Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan polusi udara serta pencemaran lingkungan yang semakin meningkat, dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada anak termasuk gangguan sistem pernafasan, bukan cuma faktor lingkungan tapi faktor biologis juga sangat berperan dalam terjadinya gangguan sistem pernafasan karna sistem kekebalan tubuh anak yang masih rentan terhadap ransangan sehinnga sangat mudah terjadi berbagai penyakit salah satunya seperti asthma bronchiale. Asma bronchiale adalah proses reversible obstruksi pernapasan yang di karakteristikan dengan periode buruk dan remisi di mana bronkial mengalami spasme yang mengobstruksi jalan napas. (Widia Astuti Harwina, 2010) Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obat asma banyak dikembangkan. Di negara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat meningkat. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang asma di dunia mencapai 100-150 juta
orang. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun. (http://outeapoci.wordpress.com/2008). Peningkatan penderita asma broncihial juga terjadi di Indonesia. Penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuisioner ISAAC (international Study On Asthma and Alergy In Children) tahun 1995 menunjukkan prevelensi asma masih 2,1% dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Sementara dari data catatan medik Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong dalam waktu tiga tahun terakhir ini adalah 143 anak dari jumlah penderita total 482 orang. Pada tahun 2009 penderita asma pada anak sebanyak 46 orang dengan angka kematian 5 orang (Dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perincian golongan umur 28 bulan sampai 1 tahun sebanyak 7 anak (15,22%), umur 1-4 tahun 14 anak (30,43%), umur 5-14 tahun 25 anak (54,35%). Dan untuk tahun 2010 penderita sebanyak 70 anak dengan angka kematian 2 orang (Dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perincian golongan umur 28 buan sampai 1 tahun berjumlah 8 anak (11,43%), umur 1-4 tahun 32 anak (45,71%), umur 5-14 tahun 30 anak (42,86%). Pada bulan januari-maret trimester I tahun 2011 penderita sebanyak 14 anak dengan angka kematian 0 orang, dengan perincian golongan umur 5-14 tahun sebanyak 5 anak (35,71%), umur 1-4 tahun 8 anak (57,14%), umur 28 hari sampai 1 tahun 1 anak (7,14%). Pada bulan April-juni trimester II 2011 penderita asma sebanyak 13 anak dengan angka
kematian 1 oramg (dari jumlah keseluruhan pada rentang usia 28 hari sampai > 65 tahun), dengan perician golongan umur 28 hari sampai 1 tahun sebanyak 2 anak (15,38%), umur 1-4 tahun sebanyak 5 anak (38,46%), dan umur 5-14 tahun sebanyak 6 anak (46,15%). (Medical Record RSU Dr. R. Soedjono Selong, 2011). Berdasarkan uraian di atas, ternyata kasus asthma bronchiale pada anak cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalamai penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangasangan tertentu yang menyebabkan peradangan. Pada suatu serangn asma, otot polos dari bronci mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakkan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Asma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Penyakit asma mengenai semua umur meski kekerapannya lebih banyak pada anak-anak dibandingkan dewasa. Asma lebih banyak diderita anak laki-laki, pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan. Resiko dan tanda alergi atau asma dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan pun mungkin sudah dapat terdeteksi. Alergi dan asma dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan tumbuh dan kembang anak secara optimal. Perbedaan prevelensi asma pada anak di kota biasanya lebih tinggi
dibandingkan di desa terlebih pada golongan sosiotetonomi rendah dibandingkan sosioekonomi tinggi pada hidup di kota meningkatkan resiko terjadinya asma baik prevelensi, morbiditas (perawatan dan kunjungan ke instansi gawat darurat) maupun mortalitasnya (lingkungan dalam rumah glongan sosioekonomi rendah mendukung pencetus asma). Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penatalaksanaan yang tepat, yang lebih dititik beratkan pada upaya preventif melalui
pendidikan kesehatan
tentang
Sementara bagi petugas kesehatan yang perlu dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang proses terjadinya penyakit dan memberikan pengobatan yang baik dan benar kepada masyarakat yang sudah menderita penyakit ini. Serta terapi awal yang dapat di berikan jika serangan asthma adalah dengan pemberian oksigen 4-6 liter/menit dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi sesak.(Mansjoer,Arif.2001 ) Beberapa anak yang mengalami batuk kronis menderita asma. Batuk lebih sering terjadi pada malam hari. Berikan salbutamol secara oral. Anak mungkin memerlukan salbutamol untuk beberapa minggu dengan dosis sesuai umur. (penanganan ISPA pada anak, 2003) 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Penulis dapat menerapkan Asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis asthma bronchiale.
anatomi dan fisiologi, patofisiologi / pathways, etiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis serta asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnose,
medis asthma bronchiale 1.3. Tempat dan Waktu 1.3.1. Tempat Tempat pengambilan kasus diruang Anak Dirumah Sakit
1.3.2 .Waktu Waktu pengambilan kasus di rencanakan pada Februuari 2012 Dirumah Sakit Umum Dr.R.Soedjono Selong.
1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Proposal ini penulis menguraiakan secara deskriftif, untuk mempermudah pembahasannya maka penulis membagi menjadi 2 bab, meliputi: Bab 1, adalah pendahuluan,berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, tempat dan waktu serta sistematika penyusunan. Bab 2, adalah tinjauan teori yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi, patofisiologi/ pathways, etiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis serta asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, penatalaksanaan, evaluasi keperawatan.
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Tumbuh Kembang 2.1.1 Pengertian tumbuh kembang Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan mensintesis protein protein baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara keseluruhan atau sebagian. (Alimul A. Hidayat, 2005). Perkembangan (development) adalah peningkatan kapasitas untuk berfungsi lebih tinggi.(E. Muscari Mary, 2005). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambahnya jumlah sel. (Nursalam, 2005). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/ fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi. (Markum, 2001).
2.1.2
Berikut dijelaskan secara singkat pola yang terjadi selama proses tumbuh kembang pada anak. Merupakan pola yang pasti dan dapat diperkirakan Pola arah perkembangan meliputi:
1)
Perkembangan
sefalokaudal
(kepala-ke-kaki)
terjadi sepanjang garis tubuh. Pengendalian kepala, mulut, dan gerakan mata mendahului kendali terhadap bagian atas tubuh, torso, dan kaki.
2)
perifer) berkembangan dari pusat tubuh sampai ke eksrtemitas.. Anak mengembangkan gerakan lengan sebelum kemampuan jari-jari motorik halus.
Perkembangan terjadi secara simetris, dengan tiap sisi berkembang kearah yang sama kearah yang sama pada saat bersamaan.
3)
Perkembangan
umum-ke-khusus
(diferensiasi)
terjadi saat anak dapat menguasai gerakan sederhana sebelum gerakan yang rumit.
c.
Pola
sequential
melibatkan
tahap
normal akan melewatinya. Pola ini telah teridentifikasi untuk keterampilan motorik, seperti lokomotor (misalnya, anak mulai merangkak sebelum berjalan) dan untuk perilaku, seperti keterampilan bahasa dan sosial (misalnya, awalnya anak bermain sendirian, kemudian dengan orang lain).
d.
universal dalam kecepatan dan usia kematangan. Secara umum, anak-anak matang lebih dini dan tumbuh lebih besar dari pada kerabat mereka pada generasi sebelumnya.(E. Muscari Mary, 2005) Pola perkembangan dari umum ke khusus Pola tumbuh kembang umum ke khusus (mass to specific) ini dimulai dari sederhana hingga kompleks, seperti gerakan melambai tangan dahulu kemudian baru memainkan jari atau menggerakkan lengan atas, menggerakkan bawah telapak tangan sebelum menggerakkan jari tangan, atau menggerakkan badan atau tubuh sebelum menggunakan kedua tungkai untuk
menyangga, melangkah, dan berjalan. a. Pola perkembangan sejalan dengan tahapan perkembangan Pada pola ini, tahapan perkembangan dibagi menjadi beberapa bagian yang memiliki prinsip atau ciri khusus sesuai tahapannya, yaitu:
10
1) Masa pranatal, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan tubuh. 2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim dan hampir sedikit perubahan pada aspek pertumbuhan fisik. 3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhi dan memiliki kemampuan untuk
melindungi dan menghindar dari hal yang mengancam diri. 4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman sebaya. 5) Masa remaja, terjadi perubahan ke arah dewasa, yaitu kematangan pada tanda-tanda pubertas. b. Pola Pola perkembangan sejalan dengan proses maturasi tumbuh kembang ini mengikuti proses maturasi
(kematangan) dari organ tubuh seperti ketika alat gerak (kaki) pada bayi berfungsi untuk berjalan, maka proses tumbuh kembang diawali dari duduk, merangkak, berdiri, lalu berjalan sedikit, dan akhirnya berjalan dengan beberapa langkah. Proses tersebut mengikuti proses beberapa organ (Singgih D. Gunarsa, 1997). 2.1.3 Tahapan Tumbuh Kembang Tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
11
a.
pranatal mulai masa embrio (mulai konsepsi - 8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta pasca natal mulai dari
masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun). b. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas
masa sekolah (6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun). (A.A.A. Hidayat, 2005). 2.1.4 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut (A.A.A. Hidayat, 2005), antara lain : a. Faktor Herediter Fakor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor lain. Yang termasuk faktor herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa. b. Faktor Lingkungan Lingkungan pranatal : merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu
12
hamil, lingkungan mekanis seperti posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toxin, seperti penggunaan obat-obatan, alkohol atau kebiasaan merokok ibu hamil, hormonal seperti adanya
somatotropin, plasenta, tiroid, insulin, dan lain-lain yang berpengaruh pada pertumbuhan janin. Sedangkan lingkungan postnatal seperti budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan. 2.1.5 Teori-teori Perkembangan Anak Beberapa teori tentang perkembangan anak (A.A.A. Hidayat, 2005) : a. Perkembangan kognitif pada anak menurut Piaget dibagi dalam empat tahap yaitu : 1) Tahap sensori motor, (umur 0-2 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi
informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktivitas motorik. 2) Tahap praoperasional (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat egosentrik seperti dalam penelitian Piaget anak selalu
13
menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun sedikit. 3) Tahap kongkret (7-11 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentriknya sudah mulai hilang sebab anak mempunyai pengertian tentang keterbatasan diri sendiri, sifat pikiran sudah mempunyai dua pandangan atau disebut reversibilitas merupakan cara memandang dari arah
berlawanan (kebalikan). 4) Formal operasional (lebih dari 11 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut perkembangan anak pada masa ini sudah terjadi dalam perkembangan pikiran dengan membentuk gambaran mental dan mampu
menyelesaikan aktivitas dalam pikiran, mampu menduga dan memperkirakan dengan pikiran yang abstrak. b. Perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud, dibagi menjadi empat tahap : 1) Tahap oral (umur 0-1 tahun)
Kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara, ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.
