You are on page 1of 11

Name : Yeni Elmi NIM : 1209503184

Class : BSI V/E Subject: Pre Modern & Modern Drama Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Drama

Penjabaran Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Pygmalion


Pygmalion, merupakan gambaran menarik mengenai bagaimana seseorang bisa berubah jika diberikan kesempatan. Eliza, adalah ikon dari seseorang itu. ia mampu membuktikan bahwa orang kelas rendah sepertinya pun bisa beradaptasi dengan kehidupan orang-orang kelas atas yang segala sesuatunya bersifat mewah. Namun perubahan yang terjadi dalam diri Eliza bukan semata-mata karena usahanya sendiri, tapi Prof. Higgins dan Colonel Pickering lah yang telah memberikan ia hidup baru. Ketertarikan saya untuk mengkaji cerita dari Drama Pygmalion tentu dilatar belakangi oleh isi ceritanya sendiri yang benar-benar menggugah hati saya untuk mengenal cerita Pygmalion lebih dalam. Berikut saya akan menjabarkan unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dari drama Pygmalion:

1. Intrinsik i. Plot
Cerita 'Pygmalion' adalah sebuah transformasi seorang gadis jelata, pedagang asongan bunga di Covent Garden, London, yang cara bicaranya seronok dan tingkah lakunya kampungan menjadi seorang 'lady' wanita bangsawan. Pertemuan yang tidak disengaja antara Eliza dengan profesor Higgins menjadi tontonan yang menarik tatkala profesor Higgins merasa tertantang untuk mengubah logat udik dan tata krama Eliza menjadi seorang 'lady' bak keturunan bangsawati Inggris sejati, dan bagaimana Eliza sangat menginginkan pelajaran dari Prof. Higgins menjadi saat yang paling ditunggu hasilnya.

Pre Modern & Modern Drama

THE FLOWER GIRL. Good enough for yeoo. Now you know, don't you? I'm come to have lessons, I am. And to pay for em too: make no mistake. HIGGINS [stupent] WELL!!! [Recovering his breath with a gasp] What do you expect me to say to you? THE FLOWER GIRL. Well, if you was a gentleman, you might ask me to sit down, I think. Don't I tell you I'm bringing you business? HIGGINS. Pickering: shall we ask this baggage to sit down or shall we throw her out of the window? THE FLOWER GIRL [running away in terror to the piano, where she turns at bay] Ahahahowowowoo! [Wounded and whimpering] I won't be called a baggage when I've offered to pay like any lady. PICKERING [gently] What is it you want, my girl? THE FLOWER GIRL. I want to be a lady in a flower shop stead of selling at the corner of Tottenham Court Road. But they won't take me unless I can talk more genteel. He said he could teach me. Well, here I am ready to pay himnot asking any favorand he treats me as if I was dirt. (Act II)

ii. Setting
Drama Pygmalion bersetting di London pada awal abad 20 an. Dan di Covent Garden yaitu sebuah pasar di London bagian barat, lalu di Laboratorium milik Prof. Higgins serta di apartement milik Prof. Higgins.

Covent Garden at 11.15 p.m. Torrents of heavy summer rain. Cab whistles blowing frantically in all directions. Pedestrians running for shelter into the market and under the portico of St. Paul's Church, where there are already several people, among them a lady and her daughter in evening dress. They are all peering out gloomily at the rain, except one man with his back turned to the rest, who seems wholly preoccupied with a

Pre Modern & Modern Drama

notebook in which he is writing busily. The church clock strikes the first quarter. (Act I)

Next day at 11 a.m. Higgins's laboratory in Wimpole Street. It is a room on the first floor, looking on the street, and was meant for the drawing-room. The double doors are in the middle of the back hall; and persons entering find in the corner to their right two tall file cabinets at right angles to one another against the walls. In this corner stands a flat writing-table, on which are a phonograph, a laryngoscope, a row of tiny organ pipes with a bellows, a set of lamp chimneys for singing flames with burners attached to a gas plug in the wall by an indiarubber tube, several tuning-forks of different sizes, a life-size image of half a human head, showing in section the vocal organs, and a box containing a supply of wax cylinders for the phonograph. (Act II)

