You are on page 1of 35

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, MENIMBANG : a. bahwa pemerintah sebagai penyelenggara utama pelayanan publik untuk melayani kebutuhan publik yang lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik (good governance) dan demokratis merupakan amanat konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa memberikan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara berkesinambungan, seiring dengan perkembangan harapan publik yang menuntut untuk dilakukan peningkatan kualitas pelayanan publik; c. bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik di Aceh maka perlu ditetapkan standard dan kriteria dari penyelenggara pelayanan publik maupun masyarakat sebagai penerima pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi setiap penduduk dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh Pemerintah Aceh; d. Bahwa sebagai upaya mempertegas hak dan kewajiban setiap penduduk dan Pemerintah Aceh sebagai perwujudan dalam penyelenggaraan pelayanan publik perlu pengaturan normanorma hukum untuk memberikan perlindungan atas hak-hak publik dalam mendapatkan pelayanan publik; e. Berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud huruf a, b, c dan d, maka perlu ditetapkan dalam Qanun Aceh tentang Pelayanan Publik. MENGINGAT : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik
2.

Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Declaration universal of

Human Rights (UDHR) Tahun 1984;


5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4125); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851 );
6. 7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM);
8. Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2003 tentang Peradilan Hak

Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
10.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297);
11.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
12.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
13.

14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2006 4633);


15.

Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3175); Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3866);
16.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH Dan GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN : Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG PELAYANAN PUBLIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan : 1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. 2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. 3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing.

4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing; 5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh. 6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota. 8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 11. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 12. Komisi Pelayanan Publik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. 13. Penyelenggara Pelayan Publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah penyelenggara pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota, penyelenggara ekonomi pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota dan Korporasi penyelenggara pelayanan publik serta lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota. 14. Aparat Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Aparat adalah para pejabat, pegawai dan setiap orang yang bekerja dalam organisasi penyelenggara. 15. Masyarakat adalah seluruh pihak yang berkedudukan sebagai penerima manfaat dari pelayanan baik warga negara maupun penduduk sebagai orang perseorangan maupun badan hukum. 16. Penerima Pelayanan Publik adalah orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau Badan Hukum yang memilki hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.

17. Standar Pelayanan adalah suatu tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen dari penyelenggara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas baik sarana dan prasarana pelayanan. 18. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah ukuran kepuasan masyarakat sebagai penerima layanan yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan. 19. Pertanggungjawaban Pelayanan Publik adalah Perwujudan Kewajiban penyelenggara pelayanan publik untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat mengenai pencapain tujuan yang telah ditetapkan, melalui mekanisme pertanggungjawaban secara periodik. 20. Maklumat Pelayanan adalah pernyataan tertulis dari penyelenggara berisi janji penyelenggara untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan 21. Pengaduan adalah pemberitahuan yang menginformasikan terhadap ketidaksesuaian antara pelayanan yang diterima dengan standar pelayanan yang telah ditentukan. 22. Sengketa Pelayanan Publik adalah sengketa yang timbul dalam bidang pelayanan publik antara penerima layanan dengan penyelenggara pelayanan publik akibat ketidaksesuaian antara pelayanan yang diterima dengan standar pelayanan yang ditetapkan. 23. Sistim Informasi adalah mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaiknya baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun dokumen elektronis tentang segala hal yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan yang dikelolanya.

BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) penyelenggaraan Pelayanan Publik dilaksanakan sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik; (2) Asas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kepastian hukum ; b. keterbukaan; c. partisipatif; d. akuntabilitas; e. kepentingan umum; f. profesionalisme; g. kesamaan hak; h. keseimbangan hak dan kewajiban; i. efesiensi; j. efektifitas; dan

k.

sensifitas gender.

Pasal 3 Penyelenggaraan pelayanan penyelenggaraan publik. publik dilaksanakan sesuai dengan tujuan

Tujuan penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. mewujudkan kepastian tentang hak, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik di Aceh; b. mewujudkan system penyelenggaraan pelayanan publik yang baik sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Aceh; c. terpenuhinya hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik secara maksimal; dan d. mewujudkan partisipasi dan ketaatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik sesuai mekanisme yang berlaku. Pasal 4 Ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik meliputi semua pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara ekonomi Aceh, penyelenggara ekonomi kabupaten/kota dan koorperasi penyelenggara pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk oleh Pemerintah Aceh maupun pemerintah kabupaten/kota. BAB III PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK Bagian Kesatu Organisasi Penyelenggara Pasal 5 Organisasi penyelenggara dibentuk secara efektif dan efisien agar mampu menyelenggarakan tugas dan fungsi pelayanan publik dengan baik Pasal 6 Organisasi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mempunyai fungsi sekurang-kurangnya, meliputi : a. b. pelaksanaan pelayanan; pengelolaan pengaduan masyarakat;

c. d.

pengelolaan informasi; dan pengawasan internal.