14
2)
Kepuasan fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan kelakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. 3) Tahap oedipal/phalik (umur 3-5 tahun)
Kepuasan anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba, organnya, suka pada lain jenis. 4) Tahap laten (umur 5-12 tahun) merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial seperti suka berhubungan dengan kelompoknya atau sebayanya, dorongan libido mulai mereda. 5) Tahap genital (umur lebih dari 12 tahun)
Kepuasan anak pada fase ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis. c. Perkembangan Psikososial menurut Eric Ericson, meliputi : 1) Tahap percaya dan tidak percaya terjadi pada umur bayi
15
(umur 0-1 tahun), pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya diri kepada seseorang baik orang tua maupun orang yang mengasuhnya ataupun juga perawat yang merawatnya. 2) Tahap kemandirian dan ragu terjadi pada umur 1-3 tahun (todler), tahap ini anak sudah mulai mencoba mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik, bahasa, latihan jalan sendiri, berbicara dan malu. 3) Tahap inisiatif, rasa bersalah terjadi pada umur 4-6 tahun (prasekolah), anak akan memulai inisiatif dalam belajar
mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya. 4) Tahap rajin dan rendah diri terjadi pada umur 6-12 tahun (sekolah), dimana anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau prestasinya sehingga anak pada usia ini akan rajin dalam melakukan sesuatu akan tetapi apabila harapan ini tidak tercapai kemungkinan besar anak merasakan rendah diri.
5) Tahap identitas dan kebingungan peran (masa adolesence),
terjadi perubahan dalam diri anak khususnya fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya. 6) Tahap keintiman dan pemisahan terjadi pada masa dewasa muda, anak mencoba melakukan hubungan dengan teman
16
sebaya atau kelompok masyarakat dalam kehidupan sosial untuk menjalin keakraban dan apabila tidak mampu bergabung maka kemungkinan dapat memisahkan diri dari anggota. 7) Tahap generasi dan penghentian terjadi pada masa dewasa pertengahan, dimana seseorang ingin mencoba memperhatikan generasi berikutnya dalam kegiatan aktivitas di masyarakat dan selalu melibatkannya dan keinginannya membuat dunia menerimanya, jika terjadi kegagalan maka akan terjadi penghentian. 8) Tahap integritas dan keputusasaan terjadi pada masa dewasa lanjut dimana seseorang memikirkan tugas-tugas dalam mengakhiri kehidupan, perasaan putus asa akan mudah timbul. 2.2 Hospitalisasi 2.2.1 Pengertian Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stres baik bagi anak maupun keluarganya. Stressor utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi anak dalam mengatasi krisis dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman sebelumnya terhadap proses sakit dan di rawat, sistem dukungan (support system) yang tersedia, serta keterampilan koping dalam menangani stres (Nursalam, 2005).
17
2.2.2
Stresor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Stresor pada anak yang di rawat di Rumah Sakit Menurut A.A.A. Hidayat (2005), antara lain : a. Cemas Karena Perpisahan
Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi usia pertengahan sampai anak periode prasekolah, khususnya anak yang berumur 6 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
1) Tahap Protes (Phase of Protest)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif, seperti menendang, menggigit, memukul, mencoba untuk membuat orang tuanya tetap tinggal, dan menolak perhatian orang lain.
2) Tahap Putus Asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini, anak tampak tegang, tangisnya tampak berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi (misalnya mengompol atau mengisap jari).
18
Pada tahap ini, secara samar-samar anak menerima perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada di sekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang tua. b. Balita berusaha Kehilangan Kendali sekuat tenaga untuk mempertahankan
otonominya. Hal ini akan terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Aktivity of Daily Living-ADL), dan komunikasi. c. Luka pada Tubuh dan Rasa Sakit (Rasa Nyeri)
Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menyeringai wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yang agresif seperti menggigit, menendang, memukul, atau berlari keluar. 2.2.3 Hospitalisasi a. Reaksi Orang Tua
1)
Reaksi
Keluarga
Terhadap
Anak
Dengan
Penolakan/ketidakpercayaan (denial/disbelief).
19
Yaitu menolak atau tidak percaya. Hal ini terjadi terutama bila anak tiba-tiba sakit serius. 2) Marah atau merasa bersalah atau keduanya.
Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi orang tua adalah marah dan menyalahkan dirinya sendiri. Mereka merasa tidak merawat anaknya dengan benar, mereka mengingat-ingat kembali mengenai hal-hal yang telah mereka lakukan yang kemungkinan dapat mencegah anaknya agar tidak jatuh sakit, atau mengingat kembali tentang hal-hal yang menyebabkan anaknya sakit. 3) Ketakutan, cemas, dan frustasi.
Ketakutan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya penyakit dan tipe prosedur medis. Frustasi dihubungkan dengan kurangnya informasi mengenai prosedur dan
Biasanya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak berlalu. Ibu sering mengeluh merasa lelah secara fisik maupun mental. Hal-hal lain yang membuat orang tua cemas dan depresi adalah kesehatan anaknya dimasa-masa yang akan datang, misalnya efek dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan.
20
Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, benci, dan merasa bersalah. Orang tua sering kali mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang sakit, hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak. c. Penurunan peran anggota keluarga. Dampak perpisahan tehadap peran keluarga adalah kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu. Perhatian orang tuanya hanya tertuju pada anak yang sakit. Akibatnya, saudarasaudaranya yang lain tidak adil. 2.2.4 Hospitalisasi a. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan 1) Roming in Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama, jika tidak bisa sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat Peran Perawat Dalam Mengurangi Stress Akibat menganggap bahwa hal tersebut adalah
21
2) Partisipasi orang tua Orang tua diharapkan dalam berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan seperti : memberi kesempatan orang tua untuk menyiapkan makanan atau memandikan. Perawat berperan sebagai health educator bagi keluarga. 3) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster/kartu bergambar
sehingga anak merasa lebih aman. b. Meminimalkan perasaan kehilangan kendali Hal yang dilakukan untuk dapat meminimalkan rasa kehilangan kendali antara lain : 1) Mengusahakan kebebasan bergerak. 2) Mempertahankan kegiatan rutin anak. 3) Dorongan anak untuk independen. c. Mencegah dan meminimalkan perlukaan tubuh dan rasa sakit Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa yang nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan, perawat dapat
22
menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika ia takut dan sebagainya. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi akibat perlukaan tubuh, misalnya jika anak diukur suhu perrectal dapat dilakukan melalui ketiak/axila. 2.3. Konsep Dasar Penyakit Asthma Bronchiale 2.3.1 Pengertian Asthma adalah suatu penyakit yang di tandai oleh suatu episode batuk dan mengakibatkan obstruksi aliaran udara dalam derajat yang bervariasi dna mengi akibat memberi respon terhadap pemberian brokodilator.(Hull David, 2008) Asthma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible di mana trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer,Suzaanne.C. 2001). Asthma adalah penyakit paru dengan karakteristik: obstruksi saluran napas yang reversible, inflamasi saluran napas dan peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan ( Suyono,H.2001) Asthma adalah suatu penyakit paru dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.( Arif, Muttaqin, 2008 )
23
2.3.2
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan. ( 2010, Anatomi fisiologi Sistem pernapasan) Saluran pernapasan di bagi menjadi dua, antara lain :
1)
Saluran pernapasan atas a) Hidung Hidung merupakan pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan keluar melalui hidung, yang terbentuk
24
dari dua tulang hidung dan beberapa kartilago. Terdapat dua pintu pada dasar hidung nostril (lubang hidung), atau nares eksternal yang tengahnya. Rongga nasal berhubungan dengan beberapa rongga lain yang terdapat dalam rongga tengkorak, yaitu sinus paranasal yang fungsinya adalah untuk meringankan tulang tengkorak dan memberikan resonansi suara. Rongga ini berhubungan dengan rongga nasal melalui saluran kecil yang juga dilapisi oleh membran mukosa. Karena saluran ini sempit, maka ia mudah tersumbat selama proses inflamasi dan infeksi. Lendir dan cairan lainnya terperangkap dan menumpuk di dalam sinus yang tersumbat, menimbulkan tekanan yang terasa sangat nyeri (Asih,Yasmin. 2003). b) Faring Faring atau tenggorokan adalah tuba muscular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan inferior vertebra servikalis. Secara deskriptif, faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lainnya. Segmen tersebut adalah : nasofaring (bagian paling dipisahkan oleh septum nasal dibagian
atas/superior), orofaring (terletak di belakang mulut) dan laringofaring (bagian inferior). (Asih, Yasmin. 2003). c) Laring
25
Laring
sering
disebut
kotak
suara,
nama
yang
menunjukkan salah satu fungsinya yaitu berbicara. Laring memungkinkan udara mengalir di dalam struktur ini dan mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam trachea. Laring menjadi tempat pita suara, dengan demikian laring menjadi sarana pembentukan suara. Dinding laring terutama dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Kartilago laring terdiri dari sembilan buah yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk struktur seperti kotak, yang teraba pada permukaan anterior leher. Pada pria, kartilago ini membesar yang disebut Adam sapple atau buah jakun. (Asih, Yasmin. 2003) 2) Saluran pernapasan bawah a) Trachea Trachea adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 10 13 cm dengan lebar sekitar 2,5 cm. trachea terletak disekitar esophagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur yang keras dan kaku tepat dipermukaan anterior leher. Trachea memanjang dari laring ke arah bawah ke dalam rongga thoraks. Dinding trachea disangga oleh cincin kartilago, otot polos dan dan serat elastik. Cincin kartilago ini berijung terbuka menghadap belakang seperti huruf C yang banyaknya sekitar 16
26
sampai 20 buah. Ujung terbuka dari cincin ini dihubungkan oleh otot polos dan jaringan ikat, memungkinkan pelebaran esophagus ketika makanan ditelan (Asih, Yasmin.2003).
b) Bronkhus
Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris di bagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kana dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang di cari ketika memilih posisi drainase postura yang paling efektif untuk klien tertentu. Bronkus sigmental kemudian di bagi lagi menjadi bronkud subsegmental. Bronkus ini di kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki ateri, limpatik dan syaraf. (Manurung Santa dkk, 2009)
c) Bronkiolus
Merupakan cabang dari bronkhus sekunder yang dibagi kedalam saluran-saluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Kedua bronkiolus ini mempunyai diameter < 1 mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia, tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil difusi terjadi pada bronkiolus respirasi. d) Alveoli
27
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respiratori. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung + 300 juta alveolus (luas permukaan + 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah. e) Paru paru Paru paru terletak dikedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma, bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada bagian tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus, tempatnya bronkus primer dan masuknya arteri dan vena pulmonalis ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon bronkial, jutaan alveoli dan jaringan jaringan kapilernya serta jaringan ikatnya. Sebagai organ, fungsi paru paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfer dan udara dalam aliran darah. Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri dari 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisurra. Setiap
28
lobus dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat. Lobus kemudian dbagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus yang masing masing mempunyai bronchiole, arteriole, venula dan pembuluh limfatik.