It is Mrs. Higgins's at-home day. Nobody has yet arrived. Her drawing-room, in a flat on Chelsea embankment, has three windows looking on the river; and the ceiling is not so lofty as it would be in an older house of the same pretension. The windows are open, giving access to a balcony with flowers in pots. If you stand with your face to the windows, you have the fireplace on your left and the door in the right-hand wall close to the corner nearest the windows. (Act III)

iii. Klimaks
Banyak orang menganggap profesor Higgins telah mengambil

sebuah 'mission impossible' tugas mustahil, tetapi pada akhirnya jadilah Eliza seorang 'lady' yang bisa mengecoh siapa saja, termasuk para kalangan bangsawan Inggris, yang tidak mengetahui latar belakang kehidupannya, akan menyangka

Pre Modern & Modern Drama

bahwa Eliza adalah gadis dari keturunan yang berdarah biru. Kesimpulan cerita drama ini adalah "siapa saja" bisa menjadi seseorang yang istimewa bila kita memberikan kesempatan padanya. HIGGINS. You know, she has the most extraordinary quickness of ear: PICKERING. I assure you, my dear Mrs. Higgins, that girl HIGGINS. just like a parrot. I've tried her with every PICKERING. is a genius. She can play the piano quite beautifully HIGGINS. possible sort of sound that a human being can make PICKERING. We have taken her to classical concerts and to music HIGGINS. Continental dialects, African dialects, Hottentot PICKERING. halls; and it's all the same to her: she plays everything HIGGINS. clicks, things it took me years to get hold of; and PICKERING. she hears right off when she comes home, whether it's HIGGINS. she picks them up like a shot, right away, as if she had PICKERING. Beethoven and Brahms or Lehar and Lionel Morickton; HIGGINS. been at it all her life. PICKERING. Though six months ago, she'd never as much as touched a piano. (Act III)

iv. Tema
a. Bahasa Kita bisa melihat bagaimana berbagai bentuk bahasa disebutkan dalam drama ini. Didalam dramanya sendiri, bahasa memiliki fungsi sebagai pemisah sekaligus penghubung bagi setiap orang untuk menemukan strata sosial orang tersebut. Dan juga ketika Eliza Doolittle belajar menggunakan bahasa yang lebih sopan agar ia bisa terlihat seperti seorang bangsawan tentunya menunjukan bahwa

Pre Modern & Modern Drama

bahasa menentukan tingkat sosial seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Abrams bahwa : "Victorian" simply identifies the historical era in England roughly coincident with the reign of Queen Victoria, 1837-1901. (See Victorian period, under periods of English literature.) It was a time of rapid and wrenching economic and social changes that had no parallel in earlier history changes that made England, in the course of the nineteenth century, the leading industrial power, with an empire that occupied more than a quarter of the earth's surface.(Abrams, 1999: 328). Kebetulan Pygmalion sendiri lahir di zaman Victorian dimana dalam drama terlihat jelas class disctinction yang membedakan antara upper class dan lower class. Perbedaan itulah yang tergambar lewat dialek bahasa yang digunakan. Coba kita lihat bagaimana Mrs. Pearce seorang bangsawan yang dekat dengan Prof. Higgins mengatai Eliza dengan sebutan Silly Girl, menurutnya kata tersebut adalah pantas diucapkan terhadap orang kelas rendah seperti Eliza Doolittle. MRS. PEARCE. Don't cry, you silly girl. Sit down. Nobody is going to touch your money. (Act II) Dan coba perhatikan bagaimana gaya bicara Eliza sebagai seorang yang berasal dari kelas bawah selalu menggunakan kata Ahahahowow owoo, dalam berbagai perbincangan. Dimana bagi orang-orang kelas atas perkataan seperti itu amat sangat tidak sopan untuk diucapkan. Hal tersebut mempertegas bahwa ciri dari seorang yang berada di kelas bawah, ialah tidak menggunakan dialek dan artikulasi yang benar.