Pasal 7 (1) Dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik terhadap pemberian pelayanan yang meliputi berbagi jenis pelayanan dapat dilakukan melalui pelayanan terpadu. (2) Untuk pemberian pelayanan pada satu tempat dan meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses, dan dilayani melalui beberapa pintu, diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu atap. (3) Untuk pemberian pelayanan pada satu tempat dan meliputi berbagai jenis pelayanan yang mempunyai keterkaitan proses, diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu. Bagian Kedua Larangan dan Kewajiban Aparat Pasal 8 (1) Aparat dilarang merangkap sebagai pengurus organisasi, baik organisasi usaha maupun organisasi politik yang secara langsung terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. (2) Aparat yang merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi, baik organisasi usaha maupun organisasi politik dapat diberhentikan dari jabatannya. Pasal 9 Aparat dilarang meninggalkan tugas dan kewajibannya berkenaan dengan posisi atau jabatannya, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional dan sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 10 Aparat wajib memberikan pertanggungjawab sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepasakan tanggungjawab atas posisi atau jabatannya. Pasal 11 Aparat wajib memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

Bagian Ketiga Pengelolaan Sumber Daya Aparatur Pasal 12 Penyelenggara wajib menyelenggarakan rekrutmen dan promosi aparatnya secara transparan, tidak diskriminatif dan adil, sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Pasal 13 (1) Penyelenggara wajib mengadakan evaluasi kinerja aparatur pelayanan publik dilingkungan organisasinya secara berkala dan berkelanjutan. (2) Penyelenggara wajib menyempurnakan struktur organisasi, sumber daya aparatur dan prosedur penyelenggaraan publik berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi kinerja aparatur dan penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, serta indikator yang jelas dan terukur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (4) Tatacara penilaian evaluasi kinerja aparatur dan penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan Gubernur. (5) Hasil Evaluasi kinerja aparatur dan penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaporkan kepada Gubernur dan/atau Bupati/Walikota.

Bagian Keempat Hubungan Antar Penyelenggara Pasal 14 (1) Atas permintaan penyelenggara lain, penyelenggara dapat memberi bantuan kedinasan untuk suatu penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki keterkaitan dengan pelayanan berikutnya. (2) Pemberian bantuan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada : a. lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik tersebut tidak dapat dilakukan sendiri oleh penyelenggara;

b. c.

terbatasnya sumber daya penyelenggara; dan/atau ketidaklengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki penyelenggara.

Bagian Kelima Kerjasama Penyelenggara dengan Pihak Lain Pasal 15 (1) Penyelenggara dapat menyerahkan sebagian tugas pelayanan publik kepada pihak lain dalam bentuk perjanjian kerjasama penyelenggaraan pelayanan publik sepanjang tidak menghilangkan tanggungjawab orisionalnya. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Aceh yang kepemilikannya seratus persen dipegang oleh warga negara atau badan hukum Indonesia. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat. BAB IV PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK Bagian Kesatu Prinsip-prinsip Pelayanan Publik Pasal 16 Penyelenggara wajib menerapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik : a. kesederhanaan; b. kejelasan; c. kepastian dan tepat waktu; d. akurasi; e. tidak diskriminatif; f. bertanggungjawab; g. kelengkapan sarana dan prasarana; h. kemudahan akses; i. kejujuran; j. tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun; k. kecermatan; l. kedisiplinan; m. kesopanan; n. keramahan; o. akhlakul karimah; p. keamanan; dan

q. kenyamanan.

