You are on page 1of 18

REFERAT

DIABETES MELITUS PADA LANSIA

Disusun Oleh: Rusdi Dalius B Dewi Wulandari Fendy Suyanto G0004191 G0006069 G0006081

Pembimbing: dr. Fatichati B, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2011 HALAMAN PENGESAHAN
1

Referat dengan judul :

DIABETES MELITUS PADA LANSIA

Disusun Oleh : Rusdi Dalius B Dewi Wulandari Fendy Suyanto G0004191 G0006069 G0006081

Telah disahkan pada hari

, tanggal

Desember 2011

Pembimbing: dr. Fatichati B, Sp.PD

DAFTAR ISI
2

A. Pendahuluan . 4 B. Epidemiologi 4 C. Patofisiologi . 4 D. Manifestasi Klinis 7 E. Diagnosis .. 7 F. Komplikasi 7 G. Tata laksana .. 8 H. Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes . 11 I. J.

Olahraga pada orang tua dengan diabetes 13 Nutrisi .. 14

K. Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes .. 15 L. Daftar Pustaka . 16

A. Pendahuluan Seiring bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa akan menurun, sebagai akibatnya banyak orang tua yang tidak sadar adanya kemungkinan berkembang penyakit
3

diabetes mellitus (Stolk, Pols, et al., 1997). Setelah seseorang mencapai umur 30, kadar glukosa darah akan meningkat 1-2 mg %/tahun saat puasa dan sekitar 5,6-13 mg %/tahun pada 2 jam setelah makan. Separuh dari populasi orang dengan diabetes mellitus, terjadi pada usia > 60 tahun dengan prevalensi terbesar ditemukan pada usia > 80 tahun, jumlah ini diperkirakan akan mencapai 40 juta pada tahun 2050 (Gambert & Pinkstaff, 2006). Diabetes mellitus sendiri merupakan faktor risiko terhadap munculnya berbagai penyakit terutama stroke dan gagal jantung, dua penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Suara Pembaruan, 2011). Orang tua lebih berisiko terjadi peningkatan risiko kegagalan mendapat terapi yang tepat, diet, dan pengobatan-pengobatan yang dapat menyelamatkan hidupnya. Oleh karena itu, diagnosa sedini mungkin, tatalaksana serta pengawasan timbulnya komplikasi harus lebih diperhatikan. Sehingga meskipun angka harapan hidup naik, kualitas hidup juga akan naik. Sehingga dicapai usia tua yang tetap berkualitas. B. Epidemiologi Umumnya 90% pasien diabetes dewasa termasuk diabetes tipe 2 dimana dari jumlah tersebut sekitar 50% adalah pasien berusia diatas 60 tahun. Penelitian epidemiologi lain menyebutkan di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes tipe 2 (Subramaniam and Gold, 2005). C. Patofisiologi Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya usia, seperti regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada munculnya diabetes mellitus. Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan fokuskan pada DM tipe 2, dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada tubuh terkait usia. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu, yaitu:
1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan

jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin.
2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.

3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan

karbohidrat meningkat.
4. Perubahan

neuro-hormonal

khususnya

insulin-like

growth

factor-1

(IGF-1)

dan

dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya aksi insulin. (Rochmah, 2009) Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral merupakan bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari resistensi insulin (Petersen & Shulman., 2006). Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan (Gambert & Pinkstaff, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria (Isidori, Strollo, et al., 2000). Leptin akan menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada peningkatan adiposit dan perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin, merupakan protein dengan kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki efek mengurangi resistensi insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan penurunan risiko diabetes (Kanaya, Harris, et al., 2004).

Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar. Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP1), yang mana mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada orang tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel menjadi resisten terhadap efek GIP (Toft-Nielsen, Damholt., 2001). Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel termasuk kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel . Penurunan massa sel-sel pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi (Gambert & Pinkstaff, 2006). Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan diabetes pada orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak duduk dan sedikit aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia. Yang perlu diperhatikan juga adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat merubah sensitivitas insulin, sekresi insulin, maupun keduanya.

