dalam ruang hampa i tu, berpusar dalam kenangan dan potongan ingatan. Rekaman kalimat-kalimat Remi saat mampir ke kan- tornya kembali menggaung di benak Keenan ... kamu j uga pasti cocok sama di a ... di a sangat i sti mewa buat saya ... belum per nah mer asa seper ti i ni , seumur hi dup saya ... Keenan menunduk, memejamkan matanya. Remi, orang yang sangat i a hormati , ternyata adalah kekasi h Kugy. Keenan lalu teri ngat rencana besar yang di bi carakan Remi . Ludah di mulutnya terasa geti r. Pembi caraan mereka kembali berulang, termasuk kali mat yang i a lontarkan pada Remi ... kalau Mas Remi butuh bantuan apa pun, kasi h tahu, ya. Si apa tahu saya bi sa bantu. Noni tahu-tahu mengembalikan ponselnya. Menyadarkan Keenan dari lamunan dalam ruang hampanya. Mas Remi j uga keli mpungan nyari i n di a. Nggak tahu di a ada di mana. Gawat nih, Kugy. Noni berdecak. By the way, gimana cara- nya kok lu bi sa kenal sama Mas Remi ? Keenan tersentak. Teri ngat sesuatu. Non ... gua harus 410 cabut. Nanti gua telepon dan ceri tai n semua. Oke? Lu mau ke mana? Kalo orang rumahnya nggak mau bi lang Kugy ada di mana, nggak jadi masalah. Yang perlu gua cari tahu sebetul- nya adalah alamat rumah barunya Karel. Dan i tu pasti ngguk ukun LerIuIu susuh. Duh! Secepat ki lat, Keenan me- lesat pergi dari sana. Kumpeni gi la. Noni menyadari sepi ri ng besar es kri m akan menuj u mej a i tu, dan harus i a habi skan sendi ri an. Sudah hampi r gelap keti ka Keenan sampai di rumah i tu. Karel sendi ri yang membukakan pi ntu. I a tampak terkej ut meli hat kedatangan Keenan. Mas Karel, Kugy-nya ada? tanya Keenan sopan. Pasti ada. Karel tak langsung menj awab. I a keli hatan sedang ber- pikir. Kamu aja yang nyusulin dia, ya, akhirnya ia berkata sambi l membali k badan, menunj uk satu pi ntu, di a lagi di tempat j emuran belakang. Kamu ke pi ntu i tu. Ada tangga besi di dekat sana. Kamu nai k aj a. Kugy ada di atas. Keenan mengangguk. Langsung menuj u tangga yang di - maksud Karel, menai ki nya hati -hati . Balkon belakang i tu hanya berbentuk dak beton. Sebuah kursi dan meja plastik terparkir di sana. Tampak siluet Kugy duduk memunggungi nya. Kepalanya menengadah, menatap langit senja. Rambutnya tergerai di sandaran kursi, berkibar halus di ti up angi n. Keenan menahan napas. Keci l .... Si luet i tu terduduk tegak seketi ka. Kugy menoleh, men- dapatkan Keenan sudah berdi ri di hadapannya. Kamu ... kok ... bi sa ada di si ni ? i a bertanya, terbata. 411 Radar Neptunus, j awab Keenan ri ngkas seraya terse- nyum seki las. I a lalu berj alan mendekati Kugy. Berj ongkok di depannya. Kenapa harus ngi lang, Gy? tanyanya halus. Aku j uga nggak tahu kenapa, Kugy menggelengkan ke- pala, ti ap hari aku di si ni , cuma untuk cari tahu kenapa. Dan masi h belum tahu j awabannya. Saya mau bantu kamu. Boleh? Keenan lantas merai h tangan Kugy. Empat tahun saya kepi ngi n bi lang i ni : Kugy Karmachameleon, saya ci nta sama kamu. Dari pertama kali ki ta ketemu, sampai hari i ni , saya selalu menci ntai kamu. Sampai kapan pun itu, saya nggak tahu. Saya nggak melihat ci nta i ni ada uj ungnya. Kugy terenyak. Pandangannya mulai mengabur. Matanya terasa panas oleh ai r mata yang i ngi n berguli r turun tapi masi h i a tahan. I tu satu hal. Masi h ada lagi yang harus saya bi lang, Keenan mengatur napasnya, saya sudah tahu soal Remi , Gy. Kalau saya harus merelakan kamu untuk seseorang, cuma di alah orangnya. Nggak ada lagi . Di a orang yang sa- ngat, sangat bai k. Kamu beruntung. Kamu j uga, desi s Kugy, aku nggak sengaj a ketemu Luhde di Ubud. Kami sempat mengobrol di pura. Dia ... dia seperti malai kat turun dari langi t. Kamu beruntung, Nan. Jangan pernah melepaskan di a. Keenan terkesi ap mendengar Kugy menyebut nama Luhde. Namun, pembi caraan Remi di kantornya kembali berulang ... waktu saya ke Bali menemui Pak Wayan kemar i n, di a i kut dengan saya ke Ubud, tapi sayangnya nggak i kut mampi r ke galer i gar a-gar a di a mau memotr et di pur a. Kali i ni , Keenan akhi rnya mengerti . Si kap Luhde yang berubah drasti s setelah pulang dari pura. Si kap Kugy yang j uga berubah setelah kembali dari Bali . Akhi rnya i a memahami . 412 Luhde nggak layak di saki ti , desi s Kugy lagi . Remi j uga, ti mpal Keenan li ri h. Kugy menunduk, mengerj apkan mata. I a hampi r ti dak bisa melihat apa-apa lagi dari matanya yang kian mengabur. Hari semaki n gelap. Angi n semaki n halus. Hati nya semaki n peri h. Banyak sekali yang i ngi n saya lakukan bareng kamu, Gy, bi si k Keenan. Kugy mendongak. Tersenyum sebisanya. Bisa. Pasti bisa. Ki ta tetap bi sa bi ki n buku bareng, kan? Dan aku tetap bi sa j adi sahabatmu. Kugy nyari s tersedak mengucapkan kata terakhir barusan. Menyadari bahwa persahabatan barangkali adalah muara terakhir yang harus ia paksakan untuk menam- pung seluruh perasaannya pada Keenan. Tak bisa lebih dari i tu. Begi tu luas laut yang membentang dalam hati nya. Namun, lagi -lagi , harus i a tahan. I ya. Kita tetap bisa bikin karya bersama. Dan kita selalu menj adi sahabat terbai k, Keenan menelan ludah. Kali mat i tu begi tu susah di ucapkan. Apalagi keti ka segenap hati nya berontak, menolak. Namun, ia teringat janjinya, pada Luhde, pada Remi . Ji ka i ni memang bantuan yang Remi butuhkan, sama seperti keti ka Remi menolongnya dulu, maka i a akan menggenapkannya. Nan ..., Kugy menggenggam balik tangan Keenan, suara- nya maki n li ri h, banyak yang aku i ngi n bi lang ke kamu. Banyak yang i ngi n aku kasi h. Tapi , nggak apa-apa, nggak usah. Mungki n memang bukan j atahku. Bukan j atah ki ta. Kamu turun, ya, Nan. Pulang. Keenan mengangguk. Memang tak ada lagi yang perlu di bi carakan. Hanya akan membuat hati nya maki n terluka. Kamu j uga j angan kelamaan di si ni , Gy. Udah malam. Keenan menyentuh pi pi Kugy seki las. Perlahan, berj alan 413 pergi . Ai r mata Kugy akhi rnya j atuh berguli r, membuat pan- dangannya kembali terang, meski langi t sudah gelap, dan Keenan ti nggal bayangan hi tam yang berj alan menj auh. Nan ..., panggi lnya. Ya? Keenan berbali k. Aku nggak kepi ngi n, sepuluh ... dua puluh tahun lagi dari sekarang, aku masih merasa sakit di sini tiap kali ingat kamu. Kugy merapatkan tangannya di dada. Keenan tercekat mendengarnya. Nggak, Gy. Nggak akan. Kalau saya bi sa, kamu j uga bi sa. Dan kamu yaki n bi sa? tangi s Kugy. Pasti .... Suara Keenan bergetar. Penuh keraguan, ke- bi mbangan, dan kegentaran. Namun, i a tak mungki n lagi mundur. Satu-satu, dituruninya tangga besi itu. Lenyap dari pandangan Kugy. Har us ada yang bi sa, bati nnya, kalau ti dak .... Keenan menggosok matanya yang berkaca-kaca. I a tak bi sa mengi ngat, kapan hati nya pernah sepi lu i ni . Di tempat yang sama, Kugy menangi s bi su. I a berj anj i , inilah tangisan terakhirnya untuk Keenan, sekaligus tangisan yang pali ng menyaki tkan. I a bahagi a sekali gus patah hati pada saat yang bersamaan. Saat ia tahu dan diyakinkan bah- wa mereka saling mencintai, dan selamanya pula mereka ti- dak mungki n bersama. 