Pre Modern & Modern Drama

HIGGINS. Pickering: shall we ask this baggage to sit down or shall we throw her out of the window? THE FLOWER GIRL [running away in terror to the piano, where she turns at bay] Ahahahowowowoo! [Wounded and whimpering] I won't be called a baggage when I've offered to pay like any lady. (Act I) HIGGINS. Somebody is going to touch you, with a broomstick, if you don't stop sniveling. Sit down. LIZA [obeying slowly] Ahahahow - ooo! One would think you was my father (Act II) b. Transformasi Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa Eliza Doolittle adalah seseorang yang menginginkan serta mengalami sebuah transformasi dari berjualan bunga disebuah pasar menjadi seorang Lady atau bangsawan. Keinginan Eliza didukung oleh Higgins yang ingin mengubah Eliza. Tapi karena asalnya Eliza dari kelas bawah, ini cenderung sulit terutama ketika Eliza bertemu dengan tamu tamu kehormatan Higgins yang berasal dari kelas atas. Perubahan pun tidak hanya terjadi pada Eliza, tapi juga terjadi pada ayahnya Mr. Alfred Doolittle, yang awalnya memanfaatkan keberadaan putrinya bersama Prof. Higgins untuk ditukar dengan uang. Namun maksud dari perbuatan Alfred Doolittle adalah agar Eliza mendapatkan hidup yang lebih baik, karena sebagai seorang ayah ia tidak bisa memenuhi keinginan Eliza. DOOLITTLE. Course they are, Governor. If I thought they wasn't, I'd ask fifty. HIGGINS [revolted] Do you mean to say, you callous rascal, that you would sell your daughter for 50 pounds?

Pre Modern & Modern Drama

DOOLITTLE. Not in a general way I wouldn't; but to oblige a gentleman like you I'd do a good deal, I do assure you. PICKERING. Have you no morals, man? DOOLITTLE [unabashed] Can't afford them, Governor. Neither could you if you was as poor as me. Not that I mean any harm, you know. But if Liza is going to have a bit out of this, why not me too? HIGGINS [troubled] I don't know what to do, Pickering. There can be no question that as a matter of morals it's a positive crime to give this chap a farthing. And yet I feel a sort of rough justice in his claim. DOOLITTLE. That's it, Governor. That's all I say. A father's heart, as it was. PICKERING. Well, I know the feeling; but really it seems hardly right. (Act II) Dari dialog diatas kita bisa mengetahui seberapa miskinnya Mr. Alfred Doolittle hingga ia merelakan Eliza untuk dirawat oleh Prof. Higgins demi kebaikan bersama, kebaikan bagi Mr. Doolittle untuk mendapat hidup lebih baik dengan menukarkan Eliza dengan sejumlah uang dan kebaikan bagi Eliza sendiri agar dia bisa menjadi seorang bangsawan. Transformasi Mr. Doolittle pun bisa kita lihat dengan cara membandingkan dialog diatas dan prolog berikut ini: Doolittle enters. He is brilliantly dressed in a new fashionable frock-coat, with white waistcoat and grey trousers. A flower in his buttonhole, a dazzling silk hat, and patent leather shoes complete the effect. He is too concerned with the business he has come on to notice Mrs. Higgins. He walks straight to Higgins, and accosts him with vehement reproach. (Act V)

Pre Modern & Modern Drama

c. Kelas Masyarakat Hal ini sudah beberapa kali disebutkan bahwa dalam drama Pygmalion banyak penggambaran tentang class disctinction yang membedakan antara upper class dan lower class. Tadi sudah saya bahas dari segi bahasa yang menggambarkan perbedaan tersebut, dan bahasa tentunya hanya menjadi contoh kecil akan adanya tingkatan perbedaan kelas masyarakat dalam drama Pygmalion. Di zaman Victoria memang mengutamakan kekayaan dan kedudukan. Dalam Pygmalion bahasa dan kelas sosial dipertukarkan secara luas. Shaw

menggambarkannya dengan menggunakan karakter & karakteristik serta tema utama seperti tema kelas masyarakat ini. This was particularly worrying for the Victorian ruling class, because religion is for all kinds of reasons an extremely effective form of ideological control. (Eagleton, 1996: 20). Dan contoh lain yang memberikan presentasi tentang perbedaan kelas masyarakat adalah Taxy. Taxy adalah salah satu gambaran terhadap orang-orang kelas atas. Dan taxi pun tergambarkan dalam dialog saat pertama kalinya Eliza mendatangi kediaman Prof. Higgins. Eliza seolah ingin menegaskan bahwa dia siap untuk menjadi seorang bangsawan oleh karena itu ia mendatangi kediaman Prof. Higgins dengan menggunakan taxi. THE FLOWER GIRL. Don't you be so saucy. You ain't heard what I come for yet. [To Mrs. Pearce, who is waiting at the door for further instruction] Did you tell him I come in a taxi?(Act II)