D. Manifestasi klinis Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi penampilan klinis DM pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak pada lansia dengan DM karena seiring dengan bertambahnya usia akan terjadi kenaikan ambang batas

ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi (Meneilly and Tessier, 2001). DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau ditemui gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh dan inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM pada lansia sering terlambat. Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa: 1. 2. 3. 4. Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard. Kaki: neuropati, ulkus. Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan. Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.

(Burduli, 2007). E. Diagnosis Kriteria diagnosis DM pada lansia baik yang baru timbul setelah tua ataupun yang diderita sejak muda dengan melihat kadar glukosa darah menurut American Diabetes Association yakni: 1. 3. 4. HbA1C 6,5 % atau Gula darah 2 jam pp 200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral Gula darah sewaktu200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. (ADA, 2010)
2. Gula darah puasa 126 mg/dL atau

F. Komplikasi 1. Risiko Kardiovaskuler Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan pasien dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan antiplatelet.
7

Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti hipotensi postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan fraktur pada orang tua yang lemah. 2. Peripheral arterial disease (PAD) Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai pada yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan, ulserasi, dan gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi amputasi pada ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian obat-obatan seperti antiplatelet, antihipertensi, statin, dan pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman, perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk meminimalkan risiko amputasi. 3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan kognitif, dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua dengan episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat. 4. Kehilangan penglihatan Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar glukosa darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor dianjurkan. Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara rutin. 5. Perawatan kaki Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan kelemahan kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada kaki yang akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai, akhirnya menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk
8

melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal atau sepatu yang nyaman. 6. Gait dan Keseimbangan Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan risiko terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan peranan dari berbagai multidisiplin. 7. Kelemahan Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena pasienpasien ini rentan terhadap infeksi. (British Geriatrics Society, 2009) G. Tatalaksana Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola hidup dan pengurangan berat badan. European Diabetes Working Party Guidelines menyarankan HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan < 8.0% pada orang tua yang lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap orangnya, dan harus mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas, angka harapan hidup, dan ketaatan dalam pengobatan.

1. Monitoring kadar glukosa darah Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi apabila terjadi hipoglikemia 2. Agen hipoglikemik oral

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan metformin sebagai lini pertaa terapi kecuali mereka yang mempunyai kontraindikasi
9

seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan hati atau hipoksia. Hal ini disebabkan metformin memiliki keuntungan kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang rendah. Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting termasuk repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama apabila penggunaan metformin dikontraindikasikan atau dapat juga dengan pengkombinasian dengan metformin saat target glikemik tidak tercapai. Hipoglikemia merupakan efek samping serius pada orang tua, dan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal yang penting. Agen-agen long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari akibat risiko hipoglikemia yang cukup tinggi. Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat diberikan sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau NYHA 3 dan NYHA 4, dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang kehilangan tulang atau fraktur. Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi, tetapi penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.

Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan Sitagliptin (dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada pasien obesitas. Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak menyebabkan hipoglikemia. Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat ini belum banyak.

3. Insulin Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan keluarga. Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan insulin, pemberian dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan memberikan kontrol yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti Giargine dan Detemir dapat memperbaiki control glikemi dengan frekuensi hipoglikemia yang lebih jarang. (British Geriatrics Society, 2009)
10

H. Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes 1. Kelemahan kognitif Diabetes terkait dengan peningkatan risiko demensia. Banyak orang tua dengan demensia tidak terdiagnosa, terutama pada tahap awal. Orang tua dengan diabetes dan disfungsi kognitif akan mengalami kesulitan melakukan manajemen terhadap diri sendiri. Fungsi kognitif harus dinilai pada pasien diabetes ketika ada: ketidakpatuhan terhadap terapi episode hipoglikemi yang sering kemunduran dari kontrol kadar glikemi tanpa ada keterangan yang jelas