414 Keesokan hari nya, Kugy memutuskan keluar dari tempat persembunyiannya. Berhenti menjadi parasit di rumah Karel. Kembali pulang ke rumah. Dan orang pali ng pertama yang i a hubungi adalah Remi . Hanya dibutuhkan satu telepon untuk mendaratkan Remi ke rumahnya. Pria itu tak menunggu lebih lama lagi. Begitu Kugy menghubunginya, Remi langsung berangkat malam itu j uga menemui Kugy. Remi datang membawa seberondong pertanyaan yang sudah si ap i a gencarkan. Namun, semuanya buyar pada deti k pertama i a meli hat Kugy. Sebagai ganti , i a hanya mendekap Kugy. Lama. Ri buan pertanyaannya mengkri stal menj adi satu tanya, Kamu kenapa, Gy? Segala sesuatu yang di persi apkan Kugy i kut buyar. Me- leleh dan meluruh dalam dekapan Remi . Segalanya meng- kri stal menj adi satu pernyataan, Maafkan aku, ya. Remi melonggarkan dekapannya, meraih tangan kiri Kugy. Ci nci n i tu masi h di sana. I a mengembuskan napas lega. 45. BAYANGAN ITU PUNYA NAMA 415 Remi , sekarang aku si ap, kata Kugy, tegas. Waktu i tu, aku memang kaget. Nggak si ap. Tapi sekarang, aku si ap buat ngejalanin apa saja sama kamu. Buatku, ini adalah ba- bak baru. Remi menatap Kugy lurus-lurus. Mengadu bola matanya. Mencari keyaki nan di sana. Kamu yaki n, Gy? tanyanya memasti kan. Kugy menghela napasnya. Yaki n, j awabnya mantap. Remi terus mengej ar sesuatu dalam kedua bola mata Kugy. Gy, suyu menghurguI konhrmusI kumu. TuI ... suyu nggak mungkin bohong sama kamu. Saya masih perlu kamu yaki nkan. Saya j uga nggak tahu gi mana caranya, dengan berat Remi berkata, keputusan kamu untuk tahu-tahu le- nyap bi ki n saya kaget banget. Dan, j uj ur, saya masi h bi - ngung sampai sekarang. Tapi saya j uga j anj i sama di ri saya sendi ri untuk menghargai proses kamu. Saya nggak akan maksa kamu untuk bi cara atau ceri ta. Hanya kalau kamu si ap. Tapi , sekali lagi , saya butuh di yaki nkan. Saya nggak yaki n sanggup menghadapi si tuasi seperti kemari n lagi . Ti - dak untuk kedua kali nya, Gy. Kugy menelan ludah. I a paham pembuktian apa yang di- maksud Remi . Namun, i a j uga ti dak tahu harus memulai dari mana. Kalau gi tu, apa yang bi sa aku lakukan? Apa yang perlu kamu dengar supaya kali i ni kamu bi sa yaki n? tanya Kugy setengah memohon. Remi menggeleng. Saya j uga nggak tahu, Gy, sahutnya pelan. Mungki n cuma kamu yang bi sa tahu. Mendengar kali mat Remi , seketi ka sesuatu berkecamuk dalam hati dan benak Kugy. Namun, Kugy sadar, pada babak baru i ni , i a tak punya banyak pi li han. I a tahu apa yang akan ia putuskan pada akhirnya. Sejernih berlian yang berki lau di j ari nya. Dan Kugy tak mau buang waktu lagi . 416 Aku i ngi n kasi h kamu sesuatu, ucap Kugy. Jantungnya terasa berdegup lebi h kuat. Remi mengernyi tkan keni ng. Sesuatu? Tunggu sebentar, ya. Kugy pergi beranj ak dari sana. Masuk ke kamar ti durnya. Di sebelah tempat ti durnya, ada sebuah mej a keci l. Kugy membuka laci pali ng atas. Sesuatu yang belum lama kembali padanya, setelah bertahun-tahun menghi lang, dan ki ni akan meni nggalkannya lagi . Dan semoga ia ber ada di tangan yang tepat, Kugy berdoa dalam hati . Kugy lalu kembali menemui Remi . Menyerahkan benda i tu ke tangannya. Sej enak Kugy memej amkan mata. I ni lah saatnya. Remi, dongeng adalah segalanya buat aku. I mpian- ku yang paling tinggi. Dan ... ini adalah sesuatu yang paling mendekati i mpi an i tu. Sekarang, aku masi h membuatnya pakai tangan. Entah kapan, tapi mudah-mudahan, satu saat nanti aku bisa berbagi sebuah buku dongeng betulan dengan kamu. Tapi , sebelum buku i tu ada, i ni lah benda pali ng ber- harga buatku. Belum pernah berpi ndah tangan satu kali pun. Kugy menelan ludah lagi . Hari i ni , aku i ngi n mem- bagi nya dengan kamu. Karena, aku j uga berharap bi sa ber- bagi hidupku dengan Kugy rasanya tak bisa melanjutkan. Dadanya makin sesak. Hanya dengan kamu, akhirnya Kugy berkata. Remi terkesiap. Lama. Sepanjang ingatannya, tak pernah ada yang mengatakan hal sei ndah i tu padanya. I a baru ter- sadar ketika melihat Kugy menangis. Remi langsung mereng- kuh tubuh mungil itu lagi, Kenapa nangis, Gy? Saya paling nggak bi sa li hat kamu nangi s .... Dalam i sakannya, Kugy membi si k, Aku nangi s bukan karena sedi h .... Dengan lembut, Remi membelai-belai rambut Kugy, Apa 417 pun alasannya, saya di si ni untuk kamu. Makasi h untuk buku i ni . Makasi h kamu sudah membagi mi li k kamu yang pali ng berharga. Makasi h sudah meyaki nkan saya. Saat i tu Kugy memang bukan menangi s karena sedi h, tapi bukan j uga karena bahagi a. Sej uj urnya, Kugy sendi ri ti dak tahu kenapa. Enam bulan sudah semenj ak kedatangannya kembali ke Jakarta. Ayahnya telah berubah drasti s. Manusi a i tu telah menjadi bukti hidup bahwa mukjizat itu ada. Seseorang yang terkapar lumpuh sama sekali , dengan predi ksi kerusakan fatal di sana si ni , berhasi l sembuh dan berfungsi seperti sedi a kala. I a telah lama meni nggalkan kursi roda dan alat bantu apa pun. Seti ap pagi , i a bahkan sudah melakukan ak- ti vi tas senam ri ngan, sesuatu yang di lakukannya seti ap hari saat i a masi h sehat dulu. Segala sesuatunya memang sudah hampi r seperti dulu, kecuali satu. Kembali ke kantor. I tulah satu-satunya hal yang masi h belum di sarankan dokter. Semua orang tahu, Keenanlah penyebab sekali gus pe- nawar yang kemudi an mendatangkan keaj ai ban tersebut. Tak hanya mendampingi ayahnya kapan pun ia bisa, Keenan bahkan menggantikan fungsi operasional ayahnya setiap hari di kantor. Memasti kan perekonomi an keluarga mereka ma- si h bi sa berj alan seperti bi asa. Namun, Keenan pun tahu, saat i ni pasti ti ba. Keaj ai ban yang satu hari harus berhadapan