You are on page 1of 109

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan polusi udara serta pencemaran lingkungan yang semakin meningkat, dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada anak termasuk gangguan sistem pernafasan, bukan cuma faktor lingkungan tapi faktor biologis juga sangat berperan dalam terjadinya gangguan sistem pernafasan karna sistem kekebalan tubuh anak yang masih rentan terhadap ransangan sehinnga sangat mudah terjadi berbagai penyakit salah satunya seperti asthma bronchiale. Asma bronchiale adalah proses reversible obstruksi pernapasan yang di karakteristikan dengan periode buruk dan remisi di mana bronkial mengalami spasme yang mengobstruksi jalan napas. (Widia Astuti Harwina, 2010) Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obat asma banyak dikembangkan. Di negara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat meningkat. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang asma di dunia mencapai 100-150 juta

orang. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun. (http://outeapoci.wordpress.com/2008). Peningkatan penderita asma broncihial juga terjadi di Indonesia. Penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuisioner ISAAC (international Study On Asthma and Alergy In Children) tahun 1995 menunjukkan prevelensi asma masih 2,1% dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Sementara dari data catatan medik Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong dalam waktu tiga tahun terakhir ini adalah 143 anak dari jumlah penderita total 482 orang. Pada tahun 2009 penderita asma pada anak sebanyak 46 orang dengan angka kematian 5 orang (Dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perincian golongan umur 28 bulan sampai 1 tahun sebanyak 7 anak (15,22%), umur 1-4 tahun 14 anak (30,43%), umur 5-14 tahun 25 anak (54,35%). Dan untuk tahun 2010 penderita sebanyak 70 anak dengan angka kematian 2 orang (Dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perincian golongan umur 28 buan sampai 1 tahun berjumlah 8 anak (11,43%), umur 1-4 tahun 32 anak (45,71%), umur 5-14 tahun 30 anak (42,86%). Pada bulan januari-maret trimester I tahun 2011 penderita sebanyak 14 anak dengan angka kematian 0 orang, dengan perincian golongan umur 5-14 tahun sebanyak 5 anak (35,71%), umur 1-4 tahun 8 anak (57,14%), umur 28 hari sampai 1 tahun 1 anak (7,14%). Pada bulan April-juni trimester II 2011 penderita asma sebanyak 13 anak dengan angka

kematian 1 oramg (dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perician golongan umur 28 hari sampai 1 tahun sebanyak 2 anak (15,38%), umur 1-4 tahun sebanyak 5 anak (38,46%), dan umur 5-14 tahun sebanyak 6 anak (46,15%). (Medical Record RSU Dr. R. Soedjono Selong, 2011). Berdasarkan uraian di atas, ternyata kasus asthma bronchiale pada anak cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalamai penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangasangan tertentu yang menyebabkan peradangan. Pada suatu serangn asma, otot polos dari bronci mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakkan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Asma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Penyakit asma mengenai semua umur meski kekerapannya lebih banyak pada anak-anak dibandingkan dewasa. Asma lebih banyak diderita anak laki-laki, pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan. Resiko dan tanda alergi atau asma dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan pun mungkin sudah dapat terdeteksi. Alergi dan asma dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan tumbuh dan kembang anak secara optimal. Perbedaan prevelensi asma pada anak di kota biasanya lebih tinggi

dibandingkan di desa terlebih pada golongan sosiotetonomi rendah dibandingkan sosioekonomi tinggi pada hidup di kota meningkatkan resiko terjadinya asma baik prevelensi, morbiditas (perawatan dan kunjungan ke instansi gawat darurat) maupun mortalitasnya (lingkungan dalam rumah glongan sosioekonomi rendah mendukung pencetus asma). Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penatalaksanaan yang tepat, yang lebih dititik beratkan pada upaya preventif melalui

pendidikan kesehatan

tentang

penyebab, tanda dan gejala asthma.

Sementara bagi petugas kesehatan yang perlu dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang proses terjadinya penyakit dan memberikan pengobatan yang baik dan benar kepada masyarakat yang sudah menderita penyakit ini. Serta terapi awal yang dapat di berikan jika serangan asthma adalah dengan pemberian oksigen 4-6 liter/menit dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi sesak.(Mansjoer,Arif.2001 ) Beberapa anak yang mengalami batuk kronis menderita asma. Batuk lebih sering terjadi pada malam hari. Berikan salbutamol secara oral. Anak mungkin memerlukan salbutamol untuk beberapa minggu dengan dosis sesuai umur. (penanganan ISPA pada anak, 2003) 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Penulis dapat menerapkan Asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis asthma bronchiale.

1.2.2. Tujuan khusus Penulis mampu:


a.

Menjelaskan konsep dasar penyakit meliputi pengertian,

anatomi dan fisiologi, patofisiologi / pathways, etiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis serta asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnose,

perencanaan, penatalaksanaan, evaluasi keperawatan.


b.

Melakukan pengkajian pada klien anak dengan diagnosa

medis asthma bronchiale


c.

Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada

klien anak dengan diagnosa medis asthma bronchiale


d.

Menyusun rencana keperawatan pada klien anak dengan

diagnosa medis asthma bronchiale


e.

Melakukan tindakan keperawatan pada klien anak dengan

diagnosa medis asthma bronchiale


f.

Melakukan evaluasi pada klien anak dengan diagnosa

medis asthma bronchiale 1.3. Tempat dan Waktu 1.3.1. Tempat Tempat pengambilan kasus diruang Anak Dirumah Sakit

Umum Dr.R.Soedjono Selong

1.3.2 .Waktu Waktu pengambilan kasus di rencanakan pada Februuari 2012 Dirumah Sakit Umum Dr.R.Soedjono Selong.

1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Proposal ini penulis menguraiakan secara deskriftif, untuk mempermudah pembahasannya maka penulis membagi menjadi 2 bab, meliputi: Bab 1, adalah pendahuluan,berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, tempat dan waktu serta sistematika penyusunan. Bab 2, adalah tinjauan teori yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi, patofisiologi/ pathways, etiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis serta asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, penatalaksanaan, evaluasi keperawatan.

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Tumbuh Kembang 2.1.1 Pengertian tumbuh kembang Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan mensintesis protein protein baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara keseluruhan atau sebagian. (Alimul A. Hidayat, 2005). Perkembangan (development) adalah peningkatan kapasitas untuk berfungsi lebih tinggi.(E. Muscari Mary, 2005). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambahnya jumlah sel. (Nursalam, 2005). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/ fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi. (Markum, 2001).

2.1.2

Pola Tumbuh Kembang

Berikut dijelaskan secara singkat pola yang terjadi selama proses tumbuh kembang pada anak. Merupakan pola yang pasti dan dapat diperkirakan Pola arah perkembangan meliputi:
1)

Perkembangan

sefalokaudal

(kepala-ke-kaki)

terjadi sepanjang garis tubuh. Pengendalian kepala, mulut, dan gerakan mata mendahului kendali terhadap bagian atas tubuh, torso, dan kaki.
2)

Perkembangan proksimodistal (garis tengah-ke-

perifer) berkembangan dari pusat tubuh sampai ke eksrtemitas.. Anak mengembangkan gerakan lengan sebelum kemampuan jari-jari motorik halus.

Perkembangan terjadi secara simetris, dengan tiap sisi berkembang kearah yang sama kearah yang sama pada saat bersamaan.
3)

Perkembangan

umum-ke-khusus

(diferensiasi)

terjadi saat anak dapat menguasai gerakan sederhana sebelum gerakan yang rumit.
c.

Pola

sequential

melibatkan

tahap

pertumbuhan dan perkembangan yang berurutan, dan setiap anak

normal akan melewatinya. Pola ini telah teridentifikasi untuk keterampilan motorik, seperti lokomotor (misalnya, anak mulai merangkak sebelum berjalan) dan untuk perilaku, seperti keterampilan bahasa dan sosial (misalnya, awalnya anak bermain sendirian, kemudian dengan orang lain).
d.

Pola secular merupakan kecendrungan yang

universal dalam kecepatan dan usia kematangan. Secara umum, anak-anak matang lebih dini dan tumbuh lebih besar dari pada kerabat mereka pada generasi sebelumnya.(E. Muscari Mary, 2005) Pola perkembangan dari umum ke khusus Pola tumbuh kembang umum ke khusus (mass to specific) ini dimulai dari sederhana hingga kompleks, seperti gerakan melambai tangan dahulu kemudian baru memainkan jari atau menggerakkan lengan atas, menggerakkan bawah telapak tangan sebelum menggerakkan jari tangan, atau menggerakkan badan atau tubuh sebelum menggunakan kedua tungkai untuk

menyangga, melangkah, dan berjalan. a. Pola perkembangan sejalan dengan tahapan perkembangan Pada pola ini, tahapan perkembangan dibagi menjadi beberapa bagian yang memiliki prinsip atau ciri khusus sesuai tahapannya, yaitu:

10

1) Masa pranatal, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan tubuh. 2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim dan hampir sedikit perubahan pada aspek pertumbuhan fisik. 3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhi dan memiliki kemampuan untuk

melindungi dan menghindar dari hal yang mengancam diri. 4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman sebaya. 5) Masa remaja, terjadi perubahan ke arah dewasa, yaitu kematangan pada tanda-tanda pubertas. b. Pola Pola perkembangan sejalan dengan proses maturasi tumbuh kembang ini mengikuti proses maturasi

(kematangan) dari organ tubuh seperti ketika alat gerak (kaki) pada bayi berfungsi untuk berjalan, maka proses tumbuh kembang diawali dari duduk, merangkak, berdiri, lalu berjalan sedikit, dan akhirnya berjalan dengan beberapa langkah. Proses tersebut mengikuti proses beberapa organ (Singgih D. Gunarsa, 1997). 2.1.3 Tahapan Tumbuh Kembang Tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:

11

a.

Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas

pranatal mulai masa embrio (mulai konsepsi - 8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta pasca natal mulai dari

masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun). b. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas

masa sekolah (6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun). (A.A.A. Hidayat, 2005). 2.1.4 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut (A.A.A. Hidayat, 2005), antara lain : a. Faktor Herediter Fakor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor lain. Yang termasuk faktor herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa. b. Faktor Lingkungan Lingkungan pranatal : merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu

12

hamil, lingkungan mekanis seperti posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toxin, seperti penggunaan obat-obatan, alkohol atau kebiasaan merokok ibu hamil, hormonal seperti adanya

somatotropin, plasenta, tiroid, insulin, dan lain-lain yang berpengaruh pada pertumbuhan janin. Sedangkan lingkungan postnatal seperti budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan. 2.1.5 Teori-teori Perkembangan Anak Beberapa teori tentang perkembangan anak (A.A.A. Hidayat, 2005) : a. Perkembangan kognitif pada anak menurut Piaget dibagi dalam empat tahap yaitu : 1) Tahap sensori motor, (umur 0-2 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi

informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktivitas motorik. 2) Tahap praoperasional (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat egosentrik seperti dalam penelitian Piaget anak selalu

13

menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun sedikit. 3) Tahap kongkret (7-11 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentriknya sudah mulai hilang sebab anak mempunyai pengertian tentang keterbatasan diri sendiri, sifat pikiran sudah mempunyai dua pandangan atau disebut reversibilitas merupakan cara memandang dari arah

berlawanan (kebalikan). 4) Formal operasional (lebih dari 11 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut perkembangan anak pada masa ini sudah terjadi dalam perkembangan pikiran dengan membentuk gambaran mental dan mampu

menyelesaikan aktivitas dalam pikiran, mampu menduga dan memperkirakan dengan pikiran yang abstrak. b. Perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud, dibagi menjadi empat tahap : 1) Tahap oral (umur 0-1 tahun)

Kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara, ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.