2. Depresi Depresi cukup sering terjadi pada orang tua dengan diabetes dibandingkan dengan orang tua tanpa diabetes. Depresi juga jarang terdiagnosa dan kurang mendapat penanganan yang baik. Depresi dapat terkait dengan control glikemi yang jelek dan dapat meningkatkan risiko kejadian koroner pada pasien diabetic. Identifikasi awal dengan menggunakan alat skrining misalnya geriatric depression scale dan penatalaksanaanya mungkin dapat membantu mendapatkan control kadar glikemik yang lebih baik. 3. Polifarmasi Penggunaan obat-obatan yang banyak umum terjadi pada orang tua. Tata laksana hiperglikemia dan fakor-faktor risikonya kadang meningkatkan jumlah obat-obatan yang digunakan pada orang tua dengan diabetes. Efek samping dari obat-obatan ini dapat mengeksaserbasi komorbiditas dan mengganggu kemampuan pasien untuk memanajemen diabetesnya. 4. Terjatuh Meningkatnya risiko terjatuh pada orang tua dengan diabetes merupakan suatu hal yang multifaktorial. Adanya neuropati perifer atau perifer, menurunnya fungsi renal, kelemahan otot, disabilitas fungsional, berkurangnya ketajaman penglihatan, polifarmasi, komorbid seperti osteoarthritis, hipoglikemia ringan mungkin berkontribusi terhadap risiko jatug pada orang tua yang lemah. Saat kontrol kadar glikemia baik akan mencegah progresi dari komplikasi diabetes yang kemudian akan menurunkan risiko terjatuh,
11

hipoglikemia yang terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemia yang intensif akan meningkatkan risiko terjatuh pada lansia.

Gambar 1. Geriatric Depression Scale (Medscape, 2003) 5. Inkontinensia urin Diabetes akan meningkatkan risiko berkembangan inkontinensia urin pada wanita. Faktor-faktor risiko ini termasuk infeksi saluran kemih, infeksi vaginal, neuropati autonomic (biasanya berupa neurogenik bladder atau fekal impaksi) dan poliuria sebagai akibat hiperglikemia. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikkan adanya efek mengganggu dari inkontinensia ke kontrol diabetes, identifikasi dan penatalaksanaan dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pada wanita yang lansia. (McCulloch & Munshi, 2011) I. Olahraga pada orang tua dengan diabetes
12

Sebagaimana diketahui olahraga baik bagi kita, dan juga pada orang tua dengan diabetes. Fakta yang didapatkan dari National Institutes of Health menunjukkan orang dari semua usia dan berbagai kondisi fisik dapat memperoleh keuntungan dengan olahraga dan aktivitas fisik. Kekuatan otot menurun 15% setiap decade setelah usia 50 tahun dan 30% setiap decade setelah usia 70 tahun, dan dengan olahraga untuk meningkatkan kekuatan secara regular, kekuatan otot dapat dipulihkan. Olahraga juga dapat menjaga kekuatan, keseimbangan, fleksibilitas, dan daya tahan, yang mana semuanya berguna untuk menjaga kesehatan dan hidup mandiri. Terakhir, olahraga dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan dapat meningkatkan respon terhadap medikasi. Ada beberapa olahraga yang aman dilakukan untuk orang-orang berusia > 65 tahum, tapi ingatlah sebelum memulai olahraga sebaiknya tetap berkonsultasi dengan dokter. 1. Olahraga untuk keseimbangan dapat mengurangi risiko terjatuh, olahraga yang sekarang mulai ramai seperti tai chi juga aman. 2. Fleksibilitas, stretching dapat membantu pemulihan dari cedera dan menjaga dari cedera di kemudian hari. 3. Penguatan atau resisten dapat juga dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan, tapi ini jangan dilakukan pada orang-orang dengan retinopati diabetic. 4. Daya tahan, seperti berjalan, jogging, atau berenang dapat meningkatkan jantung, paruparu dan sistem sirkulasi. Olahraga jenis ini juga dapat memperlambat atau mencegah kanker kolon, penyakit jantung, osteoporosis, stroke, dan berbagai penyakit serius lainnya. (BD Diabetes, 2011) Mungkin olahraga jenis penguatan baik untuk penderita diabetes. Olahraga aerobic seperti berjalan atau berenang dapat membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kesehatan jantung, dan merupakan kontrol yang baik untuk gula darah. Olahraga penguatan dapat memperbaiki kualitas hidup karena memungkinkan untuk tetap melakukan aktivitas harian seperti berjalan, mengangkat. Olahraga penguatan juga membantu menurunkan risiko osteoporosis dan patah tulang. Selain itu, penelitian membuktikkan bahwa olahraga penguatan dapat: Memperbaiki sensitivitas insulin Memperbaiki toleransi glukosa
13