dengan kejujuran. Dan tak ada yang tahu pasti , mana yang akan keluar sebagai peme- nang. Hati -hati , Keenan membuka pi ntu kamar orangtuanya. Tampak ayahnya sedang duduk sendi ri an di tempat ti dur, membaca buku. 418 Pa ..., panggi lnya pelan. Masuk, Nan. Ada apa? Adri meletakkan buku yang i a pegang, sekali gus menanggalkan kacamata bacanya. Keenan lantas duduk di sampi ng ayahnya. Pa, saya ha- rus bi cara tentang sesuatu. Tentang pekerj aan. Ada masalah apa di kantor? tanya Adri langsung. Keenan menelan ludah, lalu menggeleng. Nggak ada ma- salah, Pa. Jadi ? Saya yang punya masalah, Keenan berkata li ri h, saya nggak tahu sampai kapan bi sa bertahan Keenan berhenti sej enak. Dan akhi rnya, i a mengatakan sesuatu yang selama i ni sudah mengganj al lama di tenggorokannya, yang seti ap harinya ia tahan, yang setiap harinya ia tunda, dan sekarang tak bi sa i a membendungnya lagi : Pa, saya i ngi n kembali meluki s. Adri berusaha mencerna kalimat anaknya. Berusaha mem- baca ekspresi di waj ahnya. Berusaha mengerti konsekuensi apa yang mengi kuti pernyataan Keenan. Kamu i ngi n ber- henti dari kantor? tanya Adri dengan nada ragu. Berat, Keenan mengangguk. Tapi ... kalau bukan kamu, siapa lagi yang bisa menjalan- kan Saya akan tetap menj alankan tugas saya sampai Papa benar-benar puli h. Atau sampai ada orang lai n yang bi sa menggantikan saya. Tapi, intinya ..., Keenan menelan ludah untuk yang keseki an kali , saya nggak mungki n selamanya bertahan di kantor. Saya mau meluki s lagi . Kenapa? Apa masalahnya? desak Adri lagi . Keenan menatap ayahnya, tak berkedip. Papa masih per- lu tahu alasannya? Perlahan, Adri menggeleng. Papa tahu. Kamu memang selalu i ngi n meluki s. Cuma Papa yang selalu susah me- 419 neri ma. Keenan ganti an bertanya, pertanyaan yang tahunan i a tunda, i a tahan, dan sekarang tak bi sa i a membendungnya lagi . Kenapa, Pa? Apa masalahnya? Sej ak keci l saya selalu berusaha membukti kan sama Papa, bahwa meluki s adalah duni a saya. Tapi Papa selalu menanggapi seperti tembok. Papa menutup mata, menutup teli nga, dan benar-benar nggak mau tahu. Saya nggak pernah mengerti kenapa. Kenapa? Adri tak tahu dari mana harus menj elaskan. Ceri ta yang sudah berkarat tapi menghantui nya selama puluhan tahun. Duni a luki san adalah penghubung Lena dengan ci nta lama yang seperti tak mengenal kata mati. Dunia lukisan kembali menjadi penghubung anaknya dengan seseorang yang selalu ingin ia hindari entah karena perasaan bersalah, atau justru karena perasaan tersai ngi . Dan semua i tu pernah begi tu membutakannya hingga ia ingin membunuh potensi Keenan dengan cara apa pun. Namun, Adri tidak punya kesanggupan untuk menceri takannya. Semua salah Papa, Nan, Adri mengucap li ri h, Papa yang nggak berusaha memahami kamu, berusaha mengurung kamu, dan nggak pernah memberi kamu kebebasan menjadi di ri kamu sendi ri . Sementara kamu ... kamu sudah berani mengorbankan i mpi an kamu, demi bi sa kembali ke si ni , mengurus keluarga i ni . Selamanya, saya akan tetap melakukan hal yang sama. Dengan si tuasi Papa waktu i tu, pulang ke si ni bukanlah pi - li han bagi saya, bukan j uga pengorbanan, sergah Keenan, tapi sekarang, saya i ngi n kembali memi li h. Adri tersenyum. Di mata Papa, semua i tu terbali k, Nan. Kamu nggak perlu memilih untuk melukis. I tulah diri kamu. Selamanya. Mata Keenan mengerjap. Napasnya tercekat. Jadi ... saya 420 boleh? Kapan pun kamu siap, kamu bisa berhenti, Adri berkata lembut, j angan khawati r tentang apa-apa. Papa pasti bi sa cari jalan lain. Papa yakin, napas Adri mengembus panjang, tak pernah terbayangkan i a akan mengucapkan hal yang satu i ni , kamu bahkan bi sa kembali ke Bali , kalau i tu yang kamu mau. Darah Keenan berdesi r mendengarnya. Hati nya bergun- cang hebat. Bahkan dalam mi mpi sekali pun, i a tak pernah berani membayangkan ayahnya akan sampai pada kerelaan seperti i tu. Tubuh Keenan pun bergerak maj u, lengannya membuka, merengkuh ayahnya. Untuk pertama kali nya da- lam belasan tahun, i a merasa di pahami . Dan memahami . Bahwa apa yang tak terucap terkadang tak lagi penti ng. Keenan tidak ingin menuntut penjelasan lebih lanjut. Semua- nya sudah cukup. Akhi rnya Keenan bi sa merasakan ci nta itu, kasih sayang itu, dan kebebasan yang akhirnya lahir da- lam hubungan mereka berdua. Sehari sebelum akhir pekan. Keenan sudah tuntas mengepak barang-barangnya. Memasti kan kembali ti ket pesawat yang tersi mpan di kantong depan ranselnya. Tekadnya bulat sudah. I a akan ke Bali, ke Ubud, kembali ke Lodtunduh. Entah untuk berapa lama. Yang jelas, sesuatu yang baru akan berawal di sana. Tak ada lagi yang bi sa mengi katnya kembali ke si ni . Keenan menoleh ke belakang sebelum memasuki taksi . Ayahnya, ibunya, dan Jeroen, berdiri melepas kepergiannya. Dan kali ini, mereka semua tersenyum. Mereka semua meng- i khlaskan. Tanpa kecuali . 421 Sayap-sayapnya membentang tanpa penghalang. I a bebas sudah. Malam i ni , Remi menyusun tempat-tempat yang i ngi n i a kunj ungi dengan Kugy esok hari . Ada pameran weddi ng, dan beberapa venue yang kata orang-orang bagus dan unik. Entah kapan rencana besar i tu terwuj ud, i a masi h belum berani mendesak Kugy, tapi tak ada salahnya meli hat-li hat dan mempelaj ari . Dari SMS terakhi r yang i a teri ma, Kugy bahkan sudah setuj u dengan rencananya besok. Remi ter- senyum puas. Menj elang tengah malam, masuk lagi sebuah pesan dari Kugy: Kata Rhoma I r ama, begadang j angan begadang. Apalagi kalo cuma gar a-gar a keasyi kan br owsi ng. Kata Kugy Nugr oho, ti dur yuk cepat ti dur . Jangan lupa baca buku dongeng dulu. Di kasi h buat di baca, tauk! Met bobo, Sayang. See you tomor r ow. Remi tertawa kecil membacanya. Mematikan laptop yang sedari tadi memang di pakai nya untuk br owsi ng. I seng, i a mengambi l buku dongeng buatan Kugy. Satu-satunya buku dongeng yang i a punya. Halaman demi halaman, Remi pun berdecak kagum. Tre- nyuh. I lustrasi yang i ndah. Ceri ta yang hi dup. Dan betapa Kugy membuat seti ap j engkal dari buku i tu dengan ci nta. Remi bi sa merasakannya. Tibalah ia pada halaman terakhir. Sampul tebal yang tam- pak polos. Namun, ada sesuatu yang keli hatan menyembul keluar. Selapi s kertas puti h yang hanya terli hat uj ungnya saj a. Tanpa beban, Remi menari k kertas i tu keluar. Sebuah amplop. Mendadak, ada keraguan yang muncul dalam hati - nya. Entah kenapa. Remi merasa ti dak yaki n benda i tu se- ngaj a di letakkan di sana untuk i a temukan. 