14

2)

Tahap anal (umur 1-3 tahun)

Kepuasan fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan kelakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. 3) Tahap oedipal/phalik (umur 3-5 tahun)

Kepuasan anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba, organnya, suka pada lain jenis. 4) Tahap laten (umur 5-12 tahun) merasakan kenikmatan dari beberapa daerah

Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial seperti suka berhubungan dengan kelompoknya atau sebayanya, dorongan libido mulai mereda. 5) Tahap genital (umur lebih dari 12 tahun)

Kepuasan anak pada fase ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis. c. Perkembangan Psikososial menurut Eric Ericson, meliputi : 1) Tahap percaya dan tidak percaya terjadi pada umur bayi

15

(umur 0-1 tahun), pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya diri kepada seseorang baik orang tua maupun orang yang mengasuhnya ataupun juga perawat yang merawatnya. 2) Tahap kemandirian dan ragu terjadi pada umur 1-3 tahun (todler), tahap ini anak sudah mulai mencoba mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik, bahasa, latihan jalan sendiri, berbicara dan malu. 3) Tahap inisiatif, rasa bersalah terjadi pada umur 4-6 tahun (prasekolah), anak akan memulai inisiatif dalam belajar

mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya. 4) Tahap rajin dan rendah diri terjadi pada umur 6-12 tahun (sekolah), dimana anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau prestasinya sehingga anak pada usia ini akan rajin dalam melakukan sesuatu akan tetapi apabila harapan ini tidak tercapai kemungkinan besar anak merasakan rendah diri.
5) Tahap identitas dan kebingungan peran (masa adolesence),

terjadi perubahan dalam diri anak khususnya fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya. 6) Tahap keintiman dan pemisahan terjadi pada masa dewasa muda, anak mencoba melakukan hubungan dengan teman

16

sebaya atau kelompok masyarakat dalam kehidupan sosial untuk menjalin keakraban dan apabila tidak mampu bergabung maka kemungkinan dapat memisahkan diri dari anggota. 7) Tahap generasi dan penghentian terjadi pada masa dewasa pertengahan, dimana seseorang ingin mencoba memperhatikan generasi berikutnya dalam kegiatan aktivitas di masyarakat dan selalu melibatkannya dan keinginannya membuat dunia menerimanya, jika terjadi kegagalan maka akan terjadi penghentian. 8) Tahap integritas dan keputusasaan terjadi pada masa dewasa lanjut dimana seseorang memikirkan tugas-tugas dalam mengakhiri kehidupan, perasaan putus asa akan mudah timbul. 2.2 Hospitalisasi 2.2.1 Pengertian Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stres baik bagi anak maupun keluarganya. Stressor utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi anak dalam mengatasi krisis dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman sebelumnya terhadap proses sakit dan di rawat, sistem dukungan (support system) yang tersedia, serta keterampilan koping dalam menangani stres (Nursalam, 2005).

17

2.2.2

Stresor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Stresor pada anak yang di rawat di Rumah Sakit Menurut A.A.A. Hidayat (2005), antara lain : a. Cemas Karena Perpisahan

Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi usia pertengahan sampai anak periode prasekolah, khususnya anak yang berumur 6 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
1) Tahap Protes (Phase of Protest)

Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif, seperti menendang, menggigit, memukul, mencoba untuk membuat orang tuanya tetap tinggal, dan menolak perhatian orang lain.
2) Tahap Putus Asa (Phase of Despair)

Pada tahap ini, anak tampak tegang, tangisnya tampak berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi (misalnya mengompol atau mengisap jari).

18

3) Tahap Menolak (Phase of Denial)

Pada tahap ini, secara samar-samar anak menerima perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada di sekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang tua. b. Balita berusaha Kehilangan Kendali sekuat tenaga untuk mempertahankan

otonominya. Hal ini akan terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Aktivity of Daily Living-ADL), dan komunikasi. c. Luka pada Tubuh dan Rasa Sakit (Rasa Nyeri)

Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menyeringai wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yang agresif seperti menggigit, menendang, memukul, atau berlari keluar. 2.2.3 Hospitalisasi a. Reaksi Orang Tua
1)

Reaksi

Keluarga

Terhadap

Anak

Dengan

Penolakan/ketidakpercayaan (denial/disbelief).

19

Yaitu menolak atau tidak percaya. Hal ini terjadi terutama bila anak tiba-tiba sakit serius. 2) Marah atau merasa bersalah atau keduanya.

Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi orang tua adalah marah dan menyalahkan dirinya sendiri. Mereka merasa tidak merawat anaknya dengan benar, mereka mengingat-ingat kembali mengenai hal-hal yang telah mereka lakukan yang kemungkinan dapat mencegah anaknya agar tidak jatuh sakit, atau mengingat kembali tentang hal-hal yang menyebabkan anaknya sakit. 3) Ketakutan, cemas, dan frustasi.

Ketakutan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya penyakit dan tipe prosedur medis. Frustasi dihubungkan dengan kurangnya informasi mengenai prosedur dan

pengobatan, atau tidak familiar dengan peraturan rumah sakit. 4) Depresi.

Biasanya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak berlalu. Ibu sering mengeluh merasa lelah secara fisik maupun mental. Hal-hal lain yang membuat orang tua cemas dan depresi adalah kesehatan anaknya dimasa-masa yang akan datang, misalnya efek dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan.

20

b. Reaksi saudara sekandung (Sibling)

Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, benci, dan merasa bersalah. Orang tua sering kali mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang sakit, hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak. c. Penurunan peran anggota keluarga. Dampak perpisahan tehadap peran keluarga adalah kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu. Perhatian orang tuanya hanya tertuju pada anak yang sakit. Akibatnya, saudarasaudaranya yang lain tidak adil. 2.2.4 Hospitalisasi a. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan 1) Roming in Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama, jika tidak bisa sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat Peran Perawat Dalam Mengurangi Stress Akibat menganggap bahwa hal tersebut adalah

21

untuk mempertahankan kontak/komunikasi antara orang tua dan anak.

2) Partisipasi orang tua Orang tua diharapkan dalam berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan seperti : memberi kesempatan orang tua untuk menyiapkan makanan atau memandikan. Perawat berperan sebagai health educator bagi keluarga. 3) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster/kartu bergambar

sehingga anak merasa lebih aman. b. Meminimalkan perasaan kehilangan kendali Hal yang dilakukan untuk dapat meminimalkan rasa kehilangan kendali antara lain : 1) Mengusahakan kebebasan bergerak. 2) Mempertahankan kegiatan rutin anak. 3) Dorongan anak untuk independen. c. Mencegah dan meminimalkan perlukaan tubuh dan rasa sakit Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa yang nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan, perawat dapat

22

menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika ia takut dan sebagainya. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi akibat perlukaan tubuh, misalnya jika anak diukur suhu perrectal dapat dilakukan melalui ketiak/axila. 2.3. Konsep Dasar Penyakit Asthma Bronchiale 2.3.1 Pengertian Asthma adalah suatu penyakit yang di tandai oleh suatu episode batuk dan mengakibatkan obstruksi aliaran udara dalam derajat yang bervariasi dna mengi akibat memberi respon terhadap pemberian brokodilator.(Hull David, 2008) Asthma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible di mana trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer,Suzaanne.C. 2001). Asthma adalah penyakit paru dengan karakteristik: obstruksi saluran napas yang reversible, inflamasi saluran napas dan peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan ( Suyono,H.2001) Asthma adalah suatu penyakit paru dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.( Arif, Muttaqin, 2008 )

23

2.3.2

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


a. Anatomi sistem pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan. ( 2010, Anatomi fisiologi Sistem pernapasan) Saluran pernapasan di bagi menjadi dua, antara lain :
1)

Saluran pernapasan atas a) Hidung Hidung merupakan pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan keluar melalui hidung, yang terbentuk

24

dari dua tulang hidung dan beberapa kartilago. Terdapat dua pintu pada dasar hidung nostril (lubang hidung), atau nares eksternal yang tengahnya. Rongga nasal berhubungan dengan beberapa rongga lain yang terdapat dalam rongga tengkorak, yaitu sinus paranasal yang fungsinya adalah untuk meringankan tulang tengkorak dan memberikan resonansi suara. Rongga ini berhubungan dengan rongga nasal melalui saluran kecil yang juga dilapisi oleh membran mukosa. Karena saluran ini sempit, maka ia mudah tersumbat selama proses inflamasi dan infeksi. Lendir dan cairan lainnya terperangkap dan menumpuk di dalam sinus yang tersumbat, menimbulkan tekanan yang terasa sangat nyeri (Asih,Yasmin. 2003). b) Faring Faring atau tenggorokan adalah tuba muscular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan inferior vertebra servikalis. Secara deskriptif, faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lainnya. Segmen tersebut adalah : nasofaring (bagian paling dipisahkan oleh septum nasal dibagian

atas/superior), orofaring (terletak di belakang mulut) dan laringofaring (bagian inferior). (Asih, Yasmin. 2003). c) Laring

25

Laring

sering

disebut

kotak

suara,

nama

yang

menunjukkan salah satu fungsinya yaitu berbicara. Laring memungkinkan udara mengalir di dalam struktur ini dan mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam trachea. Laring menjadi tempat pita suara, dengan demikian laring menjadi sarana pembentukan suara. Dinding laring terutama dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Kartilago laring terdiri dari sembilan buah yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk struktur seperti kotak, yang teraba pada permukaan anterior leher. Pada pria, kartilago ini membesar yang disebut Adam sapple atau buah jakun. (Asih, Yasmin. 2003) 2) Saluran pernapasan bawah a) Trachea Trachea adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 10 13 cm dengan lebar sekitar 2,5 cm. trachea terletak disekitar esophagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur yang keras dan kaku tepat dipermukaan anterior leher. Trachea memanjang dari laring ke arah bawah ke dalam rongga thoraks. Dinding trachea disangga oleh cincin kartilago, otot polos dan dan serat elastik. Cincin kartilago ini berijung terbuka menghadap belakang seperti huruf C yang banyaknya sekitar 16

26

sampai 20 buah. Ujung terbuka dari cincin ini dihubungkan oleh otot polos dan jaringan ikat, memungkinkan pelebaran esophagus ketika makanan ditelan (Asih, Yasmin.2003).
b) Bronkhus

Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris di bagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kana dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang di cari ketika memilih posisi drainase postura yang paling efektif untuk klien tertentu. Bronkus sigmental kemudian di bagi lagi menjadi bronkud subsegmental. Bronkus ini di kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki ateri, limpatik dan syaraf. (Manurung Santa dkk, 2009)
c) Bronkiolus

Merupakan cabang dari bronkhus sekunder yang dibagi kedalam saluran-saluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Kedua bronkiolus ini mempunyai diameter < 1 mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia, tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil difusi terjadi pada bronkiolus respirasi. d) Alveoli

27

Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respiratori. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung + 300 juta alveolus (luas permukaan + 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah. e) Paru paru Paru paru terletak dikedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma, bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada bagian tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus, tempatnya bronkus primer dan masuknya arteri dan vena pulmonalis ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon bronkial, jutaan alveoli dan jaringan jaringan kapilernya serta jaringan ikatnya. Sebagai organ, fungsi paru paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfer dan udara dalam aliran darah. Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri dari 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisurra. Setiap

28

lobus dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat. Lobus kemudian dbagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus yang masing masing mempunyai bronchiole, arteriole, venula dan pembuluh limfatik.