Bagian Kedua Standar Pelayanan Pasal 17 (1) Penyelenggara wajib menyusun standar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diiselenggarakan dengan memperhatikan lingkungan, kepentingan dan masukan dari masyarakat serta pihak terkait. (2) Penyelenggara wajib menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 Standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi : a. dasar hukum; b. persyaratan; c. prosedur pelayanan; d. waktu penyelesaian; e. biaya pelayanan; f. produk pelayanan; g. sarana dan prasarana; h. kompetensi petugas pelayanan; i. pengawasan intern; j. penanganan pengaduan, saran dan masukan; dan k. jaminan pelayanan. Bagian Ketiga Maklumat Pelayanan Pasal 19 Penyelenggara wajib menyusun maklumat pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan serta dipublikasikan secara jelas. Bagian Keempat

10

Sistim informasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pasal 20 (1) Penyelenggara mengelola sistim informasi secara efektif, efisien dan mudah diakses. (2) Sistim informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. jenis pelayanan; persyaratan dan prosedur pelayanan; standar pelayanan; maklumat pelayanan; mekanisme pemantauan kinerja; penanganan keluhan; pembiayaan; dan penyajian statistik kinerja pelayanan.

Pasal 21 Dokumen, akta dan sejenisnya yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat berupa produk elektronika atau hasil teknologi informasi, yang secara hukum dinyatakan sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Pengelolaan Sarana, Prasarana dan Fasilitas Pelayanan Publik Pasal 22 Penyelenggara wajib mengelola sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta berkesinambungan. Pasal 23 Dalam melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, penyelenggara melaksanakan inventarisasi sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan publik secara sistimatis, transparan, lengkap dan akurat. Pasal 24 Aparat bertanggungjawab dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan/atau penggantian sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan publik sesuai dengan standar kesehatan dan keamanan.

11

Pasal 25 (1) Penyelenggara dilarang memberikan izin kepada pihak tertentu untuk menggunakan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik tersebut tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya. (2) Pengalihan dan/atau pengubahan fungsi peruntukan setiap sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang sebelumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik, dilaksanakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pasal 26 (1) Penyelenggara yang bermaksud mengubah atau memperbaiki sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik, wajib mengumumkan dan/atau memasang tanda-tanda yang jelas di tempat yang mudah diketahui. (2) Bentuk dan isi pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat nama kegiatan, nama penanggungjawab, waktu kegiatan dan manfaat. Bagian Keenam Pelayanan Khusus Pasal 27 Penyelenggara wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperuntukkan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita. Pasal 28 Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, wajib menjamin asesibilitas pengguna layanan yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 Penyelenggara dapat menyediakan pelayanan kelas-kelas tertentu sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan standar pelayanan. Bagian Ketujuh Biaya Pelayanan Publik Pasal 30 Biaya penyelenggaraan pelayanan publik yang menyangkut hak-hak sipil pada hakekatnya dibebankan kepada negara dengan tidak menutup kemungkinan ditetapkan pungutan biaya pelayanan kepada penerima layanan.

12

Pasal 31 Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 32 Biaya pelayanan yang ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut: a. b. c. d. tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; nilai/harga yang berlaku atas barang dan/atau jasa; rincian biaya yang jelas dan transparan; dan prosedur pelayanan yang jelas. Pasal 33 Penyelenggara dilarang melaksanakan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan pembiayaan atau mata anggaran yang disediakan khusus untuk itu. Bagian Kedelapan Prilaku Aparat dalam Penyampaian Pelayanan Pasal 34 Aparat dalam menyelenggarakan pelayanan publik wajib berprilaku sebagai berikut: a. adil; b. berakhlakul karimah; c. tidak diskriminatif; d. peduli; e. telaten, teliti dan cermat; f. hormat; g. ramah; h. tidak melecehkan; i. bersikap tegas dan handal serta tidak memberikan keputusan yang berlarutlarut; j. bersikap independen; k. tidak memberikan proses pelayanan yang berbelit-belit; l. menjunjung tinggi nilai-nilai islami dan integritas serta reputasi penyelenggara demi menjaga kehormatan institusi penyelenggara setiap waktu dan tempat;

13

m. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang menurut peraturan perundang-undangan wajib dirahasiakan; n. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; o. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana pelayanan; p. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki; dan q. profesional dan tidak menyimpang dari prosedur. Bagian Kesembilan Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pasal 35 (1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas intern dan pengawas ekstern (2) Pengawasan intern penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan b. pengawasan fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pengawasan ekstern penyelenggaraan dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengawasan oleh undangan; dan DPRA/DPRK sesuai pelayanan dengan publik peraturan sebagaimana perundang-

b. pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Bagian Kesepuluh Pengelolaan Pengaduan Pasal 36 (1) Masyarakat dapat menyampaikan keluhan dan pengaduan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik kepada penyelenggara atau komisi pelayanan publik. (2) Paling lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya keluhan dan pengaduan, penyelenggara harus menindaklanjuti keluhan dan pengaduan tersebut. (3) Penyelenggara wajib menyediakan sarana dan prasarana yang layak dalam pelaksanaan pengelolaan keluhan dan pengaduan. (4) Berdasarkan keluhan dan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi pelayanan publik menyusun rekomendasi tindak lanjut.