422 Namun, pada saat yang sama, i a j uga merasa tergerak untuk membuka amplop itu, mengambil kartu di dalamnya. Keni ngnya seketi ka mengerut. Happy Bi r thday? bati nnya. Sekali lagi , Remi membali k amplop i tu, mencari sebuah nama. Ti dak ada. Perasaan Remi semaki n ti dak enak. I a ti - dak bi sa lupa, Kugy pernah berkata, benda i tu belum ber- pi ndah tangan sebelumnya. Tapi mengapa i a menemukan sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun? Remi lalu membaca, bari s demi bari s tuli san Kugy yang berj ej er rapi seperti pasukan semut. Pi ki rannya tersangkut dan terantuk pada beberapa kata ... i lustr asi ... ber bagi ... hanya ber sama kamu ... dan terakhi r, i a tertumbuk pada satu tanggal. 31 Januari 2000. Tanggal itu. Tahun itu. Pem- bi caraan terakhi rnya dengan Noni dari satu nomor telepon seoIuh mengonhrmusI kecurIguunnyu sejuk LudI. Dun Iu yukIn ki ni . Semuanya mendadak j elas. Reaksi dramati s Kugy keti ka meli hat foto Luhde. Kebi mbangannya selama i ni . Kepala Remi j atuh menunduk. Semua i ni terlalu pahi t dan saki t. Namun, i a akhi rnya bi sa memahami sesuatu yang mem- bayangi hubungan mereka tanpa pernah bisa ia sentuh. Tan- pa pernah i a bi sa beri nama. Sekarang, semuanya j elas. Bayangan i tu sudah punya nama. Keenan. 423 Semua anggota keluarganya berkelakuan aneh sej ak tadi pagi. Ada yang mesem-mesem, ada yang cekikik-cekikik, ada yang bersi ul-si ul tanpa sebab. Kugy menyadari i tu semua tanpa tahu harus merespons apa. Sej am sebelum i a di j emput, barulah Kari n bersuara. Denger-denger, ada yang mau ke weddi ng exhi bi ti on, ya? Kakak perempuannya i tu berceletuk. Jangan yang mewah-mewah, ya, Nak. Sederhana saj a, yang penting bermakna. Tahu-tahu ayahnya ikut berkomen- tar sambi l berj alan lalu. Papa apaan, si h? protes Kugy segera. Gy, EO-nya i n-house aj a, ti ba-ti ba Kevi n menyambar, gue sanggup, kok. Gue udah punya ti m sendi ri , ni h. Oke? Oke? Oke? Mata Kugy langsung mencari Keshi a. Ti nggal si bungsu satu i tu yang belum i kut berkomentar. Kalau sampai di a i kutan juga ... Keshi a duduk di uj ung sofa, menatapnya de- ngan nakal. Kalo gi tu Keenan boleh buatku, dong, cetus anak i tu ri ngan. 46. HATI TAK PERLU MEMILIH 424 Muku Kugy Iungsung meruh udum. Mu! Iu memunggII i bunya, si ap memuntahkan protes, Lagi pada kenapa si h orung-orung dI rumuh InI? Noruk! Gy, kamu mau pakai kebaya atau gaun? Kalau kebaya, ke temannya Mama aja, Bu Sugianto. Bagus deh buatannya, murah lagi .... Mulut Kugy menganga. Mama kok i kut terli bat j uga, si h? tukasnya. ho ... kILu semuu kun IngIn mendukung! suhuL Ibu- nya. Mendukung apa? tanya Kugy lagi . Booo ... please, deh! sambar Kari n, Lu sangka si apa yang pali ng pani k di rumah i ni begi tu tahu adi k gue beren- cunu unLuk meIungkuhI gue! JeIus unIkIuh! DIu yung ngeIuurIn moduI uIIng besur buat kecantikan di rumah ini, tapi justru yang paling beran- takan yang dapat j odoh duluan, ledek Kevi n, lalu di a ter- pi ngkal-pi ngkal sendi ri . Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Remi. Kugy mengembuskan napas lega. Tepat pada saat bola panas sedang berpindah ke Kari n. Cepat-cepat i a angkat kaki dari ruang keluarga, pi n- dah ke ruang tamu. Hai . Udah dekat rumah, ya? tanya Kugy. Belum. Gy, sori, saya nggak bisa jemput. Kalau kita jan- jian langsung ketemu aja gimana? Remi menyahut di ujung sana. Nggak pa-pa. Aku bi sa bawa mobi l. Ki ta ketemu di pa- meran? Kalau hari i ni nggak j adi ke pameran, nggak pa-pa? Remi balas bertanya. Kugy tertegun. Jadi ... ketemu di mana? 425 I a tak akan lupa tempat i tu. Ayunan i tu. Malam perganti an tahun. Di sanalah segalanya bermula. Kugy menanggalkan kedua sandalnya, membi arkan telapak kaki nya menyentuh pasir. Angin pantai yang hangat berembus meniup kulit, me- ngi barkan rok panj ang yang i a kenakan. Langi t tampak di - gantungi tumpukan awan mendung, sore ini sepertinya akan di tutup oleh huj an. Gy .... Kugy berbali k badan. Remi berj alan ke arahnya dengan senyum samar, tangan kanannya menj i nj i ng satu kantong kertas. Ada sesuatu yang ganj i l dengan i ni semua. Namun, i a ti dak tahu apa. Kenapa harus ketemu di si ni ? tembak Kugy langsung. Remi tak menj awab. I a menggandeng tangan Kugy, per- lahan mendudukkannya di atas ayunan. Dengan lembut, ta- ngannya mulai mendorong. Mengayun Kugy ke depan dan ke belakang tanpa suara. Hanya bunyi deri t engsel besi ayunan dan bunyi ombak-ombak keci l yang beradu dengan benteng tembok dekat kaki mereka. Hampi r setahun saya kenal kamu, ya, Gy. Remi akhi r- nya bi cara. Kaki Kugy yang tadi nya menggantung tahu-tahu me- nancap kukuh di pasir. Ayunan itu berhenti mengayun. Kem- bali , Kugy membali k badan. Remi ... please, tell me. Kok, kamu ti ba-ti ba aj a pi ngi n ke si ni ? Remi melepaskan pegangannya pada tali ayunan, berlutut di depan Kugy. Wajahnya setengah menunduk. Dan ia mem- bi su. Cukup lama untuk membuat Kugy tambah curi ga de- ngan semua i ni . Remi ... ada apa? tanya Kugy sekali lagi . Saya ..., Remi susah payah berbicara, saya ... mau me- ngembali kan sesuatu. Tangannya lalu merai h kantong ker- tas yang di sandarkan di ti ang ayunan. 426 Kugy meneri manya dengan ragu. Seki las, i a mengi nti p i si nya. Tercenganglah Kugy saat mengenali buku dongeng pemberi annya. Kenapa di kembali kan? tanyanya bi ngung. Karena ... ini. Remi menyerahkan selembar amplop pu- ti h beri si kartu. Segala sesuatu terasa berhenti bagi Kugy. Deti k, detak, geri k dan gerak. I a hanya bi sa menatap benda satu i tu. Se- suatu yang hampi r i a lupa, tapi ternyata ti dak. Cukup se- detik yang ia butuhkan untuk kembali mengenalinya. Meng- i ngat apa yang i a tul i s, dan kepada si apa tul i san i tu di tuj ukan. Buku ini harusnya untuk Keenan, kan? tanya Remi lem- but. Kugy ... Kugy ... kenapa harus sampai kabur segala? Segala sesuatu terasa berhenti bersuara bagi Kugy. Ke- cuali suara Remi yang berbi cara padanya sehalus angi n. Saya i ngi n tanya sama kamu, Gy, ucap Remi . Apakah Keenan pernah memi nta buku i ni dari kamu? Kugy bahkan tak bi sa menemukan suaranya sendi ri . I a hanya bi sa menggeleng. Lalu ... kenapa saya harus memi nta untuk bi sa kamu kasi h? Sesuatu berhasi l bergerak. Menembus kebi suan dan ke- bekuan yang mengunci Kugy. Sebuti r ai r mata. Seolah menyentuh boneka porselen, dengan teramat ha- lus Remi menggenggam telapak ki ri Kugy, tempat ci nci n pemberi annya meli ngkar. Apakah kamu pernah mi nta ci n- ci n i ni dari saya? Buti r kedua. Dan Kugy kembali menggeleng. Lalu ... kenapa saya yang harus minta supaya kamu mau pakai ? Kugy hampir tak bisa bernapas. Berusaha menekan isak- nya sekuat tenaga. Namun, ia tidak berhasil. I sak pelan kini berhasi l menembus kebi suan dan kebekuan. 