Gambar 2.2 Anatomi Paru http://1.bp.blogspot.com//paru-paru.jpg Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura. Lapisan luar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleura ini

29

mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel sel serosa di dalam pleura. Cairan pleura melicinkan permukaan kedua membran pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru paru

mengembang dan berkontraksi selama bernapas (Asih, Yasmin. 2003).


b. Fisiologi pernapasan 1)

Pernapasan paru ( Pernapasan pulmoner ) Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang

terjadi

pada

paru-paru.

Pernapasan

melalui

paru

atau

pernapasan externa,oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas di mana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membrane,di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru paru karbon dioksida merupakan hasil buangan menembus membrane alveoli,dari kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Ada 4 (empat) proses yang berhubungan dengan pernapasan paru, yaitu ;
a) Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan eluar dari

paru-paru. Gerakan dalam pernapasan adalah ekpansi dan

30

inspirasi. Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu yang

bersamaan otot-otot interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang di dalam dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
b) Difusi gerakan di antara udara dan karbondioksida di

dalam alveoli dan darah di dalam kapiler sekitarnya. Gasgas melewati hampir secara seketika di antara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya.
c) Transportasi gas dalam darah adalah pengangkutan

oksigen dan karbondioksida oleh darah. Oksigen di transportasi dalam darah: dalam sel-sel dalam darah; oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah terang. Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam plasma. d) Pertukaran gas dalam jaringan Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara darah dan jaringan. 1. Oksigen

31

Bila darah yang teroksigenisasi mencapai jaringan, oksigen mengalir dari darah masuk ke dalam cairan jaringan karena tekanan parsial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir ke dalam sel-sel sesuai kebutuhannya masing-masing. 2. Karbondioksida Karbondioksida di hasilkan dalam sel mengalir ke dalam cairan jaringan. Tekanan parsial karbondioksida dalam cairan jaringan lebih besar dari pada tekanannya dalam darah, dan karenanya karbondioksida mengalir dari cairan jaringan ke dalam darah.

32

Tabel 2.1 Volume dan Kapasitas Pulmonal Volume 1 Deskripsi 2 Volume udara yang mengalir ke dalam/ke luar dari saluran pernapasan selama siklus pernapasan normal 2 Volume udara maksimum yang dapat dialirkan ke dalam saluran pernapasan setelah inspirasi normal Nilai Normal 3 Kapasitas 4 Rumus 5 Nilai normal 6

Volume tidal (TV)

500 ml

Kapasitas vital (VC)

TV+IR V+ERV

45005000 ml

Volume cadangan inspirasi (IRV)

30003300 ml

Kapasitas inspirasi (IC)

TV+IR V

35003800 ml

33

Volume udara yang maksimum Volume yang dapat Kapasitas cadangan dialirkan ke 1000residual ekspirasi luar saluran 1200 ml fugsional (ERV) pernapasan (FRC) setelah ekspirasi normal Volume udara yang tersisa Volume dalam saluran Kapasitas residual pernapasan 1200 ml paru total (RV) setelah (TLC) ekspirasi maksimum Dikutip dari : Asih, Niluh Gede Yasmin, (2003) 2.3.3 Etiologi

ERV+R V

22002400 ml

TV+IR V+ERV + RV

57006200 ml

Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asthma bronchiale belum diketahui dengan pasti, namun terdapat faktor-faktor yang umumnya mencetuskan serangan asthma (Asih, Yasmin. 2003) yaitu : a. Faktor lingkungan: perubahan suhu lingkungan, kelembaban udara. b. Polutan atmosfir: asap rokok dan industri c. Bau yang menyengat: parfum d. Alergen: bulu hewan, debu Allergen dapat di bagi menjadi tiga jenis,yaitu :
1) inhalen, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti

debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

34

2) ingestan, yang masuk melalui mulut seperti makanan dan

obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

e. Olahraga yang berlebihan Sebagian besar penderita asthma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas atau olah raga yang berat f. Stres atau gangguan emosional Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asthma,selain itu juga memperberat serangan asthma yang sudah ada. Disamping gejala asthma yang timbul harus segera diobati penderita asthma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asthmanya belum bisa diobati
g. Medikasi : aspirin h. Enzim: termasuk yang digunakan untuk laundry i.

Bahan-bahan kimia: toluena yang digunakan dalam pelarut cat, karet dan plastik. (Asih,Yasmin,2003)

2.3.4

Tipe Asthma Bronchiale Terdapat dua tipe utama asthma yaitu :


a.

Asthma Ekstrinsik
1) Disebut juga asthma alergi atau atopik.

35

2) Aktivasi sel mast, infiltrasi eosinofil. 3) Dicetuskan oleh antigen dari lingkungan 4) Terjadi reaksi antigen-antibodi immunoglobulin E (IgE)

spesifik.
5) Mediator

inflamatori termasuk histamin, bradikinin, faktor penyakit trombosit, prostaglandin,

leukotrienes

tromboksan A2 dan faktor kimia untuk eosinofik, trombosit, netropil dan limfosit T.
6) Spasme bronkus terjadi dalam hitungan menit kemudian

memulih, reaksi lambat terjadi 4-8 jam kemudian


b.

Asthma Intrinsik 1) Penyebab alergi tidak diketahui.


2) Serangan terjadi pada masa dewasa dan dapat sangat

parah.
3) Faktor pencetus termasuk infeksi tractus respiratorius,

obat-obatan, iritan dari lingkungan, udara dingin, udara kering, olahraga dan stres emosional.
4) Kemungkinan penyebab spasme bronkus terjadi akibat

ketidakseimbangan antara sistem saraf otonom divisi simpatis dan parasimpatis.


5) Mediator kimia menyebabkan inflamasi dan konstriksi

bronkus. (Asih,Yasmin.2003)

36

Tabel 2.2 .Klasifikasi Derajat Asthma (Mansjoer,Arif,at.all.2001) Derajat Asthma Gejala Gejala Malam Fungsi Paru

INTERMITEN mingguan

Gejala < 1x/minggu tanpa gejala di luar serangan.serangan siang fungsi paru asimtomatik dan normal luar serangan. Gejala > 1x/minggu tapi <1x/hari serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur. Gejala harian menggunakan obat setiap hari .serangan mengganggu aktivitas dan tidur serangan 2x/minggu,biasa berharihari

< 2 kali sebulan

VEP 1 ( Volume ekspirasi paksa detik pertama) atau APE > 80%

PERSISTEN RINGAN mingguan

> 2 kali VEP1 atau APE > 80% seminggu normal

PERSISTEN SEDANG Harian

VEP 1 atau APE > > sekali 60% tetapi < 80% seminggu normal

Gejala terus menerus PERSISTEN aktivitas fisik terbatas BERAT kontinu sering serangan

Sering

VEP 1 atau APE < 80% normal

37

2.3.5 Patofisiologi

Menurut Smeltzer, (2001) pada asthma alergik, pemajanan terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, merangsang pelepasan histamin, bradikinin dan prostaglandin oleh sel mast yang menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Pada asthma idiopatik non alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan

bronkokonstriksi, juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Selain itu, reseptor alfa terangsang yang mengakibatkan penurunan ciklik adenosine monophosfat (CAMP) yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast yang menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang banyak sehingga lumen menyempit (obstruksi) dan mukus yang banyak merangsang untuk batuk. Jalan napas yang tersumbat (obstruksi) menyebabkan dispnea, mengi, ekspirasi, ekspirasi memanjang (lebih lama dari inspirasi) sehingga suplai O2 menurun dan tubuh berkompensasi dengan cara

38

menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Tanda selanjutnya adalah takikardi, berkeringat, kelelahan, hipoksemia sampai hipoksia.

Pencetus serangan (allergen, emosi/ stress, obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibody

Dikeluarkannya substansi vasoaktif

2.3.6 Pathway

(histamine, bradikinin, dan prostaglandin)

Kontraksi otot polos

permeabilitas kapiler

Sekresi mucus meningkat

bronkopasme

Kontraksi otot polos Edema mukosa hipersekresi

Produksi mucus bertambah

Obstruksi saluran napas Bersihan jalan napas tidak efektif Hipoventilasi Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru Gangguan difusi gas di alveoli Kerusakan pertukaran gas Hipoksemia hiperkapnea Intoleransi aktivitas Suplay O2 kejaringan berkurang Metabolisme tidak adekuat Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Menurunnya kadar O2

Pembentukan energi berkurang

39

Gambar 2.3.Bagan perjalanan penyakit atau pathway asthma bronchiale (Irman Somantri, 2009)

2.3.7 Tanda dan Gejala a. Tanda Menurut Smeltzer, Suzanne. (2001) tanda tanda yang biasa terdapat pada klien dengan asthma bronchiale adalah sebagai barikut : 1) Keadaan umum : lemah, composmentis, cemas, gelisah, panik dan berkeringat banyak 2) Tekanan darah meningkat
3) Respiratori rate meningkat 4) Otot otot bantu pernapasan hypertropi 5) Adanya wheezing

6) Ekspirasi lebih panjang dari inspirasi b. Gejala

40

1) Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing 2) Dapat

disertai batuk dengan sputum kental, sukar

dikeluarkan 3) Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan


4) Sianosis bibir dan dasar kuku, takikardi, gelisah, pulsus

paradoksus Tanda-tanda serangan asma berat: a) Sianosis, b) Takipnea > 25 (tetapi hati-hati jika lelah pernapassan bisa menurun), c) Takikardi > 120, d) Pulsus paradokus (tetapi tidak di temukan pada sepertiga serangan) e) Mengantuk, f) Tak mampu bicara, g) Dada tenang, h) Tidak membaik dengan nebulizer beta-2 agonis i) Bingung. (Gleadle Jonatan, 2005).
2.3.8 Pemeriksaan Penunjang

a.

Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asthma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan

41

sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asthma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, olehl karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri pada asthma dapat disamakan dengan tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes mellitus. Banyak pasien asthma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien sudah mendapat serangan asthma dan bahkan bila

42

berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit paru obstruktif kronik. b. Uji Provokasi Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untu melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan alargen, hanya dilakukan pada pasien yang alargi terhadap alergen yang diuji. c. Sputum Pemeriksaan Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asthma,

sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. d. Pemeriksaan Eosinofil Total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asthma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asthma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai

43

sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien lama. e. Uji Kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asthma, demikian pula sebaliknya. f. dlaam Sputum Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya. g. Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asthma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normokapnia. Selanjutnya pada asthma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik. (H. Slamet Suyono, 2001) 2.3.9 Penatalaksanaan Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik

44

a.

Penatalaksanaan Non Farmakologik 1) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan. 2) Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien. 3) Fisioterapi Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah

pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
b.