Membantu menurunkan berat badan Menurunkan risiko peyakit jantung

Periode olahraga penguatan yang lama dapat meningkatkan kontrol kadar gula sebaik apabila meminum obat-obatan diabetes. Faktanya, pada orang-orang dengan diabetes, olahraga penguatan yang dikombinasikan dengan aerobik lebih menguntungkan (Seibel, John., 2009) J. Nutrisi Nutrisi pada pasien diabetes tidak jauh berbeda antara geriatri dengan rentang usia lainnya, biasanya geriatri menghadapi masalah nutrisi seperti: Kurangnya motivasi Perubahan persepsi rasa Kehilangan berat badan dan malnutrisi Penyakit lain yang menyertai Gigi yang berkurang Tidak mau makan akibat disfungsi kognitif atau depresi Perubahan fungsi gastrointestinal Berkurangnya kemampuan berbelanja makanan sendiri Keuangan yang terbatas Saat ini yang dibutuhkan adalah pendistribusian intake karbohidrat, edukasi diperlukan mengenai kedisiplinan intake karbohidrat dan waktu makan untuk menghindari fluktuasi hebat pada level gula darah. Diet untuk menurunkan berat badan terutama direkomendasikan pada remaja, dan pada lansia harus diresepkan dengan kehati-hatian, karena malnutrisi lebih merupakan masalah dibanding obesitas. Pada kondisi kronik, tidak perlu pembatasan rencana makanan. Makanan sehari-hari yang konsisten, intake karbohidrat yang cukup lebih utama untuk menghindari terjadinya kekurangan nutrisi (Joslin Diabetes Center, 2007). K. Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes Geriatri adalah mereka dengan usia diatas 65 tahun. Isu-isu seputar kesehatan pada orang berusia 65-70 tahun tentu saja berbeda dengan seseorang diatas 80 tahun disebabkan adanya
14

perubahan-perubahan secara fisiologik, hal lain yang perlu dipikirkan adalah harapan hidup dan faktor komorbiditas. Ada beberapa perubahan fisiologik pada metabolisme karbohidrat yang terjadi seiring terjadinya penuaan yang akan mempengaruhi tata laksana diabetes, dimana orang tua dengan diabetes, 1. Cenderung menjadi kurus, dan memiliki sekresi insulin yang lebih sedikit terhadap glukosa 2. Cenderung memiliki respon glukagon yang jelek terhadap hipoglikemia 3. Lebih sering muncul gejala-gejala neuroglikopenik dari hipoglikemia dibandingkan dengan gejala-gejala adrenergik. 4. Lebih sering mengalami episode hipoglikemia berat Hal penting yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor komorbid akan mempengaruhi progresi penyakit, merubah hasil dari komplikasi akut dan kronik, dan membuat tata laksana diabetes semakin kompleks. Orang tua dengan diabetes lebih mudah mendapat faktor-faktor komorbid. Kemudian, mereka memiliki sindrom geriatri seperti terjatuh, kelemahan kognitif, nyeri kronik, dan depresi. Orang tua dengan diabetes yang lama juga memiliki prevalensi tinggi ke arah komplikasi mikrovaskular. Kontrol gula darah yang baik pada orang tua dengan diabetes dapat menurunkan kejadian kardiovaskular secara signifikan (Medscape, 2009). Daftar Pustaka [ADA] American Diabetes Association. 2010. Standard of Medical Care in Diabetes 2010. http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/S11.extract.(15 desember 2011) BD Diabetes. 2011. Exercises for Older Adults with Diabetes.