427 Masi h dengan kehalusan yang sama, kali i ni Remi me- nari k lepas ci nci n di j ari Kugy. Hati -hati . Kalau nggak begi ni , saya akan selalu memi nta kamu untuk menci ntai saya, Gy. Semua yang kamu lakukan adalah karena saya me- mi nta. Cari lah orang yang nggak perlu memi nta apa-apa, tapi kamu mau memberi kan segala-segalanya. Bahu Kugy berguncang tanpa bi sa lagi i a tahan. Tapi ... orang i tu kan kamu ... aku ... aku nggak pernah mi nta apa- apa ... tapi ... tapi , kamu kasi h semuanya ..., Kugy berkata terengah, di sela i sakan dan desakan yang begi tu kuat me- nyesak di dadanya. I ya, Gy, Remi mengangguk sambi l mengusap ai r mata di pi pi Kugy, kamu mungki n sudah ketemu. Saya yang be- lum, suara Remi mulai bergetar. Saya yang belum ..., ucapnya lagi , separuh berbi si k. Seolah i a sedang memberi tahu di ri nya sendi ri . Remi lalu bangki t, sej enak mendekap Kugy yang masi h teri sak, dan i a melangkah pergi . Kebekuan dan kebi suan runtuh sudah. Meski segalanya tampak mendung dan murung, sesuatu berhasi l mencai r di antara mereka. Kej uj uran. Dan seolah bergerak bersama- sama, langi t pun mulai meri nti kkan huj an. Apa yang lama tak terungkap akhi rnya pecah, meretas, dan Bumi melebur bersamanya. Ubud, Juni 2003 ... Sudah dua malam Keenan ti ba di rumah Pak Wayan. Dan baru sore inilah Luhde kembali dari Kintamani. Luhde tam- pak terkej ut meli hat kehadi ran Keenan yang sudah me- nunggunya di bale. 428 Keenan sontak berdi ri meli hat Luhde. Waj ahnya berseri . Tangannya merentang, si ap mendekap. Namun, Luhde hanya berdi ri di tempatnya. Tersenyum dan mengangguk sopan. De, saya akan kembali di si ni . Saya akan ti nggal lagi di Ubud, dengan sumri ngah Keenan berkata. Saya akan mengurus kepi ndahan saya pelan-pelan. Malam i ni saya akan pulang dulu ke Jakarta dengan pesawat terakhi r. Tapi mulai minggu depan, saya akan tinggal lebih lama lagi, sam- pai akhi rnya ..., Keenan menangkupkan kedua tangannya di pi pi Luhde, saya nggak perlu j auh lagi dari kamu. Senyum Luhde melebar. Saya i kut berbahagi a, katanya lugas. Keenan mulai merasa ada sesuatu yang ti dak beres. Kamu kenapa, De? Luhde menunduk sebentar, seperti mengumpulkan ke- kuatan. Saat i a mendongak, sorot mata i tu berubah total. Saya perlu tahu sesuatu. Kenapa Keenan i ngi n bersama saya? Keenan tergagap mendengar pertanyaan yang sama sekali tak di duganya. Lama akhi rnya i a baru bi sa menj awab. Ka- rena ... saya sudah memi li h kamu. Sekujur tubuh Luhde terasa melunglai, dan setengah mati ia berusaha tetap tegak berdiri. Namun, jauh di dalam hati- nya, Luhde sudah si ap mendengar j awaban i tu. Keenan tunggu di si ni sebentar, ya. Ada yang perlu saya ambi l di kamar, ucapnya li ri h. Dan i a bergegas pergi . Tak lama, Luhde kembali . Dalam kebi ngungannya, Keenan pun melanj utkan apa yang tak sempat i a ucapkan karena keburu buyar oleh per- tanyaan Luhde barusan. De, saya i ngi n kamu i kut ke Ja- karta. Temani saya dulu di sana. Nanti ki ta kembali ke si ni bareng-bareng. Kamu mau? 429 Lagi , Luhde hanya tersenyum. Dan perlahan kepalanya menggeleng. Saya ti dak si ap i kut Keenan, j awabnya lem- but, tapi tegas. Malam i ni saya mau kembali ke Ki nta- mani . Oke. Kalau gi tu, kapan kamu si ap? Saya akan nunggu kamu, kata Keenan lagi . Senyum i tu tak surut dari waj ah Luhde. Keenan cuma buang-buang waktu, sahutnya. Dan nada i tu menegas. De, semua waktu saya sekarang untuk kamu. Mau di - buang ke mana lagi ? Konsep buang-buang waktu nggak berlaku lagi sekarang. Semuanya buat kamu, uj ar Keenan putus asa. Keenan lebih baik pulang ke Jakarta. I tu jauh lebih ber- guna. Apa yang Keenan cari bukan di si ni . Keenan menatap Luhde, berusaha mengerti apa yang di - pancarkan di sana, karena i a sungguhan tak mengerti . De ... maksud kamu apa? Kamu nggak mau saya di si ni ? Dengan runut dan seperti mengurut, Luhde berkata, Saya, i ngi n melepas Keenan pergi . Sebelum ki ta berdua berontak, dan j adi sali ng benci . Atau bersama-sama cuma karena menghargai . Keenan mengerti ? Kali i ni Keenan benar-benar terenyak. Belum pernah i a meli hat Luhde begi tu tegas. Begi tu tegar. De ... tolong ..., Keenan yang tolong saya, ya, sela Luhde, tolong ambil ini lagi. Sebuah pahatan kayu sebesar genggaman tangan ia seli pkan kembali ke genggaman sang pembuatnya. Pahatan berbentuk hati dengan reli ef gelombang ai r. Sesuatu yang pernah i a begi tu dambakan, sesuatu yang pernah i a mi nta dan akhirnya diberikan. Namun, Luhde sadar kini, yang bisa i a mi li ki hanyalah pahatan kayu berbentuk hati . Bukan hati yang sebenarnya. Sementara yang sesungguhnya i a damba bukanlah pahatan itu, melainkan sesuatu yang tidak pernah bi sa i a mi li ki seutuhnya. 430 Pahit, Keenan menggeleng, menolak. De, saya sudah ka- si h i ni untuk kamu. Seti daknya kamu sudi untuk sekadar menyi mpan barang i ni . Tolong. Kembali senyuman yang sama menghi asi waj ah Luhde. Bahkan bukan nama saya yang kamu uki r, desi snya, tapi ... Keenan bai k sekali sudah pernah mau memi nj amkan. Teri ma kasi h. Keenan tak tahu lagi harus berkata apa. Segalanya seperti j alan buntu. De ... kalau memang saya harus pergi , saya rela. Tapi , tolong kasi h tahu saya sekali lagi ... kenapa? desaknya, meratap. Saya belajar dari kisah hidup seseorang. Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau Keenan bilang, Keenan telah memilih saya, selamanya Keenan tidak akan pernah tulus mencintai saya. Karena hati tidak perlu memilih. I a selalu tahu ke mana harus berlabuh, Luhde menggenggam tangan Keenan sejenak, yang Keenan cari bukan di sini. Keenan terdiam. Seiring angin yang bertiup serupa tiupan seruling, mendadak benaknya terisap ke masa lalu. Kembali ke malam saat ia mendengar angin berbunyi serupa, meng- goyangkan kentungan bambu yang tergantung di tepi atap bale. Malam di mana ia membuat pilihan. Ucapan Luhde menyadarkannya. I a hanya memilih untuk memberikan se- onggok kayu berukir, sementara apa yang mendorongnya untuk mengukir tak pernah bisa ia berikan. Keenan me- ngatupkan matanya erat-erat. Semua ini terlalu getir untuk ia telan. Namun, inilah kejujuran. De ... maafkan saya ..., bisik Keenan. Tubuhnya gemetar halus. Bola matanya berkaca-kaca. Luhde tak menjawab. Hanya seutas senyum hangat yang terus mengembang. Sorot matanya jernih bagai mata air. Tak ada dendam. Tak ada kesedihan. Tak ada yang dimaafkan. I a lalu berbalik pergi. Hanya geraian rambut hitamnya yang melambaikan perpisahan. 431 Keenan berdiri termangu menatap itu semua. Sebutir air matanya mengalir. Diusapnya pelan. Dan ia pun beranjak dari sana. Dari kej auhan, seseorang memandangi mereka berdua. Pak Wayan merasa di ri nya terpecah menj adi dua. Sebagi an di ri nya hancur bersama Luhde. Dan sebagi an lagi bahagi a tak terhi ngga untuk Keenan. Akhi rnya, Keenan mendapat kesempatan yang tak pernah ia miliki dua puluh tahun yang lalu. Kesempatan untuk di pi li h ci nta, dan berserah pada ali ran yang membawanya. Ke mana pun i tu. Hati selalu tahu. Jakar t a, Jul i 2003 ... Keenan menyi apkan ranselnya. Ransel marun beri ni si al K yang i a pakai sej ak kuli ah. Mendudukkannya di j ok depan. Sementara i a duduk di belakang kemudi . Sej enak Keenan menengadah meli hat langi t pagi yang cerah. Tak ada lagi yang mengi katnya di mana pun. Ti dak di sini. Tidak di Bali. Untuk pertama kalinya, Keenan mencicipi penuh arti kebebasan. Dan hari i ni , i a memutuskan untuk pergi bersama angi n. Bebas, seolah tanpa tuj uan. Namun, angi n selalu bergerak ke satu tempat. Jawa Bar at , Jul i 2003 ... Hari sudah sore saat i a ti ba ke tempat i ni . Kembali untuk yang keti ga kali nya. Tak ada lagi tempat yang lebi h tepat untuk ia kunjungi. Keenan langsung memarkirkan mobilnya 432 di tebi ng, bersi ap menyambut gua kelelawar di bawah sana memuntahkan i si perutnya sej enak lagi . Deburan ombak yang berderu dan bertempur di bawah sana menggetarkan sekali gus mendamai kan. Keenan telen- tang menghadap angkasa hi ngga warnanya mulai berubah j i ngga. Rasanya, i a bi sa di sana selamanya. Tempat i ni begi tu sepi . Hanya alam dan di ri nya yang berbari ng hi ngga entah kapan. Keenan tak lagi berencana. Ti ba-ti ba saj a, pandangannya menggelap. Sebuah ransel j atuh tepat di sampi ng kepalanya. Mata Keenan memi ci ng. Mencoba mengenali sosok yang berdi ri di atasnya. Kata sandi ? Orang i tu bertanya pelan. Keenan tersenyum. Klapertaart. Hah? Keparat? Pi sang susu. Oke. Lolos. Kok, kamu bi sa sampai di si ni ? tanya Keenan. Aku j uga mau tanya hal yang sama. Tapi kayaknya ki ta berdua sudah tahu j awabannya. Radar Neptunus, Keenan tersenyum lebar. Secerah hati- nya yang mendadak merekah, dan terus-menerus mengem- bang seolah ti ada tepi . Pandangannya kembali tak terhalang. Orang itu kini ikut berbari ng di sebelahnya. Kugy. Dan sepanj ang i ngatan Keenan, langi t tak pernah sei ndah i tu. 433 Har i i ni ... Di tengah laut biru yang beriak tenang, segugus tangan mu- ngi l meluncur keluar dari bi bi r kapal nelayan. I a sengaj a i kut menumpang demi menghanyutkan perahu kertasnya. Ti dak dari empang. Ti dak dari kali . Ti dak dari sungai keci l. Kali ini ia ingin melepaskannya di tengah laut. Suratnya ter- akhi r untuk Neptunus. Neptunus, Tahunan nggak nuli s sur at ke mar kas. Jangan mar ah, ya. Tapi kami memang mau ber henti j adi agen. Ti dak ada lagi r ahasi a. Ti dak ada lagi mi mpi . Kar ena mi mpi i tu sudah kami j alani . Sekar ang. Selama-lamanya. K&K. (dan satu lagi K keci l ... masi h di per ut) EPILOG 434 Perahu kertas bergoyang sendirian. Perlahan ditinggalkan perahu kayu yang bertolak kembali ke bibir pantai, mengan- tarkan Kugy yang segera berlari turun memecah ai r. Sese- orang sudah berdiri menunggunya dengan tangan terentang, siap merengkuh lalu mengangkat tubuh mungilnya ke udara. Keenan. ... Perahu kertas bergoyang sendi ri an. 435 Melajulah Perahu Kertasku ... Apakah ki ra-ki ra hubungan antara Katyusha, Popcor n, I ndi go Gi rls, dan Reali ty Bi tes? Dalam pengerti an umum mungki n tak ada. Tapi dalam hi dup saya, keempatnya bermakna luar bi asa. Yang pertama adalah penuli s tahun 80-an yang pernah terkenal dengan karya-karyanya di maj alah remaj a, salah satunya maj alah HAI . Yang kedua adalah j udul komi k Jepang sepanjang 26 seri yang ditulis oleh Yoko Shoji. Yang ketiga adalah duo penyanyi/ gitaris perempuan asal Amerika, terdi ri dari Emi ly Sali ers dan Amy Ray, yang di kenal luas dengan lagu-lagu berli ri k cerdas sekali gus pui ti s. Yang ke- emuL uduIuh juduI hIm roduksI Luhun 1qqq, dIbInLungI oleh Wi nona Ryder dan Ethan Hawke. Keempat-empatnya jelas berbeda satu sama lain dan ter- sebar dalam rentang waktu yang cukup panj ang. Namun, keempat-empatnya sama-sama bertanggung j awab dalam menghadi rkan novel i ni ke tangan Anda. Saya masih SD saat membaca cerbung Ke Gunung Lagi karya Katyusha di maj alah HAI . Saya, yang saat i tu sudah hobi menuli s, sebetulnya masi h terlalu keci l untuk bi sa mengapresi asi i si ceri tanya. Namun, ada magnet yang me- nari k saya untuk membacanya, mengi kuti dengan seti a se- tiap minggu, dan ikut jingkrak kegirangan ketika kakak saya berhasi l mengoleksi lengkap cerbung tersebut dan mem- bundelnya j adi satu. Keli ncahan dan keluwesan Katyusha menj adi daya tari k utama dari cerbung Ke Gunung Lagi . Namun, ada satu faktor lagi yang menj adi candu terkuat bagi saya: for matnya. Ceri ta bersambung, ataupun seri al, j i ka memang i si nya mengi kat dan menari k, akan menj erat 436 pembacanya dal am sebuah pengal aman adi ksi yang menyenangkan; bagaimana kita secara bertahap ikut tumbuh bersama para tokoh dan berempati pada ki sah mereka, sensasi yang di t i mbul kan ol eh r asa penasar an dan menunggu, plus rasa puas saat penanti an panj ang ki ta berakhi r, di tutup dengan helaan napas panj ang saat bari s terakhi r usai ki ta baca. Dari pengalaman membaca Ke Gunung Lagi , saya bertekad dalam hati : satu saat, saya akan menuli s ki sah dengan format cerbung. Waktu SMA, teman sebangku saya, Yasep (a.k.a Joshep), meyaki nkan saya berulang-ulang bahwa komi k Popcor n sangat seru