14

(5) Penyelenggara wajib mengelola setiap keluhan dan pengaduan baik yang berasal dari penerima layanan maupun rekomendasi dari pelayanan publik. Pasal 37 (1) Tatacara pengelolaan keluhan dan pengaduan dari penerima layanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, sekurang-kurangnya meliputi: a. b. c. d. prosedur pengelolaan pengaduan; penentuan pejabat yang mengelola pengaduan; proses penyelesaian pengaduan; prioritas penyelesaian pengaduan;

e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan aparat; f. g. terkait; h. i. rekomendasi pengelolaan pengaduan; penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak-pihak pemantauan dan evaluasi hasil pengelolaan pengaduan; dan dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan.

(2) Mekanisme tatacara pengelolaan pengaduan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur. Bagian Kesebelas Indeks Kepuasan Masyarakat Pasal 38 (1) Penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan penyelenggaraan pelayan publik secara periodik. penilaian kinerja

(2) Untuk melaksanakan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengukuran indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan publik masing-masing penyelenggara pelayanan publik. (3) Apabila ditemukan ketidaksesuaian nilai antara indeks kepuasan masyarakat dengan standar pelayanan publik, maka akan dilakukan pembinaan dan pengembangan kapasitas penyelenggaraan pelayanan publik. (4) Tatacara pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kapasitas penyelenggaraan pelayanan publik diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB V HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu

15

Hak Menerima pelayanan Publik Pasal 39 Penerima layanan publik mempunyai hak : a. mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas-asas dan tujuan pelayanan publik serta sesuai dengan standar pelayanan publik yang telah ditentukan; b. mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi selengkapnya tentang sistem, mekanisme dan prosedur dalam pelayanan publik; c. memberikan saran untuk perbaikan pelayanan publik; d. mendapatkan pelayanan yang tidak diskriminatif, santun, bersahabat dan ramah; e. memperoleh kompensasi apabila tidak mendapat pelayanan sesuai dengan standar pelayanan publik yang telah ditetapkan; f. menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan publik dan atau Komisi Pelayanan Publik untuk mendapatkan penyelesaian; g. mendapatkan penyelesaian atas pengaduan yang diajukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku; dan h. mendapatkan pembelaan, perlindungan dalam upaya penyelesaian sengketa pelayanan publik. Bagian Kedua Kewajiban Penerima pelayanan Publik Pasal 40 Penerima pelayanan publik mempunyai kewajiban untuk : a. mentaati mekanisme, prosedur dan persyaratan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. memeliharan dan menjaga berbagai sarana dan prasarana pelayanan publik; dan c. mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik dan penyelesaian sengketa pelayanan publik. Bagian Kedua Peran serta Masyarakat Pasal 41 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pelayanan publik. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. berperan serta dalam merumuskan standar pelayanan publik;

16

b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; d. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; untuk melakukan

e. memberikan saran dan atau pendapat dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik; dan f. menyampaikan informasi dan atau memperoleh informasi di bidang penyelenggaraan pelayanan publik.

BAB VI KOMISI PELAYANAN PUBLIK Bagian Pertama Penetapan dan Kedudukan Pasal 42 (1) Komisi Pelayanan Publik ditetapkan dengan Keputusan Gubernur, berkedudukan nonstruktural, bersifat independen dan mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik dengan menyampaikan laporan kinerjanya kepada DPRA. Komisi Pelayanan Publik berfungsi menerima pengaduan dan bertugas mengadakan verifikasi, memeriksa dan menyelesaikan sengketa pelayanan publik. Memberikan saran atau masukan baik diminta maupun tidak diminta kepada Gubernur dan penyelenggara pelayanan publik dalam rangka memperbaiki kinerja pelayanannya melalui DPRA. Bagian Kedua Pertanggungjawaban Pasal 43 (1) Komisi Pelayanan Publik menyampaikan pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) secara periodik setiap 4 (empat) bulan, setiap akhir tahun dan karena hal-hal khusus serta pada akhir masa jabatan.