Penatalaksanaan Farmakologik Menurut Smeltzer, Suzanne C, at.all, (2001), yang termasuk obat anti asthma adalah:
1)

Agonis Beta (agen -adrenergik) Merupakan medikasi awal dalam mengobati asthma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronchiale, meningkatkan kimiawi gerakan siliaris, dan menurunkan mediator efek

anapilaktik

dapat

menguatkan

45

bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agen adrenergik yang sering digunakan adalah epinefrin, albuterol, metapraterenol, isopreterenol, isoetharine, dan terbutalin, biasanya diberikan secara parentral atau inhalasi, efek sampingnya dapat berupa sukar tidur, tremor, anoreksia, konstipasi dan sukar kencing. 2) Metal santin Contoh: aminofilin dan teofilin, mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas dan

meningkatkan kontraksi diafragma. Aminofilin (bentuk IV teofilin) diberikan secara intravena, teofilin diberikan peroral. Harus-hati-hati ketika memberikan obat ini secara intravena. Jika obat ini diberikan terlalu cepat dapat terjadi takikardi atau distritmia jantung. 3) Antikolinergik Contoh: atropin, atropin metilnitrat dan ipratropium bronuda. Agen ini diberikan melalui inhalasi. Agen ini jarang digunakan karena efek sistemiknya seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur dan palpitasi. 4) Kortikosteroid Diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau melalui inhalasi

(beklometason, deksametason).Agen ini diduga mengurangi

46

inflamasi dan bronkokonstriksi. Penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan dapat mengakibatkan ulkus peptikum, osteoporosis,supresi adrenal,miopati steroid dan katarak. 5) Inhibitor Sel Mast Medikasi ini diberikan secara inhalasi, mencegah pelepasan mediator kimiawi anapilatik. Dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan napas. Contohnya: natrium kromolin.

Tabel 2.3. Terapi Serangan Asthma Akut No Beratnya serangan 1 1 2 Ringan: a. normal b. bicara aktivitas hampir dalam kalimat penuh c. nadi < 100x/menit ( APE > 60%) Terapi Lokasi

2.

Sedang: a. Hanya mampu berjalan jarak

3 4 Terbaik: Dirumah Agonis beta -2 isap boleh diulangi 1 jam kemudian atau tiap 20 menit dalam 1jam Alternatif: a. Agonis beta -2 oral dan atau 3x1/2-1 tablet ( 2mg) oral b. Teufilin 75 150 mg oral c. Lama terapi menurut kebutuhan Terbaik: a. Puskesmas Agonis beta -2 secara b. Klinik rawat nubulisasi 2,5-5 mg,dapat jalan diulangi sampai 3 kali c. UGD

47

dekat b. Bicara dalam kalimat terputus putus c. Nadi 100120x/menit d. APE 4060%

3.

Berat: a. Sesak pada istirahat b. Bicara dalam kata terputus-putus c. Nadi >120x/menit d. APE < 40% atau 2 100ml/menit

dalam satu jam pertama dan dapat dilanjutkan setiap 1-4 jam kemudian . Alternatif: a. Agonis beta-2 intramuskuler (IM)/adrenalin SC b. Teofilin IV 5 mg/kgBB/intravena,pe lan-pelan c. Steroid IV,hidrokortison 100200 mg itrravena d. Oksigen 4 liter/menit Terbaik: a. Agonis beta -2 secara nebulasi dapat diulangi sampai 3x dalam 1 jam pertama selanjutnya dapat diulangi setiap 1-4 jam kemudian b. Teofilin IV dan infuse c. Steroid IV dapat 3 diulangi /8-12 jam d. Agons beta -2 SC/IV/6 jam e. Oksigen 4 liter /menit f. Pertimbangan nebulasi ipratropium bromide 20 tetes

d. Praktek dokter umum e. dirawat RS bila tidak respon dalam 2-4 jam

a. UGD b. Rawat bila tidak respon dalam 2-3 jam c. Pertimbangan rawat icu bila cendrung memburuk/ progresif 4

Terbaik: a. Lanjutkan terapi sebelumnya b. Pertimbangan anastesi umum untuk terapi c. Pernafasan intensif bila perlu dilakukan kurasan bronco alveolar(BAL) ( Mansyoer,Arif,at,.all.2001)

Mengancam jiwa a. Kesadaran menurun b. Kegelisahan c. Sianosis d. Henti nafas

ICU ( intensive care unit )

48

Table 2.4. Pengobatan Asthma Jangka Panjang (kronik) No 1 1. Derajat asthma 2 Asthma persisten Obat pengontrol ( harian ) 3 Tidak perlu Obat pelega 4 a. Inhalasi agonis beta-2 bila perlu b. Intensitas pengobatan tergantung berat eksaserbasi c. Inhalasi agonis beta-2 atau kromolin dipakai d. sebeluma ktivitas atau pajanan alergen

2.

Asthma persisten ringan

3.

Asthma persisten sedang

a. Inhalasi kortikostiroid 200500 mg/kromolin/nedokromolin atau teofilin lepas lambat b. Bila perlu ditingkatkan sampai 800 mg atau di tambahkan bronkodolilator 3 aksi lama terutama untuk mengontrol asthma malam .dapat diberikan agonis beta -2 aksi lama inhalasi atau teofilin lepas lambat a. Inhalasi kortikosteiroid 800-2000 mg b. Bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asthma malam,berupa agonis beta-2 inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat a. Inhalasi kortikosteiroid 800-2000 mg atu lebih b. Bronkodilator aksi lama,berupa agonis beta -2 inhalasi atau oral atau

Inhalasi agonis beta -2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 3-4 kali sehari

4.

Asthma persisten berat

49

teofilin lepas lambat


c. Kortikosteroid oral

jangka panjang (Mansyoer,Arif,at,.all..2001) Terapi awal asthma yaitu:


a. b.

Oksigen 4-6 liter/menit Agonis -2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau

terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis -2 secara subcutan (SC) atau intravena (IV) dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
c.

Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kg berat badan (BB).

Jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya, maka cukup diberikan setengah dosis.
d.

Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada

respon segera dengan menggunakan steroid oral atau serangan sangat berat. Respon terhadap terapi awal adalah sebagai berikut: a. b. c. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan Pemeriksaan fisik normal Arus puncak ekspirasi( APE > 70%)

Jika respon tadak ada atau tidak baik terhadap terapi awal klie sebaiknya di rawat di rumah sakit.

50

2.3.10 Komplikasi

Menurut Suyono, H. Slamet (2001) komplikasi dari asthma bronchiale adalah sebagai berikut : a. Pneumotoraks
b. Pneumomediastinum dan empisema subkutis

c. Atelektasis d. Bronkhitis e. Aspergilosis bronkopulmoner alergik f. Gagal napas g. Status asmatikus 2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diagnosa Medis Asthma Bronchiale Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, berdasarkan kaidah-kaidah

keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan obyektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. (Ali. H. Zaidin, 2001). Proses Keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis serta identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan (Hidayat, A. 2001).

51

Langkah - langkah dalam penerapan asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. 2.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar. Informasi yang didapat dari (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data skunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes dignostik, keluarga dan orang yang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Hidayat, A. 2001). Langkah - langkah pengkajian pada klien dengan diagnosa medis asthma bronchiale adalah sebagai berikut : a. Pengumpulan data 1) Identitas
a) Identitas klien

Klien dengan asthma dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini.Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun ( Irman,S.2009 ) Pada masa kanak kanak di temukan prevalensi asthma pada anak laki- laki berbanding anak perempuan 1.5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih

52

kurang sama dan pada masa menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal klien dapat berpotensial sebagai pencetus serangan asthma( Suyono, H. Slamet ,2001) b) Identitas penanggung jawab, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, hubungan dengan klien. 2) Keluhan utama Keluhan utama pada klien dengan asthma bronchiale biasanya mengeluh dispnea (kesulitan bernapas).

3)

Riwayat penyakit sekarang Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri dada, batuk dan pembentukan sputum.

4)

Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah klien pernah mengalami gangguan kesehatan dimasa lalu seperti cedera, pembedahan/operasi dan penyakit lain yang pernah dialami dimasa lalu. Tanyakan juga tentang perawatan dan pengobatan dimasa lalu apakah teratur atau tidak.

5)

Riwayat penyakit keluarga

53

Tanyakan klien apakah ada riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan, misalnya asthma, fibrosis kistik,

emfisema atau penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan tuberculosis atau alergi.
6)

Riwayat psikososial Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma.

7)

Pola kebiasaan sehari hari ( bio-psiko-sosial-spiritual) a) Respirasi dan ventilasi Pada kasus asthma yang sering ditemukan adalah adanya bunyi napas, sesak, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi, napas pendek dan cepat. b) Nutrisi Pada klien dengan dianosa asthma bronchiale

menunjukkan penurunan nafsu makan ( anorexia )


c)

Kebiasaan eliminasi, warna, dan bau

54

Yang perlu dikaji adalah berapa kali BAB ( buang air besar), konsisten, warna,dan bau.Sedangkan pada BAK ( buang air kecil) yang perlu dikaji yaitu berapa kali buang air kecil, warna, dan apakah terpasang kateter atau tidak. d) Istirahat dan tidur Pada klien dengan asthma akan mengalami gangguan istirahat tidur e) Pola kebersihan ( personal hygiene ) Kebutuhan personal hygiene klien terpenuhi sendiri atau di bantu oleh orang lain. f) Pola aktivitas Pada kllien dengan asthma terjadi penurunan toleransi aktivitas karena adanya kelemahan,lesu dan sesak

8)

Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Apakah klien tampak gelisah,sukar bernafas b) Kesadaraan Pada klien asthma kesadaraan biasanya compos mentis c) Tanda-Tanda Vital Meliputi : tekanan darah, nadi, respirasi, suhu dan berat badan. d) Pemeriksaan Persistem

55

Menurut Arif Muttaqin,2008.Pemeriksaan persistem pada klien asthma adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)

(a)Inspeksi Pada klien asthma terlihat adanya peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan.Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi pernapasan. (b) Palpasi Pada palpasi biasanya kesimetrisan,ekspansi dan taktil fremitus normal
(c) Perkusi

Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (d) Auskultasi Terdapat suara vesikuler yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,dengan bunyi tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

56

2) B2 ( Blood )

Perawat perlu memonitor dampak asthma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamika seperti nadi,tekanan darah dan CRT.
3) B3 ( Brain )

Pada saat inspeksi tingkat kesadaran perlu di kaji.Di samping itu,di perlukan pemeriksaan GCS,untuk

menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,somnolen, atau koma.


4) B4 ( Bladder )

Pengukuran volume output urine perlu di lakukan karena berkaitan dengan intake cairan.Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 ( Bowel )

Perlu juga di kaji tentang bentuk turgor, nyeri dan tanda- tanda infeksi mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asthma.Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitankesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.Pada klien dengan sesak napas sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi

57

dispnea saat makan, laju metabolisme serta kecemasan yang di alami klien.
6) B6 ( Bone )

Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tandatanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,

kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat serta berapa besar akibat kelelahan yang di alami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu di kaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja, dan aktivitas lainnya.Akrivitas fisik juga dapat menjadi factor pencetus asthma yang di sebut dengan exercise induced asthma.

2.2.2.Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan

actual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan

58

untuk mencapai tujuan asuhan keperawat sesuai dengan kewenangan perawat. (Nursalam,2001 ). Klasifikasi diagnosa keperawatan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a.

Diagnosa aktual adalah masalah keperawatan yang sedang

di alami oleh klien dan memerlukan bantuan dari perawat.


b.

Diagnosa resiko adalah masalah keperawatan yang belum

terjadi tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan bantuan keperawatan.
c.

Diagnosa

kemungkinan

possible

yaitu

diagnosa

keperawatan yang menggambarkan masalah yang mungkin terjadi tetapi masih memerlukan data tambahan, biasanya tanda /gejala belum ada tetapi factor penyebab sudah ada.
d.

Diagnosa potensial wellnes adalah diagnosa keperawatan

yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan akan dapat terjadi jika tidak di lakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah belum tetapi etiologi sudah ada.
e.

Diagnosa syndrome adalah diagnosa yang terdiri dari

kelompok diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

59

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan asthma bronchiale adalah sebagai berikut :
a.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dispneu, sianosis, kelainan suara nafas

bronkospasme,

(rales,wheezing), batuk tidak efektif, produksi sputum, perubahan frekuensi dan irama napas.
b.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme

bronkus, penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, keletihan, somnolen, sianosis, warna kulit abnormal, hipoksemia.
c.

Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

berhubungan dengan kelemahan otot yang di gunakan untuk menelan /mengunyah, berat badan 20% atau lebih dibawah ideal.
d.

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan O2.. ( Nanda,2007 2008 ) 2.2.3. Rencana Tindakan Keperawatan Rencana keperawatan adalah sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu di perhatikan : (Nursalam. 2001) a. Menentukan Prioritas Berbagai cara dalam memperioritaskan masalah diantaranya :

60

1) Berdasarkan Hierarki Maslow yaitu kebutuhan fisologis,

keamanan/ keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri, serta aktualisasi diri. 2) Berdasarkan Griffith-Kenney Christensen dengan urutan : a) Ancaman kehidupan dan kesehatan b) Sumber daya dan dana yang tersedia c) Peran serta klien
d) Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan

b.

Menentukan Kriteria Hasil Hal hal yang harus di perhatikaan dalam menentukan kriteria hasil yaitu SMART :
1)

S(Spesifik) bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu misalnya pasien dapat menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 hari setelah operasi.

2)

M(Measurable) dapat di ukur misalnya pasien dapat menyebutkan tujuan batuk efektif dengan benar, dan mendemontrasikan cara batuk efektif.

3) 4)

A (Achievable) artinya tujuan harus di capai. R(Reasonable) artinya tujuan harus dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.

5)

T (Time) menunjukkan jangka waktu tertentu

c.

Menentukan Rencana Tindakan

61

Tujuan

perencanaan

adalah

untuk

mengurangi,

menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) tujuan (obyektif), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi

keperawatan. d. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan klien tatapi juga jenis dan kwalitas pelayanan kesehatan. Tujuan utama dokumentasi adalah :
1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka

mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindaka
2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan

etika. ( Nursalam,2001 )

Tabel 2.5. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperaw atan Rencana Tindakan Tujuan & Kriteria Hasil 3 Rencana 4 Rasional 5

N o 1

Setelah dilakukan

1. Buka jalan nafas, 1. Teknik ini memperbaiki

62

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubung an dengan bronkospa sme.

tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali normal dengan kriteria:


1. Klien

mendemonstrasi kan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada prused lips).

gunakan teknik ventilasi dengan chin lift atau jaw mempertahankan jalan thrust bila perlu. nafas. 2. Posisikan pasien 2. Posisi dengan kepala untuk perlunya menengadah ke atas pemasangan alat dapat memaksimalkan jalan nafas udara yang masuk. buatan. 3. Lakukan 3. Drainase postural dan fisioterapi dada perkusi penting untuk jika perlu. membuang secret kental dan memperbaiki ventilasi.
4. Keluarkan sekret 4. Kental, tebal dan

dengan batuk atau suction.

5. Auskultasi suara

napas, catat adanya suara tambahan

banyaknya sekret adalah sumber utama gangguan gas pada jalan nafas.penghisapan di butuhkan bila batuk tidak efektif. 5. Spasme bronkus yang terjadi mengakibatkan.

63

2. Menunjuk kan jalan nafas yang paten:


klien tidak

obstruksi yang di tandai dengan adanya suara napas tambahan seperti: mengi,wheezing
6. Hidrasi membantu

6. Atur intake cairan merasa untuk tercekik, mengoptimalkan frekuensi keseimbangan pernafasan dalam rentang 7. Kolaborasi dalam normal, pemberian tidak ada suara bronkodilator bila nafas perlu abnormal. Mampu mengidentifika sikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.

menurunkan kekentalan secret dan menurunkan spasme bronkus. 7. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular.

2 Gangguan pertukaran gas berhubung an dengan spasme bronkus.

Setelah dilakukan tindakan keperwatan di harapkan pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1. Adanya

1. Buka jalan napas,

gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila perlu. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas.


1.

peningkatan 3. Pasang mayo bila ventilasi dan perlu. oksigenasi yang adekuat. 2. Kebersihan paru terpelihara dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan 3 4

2. Posisi dengan kepala menengadah ke atas dapat memaksimalkan udara yang masuk Mencegah lidah klien menghambat jalan napas
3.

64

3. Tanda-tanda 4. Lakukan vital dalam fisioterapi dada rentang normal. jika perlu. TD : 120 /80 mmHg N : 60-120 x/menit S : 360-370C 5. Auskultasi suara RR : 16-24 napas, catat x/menit adanya suara tambahan.

Drainase postural dan perkusi penting untuk membuang secret kental dan memperbaiki ventilasi
4.

Bunyi napas tidak redup karena penurunan aliran udara.Adanya mengi mengidentifikasisik an spasme bronkus
5.

6. Atur intake

cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.


7. Monitor rata-rata

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret dan menurunkan spasme bronkus.


6.

kedamaian, irama dan usaha respirasi.

7. Membantu dalam pengawasan suara napas tambahan.

8. Catat pergerakan 8. Evaluasi derajat

65

dada, amati pernapasan dan kesimetrisan, atau kronisnya penggunaan otot proses penyakit. tambahan, retraksi otot supraclavi cular dan intercostal. 9. Monitor suara 9. Identifikasi adanya nafas seperti penimbunan pada dengkur. jalan napas 10. Catat lokasi 10. Perubahan lokasi trakea trakea dapat meningkatkan status sesak 11.Kolaborasi dalam 11. Bronkodilator pemberiaan mendilatasi jalan bronkodilator napas dan bila perlu membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular.
3

Keseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Setelah tindakan keperawatan di harapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Adanya

1. Kaji adanya alergi makanan. 2. Monitor adanya penurunan berat badan.

1.

peningkatan berat badan 3. Monitor tipe dan sesuai Tujuan jumlah aktivitas 2. Berat badan yang biasa ideal sesuai dilakukan dengan tinggi badan. BB Ideal = (TB-100)-10%

Alergi makanan sebagai pencetus peningkatan pernapasan. 2. Penurunan berat badan menunjukkan intake nutrisi yang tidak adekuat.
3.

Tipe dan jumlah aktivitas mempengaruhi Pengeluaran energi yang berarti

66

3. Tidak ada

tanda-tanda malnutrisi. 4. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti.

4. Monitor lingkungan selama makan. 5. Monitor mual dan muntah.

4.

lingkungan yang bersih dan nyaman meningkatkan nafsu makan klien

5. Mual dan muntah dapat menghilangkan nutrisi tubuh


6. Metode makan

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutiri yang dibutuhkan pasien.

dan kebutuhan kalori yang di dasarkan pada situasi /kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi yang optimal.

Intoleransi aktivitas berhubung an dengan ketidaksei mbangan antara suplay dan kebutuhan O2

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria: 1. Suplay oksigen kejaringan terpenuhi 2. tidak adanya

1. 1. Menetapkan Evaluasi respons kemampuan / pasien terhadap kebutuhan pasien aktivitas. Catat dan memudahkan laporan dyspnea intervensi peningkatan kelemahan/kelela han dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. 2. Tirah baring 2. dipertahankan Jelaskan selama fase akut pentingnya untuk menurunkan istirahat dalam kebutuhan rencana metabolik, pengobatan dan menghemat energi perlunya untuk keseimbangan penyembuhan aktivitas dan istirahat. 4 5

67

3. dispnea kelemahan.

3. 3. pasien mungkin Bantu pasien nyaman dengan memilih posisi kepala tinggi atau nyaman untuk menunduk kedepan istirahat dan atau meja atau bantal. tidur. 4. meminimalkan kelelahan dan 4. membantu Bantu aktivitas keseimbangan perawatan diri suplai dan yang diperlukan kebutuhan oksigen. 5. 5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung. menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

2.2.4 Tindakan Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing aders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Nursalam. 2001). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. (Nursalam. 2001).

68

Tahap-Tahap Tindakan Keperawatan Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan yaitu : 1) Tahap Persiapan Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada

tahap perencanaan. b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan. c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul. d) Menentukan diperlukan. e) Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. f) Mengiidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan. 2) Tahap Intervensi Fokus tahap pelaksanaan tindakan dari perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. dan mempersiapkan peralatan yang

69

Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independent, dependent, dan interdependent a) Indepedent Tindakan keperawatan independent adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. b) Dependent Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan

rencana tindakan medis. c) Interdependent Interdependent tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tindakan sosial, ahli gigi, fisioterapi dan dokter.
3) Tahap Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Ada 3 tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi: a) b) c) Sources-Oriented Records Problem-Orientasi Record Computer Assisted Recods

70

2.2.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah dicapai. (Nursalam. 2001). a. Tujuan Evaluasi 1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan). 2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien

mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan). 3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). b. Proses Evaluasi Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap : 1) Mengukur pencapaian klien 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. c. Komponen Evaluasi 1) 2) 3) Menentukan kriteria, standar, dan pertanyaan evaluasi. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar. 4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.

71

5)

Melaksanakan kesimpulan.

tindakan

yang

sesuai

berdasarkan

Menurut Hidayat, A. (2001) dalam mengevaluasi klien ada catatan perkembangan yang harus didokumentasikan adalah sebagai berikut : S : Data Subyektif Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan , dikeluhkan, dan dikemukakan klien. O : Data Obyektif Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain. A : Analisis Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru. P : Perencanaan Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana tidak efektif. I : Implementasi

72

Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana. E : Evaluasi Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien teratasi. R : Reassesment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.

73

BAB 3 TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn A DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASTHMA BRONCHIALE DI RUANG INTERNA I RUMAH SAKIT UMUM Dr.R.SOEDJONO SELONG Tanggal 29 Juli s/d 01 Agustus 2011 3.1 Pengkajian Tanggal masuk rumah sakit Jam masuk rumah sakit Nomor register Ruang/kelas Diagnosa medis Tanggal pengkajian 3.1.1 Identitas klien a. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Tn. A : 62 tahun : Laki-laki : Islam : Spg : Guru : Suka mulia : 29 Juli 2011 : 11.15 WITA : 003658 : IB : ASTHMA BRONCHIALE : 29 Juli 2011

74

Status

: Kawin

b. Nama Umur

Identitas Penanggung Jawab : Ny. M : 56 tahun

Hubungan dengan klien : Istri Alamat 3.1.2 : Suka mulia Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit sekarang 1) Keluhan Utama a) Saat masuk rumah sakit

Klien mengeluh sesak nafas. b) Riwayat penyakit sekarang

Pada tanggal 29 Juli 2011 pukul 11.15 keluarga klien mengatakan, klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Dr.R.Soedjono Selong melalui IGD dengan keluhan

sesak napas sejak 3 hari yang lalu, batuk disertai dengan dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan otot bantu

pernafasan sternocleido mastoideus, tampak pergerakan

75

dinding dada dengan penggunaan otot bantu diafragma, pucat, berkeringat, akral teraba dingin,serta segala kebutuhan klien dibantu oleh keluarga. tindakan yang dilakukan di IGD memasang O2 nasal kanul 3 liter/menit, infus D5% + drip Aminofilin 2 ampul 20 tetes/menit, pemberian obat Combiven dengan nebulizer, vital signt : TD : 140 / 100 mmHg, N : 110x/menit, RR : 32 x/ menit, S : 35,6 C. Setelah pemasangan beberapa jam dirawat di IGD, klien langsung dipindahkan keruang Interna I, kelas I B untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. c) Faktor pencetus

Klien mengatakan sesaknya sering kambuh saat lelah. d) Usaha yang pernah dilakukan sebelumnya

Klien mengatakan jika sesaknya kambuh dia biasanya menggunakan sebelumnya. b. Riwayat sebelum sakit 1) Penyakit yang pernah dialami inhaler yang sudah di sediakan

Klien mengatakan penyakit yang pernah dialami adalah sesak seperti sekarang ini dan Klien juga mengatakan sudah ketiga kalinya di bawa ke RSU Dr.R.Soedjono Selong dalam 1 tahun terakhir, Klien mengatakan sesak

76

sering kambuh saat lelah, perubahan suhu, debu serta emosi.