dan wajib dibaca. Termakan bujuk rayunya, saya lalu mulai mengi kuti satu demi satu dari ke-26 buku karya Yoko Shoj i i tu. Dan hasi lnya? Sebuah adi ksi baru. Sebagai - mana yang di ti mbulkan oleh komi k-komi k Jepang berkuali - tas dan bergenre sej eni s, bersama Popcor n saya hanyut dalam perj alanan bak r oller coaster di mana saya tertawa, menangi s, bahagi a, haru, jatuh ci nta, patah hati , sei ri ng de- ngan perj alanan para tokohnya. Belum lagi debat dan di s- kusi berj am-j am yang saya habi skan bersama Joshep demi mendi skusi kan dan bertukar pengalaman masi ng-masi ng saat membaca Popcor n. Gaya penuturan, penyusunan plot, serta pengembangan drama dalam komi k tersebut sangat memukau saya. Dan, lagi -lagi , sebuah ki sah berseri . Dari Popcor n, saya bertekad lagi : suatu saat, saya i ngi n menuli s kisah dengan spirit yang serupa, yang bersamanya saya bisa i kut tumbuh bersama tokoh-tokoh saya, menyaksi kan me- reka bertransformasi dari remaj a i ngusan sampai menj adi manusi a-manusi a dewasa. Saya baru memulai kuli ah di Unpar saat saya men- dengarkan kaset I ndi go Gi rls untuk pertama kali . Album yang saya beli berj udul Swamp Opheli a. Kedahsyatan li ri k lagu I ndi go Gi rlskhususnya lagu-lagu yang di ci ptakan 437 Emi ly Sali ersberefek kuat bagi saya, yang waktu i tu baru mulai serius mencipta lagu sembari berkarier musik bersama tri o Ri da, Si ta, Dewi . Li ri k I ndi go Gi rls adalah j eni s li ri k yang seti ap kali ki ta si mak ulang selalu memunculkan la- pisan dan makna baru. Tipe lirik yang memang saya gemari. Ada banyak lagu mereka yang saya kagumi , tapi entah mengapa, ada satu lagu berj udul Mystery yang dengan mi steri usnya mampu mengi nspi rasi saya untuk menuli s. TeuLnyu, duu burIs kuIImuL. ebIh sesIhk IugI, z oLong kata. Dan dari sana, saya menuli s ki sah panj ang berj udul Per ahu Ker tas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 86.500 kata. Beri kut potongan li ri knya: Maybe thats all that we need i s to meet i n the mi ddle of i mpossi bi li ti es. Standi ng at opposi te poles, equal par tner s i n a myster y. Melalui bari s-bari s i tu, saya pun menci ptakan kedua to- koh utama saya, Kugy dan Keenan, yang berdi ri di dua ku- tub berlawanan dan pada akhirnya harus bertemu di tengah segala kemustahi lan. MusIh durI bungku kuIIuh, suuL ILu hudIrIuh hIm yung cu- kup j adi perbi ncangan. Di I ndonesi a, sebetulnya yang lebi h terkenal adalah soundtr ack-nya, dan di album i tulah Li sa Loeb muncul perdana dengan lagunya Stay. Sebagai peng- gemar Wi nona Ryder, saya merasa cukup terpanggi l untuk menonLon hImnyu. Reali ty Bi tes mengi sahkan tentang per- gelutan sarjana-sarjana kemarin sore yang harus menghadapi reali tas hi dup antara mencari kerj a demi eksi stensi dan mempertahankan mi mpi demi i deali sme. Barangkali ti mi ng yang tepat karena pada saat itu pun saya sedang jadi maha- sIswu. Suyu merusu LerkeLuk dengun IsI hIm ILu. SeLIu durI 438 kita punya mimpi, punya hobi, dan punya kata hati, tapi tak semua dari ki ta berkesempatan untuk menj adi kannya pro- fesi. Dari Reality Bites, saya bertekad ingin bercerita tentang pergelutan yang serupa. Tahun 1996. Tanpa tahu ramuan persi snya, tanpa bi sa merunut pasti mata rantai kimiawi yang terjadi, berdasarkan bekal inspirasi empat unsur tadi saya mulai menulis sebuah cerita bersambung berjudul Kugy & Keenan. Saat itu, tren cerbung sudah memudar dari majalah-majalah remaja. Ter- paksa saya mensi mulasi nya sendi ri di dalam benak saya. Seolah-olah saya punya pembaca di luar sana yang menanti ki sah demi ki sah saya muncul seti ap mi nggunya di sebuah maj alah i maj i ner. Dan, akhi rnya saya memang punya pem- baca: orang-orang rumah saya sendi ri . Menjadi penuli s me- rangkap tukang pos, saya mengeti k dengan tekun lalu me- ngi ri mkan hasi l pr i nt out-nya door to door . Dalam arti sebenarnya. Saya mengetuki pintu kamar kakak-kakak saya, anak-anak kos, lalu mencekoki mereka dengan Kugy & Keenan secara ruti n. Dan benar, racun i tu mulai bekerj a. Tiba-tiba malah saya yang kemudian ditagih untuk menyetor ceri ta lanj utan. Dengan bersemangat saya pun menuli s dan menuli s. Tepat di bab ke-34 dari 40 bab yang di rencanakan, saya berhenti . Bensi n saya habi s. Kugy & Keenan pun me- masuki tidur panjang. Yang tersisa hanyalah keyakinan bah- wa suatu saat saya pasti akan menyelesaikannya. Tidak tahu kapan. Tahun 2007, sebuah perusahaan content pr ovi der ber- nama Hypermind menghubungi saya. Mereka ingin mengon- versi buku-buku saya ke dalam format di gi tal, di perdagang- kan lewat perusahaan telekomuni kasi seluler, dan pada akhi rnya para pembaca bi sa membaca novel saya melalui layar ponsel mereka. Dalam pembi caraan si ang i tu, saya 439 ti ba-ti ba teri ngat Kugy & Keenan. Naskah yang terbari ng mati suri selama sebelas tahun. Spontan, saya menawarkan pada Hypermi nd untuk ti dak fokus pada buku-buku saya yang sudah ada, melai nkan naskah yang sama sekali baru. Yang belum ada di pasaran. Spontan, mereka pun tertari k. Tentu saja hal itu menjadi nilai lebih bagi semua pihak, ter- masuk sayayang membutuhkan insentif alias pemicu untuk menyelesai kan utang yang begi tu lama tertunda. Nyari s bersamaan dengan i tu, saya di hadi ahi sebuah e- book oleh Reza. Panduan menulis buku dalam waktu 14 hari oleh Steve Manni ng. Terbi asa menuli s novel dalam waktu bulanan bahkan tahunan, saya sama sekali skepti s dengan panduan tersebut. Namun, kondi si yang serba kepepet ka- rena deadli ne yang di mi nta oleh Hypermi nd, saya pun me- mutuskan untuk bereksperi men dengan Kugy & Keenan dan metode Steve Manning. Saya lantas meresmikan sebuah proyek bunuh di ri , yakni menuli s novel sepanj ang 75.000 kata dalam waktu 55 hari kerj a. Ti dak, saya ti dak menerus- kan dari bab 34 sebagai mana yang saya ti nggalkan sebelas tahun yang lalu. Saya menuli skannya ulang dari nol. Dan, memubli kasi kan proses kreati fnya hari per hari lewat blog. A total, wacky exper i ment. Saya lalu mencari markas besar, atau semacam kantor tempat saya bi sa menuli s tenang tanpa di ganggu apa pun. Sebuah kamar kos di daerah Tubagus I smail berhasil ditemu- kan. Di keli li ngi mahasi swi -mahasi swi betulan sebagai te- tangga sangatlah membantu saya untuk menghi dupkan suasana kemahasi swaan dalam Per ahu Ker tas. Alhasi l, 60 hari bekerj a dan novel i ni selesai dengan konten 86.500 sekian kata. Saya pun memutuskan mengubah judulnya, dari Kugy & Keenan menj adi Per ahu Ker tasmenyoroti obj ek metaforik yang saya rasa lebih cocok menjadi benang merah untuk menj ahi t potongan ki sah di dalamnya. 