Gambar 2.2 Anatomi Paru http://1.bp.blogspot.com//paru-paru.jpg Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura. Lapisan luar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleura ini
29
mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel sel serosa di dalam pleura. Cairan pleura melicinkan permukaan kedua membran pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru paru
Pernapasan paru ( Pernapasan pulmoner ) Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang
terjadi
pada
paru-paru.
Pernapasan
melalui
paru
atau
pernapasan externa,oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas di mana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membrane,di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru paru karbon dioksida merupakan hasil buangan menembus membrane alveoli,dari kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Ada 4 (empat) proses yang berhubungan dengan pernapasan paru, yaitu ;
a) Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan eluar dari
30
inspirasi. Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu yang
bersamaan otot-otot interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang di dalam dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
b) Difusi gerakan di antara udara dan karbondioksida di
dalam alveoli dan darah di dalam kapiler sekitarnya. Gasgas melewati hampir secara seketika di antara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya.
c) Transportasi gas dalam darah adalah pengangkutan
oksigen dan karbondioksida oleh darah. Oksigen di transportasi dalam darah: dalam sel-sel dalam darah; oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah terang. Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam plasma. d) Pertukaran gas dalam jaringan Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara darah dan jaringan. 1. Oksigen
31
Bila darah yang teroksigenisasi mencapai jaringan, oksigen mengalir dari darah masuk ke dalam cairan jaringan karena tekanan parsial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir ke dalam sel-sel sesuai kebutuhannya masing-masing. 2. Karbondioksida Karbondioksida di hasilkan dalam sel mengalir ke dalam cairan jaringan. Tekanan parsial karbondioksida dalam cairan jaringan lebih besar dari pada tekanannya dalam darah, dan karenanya karbondioksida mengalir dari cairan jaringan ke dalam darah.
32
Tabel 2.1 Volume dan Kapasitas Pulmonal Volume 1 Deskripsi 2 Volume udara yang mengalir ke dalam/ke luar dari saluran pernapasan selama siklus pernapasan normal 2 Volume udara maksimum yang dapat dialirkan ke dalam saluran pernapasan setelah inspirasi normal Nilai Normal 3 Kapasitas 4 Rumus 5 Nilai normal 6
500 ml
TV+IR V+ERV
45005000 ml
30003300 ml
TV+IR V
35003800 ml
33
Volume udara yang maksimum Volume yang dapat Kapasitas cadangan dialirkan ke 1000residual ekspirasi luar saluran 1200 ml fugsional (ERV) pernapasan (FRC) setelah ekspirasi normal Volume udara yang tersisa Volume dalam saluran Kapasitas residual pernapasan 1200 ml paru total (RV) setelah (TLC) ekspirasi maksimum Dikutip dari : Asih, Niluh Gede Yasmin, (2003) 2.3.3 Etiologi
ERV+R V
22002400 ml
TV+IR V+ERV + RV
57006200 ml
Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asthma bronchiale belum diketahui dengan pasti, namun terdapat faktor-faktor yang umumnya mencetuskan serangan asthma (Asih, Yasmin. 2003) yaitu : a. Faktor lingkungan: perubahan suhu lingkungan, kelembaban udara. b. Polutan atmosfir: asap rokok dan industri c. Bau yang menyengat: parfum d. Alergen: bulu hewan, debu Allergen dapat di bagi menjadi tiga jenis,yaitu :
1) inhalen, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
34
obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
e. Olahraga yang berlebihan Sebagian besar penderita asthma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas atau olah raga yang berat f. Stres atau gangguan emosional Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asthma,selain itu juga memperberat serangan asthma yang sudah ada. Disamping gejala asthma yang timbul harus segera diobati penderita asthma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asthmanya belum bisa diobati
g. Medikasi : aspirin h. Enzim: termasuk yang digunakan untuk laundry i.
Bahan-bahan kimia: toluena yang digunakan dalam pelarut cat, karet dan plastik. (Asih,Yasmin,2003)
2.3.4
Asthma Ekstrinsik
1) Disebut juga asthma alergi atau atopik.
35
2) Aktivasi sel mast, infiltrasi eosinofil. 3) Dicetuskan oleh antigen dari lingkungan 4) Terjadi reaksi antigen-antibodi immunoglobulin E (IgE)
spesifik.
5) Mediator
leukotrienes
tromboksan A2 dan faktor kimia untuk eosinofik, trombosit, netropil dan limfosit T.
6) Spasme bronkus terjadi dalam hitungan menit kemudian
parah.
3) Faktor pencetus termasuk infeksi tractus respiratorius,
obat-obatan, iritan dari lingkungan, udara dingin, udara kering, olahraga dan stres emosional.
4) Kemungkinan penyebab spasme bronkus terjadi akibat
bronkus. (Asih,Yasmin.2003)
36
Tabel 2.2 .Klasifikasi Derajat Asthma (Mansjoer,Arif,at.all.2001) Derajat Asthma Gejala Gejala Malam Fungsi Paru
INTERMITEN mingguan
Gejala < 1x/minggu tanpa gejala di luar serangan.serangan siang fungsi paru asimtomatik dan normal luar serangan. Gejala > 1x/minggu tapi <1x/hari serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur. Gejala harian menggunakan obat setiap hari .serangan mengganggu aktivitas dan tidur serangan 2x/minggu,biasa berharihari
VEP 1 ( Volume ekspirasi paksa detik pertama) atau APE > 80%
VEP 1 atau APE > > sekali 60% tetapi < 80% seminggu normal
Gejala terus menerus PERSISTEN aktivitas fisik terbatas BERAT kontinu sering serangan
Sering
37
2.3.5 Patofisiologi
Menurut Smeltzer, (2001) pada asthma alergik, pemajanan terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, merangsang pelepasan histamin, bradikinin dan prostaglandin oleh sel mast yang menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Pada asthma idiopatik non alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi, juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Selain itu, reseptor alfa terangsang yang mengakibatkan penurunan ciklik adenosine monophosfat (CAMP) yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast yang menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang banyak sehingga lumen menyempit (obstruksi) dan mukus yang banyak merangsang untuk batuk. Jalan napas yang tersumbat (obstruksi) menyebabkan dispnea, mengi, ekspirasi, ekspirasi memanjang (lebih lama dari inspirasi) sehingga suplai O2 menurun dan tubuh berkompensasi dengan cara
38
menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Tanda selanjutnya adalah takikardi, berkeringat, kelelahan, hipoksemia sampai hipoksia.
2.3.6 Pathway
permeabilitas kapiler
bronkopasme
Obstruksi saluran napas Bersihan jalan napas tidak efektif Hipoventilasi Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru Gangguan difusi gas di alveoli Kerusakan pertukaran gas Hipoksemia hiperkapnea Intoleransi aktivitas Suplay O2 kejaringan berkurang Metabolisme tidak adekuat Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Menurunnya kadar O2
39
Gambar 2.3.Bagan perjalanan penyakit atau pathway asthma bronchiale (Irman Somantri, 2009)
2.3.7 Tanda dan Gejala a. Tanda Menurut Smeltzer, Suzanne. (2001) tanda tanda yang biasa terdapat pada klien dengan asthma bronchiale adalah sebagai barikut : 1) Keadaan umum : lemah, composmentis, cemas, gelisah, panik dan berkeringat banyak 2) Tekanan darah meningkat
3) Respiratori rate meningkat 4) Otot otot bantu pernapasan hypertropi 5) Adanya wheezing
40
paradoksus Tanda-tanda serangan asma berat: a) Sianosis, b) Takipnea > 25 (tetapi hati-hati jika lelah pernapassan bisa menurun), c) Takikardi > 120, d) Pulsus paradokus (tetapi tidak di temukan pada sepertiga serangan) e) Mengantuk, f) Tak mampu bicara, g) Dada tenang, h) Tidak membaik dengan nebulizer beta-2 agonis i) Bingung. (Gleadle Jonatan, 2005).
2.3.8 Pemeriksaan Penunjang
a.
Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asthma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
41
sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asthma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, olehl karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri pada asthma dapat disamakan dengan tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes mellitus. Banyak pasien asthma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien sudah mendapat serangan asthma dan bahkan bila
42
berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit paru obstruktif kronik. b. Uji Provokasi Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untu melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan alargen, hanya dilakukan pada pasien yang alargi terhadap alergen yang diuji. c. Sputum Pemeriksaan Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asthma,
sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. d. Pemeriksaan Eosinofil Total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asthma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asthma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai
43
sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien lama. e. Uji Kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asthma, demikian pula sebaliknya. f. dlaam Sputum Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya. g. Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asthma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normokapnia. Selanjutnya pada asthma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik. (H. Slamet Suyono, 2001) 2.3.9 Penatalaksanaan Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik
44
a.
Penatalaksanaan Non Farmakologik 1) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan. 2) Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien. 3) Fisioterapi Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
b.