2)

Obat yang biasa dikonsumsi

Klien mengatakan obat yang biasa dikonsumsi obat dari dokter dan biasanya klien menggunakan inhaler untuk mengurangi sasaknya. 3) Kebiasaan berobat

Klien mengatakan biasa berobat ke tempat dokter praktik. 4) Operasi yang pernah dilakukan sebelumnya

Klien mengatakan sepanjang hidupnya tidak ada penyakit yang membuat ia pernah dioperasi. 5) Keadaan kesehatan lingkungan tempat tinggal

Klien mengatakan rumahnya berada di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan. 6) Alergi obat

Klien mengatakan selama ia mengkonsumsi obat, tidak ada obat yang membuat ia alergi.

77

c. Riwayat penyakit keluarga Istri klien mengatakan bahwa bapak dari klien mengalami penyakit yang sama seperti klien yaitu sesak napas.

Genogram

Gambar 3.1. Genogram Tn A

Keterangan : Meninggal : Laki-laki : Perempuan .......... : Klien :Tinggal serumah : Garis keturunan

Penjelasan 1) 2) Klien anak terakhir dari tujuh bersaudara Klien tinggal dengan istri, dan 3 orang anaknya

78

Keadaan umum saat pengkajian


1)

Keadan umum klien tampak lemah, klien mengeluh sesak

napas, batuk disertai dengan dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan otot bantu pernafasan sternocleido mastoideus, tampak pergerakan

dinding dada dengan penggunaan otot bantu diafragma , pucat, berkeringat, akral teraba dingin, serta segala kebutuhan klien dibantu oleh keluarg. Terpasang infus D5% + drip Aminofilin 2 ampul 20 tetes/menit pada tangan kiri, Oksigen 3 liter/menit menggunakan nasal kanul. 2)
3) 4)

Tingkat kesadaran : compos mentis GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6 Total GCS 15 Tanda-tanda vital : TD: 140 / 100 mmHg, N : 110x/menit, RR : 32 x/ menit, S : 35,6 C Axila.

3.1.3

Pengkajian Body Of System

79

a. Pernapasan Bentuk dada simetris, klien tampak Dyspnea, klien batuk disertai dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan tampak otot bantu pernafasan dinding sternocleido dada dengan

mastoideus,

pergerakan

penggunaan otot bantu diafragma, pucat, berkeringat, serta akral teraba dingin. Pola nafas ireguler, frekuensi napas 32 kali /menit, menggunakan alat bantu pernapasan nasal kanul 3 liter. b. Kardio vaskuler Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada nyeri dada, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada edema dan clubbing finger pada jari tangan dan kaki, CRT kurang dari 3 detik, dengan frekuensi nadi 110 x/menit Reguler, Tekanan darah : 140/100 mmHg. c. Persyarafan Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial seperti pusing, nyeri kepala dan keinginan muntah. d. Penginderaan 1) Penglihatan

80

Bentuk simetris, pupil isokor, sklera jernih, konjungtiva tampak pucat. 2) Penciuman

Bentuk hidung normal dan tidak mengalami gangguan penciuman. Serta terpasang nasal kanul 3 liter. 3) Pendengaran

Bentuk simetris, tidak ada serumen dan pendengaran baik 4) Pengecapan dan perabaan

Tidak ditemukan gangguan. e. Perkemihan Klien di bantu oleh keluarganya untuk buang air kecil mengunakan urinal, produksi urine 500 ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari, dengan bau khas amoniak, warna urine kuning jernih. f. Pencernaan 1) Mulut dan tenggorokan

Mukosa bibir tampak kering dan kotor, tidak mengalami mual dan muntah, tidak terpasang NGT. 2) Abdomen

Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen, frekuensi peristaltic usus 6x/menit. 3) Eliminasi

81

Klien tidak mengalami konstipasi, klien mengatakan selama dirawat di Rumah Sakit klien hanya BAB 1x menggunakan pispot dengan konsistensi feses lembek, warna kuning baunya khas seperti feses

g. Otot tulang dan integument 1) Otot dan tulang

Kemampuan pergerakan ekstremitas atas dan bawah lemah, tampak terpasang infuse D5 % drip Aminophilin 20 tetes permenit pada tangan kiri, tidak ada tanda tanda dislokasi dan hematoma 2) Integumen

Warna kulit sawo matang, turgor kulit cukup dan tidak ada edema, akral dingin, klien tampak berkeringat serta suhu tubuh 35,6C. h. Reproduksi Tidak terkaji 3.1.4 a. Pola kebiasaan sehari-hari Makan dan minum 1) Sebelum sakit

Istri klien mengatakan klien makan 3 kali sehari dengan porsi habis, dan minum air putih sebanyak 8 - 10 gelas /hari

82

2000 cc. Klien mengatakan tidak ada masalah dalam makan dan minumnya.
2)

Saat masuk rumah sakit

Istri klien mengatakan makanan yang disajikan tersisa, karna klien kurang nafsu makan, klien hanya menghabiskan 1/2 porsi makanan yang disediakan di rumah sakit dan minum air putih sebanyak 4-6 gelas 1000 cc. b. Istirahat/tidur

1) Sebelum sakit Klien mengatakan istirahat atau tidurnya tidak terganggu, klien mengatakan bahwa tidur malam 6 - 8 jam, tidak ada masalah dalam istirahat tidurnya. 2) Saat masuk rumah sakit klien mengatakan sulit tidur karena sesak napas, batuk disertai dahak dan karena suasana yang ramai hingga klien tidak dapat tidur seharian. c. Kebersihan diri 1) Sebelum sakit

Klien mengatakan mandi 2 kali sehari, sikat gigi 3 kali sehari ganti pakaian 1 kali sehari 2) Saat masuk rumah sakit

83

Klien mengatakan selama di rumah sakit, klien tidak pernah mandi hanya di seka dan sikat gigi 1 kali sehari dibantu oleh keluarganya dan ganti pakaian 1 kali dalam 2 hari. d. Kebutuhan psikologis

Klien mengatakan bahwa ia mengetahui tentang penyakitnya dan ia tampak menerima kondisinya saat ini

3.1.5 a. Laboratorium

Pemeriksaan penunjang

Tabel 3.1 Hasil laboratorium tanggal 29 juli 2011 Pemeriksaan Hb Leukosit LED Ba / E / St / Seg /Li / Mo - / - / - / 79 / 17 / 4 Eritrosit Jumlah Trombosit Jumlah Hemotokrit b. Spirometri Hasil pemeriksaan spirometri (SPO2) adalah 85 %. ( N : 95100% ). c. EKG Nilai Normal 13,7 gr/dl Hasil P = 12,0 16,0 L =14,0 18,0 4.000 - 11.000 05

11.400 /mL 21 mm/1 jam Ba / Eo / St / Seg / Li / Mo 0-1/ 1-6 / 2-6 / 50-70 / 20-40 /2-8 4,51 juta / mL 250.000 / mL 40,4 % 4,5 6,0 150.000 400.000 P = 36-48 L= 42-54

84

EKG tanggal 30 Juli 2011 : tidak ditemukan adanya kelainan fungsi jantung. d. Rontgen Rontgen thoraks tanggal 30 Juli 2011 tidak ditemukan kelainan pada paru paru. Tidak Terjadi Bronkhitis.

3.1.6

Terapi medik

Terapi dari tanggal 29 Juli 2011


1)

O2 3 liter permenit dengan nasal kanule Infus Dextrose 5 % + Drip aminopilin 2 ampul 20

2)

tetes/menit 3) 4) 5)
6)

Injeksi metilprednisolon 2 x 30 miligram intravena Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul secara intravena Ambroxol 3 x1 tablet Inhalasi conbivent / 4 jam

3.2 Diagnosa Keperawatan

1.1

Analisa Data Tabel 3.2 Analisa Data

No Sypmtom 1. DS : Klien mengeluh sesak nafas, DO :

Etiologi Pecahnya sel mast

Problem Bersihan jalan nafas tidak efektif

85

No

Sypmtom Keadaan umum klien tampak lemah, Klien batuk disertai dahak warna putih kental, Klien tampak memegang dadanya, tampak meringis, Klien tampak kelelahan saat bernafas, Suara nafas wheezing saat ekspirasi pada lobus kanan dan kiri, ekspirasi memanjang, Menggunakan otot bantu pernapasan yaitu Diafragma. Nafas = 32x/menit Terpasang nasal kanul 2 liter Terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul TD : 130/80 mmHg Suhu : 36,70C Nadi 100x/menit Klien mengeluh nafsu makan kurang

Etiologi keluarnya mediator seperti histamin, bradikinin, leukotrien dll

Problem

Produksi sekret meningkat

Terjadinya penyumbatan jalan nafas

Sesak

DS :

Distres pernafasan Gangguan sensasi pengecapan


Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DO : Keadaan umum klien tampak lemah Klien tidak menghabiskan porsi makan yang disediakan Klien Tampak pucat Mukosa bibir klien tampak kering Konjungtiva pucat bising usus 6x/menit Berat badan klien 47 kg

Tidak ada nafsu makan

Risiko kurang nutrisi

86

No Sypmtom 3 DS : Klien mengatakan sulit tidur Karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. DO : Batuk berdahak warna putih kental Klien tampak sesak frekwensi napas 32x/mnt. Tampak pucat, 4 DS : Klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhannya di bantu oleh keluarganya DO : Klien tampak kelelahan dan lemah Klien tampak sesak bila melakukan aktivitas ringan Nafas = 32x/menit Segala kebutuhan dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat seperti makan, minum, mengganti pakaian,buang air kecil,buang air besar dll. Terpasang oksigen nasal kanul 2 liter/menit Terpasang infuse D5%, pada tangan kiri

Etiologi Distres pernafasan

Problem Gangguan istirahat tidur

Klien terjaga

Gangguan istirahat tidur

Terganggunya pertukaran O2

Intoleransi aktivitas

Suplai O2 ke jaringan menurun Tonus otot menurun

Intoleransi aktivitas

1.2

Rumusan Diagnosa Keperawatan

87

a.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi mucus, sekresi tertahan, kental, kemungkinan dibuktikan oleh pernyataan kesulitan bernafas, batuk dengan produksi sputum, penggunaa otot bantu pernafasan difragma, bunyi nafas wheezing pada saat ekspirasi, Nafas = 32x/menit, terpasang nasal kanul 2 liter, terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul,TD : 130/80

mmHg, suhu : 36,70C, nadi 100x/menit.


b.

Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress pernafasan kemungkinan

dibuktikan oleh penurunan BB 1 kg, tonus otot menurun, kelemahan , tidak ada nafsu makan, mukosa bibir kering, klien tampak pucat
c.

Gangguan

istirahat

tidur

berhubungan

dengan

Distres

pernafasan yang ditandai dengan sulit tidur karena sesak batuk dan suasana yang ramai disekitarnya, batuk berdahak warna putih kental, klien terlihat sesak, RR : 32x/menit.
d.