440 Pada Apri l 2008, Per ahu Ker tas resmi di lansi r sebagai novel di gi tal pertama oleh XL, dan masi h tercatat sebagai novel di gi tal terlari s hi ngga ki ni . Namun, bagi saya pri badi , prestasi yang lebih besar lagi adalah: inilah salah satu tapak langkah saya untuk menj adi penuli s li ntas usi a, li ntas seg- men. Saya sadar, genre maupun karakteri sti k novel i ni barangkali akan menjadi kejutan bagi banyak pembaca saya, tapi saya memang ti dak pernah bermi nat untuk terperang- kap dalam satu lintasan tertentu saja. Di mata saya, setapak i ni masi h panj ang dan berwarna-warni . Semoga Anda meni kmati Per ahu Ker tas sebagai mana saya meni kmati seti ap deti k proses penuli sannya hi ngga i a akhi rnya melaj u dalam bentuk kertas dan cetakan ti nta. I kuti proses kelahi ran Per ahu Ker tas hari per hari di blog: Journal of a 55-days Novel (www.dee-55days.blogspot. com). D 441 Dari mereka, para pembaca ... Cel : Saya membaca Per ahu Ker tas lewat Blackberry saya. Sej ak halaman pertama, saya tidak bisa berhenti dan terus membaca sampai bab terakhir. I was addi cted. Gaya bahasa yang ri ngan dan penggambaran yang j elas membuat saya bermai n dengan theatr e of mi nd saya; membayangkan kos Kugy dan Keenan, rumah mereka, kantor mereka, luki san-luki san Keenan, suasana di Ubud, sampai Pantai Ranca Buaya. Bi g applause for Dee yang menyelesai kan ceri ta luar bi asa i ni dalam 55++ days .... Amazi ng Fi et ha: Mbak Dee, makasi h udah bi ki n Per ahu Ker tas. Aku terharu banget, j adi i ngat sama mi mpi -mi mpi yang tertunda. Jadi i ngat sama cita-cita dan khayalan yang belum sempat diwujudkan. I ngin rasanya mengej ar mi mpi i tu kembali . Jadi semangat lagi . Ri eez88: Per ahu Ker tas membuatku sehari an tak menghi raukan hal-hal penti ng lai n yang harus aku lakukan. Aku bi sa memahami Keenan bahwa Kugy seperti dr ug bagi nya. Dee seakan menci ptakan duni a baru bagi ku unLuk seLIu kuryunyu! TIduk LerIuIu beruL, berkurukLer, kudung membuuLku merasa romanti s, kadang tertawa sendi ri , bahkan menangi s .... EsdoubLeU: Seru, terharu, dan membuat ketagi han. Seki las, tampak standar (temanya: ci nta), tapi bagi saya, ceri ta Per ahu Ker tas seperti membuka cakrawala baru. Ketika cinta ga kesampaian, yang ada hanyalah kerelaan hati untuk meneri ma, dan mengharapkan si di a bahagi a. Meski latar belakang kotanya banyak (Jakarta, Bandung, Bali, dan Belanda), tapi tidak menjadikan ceritanya penuh dengan detail-detail yang ga perlu. Ma- lah sebaliknya, cerita seperti mengalir. Lucu, dan unik. Mana ada sih coba, novel sej eni s yang menceri takan tokoh utama ceweknya urakan, berci ta- ci ta j adi penuli s dongeng, dan merasa di ri nya agen Neptunus? Seolah, gengsi dan ci tra di ri j adi sesuatu yang ga terlalu penti ng lagi . St el l a: I j ust wanna say that I love your Per ahu Ker tas. Had a har d ti me not to fall i n love wi th Keenan. Congr ats! Cl ar i ss: Bagus banget. Rasanya seti ap Kugy sedi h aku j adi i kut berkaca- kaca. Nggak cuma ceri ta ci nta aj a, tapi ada makna supaya seti ap orang yaki n sama i mpi annya. Dyah: Suka banget dengan karakter Kugy. Cantik, cuek, tapi untuk urusan 442 masa depan di a rencanakan dengan bai k. Bumbu ceri tanya, seperti ke- lakuan Keshi a, bi ki n senyum-senyum sendi ri . Lai nnya, j angan tanya, ber- kaca-kaca deh mata :) Novel yang mengharukan dan memberi kan se- mangat untuk merai h i mpi an. Di an: Menari k j uga ceri tanya. Ada Pasukan Ali t, Kugy yang pi ntar bi ki n ceri ta tapi ga bi sa gambar, Keenan yang pi ntar meluki s tapi ga bi sa bi ki n ceri ta, terus ada Wanda yang naksi r Keenan tapi Keenan ga ada mi nat. Wanda yang cantik sempurna, anak orang kaya, yang membuat Kugy min- der kurenu udu huLI sumu Keenun. Keren ubIes, dech! Pi i : Keren. Cuma i tu yang bi sa gue bi lang setelah membaca Per ahu Ker tas. By the way, thanks for gi vi ng thi s spi r i t. [ RI CKOFTHETI ME] : Perahu Kertas ... hmm. Seperti dongeng Kugy. Seperti luki san Keenan. Ada j i wa di dalamnya. Begi tu kuat. Yoeyha: Ada kesedi han, ada kegembi raan, ada kegalauan, ada kebaha- gi aan, bercampur dan mengali r menuj u Sang Neptunus. Good stor y .... Ar chr ei n Kee: Thi s book makes me not gi vi ng up. Aku pali ng suka quote: berputar menj adi sesuatu yang bukan ki ta demi menj adi di ri ki ta lagi . That i nspi r es me. Perahu Kertas awesome ... keren. Yang udah beli atau nebeng baca nggak bakal nyesel. [ Komentar-komentar i ni di ambi l dari blog Journal of a 55-days Novel. Bagi Anda yang tergerak untuk i kut bersuara, si lakan mampi r ke www.dee-55days.bl ogspot .com] 443 Tentang Penulis Dewi Lestari , yang bernama pena Dee, lahir di Bandung, 20 Januari 1976. Novel Per ahu Ker tas i ni sudah lebi h dulu di lansi r dalam versi di gi tal (WAP) pada Apri l 2008, dan ki ni di terbi tkan atas kerj a sama antara Truedee Books dan Bentang Pustaka. Naskah yang awalnya di tuli s pada 1996 dan sempat mati suri selama 11 tahun i ni akhirnya ditulis ulang oleh Dee pada akhir 2007, menjadikan Per ahu Ker tas sebagai novel pertamanya yang bergenre populer. Keci ntaan Dee pada format cerbung dan komi k drama serial telah menginspirasinya untuk menuliskan cerita memi kat i ni . Kiprah Dee dalam dunia kepenulisan telah membawanya ke berbagai aj ang sastra bergengsi di dalam maupun luar negeri . Beberapa prestasi dan penghargaan yang baru-baru InI dIeroIehnyu unLuru IuIn: To 88 MosL nuenLIuI Women i n I ndonesi a (Globe Asi a), The Most Outstandi ng Woman 2009 (Kementeri an Pemberdayaan Perempuan & Kantor Beri ta Antara). Nama Dee j uga muncul sebagai peri ngkat pertama dalam polli ng nasi onal Penuli s Perem- puan Pali ng Di kenal di I ndonesi a tahun 2009. Per ahu Ker tas adalah karya Dee yang keenam sesudah Super nova: Ksatr ia, Puter i, dan Bintang Jatuh, Super nova: Alcr, Supernotc: Petir, Iilosoj Kopi, dcn Rectoterso. Ki ni , Dee dan keluarga mungi lnya menetap di Jakarta. 444 Beri nteraksi lah dengan Dee di : dee-idea.blogspot.com Fanpage: Dewi Lestari ID: deelestari