http://www.bd.com/us/diabetes/page.aspx?cat=7001&id=10018 (18 Desember 2011). British Geriatrics Society. 2009. Best Practice Guide: Diabetes.

http://www.bgs.org.uk/Publications/Publication %20Downloads/good_practice_full/Diabetes_6-4.pdf (18 Desember 2011).

15

Burduli M. 2009. The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an Elderly Age. http://www.gestosis.ge/eng/pdf_09/Mary_Burduli.pdf. (15 desember 2011) Gambert & Pinkstaff. 2006. Emerging Epidemic: Diabetes in Older Adults: Demography, Economic Impact, and Pathophysiology. Diabetes Spectrum Vol 19, No 4 Gustaviani R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1879-85. Isidori, Strollo, More, Caprio, Aversa, Moretti, et al. 2000. Leptin and Aging: Correlation with endocrine changes in male and female healthy adult populations of different body weights. Clin Endocrinol Metab 85:1954-1962. Joslin Diabetes Center. 2007. Guidelines for the care of the older adult with diabetes. http://www.joslin.org/docs/Guideline_For_Care_Of_Older_Adults_with_Diabetes.pdf (27 Maret 2011) Kanaya, Harris, Goodpaster, Tylavsky, Cummings. 2004. Adipocytokines attenuate the association between visceral adiposity and diabetes in older adults. Diabetes Care 27:1375-1380 McCulloch & Munshi. 2011. Treatment of type 2 diabetes mellitus in the elderly patient. http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-type-2-diabetes-mellitus-in-the-elderlypatient#H32 (27 Desember 2011) Medscape. 2003. The Geriatric Depression Scale (GDS).

http://www.medscape.com/viewarticle/447735 (27 Desember 2011) Medscape. 2009. Differences in Clinical Decision Making for the Management of Diabetes Among Older Adults. http://www.medscape.com/viewarticle/705671_2 (27 Desember 2011)
16

Meneilly

GS,

Tessier

D.

2001.

Diabetes

in

Elderly

Adults.

http://biomed-

gerontology.oxfordjournals.org/content/full/56/1/M5. (15 desember 2011) Peterson & Shulman. 2006. Etiology of insulin resistance. Am J Med 119: 10S-16S Rochmah W. 2007. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1915-18 Seibel, John. 2009. Strength Training and Diabetes. http://diabetes.webmd.com/strengthtraining-diabetes (27 Desember 2011) Stolk, Pols, Lamberts, de Jong, Hofmann, Grobbee. 1997. Diabetes Mellitus, Impaired Glucose Tolerance, and Hyperinsulinemia in an Elderly Population. Am J Epidemiol Vol. 145 No.1 Suara Pembaruan. 2011. Stroke Penyebab Kematian Tertinggi di Tanah Air.

http://www.suarapembaruan.com/home/stroke-penyebab-kematian-tertinggi-di-tanahair/4119 (15 Desember 2011) Subramaniam I, Gold JL 2005. Diabetes Mellitus in Elderly.

http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf. (15 desember 2011) Toft-Nielse, Damholt, Madsbad, Hiilsted, Hughes, Michelsen, et al. 2001. Determinants of the impaired secretion of glucagon-like peptide-1 in type 2 diabetic patients. J Clin Endocrinol Metab 86:3717-3723

17

18

You might also like