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

terganggunya

pertukaran oksigen dibuktikan oleh klien mengeluh sesak bila beraktivitas, klien tampak kelelahan dan lemah serta segala kebutuhan klien di bantu oleh kelurganya

88

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Klien Tn A N o 1 1 Diagnosa Keperawatan 2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan Perencanaan Tujuan dan kriteria hasil 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan jalan nafas klien bersih dengan kriteria hasil: a. klien mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada sianosis dan dypsnea (prused lips). b. Menunjukkan jalan nafas yang paten. klien tidak merasa tercekik irama nafas teratur tidak ada suara Intervensi 4 1. Kaji keadaan umum klien 2. Ukur dan catat frekuensi pernafasan Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas Atur posisi klien dalam posisi semifowler Ajarkan klien batuk Rasional 5 1. Data dasar dalam menentukan intervensi 2. Untuk memastikan adanya tekipneu pada klien
3. Beberapa derajat

3.

spasme bronchus terjadi dengan obstruksi jalan nafas 4. Posisi semifowler dapat memudahkan fungsi pernafasan
5. Kental, tebal dan

4.

5.

banyaknya sekret adalah sumber utama gangguan

89

nafas abnormal. efektif dan c. klien mampu fisioterapi dada. mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan 6. Anjurkan nafas. klien untuk d. Tanda-tanda vital minum air dalam rentang hangat normal. 7. Ukur tanda TD: 120/80 tanda vital mmHg

gas pada jalan nafas. 6. Air hangat dapat menurunkan spasme bronkus
7. Takikhardia,

disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia.

3 N: 60 - 120 x /menit S: 36,5 37 0C RR: 16 24 X/mnt

4 8. Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator

5 8. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular
1. Alergi

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distres pernafasan

1. Kaji adanya alergi makanan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor adanya penurunan berat diharapkan nutrisi klien badan. terpenuhi dengan kriteria hasil : a. Adanya 3. Monitor peningkatan berat lingkungan badan sesuai selama makan. tujuan b. Nafsu makan 4. Auskultasi bunyi klien bertambah usus c. Mukosa bibir lembab d. Klien mengahabiskan porsi makanan

merupakan faktor pencetus terjadinya asthma 2. Penurunan berat badan menunjukkan intake nutrisi yang tidak adekuat 3. lingkungan yang bersih dan nyaman meningkatkan nafsu makan klien 4. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan

90

yang disediakan e. Bising usus 612 kali/menit f. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti g. Berat badan ideal sesuai dengan 5. Anjurkan tinggi badan. istirahat selama h. BB Ideal = (TB1 jam sebelum 100)-10% dan sesudah BB ideal klien 49 makan. Berikan kg porsi kecil tetapi sering

4 6. Hindari makanan yang sangat panas/ sangat dingin 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutiri yang dibutuhkan pasien.

mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan cairan, penurunan aktivitas dan hipoksemia 5. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatam untuk meningkatkan masukan kalori 5 6. Suhu ekstrim dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme , batuk 7. Metode makan dan kebutuhan kalori yang di dasarkan pada situasi /kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi ya Membantu menentukan intervensi yang tepat.
1. Membantu

Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan distress pernapasan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : a. klien dapat tidur 6-8 jam. b. Klien tidak sering

1. Kaji penyebab gangguan tidur klien. 2. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat

menentukan intervensi yang tepat. 2. Posisi fowler/semifowler memberikan kenyamanan untuk

91

terbangun saat tidur. c. Klien terlihat nyenyak saat tidur. d. Klien lebih rileks, merasa segar saat bangun tidur.

dan atau tidur.

tidur.

3. Diskusikan 3. Meningkatkan waktu tidur yang partisipasi klien tepat untuk klien. dalam menentukan intervensi. 4. Sediakan 4. Memberikan rasa tempat tidur nyaman pada saat yang bersih dan tidur. kering. 5. Suara yang ramai 5. Ciptakan atau pencahayaan lingkungan yang yang terlalu terang nyaman dan dapat menstimulasi tenang. klien untuk terjaga dari tidur.

1 4

2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.

Setelah dilakukan 1. Evaluasi respons 1. Menetapkan tindakan keperawatan pasien terhadap kemampuan / selama 3 x 24 jam aktivitas. Catat kebutuhan pasien diharapkan toleransi: laporan dyspnea dan memudahkan klien terhadap aktivitas peningkatan intervensi. meningkat dengan kelemahan/kelela criteria hasil han dan a. Suplay oksigen perubahan tanda kejaringan vital selama dan terpenuhi setelah aktivitas b. Klien tidak sesak saat 2. Jelaskan 2. Tirah baring beraktivitas pentingnya dipertahankan c. Klien dapat istirahat dalam selama fase akut melakukan aktivitas rencana untuk menurunkan ringan seperti : pengobatan dan kebutuhan perlunya metabolik, Makan , keseimbangan menghemat energi minum sendiri aktivitas dan untuk Sikat istirahat. penyembuhan. gigi sendiri 3. Mendorong klien BAK/B 3. Anjurkan klien untuk membantu AB sendiri dll berpartifasi perencanaan sendiri dalam aktivitas untuk memenuhi

92

perawatan diri.

kebutuhan sehari hari yang optimal.

4. Bantu aktivitas 4. Meminimalkan perawatan diri kelelahan dan yang diperlukan. membantu keseimbangan suplai dan kebuuhan Oksigen 5. kolaborasi dalam 5. Memaksimalkan pemberian bernapas dan Oksigen menurunkan kerja napas, memberi kelembaban pada membrane mukosa

3.4 Pelaksanaan / Tindakan Keperawatan

Tabel 3.4. pelaksanaan Keperawatan Klien A Hari/T gl 1 Jumat, 29/07/2 011 No Dx 2 I Jam 3 11.35 Tindakan 4 1. Mengkaji keadaan umum klien Respon Hasil 5 1. Klien tampak lemah,klien tampak sesak,klien tampak meringis dengan memegang dadanya saat batuk,klien menggunakan otot bantu pernafasan ( diafragma)
2. Frekuensi nafas klien

12.05
2. Mengukur dan mencatat

frekuensi pernafasan
3. Mengauskultasi bunyi nafas,

adalah 32x/menit,
3. Ditemukan adanya bunyi

12.30

catat adanya bunyi nafas


4. Mengatur posisi klien dalam

nafas wheezing pada lobus paru kanan dan kiri


4. Klien kooferatif dan

posisi semifowler

mengatakan lebih nyaman

93

13.00

5. Mengajarkan klien batuk

5. Klien kooferatif, sekret

efektif
6. Menganjurkan klien untuk

klien keluar dengan batuk efektif warna putih kental 6. Klien mengatakan mau meminum banyak air hangat
7. Tekanan darah : 130/80

minum air hangat


7. Mengukur tanda tanda vital

8. Melakukan tindakan

kolaborasi, Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxolsirup 1 sendok 1 2 3 4

mmHg, nadi :110x/menit. Suhu :36,40C dan nafas 32x/menit 8. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer

94

II

13.05

1. Mengkaji adanya alergi

makanan.
2. Memonitor adanya

penurunan berat badan. 13.15


3. Memonitor lingkungan

selama makan.
4. Mengauskultasi bunyi usus

13.45

5. Menganjurkan istirahat

selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tetapi sering
6. Menganjurkan untuk hindari

1. Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan 2. Berat badan klien turun,semula 48 kg menjadi 47 kg setelah sakit 3. Lingkungan sekitar klien tampak bersih 4. Bising usus terdengar 6x/menit 5. Klien kooferatif,klien akan mengikuti anjuran, klien mau makan sedikit tapi sering 6. Klien memakan makanan yang hangat
7. klien mengatakan tidak

14.00

makanan yang sangat panas/ sangat dingin 7. Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein

ada nafsu makan,klien hanya menghabiskan setengah porsi,klien tampak pucat,mukosa bibir klien kering, Klien mengatakan sulit tidur karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. 2 Klien mengatakan lebih nyaman posisi semi fowler
1

III

14.05

1. Mengkaji penyebab

gangguan tidur klien. 14.25


2. Membantu pasien

15.00

memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. 3. Mendiskusikan waktu tidur yang tepat untuk klien.

15.45
4. Menyediakan tempat

Klien memilih, pengen tidur siang jam 13.00 dan tidur jam 21.00 wita.tapi klien masih merasa terganggu dengan batuk, sesak dan suasana yang ramai. 4 Klien tampak nyaman
3

tidur yang bersih dan kering

95

4
5. Menciptakan lingkungan

5 5 Klien mengatakan masih tidak bisa istirahat karna sesak dan batuk
1 Klien tampak

yang nyaman dan tenang

IV

15.55

1 Mengevaluasi respons

klien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas 16.05 2 Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. 3 Menganjurkan klien untuk berpartifasi dalam aktivitas perawatan diri.

lemah,kelelahan dalam bernafas, klien hanya bisa duduk dalam posisi semi fowler tanda tanda vital : TD : 130/80 mmHg, nadi :100x/menit. Suhu : 36,60C dan nafas 32x/menit 2 Klien tampak mengerti

16.15

3 Klien kooferatif dan mau

4 Membantu aktivitas

16.30

perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab dll 5 Melakukan tindakan kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit

mengikuti anjuran yang diberikan seperti makan, minum tetapi masih tergantung dengan perawat dan keluarganya. 4 Klien tampak nyaman dan belem mampu untuk mandiri 5 Klien kooferatif dengan tindakan yang di berikan

96

1 Sabtu 30/07/2 011 1

3 08.05 08.15 klien

4
1 Mengkaji keadaan umum

5
1. Sesak klien tampak

berkurang ,klien tampak meringis sambil batuk


2. Frekuensi nafas klien

2 Mengukur dan mencatat

frekuensi pernafasan 08.40


3 Mengauskultasi bunyi

adalah 28x/menit,
3. Adanya bunyi nafas

09.00

nafas, catat adanya bunyi nafas


4 Mengatur pos 5 Mengajarkan klien batuk

09.45

efektif
6 Menganjurkan klien

wheezing pada lobus paru kanan dan kira 4. Klien mengatakan lebih nyaman 5. Sputum klien keluar dengan batuk efektif warna putih kental
6. Klien mengatakan

untuk minum air hangat 10.05


7 Mengukur tanda tanda

vital

8 Melakukan tindakan

11.45

II

12.00

12.15

kolaborasi,Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxol sirup 1 sendok. 1 Memonitor adanya penurunan berat badan. 2 Memonitor lingkungan selama makan. 3 Mengauskultasi bunyi usus
4 Menganjurkan istirahat

meminum banyak air hangat 7. Tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi :96x/menit. Suhu :36,50C dan nafas 28x/menit 8. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer

12.45

selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tetapi sering 5 Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi

Berat badan klien agak 47 kg 2 Lingkungan sekitar klien tampak bersih 3 Bising usus terdengar 8x/menit 4 Klien kooferatif,klien mengikuti anjuran, klien makan sedikit tapi sering
1

klien mengatakan nafsu makannya agak meningkat namun klien


5

97

protein ) 1 2 3 4

masih belum 5 bisa menghabiskan makanannya, mukosa bibir klien agak lembab

III

13.05

1. Mengkaji penyebab

gangguan tidur klien.

13.45

2. Mendiskusikan waktu

tidur yang tepat untuk klien.