Penatalaksanaan Farmakologik Menurut Smeltzer, Suzanne C, at.all, (2001), yang termasuk obat anti asthma adalah:
1)
Agonis Beta (agen -adrenergik) Merupakan medikasi awal dalam mengobati asthma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronchiale, meningkatkan kimiawi gerakan siliaris, dan menurunkan mediator efek
anapilaktik
dapat
menguatkan
45
bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agen adrenergik yang sering digunakan adalah epinefrin, albuterol, metapraterenol, isopreterenol, isoetharine, dan terbutalin, biasanya diberikan secara parentral atau inhalasi, efek sampingnya dapat berupa sukar tidur, tremor, anoreksia, konstipasi dan sukar kencing. 2) Metal santin Contoh: aminofilin dan teofilin, mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas dan
meningkatkan kontraksi diafragma. Aminofilin (bentuk IV teofilin) diberikan secara intravena, teofilin diberikan peroral. Harus-hati-hati ketika memberikan obat ini secara intravena. Jika obat ini diberikan terlalu cepat dapat terjadi takikardi atau distritmia jantung. 3) Antikolinergik Contoh: atropin, atropin metilnitrat dan ipratropium bronuda. Agen ini diberikan melalui inhalasi. Agen ini jarang digunakan karena efek sistemiknya seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur dan palpitasi. 4) Kortikosteroid Diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau melalui inhalasi
46
inflamasi dan bronkokonstriksi. Penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan dapat mengakibatkan ulkus peptikum, osteoporosis,supresi adrenal,miopati steroid dan katarak. 5) Inhibitor Sel Mast Medikasi ini diberikan secara inhalasi, mencegah pelepasan mediator kimiawi anapilatik. Dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan napas. Contohnya: natrium kromolin.
Tabel 2.3. Terapi Serangan Asthma Akut No Beratnya serangan 1 1 2 Ringan: a. normal b. bicara aktivitas hampir dalam kalimat penuh c. nadi < 100x/menit ( APE > 60%) Terapi Lokasi
2.
3 4 Terbaik: Dirumah Agonis beta -2 isap boleh diulangi 1 jam kemudian atau tiap 20 menit dalam 1jam Alternatif: a. Agonis beta -2 oral dan atau 3x1/2-1 tablet ( 2mg) oral b. Teufilin 75 150 mg oral c. Lama terapi menurut kebutuhan Terbaik: a. Puskesmas Agonis beta -2 secara b. Klinik rawat nubulisasi 2,5-5 mg,dapat jalan diulangi sampai 3 kali c. UGD
47
dekat b. Bicara dalam kalimat terputus putus c. Nadi 100120x/menit d. APE 4060%
3.
Berat: a. Sesak pada istirahat b. Bicara dalam kata terputus-putus c. Nadi >120x/menit d. APE < 40% atau 2 100ml/menit
dalam satu jam pertama dan dapat dilanjutkan setiap 1-4 jam kemudian . Alternatif: a. Agonis beta-2 intramuskuler (IM)/adrenalin SC b. Teofilin IV 5 mg/kgBB/intravena,pe lan-pelan c. Steroid IV,hidrokortison 100200 mg itrravena d. Oksigen 4 liter/menit Terbaik: a. Agonis beta -2 secara nebulasi dapat diulangi sampai 3x dalam 1 jam pertama selanjutnya dapat diulangi setiap 1-4 jam kemudian b. Teofilin IV dan infuse c. Steroid IV dapat 3 diulangi /8-12 jam d. Agons beta -2 SC/IV/6 jam e. Oksigen 4 liter /menit f. Pertimbangan nebulasi ipratropium bromide 20 tetes
d. Praktek dokter umum e. dirawat RS bila tidak respon dalam 2-4 jam
a. UGD b. Rawat bila tidak respon dalam 2-3 jam c. Pertimbangan rawat icu bila cendrung memburuk/ progresif 4
Terbaik: a. Lanjutkan terapi sebelumnya b. Pertimbangan anastesi umum untuk terapi c. Pernafasan intensif bila perlu dilakukan kurasan bronco alveolar(BAL) ( Mansyoer,Arif,at,.all.2001)
48
Table 2.4. Pengobatan Asthma Jangka Panjang (kronik) No 1 1. Derajat asthma 2 Asthma persisten Obat pengontrol ( harian ) 3 Tidak perlu Obat pelega 4 a. Inhalasi agonis beta-2 bila perlu b. Intensitas pengobatan tergantung berat eksaserbasi c. Inhalasi agonis beta-2 atau kromolin dipakai d. sebeluma ktivitas atau pajanan alergen
2.
3.
a. Inhalasi kortikostiroid 200500 mg/kromolin/nedokromolin atau teofilin lepas lambat b. Bila perlu ditingkatkan sampai 800 mg atau di tambahkan bronkodolilator 3 aksi lama terutama untuk mengontrol asthma malam .dapat diberikan agonis beta -2 aksi lama inhalasi atau teofilin lepas lambat a. Inhalasi kortikosteiroid 800-2000 mg b. Bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asthma malam,berupa agonis beta-2 inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat a. Inhalasi kortikosteiroid 800-2000 mg atu lebih b. Bronkodilator aksi lama,berupa agonis beta -2 inhalasi atau oral atau
Inhalasi agonis beta -2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 3-4 kali sehari
4.
49
terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis -2 secara subcutan (SC) atau intravena (IV) dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
c.
Jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya, maka cukup diberikan setengah dosis.
d.
respon segera dengan menggunakan steroid oral atau serangan sangat berat. Respon terhadap terapi awal adalah sebagai berikut: a. b. c. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan Pemeriksaan fisik normal Arus puncak ekspirasi( APE > 70%)
Jika respon tadak ada atau tidak baik terhadap terapi awal klie sebaiknya di rawat di rumah sakit.
50
2.3.10 Komplikasi
Menurut Suyono, H. Slamet (2001) komplikasi dari asthma bronchiale adalah sebagai berikut : a. Pneumotoraks
b. Pneumomediastinum dan empisema subkutis
c. Atelektasis d. Bronkhitis e. Aspergilosis bronkopulmoner alergik f. Gagal napas g. Status asmatikus 2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diagnosa Medis Asthma Bronchiale Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan obyektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. (Ali. H. Zaidin, 2001). Proses Keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis serta identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan (Hidayat, A. 2001).
51
Langkah - langkah dalam penerapan asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. 2.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar. Informasi yang didapat dari (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data skunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes dignostik, keluarga dan orang yang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Hidayat, A. 2001). Langkah - langkah pengkajian pada klien dengan diagnosa medis asthma bronchiale adalah sebagai berikut : a. Pengumpulan data 1) Identitas
a) Identitas klien
Klien dengan asthma dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini.Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun ( Irman,S.2009 ) Pada masa kanak kanak di temukan prevalensi asthma pada anak laki- laki berbanding anak perempuan 1.5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih
52
kurang sama dan pada masa menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal klien dapat berpotensial sebagai pencetus serangan asthma( Suyono, H. Slamet ,2001) b) Identitas penanggung jawab, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, hubungan dengan klien. 2) Keluhan utama Keluhan utama pada klien dengan asthma bronchiale biasanya mengeluh dispnea (kesulitan bernapas).
3)
Riwayat penyakit sekarang Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri dada, batuk dan pembentukan sputum.
4)
Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah klien pernah mengalami gangguan kesehatan dimasa lalu seperti cedera, pembedahan/operasi dan penyakit lain yang pernah dialami dimasa lalu. Tanyakan juga tentang perawatan dan pengobatan dimasa lalu apakah teratur atau tidak.
5)
53
Tanyakan klien apakah ada riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan, misalnya asthma, fibrosis kistik,
emfisema atau penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan tuberculosis atau alergi.
6)
Riwayat psikososial Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma.
7)
Pola kebiasaan sehari hari ( bio-psiko-sosial-spiritual) a) Respirasi dan ventilasi Pada kasus asthma yang sering ditemukan adalah adanya bunyi napas, sesak, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi, napas pendek dan cepat. b) Nutrisi Pada klien dengan dianosa asthma bronchiale
54
Yang perlu dikaji adalah berapa kali BAB ( buang air besar), konsisten, warna,dan bau.Sedangkan pada BAK ( buang air kecil) yang perlu dikaji yaitu berapa kali buang air kecil, warna, dan apakah terpasang kateter atau tidak. d) Istirahat dan tidur Pada klien dengan asthma akan mengalami gangguan istirahat tidur e) Pola kebersihan ( personal hygiene ) Kebutuhan personal hygiene klien terpenuhi sendiri atau di bantu oleh orang lain. f) Pola aktivitas Pada kllien dengan asthma terjadi penurunan toleransi aktivitas karena adanya kelemahan,lesu dan sesak
8)
Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Apakah klien tampak gelisah,sukar bernafas b) Kesadaraan Pada klien asthma kesadaraan biasanya compos mentis c) Tanda-Tanda Vital Meliputi : tekanan darah, nadi, respirasi, suhu dan berat badan. d) Pemeriksaan Persistem
55
Menurut Arif Muttaqin,2008.Pemeriksaan persistem pada klien asthma adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
(a)Inspeksi Pada klien asthma terlihat adanya peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan.Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi pernapasan. (b) Palpasi Pada palpasi biasanya kesimetrisan,ekspansi dan taktil fremitus normal
(c) Perkusi
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (d) Auskultasi Terdapat suara vesikuler yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,dengan bunyi tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
56
2) B2 ( Blood )
Perawat perlu memonitor dampak asthma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamika seperti nadi,tekanan darah dan CRT.
3) B3 ( Brain )
Pada saat inspeksi tingkat kesadaran perlu di kaji.Di samping itu,di perlukan pemeriksaan GCS,untuk
Pengukuran volume output urine perlu di lakukan karena berkaitan dengan intake cairan.Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 ( Bowel )
Perlu juga di kaji tentang bentuk turgor, nyeri dan tanda- tanda infeksi mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asthma.Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitankesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.Pada klien dengan sesak napas sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi
57
dispnea saat makan, laju metabolisme serta kecemasan yang di alami klien.
6) B6 ( Bone )
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tandatanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat serta berapa besar akibat kelelahan yang di alami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu di kaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja, dan aktivitas lainnya.Akrivitas fisik juga dapat menjadi factor pencetus asthma yang di sebut dengan exercise induced asthma.