(2)

(3)

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat terbuka untuk umum dan dapat disebar luaskan melalui media massa.

Bagian Ketiga Keanggotaan Pasal 44

17

(1) Anggota Komisi Pelayanan Publik dipilih melalui proses penjaringan, uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh DPRA bersama-sama dengan Tim Independen. (2) Komisi Pelayanan Publik terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang tenaga profesional di bidang pelayanan publik, informasi dan komunikasi, kebijakan publik, politik, hukum dan advokasi masyarakat. (3) Komisi Pelayanan Publik terdiri dari seorang Ketua dan Wakil Ketua merangkap anggota yang dipilih secara musyawarah dari dan oleh para anggota Komisi. (4) Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, Komisi Pelayanan Publik dibantu oleh Staf Sekretariat dari unsur Pemerintah Aceh.

Pasal 45 Syarat-syarat untuk menjadi anggota Komisi Pelayanan Publik adalah sebagai berikut: a. warga Negara Indonesia yang berdomisili di Aceh; b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. mampu secara jasmani dan rohani; d. profesional dalam bidang pelayanan publik, informasi dan komunikasi, kebijakan publik, politik, hukum dan advokasi masyarakat; e. independen dan nonpartisan serta bukan merupakan pengurus partai politik ataupun organisasi yang berafiliasi pada partai politik; f. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana; dan g. tidak boleh merangkap jabatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Bagian Keempat Masa Jabatan Pasal 46 (1) Komisi Pelayanan Publik bertugas selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa jabatan satu periode berikutnya apabila menunjukkan prestasi dan kinerja yang baik selama bertugas pada periode sebelumnya. Setelah masa jabatan kedua secara berturut-turut anggota Komisi Pelayanan Publik tidak dapat dipilih kembali. Masing-masing anggota Komisi Pelayanan Publik harus sanggup saling bekerjasama dan kinerjanya dievaluasi setiap tahun oleh DPRA. Apabila hasil evaluasi yang dilakukan DPRA dan masukan tim Independen terhadap kinerja Komisi Pelayanan Publik dipandang tidak memadai, maka dapat dilakukan penggantian secara perorangan maupun keseluruhan. Pasal 47

(2) (3) (4)

18

Anggota Komisi Pelayanan Publik dapat diberhendikan, diberhentikan sementara maupun diganti antar waktu, karena: a. masa jabatannya berakhir; b. mengundurkan diri secara sukarela; c. meninggal dunia; d. di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau bagi anggota Komisi Pelayanan Publik yang sedang menjalani proses hukum diberhentikan sementara sampai ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan e. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 dan Pasal 45 Peraturan Daerah ini. Bagian Kelima Tugas dan Kewajiban Pasal 48 (1) Komisi Pelayanan Publik mempunyai tugas: a. menerima pengaduan, memeriksa dan menyelesaikan setiap sengketa pelayanan publik yang memenuhi syarat; b. membuat pengaturan mengenai mekanisme, teknis dan prosedur penyelesaian sengketa pelayanan publik; c. melakukan verifikasi dan mediasi antara para pihak yang bersengketa dalam pelayanan publik; dan d. menindaklanjuti keluhan dan ketidakpuasan pelayanan publik, baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat kepada komisi. (2) Dalam rangka menjalankan tugasnya, Komisi Pelayanan Publik berkewajiban untuk: a. meminta informasi dari pejabat penyelenggara pelayanan publik; b. meminta catatan atau bahan-bahan yang terkait dengan permasalahan yang ditangani; c. menghadirkan pihak-pihak untuk kepentingan konsultasi maupun mediasi; d. meminta informasi pada penyelenggara pelayanan publik tentang pengajuan keberatan dari masyarakat dan tindak lanjut yang telah dilakukan; dan e. memberikan pertanggungjawaban kinerjanya kepada melaporkannya kepada DPRD dan masyarakat secara terbuka. (3) publik dan

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memenuhi permintaan Komisi Pelayanan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