14.00

3. menciptakan lingkungan

yang nyaman dan tenang

Klien mengatakan masih belum bisa tidur nyenyak karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. 2 klien masih merasa terganggu dengan batuk, sesak dan suasana yang ramai sehingga klien belum bisa menentukan waktu untuk tidur 3 Klien tampak nyaman dengan lingkungannya Klien mengatakan masih tidak bisa istirahat karna sesak dan batuknya
1

IV

14.05

1. Mengevaluasi respons

klien terhadap aktivitas,mencatat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas 14.25
2. Menganjurkan klien

1 Keadaan umum klien masih tampak lemah,klien hanya bisa duduk posisi semi fowler tanda tanda vital : TD : 120/70 mmHG Nafas : 28x/menit nadi : 94 x /menit Suhu : 36,6C
2 Klien kooferatif ,klien

untuk berpartifasi dalam aktivitas perawatan diri. 15.00


3. Membantu aktivitas

perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab

mengatakan untuk makan sendiri sudah bisa namun untuk bak dan bab klien masih di bantu oleh perawat dan keluarganya. 3 Klien sudah bisa sebagian melakukan aktivitas ringan seperti makan

98

dll 1 2 3 4
4. Melakukan tindakan

5 4 Klien kooferatif dengan tindakan yang di berikan

kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit minggu 1 08.15
1. Mengkaji keadaan umum

1. Keadaan umum klien

klien 2. Mengukur dan mencatat frekuensi pernafasan 08.45


3. Mengauskultasi bunyi

cukup baik,sesak klien berkurang,klien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk
2. Frekuensi nafas klien

nafas, catat adanya bunyi nafas 09.05


4. Mengajarkan klien batuk

adalah 24x/menit, 3. Sudah tidak terdengar suara wheezing 4. Sekret klien keluar dengan batuk efektif warna putih cair, 5. Tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi : 86x/menit. Suhu :36,30C dan nafas 24x/menit 6. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer

efektif 10.30
5. Mengukur tanda tanda

vital 12.45
6. Melakukan tindakan

II

12.55

kolaborasi,Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxol sirup 1 sendok 1 Memonitor adanya penurunan berat badan.
2 Mengauskultasi bunyi

1 Berat badan klien agak

meningkat 47,5 kg
2 Bising usus terdengar

usus 13.05 3 Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein

8x/menit 3 klien mengatakan nafsu makannya sudah meningkat porsi makannya pun lebih

99

2 III

3 13.15

4 1. Mengkaji penyebab gangguan tidur klien.


2. Mendiskusikan waktu

1.

2.
3.

13.25

tidur yang tepat untuk klien.


3. menciptakan lingkungan

banyak namun belum mampu menghabiskan 1porsi makanan, mukosa bibir lembab 5 Klien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak karena sesaknya sudah berkurang klien mengatakan akan tidur siang jam 13.00 dan malam pukul 21.00. Klien tampak nyaman

yang nyaman dan tenang

IV

13.45

1. Mengevaluasi respons

14.05

klien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas
2. Menganjurkan klien

untuk berpartifasi dalam aktivitas perawatan diri.

15.30
3. Membantu aktivitas

perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab dll 4. Melakukan tindakan kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit

1 Keadaan umum klien cukup baik,sesak klien tampak berkurang tanda tanda vital : TD : 120/70 mmHG Rr : 24x/menit nadi : 84x /menit Suhu : 36,3C 2 Klien kooferatif,klien mengatakan sudah mampu untuk melakukan aktivitas ringan seperti makan ,minum serta klien sudah mampu untuk berjalan kekamar mandi 3 Klien tampak mampu untuk beraktivitas ringan

4 Klien kooferatif dengan tindakan yang di berikan

100

101

Senin 01/08/2 011

08.30

1. Mengkaji keadaan umum

klien

1. Keadaan umum klien baik,klien sudah tidak sesak lagi,namun klien masih batuk
2. Frekuensi nafas klien

09.15

2. Mengukur dan mencatat

frekuensi pernafasan
3. Mengukur tanda tanda

adalah 18x/menit,
3. Tekanan darah : 120/70

10.05

vital
4. Melakukan tindakan

11.45

kolaborasi,Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena,ambroxol sirup 1 sendok


1.

mmHg, nadi :84x/menit. Suhu :36,50C dan nafas 18x/menit 4. Klien kooferatif dan tampak nyaman

II

12.05

Memonitor adanya penurunan berat badan. Mengauskultasi bunyi usus Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein

1 Berat badan klien meningkat 47 kg


2 Bising usus terdengar

2.

12.30 3. 13.45

8x/menit
3 Klien

mengatakan nafsu makannya sudah meningkat,klien mampu menghabiskan porsi makanan yang di berikan,

102

3.5 Evaluasi / Catatan Perkembangan

Tabel 3.5. Evaluasi Keperawatan Klien A

No 1 1

Hari/Tgl /Jam 2 Jumat 29/07/20 11

Dx 3 I

Catatan perkembangan 4 S : klien mengatakan sulit bernafas( sesak ) O :


Keadaan umum lemah, kelelahan saat bernafas, Klien batuk disertai dahak warna putih kental, Klien tampak memegang dadanya, tampak meringis saat
103

14.05

batuk, Suara nafas wheezing saat ekspirasi pada lobus kanan dan kiri, ekspirasi memanjang, Menggunakan otot bantu pernapasan yaitu Diafragma. Terpasang nasal kanul 2 liter Terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul Injeksi metilprednisolon 30 miligram intravena, ventilasi nebulizer conbivent 1 ml, ambroxol sirup 1 sendok Tanda- tanda vital :TD : 130/80 mmHg, Suhu : 36,70 Nadi 100x/menit, Nafas = 32x/menit

A : masalah belum teratasi P : intervensi di lanjutkan pada no 1,2,3,4,5,6,7,8

15.45

II

S : Klien mengeluh kurang nafsu makan O :

Keadaan umum klien tampak lemah Klien tidak menghabiskan porsi makan yang disediakan Klien Tampak pucat Bising usus 6x / menit Mukosa bibir klien tampak kering Berat badan klien 47 kg ( berkurang 1 kg)

A : masalah teratasi sebagian P : intervensi di lanjutkan pada no ,2,3,4,5,7 4 S : Klien mengatakan sulit tidur Karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. O: Batuk berdahak warna putih kental Klien tampak sesak Frekwensi napas 32x/mnt. Klien terlihat pucat A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi di lanjutkan pada no 1 ,3,5 16.30 IV S O:

2 16.05

3 III

: Klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhannya di bantu oleh keluarganya dan perawat Klien tampak kelelahan, lemah.

104

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas penyusunan Laporan Akhir ini. Kesimpulan dan saran disusun menurut proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. 4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis uraikan adalah sebagai berikut : 4.1.1. Pengkajian Secara umum penulis sudah melaksanakan pengkajian sesuai dengan konsep. Namun ada beberapa hal yang terdapat dalam konsep tetapi tidak ditemukan pada kasus nyata yaitu pada konsep teori dikatakan adanya sianosis bibir dan dasar kuku, takikardi berat/peningkatan frekuensi jantung, mual/muntah, turgor kulit buruk dan clubing finger pada dasar kuku dan jari.

105

Tetapi pada kasus nyata tidak ada sianosis bibir dan dasar kuku, takikardi berat/peningkatan frekuensi jantung, mual/muntah, turgor kulit buruk,. Hanya napas pendek, pernapasan cuping hidung, batuk disertai dengan sputum, adanya suara wheezing dan adanya pergerakan dinding dada. Hal ini disebabkan karena kondisi klien belum terlalu parah sehingga tanda dan gejala yang ada dikonsep tidak ditemukan pada kasus nyata 4.1.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan konsep teori, diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Asthma Bronchiale ada empat

diagnosa, dan pada tinjauan kasus juga empat diagnosa keperawatan yang muncul namun pada tinjauan kasus diagnosa yang muncul Gangguan istirahat tidur karena merupakan manifestasi keadaan klien bukan Gangguan pertukaran gas. Hal ini karena tidak ada data-data yang dapat menunjang munculnya diagnosa tersebut. 4.1.3. Rencana Keperawatan Pada tahap ini penulis sudah membuat perencanaan sesuai dengan konsep. Perencanaan tersebut disesuaikan juga dengan kondisi nyata yang ditemukan penulis di lapangan. 4.1.4. Pelaksanaan Keperawatan Pada tahap ini penulis tidak mengalami banyak kesulitan karena adanya dukungan dan kerja sama yang baik dari klien

106

( Tn."A" ) beserta pegawai/staf yang berada di ruang Interna I RSU Dr. R. Soedjono Selong. Penulis sudah melaksanakan tindakan berdasarkan rencana yang telah dibuat. 4.1.5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi bagian terakhir dari proses keperawatan dan merupakan tahap penilaian terhadap keberhasilan asuhan

keperawatan yang dilakukan dengan mencatat setiap reaksi dan perubahan klien setelah diberikan tindakan keperawatan .Evaluasi dalam konsep dasar dan pada gambaran kasus, penulis susun dalam bentuk tabel catatan perkembangan. Indikator dalam evaluasi ini penulis mengacu pada criteria tujuan yang telah dirumuskan pada rencana keperawatan,sehingga diketahui

masalah keperawatan mana yang telah teratasi maupun yang belum teratasi.Selama proses evaluasi pada gambaran kasus dilakukan seperti yang sudah dijelaskan pada konsep dasar yaitu menggunakan system SOAP. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada gambaran kasus,setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari didapatkan gambaran hasil evaluasi yaitu dari keempat diagnosa keperawatan meliputi : bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan istirahat tidur dan intoleransi aktivitas.

107

4.2.

Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mencoba memberikan

beberapa saran untuk kesempurnaan dan keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan secara umum dan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Asthma Bronchiale antara lain : 4.2.1. Pengkajian Bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian dan bagi perawat hendaknya dalam melakukan pengkajian kepada klien dengan diagnosa medis Asthma Bronchiale harus dengan cermat dan teliti supaya diagnosa yang ditegakkan seimbang dengan data data yang menunjang dan sesuai dengan keadaan klien, karena tidak semua yang tercantum dalam konsep teori terdapat pada kasus nyata. 4.2.2. Diagnosa Keperawatan Dalam menegakkan diagnosa harus sesuai dengan data yang ada, jangan dilebih lebihkan atau dikurangi karena semua itu akan

108

berdampak pada klien, petugas dan instalasi setempat. Dan juga dalam menegakkan diagnosa harus pandai pandai memilah mana yang paling mempengaruhi perkembangan klien.

4.2.3.

Rencana Kepearawatan Dalam menyusun rencana keperawatan pada klien dengan

diagnosa medis Asthma Bronchiale diharapkan kepada mahasisiwa dan perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuan dengan memperbanyak membaca dari literatur yang berbeda dan

memperbanyak pengalaman sehingga dalam menyusun rencana keperawatan yang nantinya akan di aplikasikan dalam bentuk tindakan keperawatan dapat disesuaikan dengan diagnosa yang ada dan keadaan klien. 4.2.4. Tindakan Keperawatan Dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya

disesuaikan dengan rencana tindakan dan keadaan klien serta harus mampu melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain yang ada agar tidak terjadi hal hal yang tidak diharapkan.

109

4.2.5.

Evaluasi Untuk mempertahankan hasil yang lebih berkualitas dalam

melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa maupun perawat dalam melakukan evaluasi terhadap perkembangan diagnosa keperawatan (masalah keperawatan) sebaiknya menggunakan

evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan setelah melakukan tindakan keperawatan. Selain itu juga harus diperhatikan mengenai status kesehatan klien yang meliputi; kognitif, affektif, psikomotor dan perubahan fungsi tubuh dan gejala penyakit karena status kesehatan tersebut sangat berpengaruh terhadap kesembuhan klien.

You might also like