2.2.2.Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan
58
untuk mencapai tujuan asuhan keperawat sesuai dengan kewenangan perawat. (Nursalam,2001 ). Klasifikasi diagnosa keperawatan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a.
terjadi tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan bantuan keperawatan.
c.
Diagnosa
kemungkinan
possible
yaitu
diagnosa
keperawatan yang menggambarkan masalah yang mungkin terjadi tetapi masih memerlukan data tambahan, biasanya tanda /gejala belum ada tetapi factor penyebab sudah ada.
d.
yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan akan dapat terjadi jika tidak di lakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah belum tetapi etiologi sudah ada.
e.
kelompok diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
59
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan asthma bronchiale adalah sebagai berikut :
a.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dispneu, sianosis, kelainan suara nafas
bronkospasme,
(rales,wheezing), batuk tidak efektif, produksi sputum, perubahan frekuensi dan irama napas.
b.
bronkus, penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, keletihan, somnolen, sianosis, warna kulit abnormal, hipoksemia.
c.
berhubungan dengan kelemahan otot yang di gunakan untuk menelan /mengunyah, berat badan 20% atau lebih dibawah ideal.
d.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan O2.. ( Nanda,2007 2008 ) 2.2.3. Rencana Tindakan Keperawatan Rencana keperawatan adalah sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu di perhatikan : (Nursalam. 2001) a. Menentukan Prioritas Berbagai cara dalam memperioritaskan masalah diantaranya :
60
keamanan/ keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri, serta aktualisasi diri. 2) Berdasarkan Griffith-Kenney Christensen dengan urutan : a) Ancaman kehidupan dan kesehatan b) Sumber daya dan dana yang tersedia c) Peran serta klien
d) Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan
b.
Menentukan Kriteria Hasil Hal hal yang harus di perhatikaan dalam menentukan kriteria hasil yaitu SMART :
1)
S(Spesifik) bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu misalnya pasien dapat menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 hari setelah operasi.
2)
M(Measurable) dapat di ukur misalnya pasien dapat menyebutkan tujuan batuk efektif dengan benar, dan mendemontrasikan cara batuk efektif.
3) 4)
A (Achievable) artinya tujuan harus di capai. R(Reasonable) artinya tujuan harus dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
5)
c.
61
Tujuan
perencanaan
adalah
untuk
mengurangi,
menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) tujuan (obyektif), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan. d. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan klien tatapi juga jenis dan kwalitas pelayanan kesehatan. Tujuan utama dokumentasi adalah :
1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka
mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindaka
2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan
etika. ( Nursalam,2001 )
Tabel 2.5. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperaw atan Rencana Tindakan Tujuan & Kriteria Hasil 3 Rencana 4 Rasional 5
N o 1
Setelah dilakukan
62
mendemonstrasi kan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada prused lips).
gunakan teknik ventilasi dengan chin lift atau jaw mempertahankan jalan thrust bila perlu. nafas. 2. Posisikan pasien 2. Posisi dengan kepala untuk perlunya menengadah ke atas pemasangan alat dapat memaksimalkan jalan nafas udara yang masuk. buatan. 3. Lakukan 3. Drainase postural dan fisioterapi dada perkusi penting untuk jika perlu. membuang secret kental dan memperbaiki ventilasi.
4. Keluarkan sekret 4. Kental, tebal dan
5. Auskultasi suara
banyaknya sekret adalah sumber utama gangguan gas pada jalan nafas.penghisapan di butuhkan bila batuk tidak efektif. 5. Spasme bronkus yang terjadi mengakibatkan.
63
obstruksi yang di tandai dengan adanya suara napas tambahan seperti: mengi,wheezing
6. Hidrasi membantu
6. Atur intake cairan merasa untuk tercekik, mengoptimalkan frekuensi keseimbangan pernafasan dalam rentang 7. Kolaborasi dalam normal, pemberian tidak ada suara bronkodilator bila nafas perlu abnormal. Mampu mengidentifika sikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
menurunkan kekentalan secret dan menurunkan spasme bronkus. 7. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular.
Setelah dilakukan tindakan keperwatan di harapkan pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1. Adanya
gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila perlu. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
peningkatan 3. Pasang mayo bila ventilasi dan perlu. oksigenasi yang adekuat. 2. Kebersihan paru terpelihara dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan 3 4
2. Posisi dengan kepala menengadah ke atas dapat memaksimalkan udara yang masuk Mencegah lidah klien menghambat jalan napas
3.
64
3. Tanda-tanda 4. Lakukan vital dalam fisioterapi dada rentang normal. jika perlu. TD : 120 /80 mmHg N : 60-120 x/menit S : 360-370C 5. Auskultasi suara RR : 16-24 napas, catat x/menit adanya suara tambahan.
Drainase postural dan perkusi penting untuk membuang secret kental dan memperbaiki ventilasi
4.
Bunyi napas tidak redup karena penurunan aliran udara.Adanya mengi mengidentifikasisik an spasme bronkus
5.
6. Atur intake
65
dada, amati pernapasan dan kesimetrisan, atau kronisnya penggunaan otot proses penyakit. tambahan, retraksi otot supraclavi cular dan intercostal. 9. Monitor suara 9. Identifikasi adanya nafas seperti penimbunan pada dengkur. jalan napas 10. Catat lokasi 10. Perubahan lokasi trakea trakea dapat meningkatkan status sesak 11.Kolaborasi dalam 11. Bronkodilator pemberiaan mendilatasi jalan bronkodilator napas dan bila perlu membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular.
3
Setelah tindakan keperawatan di harapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Adanya
1.
peningkatan berat badan 3. Monitor tipe dan sesuai Tujuan jumlah aktivitas 2. Berat badan yang biasa ideal sesuai dilakukan dengan tinggi badan. BB Ideal = (TB-100)-10%
Alergi makanan sebagai pencetus peningkatan pernapasan. 2. Penurunan berat badan menunjukkan intake nutrisi yang tidak adekuat.
3.
66
3. Tidak ada
4.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutiri yang dibutuhkan pasien.
dan kebutuhan kalori yang di dasarkan pada situasi /kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi yang optimal.
Intoleransi aktivitas berhubung an dengan ketidaksei mbangan antara suplay dan kebutuhan O2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria: 1. Suplay oksigen kejaringan terpenuhi 2. tidak adanya
1. 1. Menetapkan Evaluasi respons kemampuan / pasien terhadap kebutuhan pasien aktivitas. Catat dan memudahkan laporan dyspnea intervensi peningkatan kelemahan/kelela han dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. 2. Tirah baring 2. dipertahankan Jelaskan selama fase akut pentingnya untuk menurunkan istirahat dalam kebutuhan rencana metabolik, pengobatan dan menghemat energi perlunya untuk keseimbangan penyembuhan aktivitas dan istirahat. 4 5
67
3. dispnea kelemahan.
3. 3. pasien mungkin Bantu pasien nyaman dengan memilih posisi kepala tinggi atau nyaman untuk menunduk kedepan istirahat dan atau meja atau bantal. tidur. 4. meminimalkan kelelahan dan 4. membantu Bantu aktivitas keseimbangan perawatan diri suplai dan yang diperlukan kebutuhan oksigen. 5. 5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung. menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
2.2.4 Tindakan Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing aders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Nursalam. 2001). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. (Nursalam. 2001).
68
Tahap-Tahap Tindakan Keperawatan Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan yaitu : 1) Tahap Persiapan Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada
tahap perencanaan. b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan. c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul. d) Menentukan diperlukan. e) Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. f) Mengiidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan. 2) Tahap Intervensi Fokus tahap pelaksanaan tindakan dari perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. dan mempersiapkan peralatan yang
69
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independent, dependent, dan interdependent a) Indepedent Tindakan keperawatan independent adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. b) Dependent Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis. c) Interdependent Interdependent tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tindakan sosial, ahli gigi, fisioterapi dan dokter.
3) Tahap Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Ada 3 tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi: a) b) c) Sources-Oriented Records Problem-Orientasi Record Computer Assisted Recods
70
2.2.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah dicapai. (Nursalam. 2001). a. Tujuan Evaluasi 1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan). 2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan). 3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). b. Proses Evaluasi Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap : 1) Mengukur pencapaian klien 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. c. Komponen Evaluasi 1) 2) 3) Menentukan kriteria, standar, dan pertanyaan evaluasi. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar. 4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
71
5)
Melaksanakan kesimpulan.
tindakan
yang
sesuai
berdasarkan
Menurut Hidayat, A. (2001) dalam mengevaluasi klien ada catatan perkembangan yang harus didokumentasikan adalah sebagai berikut : S : Data Subyektif Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan , dikeluhkan, dan dikemukakan klien. O : Data Obyektif Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain. A : Analisis Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru. P : Perencanaan Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana tidak efektif. I : Implementasi
72
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana. E : Evaluasi Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien teratasi. R : Reassesment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.
73
BAB 3 TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn A DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASTHMA BRONCHIALE DI RUANG INTERNA I RUMAH SAKIT UMUM Dr.R.SOEDJONO SELONG Tanggal 29 Juli s/d 01 Agustus 2011 3.1 Pengkajian Tanggal masuk rumah sakit Jam masuk rumah sakit Nomor register Ruang/kelas Diagnosa medis Tanggal pengkajian 3.1.1 Identitas klien a. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Tn. A : 62 tahun : Laki-laki : Islam : Spg : Guru : Suka mulia : 29 Juli 2011 : 11.15 WITA : 003658 : IB : ASTHMA BRONCHIALE : 29 Juli 2011
74
Status
: Kawin
b. Nama Umur
Hubungan dengan klien : Istri Alamat 3.1.2 : Suka mulia Riwayat Kesehatan
Pada tanggal 29 Juli 2011 pukul 11.15 keluarga klien mengatakan, klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Dr.R.Soedjono Selong melalui IGD dengan keluhan
sesak napas sejak 3 hari yang lalu, batuk disertai dengan dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan otot bantu
75
dinding dada dengan penggunaan otot bantu diafragma, pucat, berkeringat, akral teraba dingin,serta segala kebutuhan klien dibantu oleh keluarga. tindakan yang dilakukan di IGD memasang O2 nasal kanul 3 liter/menit, infus D5% + drip Aminofilin 2 ampul 20 tetes/menit, pemberian obat Combiven dengan nebulizer, vital signt : TD : 140 / 100 mmHg, N : 110x/menit, RR : 32 x/ menit, S : 35,6 C. Setelah pemasangan beberapa jam dirawat di IGD, klien langsung dipindahkan keruang Interna I, kelas I B untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. c) Faktor pencetus
Klien mengatakan sesaknya sering kambuh saat lelah. d) Usaha yang pernah dilakukan sebelumnya
Klien mengatakan jika sesaknya kambuh dia biasanya menggunakan sebelumnya. b. Riwayat sebelum sakit 1) Penyakit yang pernah dialami inhaler yang sudah di sediakan
Klien mengatakan penyakit yang pernah dialami adalah sesak seperti sekarang ini dan Klien juga mengatakan sudah ketiga kalinya di bawa ke RSU Dr.R.Soedjono Selong dalam 1 tahun terakhir, Klien mengatakan sesak
76
2)
Klien mengatakan obat yang biasa dikonsumsi obat dari dokter dan biasanya klien menggunakan inhaler untuk mengurangi sasaknya. 3) Kebiasaan berobat
Klien mengatakan biasa berobat ke tempat dokter praktik. 4) Operasi yang pernah dilakukan sebelumnya
Klien mengatakan sepanjang hidupnya tidak ada penyakit yang membuat ia pernah dioperasi. 5) Keadaan kesehatan lingkungan tempat tinggal
Klien mengatakan rumahnya berada di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan. 6) Alergi obat
Klien mengatakan selama ia mengkonsumsi obat, tidak ada obat yang membuat ia alergi.