19

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA PELAYANAN PUBLIK Pasal 49 (1) Masyarakat dapat menggugat atau menuntut penyelenggara atau aparat melalui peradilan tata usaha negara dalam hal sebagai berikut: a.tidak melaksanakan ketentuan yang diatur dalam qanun ini dibidang pelayanan publik atau tidak memberikan pelayanan yang semestinya menurut standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18; b. melalaikan atau melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana diatur dalam qanun ini; dan c. menyalahgunakan dan/atau melampaui kewenangan yang dimiliki oleh aparat. (2) Gugatan atau tuntutan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. perorangan atau badan hukum yang bersangkutan; b. masyarakat yang terdiri dari para penerima jasa yang mempunyai kepentingan yang sama; dan c. lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu yang berbentuk badan hukum dan dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikan organisasi adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat di bidang pelayanan publik. Pasal 50 (1) Penyelenggara dapat menjadi subjek hukum yang diwakili oleh pejabat yang bertanggung jawab dalam organisasi peneyelenggara. (2) Penuntutan dilakukan terhadap aparat yang bertanggungjawab dalam penyelengaraan pelayanan publik dan/atau aparat yang terlibat langsung secara sendiri atau bersama-sama. Pasal 51 (1) Dalam hal pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara dan/atau aparat menimbulkan kerugian perdata atau bersifat melawan hukum, gugatan diajukan melalui peradilan umum atau mahkamah syariah. (2) Dalam hal pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara dan/atau aparat mengandung unsur perbuatan pidana, tuntutan diajukan melalui peradilan umum. Pasal 52

20

Masyarakat yang melapor kepada komisi pelayanan publik dan/atau ombudsman atau menggugat penyelenggara ke pengadilan termasuk saksi-saksi yang berkaitan dengan keluhan pelapor dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 53 (1) (2) Semua anggaran pelayanan publik pada instansi pemerintah dibebankan pada masing-masing penyelenggara pelayanan publik. Anggaran untuk pembiayaan Komisi Pelayanan Publik dibebankan pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Aceh (APBA).

BAB IX KETENTUAN SANKSI Bagian Pertama Pelanggaran Pasal 54 (1) Tindakan penyimpangan atau pengabaian terhadap wewenang, prosedur dan substansi merupakan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelanggaran administrasi. Bagian Kedua Sanksi Administrasi Pasal 55 (1) Pelanggaran administratif yang dilakukan oleh penyelenggara dikenakan sanksi administrasi yaitu: a. b. c. pemberian peringatan; pembayaran ganti rugi; dan pengenaan denda;

(2)

(2) Aparat yang melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana yang dimaksud dalam qanun ini dikenakan sanksi administratif berupa:

21

a. peringatan lisan; b. peringatan tertulis; c. penundaan kenaikan pangkat; d. pengurangan gaji dalam waktu tertentu; e. pembayaran ganti rugi; f. penurunan pangkat; g. mutasi jabatan; h. pembebasan tugas dan jabatan dalam waktu tertentu; dan i. pemberhentian tidak hormat. (3) Mekanisme pemanggilan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi administrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Sanksi Pidana Pasal 56 (1) Setiap penyelenggara pelayanan publik yang melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan, dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan suatu tindak pidana, maka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah kejahatan. Bagian Keempat Penyidikan Pasal 57 (1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, juga pejabat pegawai negeri sipil tertentu di instansi penyelenggara pelayanan publik yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayanan publik, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku. (2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pelayanan publik;

22

b. melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara pelayanan publik yang diduga melakukan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang pelayanan publik; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pelayanan publik; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pelayanan publik; dan f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pelayanan publik. (3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia. (4) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 59 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh. Disahkan di Banda Aceh pada tanggal GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

2008 M 1429 H

IRWANDI YUSUF Diundangkan di Banda Aceh Pada tanggal 2008 M


23

1429 H SEKRETARIS DAERAH ACEH NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

HUSNI BAHRI TOB LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR

PENJELASAN ATAS RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK I. PENJELASAN UMUM Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Pemerintah Aceh untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap penduduk dan masyarakat Aceh atas barang, jasa dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya sehingga terciptanya efektifitas suatu sistim pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Disadari bahwa kondisi penyelengaraan pelayanan publik di Aceh masih dihadapkan pada sisitim pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat Aceh baik secara langsung maupun melalui media massa seperti prosedur yang berbelit, tidak adanya jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang responsif, kurang ramah, kurang disiplin dan lain-lain, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra Pemerintah.

