Professional Documents
Culture Documents
Ketika Istri Pulang Kampung Kelewat banyak sudah, contoh tentang suami nggragas (rakus), gara-gara tak dapat pelayanan istri. Yang paling anyar adalah kelakuan Pujud, 31, dari Blitar (Jatim). Gara-gara istri terlalu lama pulang kampung, Wiwik, 19, si anak tiri pun dipaksa masuk dalam sarung. Sebetulnya, kalau diusut-usut si benang kusut, Ny. Indarti, 40, sebagai istri Pujud juga punya andil dalam kesalahan ini. Kenapa dia menikah dengan lelaki yang lebih muda, beda usia hingga 9 tahun? Memangnya di Nganjuk sudah kehabisan stok kaum lelaki sampai Lebaran tiba? Kan masih banyak duda sepantar usia yang membutuhkan kehangatanmu? Kenapa memilih sosok macam Pujud, yang masih terlalu mbocahi pada 5 tahun lalu? Apa karena naksir Pujud ini seorang perjaka yang PNS?
Akhirnya dengan mantap Indarti mengakhiri masa jandanya. Mereka pun hidup bahagia sejahtera. Tak salah Pujud memilih janda beranak satu ini. Sebagai anak muda yang belum pengalaman dalam kehidupan rumahtangga, dia banyak dibimbing dan dapat konseling dari ibunya Wiwik, termasuk urusan ranjang. Nah, gitu loh, pinterrrrr. Besok diulangi lagi ya, kata Ny. Indarti presis guru TK di depan kelas. Hari-hari bahagia itu berjalan 5 tahun sudah, sementara Wiwik yang dulu masih ABG kini juga sudah gede. Sekitar sebulan lalu, tiba-tiba Ny. Indarti harus kembali ke Nganjuk tempat asalnya, menunggui orangtua yang sakit. Nah, gara-gara istri tak di rumah berlama-lama, Pujud jadi kacau dalam segala urusan. Soal makan minum masih bisa diladeni oleh Wiwik anak tirinya. Tapi soal makan bawah, bagaimana harus mencari solusi. Pusing, pusing, kepala Pujud nyaris meledak! Agaknya setan selalu mencermati kondisi Pujud yang kesepian. Maka ketika kebetulan Wiwik anak tirinya tidur dengan rok tersingkap, setan mengompori. Pendulum oknum PNS ini langsung saja kontak. Tak peduli malu, tak peduli dosa, Wiwik pagi itu diperkosa. Tentu saja si gadis malang ini tak bisa menerima perlakuan ayah tirinya. Dia segera menyusul ke Nganjuk, mengadu pada ibunya: bla bla bla.! Hari itu juga Ny. Indarti lapor polisi, dan Polres Blitar menggelandang Pujud ke sel.
Penelitian Project for Excellence 2005 (sembarang media selama 9 bulan): dari 16.800 berita, tiga perempatnya narasumbernya laki-laki, seperempatnya perempuan. Penelitian Southern Africa Gender and Media Baseline Study 2002 (di 12 negara dan 25.110 berita): narsum perempuan hanya 17% padahal populasi perempuan 52%.
Siapa yang Masuk Berita? Hanya 10% berita di seluruh dunia yang menjadikan perempuan sebagai fokus. Di dalam soft topik seperti berita selebriti, olah raga dan sosial perempuan hanya muncul 17%. Di berita politik hanya 3%, dan 8% di berita politik. Hanya 3% berita yang mencoba memperbaiki pandangan tentang stereotype gender. Sedangkan berita yang menguatkan stereotype ada 6%. 96% berita tidak mengedepankan soal kesetaraan gender, hanya 4% berita yang begitu.
Apakah Pemberitaan Memiliki Gender? Wartawan yang mengikuti survei dari International Womens Media Foundation menunjukkan kalau reporter/penulis perempuan membawa dimensi kemanusiaan dalam berita. Laki-laki cenderung mengutip pegawai pemerintah dan fokus kepada konflik, sementara perempuan cenderung melihat dampak suatu isu pada kelompok orang atau sektor tertentu.
Poin-poin Penting:
Pemberitaan adalah pilihan, sebuah proses pemilahan, yaitu menerapkan prioritas bahwa satu peristiwa lebih penting daripada peristiwa lainnya. Media tidak hanya menyediakan informasi, pendidikan dan hiburan. Dengan memilih berita apa yang akan ditampilkan, pilihan kata dan bahasa, pilihan narasumber, pemilihan perspektif dan imaji, media mampu memberi pesan tertentu. Bias gender di media muncul melalui pilihan manajer media, para pembuat iklan dan profesional. Siapa yang diangkat jadi pengambil keputusan, apa yang menjadi berita menarik apa yang tidak, siapa yang mau dijadikan narasumber, dapat mempengaruhi.
Sedikit Analisa
1.Bahwa berita tentang pemilu dan perempuan di parlemen tidak banyak mengisi 5 surat kabar ini, yaitu rata-rata: 8 kali pemberitaan dalam tiga bulan atau (3 kali dalam sebulan untuk satu surat kabar atau sekitar 10%).
2.Hampir semua pemberitaan (90%) berisi berita-berita tentang 30% keterwakilan perempuan di parlemen. Selebihnya (0,6%) berisi berita tentang program yang akan dilakukan caleg perempuan ketika mereka terpilih nanti.
3.Penelitian ini juga menunjukkan bahwa berita perempuan dan politik sudah mulai menghiasi media surat kabar, walaupun masih kurang dan belum variatif. Hampir semua surat kabar membahas dengan detail tentang kuota 30%. 4. Pemberitaan itu sudah mengajak masyarakat untuk memahami tentang afirmative action (tindakan untuk mengejar ketertinggalan) bagi perempuan pasca keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi pasal 214 UU No.10/2008 mengenai penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. 5. Hampir semua berita tidak menyuguhkan isu yang lain tentang perempuan dan parlemen, misalnya: tentang bagaimana para caleg perempuan ini bekerja untuk para konstituennya atau untuk mensosialisasikan isu-isu perempuan.
* Berdasarkan penelitian Pattiro 2004 Berhubungan dengan penghidupan dan realitas sehari-hari
Jadi
Media-media mulai mengangkat isu feminisme tapi belum berani keluar dari konsep beauty and fashion. Masih takut dikatakan melenceng dari kodrat, masih ambigu dalam bicara soal kesetaraan. Media masih memisahkan aspek personal dan aspek sosial-politik dari perjuangan perempuan.
Bicara soal lingkungan biasanya terbatas pada lingkungan hidup atau pada the real victim Tidak ada visi yang lebih besar
Aspek-aspek personal diangkat oleh media tertentu (biasanya media gaya hidup) Aspek-aspek politik diangkat oleh media lainnya (koran, majalah sosial politik)
Permasalahan di media tersebut mencerminkan kenyataan di masyarakat Bukan karena media=masyarakat, tapi karena media banyak membentuk masyarakat
Trims!