77
c. Riwayat penyakit keluarga Istri klien mengatakan bahwa bapak dari klien mengalami penyakit yang sama seperti klien yaitu sesak napas.
Genogram
Keterangan : Meninggal : Laki-laki : Perempuan .......... : Klien :Tinggal serumah : Garis keturunan
Penjelasan 1) 2) Klien anak terakhir dari tujuh bersaudara Klien tinggal dengan istri, dan 3 orang anaknya
78
napas, batuk disertai dengan dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan otot bantu pernafasan sternocleido mastoideus, tampak pergerakan
dinding dada dengan penggunaan otot bantu diafragma , pucat, berkeringat, akral teraba dingin, serta segala kebutuhan klien dibantu oleh keluarg. Terpasang infus D5% + drip Aminofilin 2 ampul 20 tetes/menit pada tangan kiri, Oksigen 3 liter/menit menggunakan nasal kanul. 2)
3) 4)
Tingkat kesadaran : compos mentis GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6 Total GCS 15 Tanda-tanda vital : TD: 140 / 100 mmHg, N : 110x/menit, RR : 32 x/ menit, S : 35,6 C Axila.
3.1.3
79
a. Pernapasan Bentuk dada simetris, klien tampak Dyspnea, klien batuk disertai dahak warna putih kental, suara nafas wheezing saat ekspirasi pada intercosta ke 5 pada lobus kanan dan kiri, nafas cepat dan dangkal, klien tampak memegang dadanya dan kelelahan saat bernafas, tampak pernafasan cuping hidung, tampak penggunaan tampak otot bantu pernafasan dinding sternocleido dada dengan
mastoideus,
pergerakan
penggunaan otot bantu diafragma, pucat, berkeringat, serta akral teraba dingin. Pola nafas ireguler, frekuensi napas 32 kali /menit, menggunakan alat bantu pernapasan nasal kanul 3 liter. b. Kardio vaskuler Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada nyeri dada, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada edema dan clubbing finger pada jari tangan dan kaki, CRT kurang dari 3 detik, dengan frekuensi nadi 110 x/menit Reguler, Tekanan darah : 140/100 mmHg. c. Persyarafan Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial seperti pusing, nyeri kepala dan keinginan muntah. d. Penginderaan 1) Penglihatan
80
Bentuk simetris, pupil isokor, sklera jernih, konjungtiva tampak pucat. 2) Penciuman
Bentuk hidung normal dan tidak mengalami gangguan penciuman. Serta terpasang nasal kanul 3 liter. 3) Pendengaran
Bentuk simetris, tidak ada serumen dan pendengaran baik 4) Pengecapan dan perabaan
Tidak ditemukan gangguan. e. Perkemihan Klien di bantu oleh keluarganya untuk buang air kecil mengunakan urinal, produksi urine 500 ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari, dengan bau khas amoniak, warna urine kuning jernih. f. Pencernaan 1) Mulut dan tenggorokan
Mukosa bibir tampak kering dan kotor, tidak mengalami mual dan muntah, tidak terpasang NGT. 2) Abdomen
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen, frekuensi peristaltic usus 6x/menit. 3) Eliminasi
81
Klien tidak mengalami konstipasi, klien mengatakan selama dirawat di Rumah Sakit klien hanya BAB 1x menggunakan pispot dengan konsistensi feses lembek, warna kuning baunya khas seperti feses
Kemampuan pergerakan ekstremitas atas dan bawah lemah, tampak terpasang infuse D5 % drip Aminophilin 20 tetes permenit pada tangan kiri, tidak ada tanda tanda dislokasi dan hematoma 2) Integumen
Warna kulit sawo matang, turgor kulit cukup dan tidak ada edema, akral dingin, klien tampak berkeringat serta suhu tubuh 35,6C. h. Reproduksi Tidak terkaji 3.1.4 a. Pola kebiasaan sehari-hari Makan dan minum 1) Sebelum sakit
Istri klien mengatakan klien makan 3 kali sehari dengan porsi habis, dan minum air putih sebanyak 8 - 10 gelas /hari
82
2000 cc. Klien mengatakan tidak ada masalah dalam makan dan minumnya.
2)
Istri klien mengatakan makanan yang disajikan tersisa, karna klien kurang nafsu makan, klien hanya menghabiskan 1/2 porsi makanan yang disediakan di rumah sakit dan minum air putih sebanyak 4-6 gelas 1000 cc. b. Istirahat/tidur
1) Sebelum sakit Klien mengatakan istirahat atau tidurnya tidak terganggu, klien mengatakan bahwa tidur malam 6 - 8 jam, tidak ada masalah dalam istirahat tidurnya. 2) Saat masuk rumah sakit klien mengatakan sulit tidur karena sesak napas, batuk disertai dahak dan karena suasana yang ramai hingga klien tidak dapat tidur seharian. c. Kebersihan diri 1) Sebelum sakit
Klien mengatakan mandi 2 kali sehari, sikat gigi 3 kali sehari ganti pakaian 1 kali sehari 2) Saat masuk rumah sakit
83
Klien mengatakan selama di rumah sakit, klien tidak pernah mandi hanya di seka dan sikat gigi 1 kali sehari dibantu oleh keluarganya dan ganti pakaian 1 kali dalam 2 hari. d. Kebutuhan psikologis
Klien mengatakan bahwa ia mengetahui tentang penyakitnya dan ia tampak menerima kondisinya saat ini
3.1.5 a. Laboratorium
Pemeriksaan penunjang
Tabel 3.1 Hasil laboratorium tanggal 29 juli 2011 Pemeriksaan Hb Leukosit LED Ba / E / St / Seg /Li / Mo - / - / - / 79 / 17 / 4 Eritrosit Jumlah Trombosit Jumlah Hemotokrit b. Spirometri Hasil pemeriksaan spirometri (SPO2) adalah 85 %. ( N : 95100% ). c. EKG Nilai Normal 13,7 gr/dl Hasil P = 12,0 16,0 L =14,0 18,0 4.000 - 11.000 05
11.400 /mL 21 mm/1 jam Ba / Eo / St / Seg / Li / Mo 0-1/ 1-6 / 2-6 / 50-70 / 20-40 /2-8 4,51 juta / mL 250.000 / mL 40,4 % 4,5 6,0 150.000 400.000 P = 36-48 L= 42-54
84
EKG tanggal 30 Juli 2011 : tidak ditemukan adanya kelainan fungsi jantung. d. Rontgen Rontgen thoraks tanggal 30 Juli 2011 tidak ditemukan kelainan pada paru paru. Tidak Terjadi Bronkhitis.
3.1.6
Terapi medik
O2 3 liter permenit dengan nasal kanule Infus Dextrose 5 % + Drip aminopilin 2 ampul 20
2)
tetes/menit 3) 4) 5)
6)
Injeksi metilprednisolon 2 x 30 miligram intravena Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul secara intravena Ambroxol 3 x1 tablet Inhalasi conbivent / 4 jam
1.1
85
No
Sypmtom Keadaan umum klien tampak lemah, Klien batuk disertai dahak warna putih kental, Klien tampak memegang dadanya, tampak meringis, Klien tampak kelelahan saat bernafas, Suara nafas wheezing saat ekspirasi pada lobus kanan dan kiri, ekspirasi memanjang, Menggunakan otot bantu pernapasan yaitu Diafragma. Nafas = 32x/menit Terpasang nasal kanul 2 liter Terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul TD : 130/80 mmHg Suhu : 36,70C Nadi 100x/menit Klien mengeluh nafsu makan kurang
Problem
Sesak
DS :
DO : Keadaan umum klien tampak lemah Klien tidak menghabiskan porsi makan yang disediakan Klien Tampak pucat Mukosa bibir klien tampak kering Konjungtiva pucat bising usus 6x/menit Berat badan klien 47 kg
86
No Sypmtom 3 DS : Klien mengatakan sulit tidur Karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. DO : Batuk berdahak warna putih kental Klien tampak sesak frekwensi napas 32x/mnt. Tampak pucat, 4 DS : Klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhannya di bantu oleh keluarganya DO : Klien tampak kelelahan dan lemah Klien tampak sesak bila melakukan aktivitas ringan Nafas = 32x/menit Segala kebutuhan dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat seperti makan, minum, mengganti pakaian,buang air kecil,buang air besar dll. Terpasang oksigen nasal kanul 2 liter/menit Terpasang infuse D5%, pada tangan kiri
Klien terjaga
Terganggunya pertukaran O2
Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
1.2
87
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi mucus, sekresi tertahan, kental, kemungkinan dibuktikan oleh pernyataan kesulitan bernafas, batuk dengan produksi sputum, penggunaa otot bantu pernafasan difragma, bunyi nafas wheezing pada saat ekspirasi, Nafas = 32x/menit, terpasang nasal kanul 2 liter, terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul,TD : 130/80
Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress pernafasan kemungkinan
dibuktikan oleh penurunan BB 1 kg, tonus otot menurun, kelemahan , tidak ada nafsu makan, mukosa bibir kering, klien tampak pucat
c.