Pre Modern & Modern Drama

v. Karakter Professor Henry Higgins Henry Higgins adalah seorang Profesor dibidang bahasa. Dia juga penulis Alphabet secara universal. Dia adalah orang yang tidak konvensional yang seringkali bertindak dengan sesuatu yang berlawanan. Seperti saat dia ingin menjadikan Eliza sebagai seorang bangsawan. Namun Higgins adalah laki-laki yang baik. Eliza Doolittle Eliza sama sekali bukan wanita romantic, hal itu disebabkan karena kelancangannya dalam berbicara apalagi dia bukan berasal dari keluarga yang berpendidikan. Dia sangat berkeinginan untuk menjadi seorang bangsawan secara kilat. Saat dia mulai berubah menjadi seorang wanita yang independen, Higgins menganggap Eliza sebagai wanita yang pantas untuk dikagumi dan dicintai. Colonel Pickering Sama seperti Higgins, ia juga bekerja dibidang bahasa. Dia adalah penulis bahasa Sansakerta. Pickering adalah laki-laki yang perhatian. Dia membantu Higgins untuk merubah Eliza. Dan Pickering juga ikut mengajarkan Eliza bagaimana dia harus menghargai dirinya sendiri. Alfred Doolittle Alfred Doolittle adalah tukang sampah tua yang juga ayah dari Eliza Doolittle. Alfred adalah sosok ayah yang kuat, sifatnya sangat mirip dengan Eliza yang tidak pernah memikirkan masalah terlalu berat. Hatinya begitu bebas sampai-sampai walaupun ia hanya seorang tukang sampah ia mampu memiliki enam istri.

Pre Modern & Modern Drama

Mrs. Higgins Mrs. Higgins adalah ibi dari Prof. Henry Higgins. Dia terlihat sangat anggun diusianya yang hampir enam puluh tahun itu. dan baginya perubahan yang ingin dilakukan anaknya Prof. Higgins kepada Eliza Doolittle adalah sebuah kebodohan, sesuatu yang tak masuk diakal. Dia juga satu-satunya karakter yang sangat meragukan semua masalah yang terjadi dalam drama. Freddy Eynsford Hill Peran Freddy muncul dalam adegan pembuka. Dia terpesona pada Eliza. Diakhir cerita Freddy berperan sebagai seorang pemuda yang dianggap pantas jika disandingkan dengan Eliza.

2. Ekstrinsik
Historical Context Buku ini ditulis pada awal abad kedua puluh. Drama ini diberi judul Pygmalion karena dilatar belakangi oleh sebuah mitos dari Yunani. Pygmalion adalah seorang pria yang mencoba mencari cinta sejatinya untuk dijadikannya istri dengan satu syarat wanita tersebut harus sempurna. Namun cinta yang diinginkannya pun tak pernah dia dapatkan. Sampai akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk membuat patung-patung yang dipahatnya menyerupai seorang wanita. Dia pun jatuh cinta pada salah satu patung yang ia buat, dan dinamailah patung itu dengan nama Galatea. Entah bagaimana caranya, namun Pygmalion mampu membuat Galatea hidup, sehingga ia pun bisa mencintai Galatea selamalamanya. Disinilah terjadi sebuah metafora antara kisah Pygmalion dan Galatea dengan kisah Prof. Higgins dan Eliza Doolittle.

Pre Modern & Modern Drama

10

Referensi
Abrams. A Glossary of Literary Terms. 1999. Cornel University Eagleton, Terry. 1996. Literary Theory An Introduction Second Edition. Blackwell Publishing Shaw, Bernard. 1964. Pygmalion. London: Longman, Green and Co.

Pre Modern & Modern Drama

11

You might also like