24

Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima. Untuk perbaikan pelayanan publik perlu dilakukan upaya-upaya pembenahan sistim pelayanan publik di Aceh melalui pembenahan sistim pelayanan yang menyeluruh dan terintegrasi maka perlu dituangkan dalam qanun tentang pelayanan publik.

Tujuan pembentukan qanun ini adalah: a. terwujudnya atasan yang jelas tentang hak, tanggungjawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik di Aceh; b. terwujudnya sistim pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan asas-asas pemerintahan umum yang baik; dan c. terselenggaranya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak sipil serta terwujudnya perlindungan yang layak kepada masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan publik. Qanun ini diharapkan dapat memberi kejelasan dan pengaturan tentang beberapa teknologi dalam bidang pelayanan publik, asas-asas yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan publik di Aceh, hak dan kewajiban tentang larangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, mekanisme penyelenggaraan pengaduan, organisasi penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan publik, maklumat pelayanan, sistim informasi, tata kelola keluhan dan pengaduan masyarakat, biaya pelayanan publik, kerjasama penyelenggaraan, hak dan kewajiban masyarakat, peran serta masyarakat dan penyelesaian sengketa antara penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat serta sanksi-sanksi.

II.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas

25

Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengases dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. Huruf c Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Huruf d Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf e Yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/ atau golongan. Huruf f Yang dimaksud dengan asas profesionalisme adalah bahwa aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Huruf g Yang dimaksud dengan asas kesamaan hak adalah bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. Huruf h

26

Yang dimaksud dengan asas keseimbangan hak dan kewajiban adalah bahwa pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan. Huruf i Yang dimaksud dengan asas efesiensi adalah bahwa yang mementukan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan kebutuhan yang sederhana, cepat dan murah, tidak memberikan pembebanan pembiayaan kepada masyarakat secara tidak wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf j Yang dimaksud dengan asas efektifitas adalah bahwa orientasi penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf k Yang dimaksud dengan asas sensitifitas gender adalah memberikan kesetaraan serta prioritas kepada gender. Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas

27

Ayat (2) Pemberian pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses diselenggarakan melalui pelayanan satu atap contoh pelayanan KTP, akta kelahiran dan IMB. Ayat (3) Pemberian pelayanan yang mempunyai keterkaitan proses diselenggarakan melalui pelayanan satu pintu contoh STNK, BPKB, dan pelayanan perizinan.

Pasal 8 Ayat (1) Larangan rangkap jabatan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan, sehingga penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilaksanakan dengan optimal. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14

28

Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1) Bentuk perjanjian kerjasama dimaksudkan adalah dapat disesuaikan dengan sifat dan jenis pelayanan yang dikelola. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 16 Huruf a Yang dimaksud dengan kesederhanaan adalah prosedur pelayanan publik tidak terebelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. Huruf b Yang dimaksud dengan kejelasan adalah adanya kejelasan tentang persyaratan teknis dan administratif unit kerja pelayanan yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa dalam pelayanan publik. Huruf c Yang dimaksud dengan kepastian dan tepat waktu adalah pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Huruf d Yang dimaksud dengan akurasi adalah produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. Huruf e Yang dimaksud dengan tidak diskriminatif adalah tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. Huruf f Yang dimaksud dengan bertanggung jawab adalah pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelayanan publik. Huruf g Yang dimaksud dengan kelengkapan sarana dan prasarana adalah tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan

29

pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. Huruf h Yang dimaksud dengan kemudahan akses adalah tersedianya tempat, lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi. Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Yang dimaksud dengan kecermatan adalah ketelitian, kehati-hatian dan telaten dalam pelayanan. Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas Huruf o Cukup jelas Huruf p Yang dimaksud dengan keamanan adalah proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Huruf q Cukup jelas. Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas

30

Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas

Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan mengumumkan dan memberikan tandatanda yang jelas adalah jika penyelenggara melakukan kelalaian dalam memberikan tanda atau pengumuman saat terjadi kerusakan atau perbaikan sarana dan fasilitas pelayanan publik dapat mengakibatkan cedera atau kematian, menjadi tanggung jawab penyelenggara ganti rugi dan dapat dituntut pidana. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas

31

Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Yang dimaksud dengan menyediakan pelayanan kelas-kelas tertentu adalah untuk memberikan kemudahan pelayanan sesuai dengan kemampuan penerima pelayanan seperti kelas bisnis/vip pada bidang kesehatan, transportasi dan lain-lain. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas

32

Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas

Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas

33

Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas

Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR

34

35

You might also like