Gangguan
istirahat
tidur
berhubungan
dengan
Distres
pernafasan yang ditandai dengan sulit tidur karena sesak batuk dan suasana yang ramai disekitarnya, batuk berdahak warna putih kental, klien terlihat sesak, RR : 32x/menit.
d.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
terganggunya
pertukaran oksigen dibuktikan oleh klien mengeluh sesak bila beraktivitas, klien tampak kelelahan dan lemah serta segala kebutuhan klien di bantu oleh kelurganya
88
Tabel 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Klien Tn A N o 1 1 Diagnosa Keperawatan 2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan Perencanaan Tujuan dan kriteria hasil 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan jalan nafas klien bersih dengan kriteria hasil: a. klien mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada sianosis dan dypsnea (prused lips). b. Menunjukkan jalan nafas yang paten. klien tidak merasa tercekik irama nafas teratur tidak ada suara Intervensi 4 1. Kaji keadaan umum klien 2. Ukur dan catat frekuensi pernafasan Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas Atur posisi klien dalam posisi semifowler Ajarkan klien batuk Rasional 5 1. Data dasar dalam menentukan intervensi 2. Untuk memastikan adanya tekipneu pada klien
3. Beberapa derajat
3.
spasme bronchus terjadi dengan obstruksi jalan nafas 4. Posisi semifowler dapat memudahkan fungsi pernafasan
5. Kental, tebal dan
4.
5.
89
nafas abnormal. efektif dan c. klien mampu fisioterapi dada. mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan 6. Anjurkan nafas. klien untuk d. Tanda-tanda vital minum air dalam rentang hangat normal. 7. Ukur tanda TD: 120/80 tanda vital mmHg
gas pada jalan nafas. 6. Air hangat dapat menurunkan spasme bronkus
7. Takikhardia,
5 8. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular
1. Alergi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distres pernafasan
1. Kaji adanya alergi makanan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor adanya penurunan berat diharapkan nutrisi klien badan. terpenuhi dengan kriteria hasil : a. Adanya 3. Monitor peningkatan berat lingkungan badan sesuai selama makan. tujuan b. Nafsu makan 4. Auskultasi bunyi klien bertambah usus c. Mukosa bibir lembab d. Klien mengahabiskan porsi makanan
merupakan faktor pencetus terjadinya asthma 2. Penurunan berat badan menunjukkan intake nutrisi yang tidak adekuat 3. lingkungan yang bersih dan nyaman meningkatkan nafsu makan klien 4. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan
90
yang disediakan e. Bising usus 612 kali/menit f. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti g. Berat badan ideal sesuai dengan 5. Anjurkan tinggi badan. istirahat selama h. BB Ideal = (TB1 jam sebelum 100)-10% dan sesudah BB ideal klien 49 makan. Berikan kg porsi kecil tetapi sering
4 6. Hindari makanan yang sangat panas/ sangat dingin 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutiri yang dibutuhkan pasien.
mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan cairan, penurunan aktivitas dan hipoksemia 5. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatam untuk meningkatkan masukan kalori 5 6. Suhu ekstrim dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme , batuk 7. Metode makan dan kebutuhan kalori yang di dasarkan pada situasi /kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi ya Membantu menentukan intervensi yang tepat.
1. Membantu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : a. klien dapat tidur 6-8 jam. b. Klien tidak sering
1. Kaji penyebab gangguan tidur klien. 2. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat
91
terbangun saat tidur. c. Klien terlihat nyenyak saat tidur. d. Klien lebih rileks, merasa segar saat bangun tidur.
tidur.
3. Diskusikan 3. Meningkatkan waktu tidur yang partisipasi klien tepat untuk klien. dalam menentukan intervensi. 4. Sediakan 4. Memberikan rasa tempat tidur nyaman pada saat yang bersih dan tidur. kering. 5. Suara yang ramai 5. Ciptakan atau pencahayaan lingkungan yang yang terlalu terang nyaman dan dapat menstimulasi tenang. klien untuk terjaga dari tidur.
1 4
Setelah dilakukan 1. Evaluasi respons 1. Menetapkan tindakan keperawatan pasien terhadap kemampuan / selama 3 x 24 jam aktivitas. Catat kebutuhan pasien diharapkan toleransi: laporan dyspnea dan memudahkan klien terhadap aktivitas peningkatan intervensi. meningkat dengan kelemahan/kelela criteria hasil han dan a. Suplay oksigen perubahan tanda kejaringan vital selama dan terpenuhi setelah aktivitas b. Klien tidak sesak saat 2. Jelaskan 2. Tirah baring beraktivitas pentingnya dipertahankan c. Klien dapat istirahat dalam selama fase akut melakukan aktivitas rencana untuk menurunkan ringan seperti : pengobatan dan kebutuhan perlunya metabolik, Makan , keseimbangan menghemat energi minum sendiri aktivitas dan untuk Sikat istirahat. penyembuhan. gigi sendiri 3. Mendorong klien BAK/B 3. Anjurkan klien untuk membantu AB sendiri dll berpartifasi perencanaan sendiri dalam aktivitas untuk memenuhi
92
perawatan diri.
4. Bantu aktivitas 4. Meminimalkan perawatan diri kelelahan dan yang diperlukan. membantu keseimbangan suplai dan kebuuhan Oksigen 5. kolaborasi dalam 5. Memaksimalkan pemberian bernapas dan Oksigen menurunkan kerja napas, memberi kelembaban pada membrane mukosa
Tabel 3.4. pelaksanaan Keperawatan Klien A Hari/T gl 1 Jumat, 29/07/2 011 No Dx 2 I Jam 3 11.35 Tindakan 4 1. Mengkaji keadaan umum klien Respon Hasil 5 1. Klien tampak lemah,klien tampak sesak,klien tampak meringis dengan memegang dadanya saat batuk,klien menggunakan otot bantu pernafasan ( diafragma)
2. Frekuensi nafas klien
12.05
2. Mengukur dan mencatat
frekuensi pernafasan
3. Mengauskultasi bunyi nafas,
adalah 32x/menit,
3. Ditemukan adanya bunyi
12.30
posisi semifowler
93
13.00
efektif
6. Menganjurkan klien untuk
klien keluar dengan batuk efektif warna putih kental 6. Klien mengatakan mau meminum banyak air hangat
7. Tekanan darah : 130/80
8. Melakukan tindakan
kolaborasi, Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxolsirup 1 sendok 1 2 3 4
mmHg, nadi :110x/menit. Suhu :36,40C dan nafas 32x/menit 8. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer
94
II
13.05
makanan.
2. Memonitor adanya
selama makan.
4. Mengauskultasi bunyi usus
13.45
5. Menganjurkan istirahat
selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tetapi sering
6. Menganjurkan untuk hindari
1. Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan 2. Berat badan klien turun,semula 48 kg menjadi 47 kg setelah sakit 3. Lingkungan sekitar klien tampak bersih 4. Bising usus terdengar 6x/menit 5. Klien kooferatif,klien akan mengikuti anjuran, klien mau makan sedikit tapi sering 6. Klien memakan makanan yang hangat
7. klien mengatakan tidak
14.00
makanan yang sangat panas/ sangat dingin 7. Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein
ada nafsu makan,klien hanya menghabiskan setengah porsi,klien tampak pucat,mukosa bibir klien kering, Klien mengatakan sulit tidur karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. 2 Klien mengatakan lebih nyaman posisi semi fowler
1
III
14.05
1. Mengkaji penyebab
15.00
memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. 3. Mendiskusikan waktu tidur yang tepat untuk klien.
15.45
4. Menyediakan tempat
Klien memilih, pengen tidur siang jam 13.00 dan tidur jam 21.00 wita.tapi klien masih merasa terganggu dengan batuk, sesak dan suasana yang ramai. 4 Klien tampak nyaman
3
95
4
5. Menciptakan lingkungan
5 5 Klien mengatakan masih tidak bisa istirahat karna sesak dan batuk
1 Klien tampak
IV
15.55
1 Mengevaluasi respons
klien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas 16.05 2 Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. 3 Menganjurkan klien untuk berpartifasi dalam aktivitas perawatan diri.
lemah,kelelahan dalam bernafas, klien hanya bisa duduk dalam posisi semi fowler tanda tanda vital : TD : 130/80 mmHg, nadi :100x/menit. Suhu : 36,60C dan nafas 32x/menit 2 Klien tampak mengerti
16.15
4 Membantu aktivitas
16.30
perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab dll 5 Melakukan tindakan kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit
mengikuti anjuran yang diberikan seperti makan, minum tetapi masih tergantung dengan perawat dan keluarganya. 4 Klien tampak nyaman dan belem mampu untuk mandiri 5 Klien kooferatif dengan tindakan yang di berikan
96
4
1 Mengkaji keadaan umum
5
1. Sesak klien tampak
adalah 28x/menit,
3. Adanya bunyi nafas
09.00
09.45
efektif
6 Menganjurkan klien
wheezing pada lobus paru kanan dan kira 4. Klien mengatakan lebih nyaman 5. Sputum klien keluar dengan batuk efektif warna putih kental
6. Klien mengatakan
vital
8 Melakukan tindakan
11.45
II
12.00
12.15
kolaborasi,Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxol sirup 1 sendok. 1 Memonitor adanya penurunan berat badan. 2 Memonitor lingkungan selama makan. 3 Mengauskultasi bunyi usus
4 Menganjurkan istirahat
meminum banyak air hangat 7. Tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi :96x/menit. Suhu :36,50C dan nafas 28x/menit 8. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer
12.45
selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tetapi sering 5 Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi
Berat badan klien agak 47 kg 2 Lingkungan sekitar klien tampak bersih 3 Bising usus terdengar 8x/menit 4 Klien kooferatif,klien mengikuti anjuran, klien makan sedikit tapi sering
1
97
protein ) 1 2 3 4
masih belum 5 bisa menghabiskan makanannya, mukosa bibir klien agak lembab
III
13.05
1. Mengkaji penyebab
13.45
2. Mendiskusikan waktu
14.00
3. menciptakan lingkungan
Klien mengatakan masih belum bisa tidur nyenyak karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. 2 klien masih merasa terganggu dengan batuk, sesak dan suasana yang ramai sehingga klien belum bisa menentukan waktu untuk tidur 3 Klien tampak nyaman dengan lingkungannya Klien mengatakan masih tidak bisa istirahat karna sesak dan batuknya
1
IV
14.05
1. Mengevaluasi respons
klien terhadap aktivitas,mencatat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas 14.25
2. Menganjurkan klien
1 Keadaan umum klien masih tampak lemah,klien hanya bisa duduk posisi semi fowler tanda tanda vital : TD : 120/70 mmHG Nafas : 28x/menit nadi : 94 x /menit Suhu : 36,6C
2 Klien kooferatif ,klien
perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab
mengatakan untuk makan sendiri sudah bisa namun untuk bak dan bab klien masih di bantu oleh perawat dan keluarganya. 3 Klien sudah bisa sebagian melakukan aktivitas ringan seperti makan
98
dll 1 2 3 4
4. Melakukan tindakan
kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit minggu 1 08.15
1. Mengkaji keadaan umum
cukup baik,sesak klien berkurang,klien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk
2. Frekuensi nafas klien
adalah 24x/menit, 3. Sudah tidak terdengar suara wheezing 4. Sekret klien keluar dengan batuk efektif warna putih cair, 5. Tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi : 86x/menit. Suhu :36,30C dan nafas 24x/menit 6. Klien kooferatif dan tampak nyaman setelah di nebulizer
efektif 10.30
5. Mengukur tanda tanda
vital 12.45
6. Melakukan tindakan
II
12.55
kolaborasi,Menginjeksikan metilprednisolon 30 miligram intravena, memberikan ventilasi nebulizer conbivent 1 ml,ambroxol sirup 1 sendok 1 Memonitor adanya penurunan berat badan.
2 Mengauskultasi bunyi
meningkat 47,5 kg
2 Bising usus terdengar
usus 13.05 3 Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein
8x/menit 3 klien mengatakan nafsu makannya sudah meningkat porsi makannya pun lebih
99
2 III
3 13.15
1.
2.
3.
13.25
banyak namun belum mampu menghabiskan 1porsi makanan, mukosa bibir lembab 5 Klien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak karena sesaknya sudah berkurang klien mengatakan akan tidur siang jam 13.00 dan malam pukul 21.00. Klien tampak nyaman
IV
13.45
1. Mengevaluasi respons
14.05
klien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas
2. Menganjurkan klien
15.30
3. Membantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan seperti makan, minum sendiri,bak serta bab dll 4. Melakukan tindakan kolaborasi dalam memberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit
1 Keadaan umum klien cukup baik,sesak klien tampak berkurang tanda tanda vital : TD : 120/70 mmHG Rr : 24x/menit nadi : 84x /menit Suhu : 36,3C 2 Klien kooferatif,klien mengatakan sudah mampu untuk melakukan aktivitas ringan seperti makan ,minum serta klien sudah mampu untuk berjalan kekamar mandi 3 Klien tampak mampu untuk beraktivitas ringan
100
101
08.30
klien
1. Keadaan umum klien baik,klien sudah tidak sesak lagi,namun klien masih batuk
2. Frekuensi nafas klien
09.15
frekuensi pernafasan
3. Mengukur tanda tanda
adalah 18x/menit,
3. Tekanan darah : 120/70
10.05
vital
4. Melakukan tindakan
11.45
mmHg, nadi :84x/menit. Suhu :36,50C dan nafas 18x/menit 4. Klien kooferatif dan tampak nyaman
II
12.05
Memonitor adanya penurunan berat badan. Mengauskultasi bunyi usus Memberikan diet klien TKTP ( tinggi kalori tinggi protein
2.
12.30 3. 13.45
8x/menit
3 Klien
mengatakan nafsu makannya sudah meningkat,klien mampu menghabiskan porsi makanan yang di berikan,
102
No 1 1
Dx 3 I
14.05
batuk, Suara nafas wheezing saat ekspirasi pada lobus kanan dan kiri, ekspirasi memanjang, Menggunakan otot bantu pernapasan yaitu Diafragma. Terpasang nasal kanul 2 liter Terpasang infus D5% + aminopilyn 2 ampul Injeksi metilprednisolon 30 miligram intravena, ventilasi nebulizer conbivent 1 ml, ambroxol sirup 1 sendok Tanda- tanda vital :TD : 130/80 mmHg, Suhu : 36,70 Nadi 100x/menit, Nafas = 32x/menit
15.45
II
Keadaan umum klien tampak lemah Klien tidak menghabiskan porsi makan yang disediakan Klien Tampak pucat Bising usus 6x / menit Mukosa bibir klien tampak kering Berat badan klien 47 kg ( berkurang 1 kg)
A : masalah teratasi sebagian P : intervensi di lanjutkan pada no ,2,3,4,5,7 4 S : Klien mengatakan sulit tidur Karena sesak, batuk dan suasana yang ramai disekitarnya. O: Batuk berdahak warna putih kental Klien tampak sesak Frekwensi napas 32x/mnt. Klien terlihat pucat A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi di lanjutkan pada no 1 ,3,5 16.30 IV S O:
2 16.05
3 III
: Klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhannya di bantu oleh keluarganya dan perawat Klien tampak kelelahan, lemah.
104
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas penyusunan Laporan Akhir ini. Kesimpulan dan saran disusun menurut proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. 4.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis uraikan adalah sebagai berikut : 4.1.1. Pengkajian Secara umum penulis sudah melaksanakan pengkajian sesuai dengan konsep. Namun ada beberapa hal yang terdapat dalam konsep tetapi tidak ditemukan pada kasus nyata yaitu pada konsep teori dikatakan adanya sianosis bibir dan dasar kuku, takikardi berat/peningkatan frekuensi jantung, mual/muntah, turgor kulit buruk dan clubing finger pada dasar kuku dan jari.
105
Tetapi pada kasus nyata tidak ada sianosis bibir dan dasar kuku, takikardi berat/peningkatan frekuensi jantung, mual/muntah, turgor kulit buruk,. Hanya napas pendek, pernapasan cuping hidung, batuk disertai dengan sputum, adanya suara wheezing dan adanya pergerakan dinding dada. Hal ini disebabkan karena kondisi klien belum terlalu parah sehingga tanda dan gejala yang ada dikonsep tidak ditemukan pada kasus nyata 4.1.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan konsep teori, diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Asthma Bronchiale ada empat
diagnosa, dan pada tinjauan kasus juga empat diagnosa keperawatan yang muncul namun pada tinjauan kasus diagnosa yang muncul Gangguan istirahat tidur karena merupakan manifestasi keadaan klien bukan Gangguan pertukaran gas. Hal ini karena tidak ada data-data yang dapat menunjang munculnya diagnosa tersebut. 4.1.3. Rencana Keperawatan Pada tahap ini penulis sudah membuat perencanaan sesuai dengan konsep. Perencanaan tersebut disesuaikan juga dengan kondisi nyata yang ditemukan penulis di lapangan. 4.1.4. Pelaksanaan Keperawatan Pada tahap ini penulis tidak mengalami banyak kesulitan karena adanya dukungan dan kerja sama yang baik dari klien
106
( Tn."A" ) beserta pegawai/staf yang berada di ruang Interna I RSU Dr. R. Soedjono Selong. Penulis sudah melaksanakan tindakan berdasarkan rencana yang telah dibuat. 4.1.5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi bagian terakhir dari proses keperawatan dan merupakan tahap penilaian terhadap keberhasilan asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan mencatat setiap reaksi dan perubahan klien setelah diberikan tindakan keperawatan .Evaluasi dalam konsep dasar dan pada gambaran kasus, penulis susun dalam bentuk tabel catatan perkembangan. Indikator dalam evaluasi ini penulis mengacu pada criteria tujuan yang telah dirumuskan pada rencana keperawatan,sehingga diketahui
masalah keperawatan mana yang telah teratasi maupun yang belum teratasi.Selama proses evaluasi pada gambaran kasus dilakukan seperti yang sudah dijelaskan pada konsep dasar yaitu menggunakan system SOAP. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada gambaran kasus,setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari didapatkan gambaran hasil evaluasi yaitu dari keempat diagnosa keperawatan meliputi : bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan istirahat tidur dan intoleransi aktivitas.
107
4.2.
beberapa saran untuk kesempurnaan dan keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan secara umum dan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Asthma Bronchiale antara lain : 4.2.1. Pengkajian Bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian dan bagi perawat hendaknya dalam melakukan pengkajian kepada klien dengan diagnosa medis Asthma Bronchiale harus dengan cermat dan teliti supaya diagnosa yang ditegakkan seimbang dengan data data yang menunjang dan sesuai dengan keadaan klien, karena tidak semua yang tercantum dalam konsep teori terdapat pada kasus nyata. 4.2.2. Diagnosa Keperawatan Dalam menegakkan diagnosa harus sesuai dengan data yang ada, jangan dilebih lebihkan atau dikurangi karena semua itu akan
108
berdampak pada klien, petugas dan instalasi setempat. Dan juga dalam menegakkan diagnosa harus pandai pandai memilah mana yang paling mempengaruhi perkembangan klien.
4.2.3.
diagnosa medis Asthma Bronchiale diharapkan kepada mahasisiwa dan perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuan dengan memperbanyak membaca dari literatur yang berbeda dan
memperbanyak pengalaman sehingga dalam menyusun rencana keperawatan yang nantinya akan di aplikasikan dalam bentuk tindakan keperawatan dapat disesuaikan dengan diagnosa yang ada dan keadaan klien. 4.2.4. Tindakan Keperawatan Dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya
disesuaikan dengan rencana tindakan dan keadaan klien serta harus mampu melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain yang ada agar tidak terjadi hal hal yang tidak diharapkan.
109
4.2.5.
melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa maupun perawat dalam melakukan evaluasi terhadap perkembangan diagnosa keperawatan (masalah keperawatan) sebaiknya menggunakan
evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan setelah melakukan tindakan keperawatan. Selain itu juga harus diperhatikan mengenai status kesehatan klien yang meliputi; kognitif, affektif, psikomotor dan perubahan fungsi tubuh dan gejala penyakit karena status kesehatan tersebut sangat berpengaruh terhadap kesembuhan klien.